Analisis Teks Prosedural pada Wacana Mejejahitan dan Metanding : Struktur dan Pola Bahasanya.

ANALISIS TEKS PROSEDURAL PADA WACANA MEJEJAHITAN DAN METANDING:
STRUKTUR DAN POLA BAHASANYA

Putu Weddha Savitri
Jurusan Sastra Inggris Universitas Udayana
dvi_jayendra@yahoo.com/weddha@fs.unud.ac.id
Abstrak
Teks prosedural adalah teks yang memuat tentang langkah-langkah atau instruksi dalam
melakukan sesuatu. Teks semacam ini sangat mudah ditemukan disekeliling kita seperti pada resep
masakan, cara-cara pengobatan, petunjuk penggunaan suatu alat, dan lain-lain. Sebuah teks procedural
biasanya terdiri dari bagian judul, awal, isi, dan penutup. Setiap bagian akan menunjukkan fungsinya
masing-masing. Selain itu, pola bahasa yang digunakan dalam teks procedural memiliki ciri tersendiri
sehingga akan memudahkan pembaca untuk mengikuti instruksi yang diberikan.
Selain pada resep masakan, teks semacam ini juga dapat ditemukan dalam tata cara
mejejahitan dan metanding yang dalam kebudayaan Hindu Bali merupakan salah satu kegiatan awal
yang menjadi bagian dalam pelaksanaan upacara agama. Mejejahitan adalah kegiatan dalam merangkai
janur menjadi bentuk tertentu, sedangkan metanding adalah kegiatan dalam menata seluruh bahan
pelengkap dalam pembuatan sarana upakara tertentu pula. Makalah ini akan menguraikan tentang
struktur teks procedural dan fungsinya, serta menganalisis pola bahasa yang digunakan dalam petunjuk
mejejahitan dan metanding. Metode dan teknik analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif
dan hasil analisis akan disampaikan secara informal.

Kata Kunci : teks prosedural, struktur, pola bahasa.
I. Pendahuluan
Kajian wacana merupakan kajian yang selalu menarik untuk ditelaah karena wacana
merupakan satuan bahasa yang paling tinggi dan terlengkap karena mengandung semua unsur
gramatikal didalamnya yang membentuk satu kesatuan yang utuh (Kridalaksana, 2001:231). Terdapat
berbagai macam wacana berdasarkan isi dan tujuan pembuatannya seperti wacana naratif, deskriptif,
persuasive, argumentasi, eksposisi, informatif, dan yang juga cukup sering ditemui adalah wacana atau
teks prosedural.
Teks prosedural adalah sebuah teks yang tersusun dari satu set instruksi untuk memberikan
langkah-langkah dalam melakukan sesuatu. Wacana ini dapat pula berupa wacana yang berisi petunjuk
untuk membuat sesuatu (Poedjosoedarmo, 1986:1). Setiap prosedur merupakan sebuah unit yang saling
berhubungan dengan unit yang lain dalam membangun sebuah teks. Teks procedural menjelaskan
bagaimana untuk mewujudkan tujuan tertentu (goal) melalui tindakan-tindakan yang terorganisir.
Sebuah teks procedural terdiri dari dua bagian utama yaitu goal (tujuan) dan instruction (petunjuk)
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Namun kebanyakan teks prosedural yang kita temui, tidak
hanya terdiri dari kedua bagian itu tapi dapat terdiri dari struktur yang lebih kompleks yang dapat
dijabarkan lagi dalam beberapa bagian seperti bahan, peringatan, penjelasan, petunjuk pelaksanaan,
syarat, dan lain-lain. Ada pula yang membagi struktur teks prosedural ke dalam judul, awal, isi dan
penutup (Indiyastini, 2009:82). Struktur lain yang juga sering ditemui adalah terdiri dari aim/goal
(tujuan), materials (bahan-bahan), dan steps (tahapan/langkah)

