PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK (LKPD) BERBASIS CONCEPTUAL ATTAINMENT UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KESEIMBANGAN DAN DINAMIKA ROTASI.
vii
PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK (LKPD) BERBASIS CONCEPTUAL ATTAINMENT UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KESEIMBANGAN DAN DINAMIKA ROTASI
Oleh:
Syella Ayunisa Rani NIM 12316244025
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan LKPD berbasis Conceptual Attainment, mengetahui peningkatan pemahaman konsep, dan keterampilan proses sains peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan desain penelitian model 4-D (Four D Models). Tahap-tahap penelitian meliputi: (1) define (pendefinisian), (2) design (perancangan), (3) develop (pengembangan), dan (4) disseminate (penyebaran). LKPD yang dirancang berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Magelang divalidasi oleh dosen ahli dan praktisi. LKPD hasil validasi digunakan untuk uji coba terbatas di kelas XI MIA 6. LKPD didukung oleh instrumen pendukung berupa RPP dan instrumen pengumpul data berupa soal pretest dan posttest, lembar penilaian keterampilan proses sains, serta angket respon peserta didik terhadap LKPD. Hasil revisi LKPD dari uji coba terbatas digunakan untuk uji coba lapangan di kelas XI MIA 1. Data validasi dosen ahli dan praktisi diperoleh dari angket validasi yang dihitung menggunakan Percentage of Agreement (PA). Data uji coba terbatas dan uji coba lapangan diperoleh dari hasil penilaian terhadap pretest dan posttest, lembar observasi keterampilan proses sains serta hasil angket respon peserta didik. Data tersebut kemudian dianalisis dengan normalized gain untuk pretest dan posttest, kriteria penilaian skala lima dan PA untuk lembar observasi keterampilan proses sains, serta diagram pie untuk angket respon peserta didik.
Hasil penelitian berupa dihasilkannya LKPD berbasis Conceptual Attainment yang layak digunakan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains berdasarkan penilaian validator dari aspek kesesuaian tata bahasa dan tampilan PA 96,97%, aspek kesesuaian pembelajaran berbasis Conceptual Attainment PA 95,24%, dan kesesuaian pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains PA 95%, dimana ketiganya berada pada kategori sangat baik. Kecenderungan respon peserta didik terhadap aspek penilaian LKPD adalah setuju, dengan persentase untuk uji coba terbatas sebesar 78% dan uji coba lapangan sebesar 89%. Peningkatan pemahaman konsep berdasarkan Normalized Gain (g) untuk uji coba terbatas 0,56 dan uji coba lapangan 0,50, dimana keduanya dalam kategori interpretasi gain sedang. Peningkatan keterampilan proses sains tidak signifikan pada uji coba terbatas maupun pada uji coba lapangan dengan range antara 0,1 hingga 0,3.
Kata kunci: Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD), Conceptual Attainment, pemahaman konsep, keterampilan proses sains
(2)
viii
DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEET
WITH CONCEPTUAL ATTAINMENT METHOD TO IMPROVE CONCEPTS UNDERSTANDING AND SCIENCE PROCESS SKILLS
IN EQUILIBRIUM AND ROTATIONAL DYNAMICS By
Syella Ayunisa Rani NIM 12316244025
ABSTRACT
The research aims were to produce Conceptual Attainment student worksheet, improvement of concepts understanding, and science process skills after using Conceptual Attainment student worksheet.
This was a development research by using 4-D models. The steps consisted of (1) define, (2) design, (3) develop, and (4) disseminate. The Conceptual Attainment student worksheet which designed based on the observation in SMA Negeri 1 Magelang, was validated by expert judgment and teacher. The student worksheet as the result of validation was used for limited test in XI MIA 6. It was supported by supported instrument, lesson plan and collected instrument which consist of pretest and posttest, science process skills observation sheet, and student questioner. Limited test revision result was used for field test in XI MIA 1. Expert judgment and teacher validation got from validation questioner which was calculated by Percentage of Agreement (PA). Limited and field test data got from pretest and posttest scores, science process skills observation sheet, and result of student questioner. Then the data were analyzed by normalized gain for pretest and posttest, ideal scale criterions and PA for science process skills observation, and pie diagram for student questioner. The research results were produced Conceptual Attainment student worksheet which can be used to improve concepts understanding and science process skills based on validator’s score from language structure and design PA 96.97%, appropriate learning with Conceptual Attainment method PA 95.24%, and learning to improve science process skills PA 95%, which all aspects got the best category. Almost students agreed to the worksheet with presentation 78% for limited test and 89% for field test. Concepts understanding improvement based on Normalized Gain (g) were 0.56 for limited test and 0.50 for field test. Science process skills improvement weren’t significant for all the test with range 0.1-0.3.
Keywords: student worksheet, Conceptual Attainment, concept understanding, science process skills
(3)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad ke-21 dikenal sebagai abad pengetahuan, dimana pengetahuan merupakan landasan utama dalam segala aspek kehidupan. Pada abad ke-21, terjadi peningkatan daya saing antarnegara di dunia khususnya dalam bidang teknologi. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang mampu menguasai dan mengembangkan teknologi dengan baik.
Perkembangan teknologi di suatu negara tidak lepas dari perkembangan kualitas pendidikannya. Berdasarkan kenyataan itu, maka mata pelajaran sains khususnya Fisika memegang peranan penting. Indonesia sebagai negara berkembang tentu saja masih tertinggal penguasaan sains khususnya Fisika dibandingkan dengan negara lain. Menurut penilaian dari PISA (Program for International Student Assessment) pada tahun 2012, hasil penguasaan literasi sains peserta didik di Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara peserta, yaitu satu tingkat di atas negara Peru seperti tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penguasaan Literasi Sains di Indonesia Tahun
Studi
Mata Pelajaran
Skor Rata-rata Indonesia
Skor Rata-rata Internasional
Peringkat Indonesia
Jumlah Negara Peserta
2012 Membaca 396 496 60 65
Matematika 375 494 64
Sains 382 501 64
(Yuvita Oktasari, 2014: 2-3)
Hal ini membuktikan bahwa penguasaan sains termasuk di dalamnya Fisika di Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, pembenahan sistem pendidikan perlu dilakukan untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik, meliputi
(4)
2
kemampuan dalam berfikir kritis, kemampuan menghubungkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan dunia nyata, kemampuan menguasai teknologi baik informasi maupun komunikasi dan berkolaborasi.
Dalam rangka pembenahan sistem pendidikan, pemerintah berupaya memperbaharui kurikulum dengan mengembangkan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 (K13). K13 menekankan pada penyempurnaan pola pikir peserta didik dari yang semula pembelajaran berpusat pada guru beralih berpusat pada peserta didik, pembelajaran yang semula satu arah menjadi lebih interaktif dan pembelajaran yang semula maya atau abstrak didorong untuk mengikuti konteks dunia nyata.
Langkah penguatan proses dalam pembelajaran K13 menggunakan pendekatan saintifik melalui 5M yaitu: mengamati, menanya, mencoba atau mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Pendekatan pembelajaran ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat berpikir peserta didik mulai dari tingkat rendah hingga tinggi, sesuai dengan ranah kognitif, C1 mengingat, C2 memahami, C3 mengaplikasi, C4 menganalisis, C5 mengevaluasi, dan C6 mencipta.
Pemilihan jenis metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi ajar sangat dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum baru. Metode pembelajaran erat kaitannya dengan cara pengelolaan pembelajaran di kelas. Pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga menjadikan kemampuan tersebut lebih sistematis, efektif, dan efisien. Dalam K13 dibutuhkan suatu metode
(5)
3
pembelajaran yang dapat mengakomodasi peserta didik menjadi lebih aktif dan interaktif dalam menemukan konsep yang sedang dipelajari.
Di samping metode, media pembelajaran juga memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Menurut Wartono (1999: 71), media adalah sesuatu yang bertindak sebagai alat untuk melaksanakan komunikasi. Dalam interaksi belajar mengajar, selanjutnya media dapat merupakan manusia, benda ataupun peristiwa, yang membuat kondisi tertentu bagi peserta didik sehingga memungkinkan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan maupun sikap tertentu.
