Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

MEKANISME PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENDAFTARAN HAK

ATAS TANAH ATAU PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA BINJAI

Oleh

NAMA : ELMA SEPTIYANA

NIM : 122600041

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat menyelesaikan Studi Pada Progam Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM ... 1

B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 7

C. Uraian Teoritis PKLM ... 11

D. Ruang Lingkup PKLM ... 14

E. Metode PKLM ... 15

F. Metode Pengumpulan Data PKLM ... 17

G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 18

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 21

B. Struktur Organisasi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 22

C. Tugas dan Fungsi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 24

D. Gambaran Umum Jumlah Pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 37

E. Ruang Lingkup Wilayah Kerja Kantor Badan Pertanahan Kota Binjai .... 37


(3)

A. Pengertian dan Dasar Hukum BPHTB ... 38

B. Objek dan Subjek BPHTB ... 40

C. Tarif dan Cara Perhitungan BPHTB ... 46

D. Saat dan Cara Pembayaran Pajak Terutang ... 49

E. Hak-Hak Wajib Pajak Pada BPHTB ... 51

F. Kantor Terkait/Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... 59

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI A. Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran hak atas tanah atau peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai ... 60

B. Peran Pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan peralihan hak atas tanah dan bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ... 65

C. Akibat Hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak dibayar ... 69


(4)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu proses yang harus dilewati dan harus dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara, oleh sebab itu mahasiswa/i diwajibkan melakukan riset dan pengumpulan data yang diperlukan untuk pembuatan Tugas Akhir melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang akan saya lakukan. Saya tertarik untuk membahas dan melakukan riset mengenai Mekanisme Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Di Kota Binjai.

Dalam sejarah perpajakan di Indonesia, pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang sering disingkat BPHTB bukan merupakan hal baru dan mengalami pasang surut. Hanya saja selama ini pengelolahan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menjadi wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, sehingga tidak begitu populer dalam masyarakat khususnya bagi yang melakukan sertifikasi tanah maupun bangunannya. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sudah ada sejak bangsa Indonesia dibawah penjajahan Belanda dengan nama Bea Balik Nama (BBN) berdasarkan Staatsblad 1924 Nomor 291. Bea Balik Nama ini sempat dihilangkan dengan


(6)

terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang pokok-pokok Agraria, namun kemudian diberlakukan lagi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria. Regulasi yang mengatur khusus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diterbitkan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Sejalan dengan perkembangan dan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan perekonomian bangsa Indonesia, dilakukan penyempurnaan atas undang-undang tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 kemudian tidak berlaku lagi dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah diberikan wewenang sepenuhnya untuk mengelolah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas transaksi di wilayahnya masing-masing.

Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menurut undang-undang No.20 tahun 2000 pasal 1 ayat (1),(2), dan (3) tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak


(7)

atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolahan, beserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 pasal 2 ayat (2) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi pemindahan hak atas tanah dan bangunan karena jua-beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, penyertaan modal dari orang pribadi atau badan usaha kepada perseroan terbatas atau badan hukum lain yang berupa tanah atau bangunan, serta pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama. Selain itu, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan juga dapat berasal dari pemindahan hak atas tanah dan bangunan karena penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, serta hadiah.

Pasal 4 ayat (1) yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.Subjek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dikenakan kewajiban membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada prinsipnya menganut system “self assessment”.Artinya wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri


(8)

pajak yang terutang. Tarif yang ditetapkan pemerintah untuk Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 pasal 5 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) atas tanah dan atau bangunan. Tarif tersebut ditetapkan secara tunggal agar Wajib Pajak (WP) dapat lebih mudah untuk melaksanakan sistem Self Assessment yang diberlakukan oleh pemerintah. Dalam pemberlakuan sistem ini pemerintah membuat Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) agar wajib pajak dapat menyetorkan secara langsung Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang, Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini digunakan sebagai bukti dalam proses pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Bank Persepsi, Kantor Pos, atau Tempat Pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Disini lah polemik Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas sertifikasi tanah dan bangunan mulai dirasakan, sebelum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dimutasikan sebagai pajak daerah, pengelolaan sepenuhnya wewenang pemerintah pusat. Sementara pemerintah daerah penghasil hanya akan mendapatkan bagi hasil dari pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut. Tak dipungkiri hasil dari pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sangat tidak maksimal, pemerintah pusat tidak memiliki SDM yang cukup untuk melakukan monitoring atas pungutan Bea Perolehan Hak


(9)

atas Tanah dan Bangunan yang ada di daerah. Dengan demikian, masyarakat yang tidak pernah di pungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan menjadi bertanya-tanya. Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas tanah yang disertifikasi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak diatas Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling rendah Rp60.000.000 untuk setiap wajib pajak (pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, demikian juga NPOPTKP dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat kebawah dengan ditetapkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling rendah sebesar Rp300.000.000. Artinya, jika tanah yang akan disertifikasi Nilai Perolehannya tidak lebih dari Rp60.000.000 maka BPHTB atas transaksi tersebut nihil. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak hanya dikenakan pada saat jual beli tanah dan/atau bangunan, tetapi juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan berupa tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah dalam perseroan, dan lain-lain.

Dalam pelaksanaan sistem Self Assessment terutama dalam pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan masih terrdapat kesalahan hitung dan tidak lengkapnya dalam pengisian SSB oleh wajib pajak (WP), seperti kesalahan hitung dalam pengisian Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak


(10)

(NPOPTKP) atau kesalahan jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanyang harus dibayar dan terlalu besarnya jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dikenakan sehingga wajib pajak (WP) tidak sanggup membayarnya karena kondisi ekonomi yang tidak mampu dan wajib pajak yang terkena bencana alam yang sangat dahsyat, hal tersebut dapat mengakibatkan wajib pajak terkena sanksi administrasi berupa Surat Tagihan Pajak (STP) akibat kesalahan hitung atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang, ditindaklanjuti dengan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) belum lagi penolakan atau penundaan dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penerbitan sertifikat tanah jika Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya dan sanksi lainnya yang dapat merugikan wajib pajak. Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas yang dapat merugikan wajib pajak dan pemerintah maka dari itu penulis mengambil Judul Tugas Akhir dengan Judul : “Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.”


(11)

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun tujuan penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) antara lain:

1.1 Untuk mengetahui mengenai mekanisme pemungutan bea perolehan hak

atas tanah dan bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.

1.2 Untuk mengetahui sejauh mana peran pejabat negara yaitu Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

1.3 Untuk mengetahui akibat hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah


(12)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri tentunya memiliki manfaat buat berbagai pihak, diantaranya adalah:

2.1 Bagi Mahasiswa

a. Memperdalam wawasan di bidang perpajakan, khususnya tentang

Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan tentang pengawasan kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan, serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui penulisan laporan PKLM ini.

b. Agar dapat menerapkan teori-teori yang didapat selama perkuliahan,

khususnyapengawasan kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan

c. Dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya

untuk menjadi mahasiswa yang siap memasuki dunia kerja yang semakin sulit, karena telah dibekali keterampilan dan pengalaman-pengalaman dunia kerja dalam melaksanakan PKLM ini.

d. Dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan sarana


(13)

2.2 Bagi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

a. Sebagai sarana untuk memperet hubungan yang positif antara Kantor

Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dengan lembaga pendidikan khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

b. Untuk dapat mempromosikan image/perusahaan serta mendorong

loyalitas instansi perusahaan.

c. Mendapatkan sumber ide-ide yang baru dalam upaya peningkatan

penerimaan pajak khususnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

d. Membantu pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional dalam

mensosialisasikan perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa peserta PKLM.

e. Membina hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara khususnya


(14)

2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan UniversitasSumatera Utara

a. Meningkatkan hubungan kerja sama dengan instansi-instansi

Pemerintah, khususnya dengan Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai.

b. Memberi uji nyata atas disiplin ilmu yang telah disampaikan selama

perkulihan.

c. Membuka interaksi antara dosen dan instansi pemerintah khususnya

Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.

d. Meningkatkan ide-ide dan masukan untuk penyempurnaan kurikulum

sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan yang baik.

e. Promosi Sumber Daya Manusia (SDM) Program Studi Diploma III

Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara.


(15)

C. Uraian Teoritis 1. Definisi Pajak

Menurut Soemitro (dalam Resmi 2011:9) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2. Fungsi Pajak

Terdapat dua jenis pajak dalam Resmi (2008: 3)yaitu :

a. Fungsi Budgetair, adalah pajak yang berfungsi salah satu sumber penerimaan Negara untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan Negara.

b. Fungsi Reglured, adalah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijkan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

3. Pajak Daerah

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengertian Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah


(16)

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai pembangunan daerah.Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah.Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan selain pajak yang yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Secara rinci dapat dilihat dalam table berikut.

Tabel 1. Perbandingan Jenis Pajak yang Dikelola Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

Pajak Provinsi Pajak Kabupaten/Kota

1. Pajak Kendaraan Bermotor

2. Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor

3. Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor

4. Pajak Air Permukaan

5. Pajak Rokok

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung

Walet

10.Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan


(17)

Tanah dan Bangunan

Sumber : UU No 28 Tahun 2009

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Dasar hukum Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pada awalnya, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah (PDRD), mulai 1 Januari 2011, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dialihkan menjadi pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.


(18)

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam hal ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penulis mengadakan penelitian (riset) di Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai. Penulis membahas mengenai:

1. Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.

2. Untuk mengetahui sejauh mana peran pejabat negara yaitu Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

3. Untuk mengetahui akibat hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah dan


(19)

E. Metode Praktik Kerja Lapanagan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tahapan Persiapan

Tahap ini penulis melakukan persiapan dimulai dari pemilihan objek dan lokasi Praktik Kerja Lapangan, pengajuan judul ke Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan, pengajuan judul proposal Praktik Kerja Lapangan Mandiri, seminar proposal, perbaikan proposal, penunjukkan dosen pembimbing, persetujuan proposal oleh dosen pembimbing, pembuatan surat pengantar pelaksanaan PKLM, serta hal-hal lain yang mendukung untuk kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

2. Studi Literatur

Pada tahap ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber pustaka seperti peraturan perundang-undangan tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, buku-buku, bahan kuliah, Internet maupun literatur lain yang berhubungan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.


(20)

3. Observasi Lapangan

Yaitu suatu cara pengumpulan data dengan cara mengadakan peninjauan langsung pada objek yang diteliti guna memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam melengkapi penulisan laporan ini.

4. Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan melalui:

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara terhadap

orang-orang yang dianggap mampu memberikan masukan dan informasi mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai syarat Pembuatan sertifikat atau pendaftaran hak atas tanah dalam hal ini pegawai Kantor Pertanahan Kota Binjai.

b. Data Sekunder yaitu data informasi yang diperoleh melalui buku-buku ilmiah tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, bahan-bahan kuliah, Undang-Undang tentang BPHTB yang diperoleh dari internet dan lain-lain yang berkaitan dengan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(21)

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap maka penulis melakukan analisa dan evaluasi terhadap data atau keterangan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Di Kota Binjai.

F. Metode Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Yaitu penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada pegawai pada instansi yang bersangkutan baik secara lisan maupun secara tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan Pendaftaran hak atas tanah atau Pendaftaran Peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.

2. Observasi

Yaitu penulis melakukan kegiatan pengamatan langsung di Kantor Pertanahan Kota Binjai tentang objek BPHTB yang berkaitan dengan salah satu syarat dalam pembuatan sertifikat tanah atau peralihan hak atas tanah yang bertujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang mekanisme pemungutan BPHTB di Kantor Pertanahan Kota Binjai.


(22)

3. Dokumentasi

Yaitu mengumpulkan berbagai dokumentasi seperti peraturan – peraturan atau dasar hukum dan data-data baik dari Kantor Pertanahan Kota Binjai maupun Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Binjai untuk memperjelas teori-teori dan penjelasan yang berhubungan dengan objek BPHTB khususnya mekanisme pemungutan pajak BPHTB dalam kaitannya dengan pendaftaran dan peralihan hak atas tanah.

G. Sismematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN PKLM

Pada bab ini penulis menjelaskan secara singkat alasan penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), tujuan dan manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Uraian Teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), metode pengumpulan data dan sistematika Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).


(23)

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah singkat lokasi dimana Praktek Kerja Lapangan Mandiri dilakukan. Dalam hal ini sejarah singkat lokasi yang akan diuraikan penulis adalah Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai, struktur organisasi, tugas dan fungsi pegawai di instansi tersebut serta gambaran lain jika dibutuhkan

BAB III : GAMBARAN DATA PKLM

Pada bab ini penulis membahas tentang gambaran mengenai pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan dasar hukumnya, subjek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, jenis-jenis hak atas tanah, objek yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan, dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, cara perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan beserta contohnya, saat terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, tempat terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, surat tagihan Bea Peerolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, hak-hak wajib pajak untuk keberatan, banding dan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pengembalian kelebihan pembayaran dan kantor/instansi yang


(24)

terkait dengan pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini akan membandingkan penerapan teori yang ada dengan data yang diperoleh dilapangan melalui riset di Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai, yaitu mengenai Mekanisme Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan melalui Kantor Pertanahan Nasional Kota Binjai.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini merupakan penutup dari bab-bab sebelumnya yang berisi kesimpulan dan saran yang kiranya dapat memberikan informasi kepada Wajib Pajak dalam membayar pajak khususnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil BPN.

Pada awalnya Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dulunya dikenal sebagai Kantor Agraria, kantor tersebut mempunyai cakupan wilayah kerja yang lebih luas daripada sekarang, yaitu meliputi seluruh kota Binjai, Langkat dan Stabat. Melihat semakin pesatnya perkembangan pembangunan atas tanah dan kurangnya sumber daya manusia (SDM) dalam mengelola pertanahan di kota Binjai dan di sekitarnya maka diputuskan untuk memisahkan cakupan wilayah kerja antara Kantor Pertanahan Kota Binjai dengan Kantor Pertanahan Kota Stabat dan Langkat. Namun pada masa pemerintahan sekarang fungsi dan tugas dari organisasi Badan Pertanahan Nasional dan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga Kementerian yang bernama Kementerian Agraria dan Tata Ruang.


(26)

B. Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

Untuk memperlancar dan mengatur kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan aktifitasnya, Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai telah membuat struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan yang efektif yakni tercapainya garis koordinasi yang baik serta adanya hubungan yang baik antara pimpinan dengan bawahan.

Untuk menunjang seluruh kegiatan yang ada pada Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dan untuk pencapaian tujuan maka diadakan pembagian tugas dan fungsi masing-masing sehingga memudahkan mengawasi pekerjaan. Dengan adanya pembagian tugas yang dituangkan dalam struktur organisasi akan memberikan penjelasan tentang batas-batas wewenang dan tanggung jawab.

Struktur organisasi yang digunakan untuk Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai adalah bentuk organisasi garis dimana bentuk tersebut menggunakan sistem koordinasi mengalir dari pimpinan secara langsung dimana pihak bawahan bertanggung jawab kepada pimpinan atas pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Adapun susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai terdiri dari :

1. Kantor Pertanahan.

2. Seksi Tata Usaha terdiri dari:


(27)

2.2.Subbagian Kepegawaian.

3. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari: 3.1.Subseksi Pengukuran dan Pemetaan.

4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari: 4.1.Subseksi Penetapan Hak Tanah;

4.2.Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah; 4.3.Subseksi Pendaftaran Hak;

4.4.Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari:

5.1.Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu; 5.2.Subseksi Landreform dan Kondolidasi Tanah.

6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat terdiri dari: 6.1.Subseksi Pengendalian Pertanahan;

6.2.Subseksi Pemberdayaan Masyarakat.

7. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara terdiri dari: 7.1.Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan; 7.2.Subseksi Perkara Pertanahan.


(28)

C. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

Adapun susunan organisasi Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai berdasarkan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006 tentang uraian tugas subbagian dan seksi pada kantor wilayah badan pertanahan nasional dan uraian tugas urusan dan subseksi pada kantor pertanahan. Adapun tugas pokok dari masing-masing seksi pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai adalah sebagai berikut:

1. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kanwil BPN. Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Dalam menyelenggarakan tugas Kantor Pertanahan mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana, program, dan pengangguran dalam rangka

pelaksanaan tugas pertanahan;

b. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;

c. Pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan dasar, pengukuran dan

pemetaan bidang, pembukuan tanah dan survei potensi tanah;

d. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan

penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu;


(29)

e. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah aset pemerintah;

f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara,

tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;

g. Penanganan konflik, sengketa dan perkara pertanahan;

h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah.

i. Pengelolahan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional

(SIMTANAS);

j. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,

pemerintah dan swasta;

k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;

l. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;

m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan

prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan.

2. Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan

administratif kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program dan peraturan perundang-undangan.

Dalam menyelenggarakan tugas Subbagian Tata Usaha mempunyai fungsi:


(30)

a. Pengelolaan data dan informasi;

b. Penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan

akuntabilitas kinerja pemerintah;

c. Pelaksanaan urusan kepegawaian;

d. Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran;

e. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan prasarana;

f. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program;

g. Koordinasi pelayanan pertanahan.

Subbagian Tata Usaha terdiri dari:

a. Urusan Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan

penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan akuntabilitasi kinerja pemerintah, keuangan dan penyiapan bahan evaluasi.

b. Urusan Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan

surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga, sarana dan prasarana, koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan informasi.

3. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menlakukan

survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perairan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah dan survei


(31)

potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah.

Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang

dan perairan; perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah dan survei potensi tanah, pembinaan surveyor berlisensi;

b. Perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas

kawasan/wilayah;

c. Pengukuran, perpetaan, pembukuan bidang tanah, ruang dan perairan;

d. Survei dan pemetaan;

e. Pelaksanaan kerjasama teknis surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah;

f. Pemeliharaan peralatan teknis.

Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari:

a. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan

perapatan kerangka dasar orde 4, penetapan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah, batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis surveyor berlisensi pembinaan surveyor berlisensi dan memelihara peta


(32)

pendaftaran, daftar tanah, peta bidang tanah, surat ukur, gambar ukur dan daftar-daftar lainnya di bidang pengukuran.

4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah;

b. Penyiapan rekomendasi pelepasan, penaksiran harga dan tukar-menukar,

saran dan pertimbangan usulan penetapan hak pengelolaan tanah;

c. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi

perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak;

d. Pengadministrasian atas tanah yang dikuasai dan atau milik negara, daerah bekerjasama dengan pemerintah, termasuk tanah badan hukum pemerintah;

e. Pendataan dan penertiban tanah bekas tanah hak;

f. Pelaksanaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan;

g. Pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak;

h. Pelaksanaan peralihan, pembebanan hak atas tanah dan pembinaan Pejabat

Pembuat Akta Tanah.

Seksi Hak atas Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari:

a. Subseksi Penetapan Hak Tanah mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, perpanjangan jangka


(33)

waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; penetapan dan rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak tanah perorangan.

b. Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak milik dan hak pakai, Hak Guna Bangunan dan hak pengelolaan bagi instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; rekomendasi pelepasan dan tukar-menukar tanah pemerintah.

c. Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan

pendaftaran hak atas tanah, pengakuan dan penegasan konversi hak-hak lain, hak milik atas satuan rumah susun, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah, komputerisasi pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah, daftar nama, daftar hak atas tanah, dan warkah serta daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah.

d. Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah

mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pendaftaran, peralihan, pembebanan hak tanggungan dan bimbingan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta sarana daftar isian di bidang pendaftaran tanah.

5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan


(34)

penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.

Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan

penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya, penetapan kriteria kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka perwujudan fungsi kawasan/zoning, penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penataan tanah bersama untuk peremajaan kota, daerah bencana dan daerah bekas konflik serta pemukiman kembali;

b. Penyusunan rencana persediaan, peruntukan, penggunaan dan

pemeliharaan tanah, neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan lainnya;

c. Pemeliharaan basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan;

d. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan

pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning dan redistribusi tanah, pelaksanaan konsolidasi tanah, pemberian tanah obyek landreform dan pemanfaatan tanah bersama serta penertiban administrasi landreform;


(35)

f. Pengambilalian dan atau penerimaan penyerahan tanah-tanah yang terkena ketentuan landreform;

g. Penguasaan tanah-tanah obyek landreform;

h. Pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah dengan luasan tertentu;

i. Penyiapan usulan penetapan surat keputusan redistribusi tanah dan

pengeluaran tanah dari obyek landreform;

j. Penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan

obyek konsolidasi tanah;

k. Penyediaan tanah untuk pembangunan;

l. Pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan;

m. Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan dokumentasi data landreform.

Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari:

a. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai fungsi

menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukan, pemeliharaan dan penggunaan tanah, rencana penataan kawasan, pelaksanaan koordinasi, monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning, penerbitan pertimbangan teknis penatagunaan tanah, penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penyusunan neraca penatagunaan tanah, penetapan penggunaan dan pemanfaatan tanah,


(36)

penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta melaksanakan pengumpulan dan pengolahan dan pemeliharaan data tekstual dan spasial.

b. Subseksi landreform dan Konsolidasi Tanah mempunyai tugas

menyiapkan bahan usulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform; pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah luasan tertentu; usulan penerbitan surat keputusan redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari obyek landreform; monitoring dan evaluasi redistribusi tanah, ganti kerugian, pemanfaatan tanah bersama dan penertiban administrasi landreforn serta fasilitasi bantuan keuangan/permodalan, teknis dan pemasaran; usulan penegasan obyek penataan tanah bersama untuk peremajaan pemukiman kumuh, daerah bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali; penyedian tanah dan pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan; pengembangan teknik dan metode; promosi dan sosialisasi; pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat; kerja sama dan fasilitasi; pengelolaan basis data dan informasi; monitoring dan evaluasi serta koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah.

6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan

bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat.


(37)

Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penngendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah

terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;

b. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah, pemantauan dan evaluasi penerapan kebijakan dan program pertanahan dan program sektoral, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis;

c. Pengkoordinasian dalam rangka penyiapan rekomendasi, pembinaan,

peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara, penanganan tanah terlantar dan tanah kritis;

d. Penyiapan saran tindak dan langkah-langkah penanganan serta usulan

rekomendasi, pembinaan, peringatan, harmonisasi dan pensirnegian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara serta serta pengananan tanah terlantar dan tanah kritis;

e. Inventarisasi potensi masyarakat marjinal, asistensi dan pembentukan

kelompok masyarakat, fasillitasi dan peningkatan akses ke sumber produktif;

f. Peningkatan partisipasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan


(38)

g. Pemanfaatan tanah negara, tanah terlantar, dan tanah kritis untuk pembangunan;

h. Pengelolaan basis data hak atas tanah, tanah negara, tanah terlantar, dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;

i. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan

hukum atas tanah terlantar.

Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari:

a. Subseksi Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan

pengelolaan basis data, dan melakukan inventarisasi dan identifikasi, penyusunan saran tindak dan langkah penanganan, serta menyiapkan bahan koordinasi usulan penertiban dan pendayagunaan dalam rangka penegakan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah; pemantauan, evaluasi, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara, penanganan tanah terlantar dan tanah kritis;

b. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan bahan

inventarisasi potensi, sistensi, fasilitasi dalam rangka penguatan penguasaan dan melaksanakan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga masyarakat, mitra kerja, teknis dalam pengelolaan pertanahan, serta melakukan kerjasama pemberdayaan dengan pemerintah kabupaten/kota,


(39)

lembaga keuangan dan dunia usaha, serta bimbingan dan pelaksanaan kerjasama pemberdayaan.

7. Seksi Sengketa Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan bahan

dan melakukan kegiatan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

Dalam menyelenggarakan tugas Seksi Sengketa Konflik dan Perkara mempunyai fungsi:

a. Pelaksanaan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan; b. Pengkajian masalah, sengketa dan konflik pertanahan;

c. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara

hukum dan non hukum, penanganan dan penyelesaian perkara, pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya, usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dengan tanah;

d. Pengkoordinasian penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan;

e. Pelaporan penanganan dan penyelesaian konflik, sengketa dan perkara


(40)

Seksi Konflik, Sengketa dan Perkara terdiri dari:

a. Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan

pengkajian hukum, sosial, budaya, ekonomi dan politik terhadap sengketa dan konflik pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dengann tanah, pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi, fasilitasi dan koordinasi penanganan sengketa dan konflik;

b. Subseksi Perkara Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan penanganan

dan penyelesaian perkara, koordinasi penanganan perkara, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dengan tanah sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan.


(41)

Tabel. 2

D. Gambaran Jumlah Pegawai Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

No Seksi Jumlah

1 Kepala Kantor 1 orang

2 Subbagian Tata Usaha 11 orang

3 Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan 14 orang

4 Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah 3 orang

5 Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan 4 orang

6 Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan 5 orang

7 Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara 3 orang

8 Satpam 2 orang

Jumlah 43 orang

E. Ruang Lingkup wilayah Kerja Badan Pertanahan Kota Binjai

Ruang lingkup wilayah kerja Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai meliputi Kecamatan Binjai Barat, Binjai Selatan, Binjai Timur, Binjai Utara dan lainnya.


(42)

BAB III

GAMBARAN DATA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

A. Pengertian dan dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

1. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

2. Dasar Hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:

• Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang ini menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.

• Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan


(43)

• Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.

• Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Penentuan

Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB.

• KMK Nomor : 630/KMK.04/1997 Tentang Badan atau Perwakilan

Organisasi Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Dengan diterapkannya Undang-Undang ini maka:

• Dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaan daerah karena

diberlakukannya Undang-Undang mengenai pajak dan retribusi daerah karena 99% penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.

• Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan.

• Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan


(44)

B. Objek dan Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu terhadap peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru, perolehan hak tersebut meliput:

1.1.Pemidahan Hak, karena: a. Jual Beli

b. Tukar Menukar

c. Hibah yaitu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian

hak atas tanah dan bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu.

d. Hibah Wasiat yaitu penetapan wasiat yang khusus mengenai

pemberian hak atas tanah dan bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah meninggal dunia.

e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya yaitu

pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari orang pribadi atau kepada badan hukum lainnya.

f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan yaitu pemindahan

sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada semua pemegang hak bersama.


(45)

g. Penunjukan pembeli dalam lelang yaitu penetapan pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang.

h. Pelaksanaan keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap

yaitu peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.

i. Hadiah yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas

tanah dan bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

j. Waris yaitu pengalihan hak yang dilakukan terhadap tanah dan

atau bangunan dalam garis keturunan lurus.

k. Penggabungan usaha yaitu penggabungan dari dua bahan usaha

atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung

l. Peleburan usaha yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan

usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.

m. Pemekaran usaha yaitu pemisahan suatu usaha menjadi dua usaha

atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru


(46)

tersebut yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

1.2.Pemberian hak baru, karena:

a. Kelanjutan pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah

kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

b. Di luar pelepasan hak yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jenis-Jenis Hak atas Tanah

Diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1960):

1. Hak Milik, yaitu hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang pribadi atau badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.

3. Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai


(47)

yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian.

4. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari

tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain sesuai dengan perjanjian, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Diatur dalam Undang-Undang Rumah Susun (UU No.16/1985):

5. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang

bersifat bagian bersama benda bersama, tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953:

6. Hak Pengelolahan yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan peruntukan dn penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.


(48)

Objek yang tidak dikenakan BPHTB

Yang bukan merupakan objek yang dikenakan bphtb adalah objek pajak yang diperoleh:

1. Perwakilan Diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum.

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain

dengan tidak adanya perubahan nama. 5. Karena wakaf atau warisan.

6. Untuk digunakan kepentingan ibadah.

2. Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan, dikenakan kewajiban membayar pajak dan disebut juga wajib pajak.

Ada 15 kriteria orang atau badan yang ditetapkan sebagai subjek pajak BPHTB, ke-15 subjek pajak tersebut adalah:


(49)

2. Perolehan hak karena tukar menukar tanah dan bangunan subjek pajaknya adalah kedua belah pihak.

3. Perolehan hak karena hibah maka subjek pajaknya adalah penerima hibah.

4. Perolehan hak karena hibah wasiat maka subjek pajaknya adalah penerima

hibah wasiat.

5. Perolehan hak karena waris maka subjek pajaknya adalah penerima waris.

6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum

lainnya maka subjek pajaknya adalah perseroan atau badan lainnya tersebut.

7. Perolehan hak karena pemisahan hak maka subjek pajaknya adalah orang

pribadi atau badan yang menerima hak tersebut.

8. Perolehan hak karena penunjukan pembeli dalam lelang maka yang

menjadi subjek pajaknya adalah orang atau badan yang menjadi pemenang lelang tersebut.

9. Perolehan hak karena pelaksanaan dari putusan hakim yang mempunyai

putusan hakim maka subjek pajaknya adalah pihak yang menerima hak atas tanah dan bangunan.

10.Perolehan hak karena gabungan usaha maka subjek pajaknya adalah badan

usaha eksis.

11.Perolehan hak karena peleburan usaha maka subjek pajaknya adalah usaha baru.


(50)

12.Perolehan hak karena pemekaran usaha maka subjek pajaknya adalah badan usaha baru.

13.Perolehan hak karena peralihan maka subjek pajaknya adalah penerima

hadiah.

14.Perolehan hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak maka subjek

pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak baru.

15.Perolehan hak baru diluar pelepasan hak maka subjek pajaknya adalah

orang pribadi atau badan yang memperoleh negara yang tidak dibebani dengan hak apapun.

Wajib pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

C. Tarif dan Cara Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

1. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tarif yang dikenakan untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan paling tinggi 5% (pasal 88 ayat (1)). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kota Binjai ditetapkan adalah sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (Pasal 4 Perda Nomor 2 Tahun 2011 Binjai).


(51)

2. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 2 dengan ketentuan sebagai berikut:

2.1. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.

2.2.Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

3. Cara Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Besarnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikali 5% (lima persen), secara matematis dapat dirumuskan menjadi:


(52)

Contoh:

3.1.Pada tanggal 10 Mei 2015, Ibu Ika membeli sebuah rumah yang terletak di kota Binjai. Rumah yang dijual rumah 1 lantai dengan luas

tanah 285m2 dengan NJOP/m2 adalah Rp 325.000,00 dan luas

bangunan 110m2 dengan NJOP/m2 adalah Rp 175.000,00. Maka

BPHTB yang terutang adalah:

Bumi : 285m2 x Rp 325.000 =Rp 92.625.000

Bangunan : 110m2 x Rp 175.000 =Rp 19.250.000

NJOP PBB =Rp 111.875.000

NJOPTKP =(Rp 60.000.000)

NPOPKP =Rp 51.875.000

Tarif = 5%


(53)

3.2.Pada tanggal 20 Juni 2015 Tuan Arman mendapatkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota Binjai dengan NJOP PBB Rp 450.000.000,00. Nilai objek pajak tidak kena pajak untuk waris di kota Binjai sebesar Rp 300.000.000,00 (berdasarkan surat ketetapan pemerintah setempat) maka BPHTB yang terutang oleh tuan Arman adalah:

BPHTB = 50% x 5% x (Rp 450.000.000,00-Rp 300.000.000,00) = 50% x 5% x (Rp 150.000.000,00)

= Rp 3.750.000,00

D. Saat dan Cara Pembayaran Pajak Terutang 1. Saat pajak terutang

1.1.Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 1.2.Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya

akta;

1.3.Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 1.4.Hibah wasiat adalah sejak tanggal pendaftaran hak;

1.5.Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan;

1.6.Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;


(54)

1.7.Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;

1.8.Putusan hakim yang berkekuatan hukum yang tetap adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

1.9.Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

1.10. Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap adalah sejak

tangggal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap

1.11. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan

ditandatanganinya akta;

1.12. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan

ditandatanganinya akta;

1.13. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan

ditandatanganinya akta;

1.14. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatannganinya

akta;


(55)

2. Cara Pembayaran Pajak Terutang

Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada prinsipnya menganut sistem self assessment yang artinya wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

Wajib pajak membayar pajak terutang ke kas Daerah melalui Kantor Pos dan Bank Persepsi tempat pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang telah ditunjuk oleh pemerintah daerah dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).

E. Hak-hak wajib pajak pada Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

1. Keberatan

1.1.Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas suatu:

a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar (SKBKB).

b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT).

c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


(56)

d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN).

e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan

perundang-undangan pajak daerah. 1.2.Tata Cara Pengajuan Keberatan

a. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Mengemukakan dengan data atau bukti bahwa jumlah pajak terutang yang ditetapkan tidak benar.

b. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3

(tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan surat ketetapan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan kurang bayar, surat ketetapan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan kurang bayar tambahan, surat ketetapan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan lebih bayar, surat ketetapan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan nihil, permohonan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan perundang-undangan perpajakan daerah, kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

c. Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar


(57)

d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud diatas tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

e. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota

atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.

f. Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal

surat keberatan diterima, harus member keputusan atas keberatan yang diajukan.

g. Apabila jangka waktu telah lewat dan Walikota tidak memberi

suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

1.3.Hasil Keputusan

Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.


(58)

2. Banding

2.1.Tata Cara Banding

Apabila wajib pajak yang bersangkutan tidak sependapat dengan surat keputusan yang diterbitkan oleh Walikota, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding. Tata cara permohonan banding sebagai berikut:

a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada

pengadilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota.

b. Permohonan banding sebagaimana dimaksud diatas diajukan secara

tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan-alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dengan melampirkan salinan surat keputusan keberatan tersebut.

c. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding. d. Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.

e. Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar

pajak sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.

2.2.Putusan banding oleh peradilan pajak

Putusan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, putusan dapat berupa:


(59)

a. Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama 24 perbulan dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkan SKPDLB.

b. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian,

wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. 3. Pembetulan

Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Walikota dapat membetulkan SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

4. Pengurangan

Atas permohonan wajib pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan kepala daerah karena:

1. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan wajib


(60)

a. Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis.

b. Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak

pengelolaan dan telah menguasai tanah dan bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan pernyataan wajib pajak dan keterangan dari pejabat pemerintah daerah setempat.

c. Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.

d. Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan

atau bangunan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang diperoleh langsung dari pengembang.

2. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab

tertentu, yaitu:

a. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian

dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah nilai jual objek pajak.

b. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti

atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.


(61)

c. Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib pajak harus melakukan retrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.

d. Wajib pajak bank mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang

berasal dari bank bumi daya, bank dagang negara, bank pembangunan Indonesia, bank ekspor impor dalam rangkaian proses penggabunngan usaha.

e. Wajib pajak penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan

atau terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh persetujuan nilai bukku dalam rangka penggabungan usaha dari DJP.

f. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan

yang tidak berfungsi lagi sepeti kebakaran, banjir dan tanah longsor paling lama 3 bulan setelah penandatanganan akta.

g. Wajib pajak orang pribadi veteran, TNI dan pensiunan,

janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah.

h. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial dan

pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan misalnya tanah dan atau bangunan yang digunakan antara lain untuk panti asuhan.


(62)

5. Pengembalian Kelebihan Pembayaran

Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada walikota. Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, harus memberikan keputusan. Dan apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah dilampaui dan kepala daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 bulan.

Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan atas keterlambatan kelebihan pembayaran pajak.


(63)

F. Kantor Terkait/Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sarana/tempat melakukan

transaksi jual beli antara penjual dan pembeli.

2. Bank Persepsi tempat penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan

3. Kantor Dinas Pendapatan Kota Binjai sebagai tempat dasar

penggenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

4. Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Binjai dalam

Penerbitan sertifikat. SSBPD PBB yang disetor ke bank harus ditunjukkan sebagai dasar Bea Perolehan penerbitan sertifikat baru.


(64)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Mekanisme pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam kaitannya dengan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) timbul karena adanya pemberian hak. Pada pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dalam pengajuan hak milik dilakukan sesuai dengan prosedur pengajuan hak millik. Untuk dapat diterbitkannya sertifikat hak milik, masyarakat wajib memohonkan tanahnya untuk didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat letak tanah yang dimaksud.

1. Syarat Pengajuan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah

Seorang pemohon hak milik harus memenuhi dan menjalankan syarat-syarat yang telah ditetapkan, yaitu antara lain:

a. Akta Jual Beli (AJB) yang asli, atas nama pemilik tanah yang akan

disertifikatkan.

b. Bukti pelunasan pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) selama

10 tahun terakhir.

c. Photo copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama penjual dan


(65)

d. Materai Rp.6000,- (7 buah).

e. Girik atau leter C salinan yang diurus di Kantor Kelurahan/Desa

setempat.

f. Surat kuasa dari pemilik tanah.

Tata Cara

Setelah syarat Pengajuan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah bisa dimengerti, berikut akan dijelaskan tata caranya:

1. Mengisi formulir (blanko) di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN),

yang mana dapat dibeli di koperasi BPN.

2. Mengisi formulir tentang batas data kepemilikan tanah tetangga, dari

kanan, kiri, depan, belakang kemudian dilakukan tanda tangan oleh masing-masing pihak dan di stempel serta ditandatangani oleh Ketua RT dan RW setempat

3. Mendapatkan keterangan data sporadik dari kelurahan atau desa setempat. Biasanya dikenakan biaya administrasi berdasarkan luas tanah dan bangunan yang tercantum di AJB.

4. Melengkapi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang

terdiri dari Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Setoran Bank (SSB). Jika transaksi jual beli tanah ini dibawah Rp 60.000.000, tidak dikenakan wajib


(66)

pajak tetapi dibutuhkan surat keterangan dari Kecamatan yang wajib di validasi oleh Dispenda Kabupaten/Kotamadya setempat.

5. Setelah semua ketentuan tersebut di atas memenuhi persyaratan, kemudian diajukan ke Kantor BPN untuk dilakukan verifikasi. Apabila terdapat kekurangan kelengkapan yang diminta oleh petugas BPN, maka pemohon sertifikat wajib melengkapinya dengan benar. Jika sudah dinyatakan lengkap dan disetujui oleh petugas loket Peralihan Hak, maka dapat melakukan pembayaran Bea Administrasi dan menerima Tanda Bukti Penerimaan dan Pembuatan sertifikat dari BPN. Tanda bukti tersebut merupakan dasar yuridis dan bukti hukum yang kuat untuk proses pengambilan sertifikat nantinya.

Proses pembuatan sertifikat tanah oleh BPN memakan waktu yang cukup lama, yaitu antara 6 bulan sampai 12 bulan setelah syarat Pengajuan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah diterima.

Dari keterangan di atas jelas bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berperan cukup penting dalam hal syarat pendaftaran atau peralihan hak atas tanah, tanpa memungut BPHTB maka proses pembuatan sertifikat akan sulit terlaksana.


(67)

Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak (DPP) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Yang menjadi dasar pengenaan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yaitu:

Tabel. 3

Dasar pengenaan bphtb adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)

Jenis Transaksi NPOP

1. Jual beli

2. Tukar menukar

3. Hibah

4. Hibah wasiat

5. Pemasukan dalam perseroan atau

badan hukum lainnya

6. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak

7. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak

8. Penggabungan, peleburan, dan

Harga transaksi Nilai pasar Nilai pasar Nilai pasar Nilai pasar Nilai pasar Nilai pasar


(68)

pemekaran usaha

9. Hadiah

10.Penunjukan pembeli dalam

lelang

Nilai pasar

Nilai pasar

Harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang

Tiga jenis harga atau nilai yang menjadi NPOP yaitu:

1. Harga transaksi

Harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Harga pasar

Harga pasar adalah harga rata-rata dari transaksi jual beli secara wajar yang terjadi di sekitar letak tanah dan bangunan.

3. Harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang

Harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang adalah harga riil yang ditentukan oleh pejabat lelang atas tawaran harga tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang.

Besarnya nilai pasar atau harga transaksi yang menjadi Nilai Perolehan Objek Pajak (NJOP) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak diketahui ataupun lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak


(69)

Bumi dan Bangunan maka yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

A. Peran pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten/Kota dalam pendaftaran dan peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai pengawas pemenuhan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Istilah pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu manajemen, karena memang pengawasan ini merupakan salah satu unsure dalam kegiatan pengelolaan. Maka pengertian tentang istilah ini lebih banyak diberikan oleh ilmu manajemen daripada ilmu hukum. Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto sedangkan tujuan pengawasan hanyalah sebatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditentukan sebelumnya (rencana/plan). Dengan demikian dalam kegiatan pengawasan tidak terkandung kegiatan yang bersifat korektif ataupun pengarahan.

Secara skematis, pengawasan ini dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yakni:

1. Pengawasan administratif, yang bentuk penngawasan melekat dan


(70)

2. Pengawasan oleh kekuasaan kehakiman, baik secara keperdataan maupun secara administratif.

Undang-undang BPHTB telah menentukan beberapa pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah atau bangunan. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Salah satu pejabat tersebut adalah Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota.

Dalam melakukan pengawas pemenuhan pajak BPHTB, peranan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Aturan yang mendasari kewenangan Kantor Pertanahan melakukan fungsi

pengawasan terhadap pemenuhan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 berikut dengan aturan pelaksanaannya sedangkan aturan lain yang berkaitan dengan BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.

b. Fungsi pendaftaran tanah adalah untuk mendapatkan bukti berupa

sertifikat yang hanya dapat dilakukan oleh Kantor Pertanahan dimana lokasi tanah itu berada, pendaftaran tanah tersebut merupakan kelanjutan dari proses perolehan hak atas tanah, keputusan diterima atau ditolaknya pendaftaran atas suatu perolehan hak atas tanah sangat tergantung kepada


(71)

terpenuhinya syarat yang menjadi sistem atau prosedur. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah telah dibayarnya BPHTB sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dengan kata lain Kantor Pertanahan hanya dapat mendaftarkan perolehan hak atas tanah kalau dilakukan dengan cara yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah dilakukan pemenuhan atas BPHTB sesuai dengan tarif yang berlaku.

c. Tata cara pengawasan pemenuhan BPHTB atas perolehan hak atas tanah

oleh Kantor Pertanahan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, melalui pejabat yang berwenang dengan meminta bukti pemenuhan Surat Setoran BPHTB yang dilampiri dengan bukti peralihan hak atas suatu tanah (akte peralihan hak, surat keterangan waris, surat keputusan pemberian hak) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah yang menjadi objek peralihan tersebut.

d. Yang menjadi tolak ukur dalam pengawasan pemenuhan BPHTB adalah

nilai tertinggi diantara dua nilai yang menjadi dasar pengenaan BPHTB, dua nilai tersebut adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Dalam kegiatan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ada beberapa pihak yang terlibat langsung dalam membantu proses pemungutan, pihak lain tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) atau camat, Kepala


(72)

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKLN), serta Kepala Kantor Bidang Pertanahan Nasional (BPN). Peran serta pihak-pihak tersebut penting dalam menunjang keberhasilan pencapaian realisasi pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB).

Tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun sama-sama instansi pemerintah, antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengadministrasikan masalah hak atas tanah dan pemerintah kabuaten/kota sebagai pengelola pajak daerah, mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berbeda. Namun pada dasarnya mempunyai sasaran yang sama terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan diwajibkan membayar BPHTB yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota, selanjutnya atas hak yang diperoleh wajib didaftarkan ke BPN sebagai pengelola administrasi pendaftaran hak atas tanah.

Dengan melihat ketentuan dan keterlibatan pihak-pihak yang terkait dalam proses pemungutan pajak BPHTB maka secara aktif pihak-pihak tersebut telah membantu dalam pengamanan Pendapatan Asli Daerah (PAD).


(73)

B. Akibat Hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak dibayar

Pembayaran BPHTB menganut sistem self assessment, yaitu wajib pajak atau pemohon diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan melaporkannya tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak. Jika BPHTB tidak dibayar sama sekali dan tidak ada bukti setornya maka sertifikat yang dimohon tidak akan

diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atau ditunda untuk sementara waktu menunggu hasil bukti setor BPHTB tersebut. Setelah ada bukti setor BPHTB, sertifikat tersebut bisa ditandatangani oleh Pejabat Pertanahan yang

berwenang.

Apabila wajib pajak diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan BPHTB kurang bayar (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terutang pajak sampai diterbitkan SKBKB karena menurut pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang merupakan sanksi apabila wajib pajak tidak membayar pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Sementara sanksi akan dikenakan terhadap Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat yang tidak menjalankan kewajibannya


(74)

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang BPHTB. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau Pejabat Pertanahan yang melanggar ketentuan pelaporan atas penerbitan hak atas tanah yang dilakukannya, yang akan digunakan oleh Kantor Pelayanan PBB untuk memeriksa kebenaran pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB yang terutang. Dikenakan sanksi menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang menyatakan:

Tingkat hukuman terdiri dari:

e. Hukuman disiplin ringan;

f. Hukuman disiplin sedang; dan

g. Hukuman disiplin berat.

Jenis hukuman yang dapat dikenakan bagi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terhadap pelanggaran atas ketentuan pelaporan tersebut, yaitu berupa:

Jenis hukuman ringan yang terdiri dari:

a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; dan


(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) timbul karena

adanya pemberian hak. Pada pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dalam pengajuan hak milik dilakukan sesuai dengan prosedur pengajuan hak millik. Untuk dapat diterbitkannya sertifikat hak milik, masyarakat wajib memohonkan tanahnya untuk didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat letak tanah yang dimaksud. Seseorang harus memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan mengikuti segala proses tata cara dalam pendaftaran sertifikat tanah. Tanpa memungut BPHTB maka proses pembuatan sertifikat akan sulit terlaksana karena BPHTB termasuk dalam syarat pendaftaran hak atas tanah.

2. Dalam kegiatan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) ada beberapa pihak yang terlibat langsung dalam membantu proses pemungutan, pihak lain tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) atau camat, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKLN), serta Kepala Kantor Bidang Pertanahan Nasional (BPN). Peran


(76)

serta pihak-pihak tersebut penting dalam menunjang keberhasilan pencapaian realisasi pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB).

3. Jika BPHTB tidak dibayar sama sekali dan tidak ada bukti setornya maka sertifikat yang dimohon tidak akan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atau ditunda untuk sementara waktu menunggu hasil bukti setor BPHTB tersebut. Setelah ada bukti setor BPHTB, sertifikat tersebut bisa

ditandatangani oleh Pejabat Pertanahan yang berwenang. Apabila wajib pajak diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat

menerbitkan surat ketetapan BPHTB kurang bayar (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan

dihitung mulai saat terutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Sedangkan jenis hukuman yang dapat dikenakan bagi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terhadap pelanggaran atas ketentuan pelaporan tersebut, yaitu berupa:

Jenis hukuman ringan yang terdiri dari:

d. Teguran lisan; e. Teguran tertulis; dan

f. Pernyataan tidak puas secara tertulis.


(1)

B. Akibat Hukum apabila Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak dibayar

Pembayaran BPHTB menganut sistem self assessment, yaitu wajib pajak atau pemohon diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan melaporkannya tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak. Jika BPHTB tidak dibayar sama sekali dan tidak ada bukti setornya maka sertifikat yang dimohon tidak akan

diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atau ditunda untuk sementara waktu menunggu hasil bukti setor BPHTB tersebut. Setelah ada bukti setor BPHTB, sertifikat tersebut bisa ditandatangani oleh Pejabat Pertanahan yang

berwenang.

Apabila wajib pajak diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan BPHTB kurang bayar (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terutang pajak sampai diterbitkan SKBKB karena menurut pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang merupakan sanksi apabila wajib pajak tidak membayar pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Sementara sanksi akan dikenakan terhadap Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat yang tidak menjalankan kewajibannya


(2)

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang BPHTB. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau Pejabat Pertanahan yang melanggar ketentuan pelaporan atas penerbitan hak atas tanah yang dilakukannya, yang akan digunakan oleh Kantor Pelayanan PBB untuk memeriksa kebenaran pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB yang terutang. Dikenakan sanksi menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang menyatakan:

Tingkat hukuman terdiri dari:

e. Hukuman disiplin ringan;

f. Hukuman disiplin sedang; dan

g. Hukuman disiplin berat.

Jenis hukuman yang dapat dikenakan bagi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terhadap pelanggaran atas ketentuan pelaporan tersebut, yaitu berupa:

Jenis hukuman ringan yang terdiri dari:

a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; dan


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) timbul karena

adanya pemberian hak. Pada pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dalam pengajuan hak milik dilakukan sesuai dengan prosedur pengajuan hak millik. Untuk dapat diterbitkannya sertifikat hak milik, masyarakat wajib memohonkan tanahnya untuk didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat letak tanah yang dimaksud. Seseorang harus memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan mengikuti segala proses tata cara dalam pendaftaran sertifikat tanah. Tanpa memungut BPHTB maka proses pembuatan sertifikat akan sulit terlaksana karena BPHTB termasuk dalam syarat pendaftaran hak atas tanah.

2. Dalam kegiatan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) ada beberapa pihak yang terlibat langsung dalam membantu proses pemungutan, pihak lain tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) atau camat, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKLN), serta Kepala Kantor Bidang Pertanahan Nasional (BPN). Peran


(4)

serta pihak-pihak tersebut penting dalam menunjang keberhasilan pencapaian realisasi pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB).

3. Jika BPHTB tidak dibayar sama sekali dan tidak ada bukti setornya maka sertifikat yang dimohon tidak akan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atau ditunda untuk sementara waktu menunggu hasil bukti setor BPHTB tersebut. Setelah ada bukti setor BPHTB, sertifikat tersebut bisa

ditandatangani oleh Pejabat Pertanahan yang berwenang. Apabila wajib pajak diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat

menerbitkan surat ketetapan BPHTB kurang bayar (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan

dihitung mulai saat terutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Sedangkan jenis hukuman yang dapat dikenakan bagi Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terhadap pelanggaran atas ketentuan pelaporan tersebut, yaitu berupa:

Jenis hukuman ringan yang terdiri dari:

d. Teguran lisan; e. Teguran tertulis; dan

f. Pernyataan tidak puas secara tertulis.


(5)

B. SARAN

Dalam pelaksanaan riset di Kantor Pertanahan Kota Binjai mengenai Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai. Kantor tersebut telah menjalankan tugasnya dengan baik. Disini penulis ingin memberikan masukan yaitu:

1. Meningkatkan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait dalam pemungutan

pajak BPHTB.

2. Lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat lebih

tahu pentingnya BPHTB sebagai syarat penerbitan sertifikat tanah.

3. Meningkatkan kinerja para pegawai dalam pengawasan agar dapat membantu

memaksimalkan penerimaan pajak.

4. Masayarakat juga harus berperan aktif dalam melaksanakan sistem perpajakan yang berlaku baik dalam pembayaran pajak BPHTB maupun dalam pendaftaran hak atas tanah.

5. Melakukan sosialisasi yang lebih intensif bahwa Bea Perolehan Hak atas


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Suandy.Erly. 2008. Hukum Pajak. Edisi 4.Jakarta:Salemba Empat.

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009, tentang pajak daerah dan restribusi daerah.

Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2006, tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah badan pertanahan nasional dan kantor pertanahan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria.