PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA SOFT SKILL MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA SOFT SKILL MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Disertasi

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Doktor

Pendidikan Matematika

Oleh

Kurniati

NIM 0808078

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

(3)

(4)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Kurniati (2014). The Enhancement of Critical and Creative Thinking Ability

in Mathematics and Soft Skills of Primary School Teacher Education Students through Contextual Teaching and Learning Approach.

This research aimed to examine the effect of the application of contextual teaching and learning (CTL) approach to the enhancement of critical thinking ability in mathematics (CTAM), creative thinking ability in mathematics (VTAM), as well as the soft skills of Primary School Teacher Education Students (PSTES). This research was quasi experimental study with the population of all PSTES in one university in the city of Bogor. The samples were PSTES who took algebra. There were two groups of samples used in the study. The first group was the experimental group, while the second group was the control group. The experimental group was given contextual teaching and learning (CTL) approach, while the control group was given conventional (CA) approach. The design of this study was a pretest-posttest control group design. The instruments used in this study were: student prior knowledge (SPK) test, pretest and posttest of CTAM and VTAM, scale of soft skills, student journals, interview and observation sheets. The scale of soft skills involved self-assessment and peer-assessment of soft skills. Student prior knowledge consists of three groups, namely high SPK, middle SPK and low SPK. The statistical analysis used to test the hypothesis of this study were the t-test, t'-test, two-way ANOVA with interaction, Mann-Whitney test, Kruskal-Wallis test, and the average of normalized gain. The results show the students’enhancement of CTAM, VTAM and soft skills who obtained CTL are better than the students who obtained CA. There are differences in CTAM and VTAM enhancement between the students in the groups of high SPK, middle SPK, and low SPK, both the students who obtained the CTL approach and CA approach. There are differences in the students’ enhancement in CTAM and VTAM based on students’SPK. There is no interaction between learning factors and SPK factors on the students’enhancement in CTAM and VTAM. The categories of CTAM and VTAM enhancement of the students who obtained CTL is higher than students who obtained CA. There is no correlation between the students’enhancement in CTAM and the students’soft skill. There is no correlation between the students’enhancement in VTAM and the students’soft skill. The students who obtained CTL are more active in asking and answering questions, and doing tasks, compared to the students who earned CA. The students who obtained CTL also have the ability to answer the questions related to CTAM and VTAM systematically.

Keywords: Critical Thinking Ability in Mathematics, Creative Thinking Ability in Mathematics, Soft Skills, Contextual Teaching and Learning Approach


(5)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Kurniati (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis

serta Soft Skill Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pengaruh penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis (KBKM), kemampuan berpikir kreatif matematis (KBFM), serta soft skill mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan populasi seluruh mahasiswa PGSD yang mengambil mata kuliah aljabar pada salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bogor. Terdapat dua kelompok sebagai sampel penelitian yang diambil secara acak kelas. Kelompok pertama sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi pendekatan pembelajaran kontekstual (PK), sedangkan kelompok kontrol diberi pendekatan pembelajaran biasa (PB). Desain penelitian yang digunakan adalah Pretes-Posttest Control Group Design. Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: Tes Kemampuan Awal Mahasiswa (KAM), pretes dan postes KBKM dan KBFM, skala soft skill, jurnal mahasiswa, lembar wawancara, dan lembar observasi. Skala soft skill mencakup soft skill penilaian diri dan penilaian teman. KAM terdiri dari tiga kelompok yaitu: kelompok KAM tinggi, KAM sedang dan KAM rendah. Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah: uji-t dan uji-t', uji ANOVA dua jalur dengan interaksi, uji Mann- Whitney, uji Kruskal-Wallis, dan nilai gain rata-rata ternormalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan KBKM, KBFM dan soft Skill mahasiwa yang memperoleh PK lebih baik daripada mahasiswa yang memperoleh PB. Terdapat perbedaan peningkatan KBKM dan KBFM antara mahasiswa pada kelompok KAM tinggi, KAM sedang dan KAM rendah, baik pada kelompok PK maupun PB. Terdapat perbedaan peningkatan KBKM dan KBFM berdasarkan KAM. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM, baik terhadap KBKM maupun KBFM. Kategori peningkatan KBKM dan KBFM pada mahasiswa yang memperoleh PK lebih tinggi daripada mahasiswa yang memperoleh PB. Tidak terdapat korelasi antara peningkatan KBKM mahasiswa dengan soft skill mahasiswa. Tidak terdapat korelasi antara peningkatan KBFM mahasiswa dengan soft skill mahasiswa. Mahasiswa yang memperoleh PK lebih aktif bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengerjakan tugas-tugas daripada mahasiswa yang memperoleh PB. Mahasiswa yang memperoleh PK memiliki kemampuan menjawab soal postes secara sistematis.


(6)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kritis Matematis, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, Soft Skill, dan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.


(7)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRACT i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMA KASIH v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 11

C.Rumusan Masalah 13

D. Tujuan Penelitian 14

E. Manfaat Penelitian 16

BAB II KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS, SOFT SKILL MAHASISWA, SERTA PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL A. Berpikir Kritis Matematis

(Critical Thinking in Mathematics) 17 B. Berpikir Kreatif Matematis

(Creative Thinking in Mathematics) 21

C. Soft Skill 26

D. Pembelajaran Kontekstual

(Contextual Teaching and Learning) 30

E. Teori Pendukung Pembelajaran Kontekstual 57

F. Hubungan antara KBKM, KBFM, Soft Skill dan


(8)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

G. Penelitian yang Relevan 67

H. Kerangka Pemikiran 88

I. Hipotesis Penelitian 88

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian 90

B. Populasi dan Sampel 91

C. Definisi Operasional 92

D. Instrumen Penelitian 93

E. Prosedur Penelitian 109

F. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data 111

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 118

1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

(KBKM) 119

2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

(KBFM) 129

3. Peningkatan Soft Skill 138

4. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis dengan Soft Skill 143

5. Perbedaan Aktivitas Mahasiswa 144

B. Pembahasan 144

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis (KBKM) 146 2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBFM) 149

3. Soft Skill Mahasiswa 151

4. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis dan Kreatif Matematis dengan Soft Skill 155

5. Aktivitas Mahasiswa 156

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


(9)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Saran 160

DAFTAR PUSTAKA 161

LAMPIRAN-LAMPIRAN 171

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas,

Variabel Terikat dan Variabel Kontrol 90

Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi dari Nurgana 95

Tabel 3.3 Validitas Butir Soal Tes KAM 99

Tabel 3.4 Indeks Kesukaran Tes KAM 99

Tabel 3.5 Daya Pembeda Tes KAM 100

Tabel 3.6 Validitas Butir Soal Pretes/Postes KBKM 100

Tabel 3.7 Indeks Kesukaran Pretes/Postes KBKM 100

Tabel 3.8 Daya Pembeda Pretes/Postes KBKM 102

Tabel 3.9 Validitas Butir Soal Pretes/Postes KBFM 102

Tabel 3.10 Indeks Kesukaran Pretes/Postes KBFM 103

Tabel 3.11 Daya Pembeda Pretes/Postes KBFM 103

Tabel 3.12 Validitas Butir Pernyataan Skala Soft Skill 104 Tabel 3.13 Klasifikasi Dua Arah dengan Beberapa Pengamatan per Sel 114 Tabel 3.14 Analisis Ragam bagi Nilai Postes KBKM dan KBFM 115

Tabel 3.15 Kriteria Gain Ternormalisasi 117

Tabel 4.1 Uji Normalitas Data Pretes KBKM 119

Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Pretes pada KBKM 120

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data Skor Peningkatan KBKM 120 Tabel 4.4 Nilai Rata-rata Skor Peningkatan KBKM secara Keseluruhan 121 Tabel 4.5 Nilai Rata-rata dan Simpangan Baku Skor Peningkatan