Media pembelajaran yang tepat erat kaitannya dalam hal meningkatkan pemahaman konsep peserta didik yang semula abstrak menjadi lebih konkret. Di samping itu, dapat pula mengefektifkan komunikasi antara guru dan peserta didik sehingga materi yang semula rumit dan sulit dijelaskan oleh guru menggunakan kata-kata dapat dengan mudah dijelaskan. Peserta didik juga dapat memperluas pengalamannya dengan mengamati, mencoba, dan mengalami langsung suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Magelang selama satu bulan pada bulan Agustus-September 2015, diketahui bahwa pembelajaran Fisika telah menggunakan K13. Akan tetapi, proses pembelajaran secara umum masih menekankan pada ketercapaian hasil belajar peserta didik dalam aspek kognitif dan sedikit melibatkan aktivitas eksperimen yang mampu mengembangkan keterampilan proses sains. Kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru dan peserta didik lebih banyak menerima informasi sehingga cenderung pasif dalam kegiatan pembelajaran.
(6)
4
Target pembelajaran hanya sampai pada peserta didik memperoleh pengetahuan sehingga kurang menggali dan mengembangkan keterampilan berpikir. Peserta didik hanya memiliki pengetahuan untuk menyelesaikan soal-soal latihan tanpa dapat mengaitkan atau menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, guru hanya berorientasi pada produk atau hasil bukan kepada proses yang dilakukan peserta didik dalam memperoleh pembelajaran. Di samping itu, metode 5M juga belum semua terintegrasi dalam pembelajaran di kelas. Menurut klasifikasi Bloom pembelajaran semacam ini hanya didasarkan kepada C1 mengingat, C2 memahami, dan C3 mengaplikasi, belum sampai ke tingkat C4 menganalisis, C5 mengevaluasi, dan C6 mencipta. Dengan pembelajaran semacam ini, pengetahuan yang diperoleh peserta didik menjadi tidak berbekas dan kurang melatihkan kemampuan berpikir sehingga proses pembelajaran menjadi tidak konseptual dan bermakna. Hal ini tentu tidak sejalan dengan K13 yang seharusnya menempatkan guru hanya sebagai penuntun peserta didik dalam menemukan konsep pembelajaran yang harus mereka kuasai.
Melihat permasalahan yang ada, muncul suatu ide untuk mengoptimalkan pelaksanaan K13 yaitu dengan mengembangkan media berupa Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) berbasis Conceptual Attainment pada pembelajaran Fisika. Beberapa penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa metode Conceptual Attainment dapat digunakan untuk mengembangkan dan menguatkan pemahaman peserta didik tentang konsep serta mempraktikkan berfikir kritis di dalam pembelajaran. Menurut Navdeep Kaur (2014: 10) metode pembelajaran Conceptual Attainment merupakan metode yang lebih baik dan
(7)
5
lebih efektif dalam memahami konsep Fisika dibandingkan dengan metode konvensional dilihat dari taraf signifikansinya. Sehingga diharapkan melalui pengembangan LKPD berbasis Conceptual Attainment ini, dapat digunakan untuk mengoptimalkan K13 dalam proses pembelajaran Fisika terutama dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains peserta didik.
Materi yang akan dipergunakan dalam penelitian adalah materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi. Pemilihan materi ini disebabkan karena materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi berisi konsep-konsep dasar mekanika klasik yang terapannya banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian, materi ini jarang disajikan melalui kegiatan eksperimen. Kecenderungan pembelajaran terhadap materi ini disampaikan melalui persamaan-persamaan matematis sehingga peserta didik cenderung hanya menghafal rumus dan mengaplikasikannya ke dalam soal.
LKPD yang dikembangkan ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga diharapkan mampu menjembatani kesulitan guru untuk menerapkan K13 dalam pembelajaran Fisika. Di samping itu, juga berguna untuk memudahkan peserta didik dalam memahami Fisika dengan mempelajari konsepnya. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan dikembangkan media berupa LKPD berbasis Conceptual Attainment pada pembelajaran Fisika materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi untuk kelas XI di SMA Negeri 1 Magelang. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut:
(8)
6
1. Proses penyampaian informasi masih berpusat pada guru karena belum adanya LKPD yang dapat memancing antusias peserta didik dalam menemukan konsep Fisika.
2. Metode 5M belum semua terintegrasi di dalam pembelajaran di kelas. Pembelajaran hanya sampai pada C1 mengingat, C2 memahami dan C3 mengaplikasi, belum sampai ke tingkat C4 menganalisis, C5 mengevaluasi dan C6 mencipta.
3. Peserta didik belum pernah belajar menggunakan LKPD berbasis Conceptual Attainment pada pembelajaran Fisika karena guru belum pernah mengembangkan LKPD tersebut di sekolah.
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang ada dan adanya berbagai keterbatasan, maka penelitian ini hanya dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Hasil belajar ditekankan pada pemahaman konsep (C1 mengingat, C2 memahami, C3 mengaplikasi, dan C4 menganalisis) serta keterampilan proses sains (mengamati, menyusun hipotesis, melakukan eksperimen, mengklasifikasi data ke dalam tabel, menginterpretasi hasil analisis data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan). Pemahaman konsep mengacu pada nilai pretest dan posttest yang dicapai peserta didik, sedangkan keterampilan proses sains mengacu pada hasil observasi yang dilakukan selama kegiatan eksperimen berlangsung.
2. LKPD berbasis Conceptual Attainment digunakan sebagai alat bantu selama proses pembelajaran materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi.
(9)
7 D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah dapat ditentukan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kelayakan LKPD berbasis Conceptual Attainment dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains peserta didik pada materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi?
2. Berapa besar peningkatan pemahaman konsep peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment?
3. Berapa besar peningkatan keterampilan proses sains peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan produk berupa LKPD berbasis Conceptual Attainment yang layak dipergunakan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains peserta didik pada materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi berdasarkan penilaian validator dan hasil uji coba empirik di sekolah.
2. Mengetahui seberapa besar peningkatan pemahaman konsep peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment.
3. Mengetahui seberapa besar peningkatan keterampilan proses sains peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment.
(10)
8 F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait, khususnya bagi guru, peserta didik, peneliti dan sekolah.
1. Bagi guru
a. Memperoleh contoh produk pengembangan berupa LKPD pembelajaran Fisika untuk K13 materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi.
b. Mengenalkan guru mengenai metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains peserta didik.
2. Bagi peserta didik
a. Dapat digunakan sebagai alat pembelajaran dalam rangka pembangunan konsep Fisika pada masing-masing peserta didik sehingga mereka memahami materi yang diajarkan.
b. Membantu peserta didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.
c. Melatih peserta didik untuk dapat mengungkapkan pendapat dan berkerja sama dengan peserta didik lain dalam menemukan suatu konsep Fisika.
3. Bagi peneliti
a. Dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam penelitian yang lain. b. Menambah pengetahuan mengenai metode pembelajaran yang dapat
(11)
9
c. Memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti yang lain untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai LKPD berbasis Conceptual Attainment.
4. Bagi sekolah
a. Memperoleh contoh LKPD berbasis Conceptual Attainment pada materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi sebagai alternatif media pembelajaran Fisika di sekolah.
G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk yang dikembangkan secara spesifik adalah sebagai berikut:
1. Produk berupa LKPD berbasis Conceptual Attainment untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains.
2. Materi yang digunakan dalam LKPD adalah materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi.
3. LKPD berisi petunjuk eksperimen yang terdiri dari kegiatan mengamati, menyusun hipotesis, melakukan eksperimen, mengklasifikasi data ke dalam tabel, menginterpretasi hasil analisis data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan.
4. LKPD terdiri dari 6 eksperimen dengan sub topik mengenai Torsi, Momen Inersia, Hukum Kekekalan Momentum Sudut, Keseimbangan Benda Tegar dan Titik Berat.
(12)
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Fisika dan Pembelajaran Fisika
Physics is the study of the basic component of the universe and their interactions (Karen Cummings, 2004: 6). Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai komponen dasar dari jagad raya dan interaksi-interaksi yang terdapat di dalamnya. Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains). Hakikat sains menurut Collete dan Chiappeta (1994) dalam (Zuhdan, 2004: 1.24), meliputi: 1) pengumpulan pengetahuan (body of knowledge); 2) cara atau jalan berfikir (a way of thinking); 3) cara untuk penyelidikan (a way of investigating).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 277), Fisika merupakan ilmu tentang zat dan energi (seperti panas, cahaya, dan bunyi). Menurut Mundilarto (2002: 3), Fisika merupakan ilmu yang berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu indah dan dengan rapi dapat dideskripsikan secara matematis. Matematika dalam hal ini berfungsi sebagai bahasa komunikasi sains termasuk Fisika.
Melalui pembelajaran Fisika diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pemahaman serta kebiasaan berpikir secara kritis dalam memenuhi kebutuhan hidup ataupun untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup yang dihadapi. Pembelajaran Fisika harus dapat mendorong peserta didik untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, keterbukaan, dan kebiasaan berfikir rasional, sehingga peserta didik tidak hanya menganggap Fisika
(13)
11
sebagai materi pembelajaran namun lebih kepada bagaimana mereka memahami dunia.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Wartono (1999: 2) kegunaan dan fungsi pembelajaran Fisika adalah sebagai berikut: 1) memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari, 2) mengembangkan keterampilan proses, 3) mengembangkan wawasan, sikap, dan nilai yang berguna bagi peserta didik untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari, 4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan Fisika dan teknologi dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari, 5) mengembangkan kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Pada dasarnya Fisika terdiri atas banyak konsep dan prinsip yang umumnya sangat abstrak. Kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar peserta didik adalah dalam menginterpretasi berbagai konsep dan prinsip tersebut sebab mereka dituntut harus mampu menginterpretasinya secara tepat dan tidak samar-samar atau tidak mendua arti. Kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi dan menginterpretasi konsep-konsep Fisika jelas merupakan prasyarat penting bagi penggunaan konsep-konsep untuk membuat inferensi-inferensi yang lebih kompleks atau untuk memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan konsep-konsep tersebut (Mundilarto, 2002: 3).
(14)
12
2. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
Depdiknas (2008: 13) mengemukakan bahwa LKPD (student worksheet) merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKPD biasanya berisi petunjuk dan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu tugas. LKPD dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran di kelas. Menurut Trianto (2010: 111), LKPD dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen dan demonstrasi.
Adapun menurut Andi Prastowo (2011: 205), LKPD memiliki empat fungsi, yaitu:
a. Sebagai bahan ajar yang dapat meminimalkan peran dari pendidik dan mengoptimalkan peran peserta didik dalam pembelajaran.
b. Sebagai bahan ajar yang membantu peserta didik dalam memahami materi yang dipelajari.
c. Sebagai bahan ajar yang ringkas namun kaya akan tugas yang membantu dalam proses berlatih.
d. Memudahkan penyampaian pembelajaran kepada peserta didik.
LKPD disusun dengan materi dan tugas yang dikemas sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Andi Prastowo (2011: 208-211) menyatakan bahwa terdapat lima macam bentuk LKPD yang umum digunakan oleh peserta didik, meliputi:
a. LKPD yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep, yaitu LKPD yang memiliki ciri-ciri mengetengahkan terlebih dahulu suatu
(15)
13
fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap suatu fenomena, selanjutnya peserta didik diajak untuk mengontruksi pengetahuan yang mereka dapat tersebut. LKPD bentuk ini memuat apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Dalam penggunaannya LKPD jenis ini seharusnya didampingi oleh sumber belajar lain, seperti buku yang dapat digunakan sebagai bahan verifikasi bagi peserta didik .
b. LKPD yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan, yaitu LKPD yang melatih peserta didik untuk dapat menerapkan konsep yang telah dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.
c. LKPD yang berfungsi sebagai penuntun belajar, yaitu LKPD yang berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya terdapat pada buku. Peserta didik akan dapat mengerjakan LKPD tersebut jika mereka membaca buku, sehingga fungsi utama dari LKPD adalah membantu peserta didik menghafal dan memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku.
d. LKPD yang berfungsi sebagai penguatan, yaitu LKPD yang diberikan setelah peserta didik selesai mempelajari suatu topik tertentu. Materi pembelajaran lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku pelajaran.
e. LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum berisi petunjuk-petunjuk praktikum yang yang akan dilakukan.
(16)
14
Menurut Surachman (1998: 46-47), LKPD dapat dikemas dalam beberapa bentuk, seperti:
a. Tertutup (Structured, Guided), yaitu LKPD yang cukup membatasi peluang peserta didik untuk mengembangkan daya kreatifitas dan minat. Tujuan dari LKPD tipe ini adalah melatih peserta didik melaksanakan kegiatan belajar laboratorium.
b. Semi Terbuka (Semi Structured, Semi Guided), yaitu LKPD yang berisi langkah kerja yang dapat diikuti peserta didik untuk mengembangkan beberapa kemampuan spesifik.
c. Terbuka (Structured, Guided), yaitu LKPD yang memberi peluang besar bagi peserta didik untuk mengembangkan kreatifitas dan nalarnya. Arahan yang diberikan oleh guru hanya bersifat stimulus untuk mengerjakan kegiatan.
Dalam pembelajaran Fisika, LKPD dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
a. LKPD Eksperimen
LKPD untuk eksperimen berisi lembar kerja yang memuat petunjuk eksperimen. Sistematika LKPD pada umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat dan bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, dan pertanyaan.
b. LKPD Noneksperimen
LKPD noneksperimen berupa lembar kegiatan yang memuat teks yang menuntun peserta didik untuk melakukan diskusi terhadap materi
(17)
15
pembelajaran. Kegiatan menggunakan LKPD ini dikenanl dengan istilah DART (Direct Activity to Related to the Text Books).
Penyajian materi pembelajaran dalam LKPD meliputi penyampaian materi secara ringkas dan kegiatan yang melibatkan peserta didik secara aktif, misalnya percobaan sederhana, diskusi, dan latihan soal. Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny (1992: 41), LKPD yang dikembangkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar menjadi LKPD yang berkualitas. Syarat-syarat tersebut meliputi:
a. Syarat didaktik
LKPD yang dikembangkan haruslah memenuhi syarat-syarat didaktik, seperti:
1) Memperhatikan adanya perbedaan individu.
2) Penekanan pada proses menemukan konsp-konsep.
3) Memberikan kesempatan peserta didik untuk menulis, menggambar, menggunakan alat, menyentuh benda nyata, dan sebagainya.
4) Mengembangkan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri anak.
b. Syarat konstruksi
Merupakan syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya harus dapat dimengerti oleh peserta didik.
(18)
16
c. Syarat teknis
Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, dan tampilan dalam LKPD.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis LKPD yang dapat digunakan guru sebagai alternatif media pembelajaran di kelas. Setiap LKPD disusun dengan materi dan tugas-tugas yang dikemas sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. LKPD menyediakan bahan ajar yang memudahkan peserta didik dalam berinteraksi secara aktif terhadap materi yang diberikan sehingga peran guru dapat diminimalkan. Agar LKPD yang dikembangkan menjadi berkualitas, perlu diperhatikan beberapa syarat seperti syarat didaktik, konstruksi, dan teknis.
LKPD yang dikembangkan pada penelitian ini merupakan LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk eksperimen yang membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep. LKPD didasarkan pada fenomena-fenomena yang nyata, konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Peserta didik mempunyai peluang besar untuk mengembangkan kreatifitas dan nalarnya karena bentuk dari LKPD ini adalah LKPD terbuka, dimana arahan yang diberikan oleh guru hanya bersifat stimulus untuk mengerjakan kegiatan.
3. Metode Pembelajaran Conceptual Attainment
Menurut Aunurrahman (2012: 148), metode pembelajaran Conceptual Attainment atau pencapaian konsep adalah metode pembelajaran yang dirancang untuk menata atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien. Metode ini memiliki pandangan
(19)
17
bahwa peserta didik tidak hanya dituntut untuk mampu membentuk konsep melalui proses pengklasifikasian data tetapi mereka juga harus dapat membentuk susunan konsep dengan kemampuannya sendiri.
Menurut Paul Eggen (2012: 218), motode Concept Attainment adalah sebuah metode pengajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik dari semua usia, mengembangkan dan menguatkan pemahaman mereka tentang konsep, serta mempraktikkan cara berfikir kritis. Dalam metode pembelajaran ini guru menunjukkan contoh dan non dari suatu konsep yang dibayangkan. Sementara peserta didik membuat hipotesis tentang kemungkinan konsepnya, menganalisis hipotesis-hipotesis mereka dengan melihat contoh dan noncontoh, serta pada akhirnya sampai pada konsep yang dimaksud. Analisis ini mengikuti aturan sederhana bahwa semua contoh haruslah menggambarkan konsep dan tidak satu pun dari noncontoh yang dapat meggambarkan konsep.
