REPRESENTASI KEMISKINAN DALAM NOVEL JATISABA KARYA RAMAYDA AKMAL : Kajian Sosiologi Sastra.

(1)

REPRESENTASI KEMISKINAN DALAM NOVEL JATISABA KARYA RAMAYDA AKMAL (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Konsentrasi Sastra

oleh

Pratiwi Sulistiyana 0900186

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Representasi Kemiskinan dalam Novel

Jatisaba

Karya Ramayda Akmal

(Kajian Sosiologi Sastra)

oleh

Pratiwi Sulistiyana

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Konsentrasi Sastra

© Pratiwi Sulistiyana 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PRATIWI SULISTIYANA

REPRESENTASI KEMISKINAN DALAM NOVEL JATISABA KARYA RAMAYDA AKMAL (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Drs. H. Ma’mur Saadie, M. Pd. NIP 195812301989011001

Pembimbing II,

Dra. Nenden Lilis Aisyah, M. Pd. NIP 197109262003122001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Dadang S. Anshori, M. Si. NIP 197204031999031002


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Representasi Kemiskinan dalam Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal (Kajian Sosiologi Sastra) ini dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung risiko yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap saya.

Bandung, Juli 2013

Yang membuat pernyataan,

Pratiwi Sulistiyana NIM 0900186


(5)

ABSTRAK

Sastra pada dasarnya merupakan cerminan dari kenyataan, termasuk kenyataan sosial. Kenyataan sosial berupa gambaran kehidupan masyarakat banyak diangkat oleh pengarang ke dalam karya sastra. Hubungan sastra dengan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial dan sebagai potret kenyataan sosial. Oleh karena itu, sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana kenyataan sosial tersebut direpresentasikan oleh pengarang dalam karya sastra. Sejauhmana sebuah karya sastra dapat merepresentasikan kondisi sosial suatu masyarakat tertentu, yang dalam hal ini masyarakat Indonesia.

Objek penelitian ini adalah karya sastra Indonesia berupa novel dengan judul

Jatisaba karya Ramayda Akmal. Peneliti membatasi dan merumuskan penelitian untuk mencari jawaban mengenai: 1) struktur novel; 2) kemiskinan apa saja yang direpresentasikan; 3) hubungan representasi kemiskinan dengan persoalan sosial yang muncul dalam novel; 4) model reperesentasi yang digunakan dalam novel tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analitik dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Melalui metode ini, peneliti bermaksud mendekripsikan masalah-masalah yang terdapat dalam novel dan memecahkannya dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, kemudian menginterpretasikannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui studi pustaka dengan mencari data-data yang sesuai dengan objek penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan sosiologis, yaitu sosiologi sastra dengan menggunakan teknik representasi.

Hasil penelitian menunjukkan adanya empat gambaran kemiskinan dalam novel, yaitu kemiskinan pendidikan, harta, moral, dan agama. Kemiskinan tersebut merepresentasikan kenyataan sosial masyarakat Cilacap yang menjadi latar cerita, juga menggambarkan realitas sosial masyarakat Indonesia secara umum. Hubungan representasi kemiskinan dengan persoalan sosial yang muncul dalam novel adalah hubungan sebab akibat. Gambaran persoalan sosial dalam novel tersebut menjadi representasi dari masalah sosial yang dialami masyarakat Indonesia. Model representasi yang digunakan adalah model representasi aktif, sehingga dalam merepresentasikan kemiskinan dan permasalahan sosial, terdapat pemaknaan yang berupa kritik terhadap kenyataan yang digambarkan. Kritikan tersebut yaitu berupa gugatan.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ...

1 10 10 11

BAB 2 LANDASAN TEORETIS TENTANG REPRESENTASI, NOVEL, SOSIOLOGI SASTRA DAN KEMISKINAN

2.1 Representasi ... 2.2 Novel dan Pengertian Novel ... 2.3 Unsur-unsur Pembentuk Novel ... 2.3.1 Unsur-unsur Intrinsik ... 2.3.1.1 Plot atau Alur ... 2.3.1.2 Tema ... 2.3.1.3 Tokoh dan Penokohan ... 2.3.1.3.1 Pengertian ... 2.3.1.3.2 Pembedaan Tokoh ... 2.3.1.4 Latar ... 2.3.1.5 Analisis Penceritaan ... 2.3.1.5.1 Kehadiran Pencerita ...

