PEMBINAAN KARAKTER SANTRI MELALUI KETELADANAN KYAI DI LINGKUNGAN PESANTREN : Studi Deskriptif Kualitatif pada Pondok Pesantren As Syafi’iyah Sukabumi Tahun 2012.

(1)

PEMBINAAN KARAKTER SANTRI MELALUI KETELADANAN KYAI DI LINGKUNGAN PESANTREN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Pondok Pesantren As Syafi’iyah Sukabumi Tahun 2012)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Umum

Oleh:

Muhammad Firman (1007272)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

PEMBINAAN KARAKTER SANTRI MELALUI KETELADANAN KYAI DI LINGKUNGAN PESANTREN

(Studi Deskriptif Kualitatif pada Pondok Pesantren As Syafi’iyah Sukabumi Tahun 2012)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

Pembimbing II

Dr. H. Abas Asyafah, M.Pd.

Penguji I

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Pd.

Penguji II

Prof. Ace Suryadi, M.Sc., Ph.D.

Mengetahui, Ketua program Studi Pendidikan Umum/Nilai


(3)

Penelitian ini dilatar belakangi oleh beberapa fakta moralitas dikalangan masyarakat yang telah meninggalkan nilai-nilai moral dan agama sebagai akibat pergeseran nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seperti pergaulan bebas dikalangan remaja, tawuran antar pelajar, narkoba, dan geng motor. Salah satu penyebabnya adalah masuknya budaya barat yang tidak tersaring melalui media cetak maupun media elektronik. Maka diharapkan pendidikan yang mengarah kepada pembinaan karakter dan pendidikan pondok pesantren merupakan salah satu alternatif dalam membina karakter santri melalui keteladanan kyainya. Maka, yang menjadi fokus penelitian ini adalah pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai di lingkungan pondok pesantren yang berperansebagai tokoh teladan, guru (pengajar), dan motivator dalam membina nilai-nilai disiplin santri dalam disiplin beribadah, disiplin belajar dan disiplin waktu di pondok pesantren.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menggali esensi makna yang terkandung di dalam kehidupan pondok pesantren khususnya pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai sebagai tokoh teladan, guru (pengajar) dan motivator, yaitu: 1) apa yang nampak dalam pengalaman berarti bahwa seluruh proses merupakan subyek penelitian, 2) apa yang langsung diberikan kyai dalam pengalaman itu secara langsung hadir bagi yang mengalaminya, dalam hal ini santri. Langkah-langkah pengumpulan data: 1) tahap orientasi, 2) tahap eksplorasi, 3) tahap triangulasi, 4) tahap member check dan 5) tahap audit trail dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Data tersebut dianalisis untuk mengungkapkan makna esensial dari situasi dan kondisi alamiah dengan tidak mengabaikan aspek budaya, historis, geografis, psikologis, sosiologis dan nilai-nilai keagamaan yeng menjadi bahan munculnya data tentang pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai dalam fungsi sebagai tokoh teladan, guru (pengajar) dan motivator dalam membina nilai-nilai disiplin santri.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu: 1) peran kyai dalam pembinaan karakter santri di pondok pesantren As Syafi’iyah yaitu berperan sebagai: (a) tokoh teladan yang tercermin melalui prilaku kyai sebagai panutan dalam pembinaan katakter melalui pembiasaan disiplin, (b) sebagai guru (pengajar) yang ditunjukkan melalui proses kegiatan pembelajaran di dalam kelas dengan memberikan contoh tata cara berpakaian, adab memulai dan mengakhiri pelajaran, tata krama ketika proses pembelajaran berlangsung dan tata tertib masuk-keluar ruang belajar dan (c) sebagai motivator yang ditunjukkan dengan memotivasi para santrinya untuk memiliki akhlak atau karakter yang baik, pada saat kegiatan proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, seperti: memotivasi santri untuk menjalin sillaturrahim dengan masyarakat sekitar dalam bentuk bakti sosial dan pengabdian pada masyarakat; 2) keteladanan kyai diterapkan kepada santri melalui sikap dan prilaku yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari melalui kedisiplinan, yakni: disiplin beribadah, disiplin belajar dan disiplin waktu sehingga sikap dan prilaku tersebut menjadi contoh konkrit dan kebiasaan bagi para santri: 3) faktor pendukungnya adalah adanya dukungan dari pemerintah setempat dan dukungan sarana prasarana. Sedangkan penghambatnya adalah kondisi orang tua santri dan latar belakang kehidupan santri yang berbeda-beda


(4)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Metode Penelitian ... 11

F. Penjelasan Istilah ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KETELADANAN KYAI DALAM PEMBINAAN KARAKTER SANTRI PADA PONDOK PESANTREN SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM ... 15

A. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Umum ... 15

B. Konsep Pendidikan Pondok Pesantren ... 19


(5)

D. Pengertian, Ciri-ciri dan Nilai-nilai yang Diajarkan dalam

Pendidikan Karakter ... 39

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 42

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN ... 47

A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 47

B. Definisi Konseptual ... 49

C. Prosedur Penelitian ... 56

D. Pengolahan Data Penelitian ... 68

E. Analisis Data Penelitian ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Hasil Penelitian ... 73

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

C. Temuan Hasil Lapangan ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Rekomendasi ... 94

DAFTAR PUSTAKA ………. x


(6)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Kondisi Pengajar: Kyai, Ustadz dan Ustadzah 56 3.2 Subyek Penelitian: Kyai, Ustadaz dan Ustadzah 57

3.3 Data Santri 58

4.1 Hasil dan Temuan Implementasi Pendidikan karakter 80

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN Halaman

1 Catatan Lapangan Kegiatan Observasi xi

2 Pedoman Wawancara xii

3 Format Wawancara xiii

4 Matrik Penelitian Pengembangan Instrumen Penelitian xiv 5 Tata Tertib, Jadwal Harian, Proses pembinaan, Daftar

Nama Mudarris, Peta Lokasi Pondok

xv


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan pendidikan di Indonesia dalam memasuki era informasi dihadapkan kepada masalah yang serius, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diikuti oleh perubahan masyarakat yang cepat melahirkan pergeseran nilai yang semakin cepat pula. Sisi lain, dominasi negara maju dalam informasi membawa konsekuensi yang tidak sedikit karena masuknya informasi dari luar negeri tidak dapat dibendung lagi. Masalah ini makin terasa dalam masyarakat Indonesia sekarang ini berupa perubahan sikap dan kebiasaan masyarakat terutama anak-anak dan generasi muda.

Perubahan masyarakat akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut di atas membawa dampak yang besar pada budaya, nilai, dan agama. Fungsi pendidikan sebagai pewarisan nilai-nilai budaya dihadapkan kepada tantangan yang besar dan berat. Budaya manusia yang berubah dengan cepat menyebabkan pendidikan menjadi bagian yang cepat berubah pula. Nilai-nilai yang sementara ini dipegang kuat oleh masyarakat mulai digeserkan bahkan ditinggalkan. Sementara nilai-nilai yang menggantikannya tidak selalu sejalan dengan landasan kepercayaan atau keyakinan masyarakat sehingga penyimpangan nilai kian berkembang. Poespoprodjo (1988:45) menjelaskan sebagai berikut:

Dalam kondisi ini, remaja dan peserta didik yang sedang berada dalam kondisi psikologis yang labil menjadi korban pertama dalam berbagai kasus seperti meningkatnya kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, juga semakin membuktikan bahwa nilai-nilai hidup tengah bergeser sehingga membingungkan para remaja yang menjauhkan mereka dari sikap manusia yang berkepribadian.


(8)

Bangsa Indonesia pada saat ini sedang dilanda oleh penurunan nilai moral. Hilangnya sopan santun, ke bohongan, kebengisan, kekerasan, seks bebas dan hal-hal lainnya merupakan sesuatu yang akrab dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, kita juga dapat menyaksikan tentang kerusuhan, perkelahian antar kampung yang berasal dari isu yang tidak jelas dan sepele, penggusuran orang-orang kecil dan tanah tempat tinggal mereka demi pembangunan gedung-gedung mewah, premanisme dan seterusnya. Itu semua merupakan fakta tentang apa yang terjadi di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Menurut hasil survei KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tahun 2010, sebagaimana disajikan dalam http://syiahali.wordpress.com/2011/04 /30 tentang seks bebas di Indonesia bahwa sebanyak 32% remaja usia 14-18 tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kota-kota besar yang dimaksud antara lain Jakarta, Surabay a dan Bandung. Dari survei KPAI diketahui bahwa salah satu pemicu utama dari perilaku remaja tersebut adalah muatan pornografi yang diakses lewat internet. Fakta lainnya yang diperoleh dari sumber yang sama adalah sekitar 21,2% dari remaja puteri di Indonesia pernah melakukan aborsi. Selebihnya, separuh remaja wanita mengaku pernah bercumbu ataupun melakukan oral seks. Survei yang dilakukan KPAI tersebut juga menyebutkan 97% perilaku seks remaja diilhami oleh tayangan pornografi di internet.

Sementara, data yang diperoleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010, sebagaimana disajikan dalam http://heniputera.com/ pergaulan-bebas.html/ menunjukan 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah. Artinya dari 100 remaja, 51 orang


(9)

sudah tidak perawan lagi. Hasil lain dari survei Komnas perempuan tahun 2011, siswa SMP dan SMU ternyata 93,7% pernah melakukan ciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97% remaja SMP dan SMU pernah melihat film porno. Kepala BKKBN pernah menuturkan dalam memperingati hari AIDS sedunia 2010 tentang beberapa wilayah di Indonesia yang beberapa remajanya pernah melakukan seks pra nikah. Misalnya, di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47%, dan 52% di Medan. Berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2010 terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase mengidap usia 20-29 tahun yakni 48,1% dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9%.

Selain itu, dalam penelitian GMSK-IPB terhadap lima SMK-IT di Bogor (Republika, 26/06/2009) menunjukan hasil bahwa 30,3% dari responden terlibat minuman keras, 15,4% menjadi pecandu narkoba, 34,6% berjudi, 68% menonton film porno, pernah melakukan hubungan seks, 81% membohongi orang tua dan 25% menjadi anggota geng motor. Terkait dengan penyalahgunaan narkotika, Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009 tercatat adanya 3,6 juta pengguna narkoba di Indonesia, dan 4 1% diantara mereka pertama kali mencoba narkoba di usia 16 -18 tahun, yakni usia remaja SMP-SMU Karena itu, melihat fenomena-fenomena pergeseran moral di atas maka alternatif pendidikan yang mengarah kepada pembinaan karakter, budi pekerti dan akhlakul karimah menjadi mutlak diperlukan.

Alternatif pendidikan yang ditawarkan untuk pembinaan karakter, budi pekerti dan akhlakul karimah dalam membina moral atau akhlak dan karakter


(10)

adalah lembaga pendidikan pondok pesantren. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang lahir dari masyarakat telah membuktikan kiprahnya sejak pra kemerdekaan hingga sekarang ini dalam melahirkan generasi bangsa yang dapat hidup dan mandiri dalam masyarakat. Dalam menghadapi tantangan perubahan nilai di masyarakat, keunggulan pondok pesantren perlu diungkap dan diaktualisasikan dalam memecahkan masalah pembinaan karakter yang dihadapi masyarakat. Pondok pesantren yang terbukti banyak melahirkan pimpinan informal dan daya gerak moral masyarakat perlu dikaji dan diungkap secara mendalam sehingga nilai-nilai luhur yang terdapat di dalamnya dapat diaktualisasikan dalam menjawab tantangan pendidikan karakter dewasa ini.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang di dalam nya tidak hanya diajarkan pengetahuan tentang ilmu keagamaan, akan tetapi diterapkan juga pendidikan yang membangun karakter para santri dengan akhlakul karimah atau karakter keislaman, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Rosulullah SAW. Setiap santri dididik agar dapat menjadi seorang muslim yang berakhlak mulia dengan cara-cara yang telah ditentukan dan disesuaikan dalam pendidikan di pesantren tersebut. Sehingga dikemudian hari setelah para santri keluar dari pondok pesantren, mereka dapat terbiasa untuk berakhlak baik tanpa adanya paksaan dan rasa keterpaksaan, sehingga hal ini menjadi sebuah kebiasan atau sesuatu yang mendarah daging dengannya, dan kebiasaan inilah yang kemudian menjadi karakter dirinya yang dapat dijadikan contoh oleh masyarakat nantinya.


(11)

Pondok pesantren mempunyai peranan penting, secara jelas diungkapkan oleh Tafsir (1987: 191-192) sebagai berikut:

Pesantren sebagai komunitas dan sebagai lapangan pendidikan besar jumlahnya dan luas penyebarannya ke berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan sumbangan dalam pembentukan manusia Indonesia yang beragama. Lembaga tersebut telah melahirkan banyak pemimpin bangsa di masa lalu, kini dan agaknya juga di masa datang. Lembaga pesantren tidak pelak lagi banyak yang mengambil partisipasi aktif dalam membangun bangsa.

Hal di atas selaras dengan yang diungkapkan Raharjo (1974: 7) bahwa: Pondok pesantren merupakan lembaga yang mendukung nilai-nilai agama

dikalangan masyarakat agraris terasa sangat dibutuhkan untuk bisa mempertahankan “hawa segar” masyarakat pendusunan, sedangkan di masyarakat perkotaan kebutuhan akan agama dilatar belakangi oleh pandangan bahwa pergaulan hidup dikota telah mengalami “polusi” yang membahayakan perkembangan pribadi dan pendidikan anak.

Namun, saat sekarang ini tidak dipungkiri bahwa nama baik pondok pesantren sudah sedikit tercoreng dengan adanya isu bom di beberapa tempat yang bersumber dari para oknum santri yang tinggal di pondok pesantren yang berdalih bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan jihad dan adanya anggapan bahwa pesantren mengajarkan kekerasan. Akan tetapi, pada hakikatnya ajaran Islam dan praktik pendidikannya di pondok pesantren tidak mengajarkan hal tersebut.

Pendidikan pondok pesantren merupakan pendidikan yang khas dengan menempatkan keteladanan kyai sebagai salah satu sumber, media dan sekaligus sebagai metode pendidikan. Dalam Djamari (Suherman, 2005: 9), berpandangan bahwa pondok pesantren dipandang sebagai rujukan pendidikan. Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa:


(12)

Keberhasilan pendidikan pondok pesantren dipengaruhi oleh kyai sebagai figur sentralnya. Kyai sebagai sumber pendidikan bukan hanya memerankan dirinya sebagai guru tetapi juga tokoh yang diteladani para santri. Karena itu, pribadi kyai berfungsi sebagai alat pendidikan dalam proses pendidikan di pesantren.

Kepribadian kyai sebagai rujukan santri di pesantren menempatkan keteladanan sebagai metode yang sangat efektif dalam seluruh proses pendidikan pesantren. An Nahlawi (2004) menyebutkan bahwa keteladanan sebagai salah satu metode pendidikan Islam yang dianjurkan Al Qur`an dalam merealisasikan nilai-nilai Islam. Firman Allah SWT dalam Al Qur`an Surah Al-Ahzab, 21 yang artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan nilal-nilai Islam memerlukan contoh perilaku yang tampak secara kasat mata dalam proses pendidikannya. Karena peran penting keteladanan tersebut, di pesantren menempatkan tokoh kyai sebagai alat, media dan sekaligus sebagai metode pendidikan. Hal ini merupakan realisasi dari amanat Al Qur`an tentang pendidikan.

Dalam lingkungan pendidikan persekolahan, “santri” sama dengan siswa, santri merupakan peserta didik yang sedang mencari ilmu dan berupaya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses itu, diperlukan contoh nyata dari perilaku yang seyogianya mereka lakukan. Karena itu, komunikasi Kyai-santri dalam proses pendidikan di pondok pesantren merupakan proses pendidikan yang sarat dengan nilai dan keteladanan menjadi bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan tersebut.


(13)

Di samping itu, terdapat pula perilaku sebagian santri yang tidak sesuai dengan peran pesantren sebagai pusat pendidikan karakter, karena itu penelitian ini diharapkan pula dapat mendorong peningkatan kualitas keteladanan kyai di kalangan para santri.

Secara teoretis, pembinaan yang dilakukan kyai yang berfungsi sebagai tokoh teladan, sebagai guru (pengajar), dan sebagai motivator akan direspons oleh santri dan respons inilah yang akan berpengaruh terhadap tingkat karakter santri yang pada akhirnya akan tampak pada sikap dan prilaku santri, baik ketika berada di lingkungan dalam maupun luar pondok pesantren serta sebagai anggota masyarakat setelah mereka tamat dari pondok pesantren.

Setelah peneliti melakukan observasi pendahuluan di pondok pesantren As-Syafi’iyah pada hari Kamis tanggal 17 Mei 2012, peneliti mendapati beberapa keunggulan pondok pesantren As-Syafi’iyah. Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, tercatat beberapa keunggulan pondok pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi adalah membina santrinya agar menjadi pribadi yang utuh berdisiplin, yang harus diawali dengan sikap keteladanan seorang figur panutan (dalam hal ini Kyai), dalam melaksanakan pembinaan nilai-nilai disiplin pada diri santri. Pembinaan nilai-nilai disiplin pada santri terutama difokuskan pada “„tri

disiplin‟” yang menjadi unggulan di pondok pesantren As-Syafi’iyah

sebagaimana disampaikan bapak Haji Muhammad Juraidin yaitu : 1) disiplin beribadah, 2) disiplin belajar, dan 3) disiplin waktu. Sehingga hasil akhir santri akan menjadi insan kamil berkarakter yang memiliki akhlaqul karimah seperti harapan umat dan harapan tujuan pendidikan Islam.


(14)

Sementara itu kyai yang mengasuh pondok pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi telah berupaya semaksimal mungkin dalam membina nilai-nilai karakter santri. Hal ini dapat dilihat dari fungsi kyai sebagai tokoh teladan, sebagai guru (pengajar), dan sebagai motivator dalam membina karakter santri di pondok pesantren.

Keunggulan lain di antara keunggulan-keunggulan pondok pesentren ini adalah bahwa di pondok ini yang menjadi sentral perhatian santri adalah seorang kyai yang menjadi figur, pondok pesantren ini memadukan antara sistem pendidikan salafi (tradisional) dengan mengkaji kitab-kitab klasik (kitab kuning) berbahasa Arab dengan tanpa mengesampingkan pendidikan formal.