Motode Conceptual Attainment juga berguna untuk memberikan peserta didik pengalaman terhadap metode ilmiah. Terutama pengalaman terhadap pengujian hipotesis, pengalaman yang kerap sulit diberikan di dalam bidang-bidang materi selain sains.
Perencanaan pembelajaran menggunakan motode Conceptual Attainment menurut Paul Eggen (2012: 220-225), meliputi:
a. Mengidentifikasi Topik
Guru umumnya memulai proses perancangan pembelajaran dengan mengidentifikasi satu topik yang diyakininya penting untuk dipahami oleh peserta didik. Pengalaman awal peserta didik adalah faktor yang harus
(20)
18
dipertimbangkan ketika memilih topik dalam pembelajaran berbasis Conceptual Attainment.
b. Menentukan Tujuan Belajar
Tujuan pembelajaran berbasis Conceptual Attainment meliputi membantu peserta didik mengembangkan dan membangun konsep-konsep serta hubungan di antara konsep-konsep tersebut, di samping itu juga memberikan latihan perfikir kritis bagi peserta didik dengan membentuk dan menguji hipotesis. Pada saat pembuatan rencana pembelajaran, guru sebaiknya perlu mengetahui dengan jelas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
c. Memilih Contoh dan Noncontoh
Pembelajaran berbasis Conceptual Attainment dikembangkan di sekitar contoh dan noncontoh dari topik yang diajarkan. Untuk membantu peserta didik mengembangkan dan memperkaya pemahaman mereka, pengetahuan mengenai noncontoh sangatlah berharga. Pemilihan noncontoh adalah bagian penting dari merancang rencana pembelajaran menggunakan basis Conceptual Attainment.
d. Mengurutkan Contoh dan Noncontoh
Berfikir kritis dan terutama pengujian hipotesis merupakan tujuan pembelajaran berbasis Conceptual Attainment, oleh sebab itu penempatan contoh dari konsep yang diajarkan haruslah diatur agar peserta didik mendapatkan sebanyak mungkin praktik dalam proses pembelajaran ini. Jalan tersingkat untuk memperoleh konsep adalah dengan menempatkan contoh yang paling jelas pada urutan pertama.
(21)
19
Fase-fase dalam pembelajaran berbasis Conceptual Attainment menurut Paul Eggen (2012: 226-235), meliputi:
a. Fase 1: Perkenalan
Guru memperkenalkan pembelajaran dan menjelaskan bagaimana kegiatan akan berlangsung.
b. Fase 2: Contoh dan Merumuskan Hipotesis
Guru menunjukkan contoh dan noncontoh seraya meminta peserta didik untuk menghipotesiskan pendapat mereka tentang konsep tersebut. c. Fase 3: Siklus Analisis
Guru meminta peserta didik menganalisis hipotesis-hipotesis yang ada untuk mengetahui apakah hipotesis-hipotesis tersebut valid atau tidak. d. Fase 4: Penutup dan Penerapan
Guru meminta peserta didik mengidentifikasi karakteristik utama dari konsep, menyatakan definisi, dan menghubungkan dengan konsep-konsep yang terkait.
4. Pemahaman Konsep
Konsep-konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-skema terorganisasi untuk mengasimilasikan stimulus-stimulus baru, dan untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangunan (building blocks) berfikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk meneruskan prinsip-prinsip dan generalisasi-genralisasi. Untuk memecahkan
(22)
20
masalah, seseorang peserta didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya (Ratna Wilis Dahar, 2011: 62).
Menurut Flavell (1970) dalam (Ratna Wilis Dahar, 2011: 62-63), konsep-konsep dibedakan dalam 7 dimensi, yaitu:
a. Atribut, dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk, atau dapat juga berupa fungsional. Setiap konsep pasti mempunyai sejumlah atribut yang berbeda.
b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut. c. Keabstrakan, menyangkut apakah konsep tersebut merupakan sesuatu
yang dapat dilihat (konkret) atau terdiri dari konsep-konsep lain.
d. Keinklusifan, ditunjukkan pada sejumlah contoh yang terlibat dalam konsep tersebut.
e. Generalitas atau keumuman, semakin umum suatu konsep, semakin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep lainnya.
f. Ketepatan, menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dan noncontoh suatu konsep.
g. Kekuatan (power), ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.
Menurut Ausubel dalam Wartono (1999: 113), konsep dapat diperoleh melalui dua acara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan. Pembentukan konsep mengikuti pola contoh atau aturan. Anak yang belajar dihadapkan pada sejumlah contoh dan noncontoh mengenai konsep tertentu.
(23)
21
Melalui proses diskriminasi dan abstraksi, ia akan menetapkan suatu aturan yang menentukan kriteria dari konsep yang dipelajarinya tersebut. Sedangkan asimilasi konsep merupakan proses pembelajaran konsep yang berbeda dengan pembentukan konsep. Asimilasi konsep lebih bersifat deduktif, artinya anak disajikan atribut-atribut kriteria konsep, kemudian mereka menghubungkan atribut-atribut tersebut dengan gagasan-gagasan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka.
Konsep berkembang melalui suatu tingkatan, mulai dari hanya mampu menunjukkan suatu contoh hingga dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Terdapat empat tingkatan pencapaian konsep menurut Klausmeiner (1977) dalam (Ratna Wilis Dahar, 2011: 69-71), yaitu:
a. Tingkat Konkret
Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret apabila orang tersebut mengenal suatu benda yang ada di depannya.
b. Tingkat Identitas
Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat identitas apabila orang tersebut dapat melakukan generalisasi terhadap dua atau lebih bentuk yang identik dari benda yang sama merupakan anggota dari kelas yang sama. c. Tingkat Klasifikasi
Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat klasifikasi apabila orang tersebut dapat mengklasifikasikan contoh dan noncontoh konsep walupun tidak dapat menentukan kriteria atribut ataupun menentukan kata yang dapat mewakili konsep.
(24)
22
d. Tingkat Formal
Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat formal apabila orang tersebut dapat memberi nama konsep yang dimaksud, mendefinisikan konsep tersebut dalam atribut-atribut kriterianya, mendiskriminasi dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi, serta memberikan contoh dan noncontoh konsep.
Pengalaman-pengalaman serta pengetahuan guru merupakan sumber untuk menentukan konsep-konsep mana yang harus diajarkan pada peserta didik. Kemampuan konseptual harus diperhatikan dalam mengambil keputusan. Tingkat-tingkat perkembangan Piaget memberikan informasi tentang kemampuan-kemampuan kognitif yang dapat digunakan untuk menentukan kemampuan-kemampuan konseptual itu. Anak-anak sekolah dasar misalnya, lebih mudah belajar konsep-konsep dengan contoh-contoh konkret, sedangkan para peserta didik yang telah mencapai tingkat operasi-operasi formal dapat belajar konsep-konsep yang lebih abstrak (Wartono, 1999: 125).
Sesudah memilih konsep-konsep yang akan diajarkan, guru hendaknya merencanakan strategi-strategi pengajaran untuk mengajarkan konsep-konsep itu. Dalam merencanakannya, guru harus memustuskan tingkat pencapaian konsep yang mana yang dapat diharapkan dari para peserta didik. Analisis konsep akan dapat menolong guru dalam memutuskan tingkat pencapaian konsep dan memilih materi pelajaran yang akan diberikan. Tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari peserta didik, tergantung pada kompleksitas dari konsep dan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Ada peserta didik
(25)
23
yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula peserta didik yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal (Wartono, 1999: 126).