12 16 17 18 18 23 24 24 25 26 27 27


(7)

2.3.1.5.2 Tipe Penceritaan ... 2.3.1.6 Style, Gaya Bahasa ... 2.3.2 Unsur-unsur Ektrinsik ... 2.3.2.1 Kemiskinan dan Definisinya ... 2.3.2.2 Macam-macam Kemiskinan ... 2.4 Satra dan Realitas ... 2.5 Sosiologi Sastra ... 2.6 Alasan Memilih Sosiologi Sastra ...

29 30 32 32 34 37 39 43

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 3.2 Sumber Data ... 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 3.4 Teknik Pengolahan Data ... 3.5 Definisi Operasional ... 3.5.1 Representasi ... 3.5.2 Novel ... 3.5.3 Kemiskinan ... 3.5.4 Kemiskinan Pendidikan ... 3.5.5 Kemiskinan Harta ... 3.5.6 Kemiskinan Moral ... 3.5.7 Kemiskinan Agama ...

46 46 46 47 51 52 52 52 52 52 53 53

BAB 4 REPRESENTASI KEMISKINAN DALAM NOVEL JATISABA KARYA RAMAYDA AKMAL

4.1 Sinopsis Novel ... 4.2 Analisis Unsur-Unsur Intrinsik Novel Jatisaba ... 4.2.1 Plot atau Alur ... 4.2.2 Analisis Tokoh Utama ... 4.2.3 Analisis Tokoh Tambahan ...

54 56 57 65 76


(8)

4.2.4 Analisis Latar Tempat ... 4.2.5 Analisis Latar Waktu ... 4.2.6 Analisis Latar Sosial ... 4.2.7 Analisis Latar Suasana ... 4.2.8 Style, Gaya Bahasa ... 4.2.9 Analisis Penceritaan ... 4.2.9.1. Analisis Kehadiran Pencerita ... 4.2.9.2. Analisis Tipe Penceritaan ... 4.2.10 Tema ... 4.3 Representasi Kemiskinan dalam Novel Jatisaba ... 4.3.1 Kemiskinan Pendidikan ... 4.3.2 Kemiskinan Harta ... 4.3.3 Kemiskinan Moral ... 4.3.4 Kemiskinan Agama ... 4.4 Hubungan Representasi dengan Permasalah Sosial yang Muncul dalam

Novel Jatisaba ... 4.5 Model Representasi Kemiskinan ... 4.6 Kesimpulan tentang Representasi Kemiskinan ...

94 105 107 114 116 119 119 121 124 125 125 130 134 143 147 157 160

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan ... 5.1.1 Analisis Unsur-unsur Intrinsik Novel Jatisaba ... 5.1.2 Representasi Kemiskinan dalam Novel Jatisaba ... 5.1.3 Hubungan Representasi Kemiskinan dengan Permasalahan Sosial dalam Novel ... 5.1.4 Model Representasi Kemiskinan ... 5.2 Rekomendasi ...

164 164 167 169 170 170

DAFTAR PUSTAKA ... 172


(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 216


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global dan menjadi perhatian banyak orang di seluruh dunia. Kemiskinan tidak hanya dijumpai di suatu daerah, tempat atau negara tertentu. Akan tetapi, hampir di setiap belahan dunia dan di negara manapun, kemiskinan akan selalu dijumpai sebagai suatu permasalahan sosial yang kompleks. Kemiskinan juga dapat dikatakan sebagai permasalahan kemanusiaan yang dapat mengahambat kesejahteraan dan kemajuan peradaban.