Teks procedural dapat berupa, mulai dari yang paling sederhana, yaitu resep masakan
sampai pada termasuk dokumen yang beragam seperti teks pengajaran, pemberitahuan medis,
rekomendasi perilaku sosial, petunjuk penggunaan, cara perakitan, panduan perjalanan, dan termasuk
di dalamnya wacana mejejahitan dan metanding. Mejejahitan dan Metanding merupakan salah satu

aktivitas yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat Bali sehari-hari yang berhubungan
dengan kegiatan ritual dalam agama Hindu. Mejejahitan adalah kegiatan dalam merangkai janur
menjadi bentuk tertentu, sedangkan metanding adalah kegiatan dalam menata seluruh bahan pelengkap
dalam pembuatan sarana upakara tertentu pula. Walaupun sebagian besar masyarakat Bali sudah biasa
melakukan kegiatan ini, tetapi tidak semua orang fasih dalam mengerjakannya terutama dengan
banyaknya jenis banten yang ada untuk masing-masing upacara. Selain itu, tidak semua orang punya
kesempatan untuk mempelajari langsung dan mengingat setiap detail dalam membuat sarana upacara
tersebut. Untuk itu maka banyak diterbitkan buku-buku yang memuat tentang cara Mejejahitan dan
Metanding sehingga masyarakat dapat belajar sendiri dan tidak salah dalam mempersiapkan seluruh
sarana upacara dan yadnya.
Selain strukturnya yang khusus, pola bahasa yang digunakan juga mempunyai ciri
tersendiri yang disesuaikan dengan kepentingan dari wacana yang dibuat. Umumnya tujuan dari sebuah
teks procedural adalah memberikan instruksi dalam melakukan sesuatu dalam tahapan-tahapan yang
urut sehingga pola bahasa yang lazim digunakan adalah dalam bentuk kalimat perintah dengan
menggunakan verba aksi seperti ambil, campurkan, letakkan, dan lain-lain. Untuk itu, makalah ini

ditujukan untuk menguraikan wacana procedural dengan sumber data buku Mejejahitan dan
Metanding Edisi 1 oleh Niken Tambang Raras (2006), dengan menganalisa struktur teks dan pola
bahasa yang digunakan dalam menginstruksikan cara-cara pembuatan banten tertentu.

II. Pembahasan
Bahan dasar mejejahitan adalah berupa daun-daunan, misalnya janur (daun kelapa muda),
slepan (daun kelapa tua), daun pisang, ambu (daun enau muda), sedangkan daun enau yang tua disebut
ron, dan daun ental. Bahan-bahan inilah yang paling dominan dipergunakan untuk mejejahitan
disamping tentu saja bahan-bahan lainnya. Kemudian alat untuk menjahit dan merangkai bahan dasar
tersebut adalah semat atau biting. Alat yang lain untuk menuas janur atau daun adalah pisau.
Adapun wacana procedural yang akan dibahas adalah cara mejejahitan untuk membuat
Sampian Sesayut dan petunjuk metanding Banten Soda (ajuman). Kedua jenis wacana dalam bahasa
Indonesia ini diuraikan tentang struktur dan pola bahasanya sebagai suatu wacana prosedural yang
dibuat untuk memberi instruksi atau petunjuk kepada pembacanya untuk membuat sebuah sarana
upakara yang dimaksud.
2.1 Mejejahitan
Dalam mejejahitan ini akan dibahas salah satu contohnya yaitu merangkai janur untuk
membuat Sampian Sesayut, sebagai berikut:
SAMPIAN SESAYUT
Sampian ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan Sampian Plaus yang kedua tangkihnya

digabungkan. Cara membuatnya sama seperti sampian Sesayut menggunakan nampan atau nyiru, hanya
saja sesayut ini berbentuk tamas.
- Pertama-tama janur dipotong menjadi 2 buah, kedua potongan janur tersebut dilipat dan lidi bagian
atasnya dibuang. (Gb. 1.1.5.1.a)
- Selanjutnya pada ujung janur yang lidinya dibuang kemudian dituas berbentuk segitiga seperti pada
gambar. (Gb. 1.1.5.1.b)
- Setelah itu dibentuk tangkih keduanya. (Gb. 1.1.5.1.c)
- Kedua tetuasan yang sudah berbentuk tangkih kemudian digabung sehingga berbentuk Sampian
Sesayut. (Gb. 1.1.5.1.d dan Gb. 1.1.5.1.e)
Sebelum diletakkan pada banten, janur diisi porosan, bunga dan kembang rampe.

