KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN TUJUH TITIK BEBAS PKL KOTA BANDUNG.
NO. DAFTAR FPIPS : 2068/UN.40.2.4/PL/2014
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN TUJUH TITIK BEBAS PKL KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Geografi
Oleh:
Lidia Gustina Tampubolon 0908947
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2014
(2)
Keberadaan Pedagang Kaki Lima
(PKL) di Kawasan Tujuh Titik Bebas
PKL Kota Bandung
Oleh
Lidia Gustina Tampubolon
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Lidia Gustina Tampubolon 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
HALAMAN PERNYATAAN
“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari
pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.
Bandung, Juni 2014 Yang membuat pernyataan,
Lidia Gustina Tampubolon NIM. 0908947
(4)
LEMBAR PENGESAHAN
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN TUJUH TITIK BEBAS PKL KOTA BANDUNG
Oleh
Lidia Gustina Tampubolon (0908947)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH Pembimbing I,
Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, MS NIP. 19600121 198503 2 001
Pembimbing II,
Dr. Ahmad Yani, M. Si NIP. 19670812 199702 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Hj. Epon Ningrum, M.Pd NIP. 19620304 198704 2 001
(5)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... iii
UCAPAN TERIMAKASIH... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS... 7
A. Konsep Sektor Informal... 7
B. Pedagang Kaki Lima... 9
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima... 9
2. Karakteristik Pedagang Kaki Lima ... 10
3. Faktor Penyebab Munculnya PKL... 19
C. Sikap Pembeli (Konsumen)... 21
BAB III PROSEDUR PENELITIAN... 23
A. Lokasi Penelitian... 23
B. Metodologi Penelitian... 23
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 24
1. Populasi penelitian... 24
2. Sampel Penelitian... 24
D. Teknik Pengumpul Data... 25
1. Data Primer... 25
2. Data Sekunder... 26
(6)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
F. Variabel Penelitian... 27
G. Definisi Operasional... 29
1. Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 29
2. Latar Belakang Pemilihan Lokasi... 29
3. Kawasan Tujuh Titik bebas PKL Kota Bandung... 29
4. Sikap Pembeli... 30
H. Teknik Pengolahan Data... 30
1. Tahap Persiapan... 30
2. Editing ... 30
3. Coding ... 31
4. Skoring ... 31
5. Tabulasi Data... 31
6. Pengolahan dan Penyajian Data... 31
I. Teknik Analisis Data... 31
1. Perhitungan Persentase... 31
2. Skala Likert... 32
3. Uji Korelasi... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36
A. Kondisi Geografis Kota Bandung... 36
1. Letak dan Luas ... 36
2. Keadaaan Fisik Kota Bandung ... 38
3. Kondisi Sosial dan Ekonomi Kota Bandung... 39
B. Kawasan Tujuh Titik Kota Bandung ... 47
C. Analisis Data Responden ... 51
1. Karakteristik Umum PKL ... 51
2. Karakteristik Aktivitas dan Ruang Usaha PKL... 56
3. Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 65
4. Saran/harapan Kepada Pemerintah ... 73
D. Sikap Pembeli (Konsumen) ... 74 E. Gambaran Umum Sikap Konsumen terhadap Keberadaan PKL di
(7)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kawasan Tujuh Titik Kota Bandung... 84
F. Hasil Uji Korelasi dan Pembahasan... 85
1. Hasil Uji Korelasi Usia dan Tingkat Pendidikan... 85
2. Hasil Uji Korelasi Modal Usaha dan Penghasilan Rata-rata... 86
3. Hasil Uji Korelasi Jenis Dagangan dan Bentuk Sarana Fisik Usaha ... 87
4. Hasil Uji Korelasi Jenis Dagangan dan Modal Usaha... 88
5. Hasil Uji Korelasi Pengetahuan PKL Mengenai Perda dan Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 91
A. Kesimpulan... 91
B. Saran... 92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(8)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Kriteria Penilaian Persentase... 32
3.2 Skala Likert... 33
3.3 Kriteria Interpretasi Skor... 34
3.4 Interval Koefisien dan Keeratan Hubungan... 35
4.1 Cuaca dan Curah Hujan di Kota Bandung Menurut Bulan Tahun 2012... 39
4.2 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 40
4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur... 42
4.4 Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin Dan Lapangan Usaha Utama Di Kota Bandung Tahun 2012... 44
4.5 Komposisi Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan... 46 4.6 Zonasi PKL Kota Bandung... 47
4.7 Karakteristik Jumlah Responden Berdasarkan Asal Daerah... 51
4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 52
4.9 Karakteristik Jumlah Responden Berdasarkan Usia... 53
4.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga... 54
4.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan... 55
4.12 Jenis Dagangan... 56
4.13 Bentuk/jenis Sarana Fisik Usaha... 57
4.14 Modal Memulai Usaha... 59
4.15 Penghasilan Rata-rata Perbulan... 60
4.16 Lama Berjualan... 61
4.17 Waktu Berjualan... 62
4.18 Sifat Layanan... 64
4.19 Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 65
4.20 Pengetahuan PKL Mengenai Perda... 66
(9)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.22 Meningkat atau Tidaknya Pembeli (Konsumen) di Kawasan Tujuh
Titik... 68
4.23 Jarak Lokasi dengan Tempat Tinggal... 68
4.24 Alat Transportasi yang Digunakan... 69
4.25 Pernah Tidaknya Berjualan di Lokasi Lain... 70
4.26 Alasan Pemilihan Berjualan dengan yang Sejenis atau Bercampur... 71 4.27 Kesesuaian Lokasi Berjualan Dengan Keinginan PKL... 72
4.28 Saran dan Harapan Kepada Pemerintah... 73
4.29 Pengetahuan Responden Mengenai Perda Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung... 75
4.30 Pengetahuan Responden Mengenai Keberadaan PKL di Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung ... 76 4.31 Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan yang Diberikan PKL... 76
4.32 Sikap Konsumen terhadap Barang Dagangan yang Dijual oleh PKL... 77
4.33 Sikap Masyarakat Terhadap Kebersihan, Ketertiban, Kenyamanan dan Keaman yang Diberikan oleh PKL... 79
4.34 Sikap Masyarakat terhadap Razia yang Harus Dilakukan oleh Satpol PP untuk Menertibkan PKL... 81
4.35 Sikap Konsumen terhadap Ketegasan Pemerintah dalam Menindak PKL yang Berjualan di Kawasan Tujuh Titik... 81
4.36 Sikap Konsumen terhadap Penyediaan Tempat Khusus untuk para PKL... 82 4.37 Perlu Tidaknya PKL di Kawasan Tujuh Titik Dipertahankan... 83
4.38 Hasil uji Korelasi Usia dan Tingkat Pendidikan... 85
4.39 Hasil Uji Korelasi Modal Usaha dan Penghasilan Rata-rata... 86
4.40 Hasil Uji Korelasi Jenis Dagangan dan Bentuk Sarana Fisik... 87
4.41 Hasil Uji Korelasi Jenis Dagangan dan Modal Usaha... 88 4.41 Hasil Uji Korelasi Pengetahuan PKL Mengenai Perda dan Latar
(10)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Belakang Pemilihan Lokasi... 89
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Variabel Penelitian... 28
4.1 Peta Administrasi Kota Bandung... 37
4.2 Grafik Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin... 43
4.3 Grafik Lapangan Usaha Utama di Kota Bandung... 45
4.4 Grafik Jenjang Pendidikan di Kota Bandung... 47
4.5 Peta Zonasi Pedagang Kaki Lima Kota Bandung... 49
4.6 Peta Kawasan Tujuh Titik Kota Bandung... 50
4.7 PKL Menggunakan Gelaran/Tikar dan Keranjang /Pikulan... 58
4.8 PKL Menggunakan Gerobak... 58
(11)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN TUJUH TITIK BEBAS PKL KOTA BANDUNG
Oleh : Lidia Gustina Tampubolon (0908947) Dosen Pembimbing I : Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, MS
Dosen Pembimbing II : Dr. Ahmad Yani, M. Si
Pemerintah Kota Bandung menetapkan peraturan daerah tentang penataan dan pembinaan PKL untuk mengantisipasi dan upaya penanganan terhadap PKL serta menetapkan zona-zona untuk PKL yaitu zona merah, zona kuning, zona hijau. Zona merah merupakan daerah terlarang untuk PKL dimana kawasan tujuh titik termasuk di dalamnya. Namun, kawasan tujuh titik bebas PKL tersebut masih tetap dijadikan sebagai lokasi berjualan. Tentunya ini merupakan permasalahan yang harus diteliti karena keberadaan PKL mengakibatkan kawasan tersebut jauh dari apa yang diharapkan. Penelitian ini memiliki satu variabel yaitu PKL di kawasan tujuh titik dimana yang menjadi indikatornya yaitu karakteristik PKL, latar belakang pemilihan lokasi, dan sikap pembeli (konsumen). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan observasi. Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh PKL dan pembeli (konsumen) yang berada di kawasan tujuh titik. Cara pengambilan sampel pada populasi PKL dan populasi pembeli adalah accidental sampling. Analisis data yang digunakan yaitu persentase, skala Likert, dan uji korelasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan sebagian besar PKL berasal dari luar Kota Bandung dan didominasi oleh laki-laki. Pada karakteristik aktivitas dan ruang usaha, jenis dagangan kurang dari setengahnya adalah konveksi/pakaian/sepatu, bentuk/sarana fisik berdagang berupa gelaran/dasaran, modal awal yang digunakan cukup sedikit (Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00) dengan penghasilan rata-rata perbulan adalah Rp 1.000.000,00-Rp 1.500.000,00). Sebagian besar PKL telah berjualan <3 tahun dan waktu berdagang 5-8 jam perhari dengan sifat layanan menetap. PKL memilih berjualan di lokasi tersebut karena karena ramai/sering dikunjungi pembeli (konsumen). Sikap konsumen terhadap keberadaan PKL di kawasan Tujuh Titik tergolong rendah. Meskipun PKL bermanfaat bagi konsumen, namun jika melihat peraturan yang harus ditegakan di Kota Bandung, konsumen berpendapat PKL lebih baik di relokasi ke tempat yang lebih layak.
Kata Kunci: Pedagang Kaki Lima, Kawasan Tujuh titik Bebas PKL Kota
(12)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
THE EXISTENCE OF STREET VENDORS IN THE AREA OF SEVEN POINTS FREE STREET VENDORS OF BANDUNG
By :
Lidia Gustina Tampubolon (0908947)
First Supervisor : Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, MS Co-Supervisor : Dr. Ahmad Yani, M. Si
The Government city of Bandung has designed local regulation concerning the arrangement and construction of street vendors to anticipate and as an efforts to handle the street vendors and assigned zones namely the red zone, the yellow zone, the green zone. The red zone is the area off limits to street vendors where the area of seven point include in it. However, the area of seven points is still be used for location of sales. Obviously this is a problem that has to be researched because the presence of street vendors resulted in that area is far from what was expected. This research has one variable is street vendors in the area of seven point which the indicator is characteristics of streete vendors, the background to select location, and attitude of buyer (consumers). The methods used in this research is a descriptive and observational methods. The population in this research covers the entire street vendors and buyer (consumers) who sits on seven points. The way to take sample of the population of street vendors and buyer is accidental sampling. Analysis of data used the likert scale, percentages, and correlation tests. The result of this research showed that te majority of street vendors originaly come from outside of Bandung and dominated by men. On the characteristics of the activity and the space effort is the kind of merchandise of less than a half of the street vendors is convection/clothing/shoes, shape/physical form of trade is mat/floor, initial capital is used quite a bit (Rp 500.000,00- Rp 1.000.000,000) and the average monthly income is Rp 1.000.000,00-Rp 1.500.000,00. Most of the street vendors have been selling <3 years and time to sell is 5-8 hours a day with the service is settle. More tha a half of the street vendors choose to sell in that location because it crowded/often visited by the consumers. The attitude of consumers is benefit to consumers, but according to the regulation that must be obeyed in Bandung, consumers agree that street vendors are better relocated to a more worthy place.
Key Words: Street Vendors, The Area of Seven Points Free Street Vendors of
(13)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena didukung oleh investasi yang tinggi, teknologi dan kualitas tenaga kerja yang baik. Akan tetapi di negara berkembang seperti Indonesia, bertambahnya penduduk dalam jumlah besar memberikan pengaruh negatif terhadap standar kehidupan. Di Negara berkembang modal kurang dan masih bergantung pada pihak asing, teknologi masih sederhana, serta tenaga kerja kurang ahli sehingga pertumbuhan penduduk yang cepat memperberat tekanan pada lahan dan menyebabkan pengangguran. Hal ini dikarenakan oleh tambahan penduduk akan memerlukan makanan, pakaian, tempat tinggal, pekerjaan, dan kesempatan memperoleh pendidikan (Rozy, 1981:101).
Pertumbuhan penduduk dapat memicu berkembangnya beragam aktivitas masyarakat terutama di perkotaan. Terdapat berbagai macam aktivitas yang menjadi ciri perkotaan, antara lain permukiman, perkantoran, perdagangan, industri, pariwisata, dan lain-lain. Dalam perkembangannya tiap aktivitas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi pemilihan ruang dan lokasi aktivitasnya. Untuk menampung aktivitas penduduk dibutuhkan lahan yang tidak sedikit, hingga pada akhirnya terjadi persaingan lahan kota yang luasnya terbatas. Kegiatan pembangunan dan aktivitas manusia yang semakin tinggi dapat menimbulkan konflik penggunaan lahan yang semakin kompleks sehingga dapat menimbulkan masalah baik dalam aspek sosial, budaya, kesehatan dan ekonomi.
Demikian juga dengan aktivitas ekonomi, dimana dinamika ekonomi berinteraksi dengan aspek keruangan dan memicu perkembangan wilayah sekaligus mendorong pertumbuhan kota-kota. Kebutuhan ruang untuk
(14)
2
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melangsungkan aktivitas ekonomi, sering menghadirkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan wilayah maupun kota. Permasalahan wilayah maupun kota merupakan salah satu bidang kajian yang menarik, karena kompleksitas permasalahan yang dimilikinya
Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk namun tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja terutama di sektor formal. Keterbatasan sektor formal untuk menampung penduduk usia kerja terutama dari kalangan berpendidikan rendah membuat penduduk mencari alternatif pekerjaan lain dari sektor informal. Ketidakmampuan sektor formal dalam menampung penduduk usia kerja, adanya kesempatan kerja di sektor informal yang menjadi salah satu pilihan karena keterbatasan peluang kerja di sektor formal, sehingga dapat dikatakan adanya sektor informal dapat meredam kemungkinan keresahan sosial sebagai akibat langkanya peluang kerja (Hoer Effendy, 2000:46).
Sektor informal memiliki peranan penting dalam memberikan sumbangan bagi pembanguan perkotaan, karena sektor informal mampu menyerap tenaga kerja (terutama masyarakat kelas bawah) yang cukup signifikan sehingga mengurangi pengangguran di perkotaan dan memberikan kontribusi bagi pendapatan pemerintah kota. Salah satu sektor informal di perkotaan yang paling menonjol dan relatif khas adalah kegiatan di sektor perdagangan, dan ciri yang umumnya terlihat di negara berkembang seperti Indonesia adalah usaha Pedagang Kaki Lima atau lebih dikenal dengan sebutan PKL. Maraknya usaha PKL ini dikarenakan oleh sektor ini sifatnya mudah dan praktis jika dilihat dari jenis barang yang didagangkan, modal yang dibutuhkan, tidak menuntut pendidikan yang tinggi, keterampilan tertentu dan lokasi atau tempat yang digunakan. Selain itu, PKL memberikan pelayanan yang cepat, murah, sederhana terutama untuk masyarakat golongan menengah kebawah.
Usaha PKL sangat membantu perekonomian masyarakat terutama golongan bawah namun permasalahan yang muncul berkenaan dengan PKL ini disebabkan oleh kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan berdagang sehingga mereka biasanya menempati ruang publik (trotoar, taman, pinggir badan jalan, kawasan tepi sungai, di atas drainase) dan mengakibatkan ruang publik tersebut tidak dapat
(15)
3
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dimanfaatkan oleh penggunanya dengan baik sesuai fungsinya (Soetomo dalam Widjajanti, 2009).
Ruang-ruang perkotaan didominasi oleh sektor-sektor formal dan informal yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sementara itu, alokasi ruang untuk sektor-sektor informal seperti pedagang kecil adalah ruang marjinal yang tidak diperhatikan dalam rencana tata ruang kota. Akibatnya, PKL sering dipandang sebagai sektor informal yang berada diluar kerangka hukum dan kerangka aturan. Keberadaan PKL yang tidak teratur menyebabkan lingkungan menjadi kotor, kumuh, dan buruk karena pedagang maupun konsumen membuang sampah dengan sembarangan, keindahan kota menjadi terganggu dan menimbulkan kemacetan.
Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang mempunyai lokasi yang sangat strategis jika dilihat dari segi komunikasi, perekonomian, dan transportasi. Kondisi tersebut membuat Kota Bandung berkembang menjadi kota jasa yaitu salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia serta menjadi salah satu tempat tujuan pendatang dari berbagai daerah di pulau Jawa maupun luar Jawa. Menurut data dari BPS Jawa Barat (2011), Kota Bandung memiliki luas wilayah 16.729,65 Ha dengan jumlah penduduk berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) pada tahun 2011 mencapai 2.420.146 jiwa (penduduk laki-laki 1.226.956 jiwa dan perempuan 1.194.192 jiwa). Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung 14.190,41 jiwa/ . Angka tersebut menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,72%.
Kota Bandung juga tidak terlepas dari masalah PKL. Berdasarkan data Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan (Diskoperindag), jumlah PKL di Kota Bandung mencapai 20.326 PKL yang tersebar di 30 kecamatan. Dari hasil pengamatan sementara, keberadaan PKL di Kota Bandung banyak ditemui di pinggir jalan, di depan pasar atau komplek pertokoan, bahkan di taman kota (ruang terbuka hijau).
Mengatasi masalah PKL, Pemerintah Kota Bandung telah membuat Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima untuk mengantisipasi dan upaya penanganan
(16)
4
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap PKL. Peraturan ini dirancang kepada PKL sebagai bagian yang integral dari perencanaan, pelaksanaan program pemerintah, dan kebijakan yang berkenan dengan penataan kota, khususnya yang berkaitan dengan ketertiban, keamanan, kenyamanan, keindahan, dan kebersihan kota. Selain itu Peraturan Daerah ini juga mengatur dan menetapkan zona-zona yang tidak boleh terdapat PKL seperti wilayah sekitar tempat ibadat, rumah sakit, komplek militer, jalan nasional, jalan provinsi, dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Walikota Bandung Nomor: 888 Tahun 2012 tentang Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Kota Bandung nomor 04 tahun 2011 tentang penataan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) telah ditetapkan zona-zona untuk PKL, yaitu zona merah, zona kuning, dan zona hijau. Zona merah yaitu zona yang ditetapkan bebas dari PKL yang termasuk diantaranya adalah kawasan tujuh titik. Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL menurut Peraturan Walikota ini adalah sekitar alun-alun dan mesjid raya Bandung, jalan Dalem Kaum, jalan Kepatihan, jalan Asia Afrika, jalan Dewi Sartika, jalan Otto Iskandardinata, dan jalan Merdeka. Penetapan kawasan tujuh titik bebas PKL di Kota Bandung dikarenakan oleh tempat-tempat tersebut memiliki nilai sejarah, wilayah sekitar tempat ibadah, rumah sakit, komplek militer, jalan nasional, dan jalan provinsi.
Berdasarkan peraturan tersebut, PKL dilarang melakukan kegiatan berdagang di kawasan tujuh titik. Fakta yang terjadi di lapangan adalah kawasan tujuh titik bebas PKL tersebut masih tetap dijadikan sebagai lokasi berjualan. Kondisi tersebut tentunya menimbulkan berbagai masalah seperti kemacetan di sepanjang jalan dan lingkungan menjadi kotor akibat sampah-sampah yang dibuang sembarangan. Keberadaan PKL mengakibatkan kawasan tersebut jauh dari apa yang diharapkan dan mengurangi nilai estetika dari kawasan yang dilindungi tersebut.
Masalah perkotaan mengenai sektor informal (terkait dengan masalah PKL) ini sudah seharusnya mendapat penanganan dan perhatian yang lebih serius. Dari penjelasan di atas melatarbelakangi penulis tertarik untuk melakukan penelitian
(17)
5
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini, adapun judul dari penelitian yang akan penulis lakukan adalah:
“KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN TUJUH TITIK BEBAS PKL KOTA BANDUNG”. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan bagi permasalahan yang ada di lingkungan masyarakat sekitar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik PKL di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung?
2. Apa yang melatarbelakangi para PKL berjualan di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung?
3. Bagaimana sikap pembeli (konsumen) terhadap keberadaan PKL di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, penulis merumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik PKL di Kawasan tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung.
2. Menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi para PKL berjualan di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung.
3. Mengidentifikasi sikap pembeli (Konsumen) terhadap keberadaan PKL di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung.
(18)
6
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis;
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk bidang pendidikan khususnya yang berkaitan dengan penataan ruang, sosial, dan ekonomi masyarakat.
2. Manfaat Praktis;
a. Sebagai data dan informasi untuk Pemerintah dalam penataan ruang dan sejauh mana manfaat dari keberadaan PKL bagi kehidupan masyarakat dan kontribusi yang diberikan para PKL bagi pemerintah sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota dan Instansi terkait dalam hal pengelolaan Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung.
c. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota dan instansi terkait dalam pembuatan kebijakan-kebijakan terkait dengan masalah PKL.
(19)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung yang secara astronomis terletak
di 6˚ 50’ 38” - 6˚ 58’ 50” LS dan 107˚ 33’ 34”- 107˚ 43’ 50” BT. Secara khusus penelitian ini akan dilaksanakan di kawasan tujuh titik yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Bandung nomor: 888 tahun 2012 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah kota Bandung nomor 04 tahun 2011 tentang penataan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL kota Bandung yaitu: 1. Jl. Otto Iskandardinata
2. Jl. Merdeka 3. Jl. Dewi Sartika 4. Jl. Asia Afrika 5. Jl. Dalem Kaum 6. Jl. Kepatihan
7. Sekitar Alun-alun dan Mesjid Raya Bandung
B. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif dan observasi. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu untuk menemukan frekuensi atau penyebar. Selain itu digunakan juga metode observasi yang merupakan metode yang dilakukan dengan cara meninjau langsung ke lokasi penelitian. Menurut Tika (1997:6) metode deskriptif adalah:
(20)
24
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis.
Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk mengumpulkan data, fakta-fakta daerah penelitian, informasi, dan keterangan mengenai keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Tujuh Titik Kota Bandung.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi sebagai obyek penelitian merupakan hal yang penting untuk ditentukan dalam sebuah penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2011:80). Sedangkan menurut Sumaatmadja (1988:112) populasi adalah kasus (masalah, peristiwa tertentu), individu (manusia baik sebagai perorangan, maupun sebagai kelompok), dan gejala (fisis, sosial, ekonomi, budaya, politik) yang ada pada ruang geografi tertentu. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pedagang Kaki Lima (PKL) dan konsumen (pembeli) yang berada di kawasan tujuh titik Kota Bandung.
2. Sampel Penelitian
Menurut Sumaatmadja (1988:112) sampel adalah bagian dari populasi (cuplikan; contoh) yang mewakili populasi yang bersangkuan yang diambil dari keseluruhan sifat-sifat atau generalisasi yang ada pada populasi, yang dimiliki oleh sampel.
Sampel wilayah dalam penelitian ini merupakan seluruh kawasan tujuh titik di Kota Bandung. Sampel responden dalam penelitian ini ditujukan kepada PKL di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung dan pembeli/konsumen.
Pemilihan sampel dilakukan dengan metode sampling insidental. Dalam Sugiyono (2011:122) dikatakan bahwa:
(21)
25
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
hal ini dilakukan karena jumlah dan data identitas pedagang dan pembeli tidak tersedia serta tidak dapat diprediksi berapa jumlahnya.
Adapun penentuan jumlah sampel dari populasi yang diteliti, penulis berpedoman pada pendapat Tika (1997:33) yang menyatakan bahwa:
Sampai saat ini belum ada ketentuan jelas tentang batas minimal besarnya sampel yang dapat diambil dan dapat mewakili suatu populasi yang akan diteliti, namun dalam teori sampling dikatakan bahwa yang terkecil dan dapat mewakili distribusi normal adalah 30.
berdasarkan pendapat diatas, penulis mengambil 30 sampel baik dari pedagang maupun konsumen di setiap lokasi penelitian.
D. Teknik Pengumpul Data
Dalam penelitian studi Geografi teknik pengumpulan data berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penelitian data yang harus dikumpulkan oleh penulis. Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka diperlukan teknik pengumpul data sebagai berikut:
1. Data Primer
a. Observasi
Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian (Tika, 1997:67-68).
Selain itu menurut Riduwan (2012:30) observasi yaitu “melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat darai dekat
kegiatan yang dilakukan”. Dalam penelitian ini dilakukan observasi langsung,
yang berarti peneliti turut ambil bagian bersama objek yang dioperasi, dalam hal ini peneliti mengamati langsung bagaimana lokasi penelitian maupun kondisi PKL di kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung tersebut, serta untuk
(22)
26
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengetahui bagaimana respon masyarakat terhadap keberadaan PKL di kawasan tersebut.
b. Wawancara
Wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Tika, 1997: 75). Selain itu menurut Riduwan (2012:29) “wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung
dari sumbernya”.
Jadi wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh keterangan yang belum jelas terungkap bila hanya menggunakan angket atau instrumen lainnya. Wawancara dalam penelitian ini bermaksud untuk mengetahui data yang belum terungkap.
2. Data Sekunder
a. Studi kepustakaan
Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dari berbagai sumber maupun literatur lainnya, seperti buku-buku, majalah, koran, internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
b. Studi Dokumentasi
Pemakaian data, informasi, atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek yang dikaji.
E. Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan dalam pengumpula data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peta Rupa Bumi Indonesia lembar 1209-311 Bandung, lembar 1209-312 Ujungberung, lembar 1209-313 Cimahi, dan lembar 1209-314 Lembang Skala 1:25.000 Bakosurtanal.
2. Netbook Asus Intel (R) Atom (TM) CPU N550 @1.50 GHz 1.50 Ghz Windows 7 Home Premium.
(23)
27
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. MapInfo Professional 10.5 4. Software SPSS 16.0 for windows.
5. Global Positioning System (GPS)
6. Alat survei lapangan (kamera) 7. Pedoman wawancara
8. Angket (kuesioner)
F. Variabel Penelitian
Variabel menurut Arikunto (1988:91) adalah “Objek penelitian atau apa
yang menjadi titik penelitian suatu penelitian. Variabel penelitian merupakan ukuran sifat atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok atau suatu set yang berbeda dengan yang lainnya”. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu Pedagang Kaki Lima di Kawasan tujuh titik bebas PKL Kota Bandung.
Untuk lebih jelasnya penulis menjelaskan dan merincinya dalam bentuk bagan seperti pada Gambar 3.1.
(24)
28
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1 Variabel Penelitian
PKL di Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung
Karakteristik PKL Latar belakang pemilihan lokasi Sikap Pembeli
1. Asal daerah pedagang 2. Lama dan waktu berdagang 3. Modal
4. Penghasilan 5. Jenis dagangan 6. Bentuk/sarana fisik
berdagang 7. Sifat layanan
1. Jarak lokasi dengan tempat tinggal
2. Besarnya retribusi (pungutan) 3. Banyaknya konsumen (pembeli)
1. Pengetahuan pembeli 2. Persepsi pembeli 3. Perilaku pembeli 4. Sikap terhadap dampak
keberadaan PKL 5. Sikap terhadap masalah
yang ditimbulkan 6. Dukungan pembeli
(25)
29
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu G. Defenisi Operasional
Penelitian ini membahas mengenai “Keberadaan Pedagang Kaki Lima
(PKL) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung”. Agar tidak
terjadi kesalahan dalam penafsiran konsep, berikut ini akan dijelaskan mengenai defenisi operasional mengenai konsep-konsep yang akan dijadikan dasar pemikiran dalam penelitian ini.
1. Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang kaki lima adalah pedagang yang menjajakan dagangannya di tempat-tempat strategis, seperti di pinggir jalan, di perempatan jalan, di bawah pohon yang rindang, dan lain-lain. Barang yang dijual biasanya makanan, minuman, pakaian, dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainya. Tempat penjualan PKL relative permanen, yaitu berupa kios-kios kecil atau gerobak dorong atau yang lainnya. PKL yang dimaksudkan disini adalah pedagang yang berjualan di Kawasan tujuh titik Bebas PKL Kota Bandung.
2. Latar Belakang Pemilihan Lokasi
Latar belakang pemilihan lokasi merupakan alasan-alasan yang menyebabkan PKL memilih untuk berjualan di Kawasan Tujuh Titik yang merupakan salah satu zona merah di Kota Bandung. Adapun substansinya meliputi jarak lokasi dengan tempat tinggal, besarnya pungutan (retribusi), dan banyaknya pembeli (konsumen)
3. Kawasan tujuh Titik Bebas PKL Kota Bandung
Merupakan daerah yang sudah di tetapkan oleh Pemerintah dalam Peraturan Walikota Bandung nomor 888 tahun 2012 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah kota Bandung nomor 04 tahun 2011 tentang penataan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Ketujuh titik tersebut adalah:
a) Jl. Otto Iskandardinata b) Jl. Merdeka
c) Jl. Dewi Sartika d) Jl. Asia Afrika e) Jl. Dalem Kaum
(26)
30
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
f) Jl. Kepatihan.
g) Sekitar Alun-alun dan Mesjid Raya Bandung
4. Sikap Pembeli
Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika ia menghadapi ransang tertentu (Wirawan, 1991:20). Sikap adalah respon evaluatif. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk rekasi dinyatakan sebagai sikap itu tumbulnya disadari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi rekasi terhadap objek.
Oleh karena itu sikap dapat bersifat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati mengharapkan objek tertentu, atau muncul sikap negatif yang menghindari, membenci suatu objek. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap pembeli yang menjadi konsumen PKL di kawasan tujuh titik, apakah setuju atau tidak dengan keberadaan PKL di kawasan tersebut.
H. Teknik Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan yang berkaitan dengan penelitian ini terkumpul, kemudian tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap persiapan ini adalah: a. Memeriksa dan mengecek kelengkapan identitas pengisi
b. Memeriksa dan mengecek kelengkapan data, memeriksa isi instrumen pengumpulan data
c. Mengecek macam-macam isian data
2. Editing
Langkah ini dilakukan untuk memeriksa atau meneliti kembali data yang telah terkumpul apakah data tersebut cukup baik atau relevan untuk diproses atau
(27)
31
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diolah lebih lanjut. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi.
3. Coding
Coding adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang
memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis. Langkah ini dilakukan dalam rangka pengklasifikasian jawaban dari para responden maupun informasi yang didapat berdasarka kategorinya sehingga memudahkan proses berikutnya.
4. Skoring
Skoring ini adalah proses penentuan skor atas jawaban responden yang
dilakukan dengan membuat klasifikasi dan kategori yang cocok tergantung pada anggapan atau opini responden.
5. Tabulasi Data
Data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi dengan menguraikan yang selanjutnya mengelompokkan dari tiap-tiap butir seluruh pertanyaan yang ada pada angket isian dan pedoman wawancara responden. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kode dari tiap-tiap item instrumen pengumpulan data selanjutnya dimasukkan kedalam bentuk data.
6. Pegolahan dan penyajian data
Hasil pengelompokan dan pengolahan data, disajikan dalam bentuk tabel, gambar, bagan, dan peta.
I. Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan statistik deskripsi berupa persentase untuk menganalisis data sosial. Analisis ini bersifat uraian atau penjelasan dengan membuat tabel-tabel, mengelompokkan, menganalisa data berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner dan juga wawancara yang diperoleh dari jawaban responden. Secara garis besar analisis data meliputi:
(28)
32
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Langkah ini digunakan untuk melihat besarnya proporsi dari setiap alternatif jawaban pada setiap pertanyaan, sehingga data yang diperoleh dapat di analisis. Rumus yang dipergunakan dalam perhitungan persentase ini adalah:
P = x 100% Diketahui: P = persentase
f = Frekwensi tiap kategori jawaban responden n = jumlah keseluruhan responden
Jika perhitungan selesai dilakukan, maka hasil perhitungan berupa persentase tersebut digunakan untuk mempermudah dalam penafsiran dan pengumpulan data. Adapun kriteria persentase yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Penilaian Persentase
Persentase (%) Kriteria
100 Seluruhnya
75-99 Sebagian besar
51-74 >setengahnya
50 setengahnya
25-49 Hampir setengahnya
1-24 Sebagian kecil
0 Tidak ada
Sumber: Effendi dan Manning, 1991
2. Skala Likert
Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan skala Likert atau yang disebut juga Summated rating scale. Skala Likert merupakan skala yang mengukur kesetujuan atau ketidaksetujuan seseorang terhadap serangkaian
(29)
33
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pernyataan berkaitan dengan keyakinan atau perilaku mengenai suatu objek tertentu. Biasanya format Skala Likert merupakan perpaduan antara kesetujuan dan ketidaksetujuan.
Menurut Sugiyono (2011:93) “Skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial”. Dengan Skala Likert, maka variabel akan diukur dijabarkan menajdi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
Tabel 3.2 Skala Likert
No. Simbol Keterangan Skor Item
Positif
Skor Item Negatif
1 SS Sangat Setuju 5 1
2 S Setuju 4 2
3 N Netral 3 3
4 TS Tidak Setuju 2 4
5 STS Sangat Tidak Setuju 1 5
Sumber: Riduwan (2012:13)
Berdasarkan jawaban responden selanjutnya akan diperoleh satu kecenderungan atas jawaban responden tersebut. Angket/kuesioner yang dibagikan dilakukan dengan menggunakan skala Likert dengan perhitungan skor atas jawabannya sebagai berikut:
a. Pernyataan Positif
Skor indeks = ((F1x1) + (F2 x 2) + (F3 x 3) + (F4 x 4) + (F5 x 5)) Keterangan:
F1 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 1 (sangat tidak setuju) F2 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 2 (tidak setuju)
(30)
34
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
F4 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 4 (setuju) F5 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 5 (sangat setuju) b. Pernyataan Negatif
Skor indeks = ((F1 x 1) + (F2 x 2) + (F3 x 3) + (F4 x 4) + (F5 x 5)) Keterangan:
F1 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 1 (sangat setuju) F2 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 2 (setuju) F3 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 3 (Netral) F4 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 4 (Tidak setuju) F5 = frekuensi jawaban responden yang menjawab 5 (sangat tidak setuju) Pada angket /kuesioner ini, angka jawaban responden dimulai dari angka 1 sampai 5. Sikap dan persepsi masyarakat ini dinyatakan dalam tinjauan kontinum. Untuk melihat sikap dan persepsi masyarakat secara keseluruhan, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan total skor maksimal : skor tertinggi x jumlah responden b. Menentukan total minimal : skor terendah x jumlah responden c. Persentase skor : (total skor : nilai maksimal) x 100
Setelah melakukan perhitungan tersebut, dilakukan interpretasi skor untuk melihat hasil persepsi dan sikap masyarakat tersebut. Berikut adalah kriteria interpretasi skor menurut Riduwan (2012:15):
Tabel 3.3
Kriteria Interpretasi Skor
Angka 0% - 20% Sangat lemah
Angka 21% - 40% Lemah
Angka 41% - 60% Cukup
Angka 61% - 80% Kuat
Angka 81% -100% Sangat Kuat
Sumber: Riduwan (2012:15)
(31)
35
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antar variabel, maka digunakan prosedur statistik uji korelasi Pearson yang merupakan alat pengukur untuk menentukan kerataan atau korelasi diantara dua variabel. Perhitungan prosedur statistik ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai dengan variabel lainnya, baik dalam arah yang sama ataupun sebaliknya.
Untuk menentukan nilai koefisien dan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut, maka digunakan kriteria seperti yang dikemukakan oleh Hasan (2009:234) pada tabel berikut.
Tabel 3.4
Interval Nilai Koefisien dan Keeratan Hubungan
No Interval Nilai Keeratan Hubungan
1 KK = 0,00 Tidak ada
2 0,00 < KK ≤ 0,20 Sangat rendah/lemah sekali 3 0,20 < KK ≤ 0,40 Rendah/lemah tapi pasti 4 0,40 < KK ≤ 0,70 Cukup berarti
5 0,70 < KK ≤ 0,90 Tinggi, kuat
6 0,90 < KK ≤ 1,00 Sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan
7 KK = 1 sempurna
Sumber : Hasan, 2009
Keterangan:
a) Interval nilai KK dapat bernilai positif atau negatif b) Nilai KK positif berarti korelasi positif
Jika satu variabel naik/turun maka variabel yang lainnya naik/turun. Semakin mendekati nilai koefisien +1, semakin kuat korelasi positifnya. c) Nilai KK negatif berarti korelasi negatif
Jika satu variabel naik, maka variabel yang lain akan turun dan sebaliknya jika satu variabel turun, maka variabel yang lain akan naik. Korelasi negatif ini memiliki hubungan yang terbalik. Semakin mendekati nilai koefisien -1, semakin kuat korelasi negatifnya.
(32)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai keberadaan PKL di kawasan tujuh titik Kota Bandung yang telah diuraikan pada bab IV, maka dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa PKL di kawasan tujuh titik Kota Bandung sebagian besar berasal dari luar Kota Bandung, berusia produktif (21-30 tahun). Jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki jumlah tanggungan sedikit (3-4 orang) dengan tingkat pendidikan yang hampir merata yaitu SD, SMP, dan SMA.
Dilihat dari modal memulai usaha, sebagian besar PKL mempunyai modal yang cukup sedikit (Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00) dengan penghasilan rata-rata perbulan adalah Rp 1.000.000,00-Rp 1.500.000,00. Hampir setengah PKL memiliki jenis dagangan konveksi/pakaian/sepatu dan makanan minuman olahan siap saji dan disesuaikan dengan bentuk/jenis sarana yaitu gelaran/dasaran. Lama PKL berjualan di kawasan tersebut tergolong masih baru (≤ 3 tahun dan antara 4-6 tahun) meskipun ada beberapa PKL telah berjualan diatas 10 tahun. Sebagian besar PKL memiliki waktu berjualan antara 5-8 jam perhari dengan sifat layanan menetap.
Latar belakang PKL memilih lokasi di kawasan tujuh titik adalah karena ramai/sering dikunjungi oleh pembeli (konsumen) karena letaknya yang strategis dan dekat dengan tempat berdomisili. Sebagian besar PKL lebih memilih untuk berjualan dengan berbagai macam jenis/bercampur dengan PKL yang menjual jenis dagangan yang berbeda dengan alasan untuk mengurangi persaingan. Dan menurut PKL lokasi berjualan mereka telah sesuai dengan keinginan karena dekat dengan keramaian yang otomatis akan meningkatkan pendapatan PKL.
Keberadaan PKL di kawasan tujuh titik memiliki manfaat yang cukup besar kepada para pembeli (konsumen) karena barang dagangan yang dijual lebih murah, variatif, dengan kualitas yang cukup baik. Namun dilihat dari sikap,
(33)
92
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsumen cenderung bersikap negatif atau tidak mendukung keberadaan PKL di kawasan tujuh titik karena keberadaan PKL membuat kawasan tersebut terkesan kumuh, kotor, menganggu pejalan kaki maupun pengguna kendaraan serta mengurangi estetika Kota Bandung. Konsumen lebih memilih agar PKL direlokasi ke tempat yang lebih baik dan layak.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penulis memiliki saran dengan harapan dapat bermanfaat bagi pemerintah, PKL dan juga pihak-pihak terkait dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Bandung diharapkan lebih tegas dalam penegakan peraturan yang berlaku. Dalam mengkoordinir PKL diperlukan sikap yang lebih baik dan bijaksana agar tidak terjadi perselisihan dengan pihak PKL sehingga PKL tidak merasa dirugikan.
2. Mengingat latar belakang pendidikan yang rendah dan keahlian yang kurang, seharusnya Pemerintah Kota Bandung tetap mendukung kegiatan PKL dengan memberikan pembinaan dan pengembangan usaha kepada para PKL. Beberapa contoh pembinaan dan pengembangan usaha adalah pemberian pinjaman modal atau memfasilitasi PKL sehingga PKL dapat mengingkatkan usahanya selain itu pemerintah juga bisa memberikan pelatihan kewirausahaan agar PKL bisa membuka usaha yang lebih variatif selain menjadi PKL.
3. Relokasi PKL ke tempat yang lebih layak dan ramai pembeli (konsumen) karena bagaimanapun juga keberadaan PKL tersebut telah merusak tatanan ruang kota Bandung
4. PKL sebagai pelaku usaha dan warga Kota Bandung yang baik, PKL diharapkan lebih mematuhi peraturan yang berlaku di Kota Bandung. Jika PKL mempunyai aspirasi dapat secara langsung menyampaikannya kepada pemerintah dengan cara yang baik.
(34)
93
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Bagi pembeli (konsumen) dan masyarakat Kota Bandung secara keseluruhan dapat melakukan kerjasama dengan PKL dan Pemerintah untuk mengegakkan peraturan yang telah ditetapkan.
(35)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Angelini, J. dan Hirose, K. (2004). Extension of Social Security Coverage for the
Informal Economy in Indonesia: Surveys in the Urban and Rural Informal Economy. Manila: International Labour Organization.
Azwar, Saifuddin. (2011). Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Wahana Komputer.
Chandrakirana, K. & Sadoko, I. (1995). Dinamika Ekonomi Informal di Jakarta:
Iindustri Daur Ulang, Angkutan Becak, dan Dagang Kaki Lima. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Data Kependudukan. (2011). Bandung Dalam Angka. Bandung: BPS. Daldjoeni. (1998). Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.
Hasan, M. (2009). Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Lintang Surya, Octora. (2006). Kajian Karakteristik Berlokasi Pedagang Kaki
Lima di Kawasan Sekitar Fasilitas Kesehatan (Studi Kasus: Rumah Sakit dr. Kariadi Kota Semarang). Tugas Akhir Fakultas Teknik-Universitas
Diponegoro Semarang: Tidak Diterbitkan.
Manning, C. & Effendi, T.N. (1996). Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor
Informal di Kota. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
McGee, T.G and Yeung, Y.M. (1977). Hawkers in Southeast Asian Cities:
Planning For the Bazaar Economy. Ottawa: International Research Centre.
Munir, R. & Tjiptoherijanto, P. (1981). Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bina Aksara.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 04 Tahun 2011. (2013). Tentang
Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Bandung: Dinas Koperasi
UKM dan Perindustrian Perdagangan.
Peraturan Walikota Bandung Nomor: 888 Tahun 2012. (2013). Tentang Petunjuk
(36)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Bandung: Dinas
Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan.
Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumaatmadja, N. (1988). Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa
Keruangan. Bandung: Alumni.
Tika, P. (1997). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Widjajanti, R. (2009). “Karakteristik Aktifitas Pedagang Kaki Lima Pada Kawasan Komersial di Pusat Kota: Studi kasus Simpang Lima, Semarang”.
Jurnal Teknik. 30, (3), 162-170.
Sumber Internet:
Ansyori, R. (2013). Pedagang Kaki Lima Dan Permasalahannya. [Online]. Tersedia: http://handuk-qu.blogspot.com/2013/08/pedagang-kaki-lima-dan-permasalahannya.html#.UmCUwFPBUrg [18 Oktober 2013]
Oktavia, L. (2013). Sikap Konsumen. Online. Tersedia:
http://laila-oktavia.blogspot.com/2013/11/sikap-konsumen.html 26 Februari 2014 Teakoes. (2009). Sektor Informal: Permasalahan dan Upaya Mengatasinya.
http://www.pondokinfo.com/index.php/pondok-realita/45-masyarakat/64-sektor-informal-permasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html 20 Februari 2014
(1)
35
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antar variabel, maka digunakan prosedur statistik uji korelasi Pearson yang merupakan alat pengukur untuk menentukan kerataan atau korelasi diantara dua variabel. Perhitungan prosedur statistik ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai dengan variabel lainnya, baik dalam arah yang sama ataupun sebaliknya.
Untuk menentukan nilai koefisien dan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut, maka digunakan kriteria seperti yang dikemukakan oleh Hasan (2009:234) pada tabel berikut.
Tabel 3.4
Interval Nilai Koefisien dan Keeratan Hubungan
No Interval Nilai Keeratan Hubungan
1 KK = 0,00 Tidak ada
2 0,00 < KK ≤ 0,20 Sangat rendah/lemah sekali
3 0,20 < KK ≤ 0,40 Rendah/lemah tapi pasti
4 0,40 < KK ≤ 0,70 Cukup berarti
5 0,70 < KK ≤ 0,90 Tinggi, kuat
6 0,90 < KK ≤ 1,00 Sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan
7 KK = 1 sempurna
Sumber : Hasan, 2009 Keterangan:
a) Interval nilai KK dapat bernilai positif atau negatif b) Nilai KK positif berarti korelasi positif
Jika satu variabel naik/turun maka variabel yang lainnya naik/turun. Semakin mendekati nilai koefisien +1, semakin kuat korelasi positifnya. c) Nilai KK negatif berarti korelasi negatif
Jika satu variabel naik, maka variabel yang lain akan turun dan sebaliknya jika satu variabel turun, maka variabel yang lain akan naik. Korelasi negatif ini memiliki hubungan yang terbalik. Semakin mendekati nilai koefisien -1, semakin kuat korelasi negatifnya.
(2)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai keberadaan PKL di kawasan tujuh titik Kota Bandung yang telah diuraikan pada bab IV, maka dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa PKL di kawasan tujuh titik Kota Bandung sebagian besar berasal dari luar Kota Bandung, berusia produktif (21-30 tahun). Jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki jumlah tanggungan sedikit (3-4 orang) dengan tingkat pendidikan yang hampir merata yaitu SD, SMP, dan SMA.
Dilihat dari modal memulai usaha, sebagian besar PKL mempunyai modal yang cukup sedikit (Rp 500.000,00-Rp 1.000.000,00) dengan penghasilan rata-rata perbulan adalah Rp 1.000.000,00-Rp 1.500.000,00. Hampir setengah PKL memiliki jenis dagangan konveksi/pakaian/sepatu dan makanan minuman olahan siap saji dan disesuaikan dengan bentuk/jenis sarana yaitu gelaran/dasaran. Lama PKL berjualan di kawasan tersebut tergolong masih baru (≤ 3 tahun dan antara 4-6 tahun) meskipun ada beberapa PKL telah berjualan diatas 10 tahun. Sebagian besar PKL memiliki waktu berjualan antara 5-8 jam perhari dengan sifat layanan menetap.
Latar belakang PKL memilih lokasi di kawasan tujuh titik adalah karena ramai/sering dikunjungi oleh pembeli (konsumen) karena letaknya yang strategis dan dekat dengan tempat berdomisili. Sebagian besar PKL lebih memilih untuk berjualan dengan berbagai macam jenis/bercampur dengan PKL yang menjual jenis dagangan yang berbeda dengan alasan untuk mengurangi persaingan. Dan menurut PKL lokasi berjualan mereka telah sesuai dengan keinginan karena dekat dengan keramaian yang otomatis akan meningkatkan pendapatan PKL.
Keberadaan PKL di kawasan tujuh titik memiliki manfaat yang cukup besar kepada para pembeli (konsumen) karena barang dagangan yang dijual lebih murah, variatif, dengan kualitas yang cukup baik. Namun dilihat dari sikap,
(3)
92
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsumen cenderung bersikap negatif atau tidak mendukung keberadaan PKL di kawasan tujuh titik karena keberadaan PKL membuat kawasan tersebut terkesan kumuh, kotor, menganggu pejalan kaki maupun pengguna kendaraan serta mengurangi estetika Kota Bandung. Konsumen lebih memilih agar PKL direlokasi ke tempat yang lebih baik dan layak.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penulis memiliki saran dengan harapan dapat bermanfaat bagi pemerintah, PKL dan juga pihak-pihak terkait dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Bandung diharapkan lebih tegas dalam penegakan peraturan yang berlaku. Dalam mengkoordinir PKL diperlukan sikap yang lebih baik dan bijaksana agar tidak terjadi perselisihan dengan pihak PKL sehingga PKL tidak merasa dirugikan.
2. Mengingat latar belakang pendidikan yang rendah dan keahlian yang kurang, seharusnya Pemerintah Kota Bandung tetap mendukung kegiatan PKL dengan memberikan pembinaan dan pengembangan usaha kepada para PKL. Beberapa contoh pembinaan dan pengembangan usaha adalah pemberian pinjaman modal atau memfasilitasi PKL sehingga PKL dapat mengingkatkan usahanya selain itu pemerintah juga bisa memberikan pelatihan kewirausahaan agar PKL bisa membuka usaha yang lebih variatif selain menjadi PKL.
3. Relokasi PKL ke tempat yang lebih layak dan ramai pembeli (konsumen) karena bagaimanapun juga keberadaan PKL tersebut telah merusak tatanan ruang kota Bandung
4. PKL sebagai pelaku usaha dan warga Kota Bandung yang baik, PKL diharapkan lebih mematuhi peraturan yang berlaku di Kota Bandung. Jika PKL mempunyai aspirasi dapat secara langsung menyampaikannya kepada pemerintah dengan cara yang baik.
(4)
93
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Bagi pembeli (konsumen) dan masyarakat Kota Bandung secara keseluruhan dapat melakukan kerjasama dengan PKL dan Pemerintah untuk mengegakkan peraturan yang telah ditetapkan.
(5)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Angelini, J. dan Hirose, K. (2004). Extension of Social Security Coverage for the Informal Economy in Indonesia: Surveys in the Urban and Rural Informal Economy. Manila: International Labour Organization.
Azwar, Saifuddin. (2011). Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Wahana Komputer.
Chandrakirana, K. & Sadoko, I. (1995). Dinamika Ekonomi Informal di Jakarta: Iindustri Daur Ulang, Angkutan Becak, dan Dagang Kaki Lima. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Data Kependudukan. (2011). Bandung Dalam Angka. Bandung: BPS. Daldjoeni. (1998). Geografi Kota dan Desa. Bandung: Penerbit Alumni.
Hasan, M. (2009). Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Lintang Surya, Octora. (2006). Kajian Karakteristik Berlokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan Sekitar Fasilitas Kesehatan (Studi Kasus: Rumah Sakit dr. Kariadi Kota Semarang). Tugas Akhir Fakultas Teknik-Universitas Diponegoro Semarang: Tidak Diterbitkan.
Manning, C. & Effendi, T.N. (1996). Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
McGee, T.G and Yeung, Y.M. (1977). Hawkers in Southeast Asian Cities: Planning For the Bazaar Economy. Ottawa: International Research Centre. Munir, R. & Tjiptoherijanto, P. (1981). Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.
Jakarta: Bina Aksara.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 04 Tahun 2011. (2013). Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Bandung: Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan.
Peraturan Walikota Bandung Nomor: 888 Tahun 2012. (2013). Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011
(6)
Lidia Gustina Tampubolon, 2014
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kawasan Tujuh Titik Bebas Pkl Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Bandung: Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan.
Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumaatmadja, N. (1988). Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung: Alumni.
Tika, P. (1997). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Widjajanti, R. (2009). “Karakteristik Aktifitas Pedagang Kaki Lima Pada Kawasan Komersial di Pusat Kota: Studi kasus Simpang Lima, Semarang”. Jurnal Teknik. 30, (3), 162-170.
Sumber Internet:
Ansyori, R. (2013). Pedagang Kaki Lima Dan Permasalahannya. [Online]. Tersedia: http://handuk-qu.blogspot.com/2013/08/pedagang-kaki-lima-dan-permasalahannya.html#.UmCUwFPBUrg [18 Oktober 2013]
Oktavia, L. (2013). Sikap Konsumen. Online. Tersedia:
http://laila-oktavia.blogspot.com/2013/11/sikap-konsumen.html 26 Februari 2014 Teakoes. (2009). Sektor Informal: Permasalahan dan Upaya Mengatasinya.
http://www.pondokinfo.com/index.php/pondok-realita/45-masyarakat/64-sektor-informal-permasalahan-dan-upaya-mengatasinya.html 20 Februari 2014