KBKM Berdasarkan KAM 122

Tabel 4.6 Uji Normalitas Skor Peningkatan KBKM Berdasarkan KAM 123 Tabel 4.7 la Hasil Uji ANOVA Dua Arah dengan Interaksi pada


(10)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Skor Peningkatan KBKM 124

Tabel 4.8 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Analisis KBKM 126 Tabel 4.9 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Sintesis KBKM 126 Tabel 4.10 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Evaluasi KBKM 127 Tabel 4.11 Hasil Statistik Pretes dan Postes Indikator Pemecahan Masalah 127 Tabel 4.12 Klasifikasi Nilai Gain Rata-Rata Ternormalisasi <g>

pada KBKM 128

Tabel 4.13 Uji Normalitas pada Data Pretes KBFM 129

Tabel 4.14 Nilai Rata-Rata Pretes KBFM secara Keseluruhan 130 Tabel 4.15 Uji Normalitas Distribusi Data Skor Peningkatan KBFM 130 Tabel 4.16 Nilai Rata-Rata Skor Peningkatan pada KBFM secara

Keseluruhan

131

Tabel 4.17 Nilai Rata-Rata Skor Peningkatan KBFM Berdasarkan KAM 132 Tabel 4.18 Uji Normalitas Skor Peningkatan KBFM Berdasarkan KAM 132 Tabel 4.19 Hasil Uji ANOVA Dua Arah dengan Interaksi pada Skor

Peningkatan KBFM 134

Tabel 4.20 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Flexibility

KBFM 135

Tabel 4.21 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Fluency

KBFM 135

Tabel 4.22 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Elaboration

KBFM 136

Tabel 4.23 Hasil Statistik Pretes dan Postes pada Indikator Originality

KBFM 136

Tabel 4.24 Perolehan Gain Nilai Rata-Rata Ternormalisasi <g> pada

KBFM 137

Tabel 4.25 Rata-rata Nilai Skor SSPD Awal secara Keseluruhan 139 Tabel 4.26 Rata-Rata Skor Skala SSPD Awal dan Akhir secara


(11)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.27 Uji Perbedaan Skor SSPD Awal dan SSPD Akhir

Kelompok PK 140

Tabel 4.28 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Skor SSPD Akhir antara KAM

Tinggi, KAM Sedang, dan KAM Rendah 141

Tabel 4.29 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata SSPD Berdasarkan KAM 142 Tabel 4.30 Uji Korelasi Spearman antar Hasil Instrumen 142 Tabel 4.31 Korelasi antara Skor Skala SPPD dan Skala SSPT 143 Tabel 4.32 Korelasi Spearman antara KBKM dan KBFM dengan SSPD 144


(12)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian 110

Gambar 4.1 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Faktor KAM

terhadap KBKM 125

Gambar 4. 2 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Faktor KAM

terhadap KBFM 134


(13)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Rencana Pembelajaran 171

Bahan Ajar 220

LAMPIRAN B Tes KAM 287

Pretes dan Postes 297

Skala Soft Skill 318

Jurnal Mahasiswa 338

Lembar Wawancara 341

Format Observasi 345

LAMPIRAN C Hasil Uji Coba Tes KAM 350

Hasil Uji Coba Pretes dan Postes 358

LAMPIRAN D Analisis Data Pretes Analisis Data Postes

389 397 Analisis Data SSPD Awal

Analisis Data SSPD Akhir

408 419

LAMPIRAN E Perijinan 456


(14)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut adanya reformasi guru agar memiliki kompetensi dengan tingkat yang lebih baik. Kompetensi yang dibutuhkan oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya mencakup kompetensi: pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik peserta didik ditinjau dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Kompetensi profesional adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan kepribadian adalah sifat dan perilaku seorang guru yang berhubungan dengan tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Kemampuan sosial merupakan kemampuan seorang guru berhubungan dengan masyarakat, lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga, meliputi kemampuan melakukan komunikasi, bekerja sama, memimpin, memecahkan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat, sekolah dan keluarga.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan bahwa hasil rata-rata UKA guru secara nasional adalah 42 dari nilai maksimal 100 (Akuntono, 2012b). Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan guru masih belum seperti yang diharapkan. Hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) yang pertama kali diselenggarakan sebagai syarat dalam mengikuti Pendidikan dan Latihan Guru (PLPG) tahun 2012 menunjukkan bahwa kemampuan guru di Indonesia masih rendah.


(15)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Fakta lain yang menunjukkan masih rendahnya kompetensi guru di Indonesia diketahui dari nilai rata-rata Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. UKG diikuti oleh guru-guru yang telah bersertifikat dengan tujuan untuk mendapatkan peta kompetensi dalam rangka melakukan pembinaan selanjutnya. UKG dilaksanakan dalam dua gelombang. Menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, nilai rata-rata UKG untuk gelombang pertama adalah 4,5 (Akuntono, 2012a). Nilai rata-rata UKG gelombang kedua yang dilakukan secara online menunjukkan nilai rata yang belum lebih baik dibandingkan nilai rata-rata UKG gelombang pertama (Sobri, 2012).

Hasil observasi terhadap guru-guru peserta PLPG Rayon 35 tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar guru sekolah dasar menganggap bahwa soal-soal matematika adalah soal-soal yang tersulit yang ditemukan dalam soal-soal UKA. Bagi para guru, soal-soal matematika dalam UKA termasuk ke dalam soal non rutin yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan menerapkan rumus, melainkan harus menggunakan kemampuan berpikir matematis yang lebih tinggi seperti analisis, sintesis dan evaluasi. Soal-soal matematika yang dianggap sulit oleh peserta adalah soal-soal mengenai pola penalaran dan soal perbandingan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa guru-guru sekolah dasar di Indonesia belum mampu menyelesaikan soal-soal jenis non rutin yang memerlukan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Guru-guru hanya terbiasa membuat dan menyelesaikan soal-soal rutin seperti yang biasa diberikan kepada para peserta didik mereka di sekolah dasar. Ketidakmampuan guru dalam menyelesaikan soal-soal non rutin yang terdapat dalam tes UKA dan tes UKG menunjukkan bahwa guru-guru belum memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, termasuk diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis. Dengan kata lain, kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis guru-guru sekolah dasar di Indonesia masih rendah.


(16)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sebagai peletak dasar kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis pada peserta didik, guru sekolah dasar hendaknya memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis agar dapat menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan tersebut kepada para peserta didik. Rendahnya kemampuan-kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis pada guru-guru di sekolah dasar diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik Indonesia.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif guru diduga terjadi karena guru tidak terbiasa melakukan kegiatan penyelidikan (inkuiri) untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit. Guru-guru hanya terbiasa menggunakan pembelajaran biasa (ekspositori) yang biasanya hanya melibatkan soal-soal rutin, padahal untuk memecahkan soal-soal non rutin diperlukan pembelajaran yang lebih inovatif, misalnya inkuiri. Inkuiri merupakan salah satu prinsip dalam pendekatan Pembelajaran Kontekstual yang penting, karena melalui kegiatan inkuiri diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri (konstruktivisme).

Akibat dari masih banyaknya guru yang memiliki kompetensi yang rendah membawa dampak terhadap peserta didik di sekolah. Dampak negatif bagi para peserta didik diantaranya adalah: peserta didik hanya memiliki kemampuan berpikir yang rendah; peserta didik tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif; peserta didik tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan; peserta didik tidak siap memasuki dunia kerja dan bersaing dengan pekerja dari luar negeri. Dampak lain dari rendahnya kemampuan guru bagi pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi kurang kondusif sehingga tidak menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik, membangkitkan motivasi dan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta menumbuhkembangkan soft skill peserta didik.

Rendahnya kemampuan berpikir matematis peserta didik di Indonesia, ditunjukkan dari hasil studi kemampuan matematis di tingkat internasional.


(17)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Beberapa studi menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh para peserta didik Indonesia masih rendah dalam menyelesaikan soal-soal yang disajikan dalam kompetisi internasional yang memuat soal-soal yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.

Hasil studi The Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 menunjukkan bahwa skor kemampuan matematis peserta didik Indonesia adalah 386 di bawah rata-rata skor internasional 500 (Mullis, Martin, Foy dan Arora, 2012). Tidak berbeda dengan hasil studi TIMSS, hasil penelitian Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2012 menunjukkan bahwa skor kemampuan matematis peserta didik Indonesia adalah 375, berada di bawah rata-rata skor internasional sebesar 494 (National Center for Education Statistics, 2013). Hasil studi TIMSS dan PISA ini menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia masih jauh di bawah kemampuan peserta didik internasional.

Materi yang diujikan dalam PISA tidak hanya kemampuan dalam kurikulum sekolah, melainkan memuat kemampuan dalam menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka untuk menghadapi masalah dalam kehidupan nyata (Yusuf, 2012). Peserta didik Indonesia hanya mampu menyelesaikan soal-soal rutin yang hanya memerlukan kemampuan berpikir yang rendah. Hal ini berarti bahwa kemampuan berpikir matematis peserta didik Indonesia masih berada pada kemampuan matematis tingkat rendah. Peserta didik Indonesia belum memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi seperti kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis karena menurut Sumarmo (1987), kemampuan berpikir kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam matematika.

Untuk menumbuhkan kemampuan berpikir matematis perlu dilakukan oleh peserta didik mulai dari awal perkembangannya terutama pada saat anak duduk di sekolah dasar (Wimbarti, 2012). Ini berarti bahwa pembelajaran matematika yang terpenting adalah pada saat berada di tingkat sekolah dasar karena pada saat itu


(18)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terjadi awal perkembangan kemampuan kognitif peserta didik. Perkembangan awal kognitif peserta didik dalam matematika akan mempengaruhi perkembangan berpikir matematis selanjutnya dan mempengaruhi penguasaan pelajaran lain.

Mengingat begitu besarnya dampak negatif yang terjadi pada peserta didik akibat dari rendahnya kompetensi guru sekolah dasar di Indonesia, perlu suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill para guru di sekolah dasar. Agar seorang guru dapat membelajarkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif kepada peserta didiknya, dibutuhkan guru yang memiliki kemampuan dalam membelajarkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi (2006, h. 1) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru.

Kompetensi pedagogik dan kompetensi professional berkenaan dengan pengetahuan guru terhadap materi pelajaran, psikologi anak dan pembelajaran. Pengetahuan ini dapat diperoleh guru melalui materi selama mengikuti perkuliahan. Oleh karena itu, kemampuan mengenai pengetahuan terhadap materi pelajaran, karakteristik siswa dan pembelajaran termasuk ke dalam hard skill. Tingkat hard skill guru yang dibutuhkan akan semakin meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu pendidikan. Oleh karena itu diperlukan hard skill yang lebih tinggi agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Dibutuhkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi agar guru-guru memiliki kompetensi pedagogik dan kompetensi professional agar memiliki hard skill yang baik, termasuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.

Pada kompetensi profesional, seorang guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran, psikologi anak dan pembelajaran, namun termasuk juga kemampuan untuk mengelola kelas. Kemampuan yang dibutuhkan guru dalam mengelola kelas adalah kemampuan komunikasi, kemampuan kepemimpinan, kemampuan bekerja sama dan kemampuan memecahkan masalah.


(19)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keempat kemampuan ini termasuk ke dalam soft skill pendidik. Hal ini berarti bahwa dalam kompetensi profesional juga dituntut soft skill.

Kemampuan kepribadian berkenaan dengan sifat dan perilaku seorang guru, sedangkan kompetensi sosial mencakup kemampuan guru untuk berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial termasuk dalam Soft skill, sebagaimana dikemukakan oleh Schulz (2008) bahwa soft skill adalah sekelompok sifat personal, kepedulian sosial, kecakapan dalam bahasa, hubungan pertemanan, dan optimisme.

Soft skill yang dibutuhkan oleh seorang guru/pendidik adalah: kemampuan komunikasi (communication skills), kemampuan kepemimpinan (leadership skills), kemampuan bekerja sama (team work capability), dan kemampuan pemecahan masalah (problem solving skills). Kemampuan komunikasi mencakup kemampuan: menyampaikan ide dengan jelas, runtut, menggunakan bahasa baku, dapat menyimak informasi dengan aktif dan memberi tanggapan yang sesuai.

Kemampuan kepemimpinan mencakup kemampuan: merancang dan mengorganisasi suatu kegiatan, menerima pendapat orang lain, memotivasi anggota kelompok, bersikap adil, dan dapat mengambil keputusan cepat. Kemampuan bekerja sama meliputi kemampuan: berinteraksi dalam kelompok, berperan dalam kelompok, memberi sumbangan ide, dan menghargai pendapat orang lain. Kemampuan pemecahan masalah mencakup kemampuan: mampu mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, merancang strategi dan melakukan pemecahan masalah, melakukan generalisasi, dan melakukan refleksi.

Di antara empat kemampuan tersebut di atas, kemampuan komunikasi adalah soft skill terpenting yang harus dimiliki seorang pendidik. Kemampuan komunikasi diperlukan seorang pendidik untuk melakukan transfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik (Listyani, 2012). Seorang pendidik harus dapat menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik dengan jelas dan terstruktur serta menggunakan bahasa baku sehingga peserta didik dapat memahami materi dengan mudah. Seorang pendidik juga harus dapat menyimak ide atau masalah


(20)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang dikemukakan oleh peserta didik dengan aktif dan dapat memberikan tanggapan yang sesuai terhadap persoalan yang dikemukakan oleh peserta didik.

Selain keempat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdapat kemampuan soft skill lainnya yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Soft skill ini yang dikelompokkan dalam intrapersonal skill. Intrapersonal skill mencakup sifat-sifat personal (atribut pribadi) seperti jujur, percaya diri, kepedulian sosial, tanggung jawab, sopan-santun, etika, dan rasa emphati.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill guru-guru di sekolah dasar dapat dilakukan dengan melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta soft skill mahasiswa calon guru pada saat mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Salah satu cara yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis adalah dengan melaksanakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Dalam Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, terdapat tujuh prinsip yang diduga dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill mahasiswa calon guru. Tujuh prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual yang diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill mahasiswa adalah prinsip: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.

Penerapan prinsip konstruktivisme dalam Pembelajaran Kontekstual menuntut peserta didik agar dapat membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan ini dibangun melalui pengalaman nyata dengan cara memecahkan masalah, menemukan sesuatu dan menumbuhkan ide. Kemampuan memecahkan masalah, menemukan, dan menumbuhkan ide termasuk dalam kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Diperlukan daya imajinasi, keseriusan, ketekunan, dan kemandirian (pengaturan diri) dalam memecahan masalah, menemukan sesuatu dan menumbuhkan ide. Peserta didik dapat membangun pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, penerapan prinsip konstruktivisme dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis


(21)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan kreatif matematis serta soft skill seperti: daya imajinasi, keseriusan, ketekunan, pengaturan diri, rasa tanggung jawab dan keterampilan pemecahan masalah.

Penerapan metode inkuiri diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penyelidikan (inkuiri) pada peserta didik. Kemampuan menyelidiki dalam matematika mencakup kemampuan: mengidentifikasi masalah, membuat prediksi,

menyusun hipotesis (mencari strategi pemecahan), menguji hipotesis (melaksanakan strategi pemecahan), memeriksa kembali pemecahan, mencari

alternatif pemecahan lain dan menyusun teori (kesimpulan). Dengan demikian, kegiatan penyelidikan memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan: analisis, sintesis, evaluasi, pemecahan masalah, generalisasi yang termasuk dalam kemampuan berpikir kritis matematis. Pada kegiatan inkuiri juga dibutuhkan kepekaan terhadap masalah, kelancaran dalam memecahkan masalah (fluency), kemampuan untuk berpindah dari satu jawaban ke jawaban lain jika terjadi kebuntuan dengan suatu cara (flexibility), melakukan eksplorasi terhadap permasalahan (elaboration), dan melakukan dapat menemukan cara baru atau memodifikasi cara yang sudah ada (originality). Kemampuan-kemampuan tersebut termasuk dalam kemampuan berpikir kreatif matematis. Soft skill yang dapat dikembangkan melalui metode inkuiri adalah: daya imajinasi, keseriusan, tanggung jawab, etika dan tata krama, pengaturan diri dan waktu, keterampilan komunikasi, kemampuan sosial, kerja sama, dan keterampilan pemecahan masalah. Jadi, pada kegiatan inkuiri dapat dilatih kemampuan berpikir kritis kreatif matematis serta soft skill mahasiswa.

Prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual selanjutnya adalah bertanya. Kegiatan bertanya dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh informasi dan mengkonfirmasi hal-hal yang sudah diketahui dalam kegiatan inkuiri. Dalam menyusun suatu pertanyaan, peserta didik harus berusaha memahami permasalahan yang sedang dihadapi dengan serius, kemudian menyusun


(22)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pertanyaan yang sesuai dengan apa yang ingin diketahui dengan kalimat yang santun dan mendengarkan jawaban dari pendidik dengan tekun.

Kegiatan bertanya yang dilakukan oleh pendidik adalah untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir peserta didik. Pertanyaan terbuka digunakan agar peserta didik dapat memberikan jawaban yang memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berikut ini adalah contoh pertanyaan terbuka: Bagaimana cara menyelesaikan persamaan kuadrat Pertanyaan ini dapat menghasilkan beberapa jawaban karena terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan suatu persamaan kuadrat, yaitu menggunakan cara pemfaktoran, menggunakan rumus, melengkapkan persamaan kuadrat menjadi kuadrat sempurna, dan menggunakan grafik.

Prinsip masyarakat belajar menghendaki adanya kegiatan belajar dalam suatu komunitas. Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada komunikasi dua arah, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bertanya maupun mengemukakan pendapat. Pembentukan pemahaman suatu pengetahuan dapat diperoleh melalui sharing idea antar peserta didik, dari yang sudah paham ke peserta didik yang belum paham. Oleh karena itu, prinsip masyarakat belajar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta soft skill berupa: penghargaan diri, rasa tanggung jawab, kemampuan sosial, etiket dan tata krama, serta sopan santun, kerja sama, serta keterampilan komunikasi.

Prinsip pemodelan dalam Pembelajaran Kontekstual menuntut adanya pemberian contoh yang dapat dilakukan oleh pendidik, peserta didik atau ahli yang didatangkan ke kelas. Untuk menjadi seorang model diperlukan kemampuan penguasaan konsep, keterampilan mengkomunikasikan konsep dan mendemonstrasikan suatu prosedur dengan lancar.

Prinsip refleksi pada Pembelajaran Kontekstual menghendaki adanya kegiatan berpikir mengenai apa yang telah dipelajari atau yang telah dilakukan untuk mengetahui apa yang sudah baik dan apa yang perlu diperbaiki. Berpikir reflektif memerlukan kemampuan berpikir kritis matematis tinggi seperti analisis,


(23)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sintesis dan evaluasi, serta kemampuan berpikir kreatif matematis untuk mencari alternatif pemecahan masalah lain. Kegiatan refleksi dapat dilakukan dengan cara memberi pertanyaan langsung atau dengan cara tertulis secara serius, jujur dan bertanggung jawab. Diperlukan keterampilan komunikasi untuk mengemukakan pendapat mengenai kegiatan yang telah dilakukan. Dengan demikian, penerapan prinsip refleksi diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta soft skill seperti: daya imajinasi, keseriusan, kejujuran, rasa tanggung jawab, etiket, dan sopan santun.

Prinsip penilaian autentik dalam Pembelajaran Kontekstual menuntut pendidik untuk mengumpulkan data berupa nilai untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik untuk mengetahui apakah peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian dilakukan terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan peserta didik selama proses pembelajaran. Mengingat penilaian dilakukan selama proses pembelajaran, peserta didik akan mengikuti pembelajaran dengan serius, tekun, mandiri, berpikir kritis dan kreatif, jujur, dan penuh rasa tanggung jawab.

Pembelajaran Kontekstual diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill mahasiswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan Pembelajaran Kontekstual pada mahasiswa calon guru untuk membuktikan dugaan tersebut. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada penelitian ini didasarkan pada tujuh prinsip yang telah disebutkan. Berkenaan dengan prinsip inkuiri, pada tahap awal penelitian dilakukan menggunakan metode inkuiri terbimbing, kemudian secara bertahap intervensi pendidik dikurangi sampai akhirnya menggunakan metode inkuri bebas. Penerapan inkuiri bebas dimungkinkan mengingat bahwa perkembangan kognitif peserta didik calon guru dianggap telah berada pada tahap berpikir formal sehingga dapat melakukan penalaran deduktif matematis.

Untuk meningkatkan kemampuan dalam berpikir kritis dan kreatif mahasiswa PGSD menjadi lebih baik, Pembelajaran Kontekstual dilaksanakan


(24)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sampai pada tahap mahasiswa dapat mengajukan soal Kontekstual dan mampu melakukan kegiatan inkuiri sendiri dengan sedikit sekali bimbingan dari pendidik. Kemampuan untuk membuat soal jenis kontekstual perlu dimiliki oleh calon guru sekolah dasar agar dapat melaksanakan pendekatan Pembelajaran Kontekstual pada saat mengajar di sekolah.

Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok dengan perlakuan yang berbeda. Kelompok pertama adalah kelompok yang memperoleh pendekatan Pembelajaran Kontekstual sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang mendapat pendekatan Pembelajaran Konvensional. Pada kelompok yang pertama, mahasiswa calon guru sekolah dasar memperoleh pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Pada tahap awal penelitian, kelompok ini menggunakan metode inkuiri terbimbing sehingga soal (berupa soal Kontekstual) diberikan oleh pendidik dan mahasiswa diberi bimbingan selama proses inkuiri, selanjutnya intervensi pendidik dikurangi (metode inkuiri yang dimodifikasi), yaitu dengan mengurangi pembimbingan selama proses inkuiri walaupun soal tetap diberikan oleh pendidik. Pada akhirnya digunakan metode inkuiri bebas, yaitu soal dibuat oleh mahasiswa dan pendidik hanya sedikit memberi bimbingan. Pada kelompok kedua, peserta didik memperoleh Pembelajaran Konvensional.

Berdasarkan kajian mengenai prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual yang memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis pada peserta didik, maka diduga bahwa pendekatan Pembelajaran Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill mahasiswa calon guru sekolah dasar yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan Pembelajaran Konvensional.

Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill dilakukan terhadap kelompok mahasiswa secara keseluruhan dan berdasarkan kemampuan awal mahasiswa (KAM) tinggi, sedang dan rendah. Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill berdasarkan KAM dimaksudkan untuk


(25)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengetahui apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan KAM dalam kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif matematis sehingga dapat diketahui pada kelompok mana Pembelajaran Kontekstual ini memberikan peningkatan yang paling baik dan apakah Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan pada ketiga kelompok kemampuan awal mahasiswa tersebut.

Penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill mahasiswa PGSD telah dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya ditulis dalam laporan ini berupa disertasi berjudul

“Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis serta Soft Skill Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran Kontekstual”.

B.Identifikasi Masalah

Hasil UKA dan UKG yang dicapai guru pada tahun 2012 yang masih rendah sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah, menunjukkan bahwa kompetensi guru-guru di Indonesia belum sesuai seperti yang diharapkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 (Akuntono, 2012b). Undang-undang tersebut menuntut adanya peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Soal-soal pada UKA dan UKG memuat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Rendahnya nilai UKA dan UKG guru ini berarti bahwa kompetensi guru-guru di Indonesia terutama dalam kemampuan pedagogik dan kemampuan profesional masih rendah.

Rendahnya kemampuan pedagogik guru berarti bahwa pemahaman guru yang berkenaan dengan siswa dan karakteristiknya masih kurang. Demikian pula dengan rendahnya kompetensi guru dalam kemampuan profesional berarti bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan tugas mencakup kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, belum mencapai standar minimal yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


(26)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemampuan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran berkenaan dengan penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan kemampuan guru dalam mengelola kelas selama pembelajaran. Kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran termasuk ke dalam hard skill, sedangkan kemampuan dalam mengelola kelas selama pembelajaran termasuk ke dalam kemampuan soft skill seperti kemampuan dalam komunikasi, kepemimpinan, kerjasama, dan kemampuan pemecahan masalah. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kemampuan guru dalam bidang hard skill maupun soft skill.

Rendahnya kompetensi guru membawa dampak yang luas terhadap peserta didik. Dampak negatif yang dapat terjadi adalah peserta didik hanya memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah, tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif; tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan; tidak siap memasuki dunia kerja dan tidak mampu berkompetisi dengan pekerja lain. Selain berdampak terhadap kemampuan peserta didik, rendahnya kemampuan guru menyebabkan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menjadi kurang kondusif sehingga tidak menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik, membangkitkan motivasi serta serta guru tidak mampu menumbuhkembangkan kemampuan soft skill peserta didik.

Prestasi peserta didik Indonesia di dunia internasional yang masih rendah merupakan bukti bahwa produk pendidikan yang dihasilkan oleh guru-guru selama ini masih memiliki kemampuan rendah. Hasil studi PISA dan TIMSS menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia masih jauh di bawah kemampuan peserta didik internasional. Rendahnya prestasi peserta didik Indonesia di dunia internasional menunjukkan bahwa peserta didik Indonesia masih memiliki tingkat berpikir matematis yang rendah, belum memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.

Besarnya dampak dari rendahnya kemampuan guru terhadap peserta didik merupakan masalah yang perlu dipecahkan. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka Bangsa Indonesia tak akan mampu bersaing dengan bangsa lain di


(27)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dunia internasional. Perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan berpikir para guru tersebut.

Penelitian ini merupakan upaya untuk memecahkan masalah rendahnya kemampuan guru-guru di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta soft skill mahasiswa calon guru melalui Pembelajaran Kontekstual. Penelitian dilakukan pada mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang mengambil Mata Kuliah Aljabar. Topik-topik yang diambil dalam penelitian meliputi konsep: persamaan dan pertidaksamaan linier, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, barisan dan deret aritmetika, serta barisan dan deret geometri.

C.Rumusan Masalah

Rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah:

Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis (KBKM), kemampuan berpikir kreatif matematis (KBFM), dan soft skill peserta didik yang memperoleh Pembelajaran Kontekstual (PK) lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh Pembelajaran Konvensional/Biasa (PB) ditinnjau secara keseluruhan dan berdasarkan Kemampuan Awal Mahasiswa (KAM)?

Rumusan masalah umum diuraikan secara terperinci sebagai berikut:

1) Apakah peningkatan KBKM peserta didik yang memperoleh PK lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; (d) KAM rendah?

2) Apakah peningkatan KBFM peserta didik yang memperoleh PK lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; (d) KAM rendah?

3) Apakah peningkatan soft skill peserta didik yang memperoleh PK lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; (d) KAM rendah?


(28)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4) Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB) dengan kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan KBKM peserta didik?

5) Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB) dengan kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan KBFM?

6) Apakah terdapat perbedaan klasifikasi peningkatan KBKM antara peserta didik yang mendapat PK dengan peserta didik yang mendapat PB ditinjau: (a) secara keseluruhan; (b) pada setiap indikator KBKM?

7) Apakah terdapat perbedaan klasifikasi peningkatan KBFM antara peserta didik yang mendapat PK dengan peserta didik yang mendapat PB ditinjau: (a) secara keseluruhan; (b) pada setiap indikator KBFM?

8) Apakah terdapat perbedaan peningkatan soft skill antara peserta didik yang mendapat PK dengan peserta didik yang mendapat PB ditinjau: (a) secara keseluruhan; (b) pada setiap indikator soft skill?

9) Apakah terdapat korelasi antara KBKM dan KBFM dengan kemampuan soft skill pada peserta didik?

10) Apakah terdapat perbedaan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dan cara menjawab soal postes yang memperoleh PK dan PB?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menganalisis perbedaan peningkatan KBKM antara peserta didik yang memperoleh PK dengan peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; dan (d) KAM rendah.

2) Menganalisis perbedaan peningkatan KBFM antara peserta didik yang memperoleh PK dengan peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan:


(29)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; dan (d) KAM rendah.

3) Menganalisis perbedaan peningkatan soft skill antara peserta didik yang memperoleh PK dengan peserta didik yang memperoleh PB berdasarkan: (a) gabungan ketiga KAM; (b) KAM tinggi; (c) KAM sedang; dan (d) KAM rendah.

4) Menganalisis interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB) dengan kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan KBKM peserta didik.

5) Menganalisis interaksi antara pendekatan pembelajaran (PK dan PB) dengan kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) dalam peningkatan KBFM peserta didik.

6) Menganalisis perbedaan klasifikasi peningkatan KBKM antara peserta didik yang mendapat PK dengan PB, ditinjau: (a) secara keseluruhan (b) pada setiap indikator KBKM.

7) Menganalisis perbedaan klasifikasi peningkatan KBFM peserta didik yang mendapat PK dengan PB, ditinjau: (a) secara keseluruhan (b) pada setiap indikator KBFM.

8) Menganalisis perbedaan peningkatan soft skill peserta didik yang mendapat Pembelajaran Kontekstual dengan pembelajaran biasa, ditinjau: (a) secara keseluruhan (b) pada setiap indikator soft skill.

9) Menganalisis korelasi antara KBKM dengan soft skill peserta didik dan korelasi antara KBFM dengan soft skill peserta didik.

10) Menganalisis perbedaan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dan cara menjawab soal postes yang memperoleh PK dan PB.

E.Manfaat Penelitian


(30)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a) Peserta didik

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta meningkatkan soft skill peserta didik yang bermanfaat dalam melaksanakan studi maupun ketika memasuki dunia kerja.

b) Pengajar

Pembelajaran Kontekstual dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi pengajar di tingkat perguruan tinggi.

c) Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti untuk menganalisis teori tentang kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, soft skill peserta didik, dan pengembangan Pembelajaran Kontekstual di perguruan tinggi. d) Pembuat Kebijakan

Pembelajaran Kontekstual diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran di perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta soft skill peserta didik calon guru sekolah dasar.


(31)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi ekperimen dengan desain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design) sebagai berikut:

A O X O

A O O

Keterangan:

X : Perlakuan dengan Pembelajaran Kontekstual

A : Pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling) O : Pemberian pretes atau postes.

Pada penelitian ini terdapat satu kelompok ekperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi Pembelajaran Kontekstual (PK), sedangkan kelompok kontrol diberi Pembelajaran Biasa (PB). Setiap kelompok diberi pretes dan postes yang sama. Keterkaitan antara variabel bebas (PK dan PB) dengan variabel kontrol kelompok kemampuan peserta didik (tinggi, sedang, rendah) pada kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, serta soft skill peserta didik disajikan dengan Model Weiner.

Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol

Tingkat Kemampuan Peserta didik

Pembelajaran Kontekstual (A)

Pembelajaran Konvensional (B)

K F S K F S

Tinggi (H) KHA FHA SHA KHB FHB SHB

Sedang (M) KMA FMA SMA KMB FMB SMB


(32)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterangan:

K : Kemampaun Berpikir Kritis Matematis (KBKM) F : Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBFM) A : Pembelajaran Kontekstual (PK)

B : Pembelajaran Konvensional/Biasa (PB)

KHA : KBKM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PK. KMA : KBKM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PK. KLA : KBKM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PK. FHA : KBFM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PK. FMA : KBFM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PK. FLA : KBFM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PK.

SHA : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PK. SMA : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok sedang menggunakan PK. SLA : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok rendah menggunakan PK. KHB : KBKM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PB.

KMB : KBKM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PB. KLB : KBKM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PB. FHB : KBFM mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PB. FMB : KBFM mahasiswa kelompok sedang menggunakan PB. FLB : KBFM mahasiswa kelompok rendah menggunakan PB.

SHB : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok tinggi menggunakan PB. SMB : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok sedang menggunakan PB. SLB : Kemampuan soft skill mahasiswa kelompok rendah menggunakan PB.


(33)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di salah satu universitas di Kota Bogor, sedangkan sampel yang diambil adalah mahasiswa yang mengontrak mata kuliah Aljabar sebanyak 70 orang. Alasan dipilihnya peserta didik PGSD dalam penelitian ini adalah: a) Tingkat perkembangan kognitif peserta didik diperkirakan telah berada pada

tingkat berpikir formal karena sudah mampu berpikir logis dan abstrak. Mahasiswa dianggap dapat menerima tugas-tugas dengan tingkat kemampuan tinggi seperti membuat soal jenis kontekstual dan menyusun scaffolds.

b) Calon guru sekolah dasar perlu memiliki kemampuan untuk melaksanakan PK, misalnya mampu menyusun soal kontekstual, dapat membimbing peserta didik dalam melaksanakan kegiatan inkuiri, dan menyusun scaffolds.

c) Calon guru sekolah dasar perlu memiliki hard skill dan soft skill yang tinggi agar dapat melaksanakan tugas dengan baik setelah mengajar di sekolah dasar.

Sampel penelitian terdiri dari dua dua kelompok yang berbeda. Kelompok Eksperimen adalah kelompok mahasiswa yang memperoleh Pembelajaran Kontekstual, sedangkan Kelompok Kontrol adalah kelompok mahasiswa yang memperoleh Pembelajaran Biasa. Kelompok Eksperimen terdiri dari 30 orang mahasiswa dan Kelas Kontrol terdapat 40 orang mahasiswa. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara acak kelompok. Karakteristik peserta didik program studi PGSD di perguruan tinggi swasta tersebut diasumsikan homogen berdasarkan usia dan asal sekolah.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional untuk setiap variabel dalam penelitian ini adalah: 1) KBKM adalah kemampuan yang mencakup kemampuan melakukan analisis,

sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah.

2) KBFM adalah kemampuan mencakup: kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), keaslian (originality) dan elaborasi (elaboration).


(34)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Soft skill mahasiswa PGSD adalah keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan sebagai seorang pendidik, yaitu: atribut pribadi, kemampuan komunikasi, kemampuan kepemimpinan, kemampuan bekerjasama, dan kemampuan pemecahan masalah. Atribut pribadi mencakup sifat: jujur, percaya diri, kepedulian sosial, tanggung jawab, sopan-santun, etika, dan rasa emphati. Kemampuan komunikasi mencakup: mampu menyampaikan ide dengan jelas dan runtut, menggunakan bahasa baku, menyimak informasi dengan aktif dan memberi tanggapan yang sesuai. Kemampuan kepemimpinan mencakup kemampuan: merancang dan mengorganisasi suatu kegiatan, menerima pendapat orng lain, memotivasi anggota kelompok, bersikap adil, dan dapat mengambil keputusan cepat. Kemampuan bekerja sama meliputi kemampuan: berinteraksi dalam kelompok, berperan dalam kelompok, memberi sumbangan ide, dan menghargai pendapat orang lain. Kemampuan pemecahan masalah mencakup kemampuan: mampu mengidentifikasi masalah, menganalisis masalah, merancang strategi dan melakukan pemecahan masalah, melakukan generalisasi, dan melakukan refleksi.

4) Pembelajaran Kontekstual (PK) adalah pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan di kelas dengan situasi dunia nyata peserta didik yang mempunyai tujuh komponen utama yaitu: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

5) Pembelajaran Konvensional/Biasa (PB) adalah pembelajaran ekspositori yang dilakukan dengan cara pendidik menerangkan materi pelajaran, memberi contoh soal dan cara penyelesaiannya, memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan peserta didik di kelas dan memeriksanya secara individual maupun klasikal.


(35)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Tes Kemampuan Awal Mahasiswa (KAM), Tes KBKM dan Tes KBFM, Skala Soft Skill Model Likert mencakup Skala Soft Skill Penilaian Diri (SSPD) dan Skala Soft Skill Penilaian Teman (SSPT), lembar observasi, lembar wawancara, dan jurnal mahasiswa. Perangkat alat pembelajaran yang dipergunakan dalam penelitian ini mencakup: Silabus Mata Kuliah Aljabar, Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Mata Kuliah Aljabar, Bahan Ajar Mata Kuliah Aljabar, Lembar Kerja Mahasiswa, dan Media Pembelajaran. Pada bagian selanjutnya diuraikan mengenai penjelasan setiap instrument yang dipergunakan.

a. Tes KAM, KBKM dan KBFM

Terdapat 3 perangkat tes berbeda yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu: tes kemampuan awal mahasiswa (KAM), Pretes/Postes KBKM, dan pretes/postes KBFM. Setiap perangkat tes memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan nama tes tersebut.

Tes KAM adalah tes yang bertujuan untuk mengukur kemampuan awal mahasiswa sebelum pembelajaran. Tes KAM memuat soal-soal tentang konsep-konsep bilangan bulat dan operasi pada bilangan bulat sebagai prasyarat untuk mengikuti materi yang akan diberikan. Hasil Tes KAM digunakan untuk mengelompokkan mahasiswa ke dalam kelompok mahasiswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Pretes dan postes KBKM adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Pretes digunakan sebelum pembelajaran, sedangkan postes digunakan setelah pembelajaran. Soal pretes dan postes KBKM merupakan soal-soal ekivalen yang memuat konsep-konsep: persamaan linier dan persamaan kuadrat, pertidaksamaan linier dan pertidaksamaan kuadrat, barisan dan deret aritmetika, barisan dan deret geometri.


(36)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pretes/postes KBFM adalah tes yang diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran yang ditujukan untuk mengukur KBFM mahasiswa. Pretes dan postes KBFM juga merupakan soal-soal ekivalen. Pretes/postes KBFM memuat soal-soal tentang konsep yang sama pada Pretes/Postes KBKM.

Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta pretes/postes KBFM merupakan tes berbentuk uraian (essay). Soal berbentuk uraian dipilih agar proses yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal dapat diamati, sehingga kesulitan-kesulitan dan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal dapat dianalisis.

Penyusunan tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang mencakup sub pokok bahasan, kemampuan yang akan diukur, indikator yang sesuai, dan jumlah butir soal serta waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tes tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan soal dan kunci jawaban beserta pedoman pemberian skor tiap butir soal.

Sebelum digunakan dalam penelitian, Tes KAM, Pretes /Postes KBKM serta Pretes/Postes KBFM terlebih dahulu diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukarannya. Uji coba instrumen berbentuk tes diberikan kepada peserta didik yang tidak termasuk subjek penelitian untuk menentukan apakah tes baik untuk mengukur kemampuan awal mahasiswa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.

Uji validitas isi untuk Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta Pretes/Postes KBFM dilakukan dengan melakukan konsultasi pada ahlinya sebelum uji coba, dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Pengujian validitas butir soal pada Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta Pretes/Postes KBFM menggunakan uji korelasi dari Pearson, yaitu:

(3.1) Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diklasifikasikan menurut klasifikasi dari Nurgana (Ruseffendi, 2005, h. 160).


(37)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi dari Nurgana

Interval Klasifikasi

Tidak Berkorelasi

Rendah Sekali

Rendah

Sedang

Tinggi

Tinggi sekali

Sempurna

Pengujian Reliabilitas pada Tes KAM, Pretes/Ppostes KBKM, serta Pretes/Postes KBFM menggunakan rumus Cronbach Alpha. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(3.2)

Keterangan:

= koefisien reliabilitas

= variansi skor siswa perorangan

= variansi skor soal tertentu = banyaknya soal

Dengan: dan .

Untuk menentukan Indeks kesukaran Tes KAM, Pretes/Postes KBKM, serta Pretes/Postes KBFM digunakan rumus sebagai berikut:

(3.3)

Keterangan:

IK = indeks kesukaran


(38)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

= banyaknya siswa lemah dari 25% yang menjawab benar

Daya pembeda Tes KAM, pretes dan postes KBKM, serta pretes dan postes kemampuan KBFM ditentukan menggunakan rumus berikut:

(3.4)

Keterangan:

DP = daya pembeda soal

= banyaknya siswa pandai dari 25% yang menjawab benar = banyaknya siswa lemah dari 25% yang menjawab benar.

Hasil uji coba Tes KAM, pretes dan postes KBKM, serta pretes dan postes kemampuan KBFM selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

a) Hasil Uji Coba Tes KAM

Tes KAM terdiri dari 10 butir soal berbentuk uraian yang memuat konsep bilangan bulat dan bilangan pecahan. Konsep ini digunakan mengingat bahwa konsep-konsep tersebut merupakan konsep dasar sebelum membahas konsep persamaan dan pertidaksamaan linier, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, barisan dan deret aritmetika, serta barisan dan deret geometri. Uji coba Tes KAM dilakukan terhadap mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah Aljabar. Setelah diujicobakan selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan validitas, reliabilitas, indek kesukaran dan daya pembeda Tes KAM.

1. Validitas Tes KAM

Perhitungan terhadap validitas butir soal data hasil uji coba Tes KAM menggunakan rumus korelasi Pearson. Nilai koefisien korelasi setiap butir soal uji coba Tes KAM selanjutnya ditentukan klasifikasikan menggunakan klasifikasi koefisien korelasi dari Nurgana (Ruseffendi, 2005, h. 160). Hasil interpretasi koefisien korelasi selanjtnya diperlihatkan pada Tabel 3.3.


(39)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.3. Validitas Butir Soal Tes KAM

No. Soal Koefisien Korelasi Signifikansi Interpretasi

1 0,863 0,000 Tinggi sekali

2 0,681 0,000 Tinggi

3 0,875 0,000 Tinggi sekali

4 0,829 0,000 Tinggi sekali

5 0,654 0,000 Tinggi

6 0,819 0,000 Tinggi sekali

7 0,697 0,000 Tinggi

8 0,723 0,000 Tinggi

9 0,661 0,000 Tinggi

10 0,813 0,000 Tinggi sekali

Tabel 3.3 menunjukkan bahwa setiap butir Tes KAM memiliki validitas yang termasuk kategori tinggi atau tinggi sekali. Karena memiliki kategori validitas yang tinggi atau tinggi sekali, maka seluruh nomor pada Tes KAM dapat digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan awal mahasiswa. Perhitungan validitas menggunakan rumus korelasi Pearson selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C1(h. 350).

2. Reliabilitas Tes KAM

Perhitungan terhadap data hasil uji coba menggunakan rumus Cronbach Alpha (Rumus 3.2) menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar . Menurut klasifikasi dari Nurgana (Ruseffendi, 2005, h. 160), koefisien termasuk dalam kategori tinggi. Dengan demikian, Tes KAM memiliki reliabilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal mahasiswa pada subjek penelitian. Perhitungan uji reliabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha dapat dilihat pada Lampiran C1 (h. 355).


(40)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. Indeks Kesukaran Tes KAM

Berdasarkan hasil pengolahan data uji coba diketahui bahwa terdapat 2 nomor soal dengan kategori cukup mudah, 2 nomor soal dengan kategori sedang, dan 3 nomor soal dengan kategori sukar, sedangkan 3 nomor soal termasuk kategori sangat sukar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.4. Hasil uji coba pada Tes KAM menunjukkan bahwa banyaknya soal dengan kategori sukar dan sangat sukar lebih banyak dari soal dengan kategori cukup mudah dan sedang. Tes KAM yang telah diujicobakan selanjutnya digunakan untuk mengukur kemampuan awal mahasiswa dalam berpikir kritis dan kreatif matematis pada subjek penelitian. Perhitungan untuk menentukan indeks kesukaran Tes KAM dapat dilihat pada Lampiran C1 (h. 356).

Tabel 3.4 Indeks Kesukaran Tes KAM

4. Daya Pembeda Tes KAM

Hasil perhitungan Daya Pembeda Tes KAM menggunakan Rumus 3.4 ditunjukkan pada Tabel 3.5. Setiap nomor pada Tes KAM selanjutnya

No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0 0 Sangat Sukar

2 1 0 Sangat Sukar

3 0 0 Sangat Sukar

4 3 0 Sukar

5 7 0 Sedang

6 7 3 Cukup Mudah

7 3 0 Sukar

8 7 2 Cukup Mudah

9 3 0 Sukar


(41)

Kurniati, 2014

Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis serta soft skill

mahasiswa pendidikan Guru Sekolah Dasar melalui pendekatan pembelajaran kontekstual

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diinterpretasi berdasarkan koefisien Daya Pembeda Tes KAM yang diperoleh. Daya Pembeda Tes KAM termasuk sangat baik jika nilainya mendekati 1, dan daya pembeda termasuk kategori cukup apabila mendekati 0 (Ruseffendi, 2005).

Hasil perhitungan terhadap data uji coba menunjukkan bahwa butir-butir soal pada Tes KAM termasuk dalam kategori cukup, cukup baik, baik dan sangat baik sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.5. Oleh karena itu, seluruh nomor soal dapat dipergunakan dalam Tes KAM untuk mengambil data. Perhitungan untuk menentukan Daya Pembeda Tes KAM secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C1 (h. 357).

Tabel 3.5. Daya Pembeda Tes KAM

b)Hasil Uji Coba Pretes dan Postes KBKM

No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0 0 0,000 Cukup

2 1 0 0,143 Cukup

3 0 0 0,000 Cukup

4 3 0 0,429 Baik

5 7 0 1,000 Sangat Baik

6 7 3 0,571 Cukup Baik

7 3 0 0,429 Cukup Baik

8 7 2 0,714 Baik

9 3 0 0,429 Cukup Baik


(1)

Munger, F. (2012). Kemampuan Peserta didik Indonesia di Bawah Rata-rata

Internasional. Tersedia:

http://www.trenggalek.com/index.php?option=com_content&view=article& id=290:kemampuan-pesertadidik-indonesia-di-bawah-rata-rata-internasional &catid=2:general-news.

Nanang .(2009). Studi Perbandingan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematik serta Strategi Pengaturan Diri pada Kelompok Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Pendekatan Kontekstual dan Metakognitif serta Konvensional. Disertasi pada SPs UPI tidak diterbitkan.

Nasir, S. (2008). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan masalah Matematik Siswa SMA yang Berkemampuan Rendah melalui Pendekatan Kontekstual. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

National Center for Education Statistics (2013). Performance of U.S. 15-Year-Old

Students in Mathematics, Science, and Reading Literacyin an International Context. Washington DC: Institute of Education Sciences.

Tersedia:

http://nces.ed.gov/pubsearch/pubsinfo.asp?pubid=2014024

National Council of Teachers of Mathematics. (NCTM, 2000). Principles and

Standards for School Mathematics. Reston, VA: The National Council of

Teachers of Mathematics, Inc.

Noer, S. H. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif dan

Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada SPs UPI tidak diterbitkan.

Nosanti, R. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self Efficacy

terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Pembelajaran Inkuiri. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Novaliyosi .(2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan

Kemandirian Belajar Mahasiswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Investigasi. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Nurlaelah , E. (2009). Pencapaian Daya dan Kreativitas Matematik Mahasiswa

Calon Guru Melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. Disertasi


(2)

Nursyamsi (2010). Peningkatan Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis Siswa

SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Tesis pada

SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Pomalato, S.W.D. (2005). Pengaruh Penerapan Model Treffinger dalam

Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematika Peserta didik Kelas 2 Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada SPs UPI:

Tidak Diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Peserta didik Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPs UPI:

Tidak Diterbitkan.

Rauf, S. (2004). Pembelajarn Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Kemampuan Koneksi Matematik Peserta didik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Toli-toli Sulawesi Tengah: Suatu Studi Eksperimen pada Peserta didik Kelas II. Tesis pada SPs UPI:

Tidak Diterbitkan.

Rochaminah, S. (2008). Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. Disertasi pada SPs UPI: Tidak

Diterbitkan.

Runisah. (2008). Penggunaan SQ3R dalam Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk

Pendidik dan SPG. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sabandar., J. (2003). Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam Pembelajaran

Matematika. Makalah: Tidak Dipublikasikan.

Sabandar, J. (2005). Pertanyaan Tantangan dalam Memunculkan Berpikir Kritis

dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada


(3)

Sabandar, J. (2008). Berpikir reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah: Tidak Dipublikasikan.

Schafersman, S.D. (1991). An Introduction to Critical Thinking. Tersedia: http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html.

Schulz, B. (2008). The Importance of Soft Soft skills: Education Beyond Academic Knowledge. Nawa: Journal of Language and Communication. Tersedia:

http://ir.polytechnic.edu.na/bitstream/10628/39/1/The%20Importance%20of %20Soft%20%20SkillsEducation%20beyond%20academic%20knowledge. pdf.

Scriven, M. and Paul, R. (1987). Critical Thinking. The Awakening of Intelect to

the Study of itself. Oral Representation on 8th Annual International Conference on Critical Thinking and Education Reform.

Shakir, R (2009). Soft skills at the Malaysian Institute of Higher Learning. Asia

Pacific Education Rev. 10:309-315.

Tersedia:

http://web3.fimmu.com/hsrw/vedio/book/Soft%20skills/Soft%20skills%20at %20the%20Malaysian%20institutes%20of%20higher%20learning.pdf.

Siegel, M., Borasi, R. & Fonzi, J. (1998). Supporting Students’ Mathematical

Inquiries through Reading. Dalam The Influence of Inquiry-Based

Mathematics Teaching on 11th Grade High Achievers: Focusing on Metacognition. Proceedings of 31st Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 2. Seoul: PME.

Sobri, A. (2012). UKG Kedua Masih Jauh dari Sempurna. Tersedia:

http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/09/19030143/UKG.Kedua.Masih. Jauh.dari.Sempurna

Sofian. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Solichin, E. (2012). Tingkat Kompetensi Soft Skills Guru. Tersedia:

http://solend08kdr.blogspot.com/2012/02/tingkat-kompentensi-soft-skill-s-guru_21.html.


(4)

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self Efficacy

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI: Tidak

Diterbitkan.

Subagiyana. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis siswa SMP Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Kontekstual.

Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Sudjana (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suhendar. (2007). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi

Matematik Siswa SMP yang Berkemampuan rendah melalui Pendekatan Kontekstual dengan Pemberian Tugas Tambahan. Tesis pada SPs UPI:

Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika

Peserta didik SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Peserta didik dan Beberapa Unsur Belajar-Mengajar. Disertasi pada SPs UPI tidak

dipublikasikan.

Sumarmo, U. (2006). Bepikir Matematik tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Peserta didik Sekolah Menengah dan Peserta didik Calon Pendidik. Makalah: Disajikan pada Seminar Pendidikan

Matematika di Jurusan Matematika UNPAD pada Tanggal 22 April 2006. Tidak Dipublikasikan.

Sutama, Haryoto dan Narimo, S. (2013). Contextual Math Learning Based on Lesson Study Can Increase Study Communication. International Journal of Education. ISSN 1948-5476 Vol. 5. No. 4.

Tersedia: (18-08-2014) http://www.google.co.id/.

Suwarni (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi

matematika Siswa SMA melalui Pembelajaran Matematika Berbantuan Wingeon. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Syamsuhuda, D. (2010). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Berbantuan

Program Geometri’s Sketchpad Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Tesis pada SPs UPI: Tidak


(5)

Tambelu, J.V.A. (2013). Development of Matheatical Learning Based Contextual Model in South Minahasa Regency. Journal of Education and Practice.

ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online). Vol. 4, No. 15.

Tersedia: (18-08-2014) http://www.iiste.org.

Tata. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa melalui

Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Teacher Tap (2008). Critical and Creative Thinking – Blooms Taksonomy (2008).

Tersedia: http:/eduscapes.com/tap/topic69.htm.

Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. The Development of Higher

Psychological Processes. London: Harvard University.

Wahl, H., Kaufmann, C., Eckkrammer, F., Mense, A., Gollner, H., Himmler, C., Rogner, W., Baierl, T., & Slobodian, R (2011). Soft Skills In Practice, and In Education – An Evaluation. The 2011 Las Vegas International Academic

Conference.

Tersedia:

http://journals.cluteonline.com/index.php/AJBE/article/view/6826.

Walpole, R.E., (1995). Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Warsa, N. (2012). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Kooperatif Tipe STAD dan JIGSAW dengan Pendekatan Kontekstual Berbasis Karakter. Tesis pada

SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Widiarti, I. (2012). Mengembangkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan

Masalah Matematis siswa SMP dengan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. Tesis pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Wimbarti, S. (2012). Mutu Pendidikan Matematika di Indonesia Masih Rendah.

Makalah pada Seminar Memahami Potensi Anak Berkesukaran Belajar dalam Tinjauan Neurologis dan Psikologi, Jogjakarta, Fakultas Psikologi UGM.

Tersedia: http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4467.

Windayana, H (2009). Pembelajaran Matematika Kontekstual Kelompok


(6)

Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Disertasi pada

SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Yuniarti, T. (2011). Pengaruh Metode Socrates terhadap Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPs UPI: Tidak Diterbitkan.

Yusuf, S (2012). Perbandingan Gender dalam Prestasi Litterasi Peserta didik

Indonesia. Tersedia:

http://www.uninus.ac.id/data/data_ilmiah/Suhendra%20Yusuf%20%20Mak alah%20untuk%20Jurnal%20Uninus.pdf.

Zhang, A. (2012). Peer Assessment of Soft Skills and Hard Skills. Journal of

Information Technology Education: Research, Vol 11.

Tersedia:

http://www.jite.org/documents/Vol11/JITEv11p155-168Zhang1119.pdf. Zumbrunn, S., Tadlock, J. and Roberts, D.E. (2011). Encouraging Self-Regulated

Learning in the Classroom: A Review of the Literature. Virginia

Commenwealth University: Metropolitan Educational Research Consortium (MERC).

Tersedia:

http://www.academia.edu/2527080/Encouraging_Self-Regulated_ Learning _ in_the_Classroom_A_Review_of_the_Literature.