Menurut David R Krathwohl (2001: 67-68), dimensi proses kognitif dalam klasifikasi Bloom dibedakan menjadi enam seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Dimensi Proses Kognitif pada Klasifikasi Bloom
Kategori dan Proses Kognitif
Nama
Definisi Alternatif
1 Mengingat: mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan dari memori
1.1 Mengenal Mengidentifikasi
Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka pan-jang yang konsisten de-ngan material yang di-perkenalkan
1.2 Memanggil kembali ingatan
Mendapatkan kembali
Mendapatkan kembali pe-ngetahuan yang relevan da-ri memoda-ri jangka pan-jang 2 Memahami: membangun arti dari pesan pembelajaran, termasuk
komunikasi lisan, tulisan, dan grafik
2.1 Menginterpretasi
Mengklarifikasi, menafsirkan, mewakili, menerjemahkan
Merubah dari satu bentuk gambaran ke bentuk yang lain
2.2 Memberikan
contoh Mengilustrasi
Menemukan contoh yang spesifik atau ilustrasi dari sebuah konsep atau prinsip 2.3 Mengklasifikasi Menggolongkan Menentukan sesuatu terma-suk ke dalam suatu kategori 2.4 Menyimpulkan Meringkas,
menyamaratakan
Meringkas sebuah tema umum atau poin utama
2.5 Menduga
Menyimpulkan, meramalkan kemungkinan, menyisipkan, menduga
Menggambarkan sebuah kesimpulan logis dari infor-masi yang diperkenalkan
2.6 Membandingkan
Mengontraskan, memetakan, menjodohkan
Mendeteksi hubungan antara dua buah ide, objek, dan kesamaannya
2.7 Menjelaskan Membangun model
Membangun model sebab akibat dari sebuah sistem
(26)
24
Kategori dan Proses
Kognitif Nama Definisi
3 Mengaplikasi: membawa atau menggunakan prosedur dalam sebuah situasi yang diberikan
3.1 Mengeksekusi Membawa Memakai sebuah prosedur untuk tugas yang sama 3.2 Mengimplementasi Menggunakan
Memakai sebuah prosedur untuk tugas yang tidak sama
4
Menganalisis: membagi material menjadi beberapa bagian yang dipilih dan menentukan bagaimana bagian tersebut berhubungan satu sama lain dan untuk seluruh strukturnya
4.1 Membedakan
Membedakan, memfokuskan, memilih
Membedakan bagian yang relevan dari bagian yang tidak relevan atau mem-bedakan bagian yang pen-ting dari yang tidak penpen-ting dari material yang di-perkenalkan
4.2 Mengelompokkan
Menemukan koherensi,
mengintegrasikan, menguraikan, menata
Menentukan bagaimana elemen layak atau ber-fungsi dalam struktur
4.3 Menunjukkan Membongkar
Menentukan sudut pan-dang, prasangka, nilai, atau maksud yang mendasari material yang diperkenal-kan
5 Mengevaluasi: membuat penilaian berdasarkan sebuah kriteria dan standar
5.1 Mengecek
Mengkoordinasi, mendeteksi, memonitor, mengetes
Menentukan apakah sebuah proses atau produk mem-punyai konsistensi internal
5.2 Mengkritik Menilai
Menentukan apakah sebuah proses atau produk mem-punyai konsistensi eks-ternal
6
Mencipta: meletakkan elemen-elemen bersamaan untuk membentuk keseluruhan elemen yang disusun kembali ke dalam bentuk baru atau struktur baru
6.1 Membangkitkan Menghipotesis
Datang dengan alternatif hipotesis yang didasarkan pada kriteria
(27)
25
Kategori dan Proses
Kognitif Nama Definisi
6.2 Merencanakan Mendesain
Memikirkan prosedur untuk memenuhi beberapa tugas
6.3 Memproduksi Membangun Penemuan produk
Penelitian pengembangan LKPD ini difokuskan kepada peningkatan pemahaman konsep ranah kognitif didasarkan pada Klasifikasi Bloom yaitu C1 mengingat, C2 memahami, C3 mengaplikasi, dan C4 menganalisis. Diharapkan melalui pembelajaran yang difokuskan pada C1-C4, peserta didik tidak hanya mampu menghafal materi pembelajaran namun juga mampu memahami, mengaplikasi dan menganalisis materi yang diajarkan. Sehingga dapat terjadi retensi atau penyerapan dalam proses pembelajaran.
5. Keterampilan Proses Sains
Mempelajari gejala alam (sains) tidak hanya dari fakta, konsep, dan teori yang dihafalkan, tetapi juga terdiri dari kegiatan aktif menggunakan pikiran dan metode ilmiah. Sains secara garis besar terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Sikap dan proses ilmiah merupakan bagian dari komponen pembelajaran sains sehingga jika pembelajaran hanya berpusat pada mendapatkan produk berupa fakta dan teori belumlah lengkap, karena hanya merupakan salah satu komponen.
Komponen sikap ilmiah yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik meliputi sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, kerjasama, terbuka, objektif, kreatif, toleransi, percaya diri, dan lain-lain. Dengan kata lain, pendidikan sains juga bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dari peserta didik.
(28)
26
Proses ilmiah diturunkan dari langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Langkah-langkah tersebut disebut keterampilan proses sains, mencakup observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel, merumuskan hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan variabel secara operasional, dan melaksanakan eksperimen. Untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tersebut kepada peserta didik dipersyaratkan bahwa mereka harus benar-benar melakukannya. Dengan kata lain, peserta didik harus bekerja sebagai seorang saintis. Oleh karena itu, pendekatan ini mengurangi proporsi kegiatan membaca dan memperbesar proporsi kegiatan berinteraksi dengan material-material nyata. Pendekatan proses dapat memberikan pemahaman yang benar tentang hakikat sains. Dengan demikian, peserta didik dapat mengalami excitement sains dan dapat memahaminya dengan lebih baik (Mundilarto, 2002: 13).
Menurut Mundilarto (2002: 14-15), keterampilan proses sains dapat dikelompokkan ke dalam:
a. Keterampilan proses sains dasar, meliputi: mengamati/obeservasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi.
b. Keterampilan proses sains terpadu, meliputi: mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun hipotesis, merancang penyelidikan, mengumpulkan dan mengolah data, menyusun tabel data, menyusun grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, menganalisis, melakukan penyelidikan, dan melakukan eksperimen.
(29)
27
Sedangkan menurut Zuhdan K. Prasetyo, dkk (2004: 2.16), keterampilan-keterampilan dasar proses sains adalah sesuatu yang dikerjakan ketika mereka mengerjakan sains. Peserta didik yang menggunakan keterampilan-keterampilan adalah peserta didik yang aktif. Mereka menggunakan indra untuk mengobservasi, mengklasifikasi dalam membentuk konsep baru, mengkomunikasikan apa yang diketahui, mengukur dalam mengkuantitatifkan deskripsi objek dan peristiwa, membuat kesimpulan sementara, dan meramal kemungkinan perolehan sebelum betul-betul melakukan observasi.
Menurut Padilla dalam (Zuhdan K. Prasetyo, dkk, 2004: 2.21), keterampilan terpadu proses sains dapat membantu peserta didik menjadi peneliti dan pemecahkan masalah sebab keterampilan-keterampilan terpadu menyediakan peserta didk seperangkat konsep untuk digunakan dalam investigasi dan untuk mengidentifikasi suatu masalah, mendesain prosedur, dan menemukan penyelesaian.
Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam menilai keterampilan proses sains peserta didik ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Indikator Keterampilan Proses Sains
Indikator Keterampilan Proses Sains Mengamati
Mengidentifikasi objek.
Menggunakan lebih dari satu indra.
Menggunakan seluruh indra yang dibutuhkan. Mengidentifikasi indra yang digunakan.
Menggunakan alat pengamatan seperti lup dengan benar. Menjelaskan alat dengan benar.
Menyediakan pengamatan kualitatif baik dengan verbal atau gambar. Menyediakan pengamatan kuantitatif.
(30)
28
Indikator Keterampilan Proses Sains Mengklasifikasikan
Mengidentifikasi peralatan utama dengan objek yang dapat disortir. Mengidentifikasi peralatan yang sama ke semua objek dalam kumpulan.
Menyortir dengan akurat ke dalam dua kelompok. Menyortir dengan akurat ke dalam beberapa cara. Membentuk bagian-bagian.
Membuat kriteria pensortiran sendiri.
Menyediakan suara rasional untuk pengelompokan. Mengembangkan sistem klasifikasi yang komplek. Mengomunikasikan
Mengidentifikasi objek dan kejadian dengan akurat. Menjelaskan objek dan kejadian dengan akurat.
Menyediakan pendapat yang rasional dan logis untuk memberikan penjelasan dan kesimpulan.
Mengirimkan informasi ke yang lain dengan akurat dalam format lisan maupun tulisan.
Berfikir verbal. Menyimpulkan
Menjelaskan hubungan diantara objek dan kejadian yang diamati. Menggunakan seluruh informasi dalam membuat kesimpulan. Membuat kesimpulan berdasarkan bukti.
Tidak menggunakan informasi yang tidak ada.