Demikian pentingnya keteladanan kyai dalam proses pendidikan para santri mendorong penelitian ini untuk mengungkap lebih jelas bagaimana keteladanan kyai itu diterapkan kepada para santri. Untuk memahami substansi keteladanan, diperlukan informasi dan pemahaman terlebih dahulu tentang profil kyai yang dapat menggambarkan sosok kepribadiannya secara utuh. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik membuat karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul: “Pembinaan Karakter Santri melalui Keteladanan Kyai di Lingkungan Pesantren”. (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pondok Pesantren As Syafi‟iyah Sukabumi Tahun 2012)

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana diungkapkan pada latar belakang masalah di atas yang pada intinya menunjukkan semakin menurunnya nilai moral, akhlak, dan sopan santun


(15)

di kalangan remaja serta diperlukannya pendidikan karakter. Dan hal inilah yang menyebabkan muncul berbagai krisis, khususnya masalah kenakalan remaja. Untuk itu, perlu adanya sebuah media, metode atau cara keteladan dalam lingkungan pendidikan untuk membina karakter remaja. Atas dasar kenyataan itu, maka dapat dirumuskan masalah pokok penelitian sebagai berikut: Bagaimana peranan keteladanan kyai dalam membina karakter santri diterapkan di lingkungan pesantren As Syafi’iyah Sukabumi? Dari rumusan masalah pokok tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Peran apa sajakah pada sosok pribadi kyai sebagai bentuk keteladanan di pondok pesantren?

2. Bagaimanakah keteladanan Kyai diterapkan kepada para santri?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Kyai dalam pembinaan karakter para santri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui peranan keteladanan kyai dalam membina karakter santri di lingkungan pesantren As Syafi’iyah Sukabumi. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh gambaran mengenai peran Kyai sebagai bentuk

keteladanan di pondok pesantren?

2. Untuk mendeskripsikan keteladanan Kyai diterapkan kepada para santri? 3. Untuk mendeskripsikan factor pendukung dan penghambat yang dihadapi


(16)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi pengembangan konsep pendidikan umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan altematif pengembangan konsep pendidikan umum di Indonesia, khususnya dalam memperkaya dan mengembangkan metode pendidikan umum sebagai pendidikan nilai.

Di dalam konsep Pendidikan Umum (General Education) banyak diketengahkan istilah membangun karakter (character building), manusia utuh, warga Negara yang baik (good citizen) atau keluarga bahagia yang bermuatan nilai norma dan moral. Namun nilai, norma, moral yang mana yang harus dirujuk? Dari manfaat teoretis inilah peneliti berharap dapat menemukan suatu pola atau model yang dapat bermanfaat bagi teori pendidikan karakter di pondok pesantren. Oleh karena itu penelitian yang mendalam atas situasi dan peristiwa yang terjadi di pondok pesantren As Syafi’iyah, dapat membangun asumsi-asumsi baru untuk keperluan teori atau sebagai verifikasi atas teori yang sudah ada.

2. Manfaat bagi pendidikan secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi pendidikan umum sebagai implikasi dari penelitian, baik pendidikan karakter dalam keluarga, lingkungan persekolahan dan masyarakat. Khususnya dalam memberikan variasi metode pendidikan yang bisa dilakukan dalam proses pembelajaran di keluarga, persekolahan dan masyarakat. Sebab keteladanan dalam pendidikan sekarang ini sudah merupakan “barang” langka, karena itu upaya ini bisa dipandang sebagai upaya reaktualisasi metode pendidikan.


(17)

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena mengkaji problem yang dihadapi saat ini. Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun metode deskriptif ini dipilih karena beberapa alasan: Pertama masalah yang dikaji menyangkut hal -hal yang sedang berlangsung dalam masyarakat, khususnya dalam lembaga pendidikan, dengan harapan dat a dapat di k um pul kan s eban yak m ungki n, dengan t et ap memperhatikan kualitas data. Kedua, gejala-gejala yang akan diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut perbuatan dan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin tidak dipengaruhi dari luar, sehingga bersifat alami atau apa adan ya, sebagai mana Hadisubroto (1988:2) berpendapat bahwa “data yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif, lebih berupa kata-kata daripada angka-angka”

F. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu perlu ditetapkan penjelasan dari beberapa istilah berikut ini:

1. Pembinaan

Istilah pembinaan dalam penelitian ini, diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan yang dilakukan kyai dengan fungsinya untuk maksud tertentu yaitu pembinaan karakter santri ke arah peningkatan karakter yang lebih mapan.


(18)

2. Karakter

Adapun istilah karakter yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah karakter baik santri dalam kehidupannya sehari-hari, yaitu dengan hidup berdisiplin, mandiri, tanggung jawab, amanah, sopan santun, baik, rendah hati, percaya diri, kreatif, pantang menyerah, memiliki rasa kasih sayang dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

3. Teladan

Teladan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh, yakni sifat-sifat baik atau nilai-nilai luhur kyai yang menjadi teladan bagi santrinya di pondok pesantren As-Syafi-iyah Sukabumi. Sifat-sifat baik atau nilai-nilai luhur kyai inilah yang dianggap istimewa dan menarik, lantas dianggap pantas untuk diteladani atau dijadikan teladan oleh para santrinya.

4. Kyai

Kyai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kyai dan pimpinan pondok pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi yang menjadi teladan bagi para santri, termasuk para ustadz/ustadzah yang menjadi tenaga pengajar dan pendidik di pondok pesantren tersebut. Adapun yang menjadi subyek pada penelitian ini yaitu: 1) Bapak H. M. Juraidin, 2) Ust. Syuaib Yusuf, QH., 3) Ust. Ahmad Dimyati, S.Pd., 4) Ust. Ahmad Rifa’i, 5) Ustdzh Laila Munawaroh, S.Pd.I, 6) Ustadzah Munasofah, S.Pd.


(19)

5. Santri

Adapun santri yang dimaksud pada penelitian ini adalah santri atau peserta didik pondok pesantren Assyafi’iyah Sukabumi. Adapun yang menjadi subyek pada penelitian ini terdiri dari lima orang santri laki-laki dan lima orang santri perempuan, yaitu: 1) Tri Cahaya Nanji Wibowo, 2) Aulia Rahman, 3) Ahmad Zaki, 4) M. Baqir, 5) Nasep Saepudin Al-Hafidz, 6) Leni Aryanti, 7) Nindya Carlita Putri, 8) Yanta Yunita, 9) Robiah Al-Adawiyah, 10) Dias Wijayatie.

6. Pesantren

Adapun yang dimaksud pesantren disini adalah pondok pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi yang beralamat di jalan Sukabumi-Cianjur Desa Sukamaju Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan; terdiri dari a) Latar belakang masalah bersisi tentang: menggambarkan latar belakang masalah yang diteliti, dengan maksud untuk menjelaskan alasan mengapa masalah yang diteliti itu muncul. Didalamnya pun dicantumkan tentang perasaan resah peneliti, sekiranya masalah tersebut tidak diteliti, kerugian-kerugian yang mungkin timbul seandainya masalah tersebut tidak diteliti dan lain sebagainya. b) Rumusan masalah berisi tentang pertanyaan secara umum yang hendak dicari jawabannya dan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan secara khusus dari penelitian kualitatif. c) Tujuan penelitian, merupakan operasionalisasi dari rumusan masalah yang menjadi tujuan


(20)

akhir penelitian kualitatif. d) Manfaat secara teoritis dan secara praktis: bagi pihak-pihak yang memiliki implikasi secara langsung maupun tidak langsung dengan hasil penelitian. e) Metode penelitian yang dicantumkan pada BAB ini adalah ringkasan singkat atau gambaran dari metode penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini.

Bab II berisi tentang: teori yang akan digunakan sebagai landasan penelitian, berisi teori, hasil penelitian maupun pendapat ahli. Uraian bab III ini merupakan penjabaran lebih rinci tentang metode penelitian yang secara garis besar sudah dicantumkan pada bab I.

Pembahasan pada bab III ini memuat beberapa komponen di antaranya metode dan pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, definisi operasional dari variable, instrument penelitian, subyek, sumber data, dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan pengolahan atau analisis data.

Di dalam bab IV pada penelitian ini, termuat gambaran umum dan dua hal utama yaitu pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis temuan.

Dan pada bab V memuat kesimpulan berisi penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian dan implikasi yang ditujukan kepada pem buat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan dan kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya. Dan pada bagian akhir disertakan daftar pustaka dan lampiran-lampiran


(21)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini, menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Alasan metode deskriptif dipilih karena masalah yang dikaji menyangkut masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan, khususnya di pondok pesantren As-Syafi‟iyah di daerah Sukabumi. Sedangkan pendekatan dipilih, diharapkan deskripsi atas kejadian yang tampak di lapangan dapat diintepretasi lebih mendalam.

Menurut Satori dan Aan (2011: 22) bahwa : “penelitian kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari suatu fenomena sosial atau suatu lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat dan waktu”.

Dalam pendekatan kualitatif, langkah-langkahnya tidak terlepas dari ciri-ciri umum yang ada dalam penelitian kualitatif. Sebagaimana dikemukakan Bogdan (1975: 5), bahwa : “penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati”. Senada dengan itu, dikemukakan Hadisubroto (1988: 2), bahwa “data yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif lebih berupa kata -kata dari pada angka-angka”.

Pada penelitian ini, peneliti lebih berfokus dan memusatkan perhatian pada ucapan dan tindakan subyek penelitian serta keadaan yang dialami pada tempat penelitian dengan berpegang pada data hasil wawancara secara lebih mendalam


(22)

dan tuntas. Penelitian kualitatif tidak hanya berhenti hanya sebatas mendeskripsikan data secara mentah, tetapi harus menggali makna-makna tersembunyi dan prinsip-prinsip mendasar yang terdapat dalam data penelitian sehingga penjabaran dalam temuan baru tidak ada yang terlewatkan. Analisis data yang dilakukan selama pengumpulan data di lapangan merupakan instrumen yang dapat mendukung pencapaian tujuan penelitian.

Metode dan teknik penelitian diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistik (utuh), Moleong (1994: 3) mendasarkan diri pada latar belakang alamiah atau konteks dari suatu keutuhan (entity). Karena “keutuhan tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya” (Lincoln dan Guba, 1985: 39).

Selanjutnya, Moleong (2011: 8) mengemukakan bahwa:

“Melalui pengamatan penafsiran, dan menyimpulkan terhadap suatu konteks peristiwa secara dilakukan atas dasar asumsi bahwa: (1) tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperluan pemahaman, (2) konteks sangat menentukan dan menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks yang lainnya, berarti suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan, (3) sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinative terhadap apa yang dicari”.

Pada penelitian ini, masalah yang diteliti berkisar pada pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai di lingkungan pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi. Sesuai dengan fokus masalah penelitian tersebut, maka data-data objektif yang telah dideskripsikan, kemudian dianalisis dengan cara-cara mengungkap makna-makna esensialnya dari fenomena-fenomena alamiah dengan tidak mengabaikan aspek budaya, historis, geografis, psikologis, dan nilai-nilai keagamaan yang menjadi bahan munculnya data.


(23)

B. Definisi Konseptual

Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu perlu ditetapkan definisi operasional dari beberapa istilah berikut ini:

1. Membina

Menurut M. Natsir (1986: 72) bahwa membina mempunyai arti mempertunjukkan dan membimbing. Seperti halnya Rasulullah Saw dalam perjalanan risalahnya, beliau mempertunjukkan dan membimbing risalah itu kepada umatnya secara praktis realistis. Di samping itu, kata “membina” dapat diartikan membiasakan. Sedangkan membina di sini diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan yang dilakukan kyai dengan fungsinya untuk maksud tertentu yaitu membina karakter santri

2. Karakter

Sejak tahun 1990-an, terminologi pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai penyusungnya melalui karyanya yang sangat memukau, The Return of Character Education sebuah nuku yang menyadarkan dunia barat secara khusus dimana Lickona hidup, dan seluruh dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidina karakter adalah sebuah keharusan. Inilah awal kebangkitan pendidikan karakter (Majid dan andayani, 2011: 11).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Sumantri, 2010: 6) karakter berasal dari akar kata latin kharakter, kharassian, kharax, yang maknanya “tools for making”, “to engrave”, dan “pointed stake” masuk dalam bahasa Inggris


(24)

menjadi „character‟, dan menjadi bahasa Indonesia „karakter‟ yang diartikan sebagai tabiat; watak; sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain.

Istilah karakter menurut Sauri (2011: 7) sebenarnya semakna dengan akhlak. Hanya saja, jika akhlak secara tegas-tegas bersumberkan Al-Qur‟an dan As-Sunnah, maka selain bersumberkan Al-Qur‟an dan As-Sunnah, karakter lebih bersumberkan konstitusi, masyarakat, dan keluarga. Demikian juga nilai, moral, etika, dan budi pekerti sebenarnya semakna juga dengan akhlak. Adapun tatakrama dan sopan santun merupakan akhlak dan karakter yang lebih teknis-praktis, seperti: tatakrama bertamu, sopan santun di jalan raya, tatakrama pergaulan muda-mudi atau laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, dan lain-lain.

Sementara Lickona (Megawangi, 2003) mengemukakan bahwa karakter terdiri atas tiga bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan perilaku bermoral (moral behavior). Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, mencintai atau menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan.

Moral knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu: 1) kesadaran moral (moral awareness), 2) pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), 3) penentuan sudut pan dang (perspective taking), 4) logika moral (moral reasoning), 5) keberanian menentukan (decision making), dan 6) pegenalan diri (self knowledge) Keenam unsur adalah


(25)

komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi ranah kognitif mereka.

Selanjutnya Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Setelah dua aspek tadi terwujud, maka moral acting sebagai outcome akan dengan mudah muncul dari para siswa. Pendidikan karakter bergerak dari knowing menuju doing atau acting. William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing). Dalam pendidikan karakter secara konvensional, diperlukan latihan dan praktek yang terus menerus seperti dikatakan Jhon Moline dalam Likona (1992). Thomas Likona mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Berangkat dari pemikiran ini maka kesuksesan pendidikan karakter sangat tergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan karakter.


(26)

Sejalan dengan itu, Menurut Budimansyah dkk. (2010: 2) Karakter didefinisikan sebagai nilai-nilai kebajikan (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik, dan nyata berkehidupan baik) yang tertanam dalam diri dan terjawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Philip dalam Sukadi (2010: 82), adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Koesoema A (2011:80) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai cirri atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara itu Winnie (Sauri, 2010) memahami istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya denngan „personality‟. Seseorang baru bisa disebut „orang yang berkarakter‟ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral. Akhirnya Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.


(27)

3. Teladan

Teladan (perbuatan, barang, dsb) yang patut ditiru. Ketelad anan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh (Kamus besar bahasa Indonesia, 1994: 1025). Teladan adalah sifat-sifat baik atau nilai-nilai luhur kemanusiaan. Sifat-sifat baik atau nilai-nilai luhur kemanusiaan itulah yang dapat membuat seseorang yang memilikinya, siapa pun dia, bukan hanya begitu unik, tetapi juga begitu istimewa dan begitu menarik. Karena keistimewaan dan kemenarikannya itu pula seseorang lantas dianggap pantas untuk diteladani atau dijadikan teladan oleh siapa saja dalam hidup ini.

4. Kyai

"Kyai" dalam bahasa Jawa dipakai dalam tiga jenis gelar yang saling berbeda (Dhofier, 2011: 93), yaitu:

1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang -barang yang dianggap keramat; umpamanya "Kyai Garuda Kencana" dipakai untuk sebutan Kereta emas yang berada di Keraton Jogyakarta,

2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umunnya,

3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar seorang kyai, la juga disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya).

Pengertian secara umum bagi sebutan kyai di Indonesia sebagaimana telah dimaksudkan pada bab sebelumnya adalah dimaksudkan untuk para pendiri dan/atau pemimpin sebuah pondok pesantren, sebagai muslim terpelajar


(28)

telah membaktikan hidupnya untuk Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran–ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan dan keteladanannya. Kyai adalah orang yang dianggap menguasai ilmu agama Islam dan biasanya mengelola dan mengasuh pondok pesantren. Adapun yang dimaksud kyai dalam penelitian ini adalah kyai atau pimpinan pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi.

5. Santri

Santri, menurut Sukamto (1999: 97) ditujukan kepada orang yang sedang menuntut pengetahuan agama di pondok pesantren. Sebutan santri senantiasa berkonotasi mempunyai kyai, misalnya santri Tebuireng, adalah murid -murid pondok pesantren Tebuireng. Adapun santri yang dimaksud pada penelitian ini adalah santri atau peserta didik pondok pesantren Assyafi‟iyah Sukabumi.

6. Pesantren

Sebagaimana yang telah dis ajikan pada bagian terdahulu, menurut Dhofier (2011: 41), bahwa “perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri”. Senada dengan itu, Johns dan Berg dalam Dhofier, (2011: 41) berpendapat bahwa “istilah pesantren asal kata dari santri yaitu berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji”, dan ia berpendapat bahwa “istilah santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku


(29)

tentang ilmu pengetahuan”. Dari asal-usul kata santri pula banyak sarjana berpendapat bahwa lembaga pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan keagamaan bangsa Indonesia pada masa menganut agama Hindu Budha yang bernama “mandala” yang diIslamkan oleh para kyai.

Selain itu, Mastuhu (1995:55) merumuskan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam, menekankan moral agama sebagai pedoman perilaku santri dalam lingkungan pesantren atau di luar pesantren. Pondok pesantren terdiri dari unsur kata pondok dan pesantren. Pengertian "pondok" dapat disebut sebagai tempat tinggal santri yang terbuat dari bahan-bahan yang sederhana, mula-mula mirip padepokan, yaitu perumahan yang dipetak-petak menjadi beberapa kamar kecil yang ukurannya kurang lebih dua meter kali tiga meter. Masyarakat sekitar menyebutnya pondok pesantren. Istilah pondok sering dita’rijkan secara harfiah funduqun (bahasa Arab) artinya asrama atau hotel. Sedangkan pesantren senantiasa disertakan di belakang "pondok", sehingga menjadi "pondok pesantren". Pesantren juga mempunyai makna tempat tinggal santri. Kata Pesantren berasal dari kata dasar "santri" mendapat awalan 'pe" dan akhiran "an" digabung berbunyi 'pesantrian", yang mirip dengan kata pesantren. Seolah-olah terjadi pemborosan kata, namun istilah pesantren di sini mengandung makna sebagai "taukid" atau pengokoh terhadap kata yang mendahului, sehingga dengan demikian dapat dibedakan pondok yang bukan pesantren dengan pondok pesantren tempat santri mencari


(30)

pengetahuan agama dari kyai (Sukamto, 1999: 42-43). Adapun yang dimaksud pesantren disini adalah pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi.

C. Prosedur Penelitian

1. Subyek, Sumber Data, dan Lokasi Penelitian

Subyek, sumber data dan lokasi penelitian ada yang sifatnya menyeluruh, dan ada yang sifatnya ditentukan. Adapun yang sifatnya menyeluruh yaitu semua kegiatan yang berkaitan dengan pola pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai di lingkungan pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi dan yang sifatnya ditentukan yaitu sebagai berikut:

a. Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek pada penelitian ini meliputi kyai selaku pimpinan dan penanggung jawab di pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi, wakil pimpinan, para ustadz, ustadzah dan santri pondok pesantren As-Syafi‟iyah.

Kondisi para pengajar yaitu kyai, para ustadz dan ustadzah di pondok pesantren As-Syafi‟iyah adalah sebanyak 45 orang, dapat dilihat pada tabel 1 yaitu :

TABEL 3.1

KONDISI PENGAJAR : KYAI DAN USTADZ DAN USTADZAH PONDOK PESANTREN AS-SYAFI’IYAH SUKABUMI

No.

Keadaan Kyai

Jumlah

Jenis kelamin Pendidikan Usia

dan para

L P S0 S1 S2 S3 25-36 37-48 49-69 Ustadz/Ustadzah


(31)

2 Ustadz 29 29 - 4 20 5 - 2 27 -

3 Ustadzah 15 - 15 3 12 - - 4 11 -

Jumlah 45 30 15 8 36 1 0 6 38 1

Sumber: Arsip Pondok Pesantren As Syafi‟iyah Sukabumi Tahun 2011/2012 Subyek dalam penelitian ini diambil sebanyak 5 (lima) orang, terdiri dari satu orang kyai, dua orang ustadz dan dua orang ustadzah, dapat dilihat dari tabel

TABEL 3.2

SUBYEK PENELITIAN KYAI, USTADZ DAN USTADZAH

No.

Keadaan Kyai

Jumlah

Jenis kelamin Pendidikan Usia

dan para

L P S0 S1 S2 S3 25-36 37-48 49-69 Ustadz/Ustadzah

1 Kyai 1 1 - 1 - - - 1

2 Ustadz 2 2 - - - 2 -

3 Ustadzah 2 - 2 - 2 - - 2 - -

Jumlah 5 3 2 1 2 0 0 2 2 1

Sumber: Arsip Pondok Pesantren As Syafi‟iyah Sukabumi Tahun 2011/2012 Subyek Penelitian di atas, yang terdiri dari kyai sebagai tokoh sentral teladan, sebagai guru (pengajar) dan sebagai motivator, dibantu oleh empat orang ustadz/ustadzah yang bertugas mengatur jalannya proses belajar mengajar di pondok pesantren ini. Adapun nama-nama subyek penelitian ini adalah :

a. 1. Nama Pimpinan : K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi‟i 2. Nama Wakil Pimipinan : Drs. H.M Juraidin

b. Ustadz/ustadzah : 1. Ustadz Ahmad Dimyati, S.Pd. 2. Ustadz Ahmad Rifa‟i

3. Ustadzah Munasofah 4. Ustadzah Laila Munawaroh


(32)

Dari sejumlah subyek penelitian di atas, diharapkan dapat memperoleh informasi/keterangan yang akan menjawab pertanyaan penelitian tentang pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai di lingkungan pesantren ini dan merupakan bimbingan yang diberikan kepada santri untuk dijadikan figur teladan dalam disiplin beribadah,disiplin belajar, dan disiplin waktu dalam proses belajar mengajar ini, sehinga santri mampu melaksanakan ibadah, melakukan proses belajar dan menggunakan waktu penuh dengan disiplin seperti yang diharapkan.

Dalam pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai di lingkungan pesantren, tentu saja kyai dibantu oleh para ustadz dan ustadzah dalam hal tanggung jawab membimbing, mengharapkan dan mengawasi, baik di dalam pondok, dalam ruangan belajar, dalam melaksanakan ibadah, dalam melakukan kegiatan ekstrakurikuler maupun kegiatan di luar lingkungan pondok pesantren, sehingga menghasilkan santri yang berkepribadian disiplin.

Selain kyai, para ustadz dan ustadzah yang menjadi subyek penelitian, para santri pun sebagai subyek penelitian. Kondisi santri di pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi, dapat dilihat dalam tabel 3 berikut :

Tabel 3.3

DATA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS-SYAFI’IYAH SUKABUMI

No. Keadaan Santri

Tingkat Jumlah

Dasar Menengah Akhir Santri


(33)

2 Perempuan 74 117 53 244

Jumlah 189 312 80 581

Sumber: Arsip Pondok Pesantren As Syafi‟iyah Sukabumi Tahun 2012 Santri di pondok pesantren As-Syafi‟yah seperti tercantum dalam tabel di atas, pada umumnya berasal dari status sosial ekonomi kelas menengah, dan dari jumlah 581 orang santri 90% berasal dari daerah jabotabek, 5% dari daerah sekitar pondok pessantren, dan 5% lagi dari berbagai daerah, terutama Jawa Barat.

Santri yang menjadi obyek dalam penelitian ini, di antranya : 1. Tri Cahaya Nanji Wibowo, 2. Aulia Rahman, 3. Ahmad Zaki, 4. M. Baqir, 5. Nasep Saepudin Al-Hafidz, 6. Leni Aryanti, 7. Nindya Carlita Putri, 8. Yanta Yunita, 9. Robiah Al-Adawiyah, 10. Dias Wijayatie.

Subyek penelitian tersebut di atas, selain memberikan masukan mengenai peranan keteladanan kyai dalam membina nilai-nilai disiplin santri agar menjadi santri yang berkarakter, juga memberikan kontribusi data yang cukup lengkap kepada peneliti, sehingga memperlancar proses kegiatan penelitian.

b. Sumber Data

Dalam penelitian ini ada dua sumber data, yaitu:

1. Sumber data primer, yaitu situasi alami yang terjadi di lingkungan pondok pesantren baik situasi fisik maupun non fisik kyai sebagai pimpinan pondok pesantren, wakil pimpinan, para ustadz, ustadzah dan santri pondok pesantren As-Syafi‟iyah.


(34)

2. Sumber data sekunder, yaitu dokumen-dokumen resmi yang ada di pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi dan dokumen-dokumen tidak resmi seperti peraturan-peraturan tertulis yang dipublikasikan untuk diketahui oleh para santri, seperti: tulisan-tulisan atau anjuran untuk tidak membuang sampah sembarangan, dilarang makan sambil berdiri, saling mengucapkan dan menjawab salam jika bertemu, dilarang berbicara kotor. c. Lokasi Penelitian

Pulo Air adalah sebuah tempat yang terkenal sejuk dan sangat layak untuk kawasan lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan pondok pesantren. Di tempat inilah pondok pesantren As-Syafi‟iyah berdiri, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1990 dan menjadi taman Al-Qur‟an.

Awalnya, tanah yang ada di area taman rekreasi Pulo Air ini adalah milik Almarhum H. Sukarno dengan Luas tanah 3,3 hektar. Sebelum H. Sukarno meninggal dunia, beliau mewakafkan tanah tersebut kepada K.H. Abdullah Syafi‟ie. Di atas tanah tersebut kemudian dibangun pondok pesantren Al-Qur‟an As-Syafi‟iyah Pulo Air. Dengan perkembangan yang cukup pesat dan dukungan dari masyarakat, pondok pesantren As-Syafi‟iyah sekarang telah memiliki tanah seluas 23,5 hektar.

Pondok pesantren ini terletak di Desa Sukamaju Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi, yang mudah dijangkau oleh lalu lintas kendaraan umum antara kabupaten Sukabumi dan kabupaten Cianjur. Dengan lokasi 2 KM ke sebelah selatan dari kecamatan Sukalarang, 10 KM ke sebelah utara dari kecamatan Sukaraja menuju arah kabupaten Cianjur.


(35)

Pondok pesantren As-Syafi‟iyah berada dalam satu lingkungan tersendiri dan untuk pengembangan sarana masih banyak lahan kosong. Dipilihnya lokasi ini dengan pertimbangan suasana jauh dari keramaian dan suasana tenang, termasuk lahan untuk mengembangkan pondok pesantren masih sangat memungkinkan. Program pengembangan pondok pesantren As-Syafi‟iyah meliputi pengembanagn fisik dan non-fisik. Pengembangan fisik diarahkan pada pengembangan sarana bangunan untuk memperlancar proses kegiatan belajar mengajar. Sedangkan pengembangan non-fisik yang telah dan sedang diselengarakan meliputi, pengembangan partisipasi para alumni dan keluarga pondok pesantren, memperluas jaringan komunikasi dan kerjasama dengan berbagai kalangan, pengiriman santri, ustadz dan ustadzah untuk mengikuti pelatihan, seminar, perlomabaan serta mengundang para pakar untuk memberikan bimbingan ceramah.

Pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi adalah lokasi penelitian yang dipilih, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi merupakan salah satu pondok pesantren yang memadukan sistem pesantren salafiyah dengan sistem pendidikan yang berkurikulum modern.

2. Pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi memiliki keunikan dalam pembinaan karakter santrinya.

3. Pondok pesantren As-Safi‟iyah Sukabumi merupakan pondok pesantren yang memiliki perhatian tinggi terhadap kualitas pendidikan, ditandai dengan diperketatnya dalam seleksi penerimaan peserta didik baru.


(36)

4. Belum ada penelitian sebelumnya tentang pembinaan karakter santri melaui keteladanan kyai di pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi.

5. Lokasi pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi mudah dijangkau oleh peneliti.

6. Adanya kesediaan dari pihak pimpinan dan para staf pendidik pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi untuk dijadikan sebagai obyek penelitian. 2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengumpulan data, yaitu: (1) pedoman observasi atau lembar pengamatan, (2) pedoman wawancara untuk alat bantu wawancara kyai (pimpinan) pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi, para ustadz, ustadzah, dan para santri, dan (3) pedoman dokumentasi. Adapun teknik pengumpulan data akan dilakukan melalui tiga cara, yaitu teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi.

a. Teknik Observasi

Teknik observasi ini dilakukan oleh peneliti sebagai partisipatif, dengan tujuan untuk mendapatkan satu keakraban yang dekat dan mendalam dengan subyek penelitian guna untuk memperoleh data langsung lewat pengamatan di pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi dengan cara mengamati, memperhatikan, mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu. Yang dimaksud dengan peristiwa di sini adalah peristiwa yang berkaitan dengan data-data yang diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian baik pada kegiatan belajar mengajar di ruang kelas atau program kurikuler, ekstrakurikuler, maupun program kepesantrenan.


(37)

Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non-sistematis, dalam artian tidak menggunakan buku pedoman yang berisi sebuah daftar untuk mengamati kyai, para ustadz, ustadzah, dan santri, akan tetapi pengamatan dilakukan secara spontan dengan cara mengamati apa adanya.

b. Teknik Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Teknik ini berarti melakukan interaksi komunikasi atau pecakapan antara pewawancara dan terwawancara agar mendapatkan data utama berupa ucapan, pikiran, perasaan dan tindakan dari kyai, para ustadz dan ustadzah, dan para santri agar akan lebih mudah diperoleh.

Satori dan Aan (2011: 129) menyatakan bahwa: “wawancara dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan informan lebih mendalam”. Sebagai pegangan peneliti dalam penggunaan metode wawancara adalah bahwa subyek adalah informan yang tahu tentang dirinya sendiri, tentang tindakannya secara ideal yang akan diinformasikan secara benar dan dapat dipercaya. Dengan demikian menggunakan wawancara atau interview pada prinsipnya merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan sebagainya.

Dalam penelitian ini, pihak yang diwawancarai meliputi kyai selaku pimpinan, wakil pimpinan, para ustadz, para ustadzah dan para santri di lingkungan pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi. Adapun jenis wawancara


(38)

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstandar. Dengan wawancara terstandar ini setiap informan memperoleh pertanyaan yang sama, mulai dari urutan pertanyaannya, kata-katanya, dan cara penyajiannya. Satori dan Aan (2011:134) menjelaskan bahwa: “Wawancara ini efektif dilakukan untuk menjaring data/informasi dari banyak orang, misalnya wawancara dengan siswa tentang jenis evaluasi yang dilakukan guru”.

c. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang bersifat dokumenter yang terdapat di tempat penelitian. Data yang bersifat dokumenter ini antara lain: foto-foto, arsip-arsip pesantren, peraturan dan tata tertib, dan sebagainya. Dari data dokumen tersebut, peneliti dapat memperoleh data yang kuat dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.

Dalam teknik dokumentasi ini peneliti memperoleh data dari dokumen pribadi, dokumen resmi, dan fotografi. Berkenaan dengan tiga dokumen tadi, diringkas sebagai berikut:

1) Dokumen Pribadi

Satori dan Aan (2011:153) menjelaskan bahwa: “Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis berisi perasaan, tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya”. Adapun maksud peneliti menggunakan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi di pondok pesantren As-syafi‟iyah dengan cara peneliti meminta para informan


(39)

untuk menuliskan pengalaman berkesan mereka tentang keteladan yang ada pada diri kyai selama mereka berada di pondok pesantren.

2) Dokumen Resmi

Dokumen resmi yang dijadikan peneliti sebagai sumber data diantaranya adalah dokumen kebijakan, kode etik, peraturan tata tertib, kumpulan dokumen penting, dan buletin yang diterbitkan oleh pondok pesantren As-Syafi‟iyah.

3) Fotografi

Fotografi dijadikan sebagai pelengkap dalam penelitian ini karena dapat menggambarkan situasi yang sebenarnya. Menurut Satori dan Aan (2011:153) bahwa: “Foto dapat menangkap ”membekukan” suatu situasi pada detik tertentu dan dengan demikian memberikan bahan deskriptif yang berlaku pada saat itu.

3. Langkah-langkah Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Tahap Orientasi

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan pra-survey ke berbagai pondok pesantren yang ada di Sukabumi. Pra-survey ini dilakukan peneliti selama tiga hari yaitu dari tanggal 27-29 Maret 2012, diantaranya ke pesantren An-Nidzom, At-Tafsiriyah dan Az-Zainiyah.


(40)

2. Menetapkan pilihan pondok pesantren As-Syafi‟iyah sebagai tempat penelitian.

3. Mencari informasi awal seputar pondok pesantren As-Syafi‟iyah Sukabumi selama dua hari yaitu pada hari kamis dan jum‟at tanggal 26 -27 April 2012, yaitu dengan menelusuri literatur yang memuat tentang profil kepesantrenan, mengamati suasana pondok pesantren dan mewawancarai kyai (pimpinan), wakil pimpinan, para ustadz, ustadzah dan para santri untuk mendapatkan informasi dan masukan awal.

b.Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi ini dilakukan untuk menggali data-data penelitian secara rinci dan mendalam dengan cara sebagai berikut:

1. Mencari data yang sesuai dengan fokus penelitian. 2. Memilih sumber data yang valid.

3. Menyusun pedoman secara umum untuk memperoleh data, yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi

4. Memperoleh data sesuai dengan fokus.

5. Mendokumentasikan data yang diperoleh berupa dokumen pribadi, dokumen resmi dan fotografi.

c. Tahap Triangulasi

Tahap ini dilakukan di mana “data yang diperoleh diperiksa kembali kesahihannya, dilakukan pengecekan ulang” (Moloeng, 1994: 195). Adapun tahap triangulasi ini dilakukan sebagai berikut:


(41)

1. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan lapangan dan dokumentasi dan sebaliknya.

2. Membandingkan keabsahan data yang didapat dari pengamatan peneliti langsung dengan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan. 3. Membandingkan hasil wawancara pada waktu yang berbeda.

d.Tahap Member Check

Tahap member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data. Pada tahap member check ini peneliti meminta masukan atau pendapat, yakni masukan atau pendapat yang diberikan oleh individu yang menjadi responden.

Adapun manfaat member check sebagaimana diungkapkan Alwasilah (2009:178) adalah sebagai berikut:

(1) menghindari salah tafsir terhadap jawaban responden sewaktu interviu, (2) menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden sewaktu diobservasi, dan (3) mengkonfirmasi perspektif emik responden terhadap suatu proses yang sedang berlangsung. Perlu diingat bahwa apa yang dikatakan responden belum tentu benar. Yang jelas bahwa jawaban mereka adalah bukti atau alat validasi kebenaran dari pernyataan yang anda buat.

e. Tahap Audit Trail

Tahap audit trail ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran data, di mana setiap data yang diperoleh beserta sumbernya untuk memudahkan penelusuran data. Apabila terdapat data yang dianggap dapat merugikan lembaga atau individu tertentu, maka peneliti tidak mengejar dan meneruskan data tersebut


(42)

dengan cara membuat koding-koding (pengkodean). Adapun pengkodean yang digunakan adalah sebagai berikut: Abdul Rasyid Abdullah Syafi‟i (RA), Drs. H.M Juraidin (MJ), Ahmad Dimyati (AD), Ahmad Rifa‟I (AR), Munasofah (M) Laila Munawaroh (LM), Tri Cahaya Nanji Wibowo (TC), Aulia Rahman (ARM), Ahmad Zaki (AZ), M. Baqir (MB), Nasep Saepudin Al-Hafidz (NS), Leni Aryanti (LA), Nindya Carlita Putri (NC), Yanta Yunita (YY), Robiah Al-Adawiyah (RAD), Dias Wijayatie (DW).

D. Pengolahan Data Penelitian

Pada pengolahan data penelitian ada tiga langkah pengolahan data yang dilakukan, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing and verification). Dalam pelaksanaannya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi, merupakan sebuah langkah yang sangat luwes, dalam arti tidak terikat oleh batasan kronologis. Secara keseluruhan langkah-langkah tersebut saling berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data. Adapun penjelasan dari ketiga langkah pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.

2. Penyajian data (data display). Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.


(43)

Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification). Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.

E. Analisis Data Penelitian

Dalam melaksanakan analisis data penelitian, dilakukan secara induktif. “Analisis induktif adalah suatu penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/ banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus (beberapa/ sedikit)”. (Poespoprodjo, 1988: 17).

Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan atas data yang diperoleh atau pernyataan yang dikemukakan oleh para informan. Hal ini dilakukan dengan cara, peneliti membaca seluruh transkrip wawancara yang ada dan mendeskripsikan seluruh pengalaman yang ditemukan di lapangan. Berdasarkan upaya pada tahap yang dikemukakan tersebut akan diketahui makna, baik makna konotatif-denotatif atau makna implisit dan eksplisit dari pernyataan atas topik atau objek.

Selanjutnya uraian makna itu sendiri akan memperlihatkan tema-tema makna (meaning themes) yang menunjukkan kecenderungan arah jawaban atau pengertian yang dimaksudkan oleh para informan. Dari penjelasan umum


(44)

tersebut harus ditarik keterkaitan antar makna yang dikembangkan pada setiap topik yang dibicarakan selama proses wawancara berlangsung.

Keabsahan data penelitian dapat dilihat dari kemampuan menilai data dari aspek validitas dan reliabilitas data penelitian. Untuk menguji validitas penelitian dapat maka dilakukan dengan metode triangulasi di mana peneliti menemukan kesepahaman dengan subyek penelitian. Sedangkan reliabilitas dapat dilakukan dengan melakukan atau menerapkan prosedur catatan lapangan dengan prosedur yang ditetapkan.

Agar mendapatkan gambaran yang memuaskan dari sebuah hasil wawancara, karena penelitian ini menerapkan wawancara sebagai alat pengumpulan data yang pokok, maka ditempuh tahap-tahap sebagai berikut jika peneliti telah menyiapkan teks atau transkrip wawancara secara lengkap.

1. Memahami catatan secara keseluruhan. Peneliti membaca semua catatan dengan seksama dan mungkin juga akan menuliskan sejumlah ide yang muncul.

2. Peneliti memilih satu dokumen wawancara yang paling menarik, yang singkat yang ada pada tumpukan paling atas.

3. Menyusun daftar seluruh topik untuk beberapa informan.

4. Peneliti menyingkat topik-topik tersebut ke dalam kode-kode dan menuliskan kode-kode tersebut pada bagian naskah yang sesuai.

5. Selanjutnya peneliti mencari kata yang paling deskriptif untuk topik dan mengubah topik-topik tersebut ke dalam kategori-kategori.


(45)

6. Membuat keputusan akhir tentang singkatan setiap kategori dan mengurutkan kategori-kategori tersebut menurut abjad.

7. Mengumpulkan setiap materi yang ada dalam satu tempat dan memulai melakukan analisis awal.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah disajikan pada BAB sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Peran keteladanan kyai dalam pembinaan karakter santri di pondok pesantren

As Syafi’iyah Sukabumi sangat jelas sekali fungsinya, yaitu peran kyai

sebagai tokoh teladan, sebagai guru (pengajar), dan sebagai motivator bagi para santrinya.

2. Pembinaan karakter santri melalui keteladan kyai di pondok pesantren As

Syafi’iyah sukabumi diterapkan kepada para santri melalui nilai-nilai disiplin,

diantaranya disiplin beribadah, disiplin belajar dan disiplin waktu.

3. Kendala akan selalu ditemukan dalam setiap proses pendidikan di mana pun itu, begitu pula di pondok pesantren As-Syafi’iyah Sukabumi. Beberapa kendala yang muncul dalam praktek pendidikan di pondok pesantren

As-Syafi’iyah sukabumi khususnya dalam pembinaan karakter santri, diantaranya

sebagai berikut:

a. Masih banyak orang tua yang belum dapat secara penuh melepaskan anaknya untuk dididik di pondok pesantren, sehingga orang tua harus menginap di pondok pesantren. Hal ini seringkali mengganggu konsetrasi santri ketika proses pembelajaran.

b. Banyaknya santri yang minta izin pulang, mengakibatkan efektifitas, kontinuitas dan intensitas waktu pembelajaran menjadi terganggu,


(47)

termasuk proses pembinaan karakter santri melalui penanaman nilai-nilai disiplin bagi para santri.

c. Kesibukan orang tua menjadikan proses komunikasi pesantren dengan orang tua menjadi tidak lancar, akibatnya sinergitas proses pendidikan antara orang tua dan pesantren kurang berjalan.

d. Umumnya para santri masih manja, sehingga belum terbiasa dengan proses latihan, pembiasaan dan proses pendidikan di pondok pesantren As

Syafi’iyah Sukabumi. Hal tersebut berdampak terhadap pembinaan

karakter santri. B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Diperlukan sikap kyai/ustadz yang kharismatik dan bijaksana dalam proses pembinaan serta pembiasaan tata nilai kedisplinan bagi santri. Diperlukan pula figur seorang pemimpin yang ikhlas dalam melayani kepentingan santri, karena hal ini akan mendorong lancarnya proses pembinaan dan pembiasaan. 2. Diperlukan syarat yang profesional untuk menjadi guru (pengajar), yaitu

persyaratan fisik, psikis, mental, moral, dan intelektual sehingga guru bisa melakukan fungsinya dengan baik dalam proses pembinaan disiplin santri. 3. Diperlukan guru/pembina yang menjadi motor penggerak, pemberi semangat


(48)

karakter melalui nilai-nilai disiplin santri, agar setiap kegiatan bisa berjalan lancar, aman dan tertib.

4. Rekomendasi khusus untuk orang tua, yaitu:

a. Diperlukan keikhlasan dan kepercayaan penuh dalam menyerahkan putra-putrinya untuk dididik, dilatih dan dibina oleh pondok pesantren sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan di pesantren.

b. Untuk lebih meyakinkan diri, perlu mencari informasi sebanyak mungkin sebelum memasukan putra-putrinya ke lembaga pendidikan seperti pesantren, sehingga ketika proses pembinaan sedang berlangsung, tidak ada penyesalan serta tidak menarik putra-putrinya untuk dipindahkan ke tempat lain.

c. Diperlukan perhatian penuh kepada putra-putranya selama proses pendidikan, diantaranya dengan meluangkan waktu menjenguk dan melihat proses pembinaan di pondok pesantren.

5. Pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama harus tetap melekat pada pesantren, karena pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang melahirkan ulama. Namun demikian, tuntutan modernisasi dan globalisasi mengharuskan ulama memiliki kemampuan lebih, kapasitas intelektual yang memadai, wawasan, akses pengetahuan dan informasi yang cukup serta responsif terhadap perkembangan dan perubahan sehingga kurikulum pesantren harus dipadukan dengan kurikulum modern yang berbasis pendidikan karakter.


(49)

6. Proses memperjuangkan tegaknya nilai-nilai religi serta berjihad mentransformasikannya dalam proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat menjadi tuntutan dan tantangan kondisi global dewasa ini, sehingga peningkatan kualitas pengelola pesantren, khususnya kyai melalui pendidikan dan pelatihan menjadi sangat penting.

7. Hasil penelitian tentang pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai ini masih terbuka untuk ditindak lanjuti, sehingga dapat diperoleh dan dikembangkan temuan-temuan baru yang lebih k ontekstual dan sempurna.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alberty dan alberty. (1965). Reorganizing The High School Curriculum. New York: The Mac Millan Company.

Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

An-Nahlawi, A. (1996). Pendidikan Islam: di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press

_____________ (1996). Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro

Arief A. (2001). Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Pers

Asy-Syaibany O.M. At-Toumy (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Alih bahasa oleh Hasan langgulung. Jakarta: Bulan Bintang

Asyafah. A (2010). “Mendidik Karakter dengan Pengamalan dan Pembiasaan”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Badudu, J.S. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Bogdan, C.R. dan Biklen, K.S. (1975). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Method. Boston Allyn and Bacon

Budimansyah, D. dkk. (2010). Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Bandung: Widya Aksara Press.

__________________ (2010). “Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa” dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Departemen Agama RI. (1982). Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren Proyek Pembinaan Pondok Pesantren. Jakarta: Binbaga Islam DEPAG Pusat

_____________________ (2005). Mushaf Al-Qur’an Terjemah. Jakarta: Al-Huda Gema Insani


(51)

Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES

_________ (2011). Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: LP3ES Djamari. (1985). Nilai-nilai Agama dan Budaya yang Melandasi Interaksi Sosial

di Pondok Pesantren Cikadueun Banten, Desertasi Doktor FPS IKIP, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Edward, W. et.al. (1961). The Educator’s Enclopedia. New Jersey: Englewoods Cliffs, Prentice Hall. Inc

Guba, G.E. dan Lincoln, S. (1984). Naturalistic Inquiri. London: Sage Publications, Bavery Hills

Hadisubroto, S. (1988). Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data, Penafsiran Data, dan Rekomendasi Data Penelitian Kualitatif. Bandung: PPS IKIP Bandung

Hakam, K.A. (2010). Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di Sekolah Dasar. Desertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Horikoshi, H. (1987). Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M

Koesoema A.D. (2011). Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

http://syiahali.wordpress.com/2011/04/30revolusi-seks-bebas-di-indonesia-yang-coba-digagalkan-syiah/

http://heniputera.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html/ http://rofikekomputer.blogspot.com/metode-pendidikan-pondok-pesantren.html

http://kependidikanislam2010.blogspot.com/keteladanan-sebagai-metode-dalam-pendidikan.html

Linkona, T. (1992). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: PUBLISHING HISTORY

Madjid, N. (1997). Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina


(52)

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INS

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat untuk membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation

Megawangi. R. (2003). Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation

Moleong, L.J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya

____________(2011). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, R. et, all. (1999). Cakrawala Pendidikan Umum. Bandung: IMA-PU, PPS IKIP Bandung

Natsir, M. (1969). Islam dan Kristen di Indonesia. Bandung: Bulan Sabit

Phenix, P.H. (1964). Realm of Meaning. A Phylosophy of the Curriculum for General Education. New York: Mc Graw-Hill Book Company

Poespoprodjo. (1988). Filsafat Moral. Bandung: Remaja Karya

Purwadarmitha, W.J.S. (1993). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Rahardjo, M.D. (1974). Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES Ramayulis. (1988). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Sakolik, S.L. (1970). The Personal Process: Line and Staff Dimensions In Managing People at Work. Seranton: International Texbook

Satori, D. dan Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sauri, S. (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizqy Press

_______ (2010). Strategi Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Seminar Internasional dan Workshop Pendidikan Karakter menuju Terbentuknya Masyarakat yang berbudi Pekerti Luhur. Makalah Prodi Pendidikan Umum-Pascasarjana


(53)

Suherman, A. (2005). Keteladanan Kyai di Lingkungan Pesantren. IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan

Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren. Jakarta: LP3ES

Sukadi, (2010). “Pendidikan Karakter Bangsa Berideologi Pancasila”. dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Sumantri, E. (2010). “Pendidikan Budaya dan Karakter suatu Keniscayaan Bagi Kesatuan dan Persatuan Bangsa”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ulwan, A. Nashih. (1992). Pendidikan Anak Menurut Islam: Kaidah-Kaidah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Wijaya, C. (1992). Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Yuningsih, Y. (2008). Pembinaan Nilai Disiplin di Lingkungan Pesantren. IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan


(1)

95

karakter melalui nilai-nilai disiplin santri, agar setiap kegiatan bisa berjalan lancar, aman dan tertib.

4. Rekomendasi khusus untuk orang tua, yaitu:

a. Diperlukan keikhlasan dan kepercayaan penuh dalam menyerahkan putra-putrinya untuk dididik, dilatih dan dibina oleh pondok pesantren sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan di pesantren.

b. Untuk lebih meyakinkan diri, perlu mencari informasi sebanyak mungkin sebelum memasukan putra-putrinya ke lembaga pendidikan seperti pesantren, sehingga ketika proses pembinaan sedang berlangsung, tidak ada penyesalan serta tidak menarik putra-putrinya untuk dipindahkan ke tempat lain.

c. Diperlukan perhatian penuh kepada putra-putranya selama proses pendidikan, diantaranya dengan meluangkan waktu menjenguk dan melihat proses pembinaan di pondok pesantren.

5. Pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan ulama harus tetap melekat pada pesantren, karena pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang melahirkan ulama. Namun demikian, tuntutan modernisasi dan globalisasi mengharuskan ulama memiliki kemampuan lebih, kapasitas intelektual yang memadai, wawasan, akses pengetahuan dan informasi yang cukup serta responsif terhadap perkembangan dan perubahan sehingga kurikulum pesantren harus dipadukan dengan kurikulum modern yang berbasis pendidikan karakter.


(2)

96

6. Proses memperjuangkan tegaknya nilai-nilai religi serta berjihad mentransformasikannya dalam proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat menjadi tuntutan dan tantangan kondisi global dewasa ini, sehingga peningkatan kualitas pengelola pesantren, khususnya kyai melalui pendidikan dan pelatihan menjadi sangat penting.

7. Hasil penelitian tentang pembinaan karakter santri melalui keteladanan kyai ini masih terbuka untuk ditindak lanjuti, sehingga dapat diperoleh dan dikembangkan temuan-temuan baru yang lebih k ontekstual dan sempurna.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alberty dan alberty. (1965). Reorganizing The High School Curriculum. New York: The Mac Millan Company.

Alwasilah, A. Chaedar. (2009). Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

An-Nahlawi, A. (1996). Pendidikan Islam: di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press

_____________ (1996). Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro

Arief A. (2001). Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Pers

Asy-Syaibany O.M. At-Toumy (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Alih bahasa oleh Hasan langgulung. Jakarta: Bulan Bintang

Asyafah. A (2010). “Mendidik Karakter dengan Pengamalan dan Pembiasaan”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Badudu, J.S. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Bogdan, C.R. dan Biklen, K.S. (1975). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Method. Boston Allyn and Bacon

Budimansyah, D. dkk. (2010). Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Bandung: Widya Aksara Press.

__________________ (2010). “Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa” dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Departemen Agama RI. (1982). Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren Proyek Pembinaan Pondok Pesantren. Jakarta: Binbaga Islam DEPAG Pusat

_____________________ (2005). Mushaf Al-Qur’an Terjemah. Jakarta: Al-Huda Gema Insani


(4)

Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES

_________ (2011). Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai dan Visinya mengenai Masa Depan Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: LP3ES Djamari. (1985). Nilai-nilai Agama dan Budaya yang Melandasi Interaksi Sosial

di Pondok Pesantren Cikadueun Banten, Desertasi Doktor FPS IKIP, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Edward, W. et.al. (1961). The Educator’s Enclopedia. New Jersey: Englewoods Cliffs, Prentice Hall. Inc

Guba, G.E. dan Lincoln, S. (1984). Naturalistic Inquiri. London: Sage Publications, Bavery Hills

Hadisubroto, S. (1988). Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data, Penafsiran Data, dan Rekomendasi Data Penelitian Kualitatif. Bandung: PPS IKIP Bandung

Hakam, K.A. (2010). Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di Sekolah Dasar. Desertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Horikoshi, H. (1987). Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M

Koesoema A.D. (2011). Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

http://syiahali.wordpress.com/2011/04/30revolusi-seks-bebas-di-indonesia-yang-coba-digagalkan-syiah/

http://heniputera.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html/ http://rofikekomputer.blogspot.com/metode-pendidikan-pondok-pesantren.html

http://kependidikanislam2010.blogspot.com/keteladanan-sebagai-metode-dalam-pendidikan.html

Linkona, T. (1992). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: PUBLISHING HISTORY

Madjid, N. (1997). Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina


(5)

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INS

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat untuk membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation

Megawangi. R. (2003). Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation

Moleong, L.J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya

____________(2011). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, R. et, all. (1999). Cakrawala Pendidikan Umum. Bandung: IMA-PU, PPS IKIP Bandung

Natsir, M. (1969). Islam dan Kristen di Indonesia. Bandung: Bulan Sabit

Phenix, P.H. (1964). Realm of Meaning. A Phylosophy of the Curriculum for General Education. New York: Mc Graw-Hill Book Company

Poespoprodjo. (1988). Filsafat Moral. Bandung: Remaja Karya

Purwadarmitha, W.J.S. (1993). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Rahardjo, M.D. (1974). Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES Ramayulis. (1988). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Sakolik, S.L. (1970). The Personal Process: Line and Staff Dimensions In Managing People at Work. Seranton: International Texbook

Satori, D. dan Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sauri, S. (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizqy Press

_______ (2010). Strategi Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Seminar Internasional dan Workshop Pendidikan Karakter menuju Terbentuknya Masyarakat yang berbudi Pekerti Luhur. Makalah Prodi Pendidikan Umum-Pascasarjana


(6)

Suherman, A. (2005). Keteladanan Kyai di Lingkungan Pesantren. IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan

Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren. Jakarta: LP3ES

Sukadi, (2010). “Pendidikan Karakter Bangsa Berideologi Pancasila”. dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Sumantri, E. (2010). “Pendidikan Budaya dan Karakter suatu Keniscayaan Bagi Kesatuan dan Persatuan Bangsa”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Tafsir, A. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ulwan, A. Nashih. (1992). Pendidikan Anak Menurut Islam: Kaidah-Kaidah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Wijaya, C. (1992). Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Yuningsih, Y. (2008). Pembinaan Nilai Disiplin di Lingkungan Pesantren. IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan


Dokumen yang terkait

KORELASI KULTUR PESANTREN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRI. Di Pondok Pesantren al-Amanah al-Gontory

2 20 106

Tradisi Perjodohan Dalam Komunitas Pesantren (Studi Pada Keluarga Kyai Pondok Buntet Pesantren)

5 36 85

Perilaku Komunikasi Santri Dengan Kyai di Lingkungan Pondok Pesantren Al-Basyariah di Cigondewah Kabupaten Bandung

1 55 118

CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DI JAWA Culture Shock Santri Luar Jawa Di Lingkungan Pondok Pesantren Di Jawa(Studi Deskriptif Kualitatif Culture Shock Santri Etnis Luar Jawa dengan Santri Etnis Jawa di Pondok Pesantren Ting

0 5 11

CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGANPONDOK PESANTREN DI JAWA Culture Shock Santri Luar Jawa Di Lingkungan Pondok Pesantren Di Jawa(Studi Deskriptif Kualitatif Culture Shock Santri Etnis Luar Jawa dengan Santri Etnis Jawa di Pondok Pesantren Tingka

0 3 12

PENDAHULUAN Culture Shock Santri Luar Jawa Di Lingkungan Pondok Pesantren Di Jawa(Studi Deskriptif Kualitatif Culture Shock Santri Etnis Luar Jawa dengan Santri Etnis Jawa di Pondok Pesantren Tingkat Aliyah Al Muayyad Mangkuyudan Solo).

0 3 35

MODEL PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DALAM MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN KEDISIPLINAN SANTRI :Sebuah Kajian Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan.

0 1 47

STUDI PERBEDAAN TINGKAT KONFORMITAS PADA PEROKOK SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN AS- SYAFI’IYAH TANGGULANGIN SIDOARJO.

1 6 74

CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DI JAWA (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF CULTURE SHOCK SANTRI ETNIS LUAR JAWA DENGAN SANTRI ETNIS JAWA DI PONDOK PESANTREN TINGKAT ALIYAH AL MUAYYAD MANGKUYUDAN SOLO)

0 0 5

View of Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo

1 2 17