2.1.1 Struktur Teks

Teks diatas adalah sebuah wacana prosedural yang bertujuan untuk membimbing pembaca
dalam membuat sarana upakara yang disebut sampian sesayut dengan memberikan langkah-langkah
yang berurutan. Jika dilihat dari strukturnya, teks ini terdiri dari beberapa bagian yaitu :
1) Judul
Pada wacana di atas, bagian ini bertuliskan SAMPIAN SESAYUT. Judul sangat
mudah dikenali yaitu terletak di bagian paling atas dari wacana yang ditulis dengan huruf
kapital dan dicetak tebal untuk lebih cepat menarik perhatian pembacanya sehingga dapat

dengan mudah ditemukan. Judul ini juga sekaligus merupakan tujuan yang ingin dicapai yaitu
bagaimana membuat atau merangkai janur sehingga membentuk apa yang dinamakan Sampian
Sesayut.

2) Bagian awal
Bagian ini dapat dikatakan sebagai bagian pendahuluan karena berisikan informasi
mengenai apa itu yang disebut sampian sesayut termasuk bagaimana bentuknya sehingga
dengan menyampaikan hal ini pembaca mendapat pengetahuan tentang hal yang ingin
dikerjakan. Bagian ini terletak di bawah judul atau pada paragraf pertama dari keseluruhan
teks. Bagian awal pada teks diatas terdapat pada kalimat :
Sampian ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan Sampian Plaus yang kedua tangkihnya
digabungkan. Cara membuatnya sama seperti sampian Sesayut menggunakan nampan atau nyiru,
hanya saja sesayut ini berbentuk tamas.

Dalam teks prosedural, umumnya bagian awal akan dilengkapi dengan bahan-bahan
(material) namun dalam hal ini material tersebut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam teks
karena penulis menganggap bahwa bahan-bahan yang digunakan adalah bahan yang umum
dipakai dalam mejejahitan sehingga pembaca dianggap sudah mengetahui bahan utama yang
digunakan untuk membuat sampian sesayut ini yaitu janur (daun kelapa muda). Selain itu,
pada awal buku ini telah disebutkan apa saja bahan-bahan yang dapat digunakan untuk

mejejahitan seperti janur, slepan (daun kelapa tua), daun pisang, ambu (daun enau muda), ron
dan ental, serta alat-alat pembantu yang perlu disiapkan seperti pisau, semat (biting), serta
streples. Jadi penulis tidak lagi mengulang bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan pada
teks.

3) Petunjuk/langkah
Bagian ini merupakan bagian utama yang berisikan petunjuk atau langkah-langkah
yang harus diikuti secara bertahap untuk dapat menghasilkan sampian sesayut yang benar.
Bagian ini terlihat terpisah dari bagian awalnya atau ditulis dalam paragraf baru. Walaupun
bagian instruksi ini tidak diberi sub-judul, namun pembaca dapat dengan mudah mengetahui
bahwa bagian ini merupakan bagian petunjuk untuk merangkai janur dari tahap awal sampai
menghasilkan apa yang dinamakan sampian sesayut.
Pada teks diatas, bagian petunjuk ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu petunjuk
yang berupa tulisan dan petunjuk yang berupa gambar atau visual. Petunjuk tertulis terdapat
setelah bagian awal, yaitu pada paragraf berikut:
- Pertama-tama janur dipotong menjadi 2 buah, kedua potongan janur tersebut dilipat dan lidi bagian
atasnya dibuang. (Gb. 1.1.5.1.a)
- Selanjutnya pada ujung janur yang lidinya dibuang kemudian dituas berbentuk segitiga seperti pada
gambar. (Gb. 1.1.5.1.b)
- Setelah itu dibentuk tangkih keduanya. (Gb. 1.1.5.1.c)

- Kedua tetuasan yang sudah berbentuk tangkih kemudian digabung sehingga berbentuk Sampian
Sesayut. (Gb. 1.1.5.1.d dan Gb. 1.1.5.1.e)

Petunjuk atau langkah-langkah dalam merangkai janur disampaikan dalam point-point
yang berurutan untuk memudahkan pembaca mengerti dan jelas akan tahapan-tahapan yang
diberikan. Langkah-langkah atau urutan-urutan tersebut haruslah urut dari yang pertama
hingga terakhir agar tujuan yang diuraikan pada bagian Aim/ Goal bisa tercapai. Petunjuk
tertulis ini juga dilengkapi dengan keterangan gambar yang dapat dijadikan acuan untuk setiap
langkah yang dilakukan.
Sedangkan untuk petunjuk dalam bentuk gambar, disampaikan setelah petunjuk
tertulis dengan menyajikan bentuk visual dari setiap tahapan yang telah dilalui. Fungsi dari
gambar-gambar ini adalah untuk menunjang petunjuk tertulis sehingga pembaca yang kurang
mengerti dengan petunjuk yang diberikan dapat terbantu dengan gambar-gambar yang cukup

jelas, seperti menampilkan bentuk tetuasan (cara dan bentuk tuasan janur), cara merakit janur,
sampai dengan bentuk Sampian Sesayut yang sudah selesai. Petunjuk secara visual ini
ditampilkan dalam 5 bagian (a sampai e) yaitu dari awal tahapan sampai mendapat hasil akhir
dan gambar-gambar tersebut diberi keterangan tahapan yang dilakukan, yaitu:
Gb.1.1.5.1.a (tidak ada keterangan) menunjukkan tuasan janur
Gb.1.1.5.1.b Bentuk tetuasan yang dibuka

Gb.1.1.5.1.c Tetuasan yang dibentuk tangkih
Gb.1.1.5.1.d Tetuasan yang telah dibentuk tangkih kemudian dgabung dan dijarit
dengan semat
Gb.1.1.5.1.e Sampian Sesayut untuk banten tamas yang sudah jadi
4) Prasyarat
Bagian berikutnya dari wacana diatas adalah prasyarat yang disampaikan dalam
kalimat sebagai berikut:
Sebelum diletakkan pada banten, janur diisi porosan, bunga dan kembang rampe.

Kalimat ini merupakan syarat yang terakhir yang harus dilakukan pembaca untuk
membuat Sampian Sesayut ini dapat digunakan sebagai sarana upacara yaitu dengan
menambahkan porosan, bunga dan kembang rampe. Setelah hal ini dilakukan maka seluruh
proses mejejahitan Sampian Sesayut telah selesai atau telah mencapai tujuannya.
2.1.2 Pola Bahasa
Jika dilihat dari pola bahasanya, ada beberapa ciri yang dapat kita temui dalam wacana
mejejahitan Sampian Sesayut diatas.
- Bagian judul biasanya hanya berupa sebuah frasa nomina yang menyebutkan nama atau jenis
jejahitan yang akan dibuat yaitu Sampian Sesayut. Bagian judul ini dibuat sesingkat dan sejelas
mungkin yang juga sekaligus dijadikan tujuan atau goal yang ingin dicapai.
- Wacana diatas terlihat lebih banyak menggunakan verba aksi pasif seperti dipotong,di lipat,

dituas, dan dibentuk. Verba tindakan atau action yang harus dilakukan sesuai dengan petunjuk
yang disampaikan dalam wacana.
- Biasanya sebuah teks procedural sering menggunakan pola kalimat perintah. Namun dalam
wacana diatas, bagian instruksi/petunjuk lebih sering menggunakan kalimat pasif seperti pada
kalimat “janur dipotong menjadi dua buah, kedua potongan janur tersebut dilipat dan lidi bagian
atasnya dibuang”. Dengan menggunakan kalimat pasif, petunjuk yang diberikan sifatnya
cenderung hanya memberitahu atau tidak memberikan perintah secara langsung.
- Ciri lainnya adalah digunakannya kata penghubung yang menunjukkan urutan seperti pertamatama, selanjutnya, kemudian, dan setelah itu yang dapat ditemukan pada bagian instruksi atau
langkah-langkah pembuatan pada wacana di atas.

2.2 Metanding
Seperti telah disebutkan sebelumnya, metanding juga merupakan salah satu kegitan untuk
menata segala sarana yang akan digunakan untuk membuat suatu haturan/persembahan kepada Tuhan.
Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai jenis haturan atau banten yang disesuaikan dengan maksud
dan tujuan upacara, antara lain adalah metanding banten soda (ajuman). Agar masyarakat tidak salah
atau kurang dalam metanding banten soda ini, maka diberikan petunjuk atau arahan yang dapat
dijadikan pedoman bagi pembaca, seperti diuraikan sebagai berikut:

BANTEN SODA (AJUMAN)
Banten Soda biasanya dihaturkan pada waktu Piodalan, di Merajan, Sanggah, maupun pura-pura besar

lainnya. Hampir semua hari-hari suci keagamaan dan hari-hari besar Umat Hindu lainnya selalu
menggunakan jenis banten ini. Alas paling dasar dari banten ini adalah bisa dulang, bokoran, keben, atau
nare. Apapun alasnya isinya adalah sama.
Bahan dan alat:
- aled
- buah-buahan
- tape gede
- jajan bagina, jajan uli, apem, jajan roti, dan sebaginya
- nasi soda
- rerasmen (kacang, saur, garam, dan sambal)
- sampian soda
- canang
Cara menatanya:
- Aled diletakkan sebagai dasar, kemudian di luanan (di depannya) diisi pisang satu ijas dan setengah
ijas, tebu satu batang tugelan. Di atasnya diisi Tape Gede. Disusuni jajan uli dan jajan begina. Dtambah
dengan jajan-jajan lainnya seperti apem, roti, humkwe, cerorot dan sebagainya.
- Di sela-sela jajan tersebut diisi pula dengan buah-buahan seperti: apel, salak, anggur, sumaga (jeruk),
dan yang lainnya.
- Di belakangnya (di teben), diisi dengan rerasmen kacang saur dari alas Ceper Slepan Sibakan, di
atasnya diisi ceper juga yang ada Tangkih Durasnya berisi garam dan smabal. Jika memungkinkan

dilengkapi pula dengan kecarum.
- Selanjutnya disusun pula dengan Nasi Sodan, yang berbentuk Untek dua buah, Wadah Tekir serta lauk
pauk. Setelah semuanya lengkap barulah diisi Sampian Sodan, dan bunga serta dilengkapi juga dengan
beberapa canang.

2.2.1

Struktur wacana

1) Judul
Bagian ini terdapat di bagian paling atas wacana dengan huruf capital yang ditebalkan
yaitu BANTEN SODA (AJUMAN). Sama seperti pada wacana mejejahitan sampian sesayut,
bagian judul ini juga menyatakan tujuan yang ingin dicapai yaitu menghasilkan banten soda
(ajuman) yang sudah tertata dengan benar sehingga siap untuk dihaturkan.
2). Bagian awal
Bagian ini menginformasikan kepada pembaca mengenai fungsi dari banten soda
(ajuman) itu sendiri, kapan biasanya dihaturkan, dan beberapa jenis alas yang dapat dipakai
sebaga dasarnya. Bagian ini terletak di bawah judul atau pada paragraph pertama dari teks.
Bagian awal pada teks diatas terdapat pada kalimat sebagai berikut:
Banten Soda biasanya dihaturkan pada waktu Piodalan, di Merajan, Sanggah, maupun purapura besar lainnya. Hampir semua hari-hari suci keagamaan dan hari-hari besar Umat Hindu lainnya
selalu menggunakan jenis banten ini. Alas paling dasar dari banten ini adalah bisa dulang, bokoran,
keben, atau nare. Apapun alasnya isinya adalah sama.

Bagian ini seperti memberikan pendahuluan yang menjelaskan beberapa hal yang
berhubungan dengan banten soda (ajuman). Namun penjelasannya hanya digambarkan secara
umum dan singkat saja karena banten ini dapat dikatakan sederhana dan sangat sering
digunakan dalam berbagai kegiatan persembahyangan umat Hindu.
3). Bahan/material
Bagian ini sangat jelas terlihat pada bagian selanjutnya karena diberi sub-judul “Bahan
dan alat” yang kemudian diikuti dengan nama-nama bahan yang disusun secara vertical dimana
setiap elemen diberi tanda (-). Pada wacana metanding Banten soda ini, bagian “bahan dan
alat” dibagi menjadi dua yaitu petunjuk bahan secara tertulis dan petunjuk bahan yang
disampaikan secara visual berupa gambar-gambar. Bagian ini ditunjukkan dengan komposisi
sebagai berikut:

Bahan dan alat:
- aled
- buah-buahan
- tape gede
- jajan bagina, jajan uli, apem, jajan roti, dan sebaginya
- nasi soda
- rerasmen (kacang, saur, garam, dan sambal)
- sampian soda
- canang

Bahan dan alat adalah dua hal yang berbeda namun dalam wacana ini keduanya
dijadikan satu sehingga tidak jelas mana yang dimaksud dengan bahan dan mana yang
dimaksud dengan alat. Sedangkan untuk menunjang pengetahuan pembaca mengenai nama
bahan yang diperlukan untuk metanding, maka dapat dilihat pada bagian yang bergambar
sehingga bagi pembaca yang belum tahu mengenai nama bahan yang dimaksud dapat tertolong
dengan adanya gambar-gambar ini.
4). Instruksi/petunjuk pelaksanaan
Bagian ini sangat mudah ditemukan karena tertulis dengan jelas pada pada teks
tersebut, tepat setelah bagian nama bahan dan alat dengan sub judul “cara menatanya”.
Langkah-langkah yang diberikan dalam metanding Banten Soda (ajuman) juga disampaikan
secara bertahap dan berurutan mulai dari peletakan aled, kemudian menata setiap bahan di
atasnya lengkap pula dengan letaknya yang tepat, sampai dengan tahap akhir yaitu melengkapi
dengan canang. Bagian isi ini dapat dilihat pada bagian berikut:
Cara menatanya:
- Aled diletakkan sebagai dasar, kemudian di luanan (di depannya) diisi pisang satu ijas dan setengah
ijas, tebu satu batang tugelan. Di atasnya diisi Tape Gede, disusuni jajan uli dan jajan begina dan
ditambah dengan jajan-jajan lainnya seperti apem, roti, humkwe, cerorot dan sebagainya.
- Di sela-sela jajan tersebut diisi pula dengan buah-buahan seperti: apel, salak, anggur, sumaga (jeruk),
dan yang lainnya.
- Di belakangnya (di teben), diisi dengan rerasmen kacang saur dari alas Ceper Slepan Sibakan, di
atasnya diisi ceper juga yang ada Tangkih Durasnya berisi garam dan sambal. Jika memungkinkan
dilengkapi pula dengan kecarum.
- Selanjutnya disusun pula dengan Nasi Sodan, yang berbentuk Untek dua buah, Wadah Tekir serta lauk
pauk. Setelah semuanya lengkap barulah diisi Sampian Sodan, dan bunga serta dilengkapi juga dengan
beberapa canang.

Selain menyajikan langkah-langkah secara tertulis, bagian ini juga ditambah dengan
gambar yang menunjukkan banten soda (ajuman) yang sudah selesai ditata dan siap untuk
dihaturkan. Dengan demikian, pembaca menjadi semakin jelas dan mengerti dengan petunjuk
yang sebelumnya telah diberikan, serta mendapat gambaran mengenai hasil akhir yaitu banten
soda (ajuman). Terdapat dua gambar yang merupakan bagan petunjuk, yaitu Gb.2.7.a yang
menampilkan posisi/letak bahan-bahan di atas aled, dan Gb.2.7.b yang memperlihatkan banten
soda yang sudah selesai ditata dan siap untuk dihaturkan.

2.2.2

Pola Bahasa
Pola bahasa yang digunakan hampir sama dengan bahasa yang digunakan pada wacana
mejejahitan Sampian Sesayut. Untuk wacana metanding Banten soda (ajuman), pola bahasanya adalah
sebagai berikut:

- Bagian judul ditulis dengan huruf kapital dan dicetak tebal di bagian paling atas dari wacana
yang terletak di sebelah kiri (tidak di tengah-tengah). Bagian ini terdiri dari dua frasa nomina
yaitu “BANTEN SODA” dan “AJUMAN” dimana kata “AJUMAN” ditandai dengan kurung
buka ‘(’ dan kurung tutup ‘)’ yang artinya kata “AJUMAN” merupakan istilah lain dari
“BANTEN SODA”
- Wacana ini sering menggunakan bahasa Bali serta istilah-istilah khusus dalam metanding seperti
dulang, bokoran, keben, nare. di teben, di luanan, Ceper Slepan Sibakan, Tangkih Duras, Untek
dua buah, dan Wadah Tekir. Hal ini dilakukan karena penulis tidak dapat menemukan padanan
kata yang tepat dalam bahasa Indonesia bagi masing-masing istilah. Untuk membantu pembaca
yang tidak mengerti akan istilah-istilah tersebut, dapat terbantu dengan adanya gambar-gambar
beserta keterangannya.
- Wacana di atas menggunakan pola kalimat pasif seperti diisi, ditambah, disusun, dilengkapi, dan
lain-lain, sehingga petunjuk yang berupa arahan cenderung lebih halus.
- Terdapat kata keterangan dengan pola preposisi + keterangan tempat dalam member petunjuk
mengenai peletakan bahan-bahan yang tepat sesuai dengan tempatnya, seperti di depan, di atas,
di sela-sela, dan di belakang yang menampakkan suatu urutan dari depan ke belakang. Selain itu
juga terdapat kata penghubung yang juga menunjukkan kelanjutan seperti selanjutnya.

III. Kesimpulan
Berdasarkan analisis wacana Mejejahitan dan Metanding, dapat disimpulkan bahwa
wacana tersebut termasuk ke dalam teks procedural yang menyediakan langkah-langkah atau petunjuk
dalam melakukan kegiatan yang dimaksud. Seperti umumnya sebuah teks, wacana tersebut memiliki
bagian-bagian yaitu bagian judul yang berfungsi sebagai nama dan juga menjadi tujuan yang ingin
dicapai yaitu membuat sampian sesayut dan banten soda (ajuman). Bagian kedua disebut bagian awal
yang berisikan informasi mengenai hal yang akan dibuat. Bagian selanjutnya berupa bagian
material/bahan-bahan. Namun bagian ini tidak selalu ada seperti pada wacana mejejahitan Sampian
Sesayut. Bagian berikutnya adalah bagian isi yaitu petunjuk pelaksanaan yang menyampaikan tahapantahapan yang urut untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Selain secara tertulis, bagian ini juga
dilengkapi dengan petunjuk berupa gambar.
Sedangkan untuk pola bahasa yang digunakan untuk menyampaikan wacana procedural
pada makalah ini adalah menggunakan frasa nomina yang singkat pada bagian judul, serta
menggunakan istilah-istilah khusus dalam bahasa Bali yang tidak ada padanannya dalam bahasa
Indonesia. Selain itu, pada bagian isi/petunjuk pelaksanaan, pola kalimat yang digunakan adalah pola
kalimat pasif, serta dihubungkan oleh kata penghubung yang mneunjukkan urutan seperti pertamatama, kemudian, setelah itu, dan lain-lain.

Daftar Pustaka
Delpech, Estelle & Dizier, Patrick-Saint. Investigating the Structure of Procedural Text for Answering
How-to Question.
Indyastini, Titik. 2009. “Wacana Prosedural pada Resep Masakan dalam Bahasa Jawa: Kajian Struktur
dan Fungsi”. Metalingua Vol.7 No.1, Juni 2009: 81-90
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nevanti, Dinar. 2009. The Lexicogrammar Features of Procedure Text Type in Recipe Text in
Indonesian Language. Semarang: Faculty of Humanities, Diponegoro University.
Poedjosoedarmo, Gloria. 1986. “Pengantar Struktur Wacana” dalam Widyaparwa. Yogyakarta: Balai
Penelitan Yogyakarta
Tambang Raras, Niken. 2006. Mejejahitan dan Metanding Edisi 1. Surabaya: Penerbit Paramita