Memisahkan dengan tepat informasi yang tidak penting. Memperlihatkan alasan dengan kesimpulan verbal. Memakai kesimpulan proses dalam situasi yang tepat.
Menginterpretasi grafik, tabel, dan data eksperimen yang lain. Merumuskan Hipotesis
Membangun sebuah hipotesis dari masalah atau pertanyaan yang diberikan.
Merumuskan hipotesis dari permasalahannya sendiri.
Mengusulkan beberapa hipotesis yang masuk akal untuk menjelaskan situasi yang diamati.
Mengembangkan cara dari menguji hipotesis.
Menguji dengan sistematis seluruh hipotesis yang berkenaan dengan situasi dengan mengumpulkan data dan menganalisis bukti.
Merumuskan kesimpulan sementara didasarkan pada bukti dari hipotesis yang diujikan.
Interpretasi Data
Mengidentifikasi data yang dibutuhkan dan bagaimana mengukurnya. Merencanakan pengumpulan data baik kualitatif maupun kuantitatif. Mengumpulkan data yang dipergunakan sebagai bukti.
Membangun tabel data.
Membangun dan menginterpretasi grafik. Membuat interpretasi yang valid dari data.
(31)
29
Indikator Keterampilan Proses Sains Melakukan Eksperimen
Mengikuti petunjuk eksperimen.
Mengembangkan cara alternatif dan pertanyaan investigasi. Manipulasi material.
Melakukan investigasi trial dan error.
Mengidentifikasi pertanyaan yang dapat diuji. Mendesain prosedur investigasinya sendiri.
Merumuskan kesimpulan valid didasarkan pada bukti. (David Jerner Martin, 2009: 342-344)
Agar memiliki keterampilan-keterampilan tersebut, maka peserta didik harus dilatih untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan itu. Pemberian pengalaman belajar secara langsung dalam pembelajaran sains sangat ditekankan khususnya pada pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah.
Keterampilan proses sains yang ditekankan pada penelitian pengembangan LKPD ini meliputi kegiatan mengamati, menyusun hipotesis, melakukan eksperimen, mengklasifikasi data ke dalam tabel, menginterpretasi hasil analisis data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Pemilihan keterempilan proses sains didasarkan pada tujuan pembuatan LKPD yaitu untuk membantu peserta didik menemukan suatu konsep. Selain itu, juga didasarkan pada materi Fisika yang dipilih dalam pengembangan LKPD. Semakin kompleks materi yang digunakan maka dibutuhkan keterampilan proses sains yang terpadu atau terintegrasi.
(32)
30
6. Materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi a. Torsi
Gaya dapat menghasilkan torsi (momen gaya) yang menyebabkan suatu benda berotasi apabila garis kerja gaya tersebut tidak melalui poros atau as (bagian tengah) dari pusat rotasi. Namun apabila gaya berupa tarikan atau dorongan yang diberikan arahnya menuju poros atau as, maka gaya tersebut hanya akan menyebabkan benda bergeser atau bergerak translasi, sebagaimana terlihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. (a) Gaya yang dapat menyebabkan gerak rotasi dan (b) Gaya yang tidak menyebabkan gerak rotasi (Purwoko, 2009: 166)
Torsi merupakan perkalian vektor (cross product) antara vektor posisi �⃗ dan vektor gaya �⃗ yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
�⃗ = �⃗ × �⃗ atau |�| = |�||�| sin �
dengan � adalah sudut yang dibentuk antara vektor posisi �⃗ dengan vektor gaya �⃗. Gambar 2 menunjukkan jarak tegak lurus yang ditarik dari sumbu putar ke garis kerja gaya yang disebut sebagai lengan momen , dimana besar lengan momennya adalah:
= � sin �
Dari persamaan (1) dan (2) akan didapatkan persamaan sebagai berikut: � = �
�
� a
� �
(33)
31
Gambar 2. Lengan momen ditarik dari sumbu putar (Purwoko, 2009: 168) Tanda untuk menunjukkan arah torsi ditentukan berdasarkan ketentuan jika putarannya searah jarum jam, maka torsi bernilai negatif – dan jika putarannya berlawanan arah jarum jam maka torsi bernilai positif + .
b. Momen Inersia
Momen inersia benda menyatakan ukuran kemampuan benda untuk mempertahakan kecepatan sudut rotasinya. Sama halnya massa pada gerak translasi yang menyatakan kemampuan benda untuk mempertahankan kecepatan linearnya.
Benda yang massanya besar akan lebih sulit diputar dari pada benda yang massanya kecil dan ketika benda yang massanya besar tersebut sudah berputar maka akan lebih sulit dihentikan dari pada benda yang massanya kecil. Selain itu, jika massa terkonsentrasi pada lokasi yang lebih jauh dari sumbu rotasi, momen inersia juga akan lebih besar.
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep momen inersia dimana momen inersia merupakan hasil kali antara massa benda
dengan kuadrat jarak benda itu dari sumbu putar � .
.
.
θ �
(34)
32
Secara matemetis momen inersia partikel dirumuskan: � = �
Momen inersia sistem partikel dirumuskan:
� = Σ ��� = � + � + �
Untuk benda dengan massa yang terdistribusi secara kontinue, perhitungan momen inersia menggunakan rumus integral:
� = ∫ � �
dengan � adalah elemen massa kecil benda yang berjarak � dari poros rotasi.
c. Hukum Kekekalan Momentum Sudut
Momentum sudut total benda-benda yang bergerak rotasi akan tetap konstan jika torsi total yang bekerja padanya sama dengan nol (Agus Taranggono, 2005: 34). Jika momen gaya atau torsi yang bekerja pada benda sama dengan nol Σ� = dan benda berotasi pada sumbu tetap, maka ketika � momen inersia � dan kecepatan sudut � serta ketika � momen inersia � dan kecepatan sudut � , sesuai dengan hukum kekekalan momentum sudut dapat dirumuskan sebagai berikut:
� = �
� � = � � = konstan d. Keseimbangan Benda Tegar
Benda tegar adalah benda yang strukturnya akan tetap kuat atau tidak berubah bentuk walaupun dikenai gaya pada benda tersebut. Suatu benda tegar dikatakan seimbang statis apabila benda tegar tersebut tidak bergerak
(35)
33
translasi Σ� = maupun rotasi Σ� = . Syarat keseimbangan statis benda tegar secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
1) Resultan gaya eksternal harus nol: Σ� =
Syarat pada persamaan (9) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (10), yaitu:
� = � + � + ⋯ =
Persamaan (10) dapat dijabarkan menjadi persamaan (11) berupa: � = � + � + ⋯ =
� = � + � + ⋯ = � = � + � + ⋯ =
Persamaan (11) menyatakan bahwa jumlah komponen gaya sepanjang tiga arah yang saling tegak lurus adalah sama dengan nol (Halliday & Resnick, 1985: 416).
2) Resultan torsi eksternal harus nol: Σ� =
Syarat pada persamaan (12) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (13), yaitu:
� = � + � + ⋯ =
Persamaan (13) dapat dijabarkan menjadi persamaan (14) berupa: � = � + � + ⋯ =
� = � + � + ⋯ = � = � + � + ⋯ =
(36)
34
Persamaan (14) menyatakan bahwa dalam keadaan seimbang, jumlah komponen torsi yang bekerja pada benda sepanjang tiga arah yang saling tegak lurus adalah sama dengan nol (Halliday & Resnick, 1985: 417).
e. Titik Berat
Suatu benda tegar terdiri atas bagian-bagian kecil yang disebut sebagai partikel. Setiap partikel memiliki massa. Berat keseluruhan benda tegar tersebut merupakan resultan dari gaya gravitasi yang terarah vertikal ke bawah dari semua partikelnya. Resultan ini bekerja melalui suatu titik tunggal yang disebut sebagai titik berat atau pusat gravitasi.
Koordinat titik berat benda , yang terdiri atas banyak partikel dengan titik berat , , , , , , … yang beratnya berturut -turut , , , … dapat ditentukan dengan rumus:
=ΣΣ� �
� dan = Σ � �
Σ �
Akan tetapi, = � sehingga persamaan (15) dapat dinyatakan dengan: = ΣΣ� �
� dan = Σ � �
Σ �
Untuk benda satu dimensi, titik berat sistem benda adalah: =ΣΣ� �
� dan = Σ � �
Σ �
dengan merupakan panjang atau keliling masing-masing komponen punyusun sistem benda. Untuk benda dua dimensi, titik berat sistem benda adalah:
(37)
35
dengan � merupakan luas dari masing-masing komponen punyusun sistem benda. Sedangkan untuk benda tiga dimensi, titik berat sistem benda adalah:
=ΣΣ����
� dan = Σ ���
��
dengan � merupakan volum dari masing-masing komponen punyusun sistem benda (Purwoko, 2009: 178-180).
Titik berat dari beberapa benda homogen yang bentuknya teratur (memiliki sumbu simetri) ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Titik Berat Benda Berbentuk Luasan
No. Benda Tegar Titik Berat
1 Pelat segitiga = �⁄ ;
� = tinggi segitiga 2
Pelat persegiempat, jajargenjang, belah ketupat, bujursangkar
= �⁄ ; � = tinggi pelat 3 Pelat setengah lingkaran = � �⁄ ;
� = jari-jari lingkaran (Purwoko, 2009: 182)
B. Penelitian Yang Relevan
1. Robi Ikhwanda dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Concept Attainment dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas X SMAN 1 Batipuh Tahun Pelajaran 2013/2014”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran Concept Attainment lebih baik daripada yang tidak menggunakan pada peserta didik kelas X SMAN 1 Batipuh tahun ajaran 2013/2014.
(38)
36
2. Jama’ah, Tomo, Syaiful dengan judul penelitian “Remediasi Miskonsepsi Menggunakan Concept Attainment Berbantuan Mind Map pada Rangkaian Listrik Arus Searah”, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1) perbedaan miskonsepsi terjadi secara signifikan dengan rata-rata penurunan miskonsepsi sebesar 40,5%; 2) efektifitas model pembelajaran tergolong tinggi yaitu sebesar 3,22; dan 3) rata-rata peserta didik merespon positif model pembelajaran sebesar 93%.
3. Navdeep Kaur dengan judul penelitian “Effect of Concept Attainment Model of Teaching on Achievement in Physics at Secondary Stage” dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa motode pengajaran Concept Attainment merupakan metode yang lebih baik dan lebih efektif dalam memahami konsep Fisika dibandingkan dengan metode konvensional. Motode Concept Attainment memiliki taraf signifikansi peserta didik yang lebih tinggi dari metode konvensional.
C. Kerangka Berfikir
Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains). Dengan mempelajari Fisika, banyak manfaat yang dapat diperoleh peserta didik seperti kepekaan terhadap lingkungan baik alam maupun buatan, mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan wawasan, sikap dan nilai, serta mengembangkan kemampuan dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada dasarnya Fisika terdiri atas banyak konsep dan prinsip yang umumnya sangat abstrak, sehingga menyebabkan kesulitan bagi sebagian besar peserta didik dalam
(39)
37
menginterpretasikan konsep dan prinsip tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan metode dan media pembelajaran yang tepat dalam mempelajari Fisika.
Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangunan (building blocks) berfikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk meneruskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seseorang peserta didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Belajar konsep menjadi penting kaitannya dalam setiap proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang sesuai untuk perolehan konsep adalah metode pembelajaran Conceptual Attainment, suatu metode yang dirancang untuk menata atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara lebih tepat dan efisien. Dalam pembelajaran ini, peserta didik tidak hanya dituntut untuk dapat membentuk konsep melalui pengklasifikasian data namun peserta didik harus dapat membentuk susunan konsep melalui kemampuannya sendiri.
Dalam pembelajaran Fisika, pemahaman konsep perlu didukung dengan keterampilan proses sains. Hal tersebut dikarenakan melalui keterampilan proses sains, peserta didik tidak hanya memahami konsep yang diajarkan namun juga terampil dalam melakukan aktivitas-aktivitas sains yang berhubungan dengan konsep. Keterampilan proses sains meliputi: observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel, merumuskan hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan variabel secara operasional, dan melaksanakan eksperimen.
Keterampilan proses sains diturunkan melalui kegiatan yang dilakukan oleh saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Untuk mengajarkan
(40)
keterampilan-38
keterampilan proses sains kepada peserta didik, mereka diharuskan benar-benar melakukannya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan eksperimen di laboratorium.
Dalam pembelajaran Fisika berbasis Conceptual Attainment dipandang media berupa LKPD akan sesuai, dikarenakan LKPD dapat digunakan untuk memandu peserta didik dalam kegiatan eksperimen. Di samping itu, melalui LKPD berbasis Conceptual Attainment, pendidik juga dapat mengamati sejauh mana pencapaian konsep dan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Keseimbangan dan Dinamika Rotasi untuk kelas XI semester genap.
(41)
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Telah dihasilkan LKPD berbasis Conceptual Attainment yang layak digunakan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains berdasarkan penilaian validator dan angket respon peserta didik. Hasil penilaian validator terhadap aspek kesesuaian LKPD dengan tata bahasa dan tampilan PA 96,97%, kesesuaian LKPD dengan pembelajaran berbasis Conceptual Attainment PA 95,24%, serta kesesuaian LKPD dengan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains PA 95%, dimana ketiganya berada pada kategori sangat baik. Kecenderungan respon peserta didik terhadap aspek penilaian LKPD adalah setuju, dengan persentase uji coba terbatas sebesar 78% dan uji coba lapangan sebesar 89%.
2. Rata-rata peningkatan pemahaman konsep peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment berdasarkan perhitungan Normalized Gain (g) adalah 0,56 untuk uji coba terbatas dan 0,50 untuk uji coba lapangan, dimana keduanya termasuk dalam kategori interpretasi gain sedang.
3. Rata-rata peningkatan keterampilan proses sains peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment berdasarkan perhitungan Normalized Gain (g) tidak signifikan pada uji coba terbatas maupun pada uji coba lapangan dengan range antara 0,1-0,3.
(42)
105
B. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian telah diupayakan semaksimal mungkin agar sesuai dengan tujuan penelitian, tetapi masih terdapat keterbatasan dan kelemahan yang tidak dapat dihindarkan seperti:
1. LKPD yang diisi hanya satu per kelompok sehingga pengamatan keterampilan proses sains masing-masing peserta didik sangat tergantung dari hasil pengamatan dua observer.
2. Butir soal pretest dan posttest hanya didasarkan pada ranah kognitif berdasarkan klasifikasi Bloom C1-C4, belum sampai pada C5 dan C6.
3. Penelitian hanya menggunakan satu kelas baik uji coba terbatas maupun uji coba lapangan sehingga interpretasi gain pada peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains belum dapat dibandingkan hasilnya. C. Saran
Beberapa saran yang dapat dicermati untuk penelitian yang lebih lanjut: 1. Perlu dikembangkan LKPD berbasis Conceptual Attainment pada materi
pembelajaran selain materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi.
2. Pada penelitian lebih lanjut, dapat ditambah pengamatan aspek keterampilan proses sains yang lain sesuai dengan kesesuaian materi yang diajarkan. 3. Butir soal yang dikembangkan dalam pretest dan posttest sebaiknya sudah
dapat mengukur ranah kognitif dari C1-C6.
4. Untuk mengetahui interpretasi gain pada peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains dapat digunakan dua kelas sehingga hasilnya dapat dibandingkan.
(43)
106
DAFTAR PUSTAKA
Agus Taranggono. 2005. Sains Fisika 2B untuk SMA Kelas 2. Jakarta: Bumi Aksara. Andi Prastowo. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
Diva Press.
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Borich, Gary D. 1994. Observation Skilled for Effective Teaching Second Edition. USA: Macmillan Publishing Company.
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Kemendiknas. Eggen, Paul. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks.
Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hake, Richard R. 1999. Analysis Change / Gain Score. Diakses dari http://www.physics.indiana.edu/~AnalyzingChange-Gain.pdf pada tanggal 3 Februari 2016, Jam 19.45 WIB.
Halliday & Resnick. 1985. Fisika Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Hendro Darmodjo dan Jenny. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Ditjen Dikti.
Jama'ah, Tomo, Syaiful. 2013. Remediasi Miskonsepsi Menggunakan Concept Attainment Berbantuan Mind Map pada Rangkaian Listrik Arus Searah. Diakses dari jurnal.untan.ac.id pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.52 WIB. Kaur, Navdeep. 2014. Effect of Concept Attainment Model of Teaching on
Achievement in Physics at Secondary Stage. Diakses dari cirworld.org pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.55 WIB.
Krathwohl, David R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, A
Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: David
McKay.
Lukmanul Hakim. 2013. Sistem Pendidikan Kurikum 2013: Kajian Dokumen terhadap Kurikulum 2013. Diakses dari www.academia.edu pada tanggal 3 Februari 2016, Jam 20.00 WIB.
(44)
107
Martin, David Jerner. 2009. Elementary Science Methods, A Constructivist Approach. USA: Wadsworth Cengage Learning.
Mundilarto. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: JICA. Purwoko. 2009. Physics for Senior High School Year XI. Bogor: Yudhistira.
Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Robi Ikhwanda. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Concept Attainment dalam
Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas X SMAN 1 Batipuh Tahun Ajaran 2013/2014. Diakses dari repository.upi.edu pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.40 WIB.
Surachman. 1998. Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Tim Redaksi KBBI. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Perdana Media Group.
_____ . 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara. Wartono. 1999. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: JICA.
Yuvita Oktasari. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains pada Bidang Studi Fisika Materi Momentum Impuls. Diakses dari repository.upi.edu pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.30 WIB. Zuhdan K Prasetyo, dkk. 2004. Kapita Selekta Pembelajaran Fisika. Pondok Cabe:
(1)
37
menginterpretasikan konsep dan prinsip tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan metode dan media pembelajaran yang tepat dalam mempelajari Fisika.
Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangunan (building blocks) berfikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk meneruskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seseorang peserta didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Belajar konsep menjadi penting kaitannya dalam setiap proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang sesuai untuk perolehan konsep adalah metode pembelajaran Conceptual Attainment, suatu metode yang dirancang untuk menata atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara lebih tepat dan efisien. Dalam pembelajaran ini, peserta didik tidak hanya dituntut untuk dapat membentuk konsep melalui pengklasifikasian data namun peserta didik harus dapat membentuk susunan konsep melalui kemampuannya sendiri.
Dalam pembelajaran Fisika, pemahaman konsep perlu didukung dengan keterampilan proses sains. Hal tersebut dikarenakan melalui keterampilan proses sains, peserta didik tidak hanya memahami konsep yang diajarkan namun juga terampil dalam melakukan aktivitas-aktivitas sains yang berhubungan dengan konsep. Keterampilan proses sains meliputi: observasi, mengukur, inferensi, memanipulasi variabel, merumuskan hipotesis, menyusun grafik dan tabel data, mendefinisikan variabel secara operasional, dan melaksanakan eksperimen.
Keterampilan proses sains diturunkan melalui kegiatan yang dilakukan oleh saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Untuk mengajarkan
(2)
keterampilan-38
keterampilan proses sains kepada peserta didik, mereka diharuskan benar-benar melakukannya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan eksperimen di laboratorium.
Dalam pembelajaran Fisika berbasis Conceptual Attainment dipandang media berupa LKPD akan sesuai, dikarenakan LKPD dapat digunakan untuk memandu peserta didik dalam kegiatan eksperimen. Di samping itu, melalui LKPD berbasis Conceptual Attainment, pendidik juga dapat mengamati sejauh mana pencapaian
konsep dan keterampilan proses sains yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Keseimbangan dan Dinamika Rotasi untuk kelas XI semester genap.
(3)
104 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Telah dihasilkan LKPD berbasis Conceptual Attainment yang layak digunakan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains berdasarkan penilaian validator dan angket respon peserta didik. Hasil penilaian validator terhadap aspek kesesuaian LKPD dengan tata bahasa dan tampilan PA 96,97%, kesesuaian LKPD dengan pembelajaran berbasis Conceptual Attainment PA 95,24%, serta kesesuaian LKPD dengan
pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains PA 95%, dimana ketiganya berada pada kategori sangat baik. Kecenderungan respon peserta didik terhadap aspek penilaian LKPD adalah setuju, dengan persentase uji coba terbatas sebesar 78% dan uji coba lapangan sebesar 89%.
2. Rata-rata peningkatan pemahaman konsep peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment berdasarkan perhitungan Normalized Gain (g) adalah 0,56 untuk uji coba terbatas dan 0,50 untuk uji coba lapangan, dimana keduanya termasuk dalam kategori interpretasi gain sedang.
3. Rata-rata peningkatan keterampilan proses sains peserta didik setelah diimplementasikan LKPD berbasis Conceptual Attainment berdasarkan perhitungan Normalized Gain (g) tidak signifikan pada uji coba terbatas maupun pada uji coba lapangan dengan range antara 0,1-0,3.
(4)
105 B. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian telah diupayakan semaksimal mungkin agar sesuai dengan tujuan penelitian, tetapi masih terdapat keterbatasan dan kelemahan yang tidak dapat dihindarkan seperti:
1. LKPD yang diisi hanya satu per kelompok sehingga pengamatan keterampilan proses sains masing-masing peserta didik sangat tergantung dari hasil pengamatan dua observer.
2. Butir soal pretest dan posttest hanya didasarkan pada ranah kognitif berdasarkan klasifikasi Bloom C1-C4, belum sampai pada C5 dan C6.
3. Penelitian hanya menggunakan satu kelas baik uji coba terbatas maupun uji coba lapangan sehingga interpretasi gain pada peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains belum dapat dibandingkan hasilnya. C. Saran
Beberapa saran yang dapat dicermati untuk penelitian yang lebih lanjut: 1. Perlu dikembangkan LKPD berbasis Conceptual Attainment pada materi
pembelajaran selain materi Keseimbangan dan Dinamika Rotasi.
2. Pada penelitian lebih lanjut, dapat ditambah pengamatan aspek keterampilan proses sains yang lain sesuai dengan kesesuaian materi yang diajarkan. 3. Butir soal yang dikembangkan dalam pretest dan posttest sebaiknya sudah
dapat mengukur ranah kognitif dari C1-C6.
4. Untuk mengetahui interpretasi gain pada peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains dapat digunakan dua kelas sehingga hasilnya dapat dibandingkan.
(5)
106
DAFTAR PUSTAKA
Agus Taranggono. 2005. Sains Fisika 2B untuk SMA Kelas 2. Jakarta: Bumi Aksara. Andi Prastowo. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
Diva Press.
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Borich, Gary D. 1994. Observation Skilled for Effective Teaching Second Edition. USA: Macmillan Publishing Company.
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Kemendiknas. Eggen, Paul. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: Indeks.
Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hake, Richard R. 1999. Analysis Change / Gain Score. Diakses dari http://www.physics.indiana.edu/~AnalyzingChange-Gain.pdf pada tanggal 3 Februari 2016, Jam 19.45 WIB.
Halliday & Resnick. 1985. Fisika Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Hendro Darmodjo dan Jenny. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Ditjen Dikti.
Jama'ah, Tomo, Syaiful. 2013. Remediasi Miskonsepsi Menggunakan Concept Attainment Berbantuan Mind Map pada Rangkaian Listrik Arus Searah. Diakses dari jurnal.untan.ac.id pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.52 WIB. Kaur, Navdeep. 2014. Effect of Concept Attainment Model of Teaching on
Achievement in Physics at Secondary Stage. Diakses dari cirworld.org pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.55 WIB.
Krathwohl, David R. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, A
Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: David
McKay.
Lukmanul Hakim. 2013. Sistem Pendidikan Kurikum 2013: Kajian Dokumen terhadap Kurikulum 2013. Diakses dari www.academia.edu pada tanggal 3 Februari 2016, Jam 20.00 WIB.
(6)
107
Martin, David Jerner. 2009. Elementary Science Methods, A Constructivist Approach. USA: Wadsworth Cengage Learning.
Mundilarto. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: JICA. Purwoko. 2009. Physics for Senior High School Year XI. Bogor: Yudhistira.
Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Robi Ikhwanda. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Concept Attainment dalam
Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas X SMAN 1 Batipuh Tahun Ajaran 2013/2014. Diakses dari repository.upi.edu pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.40 WIB.
Surachman. 1998. Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Tim Redaksi KBBI. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Perdana Media Group.
_____ . 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.
Wartono. 1999. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: JICA.
Yuvita Oktasari. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman Berbantuan Multimedia untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kompetensi Sains pada Bidang Studi Fisika Materi Momentum Impuls. Diakses dari repository.upi.edu pada tanggal 12 Juli 2015, Jam 11.30 WIB. Zuhdan K Prasetyo, dkk. 2004. Kapita Selekta Pembelajaran Fisika. Pondok Cabe: