Upaya meningkatkan pelayanan putra-putri altar dalam liturgi, melalui pendampingan rohani di Stasi Ignasius Loyola Samigaluh, Paroki Santa Lisieux, Boro, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, dipilih berdasarkan kenyataan bahwa di tempat ini pendampingan rohani putra-putri altar belum terlaksana dengan baik. Maka, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman putra-putri altar adalah melalui pendampingan rohani dalam bentuk rekoleksi.

Untuk mengkaji masalah tersebut diperlukan data yang akurat, maka penulis melakukan penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara terpimpin dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara di stasi Samigaluh, sudah dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2013-20 Januari 2014 dengan 11 informan. Wawancara dilakukan secara langsung kepada putra-putri altar dan beberapa pendamping putra-putri altar di Stasi Samigaluh untuk mengetahui sejauh mana pendampingan rohani yang dilaksanakan selama ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendampingan rohani putra-putri altar, selama ini kurang mendapat perhatian dari paroki Boro maupun dari Stasi Samigaluh. Hambatan lain yang dirasakan sehingga pendampingan rohani tidak berjalan lancar karena di Stasi Samigaluh tidak mempunyai sumber bahan atau buku-buku pendukung. Selain itu, dukungan dari orangtua maupun wilayah tidak ada. Di sisi lain, karena tidak ada pendamping profesional yang mengarahkan putra-putri altar untuk memahami peralatan liturgi. Bahkan struktur kepengurusan pun tidak jelas.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa putra-putri altar sebagian besar anggotanya para remaja usia tangguh. Maka, mereka ini perlu dibina bahkan diarahkan secara terus-menerus melalui kegiatan-kegiatan pendukung seperti rekoleksi, camping rohani atau retret agar melalui kegiatan-kegiatan tersebut membantu mereka untuk lebih memahami peralatan liturgi sehingga kelak mereka bertugas melayani Imam sebagai wakil Tuhan dengan baik. Oleh sebab itu, penulis mengusulkan program rekoleksi dengan beberapa sesi yang rencananya dilaksanakan di dalam Gereja Samigaluh. Program rekoleksi tersebut sudah dilaksanakan dan hasilnya sangat memuaskan. Harapan selanjutnya, semoga program rekoleksi seperti ini dapat digunakan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkait secara kontinyu.


(2)

ABSTRACT

The title of this thesis is IMPROVING THE SERVICE OF ALTAR SERVERS BY CATECHETICAL INSTRUCTIONS, BASED ON A STUDY IN THE SAMIGALUH DISTRICT OF THE LISIEUX PARISH BORO / YOGYAKARTA. This study was chosen because there is a real lack of spiritual mentoring for altar servers in Samigaluh. So spiritual mentoring by recollection appeared as most fitting to improve the service of altar servers.

The solving of this problem needed accurate facts and datas. Therefore the author made an investigation by interviews and questionnaires. These investigations were done between December 19, 2013 and January 20, 2014 by interviews with 11 informants. Direct interviews have been done with the altar servers and some of their leaders in the Samigaluh district in order to know how far until now the altar servers got spiritual assistance in doing their services. The results of this investigations showed that until now there was no spiritual assistance of the altar servers by the parish priests in Boro meither by the leaders of the Samigaluh district. Another obstacle for spiritual assistance was the absence of aids like handbooks. Furthermore there was no support by the parents of the altar servers neither by the representatievs of the Samigaluh district. And of course there was nobody who tried to train the altar servers, to make them known in using the liturgical equipments.

According to the results of this investigations it became apparent that the altar servers in Samigaluh - most of them are teenagers - should be trained, not only once but continuously by efforts like recollections, spiritual camping, retreats as well as special trainings. By these efforts they will become altar servers that can handle liturgical equipments and will be able to serve the priest as a representative of God. Therefore the author tries to offer a recollection program including a couple of sessions to be realized in the chapel of Samigaluh. This program has been realized and the result was successful as explained in this thesis. One hopes the recollection program as proposed in this thesis will be further used by the persons concerned.


(3)

UPAYA MENINGKATKAN

PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI

DI STASI IGNASIUS LOYOLA, SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Paskalena Daby NIM: 081124035

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur

kupersembahkan skripsi ini untuk:

kedua orang tuaku, Bapak Ananias Daby,

dan Mama Magdalena Mabel,

adikku Natalia Daby,

serta bagi seluruh putra-putri Altar

di Stasi Ignasius Loyola Samigaluh,

Paroki Santa Lisieux, Boro, Kulon Progo


(7)

v MOTTO

“Tuhan berfirman kepadaku:

Janganlah katakan aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi dan apapun yang Ku-perintahkan

kepadamu haruslah kau sampaikan.” (Yer 1:7)

“Aku tidak berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa melainkan dengan sukarela”.


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

ilmiah.

Yogyakarta, 18 Februari 2015

Penulis,


(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Paskalena Daby

NIM : 081124035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:

UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM

LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS

LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON

PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, beserta perangkat yang

diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk

media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara

terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau di media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royaliti

kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Februari 2015

Yang menyatakan,


(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, dipilih berdasarkan kenyataan bahwa di tempat ini pendampingan rohani putra-putri altar belum terlaksana dengan baik. Maka, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman putra-putri altar adalah melalui pendampingan rohani dalam bentuk rekoleksi.

Untuk mengkaji masalah tersebut diperlukan data yang akurat, maka penulis melakukan penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara terpimpin dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara di stasi Samigaluh, sudah dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2013-20 Januari 2014 dengan 11 informan. Wawancara dilakukan secara langsung kepada putra-putri altar dan beberapa pendamping putra-putri altar di Stasi Samigaluh untuk mengetahui sejauh mana pendampingan rohani yang dilaksanakan selama ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendampingan rohani putra-putri altar, selama ini kurang mendapat perhatian dari paroki Boro maupun dari Stasi Samigaluh. Hambatan lain yang dirasakan sehingga pendampingan rohani tidak berjalan lancar karena di Stasi Samigaluh tidak mempunyai sumber bahan atau buku-buku pendukung. Selain itu, dukungan dari orangtua maupun wilayah tidak ada. Di sisi lain, karena tidak ada pendamping profesional yang mengarahkan putra-putri altar untuk memahami peralatan liturgi. Bahkan struktur kepengurusan pun tidak jelas.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa putra-putri altar sebagian besar anggotanya para remaja usia tangguh. Maka, mereka ini perlu dibina bahkan diarahkan secara terus-menerus melalui kegiatan-kegiatan pendukung seperti rekoleksi, camping rohani atau retret agar melalui kegiatan-kegiatan tersebut membantu mereka untuk lebih memahami peralatan liturgi sehingga kelak mereka bertugas melayani Imam sebagai wakil Tuhan dengan baik. Oleh sebab itu, penulis mengusulkan program rekoleksi dengan beberapa sesi yang rencananya dilaksanakan di dalam Gereja Samigaluh. Program rekoleksi tersebut sudah dilaksanakan dan hasilnya sangat memuaskan. Harapan selanjutnya, semoga program rekoleksi seperti ini dapat digunakan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkait secara kontinyu.


(11)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is IMPROVING THE SERVICE OF ALTAR SERVERS BY CATECHETICAL INSTRUCTIONS, BASED ON A STUDY IN THE SAMIGALUH DISTRICT OF THE LISIEUX PARISH BORO / YOGYAKARTA. This study was chosen because there is a real lack of spiritual mentoring for altar servers in Samigaluh. So spiritual mentoring by recollection appeared as most fitting to improve the service of altar servers.

The solving of this problem needed accurate facts and datas. Therefore the author made an investigation by interviews and questionnaires. These investigations were done between December 19, 2013 and January 20, 2014 by interviews with 11 informants. Direct interviews have been done with the altar servers and some of their leaders in the Samigaluh district in order to know how far until now the altar servers got spiritual assistance in doing their services. The results of this investigations showed that until now there was no spiritual assistance of the altar servers by the parish priests in Boro meither by the leaders of the Samigaluh district. Another obstacle for spiritual assistance was the absence of aids like handbooks. Furthermore there was no support by the parents of the altar servers neither by the representatievs of the Samigaluh district. And of course there was nobody who tried to train the altar servers, to make them known in using the liturgical equipments.

According to the results of this investigations it became apparent that the altar servers in Samigaluh - most of them are teenagers - should be trained, not only once but continuously by efforts like recollections, spiritual camping, retreats as well as special trainings. By these efforts they will become altar servers that can handle liturgical equipments and will be able to serve the priest as a representative of God. Therefore the author tries to offer a recollection program including a couple of sessions to be realized in the chapel of Samigaluh. This program has been realized and the result was successful as explained in this thesis. One hopes the recollection program as proposed in this thesis will be further used by the persons concerned.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

kasih dan kebaikan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul, UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR

DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI

IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO,

KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Penulisan skripsi ini sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap putra-putri

altar demi memperkenalkan peralatan liturgi, warna liturgi yang digunakaan

dalam perayaan Ekaristi, serta sikap-sikap liturgis yang baik dalam melayani

imam di altar. Putra-putri altar perluh diberikan pendampingan rohani agar

mereka termotivasi melayani imam di altar. Upaya yang dapat dilakukan dalam

meningkatkan pendampingan rohani melalui berbagai kegiatan seperti rekoleksi,

camping rohani dan ziarah.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dengan rasa syukur dalam kesempatan ini penulis

menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Karl-Edmund Prier, S.J., Lic.Phil., selaku dosen pembimbing utama, yang

telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran guna membimbing,

mengarahkan, memberi masukan serta saran kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A., selaku dosen pembimbing akademik dan


(13)

xi

penulis dalam menyelesaikan studi di sini serta memberikan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi.

3. P. Banyu Dewa H.S., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III, yang senantiasa

memberikan dukungan dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK Universitas

Santa Dharma, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Staf Dosen dan Karyawan Prodi IPPAK yang telah mendukung,

menyemangati, membimbing, mendidik dan mengarahkan penulis selama

menjalankan pendidikan di Prodi IPPAK ini.

6. Keluargaku tercinta, Bapak Ananias Daby dan Mama Magdalena Mabel serta

adikku Natalia Daby dan sanak-saudara yang selalu mendukung dalam doa,

dana dan memberikan semangat dalam menyelesaikan perkuliahan selama ini.

7. Pater Niko Syukur Dister, OFM yang telah membiayai studi dan biaya hidup

selama studi di IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

8. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan

dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan

saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, 18 Februari 2015 Penulis


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN PERSEMBAHAN ... MOTTO ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...

ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR………... DAFTAR ISI……….. DAFTAR SINGKATAN ... BAB I. PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang...……….…... B. Rumusan Masalah...………....…... C. Tujuan Penulisan…………...

D. Manfaat Penulisan.………...

E. Metodologi Penulisan... F. Sistematika Penulisan... BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUTRA-PUTRI

ALTAR DALAM LITURGI………. A. Pelayanan Putra-putri Altar dalam Liturgi………...

1. Sejarah Singkat Munculnya Putra-putri Altar………... 2. Pengertian Putra-putri Altar………... 3. Dua segi dalam Pembinaan Putra-putri Altar………

a. Putra-putri Altar sebagai Pribadi……….. b. Putra-putri Altar sebagai Kelompok……… 4. Organisasi Putra-putri Altar………..

a. Pengertian Organisasi………...

i ii iii iv v vi vii viii ix x xii xvii 1 1 6 6 7 8 8 10 10 10 13 14 14 15 17 17


(15)

xiii

b. Syarat-syarat menjadi Anggota Putra-putri Altar…………... c. Pelantikan Anggota Putra-putri Altar………... 4. Tugas Putra-putri Altar……….

a. Tugas Putra-putri Altar sebelum Perayaan Ekaristi………. b. Tugas Putra-putri Altar selama Perayaan Ekaristi………... c. Tugas Putra-putri Altar sesudah Perayaan Ekaristi……….. d. Perbedaan Tugas pada Masa Biasa dengan Masa Khusus (Hari

Raya)………....

5. Pakaian Putra-putri Altar……….. 6. Peralatan dalam Gedung Gereja………... B. Liturgi……… 1. Pengertian Liturgi……….. 2. Beberapa Unsur Mengenai Liturgi………

a. Liturgi sebagai Puncak Perayaan Iman………....

b. Keikutsertaan Aktif Kaum Beriman dalam Perayaan Ekaristi….

c. Liturgi sebagai Perayaan Syukur………..

d. Liturgi sebagai Perayaan Kurban……….

e. Liturgi sebagai Kenangan……….

f. Liturgi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja………...

3. Sikap-sikap yang Baik sebagai Seorang Pelayan………. 4. Peralatan untuk Perayaan Ekaristi……… 5. Bahan-bahan yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi…………... 6. Warna-warna Liturgi……… 7. Petugas Liturgi………..

a. Pengertian Petugas……….. b. Petugas Tertahbis ……… c. Petugas yang tak Tertahbiskan………. C. Pendampingan Rohani Putra-putri Altar………...

1. Pengertian Pendampingan……….

2.Pengertian Rohani………

3.Pengertian Pendampingan Rohani………

18 19 20 20 20 21 21 27 28 30 31 32 32 33 33 34 35 35 36 39 42 44 46 46 47 48 51 51 52 53


(16)

xiv

4. Tujuan Pendampingan………...

5.Manfaat Pendampingan……….

D. Nilai-nilai yang Baik yang perlu dimiliki oleh Putra-putri Altar……. 1. Menjadi Teladan………...

2. Melayani dengan Sukarela bukan Paksaan………...

3. Melayani dengan Penuh Pengabdian………

BAB III. PENELITIAN TENTANG PELAYANAN PUTRA-PUTRI

ALTAR DALAM LITURGI DI STASI SAMIGALUH………... A. Gambaran Umum Paroki Boro dan Stasi Samigaluh…………... 1. Gambaran Umum Paroki Santa Lisieux Boro, Yogyakarta………..

a. Sejarah Singkat Paroki Santa Lisiux Boro, Yogyakarta………...

b. Letak dan Situasi Geografis Paroki St. Theresia Lisieux Boro… 2. Gambaran Umum Stasi Ignasius Loyola Samigaluh……….. a. Sejarah Singkat Stasi Ignasius Loyola Samigaluh………... b. Letak dan Batas-batas Geografis Stasi Ignasius Loyola

Samigaluh………. c. Jumlah Lingkungan dan Jumlah Umat yang Ada di Stasi

Ignasius Loyola Samigaluh……….

d. Gambaran umum Putra-putri altar di Stasi Samigaluh…………. B. Metodologi Penelitian………...

1. Jenis Penelitian………

2. Tempat dan Waktu Penelitian……….

3. Responden Penelitian……….. 4. Teknik Pengumpulan Data……….. 5. Keabsahan Data………... 6. Teknik Analisis Data………... 7. Hasil dan Pembahasan Penelitian………

a. Indentitas Responden ………. b. Syarat-Syarat yang digunakan untuk menjadi Anggota

Putra-putri Altar………

c. Mengikuti kegiatan yang memotifasi seperti rekoleksi, retret, camping rohani dan ziarah ke gua Maria………

53 54 54 54 55 56 57 57 57 57 62 62 62 64 65 66 67 67 68 68 68 69 70 70 70 74 75


(17)

xv

d. Kesulitan yang anda rasakan pada saat melayani Imam………. e. Kesulitan yang dirasakan pendamping ketika melakukan

pendampingan terhadap putra-putri altar di Stasi Samigaluh…. f. Pendampingan rohani yang sudah diusahakan dari Stasi

Samigaluh………... g. Materi pendampingan rohani yang diberikan kepada

putra-putri altar………. h. Dukungan para orang tua bila diadakan pendampingan rohani.. i. Banyaknya kegiatan pendampingan rohani yang diselenggarakan dari Stasi Samigaluh……… j. Tanggapan pendamping atas suatu kegiatan yang

diselenggarakan……….. k. Tanggapan putra-putri altar bila diadakan suatu kegiatan

pendampingan rohani……….. l. Pembekalan tentang liturgi………. m.Sumber-sumber pendukung yang digunakan dalam

Pendampingan Rohani……… n. Jadwal misdinar yang ada di Stasi Samigaluh……….. o. Sejak kapan mulai menjadi Putra-putri Altar………. p. Anak-anak yang aktif bertugas pada Hari Raya dan Hari

Minggu Biasa……….. q. Mengadakan evaluasi setelah pesta maupun kegiatan-kegiatan

lainnya………. r. Jumlah Putra-putri Altar pada tahun 2011-2013………. s. Keseluruhan jumlah anak SD, SMP dan SMA yang mengikut

misdinar……….. t. Harapan Kedepannya……….. BAB IV. SUATU KONSEP DAN USULAN PENDAMPINGAN ROHANI

BAGI PUTRA-PUTRI ALTAR SEBAGAI PETUGAS LITURGI………. A. Pemikiran Dasar Pendampingan... B. Langkah-langkah Rekoleksi yang diadakan di dalam Gereja Stasi

Samigaluh………..

1. Jadwal Rekoleksi………...

2. Identitas……….

77 79 80 82 83 85 87 88 88 90 91 93 94 95 96 96 97 98 98 99 99 101


(18)

xvi

3. Pemikiran Dasar………

4. Langkah-langkah Rekoleksi………..

C. Laporan Tentang Pelaksanaan Rekoleksi……….

1. Yang Sama dengan Konsep Awal………

2. Yang Tidak Sama dengan Konsep Awal………..

3. Perubahan Setelah Rekoleksi………

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... A. Kesimpulan………. B. Saran………... DAFTAR PUSTAKA……….... LAMPIRAN………...

Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Mengadakan Penelitian………... Lampiran 2: Surat Keterangan Sudah Melaksanakan Penelitian………….. Lampiran 3: Surat Pemilihan Struktur Kepengurusan Yang Baru………... Lampiran 4: Pedoman Pertanyaan Wawancara bagi Pembina Putra-putri

Altar………. Lampiran 6: Hasil Wawancara Pembina Putra-putri Altar………... Lampiran 7: Pedoman Pertanyaan Wawancara Putra-putri Altar………… Lampiran 8: Hasil Wawancara Putra-putri Altar……….

Lampiran 17: Wawancara di Gereja Kotabaru dan Samigaluh……… Lampiran 18: Soal tes tentang peralatan liturgi………

Lampiran 19: Hasil Evaluasi Putra-putri Altar……… Lampiran 20: Hasil Evaluasi Pendamping Putra-putri altar……… Lampiran 21: Hasil Evaluasi Orangtua Putra-putri altar………

102 103 118 118 119 120 123 123 125 128 130 (1) (2) (3) (4) (5) (9) (10) (29) (31) (36) (41) (42)


(19)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti mengikuti

Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.

(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik

Departemen Agama Repubik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende:

Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 21 November 1964.

PUMR :Pedoman Umum Misale Romawi, Institutio Generalis Missalis

Romani, tentang dari hasil sidang Konferensi Waligereja

Indonesia 23-26 April 2002.

SC : Sacrosanctun Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang

Liturgi Suci, 4 Desember 1963.

C.Singkatan Lain

Art : Artikel

Dkk : Dan kawan-kawan

DSA : Doa Syukur Agung

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik


(20)

xviii KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

KBP : Karya Bakti Paroki

KK : Kepala Keluarga

KKMK : Kelompok Karyawan Muda Katolik

KKN : Kuliah Kerja Nyata

KLRJP : Komisi Liturgi Region Jawa Plus

KM : Kilo Meter

KOMKAT : Komisi Kateketik

M : Meter

OMK : Orang Muda Katolik

PIA : Pendampingan Iman Anak

PMKRI : Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia

PPA : Putra-Putri Altar

PPIA : Pusat Penelitian dan Informasi Alocita

SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas

TPE : Tata Perayaan Ekaristi


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Gereja Katolik mempunyai banyak wadah. Ada kelompok PMKRI

(Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), ada kelompok Legio Mariae,

kelompok Karismatik dan ada juga Kelompok Karyawan Muda Katolik (KKMK),

(PPIA, 1991: 2). Selain itu, ada kelompok Kor, kelompok OMK (Orang Muda

Katolik), kelompok PIA (Pendampingan Iman Anak) termasuk kelompok PPA

(Putra-putri Altar).

Secara khusus skripsi ini akan membahas tentang pelayanan putra-putri altar

di Stasi Samigaluh. Namun, sebelum masuk dalam pembahasan selanjutnya perlu

mengetahui sejarah singkat mengenai putra-putri altar. Awal munculnya pelayanan

putra altar bertolak dari tugas akolit dalam Gereja Romawi sejak abab ke-3. Tugas

akolit sebagai pelayan merupakan suatu tugas klerus artinya yang bertugas hanya

orang-orang yang sudah ditahbiskan. Tugas ini mulai mengalami perubahan pada

abab ke-8 karena muncul ”missa privata”, yang artinya dimana tiap imam sering merayakan misa sendiri-sendiri dalam Gereja pada waktu yang sama di tempat yang

berbeda-beda. Oleh sebab itu, Gereja menuntut setidak-tidaknya satu pelayan harus

hadir sebagai wakil jemaat untuk merayakan misa secara bersama-sama. Pada saat


(22)

untuk menjadi calon imam dan dididik untuk kemudian menjadi Imam. Namun,

dengan berjalannya waktu tugas pelayanan misa mulai mengalami perubahan sesuai

dengan kebiasaan dan tuntutan zaman. Misalnya pada zaman Barok (abad 17-18)

putra altar diberi tugas yang mirip dengan pelayan anak di istana bangsawan,

termasuk juga cara berpakaian dan penampilannya secara dekoratif yang artinya

tidak hanya perorangan tetapi dalam kelompok dengan membawa lilin, saat berjalan

dan bergerak bersama-sama secara teratur dengan berpakaian khusus. Kebiasaan di

istana bangsawan inilah, lalu kemudian diterapkan pada putra altar, maka hingga

kini putra altarpun bergerak secara bersama-sama dan mempunyai pakain khusus

hingga dipakai sampai sekarang.

Barulah pada tahun 1994, para ahli liturgi mulai menegaskan ketentuan

hukum Gereja yang bersangkutan harus ditafsirkan menurut Dasar Teologis

Konstitusi Liturgi dari Konsili Vatikan II, yakni bahwa pria maupun wanita atau

putra maupun putri dapat melaksanakan tugas sebagai pelayan misa berdasarkan

sakramen baptis (Meisner, 1998: 141). Ungkapan ini juga diperkuat, setelah Konsili

Vatikan II, dimana Gereja membuka jalan selebar-lebarnya bagi umat yang ingin

berpartisipasi memeriahkan liturgi dengan cara yang wajar dan berkenan kepada

Allah, tanpa merusak keindahan liturgi itu sendiri. Berdasarkan tuntutan kebutuhan

Gereja zaman sekarang dalam hal pelayanan sangat dibutuhkan tenaga pelayan

dimana-mana, maka tugas ini diperkenankan juga diambil alih oleh misdinar atau

putra-putri altar (Martasudjita, 2008: 13-14).

Kelompok putra-putri altar merupakan kelompok remaja katolik yang sudah

menerima sakramen pembaptisan dan dimasukkan menjadi anggota Gereja secara


(23)

kelompok remaja Katolik yang terdiri dari anak-anak yang sudah menerima komuni

pertama. Mereka ini mempunyai tugas dan tanggungjawab yakni melayani Imam

sewaktu Imam mempersembahkan perayaan Ekaristi. Jenjang pendidikan putra-putri

altar mulai dari kelas 1V SD sampai usia SMA. Pada usia remaja ini, mereka sedang

dalam proses mencari jati diri, maka lewat kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka

bergerak untuk menemukan jati diri sendiri (Martasudjita, 2008: 16). Selain itu,

putra-putri altar merupakan suatu profesi yang membutuhkan kerelaan diri untuk

siap-sedia melayani Imam selama mempersembahkan perayaan Ekaristi, baik ketika

mengadakan misa harian, misa mingguan, hari raya dan hari-hari khusus seperti

pemberkatan perkawinan, dll. Pada usia remaja ini, mereka sedang dalam proses

perkembangan secara fisik maupun rohani. Dalam perkembangannya mereka

menerima pengaruh positif dan negatif dari luar dirinya. Remaja putra-putri altar

yang ada di Stasi Samigaluh pun demikian. Dewasa ini mereka dihadapkan pada

kemajuan zaman dengan berbagai alat teknologi canggih seperti televisi dengan

aneka sajian yang menarik, melalui media masa, internet, HP dan lain sebagainya.

Disamping itu, mereka juga dipengaruhi oleh situasi sosial zaman sekarang yang

berpuncak pada kemerosatan moral karena adanya korupsi dimana-mana, pergaulan

kaum muda yang terlalu bebas, mabuk-mabukan, pemerkosaan, bahkan melakukan

aborsi, ketidakadilan, dan kemiskinan terjadi dimana-mana.

Semua hal yang sudah disebutkan di atas, akan mempengaruhi nilai positif

dan negatif bagi perkembangan iman mereka. Nilai positif bila pengaruhnya dapat

membantu memperkembangkan dirinya, misalnya melihat kemiskinan, ia akan

tergerak hatinya untuk belajar berbagi kasih dan sebaliknya nilai negatif akan


(24)

produk-produk baru yang harus dibeli sehingga lama-kelaman anak menjadi

materialistik. Selain itu, pergaulan yang terlalu bebas di antara kaum muda akan

mempengaruhi timbulnya niat jelak akan perilaku seksual. Mengingat putra-putri

altar sebagai generasi penerus Gereja di masa depan, maka mereka perlu mendapat

pendampingan rohani yang memadai sedini mungkin, sehingga nantinya mereka

siap menjadi generasi penerus Gereja yang handal dalam mengemban karya

pelayanan di tengah-tengan umat. Namun, penulis melihat selama ini putra-putri

altar belum pernah diajari bahkan belum pernah mendapat pembekalan peralatan

liturgi, karena belum ada bahan-bahan pendukung yang dapat digunakan sehingga

sangat minim sekali pengetahuan dan pemahaman mereka tentang alat-alat liturgi.

Selain itu, karena tidak ada pendamping profesional atau yang sudah berpengalaman

untuk mengajari mereka mengenal dan memahami peralatan liturgis. Selama

menjalankan tugas, putra-putri altar bersemangat untuk melayani, namun

kenyataannya putra-putri altar di Stasi Samigaluh ini belum memahami dan

mengerti secara mendalam apa makna liturgi, nama alat-alat liturgi, warna-warna

liturgi, pakaian liturgi dan bagaimana bersikap yang baik sebagai seorang pelayan.

Ketika melayani Imam saat perayaan Ekaristi mereka anggap hanya sebagai

formalitas saja. Ini nampak pada cara duduk mereka kakinya diangkat, sering

makan-makan permen, saat hormat tidak sepenuhnya sampai tunduk ke bawah dan

sering berbicara dengan teman kiri-kanan. Mereka mengganggap yang penting

datang, duduk saat dimana ia harus mengantar roti dan anggur, kain dan air, dan

kapan mendupai, hanya seputar ini saja yang mereka ketahui. Ini merupakan

keprihatinan berdasarkan pengamatan langsung oleh penulis. Meski banyak


(25)

dengan baik supaya tetap berkembang. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dan

maksud tersebut diperlukan adanya pendampingan rohani secara rutin bagi

putra-putri altar, baik melalui materi-materi tentang liturgi, masa-masa liturgi, peralatan

atau perlengkapan liturgi dan mamberikan materi tentang sikap-sikap yang baik.

Dengan demikian, harapan kedepannya putra-putri altar di Stasi Samigaluh

benar-benar mengetahui dan dapat mempraktekannya dengan penuh penghayatan iman

dalam perayaan Ekaristi maupun dimana saja mereka berada.

Putra-putri altar selama ini, penulis melihat belum terorganisir dengan baik

sehingga jarang pula diadakan pendampingan tersebut. Khususnya putra-putri altar

yang ada di Stasi Samigaluh, hal ini sungguh sangat memprihatinkan dalam

memperkembangkan iman mereka. Untuk itu, penulis menawarkan beberapa

kegiatan seperti retret, rekoleksi, ziarah, dan camping agar putra-putri altar tetap

termotivasi untuk melayani. Dari beberapa kegiatan yang sudah disebutkan, penulis

memilih salah satu kegiatan yaitu rekoleksi. Program rekoleksinya sudah

dilaksanakan dua kali yaitu pada 27 Mei dan 30 Juni 2014 di Gereja Samigaluh dan

hasilnya dapat dilihat dalam bab IV. Dengan adanya kegiatan rekoleksi mereka

mendapat pengetahuan dan membuka wawasan yang baru sehingga mereka

termotivasi untuk melayani. Sikap melayani tidak hanya melayani Tuhan saat

perayaan Ekaristi berlangsung, namun sikap melayani dapat diterapkan juga di

sekolah, di tengah-tengah masyarakat, keluarga, dan komunitas dan dimanapun

kalian berada. Sama seperti yang yang dikatakan Yesus ”Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani” (Mat 20:28). Bertolak dari pemikiran dan kenyataan di atas, maka penulis mengangkat judul UPAYA MENINGKATKAN


(26)

PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH,

PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULONPROGO DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA.

Penulis berharap melalui tulisan ini, dapat mengetahui lebih jauh tentang

pelaksanaan pendampingan rohani terhadap putra-putri altar di Stasi Samigaluh dan

memberikan sumbangan yang berguna bagi putra-putri altar di Stasi Samigaluh

dalam meningkatkan hidup rohani mereka sejak usia dini, melalui beberapa kegiatan

yang mendukung seperti rekoleksi, camping rohani, ziarah dan retret.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pokok

masalah dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauh mana Gereja mengadakan pendampingan rohani bagi putra-putri altar?

2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi dari Stasi Samigaluh untuk

meningkatkan pelayanan putra-putri altar?

3. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat

pelayanan bagi putra-putri altar di stasi Samigaluh secara realistis?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana Gereja mengadakan pendampingan rohani bagi

putra-putri altar.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi di Stasi Samigaluh untuk


(27)

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan

semangat pelayanan putra-putri altar?

4. Memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana SI Program Studi Ilmu

Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi Putra-putri Altar di Stasi Samigaluh

Putra-putri altar di Stasi Samigaluh dapat menambah pengetahuan dan

wawasan yang baru tentang alat-alat liturgis, masa-masa liturgi, warna-warna liturgi,

bahan-bahan pokok yang digunakan dalam perayaan Ekaristi serta bagaimana

bersikap yang baik sebagai seorang pelayan, nilai-nilai yang baik serta faktor-faktor

pendukung demi kelancaran kegiatan putra-putri altar di Stasi Samigaluh. Selain

mengetahui peralatan liturgi, warna-warna liturgi, bahan-bahan pokok dan lain-lain

yang sudah disebutkan di atas juga diharapkan dalam perayaan Ekaristi belajar

untuk lebih memaknai perayaan Ekaristi secara mendalam. Setelah mendapat

pendampingan rohani, akhirnya putra-putri altar tergerak hati untuk menjadi pelayan

Tuhan dan sesama

2. Bagi Stasi Samigaluh

Skripsi ini sebagai sumbangan pemikiran dalam membantu meningkatkan


(28)

Samigaluh agar Gereja Samigaluh menggunakan program rekoleksi dalam

menindaklanjuti kegiatan selanjutnya atau jadikan program ini sebagai acuan untuk

kegiatan selanjutnya.

3. Bagi Penulis

Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru tentang

pendampingan rohani putra-putri altar serta lebih dalam memahami peralatan liturgi

dan makna peralatan liturgi sehingga membantu meningkatkan semangat pelayanan.

Tulisan ini juga bermanfaat bagi penulis sebagai bekal dikemudian hari dalam

melakukan pendampingan rohani putra-putri altar dalam pelayanan dimana penulis

akan berkarya nantinya.

E. Metode Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif

analisis dengan studi pustaka yang dilengkapi dengan penelitian, yang datanya

diperoleh melalui observasi dan wawancara.

F. Sistematika Penulisan

Tulisan ini mengambil judul tentang UPAYA MENINGKATKAN

PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI

PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH,

PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULONPROGO DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA. Uraian secara singkat dari kelima bab tersebut adalah sebagai

berikut: Dalam bab I ini berisi tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah,


(29)

Dalam bab II ini berisi tentang sejarah singkat munculnya putra-putri altar,

pengertian putra-putri altar, organisasi putra-putri altar, syarat-syarat menjadi

anggota putri altar, acara pelantikan putri altar, tugas pelayanan

putra-putri altar, pakaian misdinar serta peralatan untuk perayaan liturgi dan pengertian

liturgi, unsur-unsur liturgi, sikap-sikap badan yang baik sebagai seorang pelayan,

simbol atau lambang liturgi, warna-warna liturgi, tentang pendampingan rohani

putra-putri altar maupun nilai-nilai yang baik perlu dimiliki oleh putra-putri altar.

Dalam bab III penulis akan menguraikan lima bagian antara lain:

memaparkan tentang gambaran umum Paroki Santa Lisieux Boro Daerah Istimewa

Yogyakarta meliputi: sejarah singkat Paroki Santa Lisieux Boro Yogyakarta, letak

dan situasi geografis Paroki St. Theresia Lisieux Boro, Sejarah Singkat Stasi

Ignasius Loyola Samigaluh, letak dan batas-batas geografis Stasi St.Ignasius Loyola

Samigluh, jumlah lingkungan dan jumlah umat yang ada di Stasi St.Ignasius Loyola

Samigaluh. Persiapan penelitian meliputi tujuan penelitian, jenis penelitian, tempat

dan waktu penelitian, responden penelitian, metode penelitian, keabsahan data,

teknik analisis data, daftar pertanyaan, hasil penelitian dan pembahasan.

Bab IV merupakan suatu konsep dan usulan pendampingan rohani bagi

putra-putri altar sebagai petugas liturgi serta menguraikan langkah-langkah rekoleksi

yang direncanakan dan hasil laporan pelaksanaan rekoleksi.

Pada bab V berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan keseluruhan


(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR

DALAM LITURGI

Bab II ini merupakan kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam empat

bagian besar. Pada bagian pertama berbicara secara singkat mengenai sejarah

munculnya putra-putri altar, pengertian putra-putri altar, organisasi putra-putri altar,

tugas pelayanan misdinar, pakain misdinar dan peralatan liturgi. Pada bagian kedua

berbicara mengenai pengertian liturgi, unsur-unsur liturgi, sikap-sikap yang baik,

peralatan liturgi, bahan-bahan pokok yang digunakan dalam perayaan liturgi, simbol

atau lambang liturgi, warna-warna liturgi dan petugas liturgi. Pada bagian ketiga

tentang pendampingan rohani putra-putri altar dan yang keempat berbicara

mengenai nilai-nilai yang baik yang perlu dimiliki oleh putra-putri altar.

A. Pelayanan Putra-putri Altar dalam Liturgi

1. Sejarah Singkat Munculnya Putra-putri Altar

Awal mula pelayanan putra altar bertolak dari tugas akolit dalam Gereja

Romawi sejak abab ke-3. Akolit, dalam bahasa Yunani “akolythos” yang artinya

pelayan atau murid. Tugas pelayanan awalnya merupakan tugas klerus yang artinya

yang bertugas hanya orang-orang yang sudah ditahbiskan. Tugas ini mulai

mengalami perubahan pada abab ke-8, karena muncul ”missa privata”, yang artinya dimana setiap imam sering merayakan misa secara sendiri-sendiri dalam Gereja


(31)

Gereja menuntut setidak-tidaknya satu pelayan harus hadir sebagai wakil jemaat

(umat) sebagai pemimpin misa untuk merayakan misa secara bersama-sama dengan

umat. Dan pelayan misa dilakukan oleh anak-anak laki-laki yang sejak usia dini

belajar sebagai calon kaum klerus atau calon imam dan dididik yang kemudian

menjadi Imam. Mereka ini biasanya tinggal di rumah Bapak Uskup dan dididik

dalam bahasa Latin. Pada abad-13 ada tuntutan dari Roma bahwa hanya anggota

kleruslah yang boleh melaksanakan pelayanan di altar. Bahkan sampai sejak Konsili

Trente pun gereja masih menegaskan bahwa pelayan misa hendaknya hanyalah

kaum “klerus” saja. Namun demikian, kenyataan berbeda, maka diteruskan kebiasaan bahwa anak laki-laki melayani misa. Mulai pada zaman Barok (abad

17-18) putra altar digandakan dan diberi tugas yang mirip dengan pelayan anak di

istana bangsawan, termasuk juga cara berpakaian dan penampilannya secara

dekoratif artinya tidak hanya perorangan tetapi dalam kelompok dengan membawa

lilin, saat berjalan atau bergerak bersama-sama secara teratur, dengan berpakaina

khusus. Kebiasaan di istana bangsawan inilah, lalu kemudian diperlakukan yang

sama bagi putra altar, maka hingga kini putra altarpun mempunyai pakain khusus

hingga dipakai sampai sekarang.

Suatu perubahan terjadi dengan Ensiklik ”Mediator Dei”, 1947 dimana Paus Pius XII secara resmi berbicara tentang putra altar yang bukan termasuk kaum

klerus atau orang-orang yang bukan tertahbis untuk menjadi pelayan. Ungkapan ini

juga diperkuat dari Konsili Vatikan II, dimana Gereja membuka jalan

selebar-lebarnya bagi umat yang ingin berpartisipasi memeriahkan liturgi dan merayakan

Ekaristi dengan cara yang wajar dan berkenan kepada Allah, tanpa merusak


(32)

Cartatis” artinya Instruksi dari Kongregasi Ibadat dan Sakremen di Roma pada

tanggal 29 Januari 1973 berbicara tentang peranan awam dalam perayaan liturgi

seperti petugas komuni dan lektor, antara lain juga tentang putra altar. Ternyata

pada tahun 1970an secara diam-diam putri altar menjadi pelayan misa. Maka, pada

tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II secara resmi mengizinkan putri altar menjadi

pelayan misa. Oleh karena itu, hukum gereja harus dirubah. Maka, para ahli liturgi

dan hukum Gereja menegaskan bahwa ketentuan hukum Gereja (Codex Iuris

Canonici, 230) harus ditafsirkan menurut Dasar Teologi Konstitusi Liturgi Vatikan

II yakni pria maupun wanita, baik putra maupun putri dapat melaksanakan tugas

sebagai pelayan misa berdasarkan sakramen baptis yang artinya bahwa putra altar

maupun putri altar bisa menjadi pelayan imam/uskup dalam perayaan Ekaristi.

Akhirnya, pernyataan ini menjadi dokumen resmi dalam instruksi

“Redemptionis sacramentum” yang dikelurkan oleh Kongregasi Iman tahun 2004 dimana dikatakan bahwa :

Disambut dengan gembira bila kebiasaan lama dipertahankan, bahwa anak atau remaja hadir sebagai petugas dalam ibadat. Mereka itu disebut putra altar dan melayani di altar seperti tugas akolyt. Untuk karena itu, hendaknya mereka menerima kateksese sesuai dengan daya perkembangannya tentang tugas mereka. Jangan lupa bahwa dari jumlah anak-anak ini berabad-abad lamanya telah tumbuh sejumlah besar imam atau rohaniwan. Maka, untuk mewujudkan pendidikan putra altar secara lebih efektif, hendaknya didirikan dan didukung organisasi-organisasi dimana juga orang tua mereka dapat ambil bagian. Organisasi macam ini bercorak internasional termasuk Kongregasi Ibadat dan Sakramen untuk mendirikan organisasi tersebut serta mendirikan dan menyesahkan statusnya. Selain itu, menurut pertimbangan uskup setempat dan dengan diperhatikan norma-norma yang telah ada, maka putra atau wanita dapat juga diizinkan sebagai pelayan altar (Redemptionis sacramentum II: 2004. 47).


(33)

Komisi Liturgi-KWI (2002: 87-88), memperjelas tugas akolit terlantik.

Tugasnya yaitu mulai dari ritus pembuka, masuk perarakan menuju altar dengan

membawa salib dan lilin bernyala. Selama perayaan Ekaristi, akolit selalu siap

melayani Imam dalam hal-hal yang diperlukan. Dalam Ekaristi, bila tidak ada

diakon, akolit menyiapkan alat-alat misa mulai dari corporal, purificatorium, patena

dan piala. Selain itu, akolit yang sudah dilantik membantu imam dalam membagi

komuni kepada umat. Sesudah komuni, akolit membantu imam membersihkan serta

merapikan alat-alat yang sudah digunakan. Selain itu, bila tidak ada imam, akolit

tertahbiskan dapat mentahtakan sakramen Maha Kudus untuk sembah sujud oleh

umat. Tetapi dengan bersyarat akolit tertahbiskan tidak diperbolehkan memberkati

umat dengan sakramen Maha Kudus. Selain itu, akolit tertahbiskan juga mempunyai

tugas membina para pelayan misa (Maryanto, 2004: 10-11). Akolit tertahbiskan

termasuk para frater, maka para frater yang sudah dilantik melayani seperti para

misdinar melayani Imam dalam merayakan Ekaristi. Tetapi, karena frater-frater

akolit tidak banyak, sementara kebutuhan Gereja zaman sekarang dalam pelayanan

sangat dibutuhkan dimana-mana, maka tugas ini diperkenankan diambil alih oleh

putra-putri altar (Martasudjita, 2008: 13-14).

2. Pengertian Putra-putri Altar

Putra-putri altar atau “misdinar” berasal dari bahasa Jerman, "Messdiener" yang artinya Pelayan Misa. Dalam Bahasa Indonesia disebut "Misdinar". Sedangkan

dalam Bahasa Inggris "Altar Servers" yang artinya Pelayan Altar. Maka, sebutan

misdinar atau putra-putri altar adalah orang-orang yang melayani dalam perayaan


(34)

panggilan putri altar berlaku bagi perempuan. Di beberapa tempat, tugas pelayanan

dikhususkan hanya laki-laki saja, ini berdasarkan pada tradisi Gereja zaman dulu

sebelum Konsili Vatikan II. Namun, berdasarkan kebutuhan zaman sekarang, maka

tetap memperbolehkan adanya misdinar perempuan. Ini tergantung kebijakan dari

Uskup setempat (Daely, dkk. 2012: 37).

3. Dua segi dalam Pembinaan Putra-putri altar

a. Putra-putri Altar sebagai Pribadi

Secara pribadi setelah menerima pembaptisan putra-putri altar diutus untuk

membawa Kabar Gembira kepada orang lain. Sama seperti tugas yang diberikan

oleh Yesus kepada para murid-Nya yaitu mengutus para rasul-Nya dengan berkata:

Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu”(Mat 28:19-20). Para murid telah melaksanakan perintah-Nya, pergi ke segala bangsa untuk membaptis. Bagi mereka yang telah dibaptis menjadi percaya kepada Kristus. Termasuk seluruh umat manusia yang sudah dibaptis dan dinamakan Gereja. Mereka yang dibaptis ini menjadi ciptaan baru melalui kelahiran kembali dari air dan roh dan menjadi anak-anak Allah. Mereka ini mempunyai tugas membawa orang kepada Tuhan, agar mereka percaya bahwa hanya kepada Tuhanlah manusia menimbah kekutan yaitu melalui perayaan Ekaristi. Mereka juga mempunyai konsekuensi yaitu melayani umat dengan memberikan kesaksian hidup kepada masyarakat luas, sesuai panggilannya sebagai orang kristiani (Waskito, 1984: 17).

Begitu juga putra-putri altar sebagai pribadi dengan berbagai macam

persoalan hidupnya baik suka maupun duka. Meski demikian, anak tersebut secara

pribadi mempunyai niat baik, dengan meninggalkan kesenangannya yang

seharusnya bermain dengan teman-temannya, ada banyak tugas yang perlu ia

kerjakan atau tinggal di rumah menonton film kesukaannya. Namun, Roh Kudus


(35)

mengorbankan kesenangannya, mengorbankan waktunya demi melayani Tuhan

dalam perayaan Ekaristi. Putra-putri altar juga merupakan salah satu anggota Gereja,

maka mereka menerima konsekwensi itu. Tugas mereka, selain mewartakan Injil

mereka dituntut untuk memberikan kesaksian hidupnya di tengah-tengah

masyarakat. Dengan tugasnya itu mereka mampu mengungkapkan imannya,

meskipun kadang-kadang hal itu belum disadarinya. Mereka biasanya menjalankan

tugas demi kewajiban saja, tanpa penghayatan iman yang mendalam dalam

melandasi pelaksanaan tugasnya tersebut. Putra-putri altar, selain anggota Gereja,

mereka termasuk anggota masyarakat, maka diharapkan di dalam hidupnnya mereka

mampu menjadi pelayan dalam masyarakat dan memberikan kesaksian hidupnya

sebagai orang kristiani. Dengan demikian, mereka dapat menjadi teladan di

tengah-tengah masyarakat.

Maka, pengertian putra-putri altar sebagai pribadi adalah warga Gereja yang

dipanggil untuk melayani Tuhan lewat pelayanannya di altar. Sikap melayani tidak

hanya sebatas melayani Imam di altar, melainkan sikap melayani diwujudkan secara

konkrit dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kata Yesus, Aku datang bukan

untuk dilayani melainkan untuk melayani (Waskito, 1984: 22-24).

b. Putra-putri Altar sebagai Kelompok

Di dalam Gereja terdapat banyak kelompok. Ada kelompok wanita katolik,

PIA, Mudika dan salah satunya adalah kelompok putra-putri altar. Putra-putri altar

beranggotakan anak-anak mulai dari SD kelas IV sampai dengan jenjang SMA, yang

biasa disebut sebagai usia remaja. Usia remaja adalah usia yang sangat


(36)

jati diri dan pada tahap pembentukan kepribadian yang matang dan dewasa. Masa

remaja merupakan masa peralihan, yakni terjadinya perubahan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Artinya, masa anak-anak mulai meninggalkan sifat

kenak-kanakan dan menuju ke tingkat yang lebih tinggi, namun belum mereka jalani

sepenuhnya. Pada masa remaja mereka banyak mengalami perubahan secara fisik

baik pada laki-laki maupun perempuan. Misalnya: pada laki-laki pita suara berubah,

mulai mengalami mimpi basah sedangkan pada perempuan mulai tumbuh bayu

darah dan menstruasi.

Masalah-masalah yang dihadapi remaja dalam mencari identitas dirinya

adalah ingin diterima dalam kelompoknya karena mempunyai kesamaan hobby,

mengejar popularitas diri di antara teman sebaya, sehingga sering terjadi

kesalahpahaman remaja dengan orang tua dan juga anak-anak remaja ingin suasana

yang bersenang-senang dengan teman sebayanya. Segala sesuatu yang mereka

lakukan bersifat coba-coba, sehingga kadang menimbulkan hal-hal yang kurang

menyenangkan baik pada diri sendiri maupun orang tua.

Dari semua proses tersebut masa remaja mulai menginjak ambang masa

dewasa, dimana remaja ingin menyamakan dirinya dengan orang dewasa, maka

remaja dalam berpakaian dan bertindak kadang berperilaku seperti orang dewasa

misalnya; merokok, minum-minuman keras dan menggunakan obat-obat terlarang,

karena perilaku tersebut merasa akan memberikan citra yang mereka inginkan

(Hurlock, 1980: 207-209). Masalah remaja juga kadang datang dari orangtuanya,

karena kedua orangtuanya bercerai atau salah satunya sudah meninggal. Dilain

pihak, karena banyak anak atau karena orang tuanya terlalu sibuk dengan


(37)

tuanya. Melihat keadaan seperti ini, maka orang tua sebagai pendidik utama turut

bertanggungjawab dalam mendampingi anak-anak mereka agar mereka berkembang

ke arah yang lebih baik (Sudarsono, 1990: 125-127). Keadaan ini cukup

memprihatinkan, maka perlu ditangani secara serius. Oleh karena itu, kelompok

putra-putri altar ini perlu mendapat mendampingan agar mereka dapat berkembang

menjadi putra-putri altar yang dewasa dan matang imannya. Maka, perlu mengetahui

pengertian kelompok.

Kelompok menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional adalah

“sejumlah orang, benda atau hal, yang walaupun tetap mengakui keberadaan pribadinya, namun dikumpulkan untuk kemudian diperlakukan menurut cara-cara

serta tujuan yang sama “(Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 534). Begipula, kelompok putra putri altar adalah remaja yang sedang berkembang

yang berkumpul karena mempunyai tujuan yang sama yaitu menjadi pelayan imam.

4. Organisasi Putra-putri Altar

a. Pengertian Organisasi

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2005: 803)

dijelaskan bahwa organisasi adalah “kesatuan yang terdiri atas orang-orang dalam perkumpulan untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi disebut sebagai kelompok

kerja sama antar orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama”. Maka, organisasi adalah kelompok orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai

tujuan bersama. Organisasi yang dimaksudkan disini adalah organisasi putra-putri

altar. Di setiap paroki maupun wilayah mempunyai anggota putra-putri altar dan


(38)

altar biasanya dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, diperlukan suatu kepengurusan

yang jelas mulai dari koordinator umum termasuk ada ketua, yang dibantu dengan

sekretaris dan bendahara serta seksi-seksi kerja lainnya. Selain itu, diharapkan dalam

setiap kepengurusan harus ada seorang pendamping professional atau orang-orang

yang sudah berpengalaman bahkan orang-orang yang mempunyai hati untuk

mendampingi kegiatan putra-putri altar sehingga pelayanan putra-putri altar dapat

berjalan dengan lancar sesuai harapan umat (Martasudjita, 2008: 20).

Dibawah ini akan membandingkan struktur kepengurusan dari dua Gereja

yakni dari Paroki Kotabaru dan dari Stasi Samigaluh. Berdasarkan hasil wawancara

diketahui ternyata struktur kepengurusan di Gereja Kotabaru maupun di Stasi

Samigaluh berbeda-beda. Menurut Devi ketua misdinar di Stasi Samigaluh

mengatakan bahwa struktur kepengurusan di Stasi Samigaluh tidak lengkap maka

biasanya saya (Devi) yang mengurusi semuanya misalnya pembagian tugas misdinar

minggu berikutnya, sedangkan di Gereja Kota Baru justru struktur kepengurusannya

lengkap sehingga membantu memperlancar jalannya kegiatan putra-putri altar

[Lampiran 17: (29)].

b. Syarat-syarat menjadi Anggota Putra-putri Altar

Berdasarkan hasil wawancara di Stasi Samigaluh dan Gereja Kota Baru

secara umum mengatakan bahwa syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk menjadi

anggota putra-putri altar adalah remaja katolik, kemudian yang sudah menerima

komuni pertama dan dengan batas umur anak SD kelas 4 atau kelas 5 dan SMA

dengan batasan umur 17 dan 18 tahun. Syarat tersebut berlaku bagi anggota


(39)

remaja katolik. Selain itu, mereka jugs diharapkan harus menghafalkan Tata

Perayaan Ekaristi (TPE) sehingga saat latihan tidak mengalami kesulitan.

Diharapkan terlebih semoga dalam melayani para petugas seperti imam atau uskup

dapat melayani dengan baik (Martasudjita, 2008: 16) [Lampiran17: (28)].

c. Pelantikan Anggota Putra-putri Altar

Berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping kak Christina Diesta dan

anggota Alaxandra Ira dari Gereja Kota Baru, pada hari jumat, 13 September 2013,

pukul 18.5 - 18. 15, tempatnya di Gereja Kota Baru dan hari minggu 15 September

2013, pukul 09.45-09.60 di Stasi Samigaluh dengan ketuanya Devi dan anggotanya

Retri dan Yofan. Ternyata kedua Gereja ini belum pernah mengadakan acara

pelantikan. Tetapi, khususnya di Gereja Kota Baru, pendamping mengatakan bahwa

baru pertama kali mau mengadakan acara pelantikan bagi anggota putra-putri altar

yang baru pada tanggal 13 Oktober 2013 jam 09.00 mendatang di Gereja Kota Baru.

Hal yang sama dan apa yang perlu dilakukan terdapat dalam bukunya

Martasudjita, (2008: 19) bahwa bagi remaja katolik baik perempuan maupun

laki-laki yang mau menjadi anggota putra-putri altar, sebaiknya dipersiapkan dalam

beberapa pertemuan yang berisi pengarahan, pelatihan dalam bentuk rekoleksi

sehari. Hari pelantikannya dapat dibicarakan dengan Romo Paroki setempat. Apakah

acara pelantikannya berlangsung dalam salah satu misa mingguan atau dalam bentuk

ibadat saja. Yang melantik adalah Romo paroki setempat. Inti ucaparanya

pemanggilan calon, doa berkat dari imam dan penyerahan simbol berupa pakain


(40)

5. Tugas Putra-putri Altar

Tugas putra-putri altar yaitu melayani. Tugas pelayanan putra-putri altar di

mulai dari sebelum perayaan Ekaristi dimulai, selama perayaan Ekaristi berlangsung

dan bahkan sampai sesudah perayaan Ekaristi selesai. Rincian tugasnya sebagai

berikut:

a. Tugas Putra-putri Altar sebelum Perayaan Ekaristi

Perayaan Ekaristi merupakan perayaan seluruh umat. Dengan demikian,

seluruh umat secara aktif mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi tersebut. Hal

yang sama juga diharapkan oleh “Bunda Gereja bahwa sangat mengharapkan dan menginginkan agar semua orang beriman secara sadar dan aktif mengikutsertakan

mengambil bagian dalam liturgi (Prier, 2010: 7).

Putra-putri altar mempunyai tugas yaitu sebelum perayaan Ekaristi

berlangsung, mereka perlu mempersiapkan segala sesuatu demi kelancaran perayaan

Ekaristi tersebut. Dilain pihak, mereka perlu persiapan fisik dan batin dengan

bertujuan agar putra-putri altar sungguh-sungguh memberikan pelayanan kepada

Imam di altar. Persiapan fisik dilakukan dengan cara penampilan yang rapih,

misalnya tangan harus bersih, kuku di potong rapih dan datang ke sakristi lebih

awal. Sedangkan persiapan batin dapat dilakukan dengan cara menjaga keheningan

dan berdoa dalam hati di ruang sakristi (Waskito, 1984: 69).

b. Tugas Putra-putri Altar Selama Perayaan Ekaristi

Tugas putra-putri altar selama perayaan Ekaristi berlangsung ditekankan oleh


(41)

Dalam perayaan liturgi, setiap orang baik pemimpin maupun awam, harus melakukan tugasnya secara utuh, tidak lebih dan tidak kurang, sesuai dengan sifat dan hukum-hukum liturgi. Juga para pelayan ibadat (maksudnya kamu, para putra altar), para lektor serta para anggota koor benar-benar melakukan tugas liturgi. Karena itu hendaklah mereka melakukan tugasnya dengan sungguh khidmat dan tertib, seperti pantas bagi tugas yang begitu mulia dan seperti boleh diharapkan oleh umat Allah (Waskito, 1984: 7).

Maksudnya selama perayaan Ekaristi berlangsung putra-putri altar duduk

atau berdiri secara bersama-sama sehingga membantu umat dalam mengikuti

perayaan Ekaristi serta bersama umat menjawab doa secara bersama-sama. Selain

itu, putra-putri altar mengantar ampul yang berisi air dan anggur, piala dan sibori,

serta membawa roti dan anggur ke altar dan membantu imam mencuci tangan secara

bersama-sama. Sesudah komuni, putra-putri altar membantu imam merapikan

bejana-bejana suci ke meja kredens (Komisi Liturgi-KWI, 2002: 192).

c. Tugas Putra-putri Altar sesudah Perayaan Ekaristi

Sesudah perayaan Ekaristi, putra-putri altar masih mempunyai tugas yang

lebih besar. Sikap melayani tidak hanya melayani Imam di altar, tetapi sikap

melayani harus di terapkan dimana-mana misalnya; di rumah, di sekolah, di

komunitas maupun di tengah-tengah masyarakat serta diharapkan mampu menjadi

saksi Kristus serta ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan

(Waskito, 1984: 24).

d. Perbedaan Tugas pada Masa Biasa dengan Masa Khusus (Hari Raya)

Gereja Katolik mempunyai tiga masa yaitu masa Natal, Paskah dan Masa


(42)

Masa Natal dimulai dengan minggu pertama masa Adven sekitar akhir bulan

November dan berakhir dengan Pesta Pembaptisan Yesus. Sedangkan, masa Paskah

dimulai dengan hari Rabu Abu dan berakhir dengan perayaan Pentakosta. Secara

umum, tugas putra-putri altar dalam masa biasa dan dalam masa khusus seperti

Natal dan Paskah beberapa ritus hampir sama. Namun, disini secara khusus akan

dibahas mengenai perbedaan tugas-tugas putra-putri altar dalam hari-hari raya

seperti Natal dan Paskah (Marsana Windhu, 1997a: 31-32). Rincian tugasnya antara

lain sebagai berikut:

1) Masa Adven

Kata Adven berasal dari bahasa latin adventus yang berarti kedatangan.

Selama masa Adven umat beriman diharapkan mempersiapkan diri untuk

menyambut kedatangan Yesus yang akan lahir di tengah-tengah umat-Nya. Seluruh

Gereja mengawali masa Adven dengan menandai tanda membuat lingkaran Adven,

memasang empat lilin unggu dengan menghiasi dedaunan hijau dari pohon cemara

dengan pita-pitanya (Waskito, 1984: 24-25). Putra-putri altar perlu ingat bahwa

masa yang menandai tanda dengan membuat lingkaran dengan daun-daun hijau dan

memasang empat lilin itu berarti Gereja mulai memasuki minggu Adven sebelum

merayakan Natalan atau hari kelahiran Yuruselamat.

2) Malam Natal

Malam Natal merupakan misa hari raja, maka seluruh Gereja merayakan

dengan sangat meriah dan penuh kegembiraan. Putra-putri altar mempunyai tugas


(43)

Selain itu, perlu diketahui bagaimana posisi gua Natal untuk meletakkan patung bayi

Yesus. Semua ini akan terjadi sesuai dengan kebiasaan atau tradisi Gereja setempat.

Namun, pada umumnya aturan di berbagai Gereja tetap sama sesuai kalender liturgi

(Daely, dkk. 2012: 116-117).

3) Hari Rabu Abu

Hari Rabu Abu merupakan awal pembukaan memasuki masa Prapaskah.

Disebut Rabu Abu, karena hari Rabu Abu daun palma dari tahun sebelumnya

dibakar menjadi abu dan kemudian dioleskan pada dahi umat dalam bentuk tanda

salib sekaligus sebagai tanda pertobatan (Maryanto, 2004: 186). Dalam pemberian

abu oleh Imam dan petugas di dahi umat, disertakan dengan nasehat “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil (Mrk 1:15) atau” Ingatlah hai manusia, bahwa kita ini abu dan akan kembali menjadi abu” (Kej 3:19). Untuk itu, pada hari Rabu Abu umat selalu diingatkan untuk bertobat dan menyadari bahwa manusia itu berasal dari abu

dan nantinya akan kembali menjadi abu. Mulai dari Rabu Abu, Gereja

menganjurkan kepada umatnya untuk berpantang dan berpuasa, selama empat puluh

hari dan empat puluh malam, sama seperti Yesus berpantang dan berpuasa selama

empat puluh hari dan empat puluh malam (Mat 4:2). Selain itu, Masa selama 40 hari

dikaitkan dengan 40 tahun perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke padang gurun

menuju tanah Kanaan (Komisi Liturgi Regio Jawa Plus, 2012: 46).

Tugas putra-putri altar yakni mengambil abu yang sudah dipersiapkan

sebelumnya, entah di ruang sakristi atau di meja kredens dan memberikan kepada

Imam untuk dioleskan di dahi umat. Setelah itu, ada yang bertugas melayani cuci


(44)

4) Minggu Palma

Kekhasan dari Minggu Palma yaitu adanya pemberkataan pada daun-daun

palma. Sebelum perarakan masuk dalam Gereja, daun palma sudah diperciki dengan

air suci. Setelah diberkati oleh Imam, umat berarak masuk ke dalam Gereja dengan

melambaikan daun palma. Peristiwa perarakan masuk mau digenangkan kembali

peristiwa masa lalu dimana Yesus dieluk-elukkan sebagai Mesias masuk ke

Yerusalem (Bert, 2002: 24). Tugas putra-putri altar pada Minggu Palma adalah

sebelum pemberkatan daun palma putra-putri altar segera membawa air suci dan

aspergil, ada yang mendapat tugas membawa wiruk dan dupa untuk memberkati

daun palma (Martasudjita, 2008: 108-109).

5) Kamis Putih

Misa Kamis Putih merupakan perayaan yang cukup lama karena

mengenangkan peristiwa Yesus makan bersama dengan para murid-Nya dimana

Yesus menetapkan Ekaristi. Selain itu, adanya pembasuhan kaki keduabelas murid,

prosesi Sakramen Maha Kudus dan malamnya dilanjutkan dengan tuguran

dihadapan Sakamen Maha kudus (Maryanto, 2004: 93).

Tugas putra-putri altar antara lain, ada yang membawa kain putih untuk

diikat di pinggang Imam sebelum pembasuhan kaki, ada yang siap menerima kasula,

ada yang bertugas membawa panci atau teko yang berisi air, ada yang membawa dua

kain lap yang satu untuk mengelap kaki para murid dan yang kedua mengelap air di

tangan Imam. Selain itu, mempersiapkan hosti yang besar untuk Imam dan

keduabelas orang yang dipilih sebagai keduabelas murid. Untuk perarakan


(45)

membawa wiruk dan dupa untuk mendupai Sakramen Maha Kudus, salib dan lilin

bernyala untuk perarakan Sakramen Maha Kudus. Tugas putra-putri altar

mempersiapkan segalanya demi kelancaran perayaan Kamis Putih tersebut

(Martasudjita, 2008: 110-111).

6) Jumat Agung

Hari Jumat Agung semua Gereja dengan cara dan kebiasaanya

masing-masing memperingati bagaimana Yesus dulu didera, diolok-olok bahkan dijatuhi

hukuman mati dan disalibkan di kayu salib, demi menghapus dosa-dosa umat

manusia. Maka, sebagai umat berdosa menyediakan diri untuk mengikuti upacara

penghormatan salib suci, sebagai ungkapan rasa syukur karena sudah di selamatkan

oleh Darah-Nya (Waskito, 1984: 34). Selain itu, ada kekhasan lain dari upacara

Jumat Agung yaitu ucapara dibuka dan ditutup tanpa tanda salib. Kisah sengsara

Yesus di beberapa tempat hanya dibacakan dan ada pula yang memperagakan.

Sedangkan untuk doa umat dinyanyikan secara meriah dipimpin oleh Imam

kemudian dilanjutkan dengan upacara penghormatan dan penyembahan salib.

Tugas putra-putri altar antara lain mempersiapkan bantal untuk Imam

bertiarap. Setelah itu, Imam dan putra-putri altar dari altar menuju pintu depan. Lalu,

Imam sendiri membawa salib yang sudah dibungkus kain merah dari pintu masuk,

diapit oleh dua putra-putri altar yang membawa lilin. Imam berhenti tiga kali di tiga

titik yaitu di depan pintu masuk, tengah rungan dan dimuka altar menghadap umat

dan membuka kain yang dibungkus salib dengan menyanyikan seruan” Lihat Kayu Salib” dan umat menanggapi dengan kata-kata” Marilah Kita Sembah”, lalu berlutut dan berdoa sejenak, kemudian dilanjutkan dengan pengormatan salib (Daely, dkk.


(46)

2012: 129-130). Upacara penghormatan dan penciuman salib oleh Imam dan

putra-putri altar disusul dengan pengormatan dan penciuman salib oleh umat. Selain itu,

tugas putra-putri altar berdiri di beberapa titik yang sudah disiapkan sebelumnya

oleh petugas dengan memegang lap dan salib. Setelah umat mencium salib

putra-putri altar melap salib tempat dimana umat mencium. Setelah upacara penghormatan

salib selesai, putra-putri altar ada yang bertugas memberi taplak pada altar, ada yang

memasang lilin dan salib kecil, ada yang menyediakan corporal untuk alas Sakramen

Maha Kudus (Martasudjita, 2008: 114).

7) Malam Paskah

Misa malam Paskah merupakan misa kudus paling meriah yang dirayakan

sepanjang tahun, karena Paskah adalah puncak seluruh rangkaian Trihari Paskah.

Seluruh Gereja pada malam Paskah dengan upacara yang sangat meriah merayakan

Kebangkitan Kristus, karena penderitaan dan maut sudah dikalahkan oleh-Nya.

Kekhasan dari misa Malam Paskah adalah adanya ucarapa cahaya yang meliputi

pemberkatan api, pemberkatan lilin paskah, perarakan lilin paskah dan pujian

paskah, perayaan sabda tentang karya Allah, ada pembaptisan atau pembaharuan

janji baptis dan dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi (Komisi Liturgi Regio Jawa

Plus, 2012: 59). Tugas putra-putri altar pada misa Malam Paskah yaitu membawa

wiruk dan dupa–ratus untuk mendupai lilin Paskah, ada yang membawa salib, korek api untuk menyalakan lilin Paskah, senter untuk membantu Imam saat membacakan

teks, ada juga petugas mempunyikan lonceng atau bel. Selain itu, ada yang

membantu Imam membawakan ember yang berisi air suci untuk upacara


(47)

6. Pakaian Putra-putri Altar

Dalam kehidupan sehari-hari, orang memakai berbagai jenis pakain sesuai

keperluan, antara lain untuk seragam sekolah atau kepentingan lain-lain. Begitu pula

untuk perayaan liturgi para petugas termasuk putra-putri altar mempunyai berbagai

jenis pakaian khusus.

Pakaian biasanya disesuaikan dengan masa liturgi yang dirayakan misalnya

hari raya Jumat Agung memakai warna merah untuk memperingati hari wafatnya

kita Tuhan Yesus (Martasudjita, 2006: 13). Dibawah ini akan dibahas secara khusus

pakaian yang sering dipakai oleh putra-putri altar:

a. Gaun

Dalam perayaan Ekaristi mingguan maupun hari-hari raya putra-putri altar

sering memakai gaun. Gaun tersebut sering diistilakan semacam rok yang

panjangnya sampai di mata kaki. Warna gaun sering disesuaikan dengan warna

liturgi pada hari yang bersangkutan (Marsana Windhu, 1997d: 21).

b. Superpli

Istilah Superpli dari bahasa latin disebut superpelliceum yang artinya di atas

dada. Superpli sering disebut juga alba, namun panjangnya setengah badan atau

sampai dibatas pinggang (Daely, dkk. 2012: 18). Superpli merupakan busana yang

terbuat dari bahan tekstil yang agak longgar. Superpli ini dipakai oleh putra-putri

altar di atas gaun artinya putra-putri altar memakai seperti orang memakai bayu atau


(48)

c. Single

Istilah single berasal dari bahasa latin cingulum yang artinya tali. Ukuran

singelnya tebal dan panjang yang biasanya diikat di sekeliling pinggang untuk

mengencangkan atau merapikan alba, karena kadang-kadang bayu putra-putri altar

panjang seperti alba, maka perlu memakai single untuk mengikat sehingga terlihat

rapih (Daely, dkk. 2012: 26).

d. Kerah Lebar

Putra-putri altar setelah memakai gaun, superpil dan single, sering memakai

pakaian yang berkerah lebar. Kerah lebar biasanya dipakai di atas, setelah mereka

memakai gaun, single dan superpli. Warna kerah lebar disesuaikan dengan warna

gaun yang dipakai atau disesuaikan dengan hari yang bersangkutan misalnya

minggu biasa atau hari-hari besar seperti Natal dan Paskah (Marsana Windhu,

1997d: 21).

7. Peralatan dalam Gedung Gereja

Di dalam Gereja ada beberapa tempat khusus yang mesti perlu diketahui oleh

putra-putri altar (Marsana Windhu, 1997d: 13). Peralatan tersebut antara lain sebagai

berkut:

a. Altar

Altar adalah meja Perjamuan untuk merayakan perayaan Ekaristi. Menurut

Komisi Liturgi-KWI (2002: 296) dijelaskan bahwa “altar merupakan sebagai tempat untuk menghadirkan kurban Kristus dengan menggunakan tanda-tanda sakramental.


(49)

Dalam misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam

perjamuan tersebut.

Dalam Kompendium ikhtisar Katekismus Gereja Katolik juga dijelaskan

bahwa altar merupakan simbol Kristus yang hadir sebagai kurban persembahan.

Altar digambarkan sebagai meja perjamuan perayaan Ekaristi Kudus (Kompendium

KGK, no. 288). Oleh karena itu, putra-putri altar perlu mengetahui bahwa altar

adalah tempat yang suci dan digambarkan sebagai tempat kurban Kristus sendiri

yang hadir secara nyata dalam rupa roti anggur yang sudah dikonsekrasikan

sehingga di altar tersebut tidak boleh menaruh segala sesuatu yang bukan berkaitan

dengan perayaan Ekaristi Kudus, karena altar tersebut tempat suci dan kudus

(Komisi Liturgi-KWI 2011: 306).

b. Meja Kredens

Meja kredens adalah meja kecil yang diletakkan dekat panti Imam atau dekat

altar. Meja kredens biasanya dialas dengan taplak putih bertujuan untuk menaruh

bahan-bahan persembahan yang diantar oleh umat seperti; rangkaian bunga, piala,

patena, ampul, roti anggur dan hasil bumi lainnya (Marsana Windhu, 1997e: 15).

Untuk putra-putri altar perlu ingat bahwa meja ini bukan sembarang meja

untuk meletakkan barang-barang yang bukan berhubungan dengan Ekaristi,

melainkan untuk menaruh bahan-bahan persembahan (Daely, dkk. 2012: 73). Oleh

karena itu, putra-putri altar letakkanlah barang-barang yang memang mau digunakan


(50)

c. Tabernakel

Dalam bahasa latin kata ”tabernakel” berarti kemah. Tabernakel merupakan tempat untuk menyimpan Sakramen Maha Kudus, maka di depan tebernakel siang

dan malam lampu selalu menyala. Bagi siapa saja yang melewati di depan

tabernakel hendaknya berlutut, menunduk atau membukuk kepala untuk mengormati

Yesus yang ada dalam tabernakel tersebut (Marsana Windhu, 1997e: 16). Biasanya

sisa hosti dari perayaan Ekaristi di simpan di dalam tabernakel dan ada juga petugas

seperti prodiakan atau para suster biasanya mengantar hosti kepada orang-orang

sakit (Kompendium KGK, no. 286).

d. Mimbar

Mimbar sering disebut “ambo”. Mimbar sebagai tempat untuk mewartakan sabda Allah melalui bacaan Kitab Suci dan nyanyian Mazmur. Umat diteguhkan

lewat homili yang dibawakan oleh Imam. Selain itu, mimbar juga digunakan sebagai

tempat untuk membacakan doa umat (Maryanto, 2004: 128). Oleh karena itu,

mimbar letaknya harus bagus sehingga bisa dilihat oleh umat yang hadir. Mimbar

juga perlu dihiasi dengan indah, seperti altar, karena Tuhan juga hadir lewat

pewartaan sabda-Nya (Marsana Windhu, 1997e: 15).

Bagi putra-putri altar perlu mengerti dan memahami bahwa tempat untuk

membacakan bacaan-bacaan Kitab Suci, menyanyikan mazmur dan membacakan

doa umat disebut mimbar. Selain itu, perlu diketahui juga bahwa pengumuman yang

dibacakan di mimbar itu kontrovers artinya tidak boleh, namun di dalam banyak


(51)

e. Kursi Imam

Kursi Imam dikhususkan bagi Imam sebagai memimpin perayaan Ekaristi.

Kursi yang dipakai oleh Imam merupakan simbol kepemimpinan Kristus sendiri.

Dari kursinya tersebut Imam menunjukkan peranannya sebagai pemimpin atau

gembala umat (Maryanto, 2004: 108). Putra-putri altar perlu ingat bahwa kursi

Imam hanya boleh dipakai oleh Imam sebagai gembala dan pemimpin perayaan

Ekaristi bukan oleh petugas lain.

B. Liturgi

1. Pengertian Liturgi

Kata liturgi berasal dari kata “leitourgia” yang berarti ibadat. Liturgi adalah perayaan iman Gereja. Dalam liturgi umat kristiani berkumpul untuk

mengungkapkan imannya akan Yesus yang Wafat dan bangkit dari alam maut.

Dalam perayaan Ekaristi umat mengungkapkan imannya sekaligus memupuk iman

umat. Iman umat akan berkembang bila manusia melatihnya terus-menerus. Bagi

umat kristiani yang merayakan Ekaristi berarti sungguh-sungguh percaya dengan

iman akan peristiwa kebangkitan-Nya. Oleh karena itu, sia-sia saja bila umat

mengadakan perayaan Ekaristi tanpa umat sendiri tidak memiliki iman (Marsana

Windhu, 1997a: 15).Setelah menimba kekuatan dari perayaan Ekaristi seluruh umat

dipanggil dan diutus untuk melaksanakan perwujudan ungkapan imannya secara

nyata baik di tengah-tengah masyarakat, di tempat kerja, dalam keluarga, di sekolah,

di komunitas masing-masing maupun dimana saja umat berada (Marsana Windhu,


(52)

2. Beberapa Unsur Mengenai Liturgi

a. Liturgi sebagai Puncak Perayaan Iman

Umat kristiani sering mengungkapkan iman secara pribadi maupun di dalam

kelompok. Dalam kelompok ada doa bersama misalnya; mengadakan jalan salib dan

doa rosaria. Di dalam Gereja umat mengenal tujuh sakramen dan itu semua

merupakan sebuah konsekwensi untuk menuju puncaknya pada perayaan Ekaristi.

Oleh karena itu, Ekaristi merupakan rangkuman dari seluruh pengungkapan iman

Gereja.

Seluruh umat dengan cara dan kebiasaannya masing-masing merayakan

perayaan Ekaristi di Gereja-geraja, ibadah di wilayah-wilayah, yang sudah yang

ditentukan dan itu semua merupakan liturgi resmi. Petugasnya tidak harus Uskup

atau Imam, melainkan petugas lain seperti prodiakon atau katekis. Dengan

demikian, perlu diketahui bahwa baik ibadah harian maupun perayaan Ekaristi yang

dimimpin oleh Uskup, Imam, prodiakon atau katekis merupakan liturgi resmi karena

Kristus sendiri hadir sebagai kepala Gereja dan secara langsung memimpin perayaan

liturgi tersebut.

Maka, jelas bahwa Ekaristi tidak dirayakan secara perorangan tetapi

dirayakan dalam kebersamaan dan persekutuan seluruh umat beriman, maka di

dalam kebersamaan itulah Kristus hadir (Jacobs, 1996: 31). “Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, disitu Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Maka, Yesus hadir secara nyata dalam rupa roti dan anggur yang

sudah dikonsekrasikan sehingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus sendiri dan

seluruh umat diundang untuk menyambut kehadiran-Nya dalam bentuk perjamuan


(53)

b. Keikut-sertaan Aktif Kaum Beriman dalam Perayaan Ekaristi

Sebagai bukti cinta akan rahmat dan kebaikan Allah yang telah

menyelamatkan manusia dari dosa, tidak sekedar hanya mengikuti perayaan Ekaristi

semata, namun diharapkan seluruh umat beriman turut berpartisipasi dan ikut

mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi tersebut. Dengan kata lain, umat

beriman yang menghadiri perayaan Ekaristi tidak hanya sebagai penonton yang bisu,

melainkan sungguh-sungguh memahami misteri itu dengan baik dan ikut serta penuh

hikmat dan mengambil bagian di dalamnya (SC, art. 48).

Keaktifan umat beriman terjadi melalui bermacam-macam cara dalam perayaan

Ekaristi. Ada yang bertugas sebagai misdinar, prodiakon, lektor, dirigen, organis,

pembawa persembahan, kolekte dan tata tertib. Keikutsertaan umat secara aktif juga

dalam mengucapkan seruan-seruan aklamasi, jawaban-jawaban dalam mengucapkan

doa-doa secara bersama-sama, seperti pendarasan mazmur, lagu-lagu serta

melakukan sikap liturgis secara bersama-sama seperti; berdiri, duduk dan berlutut.

Begitu pula saat hening seluruh umat diharapkan secara bersama-sama menjaga

suasana keheningan (SC, art. 30).

c. Liturgi sebagai Perayaan Syukur

Syukur adalah ucapan terimakasih manusia kepada Allah, karena Allah telah

melimpahkan rahmat-Nya dan menyatakan karya keselamatan kepada umat-Nya.

Dalam perayaan Ekaristi, umat beriman berkumpul untuk mensyukuri karya

keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang sudah digenapi dalam

diri-Nya, lewat karya-karya selama hidup-Nya sampai dengan peristiwa kematian


(54)

Dalam Ekaristi: (Eucharistia) yang artinya terimakasih atau syukur

diungkapkan lewat iman akan Yesus yang wafat dan bangkit sehingga manusia

mengalami perdamaian dan pengampunan. Rahmat perdamaian dan pengampunan

merupakan suatu hadiah yang diterimah dari Yesus secara cuma-cuma. Maka,

ungkapan rasa syukur dan terimakasih manusia atas apa yang telah diterimah dalam

iman, dirayakan dalam perayaan Ekaristi.

d. Liturgi sebagai Perayaan Kurban

Kurban adalah suatu persembahan yang dihaturkan manusia kepada Allah.

Kurban berwujud barang seperti hewan dan hasil bumi lainnya. Dalam Mazmur

kurban merupakan suatu pujian dan syukur. Namun, kurban yang dimaksudkan

disini adalah pengorbanan diri Yesus Kristus secara total di kayu salib demi

keselamatan umat manusia. Kurban Yesus mencakup dan menuntaskan segala

macam kurban yang dipersembahkan oleh manusia. Dalam perayaan Ekaristi,

Gereja berpartisipasi dalam kurban Yesus tersebut agar manusia mengalami

keselamatan (Maryanto, 2004: 108).

Dalam perjamuan terakhir, pada malam sebelum Ia diserahkan, Yesus

mengadakan Kurban Ekaristi (SC, art. 47). Kurban Tubuh dan Darah-Nya

ditetapkan untuk mengabdikan kurban salib-Nya untuk selamanya. Maka, di sini

tampak adanya kesatuan kurban Ekaristi yang dirayakan pada malam terakhir


(55)

e. Liturgi Sebagai Kenangan

Perayaan Ekaristi merupakan suatu kenangan akan wafat dan kebangkitan

Kristus. Seperti yang dikatakan oleh Yesus” Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” (Luk 22:19). Maka, dengan merayakan perayaan Ekaristi, Gereja bermaksud untuk mengenang apa yang telah diperbuat Yesus dihadapan para murid-Nya dalam

perjamuan terakhir. Dan kini, Gereja juga memenuhi amanat tersebut Gereja

mengenangkan kesengsaraan Kristus, kebangkitan-Nya yang mulia dan

kenaikan-Nya ke surga (Sugiyono, 2010b: 94). Pada saat konsekrasi, Gereja mengulang

kata-kata dan tindakan Kristus untuk mengenang Yesus yang rela mengurbankan

diri-Nya. Kata-kata dan tindakan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: “Terimalah dan makanlah, inilah Tubuh-Ku yang dikurbankan bagimu. Terimalah dan

minumlah inilah pialah Darah-Ku darah perjanjian baru dan kekal yang

ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah

ini untuk mengenangkan Daku” (DSA I-X). Kenangan misteri Paskah Kristus tidak hanya dihayati sebagai peristiwa masa lampau, melainkan dihayati sebagai peristiwa

yang terjadi sekarang ini. Maka, dengan mengenang masa lampau, Gereja mampu

menghadirkan kebaikan Allah di masa sekarang ini dalam perayaan Ekaristi.

Kenangan bukan sekedar mengingat-ingat peristiwa masa lampau, melainkan dalam

perayaan Ekaristi kurban salib Kristus yang sekali untuk selamanya itu kini

dikenang dan dihadirkan kembali dalam perayaan Ekaristi (Martasudjita, 2003b:

294-295).

f. Liturgi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia kadang-kadang mengalami


(56)

Disini Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan Gereja. Dalam hal ini (LG,

art. 11) menyatakan dengan tegas bahwa:

Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, puncak dan seluruh hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah, demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgi, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari Tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkrit menampilkan kesatuan umat Allah yang oleh sakramen Mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan.

Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh kehidupan Gereja. Oleh

karena itu, umat beriman secara aktif mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi

tersebut, baik sebagai pembagi komuni, menjadi lektor, putra-putri altar, koor,

pemazmur, komentator, doa umat, ada yang membawa persembahan dan lain

sebagainya. Disisi lain, dengan mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, umat

dapat mengungkapkan imannya. Iman tidak hanya diungkapkan lewat doa-doa saja,

melainkan iman diharapkan perlu diwujudnyatakan dalam perbuatan nyata dalam

kehidupan sehari-hari baik di tengah-tengah keluarga maupun di tengan–tengah masyarakat.

3. Sikap-sikap yang baik sebagai Seorang Pelayan

Dalam misa, para petugas maupun seluruh umat yang hadir sering melakukan

beberapa tata gerak tubuh (Daely, dkk. 2012: 14). Dibawah ini akan membahas tata

gerak tubuh yang sering dilakukan putra-putri altar adalah sebagai berikut:

a. Tanda Salib

Tanda salib merupakan tanda pengungkapan iman umat akan Kebangkitan


(1)

(43)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(44)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(45)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(46)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(47)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

(48)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Komitmen Organisasi Pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar

7 38 146

Peranan karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ bagi umat Paroki Santa Theresia Lisieux Boro, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam relevansinya mengembangkan iman yang cerdas, tangguh, dan misioner di zaman sekarang.

3 46 171

Pendidikan lingkungan hidup dan relevansinya terhadap perkembangan iman anak di Sekolah Dasar Pangudi Luhur Kalirejo Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 4 179

Katekese model SCP sebagai salah satu usaha peningkatan pelaksanaan pembinaan iman umat lingkungan Santo Yohanes Stasi Santo Yusup Balong Paroki Santa Theresia Lisieux Boro.

1 7 158

Pengaruh pendampingan iman anak terhadap keterlibatan putra-putri altar di Paroki Marganingsih Kalasan.

1 5 165

Peranan karya Misi Romo Johannes Baptist Prennthaler SJ bagi umat Paroki Santa Theresia Lisieux Boro, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam relevansinya mengembangkan iman yang cerdas,

2 21 169

Geologi Daerah Kali Tinalah Dan Sekitarnya, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

geologi regional kulon progo, kabupaten kulon progo, yogyakarta

6 49 9

Komitmen Organisasi Pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar

0 0 45

Komitmen Organisasi Pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar

0 1 18