Analisis Perbedaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 di Kota Bandung.

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the difference between collection of BPHTB before and after No.28/2009 government’s regulation in Bandung city, and effectivity of collection BPHTB for every year. Purposive sampling, effectivity ratio, and independent T-test are used in this research. The result show that BPHTB has the most effectivity that’s equal to 166.07% in 2012. The independent t-test show that the difference of BPHTB collection are not different significantly, but the receipt of local income are increase after No.28/2009 government’s regulation.


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis perbedaan dari penerimaan BPHTB sebelum dan sesudah diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 dan efektivitas penerimaan BPHTB setiap Tahun di kota bandung. Purposive sampling, rasio efektivitas, dan independent t-test digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa BPHTB mencapai efektivitas tertinggi sebesar 166.07% yaitu pada tahun 2012. Pada independent t-test menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam penerimaan BPHTB, tetapi penerimaan pendapatan daerah terjadi peningkatan setelah Undang-Undang No.28 Tahun 2009 dilaksanakan.


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ··· i

HALAMAN PENGESAHAN ··· ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ··· iii

KATA PENGANTAR ··· iv

ABSTRACT ··· vi

ABSTRAK ··· vii

DAFTAR ISI ··· viii

DAFTAR GAMBAR ··· xi

DAFTAR TABEL ··· xii

DAFTAR GRAFIK ··· xiii

DAFTAR LAMPIRAN ··· xiv

BAB I PENDAHULUAN ··· 1

1.1. Latar Belakang ··· 1

1.2.Rumusan Masalah ··· 4

1.3. Tujuan Penelitian ··· 4

1.4. Manfaat Penelitian ··· 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ··· 6

4.1 Landasan Teori ··· 6

2.1.1.Teori Gaya Pikul ··· 6

2.1.2.Pengertian Pajak ··· 7

2.1.3.Fungsi Pajak ··· 8

2.1.4.Jenis Pajak ··· 9

2.1.5.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ··· 12


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

2.1.5.2.Bukan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ··· 16

2.1.5.3.Dasar Pengenaan ··· 17

2.1.5.4.Tarif dan Perhitungan BPHTB ··· 18

2.1.6.Pengalihan BPHTB menjadi Pendapatan Daerah ··· 18

2.2.Kerangka Pemikiran ··· 21

2.3. Pengembangan Hipotesis ··· 22

BAB III METODE PENELITIAN ··· 25

3.1. Objek Penelitian ··· 25

3.2. Metode Penelitian ··· 26

3.3. Definisi Operasional Variabel ··· 27

3.4. Sampel Data ··· 29

3.5. Teknik Pengumpulan Data ··· 29

3.6. Jenis Data ··· 30

3.7. Analisis Data ··· 30

3.7.1.Analisis Efektivitas ··· 30

3.7.2.Analisis Pengujian Hipotesis ··· 31

3.7.2.1.Uji Normalitas ··· 31

3.7.2.2.Independent t-test ··· 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ··· 33

4.1. Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat 1 ··· 33

4.1.1. Sejarah Singkat Kanwil DJP Jawa Barat 1 ··· 33

4.1.2. Struktur Organisasi Kanwil DJP Jawa Barat 1 dan uraian tugas ··· 34

4.1.3. Kegiatan Kanwil DJP Jawa Barat 1 ··· 38

4.2. Dinas Pelayanan Pajak ··· 39

4.2.1. Sejarah Singkat Dinas Pelayanan Pajak ··· 39

4.2.2. Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Pajak, tugas pokok dan Fungsi · 40 4.3. Perbedaan Pemungutan BPHTB sebelum dan Sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 ··· 42


(5)

x Universitas Kristen Maranatha 4.4. Perbandingan Penerimaan Daerah dari BPHTB sebelum dan sesudah

Diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 ··· 44

4.5.Efektivitas BPHTB di Kota Bandung ··· 46

4.5.1 Efektivitas BPHTB sebelum diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ··· 46

4.5.2 Efektivitas BPHTB Sesudah diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ··· 48

4.6.Deskriptif Data Penelitian ··· 49

4.7.Uji Perbandingan ··· 50

4.7.1 Perbandingan efektivitas BPHTB sebelum dan sesudah Diberlakukanya Undang-Undang No.28 tahun 2009 ··· 50

4.8.Pembahasan Perbedaan Sebelum dan Sesudah dilaksanakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 dalam Pemungutan BPHTB ··· 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ··· 56

5.1. Kesimpulan ··· 56

5.2. Saran ··· 57

DAFTAR PUSTAKA ··· 58

LAMPIRAN ··· 60


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran ··· 22 Gambar 2.1 Skema bagi hasil BPHTB sebelum desentralisasi ··· 23 Gambar 2.2 Skema Pembagian Sumber-sumber Keuangan Pendapatan Daerah


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Perkembangan Penyiapan Perda BPHTB ··· 3

Tabel 2.1Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada UU No. 34/2000 dengan Undang-undang No. 28/2009 ··· 19

Tabel 2.2Perbandingan BPHTB pada Undang-Undang BPHTB dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ··· 20

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ··· 27

Tabel 4.1 Perbandingan BPHTB pada Undang-Undang BPHTB dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ··· 42

Tabel 4.2 Penerimaan Daerah dari sektor BPHTB ··· 44

Tabel 4.3 Efektivitas BPHTB terhadap Target ··· 47

Tabel 4.4 Efektivitas BPHTB terhadap Target ··· 48

Tabel 4.5 Descriptive Statistic ··· 50

Tabel 4.6 Uji Normalitas Data Efektivitas BPHTB sebelum dan Sesudah Diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)··· 51

Tabel 4.7 Uji Beda Rata-rata Efektivitas BPHTB sebelum dan sesudah diberlakukan Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ··· 53


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GRAFIK

Halaman

GRAFIK 1 Penerimaan Dari Sektor BPHTB ··· 45 GRAFIK 2 Efektivitas Penerimaan BPHTB terhadap Target ··· 47 GRAFIK 3 Efektivitas Penerimaan BPHTB terhadap Target ··· 49


(9)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN AStruktur Organisasi Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 ··· 60 LAMPIRAN B Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Pajak ··· 61 LAMPIRAN C Output SPSS ··· 62


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di berbagai Negara pajak merupakan sebuah penerimaan yang cukup besar. Begitu juga di Negara Indonesia. Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam penerimaan Pemerintah Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan hingga tahun 2010 penerimaan pemerintah Indonesia dari bidang pajak mencapai 74% dari total penerimaan, hal tersebut menandakan bahwa Negara Indonesia sangatlah bergantung terhadap penerimaan dari bidang pajak.

Menurut Soemitro (1979) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai investasi publik. Karena pajak merupakan pendapatan Negara maka seluruh wajib pajak di dalam suatu Negara diwajibkan untuk membayar pajak yang menjadi hak Negara untuk membangun kepentingan umum di dalam suatu Negara tersebut.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan selalu berupaya untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan atas


(11)

Universitas Kristen Maranatha

peraturan-peraturan perpajakan maunpun non pajak di Indonesia. Perubahan-perubahan peraturan perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan jumlah penerimaan Negara di bagian pajak disebut reformasi pajak. Reformasi pajak juga dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesadaran warga Negara untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan Negara melalui pembayaran pajak. Salah satu contoh peraturan yang saat ini sudah tidak asing lagi kita dengar yaitu sistem Otonomi daerah dan Desentralisasi fiskal.

Di Indonesia diberlakukan sistem Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Penerapan dua sistem tersebut memiliki tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta optimalkan pendapatan daerah secara mandiri. Namun pada pelaksanaannya, pencapaian tujuan tersebut tidak dapat berjalan seluruhnya dengan beriringan. Pada kenyataanya, tuntutan untuk mampu mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sulit diwujudkan di berbagai daerah di Indonesia terutama masalah pajak.

Peraturan Daerah Kota Bandung mempengaruhi berlakunya Undang-undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Sejak berlaku secara resmi pada 1 Januari 2010, pemerintah daerah harus segera bersiap diri menghadapi tantangan pengelolaan pos-pos pajak yang sebelumnya dikelola pemerintah pusat untuk diserahkan ke daerah, khususnya pos Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang lebih kerap di sapa BPHTB. Disebutkan dalam UU PDRD pasal 182 ayat 2, kewenangan pemungutan BPHTB dialihkan kepada masing-masing pemerintah daerah di seluruh Indonesia mulai dari 1 Januari 2011.


(12)

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 1.1

Perkembangan Penyiapan Perda BPHTB

Tercatat bahwa hingga 30 Juni 2011 masih terdapat 4 Pemerintah daerah atau Kabupaten yang belum siap melaksanakan pelimpahan BPHTB menjadi pajak daerah. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat transaksi jual beli tanah maupun bangunan di daerah / Kabupaten tersebut.

Penelitian mengenai pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah sudah dilakukan seperti Komang Yogi Wirasatya dan Made Yanni Latrini (2012). Untuk Penelitian terkait BPHTB kota bandung masih terbatas misalnya penelitian yang dilakukan oleh Hikmah Nur Azza (2011) yang mengkaji PBB dan BPHTB tentang seberapa besar potensi penerimaanya di kota Bandung.

Berdasarkan Uraian latar belakang diatas, maka penulis melakukan penelitian

dengan menggunakan judul “ANALISIS PERBEDAAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKSANAKAN UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2009 DI KOTA


(13)

Universitas Kristen Maranatha

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut maka dapat dibentuk rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana gambaran perbedaan efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi pajak daerah terhadap realisasi penerimaan di Kota Bandung?

2. Bagaimana efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari pajak pusat menjadi pajak daerah Kota Bandung dengan diikuti tingkat realisasi BPHTB dan target penerimaannya dalam subjek penelitian sehingga hasil yang didapatkan juga mencakup tersedianya data dan informasi terkait dampak pelimpahan tersebut.

2. Mengetahui efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah implementasi Undang-undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).


(14)

Universitas Kristen Maranatha

1.4. Manfaat Penelitian

1. Membantu Pemerintah dalam menganalisis seberapa berpengaruh nya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan setelah diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

2. Membantu Peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian berkaitan dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(15)

6 Universitas Kristen Maranatha

BAB II

LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Gaya Pikul

Menurut Siti Resmi (2011) yang dimaksud dengan Teori gaya pikul adalah, menyatakan bahwa keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. untuk kepentingan tersebut diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwasanya pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Haya pikul seseorang dapat diukur berdasar besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Dalam pajak penghasilan bentuk wajib pajak orang pribadi gaya pikul untuk pengeluaran atau pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.

Demikian pula pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, gaya pikul untuk pengeluaran atau pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan kemampuan ia membeli, mendapat hibah, tukar menukar, lelang, mendapat surat keputusan pemberian hak,tanah dan/atau bangunan di daerah tersebut.


(16)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.2. Pengertian pajak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Pasal1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Prof. Dr. H. Rochman Soemitro SH. Dalam buku Manajemen pajak Zain (2003).Pajak merupakan iuran yang dibayarkan kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.Kemudian pengertian tersebut direvisi menjadi, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan kelebihannya digunakan sebagai public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public interest.

Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, ( dikutip oleh Zain, 2007:10), “pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brock, (dikutip oleh Zain, 2007:11),


(17)

Universitas Kristen Maranatha

bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan

pemerintahan.”

Dari kesimpulan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

 Pajak dipungut oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang.

 Adanya alih dana (sumber daya) dari sector swasta (wajib pajak) ke sector Negara.

 Pajak digunakan untuk membiayai keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun pembangunan.

 Tidak adanya imbalan atau kontraprestasi secara langsung.  Bersifat memaksa

2.1.3. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi sebagai penerimaan (Budgetair)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah .

2. Fungsi sebagai pengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi dalam suatu Negara.


(18)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.4. Jenis Pajak

Menurut Tulis S. Meilala, (2008:19), jenis-jenis pajak dikelompokan menjadi :

1. Menurut golonganya

Terdapat dua jenis pajak menurut golonganya yaitu: a. Pajak langsung

Pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak serta tidak dapat dibebankan kepada orang lain, dan ini dipungut oleh pemerintah. b. Pajak tidak langsung

Pajak yang dipungut setiap terjadinya peristiwa atau pembuatan, seperti pergerakan barang tidak bergerak, pembuatan akte, dan lain-lain.

Pajak ini tidak langsung dipungut oleh pemerintah kepada wajib pajak, tetapi mengalihkan kepada pihak ketiga.

2. Menurut sifatnya

Terdapat dua jenis pajak menurut sifatnya, yaitu: a. Pajak subjektif bersifat perorangan

Adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya, misalnya status wajib pajak, ( kawin, tidak kawin, dan banyaknya tanggungan), akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus di bayar.

b. Pajak objektif bersifat kebendaan

Adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan objek baik berupa tenda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya


(19)

Universitas Kristen Maranatha

kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak ( wajib pajak) maupun tempat tinggal, (setelah ada objeknya, baru dapat ditentukan subjeknya).

3. Menurut lembaga yang memungutnya

Terdapat dua jenis pajak menurut lembaga yang memungutnya, yaitu: a. Pajak Negara (pajak pusat)

Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Pajak ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Pajak yang dipungut oleh Direktorat Jendral Pajak

Pajak yang dipungut oleh Direktoran jendral pajak terdiri dari beberapa macam pajak, diantaranya adalah :

a. Pajak Penghasilan

b. Pajak Pertambahan Nilai (Lokal)

c. Pajak Bumi dan Bangunan (kecuali PBB-P2) d. Bea Materai

2. Pajak yang dipungut oleh Direktorat Bea Cukai

Pajak yang dipungut oleh Direktorat bea cukai terdiri dari beberapa macam pajak, diantaranya adalah:

a. Bea Masuk

b. Pajak Eksport (Bea Keluar) c. Pajak Pertambahan Nilai (Import) b. Pajak daerah


(20)

Universitas Kristen Maranatha

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat 1 atau provinsi maupun daerah tingkat 2 atau kabupaten/kota.Pajak ini juga digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak daerah juga dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Pajak Provinsi

Pajak provinsi atau yang biasa disebut dengan Pajak daerah tingkat I terdiri atas :

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok 2. Pajak Daerah

Pajak daerah atau yang biasa disebut dengan Pajak daerah tingkat II terdiri atas:

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah


(21)

Universitas Kristen Maranatha

j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2.1.5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Mardiasmo:2008) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada dasarnya dikenakan atas setiap perolehan hak yang diterima oleh orang pribadi atau badfan hukum yang terjadi dalam wilayah Hukum Negara Indonesia. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak terhutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta peralihan hak seperti jual beli, hibah, tukar menukart, atau lelang, attau surat keputusan pemberian hak atas tanah dapat dibuat dan ditanda tangani pejabat yang berwenang. Tujuan pembentukan Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perlunya diadakan pemungutan pajak hak atas tanah dan bangunan sebagaimana telah pernah dilaksanakan, sebagai upaya kemandirian bangsa indonesia untuk memenuhi pengeluaran pemerintah berkaitan dengan tugasnya untuk menyelenggarakan pemerintahan Umum dan pembangunan Nasional.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 21/1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.Maksudnya adalah pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak dari suatu peralihan hak atas tanah dan bangunan, sehingga orang atau pribadi atau badan hukuim yang memperoleh hak


(22)

Universitas Kristen Maranatha

atas tanah menjadi wajib pajak BPHTB. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainya.

2.1.5.1. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 20/2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 21/1997 tentang BPHTB menentukan bahwa "yang menjadi objek pajak adalah perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB) haruslah tanah dan atau bangunan". Dengan demikian apabila objek perolehan hak bukan tanah dan bangunan, misalnya jual beli saham suatu perusahaan yang menjadi kantor dan pabrik maka perolehan hak yang terjadi bukan merupakan objek BPHTB (Mardiasmo:2008).

Undang-Undang BPHTB mengatur bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak terdiri karena dua hal, yaitu:

1. Pemindahan Hak.

Pemindahan Hak yang merupakan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Meliputi 13 jenis perolehan hak, diantaranya:

 Jual beli, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh pembeli dari penjual yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.


(23)

Universitas Kristen Maranatha  Tukar Menukar, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diterima

oleh seorang atau suatu badan hukum dari pihak lain dan sebagai gantinya orang atau badan hukum tersebut memberikan Tanah dan Bangunan miliknya kepada pihak lain sebagai pengganti Tanah dan bangunan yang diterimanya.  Hibah, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diperoleh seorang

penerima hibah yang berasal dari pemberi hibah pada saat pemberi hibah masih hidup.

 Hibah Wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian Hak atas Tanah dan atau Bangunan kepada orang pribadi atau Badan Hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

 Waris, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh ahli waris dari pewaris yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

 Pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainya, yaitu perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai hasil pengalihah dari orang pribadi atau badan hukum kepada perseroan atau badan hukum lain.

 Pemisahan Hak yang mengakibatkan Peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.

 Penunjukan Pembeli dalam Lelang, yaitu Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan oleh seorang atau suatu badan hukum yang ditetapkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.


(24)

Universitas Kristen Maranatha  Pelaksanaan Putusan Hakim yang Mempunyai Kekuatan Hukum, yaitu

sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.

 Penggabungan Usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung.

 Peleburan Usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.

 Pemekaran Usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.

 Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

2. Pemberian Hak Baru.

Pemberian Hak baru mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diantaranya:

 Kelanjutan pelepasan Hak, yaitu yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang


(25)

Universitas Kristen Maranatha

pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

 Diluar Pelepasan hak, yaitu Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.5.2. Bukan Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Menurut Mardiasmo

 Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar asas timbal balik.

 Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

 Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Mentri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya.

 Objek yang diperoleh orang pribadi atau badan karena Konversi Hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.

Objek yang diperoleh orang pribadi atau badan karena WAKAF

 Objek yang diperoleh orang pribadi atau badan karena kepentingan IBADAH.


(26)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.5.3. Dasar Pengenaan

Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) (Mardiasmo:2008), yaitu:

 jual beli adalah harga transaksi.  tukar menukar adalah nilai pasar.  hibah adalah nilai pasar.

 hibah wasiat adalah nilai pasar.  waris adalah nilai pasar.

 pemasukan dalam perseroan atau badan adalah nilai pasar.  pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar.

 penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

 peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar.

 penggabungan usaha adalah nilai pasar.  peleburan usaha adalah nilai pasar.  pemekaran usaha adalah nilai pasar.  hadiah adalah nilai pasar.

 pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar.


(27)

Universitas Kristen Maranatha

Jika didalam NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.

2.1.5.4. Tarif dan Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Besaran tarif yang berlaku dalam Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebesar 5%. Besaran pokok pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang dihitung berdasarkan NJOP, menurut pajak dan dengan dasar pengenaan yang ada secara umum dapat dihitung dengan menggunakan rumusan berikut:

 BPHTB terutang = 5% x NPOP Kena Pajak  NPOP Kena Pajak = NPOP - NPOPTKP.

2.1.6. Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi Pendapatan Daerah

Diterbitkannya Undang-undang No. 28/2009, pemerintah daerah mempunyai tambahansumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru yang berasal dari pajak daerah, sehinggajenis pajak kabupaten/kota bertambah dari 7 menjadi 11 jenis pajak. Penambahan pospajak dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(28)

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 2.1 Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada UU No. 34/2000 dengan Undang-undang No. 28/2009

Sumber : Materi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah. Dirjen Pajak, 2011 UU No. 34/2000 UU No. 28/2009

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir

7. Pajak Pengambilan Bahan Galian golongan C

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir

7. Pajak Mineral Bukan Logam & Batuan 8. Pajak Air Tanah (pengalihan dari provinsi) 9. Pajak Sarang Burung Walet (baru)

10. PBB Pedesaan & Perkotaan (baru)


(29)

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 2.2 Perbandingan BPHTB pada Undang-Undang BPHTB dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

UU BPHTB UU PDRD

Subjek Orang Pribadi atau badan yang

memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan

(Pasal 4)

Sama

(Pasal 86 Ayat 1)

Objek Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

(Pasal 2 Ayat 1)

Sama

(Pasal 85 Ayat 1 )

Tarif Sebesar 5%

(Pasal 5)

Paling Tinggi 5%

(Pasal 88 Ayat 1)

NPOPTKP Paling banyak

Rp.300.000.000 untuk waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 7 Ayat 1)

Paling rendah Rp. 300.000.000 untuk Waris dan Hibah Wasiat


(30)

Universitas Kristen Maranatha

(Pasal 87 Ayat 5)

Paling banyak Rp. 60.000.000 untuk selain Waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 7 Ayat 1)

Paling rendah Rp. 60.000.000 untuk selain Waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 87 Ayat 4)

BPHTB Terhutang 5% x (NPOP - NPOPTKP)

(Pasal 8)

5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP)

(Pasal 89)

Sumber: Materi Presentasi "Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB Sebagai Pajak Daerah." Direktorat Jendral Pajak. Agustus 2011.

2.2. Kerangka Pemikiran

Pada awalnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pos pajak yang dipungut oleh pusat, dengan adanya pengesahan Undang-Undang No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) sebagai pengganti Undang-Undang No. 21/1997 dan Undang-Undang No.20/2000 tentang pemungutan BPHTB menjadi sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian tersebut, penulis menuangkan kerangka pemikiranya dalam bentuk skema sebagai berikut:


(31)

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

2.3. Pengembangan Hipotesis

Perlu diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-undang PDRD, BPHTB merupakan pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi

BPHTB

Pajak Pusat Pajak Daerah

Uji Tidak Berpasangan Menganalisis pemungutan

BPHTBselama 2 tahun sebelum dan 3 tahun

sesudah di implementasikan UU

No.28/2009

Evaluasi dari pengimplementasian UU No.28/2009

Rekomendasi dari hasil penelitian Menganalisis efektivitas

pemungutan BPHTBselama 5 tahun

berturut-turut, dalam penerimaan realisasi BPHTB di kota Bandung Analisis


(32)

Universitas Kristen Maranatha

hasilnya diberikan kepada pemerintah daerah melalui pos Dana Bagi Hasil. Skema bagi hasil BPHTB dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Skema Bagi Hasil BPHTB Sebelum Desentralisasi

Pengalihan BPHTB tentunya tidak hanya berdampak pada Pendapatan Asli Daerah tetapi juga akan berdampak pada penerimaan Dana Bagi Hasil.

Skema pembagian sumber-sumber keuangan pendapan daerah sebelum desntralisasi dan sesudah desentralisasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(33)

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 2.2 Skema Pembagian Sumber-sumber Keuangan Pendapatan Daerah Sebelum Desentralisasi dan Sesudah Desentralisasi

Sejak dilaksanakanya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat mengharuskan daerah dapat mengatur sumber dayanya sendiri sehingga tidak hanya bertumpu pada Dana perimbangan.Dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan kaarena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU daripada PAD.

H0 : 1 2 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD);

H1: 1 2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).


(34)

25 Universitas Kristen Maranatha

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti.Menurut Hatch dan Farhady (1981) melalui Sugiyono (2013), secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain. Jadi Sugiyono (2013) menyimpulkan bahwa variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatanyang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Objek dari penelitian ini adalah Pajak Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan Kota Bandung sebelum dilakukan Undang-undang No.28/2009 dan setelah dilakukan Undang-undang tersebut. Penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung (Dispenda) atau yang saat ini lebih kerap disapa Dinas Pelayanan Pajak (DPP) dan di Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat 1 di Kota Bandung.Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung merupakan instansi Pemerintah Daerah Kota Bandung yang menangani pemungutan pajak/retribusi daerah.Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa instansi tersebut memiliki data-data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini.


(35)

Universitas Kristen Maranatha

3.2. MetodePenenelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode penelitian yang dianggap mampu menunjang pelaksanaan penelitian ini.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan penelitian kausal komparatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2013). Metode kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis target dan realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dari Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung dan Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat 1. Pengambilan data langsung pada Dinas Pelayanan Pajak dan Kantor Wilayah (Kanwil) di Kota Bandung menggambarkan bahwa penelitian dilakukan pada kondisi objek secara alami dan pengambilan sampel data dengan kriteria tertentu menggambarkan bahwa sampel yang diambil dilakukan secara purposive.

Metode penelitian Kausal komparatif adalah penelitian hubungan sebab akibat adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat yang berdasar pada pengamatan terhadap akibat yang ada dari mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu (suryabratha, 2003).


(36)

Universitas Kristen Maranatha

Metode kausal komparatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis perbedaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Bandung sebelum dan sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009 di Kota Bandung.

3.3. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

Variabel Dimensi Indikator Skala

BPHTB sebelum dilaksanakanya Undang-Undang No. 28/2009

Penerimaan dari hasil penjualan, hibah, wasiat, dll atas tanah dan bangunan

sebelum Pelimpahan

BPHTB menjadi pajak daerah selama 2 Tahun (2009 - 2010)

Perbanding anantara target yang telah ditetapkan dan realisasi penerimaan BPHTB sebelum

dilaksanakanya

Undang-Undang No. 28/2009

Nominal

BPHTB sesudah dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009

Penerimaan dari hasil penjualan, hibah, wasiat, dll atas tanah dan bangunan

sesudah Pelimpahan

BPHTB menjadi pajak

Perbandingan antara target yang telah ditetapkan dan realisasi penerimaan BPHTB sesudah dilaksanakanya


(37)

Universitas Kristen Maranatha

daerah selama 3 Tahun (2011 - 2013)

Undang-Undang No. 28/2009

Di dalam penelitian ini, terdapat dua variabel utama, diantaranya variabel pertama adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009, dan variabel yang kedua adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesudah dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009. Pada kedua variabel Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan baik sebelum maupun sesudah dilaksanakanya Undang-undang No.28/2009 digunakan dalam analisis efektivitas, dan perhitungan Uji tidak berpasangan. Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bea PerolehanHakatas Tanah dan Bangunan sebelum dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah Pusat sebelum diberlakukanya Undang-Undang No.28/2009 di Kota Bandung. Variabel ini diukur melalui tingkat realisasi dari target Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung.

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesudah dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah Kota Bandung setelah diberlakukanya Undang-Undang No.28/2009 padatahun 2011 hingga 2013 di Kota Bandung. Variabel ini diukur


(38)

Universitas Kristen Maranatha

melalui tingkat realisasi dari target Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung.

3.4. Sampel Data

Di dalam penelitian ini, terutama dalam pengambilan data digunakan teknik sampling dimana data yang diambil hanya sebagian dari total keseluruhan. Sampel dari penelitian ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung pada tahun 2009 – 2013. Penggunaa nmetode sampling dipilih oleh penulis dalam penelitian ini karena sampel sebanyak 2 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009 dianggap oleh peneliti sudah dapatm ewakili keseluruhan dari populasi untuk melakukan penelitian.

Teknik sampling yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Sampling Purposive. Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampale dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah dilaksanakanya Undang-Undang No. 28/2009, maka sampel yang diambil adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung selama 5 tahun berturut-turut (2tahun sebelum dan 3 tahun sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009).

3.5. TeknikPengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, Data yang diperoleh merupakan data Sekunder. Data tersebut diperoleh dari Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat 1 dan Dinas Pelayanan Pajak (DPP)


(39)

Universitas Kristen Maranatha

Kota Bandung. Dalam melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan, digunakanlah metode pengumpulan data arsip.

3.6. Jenis Data

Dalam melakukan penelitian ini, diperlukan beberapa data yang harus didapat dari Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat 1 dan Dinas Pelayanan Pajak (DPP) Kota Bandung untuk mendukung penyelesaian penelitian ini. Penelitian ini memerlukan data yang terdiri dari data sekunder. Waktu pengambilan data sekunder telah disusun dengan bentuk skedul waktu pengambilan data dan melalui izin dari instansi yang berwenang.

Data sekunder diperoleh dari sumber sekunder melalui dokumen. Menurut Sugiyono (2013) sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder yang diperoleh berupa Laporan Target dan Realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 2 tahun sebelum dilaksanakan dan 3 tahun setelah dilaksanakan Undang-Undang No. 28/2009. Selainitu, data-data sekunder lain yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur dan buku.

3.7. Analisis Data

3.7.1. AnalisisEfektivitas

Dalam melakukan analisis efektivitas diperlukan data dari peneriman Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Kota Bandung. Analisis Efektivitas dilakukan selama 5 tahun berturut-turut yaitu 2 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah dilaksanakan


(40)

Universitas Kristen Maranatha

Undang-Undang No. 28/2009 yaitu pada tahun 2009-2010 dan 2011-2013. Dari hasil analisis keenam tahun tersebut yang dihasilkan akan dibahas mengenai keefektivan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara sebelum dan sesudah dilaksanakannya Undang-Undang No.28/2009. Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas dari kedua tahun tersebut dapat digunakan rumus:

� ��� � ������ =� � � � �������� �����

3.7.2.Pengujian Hipotesis 3.7.2.1 Uji Normalitas

Sebelum dilakukan uji perbandingan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal makapengujian selanjutnya dilakukan dengan metode parametric, sebaliknya jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian selanjutnya dilakukan dengan metode non parametric.

Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria jika nilai p-value> 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai p-value < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Dalam hal ini pengujian menggunakan bantuan program SPSS 19(Sopiyudin :55).

3.7.2.2 Independent t-test

Uji t digunakan untuk membandingkan atau membedakan dua variabel atau kelompok serta generalisasi dari hasil analisis. Rumus uji t-independent yaitu sebaga iberikut (Sugiyono : 138) :


(41)

Universitas Kristen Maranatha

t hitung

Keterangan:

X = rata-rata

S = Standar deviasi sampel N = Banyaknya anggota sampel

Untuk menguji perbedaan antara 2 kelompok (sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)), maka perlu dilakukan pengujian hipotesis statistik yang diajukan sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD);

H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

KriteriaPengujian (Sopiyudin : 64): - Tolak H1jikap-value> 0,05 (alpha 5%) - Terima H1jikap-value< 0,05 (alpha 5%)


(42)

33 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat 1

4.1.1. Sejarah SingkatKantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I.

Direktorat Jenderal Pajak adalah sebuah direktorat jenderal di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.

Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :

1. Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah.

2. Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara.

3. Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan. 4. Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen

Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).


(43)

Universitas Kristen Maranatha

Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.

Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah) seperti yang ada sekarang ini.

4.1.2. Struktur Organisasi Kanwil DJP Jabar I dan Uraian Tugas

Struktur organisasi merupakan kumpulan fungsi atau pembagian kerja dalam upaya mencapai tujuan. Dengan adanya struktur organisasi ini maka akan terlihat fungsi-fungsi kerja dan tanggungjawab serta wewenang dalam setiap pembagian kerja tersebut.

Struktur Organisasi Kanwil DJP Jabar I dapat dilihat pada Lampiran A. Berikut ini peneliti akan menguraikan secara singkat uraian tugas pada


(44)

masing-Universitas Kristen Maranatha

masing bagian pada struktur organisasi yang ada di Kanwil DJP Jabar I sebagai berikut :

1. Kepala Kantor

a. Menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik di lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi di lingkungan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak serta dengan instansi lain di luar instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan tugas pokok masing-masing.

b. Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan

masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.

d. Mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pajak dan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

2. Bagian Umum; Tugas :

Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakanurusan kepegawaian,keuangan, tata usaha, rumah tangga, dan bantuan hukum.

Fungsi :


(45)

Universitas Kristen Maranatha

a. Pelaksanaan urusan kepegawaian dan pemantauan penerapan kode etik; b. Pelaksanaan urusan keuangan;

c. Pelaksanaan urusan tata usaha;

d. Pelaksanaan urusan rumah tangga dan perlengkapan;

e. Pelaksanaan urusan bantuan hukum dan penyusunan laporan;

f. Pelaksanaan penyusunan rencana strategik dan laporan akuntabilitas.

Bagian Umum terdiri dari : 1) Sub Bagian Kepegawaian;

Sub Bagian Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian dan pemantauan penerapan kode etik, serta administrasi Jabatan Fungsional.

2) Sub Bagian Keuangan;

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melakukan urusan keuangan

3) Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga;

Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha, rumah tangga, kesejahteraan, dan perlengkapan

4) Sub Bagian Bantuan Hukum dan Pelaporan.

Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan mempunyai tugas penyiapan bahan dan administrasi bantuan hukum atas kasus yang diproses pada Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, penyusunan laporan, penyiapan bahan penyusunan rencana strategik, dan laporan akuntabilitas


(46)

Universitas Kristen Maranatha

3. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi; Tugas:

Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan teknis komputer, bimbingan konsultasi, bimbingan penggalian potensi perpajakan, pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, serta penyajian informasi perpajakan

Fungsi :

Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi menyelenggarakan fungsi :

a. Pemberian dukungan teknis operasional komputer, pemeliharaan dan perbaikan jaringan komputer, pemeliharaan dan perbaikan program aplikasi, dan pembuatan back-up data;

b. Pemantauan, pemeliharaan, dan perbaikan aplikasi e-SPT dan e-Filing; c. Pemberian bimbingan teknis konsultasi;

d. Pemberian bimbingan teknis intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak; e. Bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pemenuhan

kewajiban perpajakan;

f. Pengumpulan, pencarian, penerimaan, pengolahan data dan atau alat keterangan, serta penyajian informasi;

g. Pengawasan terhadap pemanfaatan data dan atau alat keterangan;

h. Pemantauan, penelaahan, dan penatausahaan, serta rekonsiliasi penerimaan perpajakan.


(47)

Universitas Kristen Maranatha

4.1.3. Kegiatan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I

Kantor Wilayah DJP Jabar I mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, evaluasi, dan pengendalian pelaksanaan tugas di bidang perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di atas, Kantor Wilayah DJP Jabar I menyelenggarakan fungsi :

a. Pemberian bimbingan dan evaluasi pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak;

b. Pengamanan rencana kerja dan rencana penerimaan di bidang perpajakan; c. Bimbingan konsultasi dan pembinaan penggalian potensi perpajakan serta

pemberian dukungan tekniskomputer;

d. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data serta penyajian informasi perpajakan;

e. Penyiapan dan pelaksanaan kerjasama perpajakan, pemberian bantuan hukum serta bimbingan pendataan dan penilaian;

f. Bimbingan pemeriksaan dan penagihan, serta pelaksanaan dan administrasi penyidikan;

g. Bimbingan pelayanan dan penyuluhan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat;

h. Bimbingan dan penyelesaian keberatan dan pengurangan, serta pelaksanaan urusan banding dan gugatan;

i. Pembetulan surat ketetapan pajak dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;


(48)

Universitas Kristen Maranatha

4.2. Dinas Pelayanan Pajak

4.2.1. Sejarah Singkat Dinas Pelayanan Pajak

Pada tahuan 1980, dikeluarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor : 09/PD 1980 tanggal 10 Juli 1980, dimana Stuktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung mengalami perubahan, semula membawahi 5 (lima) satuan unit kerja dirubah menjadi 7(tujuh) satuan unit kerja, yaitu:

1. Sub Bagian Tata Usaha 2. Seksi Pajak

3. Seksi Retribusi 4. Seksi IPEDA

5. Seksi perencanaan, Penelitian dan pembangunan; 6. UPTD Pasar

7. UPTD Parkir dan Terminal

Dalam kegiatan satuan operasional satuan unit kerja tersebut diatas, khususnya dalam bidang pemungutan pajak/retribusi, dipakai sistem MAPENDA (Manual Administrasi Pendapatan Daerah) . Dengan sistem MAPENDA, petugas melakukan kegiatan pemungutan pajak/retribusi secara langsung kepada Wajib

Pajak/Wajib Retribusi ”door to door” .

Guna terdapat keseragaman struktur Dinas Pendapatan Daerah di seluruh Indonesia, dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 23 Tahun 1989 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II, yang ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung, yaitu Peraturan Daerah Kotamadya Bandung No. 11 Tahun 1989 tanggal


(49)

Universitas Kristen Maranatha

30 Oktober 1989 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Dengan dikeluarkannya Keputusan Mendagri No. 23 Tahun1989 perlu disusun sistem dan prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya serta pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang lebih mutakhir sebagai penyempurnaan dari sistem dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan Keputusan Mendagri No. 102 Tahun 1990 Tentang Sistem Prosedur Perpajakan Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya, serta pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II seluruh Wilayah Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama MAPATDA (Manual Pendapatan Daerah) .

Dengan diberlakukannya MAPATDA, maka sistem pemungutan

pajak/retribusi daerah yang sebelumnya dilakukan secara “door to door” menjadi “self assesment”yaitu wajib pajak dan wajib retribusi menyetor langsung kewajiban

pembayaran pajak/retribusi ke Dinas Pendapatan Daerah.

4.2.2. Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Pajak, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas

Struktur organisasi merupakan kumpulan fungsi atau pembagian kerja dalam upaya mencapai tujuan. Dengan adanya struktur organisasi ini maka akan terlihat fungsi-fungsi kerja dan tanggungjawab serta wewenang dalam setiap pembagian kerja tersebut. Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung dapat dilihat pada Lampiran 2.

Dipenda Kota Bandung sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 23 Tahun tanggal 29 Mei 1989 sebagai pengganti Keputusan


(50)

Universitas Kristen Maranatha

Mendagri No. KPUD 7/12/41-101 tahun 1978 dan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 13 Tahun 2007 sebagai pengganti Perda Kota Bandung Nomor 05 tahun 2001, berkedudukan sebagai Unsur Perumus dan Pelaksana Kebijakan Operasional Kota Bandung Di Bidang Pendapatan.

Tugas pokok:

Merumuskan dan melaksanakan kebijakan operasional di bidang pendapatan yang merupakan sebagian kewenangan Daerah Kota Bandung.

Fungsi:

1. Merumuskan kebijakan teknis operasional di bidang pendapatan 2. menyelenggarakan pelayanan umum di bidang pendapatan 3. menyelenggarakan kesekretariatan

Tujuan:

Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi yang merupakan suatu (apa) yang akan dicapaiatau dihasilkan pada kurun waktu tertentu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun kedepan. Berdasarkan uraian diatas, maka Dinas Pendapatan Daerah menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam upaya mewujudkan Kota Bandung sebagai Kota Jasa, menuju kota yang BERMARTABAT sebagai berikut :

1. Terwujudnya penyelenggaraan otonomi daerah

2. Terwujudnya kerja sama pemerintah darah, dengan masyarakat wajiab pajak

3. Terwujudnya aparat yang berih dan masyarakat yang sadar membayar pajak


(51)

Universitas Kristen Maranatha

5. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam memberikan kontribusi untuk penyelenggaraan pemerintah

6. Terwujudnya penegak hukum

7. Terwujudnya sumber daya manusia manusia yang memiliki idealisme dan profesional

8. Terwujudnya administrasi, monitoring dan evaluasi Pendapatan Asli Daerah yang dijadikan tolak ukur kemandiian dalam otonomi daerah

4.3. Perbedaan Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan sebelum dan sesudah dilaksanakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009

Tabel 4.1

Perbandingan BPHTB pada Undang-Undang BPHTB dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

UU BPHTB UU PDRD

Subjek Orang Pribadi atau badan yang

memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan

(Pasal 4)

Sama

(Pasal 86 Ayat 1)


(52)

Universitas Kristen Maranatha

tanah dan atau bangunan

(Pasal 2 Ayat 1)

(Pasal 85 Ayat 1 )

Tarif Sebesar 5%

(Pasal 5)

Paling Tinggi 5%

(Pasal 88 Ayat 1)

NPOPTKP Paling banyak

Rp.300.000.000 untuk waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 7 Ayat 1)

Paling rendah Rp. 300.000.000 untuk Waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 87 Ayat 5)

Paling banyak Rp. 60.000.000 untuk selain Waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 7 Ayat 1)

Paling rendah Rp. 60.000.000 untuk selain Waris dan Hibah Wasiat

(Pasal 87 Ayat 4)

BPHTB Terhutang 5% x (NPOP - NPOPTKP)

(Pasal 8)

5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP)


(53)

Universitas Kristen Maranatha

Perbedaan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum dan sesudah dilaksanakanya Undang-Undang No.28/2009 terletak pada Tarif dan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak kena Pajak (NPOPTKP) yaitu:

1. Tarif sebelum dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009 yaitu tarif Proporsional dimana tarif tersebut sebesar 5%

sedangkan setelah diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 yaitu menggunakan tarif Progresif-proporsional dimana tarif maksimal sebesar 5%, maka ada kemungkinan Wajib pajak dikenakan tarif sebesar 1%

2. Nilai Pokok Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sebelum dilaksanakan Undang-Undang No. 28/2009 yaitu: Paling banyak Rp.300.000.000 untuk waris dan Hibah wasiat dan Rp. 60.000.000 untuk selain waris dan Hibah Wasiat.

Sedangkan setelah diberlakukan Undang-Undang No.28/2009 yaitu paling rendah Rp.300.000.000 untuk Waris dan Hibah Wasiat dan Rp.60.000.000 untuk selain waris dan Hibah Wasiat.

4.4. Perbandingan Penerimaan Daerah dari BPHTB Sebelum dan Sesudah diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009

Tabel 4.2

Penerimaan Daerah dari Sektor BPHTB

Tahun Penerimaan Daerah dari sektor BPHTB (Rupiah)

2009 136.348.099.665


(54)

Universitas Kristen Maranatha

2011 306.250.907.376

2012 398.574.514.052

2013 415.761.410.854

Gambar 4.1

Penerimaan Daerah dari Sektor BPHTB

Dari Tabel di atas diketahui bahwa, penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terus meningkat dari setiap tahun, terutama pada tahun 2011, penerimaan Daerah yang diperoleh dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terlihat meningkat secara drastis. Hal ini disebabkan karena pemberlakuan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 yang mengharuskan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan Pendapatan Daerah secara sepenuhnya. Lain

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

400000

450000

2009 2010 2011 2012 2013

Penerimaan Daerah dari sektor BPHTB

(dalam jutaan rupiah)

Penerimaan Daerah dari

sektor BPHTB (dalam jutaan rupiah)


(55)

Universitas Kristen Maranatha

halnya dengan 2 tahun sebelumnya yaitu 2009 dan 2010, Penerimaan Daerah dari sektor BPHTB hanyalah Bagi hasil yang diperoleh dari Pemerintah Pusat yang telah memungut BPHTB.

Penerimaan Daerah dari sektor BPHTB pada tahun 2009 dan 2010 hanyalah sebesar 80% dari total BPHTB yang diterima oleh pemerintah pusat, dimana didalam nya dibagi lagi menjadi 64% hasil BPHTB menjadi pendapatan Daerah Kabupaten/Kota, dan 16% merupakan Pendapatan Daerah Provinsi.

4.5. Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung

4.5.1. Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebelum Diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)

Dengan digunakanya Analisis Efektivitas, dapat diketahui seberapa besar persentase dari realisasi terhadap target yang sudah ditetapkan dan seharusnya dicapai oleh Pemerintah Pusat Kota Bandung pada tahun 2009 dan 2010. Dengan ditetapkannya target realisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditujukan agar pemerintah Pemerintah Pusat Kota Bandung terdorong untuk bekerja lebih baik dalam mencapai penerimaan daerah yang tinggi.


(56)

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 4.3

Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan terhadap Target

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Efektivitas (%) Kriteria 2009 216.727.481.000 184.065.805.000 84.93 Cukup Efektif 2010 224.451.578.598 263.142.577.266 117.24 Sangat Efektif Rata-Rata 101.85 Sangat Efektif

Gambar 4.2

Efektivitas Penerimaan BPHTB terhadap target

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa efektivitas pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung terjadi Peningkatan dari tahun 2009 ke 2010. Peningkatan yang cukup drastis terjadi dimana efektivitas pada

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% 140.00%

2009 2010

Efektivitas Penerimaan BPHTB terhadap

Target

Efektivitas Penerimaan BPHTB terhadap Target


(57)

Universitas Kristen Maranatha

tahun 2010 yaitu sebesar 84,93% naik menjadi 117,24%. Tetapi secara keseluruhan, pemerintah pusat sudah berhasil dalam melakukan pemungutan pajak yang ditunjukan melalui tingkat efektivitas dari realisasi penerimaan pajak yang meningkat cukup tinggi.

4.5.2. Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sesudah Diberlakukan Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)

Tabel 4.4

Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan terhadap Target

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Efektivitas (%) Kriteria 2011 232.000.000.000 306.250.907.376 132.00 Sangat Efektif 2012 240.000.000.000 398.574.514.052 166.07 Sangat Efektif 2013 350.000.000.000 415.761.410.854 118.79 Sangat Efektif Rata-Rata 138.95 Sangat Efektif


(58)

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 4.3

Efektivitas Penerimaan BPHTB atas Target

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung sangatlah efektif. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 132% naik menjadi 166,07%. Penurunan yang cukup drastis terjadi pada tahun 2013 dimana efektivitas yang tadinya sebesar 167,07% turun menjadi 118,79%. Tetapi secara keseluruhan, pemerintah Kota Bandung sudah berhasil dalam melakukan pemungutan pajak yang ditunjukan melalui tingkat efektivitas dari realisasi penerimaan pajak yang tinggi.

4.6. Deskriptif Data Penelitian

Teknik analisis deskriptif bertujuan untuk menjelaskan mengenai keseluruhan data, dimana dapat dilihat nilai minimum, nilai maksimum rata-rata dan simpangan

0.00% 20.00% 40.00%

60.00%

80.00% 100.00% 120.00% 140.00% 160.00% 180.00%

2011 2012 2013

Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan Terhadap Target

Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Terhadap Target


(59)

Universitas Kristen Maranatha

baku dari masing data penelitian. Berikut disajikan deskriptif dari masing-masing data penelitian dengan menggunakanbantuan program SPSS 19.0.

Tabel 4.5

Berdasarkan output SPSS diatas, dapat diketahui nilai minimum, nilai

maksimum, rata-rata dan simpangan baku dari masing-masing data penelitian. Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)memiliki nilai maksimum sebesar 263.142.577.266; nilai minimum sebesar 184.065.805.000; rata-rata sebesar 223.604.191.133 dan standar deviasi sebesar 55.915.721.903,63. Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)memiliki nilai maksimum sebesar 415.761.410.854; nilai minimum sebesar 306.250.907.376; rata-rata sebesar 373.528.944.094 dan standar deviasi sebesar 58.894.804.727,52.

4.7. Uji Perbandingan

4.7.1. Perbandingan Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebelum dan Sesudah Diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)

Descriptive Statistics

2 184065805000 263142577266 223604191133 55915721903. 633 3 306250907376 415761410854 373528944094 58894804727. 515 2

Ef ektif itas BPHTB (Sebelum) Ef ektif itas BPHTB (Sesudah) Valid N (listwise)


(60)

Universitas Kristen Maranatha

a. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan adalah metode Kolmogorov-Smirnov.Berikut disajikan secara lengkap perhitungan hasil uji normalitas data efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Tabel 4.6

Uji Normalitas Data Efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebelum dan Sesudah Diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)

Dari perhitungan diperoleh nilai Asymp.Sig.(2-tailed)sebesar 0,999untuk data efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

2 3 223604191133 373528944094 55915721903.6 58894804727.5 .260 .331 .260 .237 -.260 -.331 .368 .574 .999 .897 N Mean

Std. Dev iat ion

Normal Parametersa,b

Absolute Positiv e Negativ e Most Extreme

Dif f erences

Kolmogorov -Smirnov Z Asy mp. Sig. (2-tailed)

Ef ektif itas BPHTB (Sebelum)

Ef ektif itas BPHTB (Sesudah)

Test distribution is Normal. a.

Calculated f rom data. b.


(61)

Universitas Kristen Maranatha

PDRD) dan sebesar 0,897 untuk data efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Dikarenakan kedua nilai tersebut lebih besar daripada alpha (Asymp.Sig.> 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) berdistribusi normal.

Dari hasil uji normalitas di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat pelanggaran terhadap asumsi pengujian parametrik. Oleh sebab itu pengujian akan dilakukan menggunakan metode parametrik, dalam hal ini menggunakan Independent t-test (Uji t sampel tidak berpasangan).

b. Independent t-test (Uji t sampel tidak berpasangan)

Independent t-test (Uji t sampel berpasangan) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan bebas (tidak berpasangan) dan berdistribusi normal.

Pengujian hipotesis:

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD);

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).


(62)

Universitas Kristen Maranatha

α : 5%

Kriteria uji:

Tolak H0 jika p-value< α Terima H0jika p-value> α

Dengan bantuan aplikasi Program SPSS versi 19.00 didapat output hasil perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.7

Uji Beda Rata-rataEfektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebelum dan Sesudah Diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)

Dari tabel di atas diperolehrata-rata efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelumdiberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)sebesar 223.604.191.133dan rata-rata efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sesudahdiberlakukanya

Group Statistics

2 223604191133.00 55915721903. 633 39538386133. 000 3 373528944094.00 58894804727. 515 34002931363. 301 Group

Sebelum Sesudah Ef ektif itas BPHTB

N Mean Std. Dev iat ion Std. Error Mean

Independent Samples Test

.113 .759 -2.836 3 .066 -149924752961. 0 52872393562. 7

-2.875 2.376 .084 -149924752961. 0 52148665556. 3 Equal v ariances

assumed Equal v ariances not assumed Ef ektif itas BPHTB

F Sig. Lev ene's Test f or Equality of Variances

t df

Sig.

(2-tailed) Mean Dif f erence

Std. Error Dif f erence t-test f or Equality of Means


(63)

Universitas Kristen Maranatha

Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)sebesar 373.528.944.094. Nilai p-value yang didapat adalah sebesar 0,066. Jika dibandingkan dengan alpha, nilai tersebut lebih besar (0,066> 0,05) yang menyatakan H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

4.8. Pembahasan Perbedaan Sebelum dan Sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah.Di dalam kegiatan memungut BPHTB, terjadi perubahan-perubahan diantaranya Undang-Undang No.28 Tahun 2009.Di dalam sampel uji tidak berpasangan ditunjukan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009. Hal ini disebabkan karena, tarif yang relatif sama, dan Nilai Pokok Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOP) yang relative sama, disamping itutarget dan realisasi BPHTB yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga persentase efektivitas yang cenderung efektiv mengakibatkan tidak terjadi perubahan yang signifikan sebelum dan setelah diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(64)

Universitas Kristen Maranatha

Dalam hal ini, perbedaan terletak pada Pendapatan Daerah, dimana sebelum diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Pendapatan Daerah dari Sektor BPHTB merupakan Bagi hasil dari pemerintah pusat yaitu sebesar 80% dari total Penerimaan BPHTB yang diterima oleh pemerintah pusat, dimana didalam nya dibagi lagi menjadi 64% hasil menjadi pendapatan daerah Kabupaten/Kota, dan 16% merupakan pendapatan Daerah Provinsi, dan sisanya merupakan bagi hasil ke seluruh Kota. Sedangkan, BPHTB merupakan 100% pendapatan Daerah Kota Bandung setelah diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009.


(65)

56 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya dapat simpulkan bahwa: 1. Tidak terjadi perbedaan signifikan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan, dikarenakan tarif dan Nilai Pokok Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang hampir sama, dan juga Target BPHTB yang naik setiap tahun dan diiringi dengan realisasinya.

2. Perbedaan terletak pada Penerimaan Daerah, dikarenakan sebelum dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009 Penerimaan daerah dari sektor BPHTB menggunakan sistem bagi hasil dari Pemerintah Pusat, sedangkan setelah dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009 BPHTB merupakan sepenuhnya Pendapatan Daerah.

3. Efektivitas Bea PerolehanHakatas Tanah dan Bangunan sebelum diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memiliki nilai maksimum sebesar 263.142.577.266; nilai minimum sebesar 184.065.805.000; rata-rata sebesar 223.604.191.133 dan standar deviasi sebesar 55.915.721.903,63. Efektivitas Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memiliki nilai maksimum sebesar 415.761.410.854; nilai minimum sebesar 306.250.907.376; rata-rata sebesar 373.528.944.094 dan standar deviasi sebesar 58.894.804.727,52;


(66)

Universitas Kristen Maranatha

4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

5. Tingkat efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung setelah dilaksanakan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 lebih efektiv ditinjau dari segi penerimaan Daerah yang meningkat cukup jauh setelah dilaksanakan Undang-Undang PDRD tersebut.

5.2. Saran

Dari Kajian yang telah dikaji oleh peneliti, peneliti menyarankan:

1. Wajib pajak, baik orang pribadi atau badan perlu menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran dalam membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung diharapkan lebih giat dalam mengadakan penyuluhan kepada wajib pajak agar dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Selain itu, Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung diharapkan pula untuk meningkatkan kinerjanya dalam menagih utang pajak yang belum dibayar ataupun ditunggak pembayarannya oleh wajib pajak, khususnya BPHTB.


(1)

BAB IV | HASIL DAN PEMBAHASAN |54

Universitas Kristen Maranatha

Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)sebesar 373.528.944.094. Nilai p-value yang didapat adalah sebesar 0,066. Jika dibandingkan dengan alpha, nilai tersebut lebih besar (0,066> 0,05) yang menyatakan H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

4.8. Pembahasan Perbedaan Sebelum dan Sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah.Di dalam kegiatan memungut BPHTB, terjadi perubahan-perubahan diantaranya Undang-Undang No.28 Tahun 2009.Di dalam sampel uji tidak berpasangan ditunjukan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009. Hal ini disebabkan karena, tarif yang relatif sama, dan Nilai Pokok Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOP) yang relative sama, disamping itutarget dan realisasi BPHTB yang terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga persentase efektivitas yang cenderung efektiv mengakibatkan tidak terjadi perubahan yang signifikan sebelum dan setelah diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(2)

BAB IV | HASIL DAN PEMBAHASAN |55

Universitas Kristen Maranatha

Dalam hal ini, perbedaan terletak pada Pendapatan Daerah, dimana sebelum diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Pendapatan Daerah dari Sektor BPHTB merupakan Bagi hasil dari pemerintah pusat yaitu sebesar 80% dari total Penerimaan BPHTB yang diterima oleh pemerintah pusat, dimana didalam nya dibagi lagi menjadi 64% hasil menjadi pendapatan daerah Kabupaten/Kota, dan 16% merupakan pendapatan Daerah Provinsi, dan sisanya merupakan bagi hasil ke seluruh Kota. Sedangkan, BPHTB merupakan 100% pendapatan Daerah Kota Bandung setelah diberlakukan Undang-Undang No.28 Tahun 2009.


(3)

56 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya dapat simpulkan bahwa: 1. Tidak terjadi perbedaan signifikan dalam pemungutan Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan, dikarenakan tarif dan Nilai Pokok Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang hampir sama, dan juga Target BPHTB yang naik setiap tahun dan diiringi dengan realisasinya.

2. Perbedaan terletak pada Penerimaan Daerah, dikarenakan sebelum dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009 Penerimaan daerah dari sektor BPHTB menggunakan sistem bagi hasil dari Pemerintah Pusat, sedangkan setelah dilaksanakan Undang-Undang No.28/2009 BPHTB merupakan sepenuhnya Pendapatan Daerah.

3. Efektivitas Bea PerolehanHakatas Tanah dan Bangunan sebelum diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memiliki nilai maksimum sebesar 263.142.577.266; nilai minimum sebesar 184.065.805.000; rata-rata sebesar 223.604.191.133 dan standar deviasi sebesar 55.915.721.903,63. Efektivitas Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memiliki nilai maksimum sebesar 415.761.410.854; nilai minimum sebesar 306.250.907.376; rata-rata sebesar 373.528.944.094 dan standar deviasi sebesar 58.894.804.727,52;


(4)

BAB V | KESIMPULAN DAN SARAN | 57

Universitas Kristen Maranatha

4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebelum dan sesudah diberlakukanya Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

5. Tingkat efektivitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Bandung setelah dilaksanakan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 lebih efektiv ditinjau dari segi penerimaan Daerah yang meningkat cukup jauh setelah dilaksanakan Undang-Undang PDRD tersebut.

5.2. Saran

Dari Kajian yang telah dikaji oleh peneliti, peneliti menyarankan:

1. Wajib pajak, baik orang pribadi atau badan perlu menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran dalam membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung diharapkan lebih giat dalam mengadakan penyuluhan kepada wajib pajak agar dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Selain itu, Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung diharapkan pula untuk meningkatkan kinerjanya dalam menagih utang pajak yang belum dibayar ataupun ditunggak pembayarannya oleh wajib pajak, khususnya BPHTB.


(5)

58 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S., dan Trisnawati, E. (2013). Akuntansi Perpajakan. Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.

Brata, Kusumah, D., S., dan Solihin, D. (2001). Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Direktorat Jendral Pajak. (2013). Laporan BPHTB. www.djpk.kemenkeu.go.id. 5

Desember 2012 diakses dari

http://www.djpk.kemenkeu.go.id/attachments/article/183/Laporan_BPHTB.p df. pada tanggal 17 Oktober 2014

Direktorat Jendral Pajak. Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.

http://www.pajak.go.id. Diakses dari

http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-KUP-001-13-UU%20KUP%202013-00%20Mobile.pdf. Pada tanggal 17 Oktober 2014 Drektorat Jendral Pajak. (2012). Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan perkotaan (PBB-P2) Sebagai Pajak Daerah. Pajak.go.id, 5 Desember 2012 diakses dari http://www.pajak.go.id/content/pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaan.padatanggal 17 Oktober 2014

Mardiasmo. (2008). Perpajakan edisi Revisi 2008.Yogyakarta : ANDI Yogyakarta Markus, Muda. (2005). Perpajakan Indonesia.Jakarta :GramediaPustakaUtama Markus, Muda, dan Lalu, H. (2005). Perpajakan Indonesia Suatu Pengantar. PT

Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Resmi, S. (2011).Perpajakan Teoridan Kasus. Edisi Keenam, Salemba Empat, Jakarta.

Silalahi, U. (2009). Metode Penelitian Sosial. Refika A ditama. Bandung

Sopiyudin, D. (2009). Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Suandy, E. (2011). Hukum Pajak. Edisi Kelima, salemba Empat, Jakarta. Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Suryabratha, S. (2003). Metodologi Penelitian, Rajawali Pers.


(6)

59

Universitas Kristen Maranatha

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Wirasatya, K., Y., dan Latrini, M., Y. (2012). Pengaruh Desentralisasi BPHTB terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten Bandung, E-Journal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 1(2) Desember 2012.