Di Indonesia sendiri, kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih belum terselesaikan. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia perbulan September 2012 mencapai 28,59 juta jiwa atau sekitar 11,66 persen. Presentase tersebut dapat menjelaskan bahwa saat ini, jumlah penduduk Indonesia yang miskin masih sangat banyak. Penyebab kemiskinan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebab jarang sekali ditemukan kemiskinan yang muncul oleh faktor tunggal.

Faktor ekonomi sering disebut sebagai penyebab munculnya persoalan ini. Namun ada beberapa faktor lain yang juga menjadi pendukung atau bahkan penyebab munculnya persolan kemiskinan sehingga sangat sulit diselesaikan. Faktor yang kerap menjadi pendukung munculnya persoalan kemiskinan di bidang ekonomi adalah rendahnya pendidikan seseorang yang mengakibatkannya sulit mendapatkan pekerjaan. Harus diakui bahwa sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Tidak hanya masyarakat desa, masyarakat di kotapun belum sepenuhnya mendapatkan pendidikan yang mempuni untuk menjalani kehidupan. Selain itu, pengaruh hidup dilokasi terpencil dengan sumber daya alam dan infrastruktur yang terbatas juga bisa menjadi sebabnya.

Salah satu akibat dari beberapa faktor di atas adalah, masyarakat kita yang mayoritas berpendidikan rendah memilih mejadi pekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Hal ini mereka pilih sebagai salah satu cara untuk


(11)

bekerja, menghasilkan uang, dan mencari kehidupan yang lebih layak bagi dirinya. Namun nyatanya menjadi TKI bukanlah solusi, hal tersebut justru dapat menimbulkan permasalah sosial yang lain, seperti persoalan kejahatan, kekerasan, sampai munculnya kasus perdagangan manusia (human trafficking). Beberapa dampak persoalan sosial yang bersumber dari masalah kemiskinan tersebut sebenarnya bisa dihindari jika pendidikan masyarakat Indonesia bisa lebih baik. Maka, pilihan untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia tidak akan menjadi pilihan, dan kesempatan untuk bekerja serta memperbaiki kehidupan agar lebih baik menjadi lebih luas.

Kemiskinan sendiri didefiniskan dalam berbagai dimensi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemiskinan adalah suatu keadaan miskin yang berarti tidak bertahta dan serba kekurangan. Jhon Friedman (Puji Hadiyanti, 2006:35) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (esensial) individu sebagai manusia. Sementara itu, Edi Suharto (2009:16) mengungkapkan bahwa kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada situasi kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang. Baik akibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan hidup, maupun akibat ketidakmampuan negara atau masyarakat memberikan perlindungan sosial kepada warganya.

Persoalan-persoalan kemiskinan tersebut merupakan fakta sosial yang ada dalam masyarakat dan yang pada dasarnya muncul dari pandangan masyarakat itu sendiri. Pandangan tersebut pada akhirnya membentuk pola pikir yang dapat mendorong munculnya persoalan sosial yang disebut sebagai faktor-faktor pendorong kemiskinan. Oleh karena itu, perubahan terhadap pola pikir masyarakat, bisa menjadi salah satu solusi untuk menghindari atau bahkan melakukan perubahan terhadap persoalan kemiskinan dan faktor-faktornya.

Budianta mengatakan bahwa peluang untuk perubahan tersebut bisa dilakukan melalui berbagai jalur (Aisyah, 2010:5). Salah satu jalur tersebut adalah melalui sastra. Sebagai sebuah dunia miniatur, karya sastra berfungsi untuk menginventarisasikan sejumlah besar kejadian-kejadian, yaitu kejadian-kejadian yang telah dikerangkakan dengan pola-pola kreativitas dan imajinasi. Pada


(12)

3

dasarnya, seluruh kejadian dalam karya, bahkan juga karya-karya yang termasuk dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Ratna, 2003:35).

Fungsi sosial sebuah karya sastra adalah menjadi penyadaran kritis terhadap masyarakat sosial yang diangkat ke dalam sebuah karya tersebut. Sastra pada dasarnya merupakan cerminan dari kenyataan, termasuk kenyataan sosial. Oleh karena itu, sastrapun dapat merepresentasikan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Hubungan sastra dengan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial dan sebagai potret kenyataan sosial. Sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.

Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau masyarakat (Damono, 2009:1). Kedudukan karya sastra menjadi tidak otonom, sebab karya sastra akan selalu ada kaitannya dengan kehidupan seperti, sejarah, agama, sosial, budaya sampai ekonomi.

Pada hakikatnya, pengarang merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra sering memiliki kaitan dengan institusi sosial tertentu yang dipandang sebagai institusi sosial dengan menggunakan medium bahasa. Melalui medium bahasa, pengarang menjalani proses kreatif dalam membuat karya sastra yang mencerminan atau bahkan merupakan rekaman dari kehidupan. Hal ini merupakan gambaran bahwa sastra dengan dunianya merupakan cerminan dari sebuah peristiwa pada masa itu.

Begitu pun ketika suatu karya sastra diciptakan, tentu tidak akan lepas dari campur tangan pengarang dalam menggambarkan realitas yang ingin dihadirkan. Namun, realitas yang hadir dalam karya sastra seringkali bukan merupakan realitas yang sebenarnya. Melainkan realitas seperti apa yang diidealkan oleh


(13)

pengarang. Realitas yang muncul dalam karya sastra bisa dikatakan campuran antara imajinasi dan kenyataan yang disebut dunia antara.

Pernyataan di atas dapat menjelaskan bahwa seluruh kejadian dalam karya merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Untuk itu, gambaran berbagai macam persoalan, kehidupan, dan kebudayaan masyarakat, sangat mungkin dapat dijumpai dalam karya sastra. Sebuah karya sastra dapat menggambarkan permasalahan sosial dan menjadi sarana kritik dan gugatan yang dapat memberikan pandangan lain di luar kenyataan terhadap masyarakat. Terlebih karya sastra yang muncul saat ini tidak lagi mencerminkan kenyataan yang bersifat pasif, namun juga memberi makna pada kenyataan tersebut.

Salah satu realitas yang sering hadir dalam karya sastra adalah mengenai permasalahan sosial. Masalah sosial sendiri muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial. Selain itu, adanya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Masalah kemiskinan menjadi salah satu permasalahan sosial yang banyak diejawantahkan dalam karya sastra. Pengarang yang merupakan bagian dari masyarakat, tentunya sangat dekat dengan persoalan ini. Oleh karena itu, banyak pengarang yang hadir dengan membawa narasi besar tentang kemiskinan dalam karyanya, dalam hal ini novel.

Sumardjo (1981:24) mengatakan bahwa novel Indonesia masih bertumpu pada realisme formal yang bergantung di suatu masyarakat tertentu, penggambaran suatu masyarakat inilah yang dimaksudkan dengan penggambaran sosial. Maka, jelaslah bahwa novel yang ditulis oleh sastrawan Indonesia sebagian besar menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia dengan segala masalahnya, seperti pendidikan, kesehatan, politik, kemiskinan dan sebagainya. Pernyataan Sumardjo tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa saat ini tidak sedikit karya sastra yang mengusung tema-tema demikian, salah satunya kemiskinan. Banyak karya sastra memberikan gambaran tentang kemiskinan yang merupakan representasi dari kenyataan. Namun banyaknya karya sastra tersebut, belum sampai ke arah penyadaran terhadap pembaca (masyarakat). Pengarang yang menulis karya sastra dengan tema kemiskinan, lebih banyak menggambarkan


(14)

5

kenyataan yang bersifat pasif. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud membuka dan menggali makna karya sastra yang berhubungan dengan representasi kemiskinan.

Kemiskinan dalam karya sastra dapat ditemukan representasinya dalam karya sastra berupa, puisi, cerpen, novel, maupun drama. Dalam penelitian ini, data penelitian difokuskan pada karya sastra berupa novel. Pemilihan karya sastra berupa novel ini didasari pada berbagai pertimbangan mengenai perbedaan yang menjadi keunggulan novel dengan karya sastra lain. Pada dasarnya, novel merupakan salah satu genre karya sastra yaitu prosa. Seperti halnya cerpen, novel merupakan karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita. Karena merupakan karangan prosa yang lebih panjang dari cerpen, maka novel dapat mengemukakan sesuatu secara lebih bebas, banyak, rinci, detail, dan dapat melibatkan berbagai masalah yang lebih kompleks, sehingga mencakup unsur cerita yang membagun novel itu sendiri.

Selanjutnya, Sumardjo (1988) mengatakan bahwa novel adalah bentuk karya sastra paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya sangat luas pada masyarakat. Selain itu, untuk menyajikan material kultural, dibandingkan dengan puisi, bahkan juga drama, novel memiliki medium narativitas yang sangat kaya. Dilihat dari segi penggunaan bahasanya, yaitu bentuk konotatif dan metaforis, novel juga merupakan genre yang tepat untuk menyajikan masalah sosial dengan berbagai dimensinya (Ratna, 2003:44).

Pada penelitian ini juga, peneliti memilih novel yang merupakan karya perempuan. Beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi peneliti mengapa memilih novel karya perempuan adalah dominasi karya sastra yang saat ini dikuasai oleh penulis laki-laki. Pembaca terkadang lebih banyak mengetahui dan membaca karya-karya yang ditulis oleh pengarang laki-laki. Contohnya, dominasi karya-karya yang bertemakan kemiskinan, pembaca lebih banyak mengaitkannya dengan Ahmad Tohari atau Pramoedya. Padahal banyak juga penulis perempuan yang menulis karya sastra dengan tema serupa. Mungkin hal ini dikarenakan pandangan pembaca (masyarakat) yang menilai pengarang perempuan sebagai


(15)

pengarang yang lebih banyak menulis sastra populer yang hanya menulis hal-hal permukaan dan terbatas. Namun sebenarnya, ada juga pengarang perempuan yang menulis sastra serius dan mampu menujukkan pemikiran serta pandangannya tentang sesuatu dengan didasari penelitian yang mendalam.

Pengarang perempuan yang menulis sastra serius ini banyak muncul di tahun 80-90an. Akan tetapi saat ini juga tidak sedikit pengarang perempuan yang menulis karya sastra berdasarkan pengamatan yang mendalam terhadap masyarakat, kehidupan, dan pengaruh sosial budayanya. Beberapa diantara penulis perempuan yang saat ini menulis hal demikian adalah Ayu Utami, Dee Lestari, Avianti Arman dan masih banyak lagi. Karya-karya yang mereka hasilkan sudah banyak mendapat pengakuan sebagai karya sastra yang memberikan edukasi bagi pembaca. Bukan hanya berupa karya ecek-ecek seperti pandangan masyarakat terhadap karya sastra yang ditulis oleh penulis perempuan.

Dari berbagai pertimbangan itulah, peneliti kemudian memilih bentuk karya sastra novel yang ditulis oleh pengarang perempuan sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Salah satu dari sekian banyak novel yang mengangkat tema kemiskinan adalah novel Jatisaba karya Ramayda Akmal. Novel ini menceritakan kehidupan sebuah desa bernama Jatisaba. Dalam novelnya, pengarang menghadirkan persoalan-persoalan yang diangkat ke permukaan sebagai gambaran dari persoalan-persoalan sosial di masyarakat Indonesia, yaitu persoalan kemiskinan. Tokoh-tokoh dalam novel diantaranya, Mae dan Sitas seperti menjadi simbol masyarakat miskin dengan persoalan sosial yang meyelimuti lingkungannya. Selain itu, pengarang juga menghadirkan persoalan sosial lainnya yang merupakan muara dari persoalan kemiskinan. Persolan sosial yang hadir tersebut adalah permasalahan Tenaga Kerja Indonesia yang terjebak dalam lingkaran human trafficking yang dibumbui politik desa dan perilaku seks bebas.

Jatisaba adalah novel kedua karya Ramayda Akmal, peneliti muda perempuan yang menjadi pemenang unggulan dalam sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Tahun 2010. Ramayda dengan novelnya muncul menjadi pemenang unggulan bersama ketiga novel lain yaitu, novel Presiden karya Wisran


(16)

7

Hadi, Lampuki karya Arafat Nur, dan Memoar Alang-Alang karya Henri Tedja. Novel yang diangkat dari kisah tanah kelahiran peneliti ini mengupas tentang persoalan juga tragedi kemanusiaan yang kemudian menghadirkan kembali kenangan sang peneliti di dalamnya.

Persoalan-persoalan yang dihadirkan oleh pengarang adalah menyoal potret kemiskinan yang digambarkan melalui kondisi masyarakat Jatisaba yang diceritakan sangat miskin dan terpencil. Kedidupan masyarakatnya yang jauh dari layak dan potret kesenjangan sosial sangat terlihat dalam novel ini. Selain itu, muncul juga persoalan masyarakat Jatisaba yang terjerat dalam sindikat perdagangan manusia (human trafficking) dengan modus Tenaga Kerja Indonesia (TKI), potret politik desa yang kacau dan gambaran perilaku seks tokoh juga mencari bagian cerita yang saling menguatkan. Salah satu kekuatan yang membuat novel ini menarik ada pada tokoh utama, yaitu Mae yang mengambil peran sebagai aktor yang menjerat teman-teman dan warga di desanya sendiri. Mae memanfaatkan kondisi masyarakat Jatisaba yang miskin untuk melancarkan modusnya sebagai sindikat perdangan manusia yang berkedok agen penyalur tenaga kerja. Selain Mae, hadirnya tokoh Sitas sebagai tokoh hibrid menimbulkan banyak kejutan bagi pembaca.

Beberapa novel serupa yang juga ada yang mengangkat persoalan kemiskinan dan TKI. Sebelumnya kita pernah mengenal novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata yang juga dilayarlebarkan. Novel ini menceritakan potret kehidupan miskin mayarakat di sebuah desa. Kemiskinan materi yang dialami Ikal (tokoh dalam novel) dan teman-temannya, ditambah kesempatan mendapat pendidikan dan akibat hidup di lingkungan terpencil melatari cerita dalam novel ini. Meskipun novel ini menceritakan tentang kemiskinan, namun novel ini lebih kental dengan unsur perjuangannya. Oleh karena itu, novel ini lebih cocok dikatakan sebagai novel inspirasi perjuangan hidup anak-anak yang mencapai cita-citanya.

Selanjutnya, novel Kue-kue Cinta karya Fita Chakra dan Wylvera. Novel ini menceritakan kisah dua orang anak yang ditinggal ibunya menjadi TKI. Selama ditinggal ibunya, sang anak menjadi terlantar karena tidak pernah dikirimi


(17)

uang oleh ibunya. Selain itu, novel Bukan Gadis Perawan karya Jenny Ervira. Novel yang terbit Mei 2010 itu menceritakan tentang kehidupan TKI dengan sekelumit permasalahannya. Pengarang yang juga seorang TKI tentunya dengan mahir mengambarkan kehidupan para TKI dimulai dari tindak kekerasan sampai eksploitasi seksual yang kerap dilakukan oleh majikannya.

Beberapa novel di atas menceritakan mengenai kemiskinan dan persoalan TKI. Namun, kekuatan tokoh dalam novel Jatisaba adalah keunggulan yang menjadi alasan utama mengapa penulis memilih novel ini dibanding novel lain yang membahas hal serupa. Tokoh Sitas merupakan tokoh yang mewakili warga Jatisaba. Gambaran kemiskinan yang dimunculkan dalam novel, oleh pengarang banyak di titipkan pada tokoh Sitas. Selain itu, sifat tokoh Mae dan Sitas hadir sebagai tokoh utama yang banyak menyampaikan pesan bagi pembaca.

Novel ini juga menceritakan kebudayaan yang menjadi latar cerita. Kehidupan masyarakat dengan setumpuk kearifan lokal di sebuah daerah, diceritakan sangat apik dan menyentuh oleh pengarang. Hal ini dapat dilihat dari munculnya gambaran tradisi-tradisi yang terdapat dalam masyarakat Jatisaba, seperti misalnya tradisi nini cowong, tradisi obong bata, dan tradisi ebeg. Tradisi-tradisi tersebut menambah kelengkapan novel ini bahwa karya sastra ternyata dapat memberikan gambaran akan keragaman kebudayaan yang kita miliki. Oleh karena itu, novel ini dianggap mewakili keadaan masyarakat Indonesia di pedesaan dengan sekelumit persoalan dan kearifan lokalnya.

Beberapa penelitian mengenai Jatisaba sendiri sebelumnya pernah dilakukan, baik berupa skripsi, maupun ulasan-ulasan di media. Agar tidak adanya reduplikasi penelitian, peneliti merasa perlu untuk memetakan penelitian ini. Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Arfia, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto dengan judul Problematika Sosial Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Novel Jatisaba karya Ramayda Akmal (Kajian Sosiologi Sastra). Arfia menyoroti persoalan sosial yang kemudian difokuskan pada persoalan ketenagakerjaan Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang dibahas dalam penelitian tersebut. Pertama, problematika sosial Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tergambar dalam novel Jatisaba merupakan potret


(18)

9

nyata dari kehidupan masyarakat Jatisaba, Cilacap. Kedua, problematika Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bersumber dari ketidaksiapan TKI, TKI ilegal, dan

trafficking yang meliputi pekerja seks komersial dan bentuk lain dari eksploitasi kerja. Ketiga, novel Jatisaba mengandung gagasan, tanggapan, maupun sikap Ramayda Akmal terhadap potret kehidupan kampung halamannya, Jatisaba, Desa Cilacap.

Kemudian, ulasan yang ditulis oleh Aprinus Salam, dalam forum Kompas online edisi 14 Agustus 2012, dengan judul Jatisaba: Sebuah Kisah tentang Trafficking. Arpinus menyamapaikan ketertarikan dan kekagumannya terhadap tema yang diangkat dan kelengkapan Jatisaba sebagai novel etnografis yang memberi pengetahuan lebih bagi pembaca. Selain itu, Arpinus memaparkan beberapa ulasan dan alasan mengapa novel ini menjadi pemenang unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2010.

Sementara, Farsijana Adeney-Risakotta (antropolog, teolog dan aktivis akar rumput tinggal di Yogyakarta), dalam rubrik Kompasiana pertanggal 09 Maret 2012, menuliskan opini dengan judul Bahasa Sastera Jatisaba dan Pergolakan Sosial. Opini tersebut mengulas bahwa bahasa dalam Jatisaba adalah bahasa yang mengurai kenangan dan mendobrak realitas tanpa sekat, bahasa yang mendobrak tabu. Melalui bahasa, Farsijana menaparkan bagaimana bahasa sastra

Jatisaba, merupakan bahasa yang lugas menggambarkan hati perempuan. Motif perempuan dan lelaki ternyata sama. Ketika tertekan, mereka belajar membebaskan diri dengan menekan kembali. Inti dari yang ingin disampaikan sebenarnya adalah gambaran realitas wong cilik bahkan mungkin lebih dekat untuk dikaji secara feminis, karena tiada tabu dan norma. Jatisaba sebenarnya menunjukkan bahwa kalangan perempuan wong cilik mungkin lebih feminis daripada yang dibayangkan kaum perempuan yang menyebut dirinya terdidik. Kesiapan mereka menghadapi pergolakan sosial membentuk bahasa mereka sehingga tampil apa adanya, ringan, jenaka dan kuat.

Pemaparan di atas menjelaskan bahwa kedudukan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini akan meneliti bagaimana representasi kemiskinan dalam novel Jatisaba serta bermaksud


(19)

membuka makna karya sastra yang berhubungan dengan kemiskinan. Peneliti juga akan mencari jawaban bagaimana hubungan representasi kemiskinan tersebut dengan persoalan-persoalan sosial yang muncul dalam novel, seperti persoalan tenaga kerja, perdangan manusia, politik desa dan seks. Untuk mendapat jawaban tersebut, maka novel tersebut akan dianalisis dari segi bentuk dan isi. Dari segi bentuk, dianalisis unsur-unsur intrinsik pembentu novel Jatisaba. Analisis bentuk ini bertujuan untuk menemukan tema apa yang menjadi ide dan gagasan cerita dan membantu pada tahap analisis selanjutnya. Selain itu, dalam analisis isi akan dianalisis unsur-unsur ekstrinsik novel dengan menggunakan kajian sosiologi sastra sebagai pisau analisisnya. Pada akhir penelitian ini, diharapkan ditemukan jawaban mengenai representasi kemiskinan yang ada dalam novel Jatisaba.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah novel Jatisaba dapat merepresentasikan persoalan kemiskinan dan bagaimana representasi tersebut?”

Agar lebih jelas dan operasional dalam pelaksanaan penelitian, rumusan masalah di atas peneliti rinci ke dalam sejumlah pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana representasi kemiskinan dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal?

a. Kemiskinan apa saja yang direpresentasikan dalam novel Jatisaba

karya Ramayda Akmal?

b. Bagaimana hubungan representasi kemiskinan dengan persoalan sosial yang muncul dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal?

2) Bagaimana model reperesentasi yang muncul novel Jatisaba karya Ramayda Akmal?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang telah disebutkan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mempunyai tujuan untuk memeroleh deskripsi mengenai:

1) kemiskinan apa saja yang muncul dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal;


(20)

11

2) hubungan representasi kemiskinan dengan permasalah sosial yang muncul dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal;

3) model reperenstasi yang muncul dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis sebagai berikut:

1) dapat memberi sumbangan pemikiran dan keilmuan bagi khazanah prosa Indonesia, khususnya kajian novel;

2) memberikan wawasan dan proses pembelajaran bagi peneliti dalam mengkaji karya sastra khususnya novel melalui pendekatan kajian sosiologi sastra;

3) hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan meneliti karya novel Ramayda Akmal atau beberapa novel lainnya dengan tema sejenis;

4) bagi masyarakat secara umum, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bahwa karya sastra dapat menggambarkan suatu persoalan atau kondisi masyarakat tertentu;

5) penelitian ini dapat menjadi media penyadaran dan kritik sosial bagi masyarakat luas bahwa persoalan sosial di Indonesia sampai hari ini belum terselesaikan, salah satunya yaitu masalah kemiskinan.


(21)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melakukan kajian terhadap novel Jatisaba karya Ramayda Akmal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2006:53).

Melalui metode penelitian desktriptif analisis, peneliti bermaksud mendekripsikan masalah-masalah yang terdapat dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal. Metode deskriptif ini digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, kemudian menginterpretasikannya.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah novel

Jatisaba karya Ramayda Akmal. Novel yang dipergunakan adalah novel cetakan pertama, Februari 2011 terbitan ICE (Institute for Civil Empowerment) Yogyakarta, bekerja sama dengan Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dengan tebal buku 340 halaman. Selain itu, sebagai penunjang penelitian ini penulis juga melengkapinya dengan buku-buku teori sastra dan penelitian, beberapa hasil penelitian mengenai sosiologi sastra, novel, penelitian ilmiah sebelumnya mengenai novel ini, serta melalui artikel dan jurnal dari surat kabar, atau media lainnya.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi pustaka, yaitu kegiatan menelaah buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa warga yang berasal Cilacap untuk mengetahui lebih detail kondisi masyarakat Cilacap yang sebenarnya. Karena di dalam novel Jatisaba memuat berbagai persoalan sosial yang diduga muncul akibat persoalan kemiskinan, maka demi validitas data dan keakuratan


(22)

47

dalam penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan Lembaga Swadaya Masyarakat perempuan dan LSM terkait yang menangani permasalahan serupa. Data LSM ini dijadikan data tambahan untuk membantu peneliti dalam menemukan data mengenai permasalahan TKI. Apakah kemiskinan dalam novel hanya merepresentasikan masyarakat yang diangkat ke dalam karya tersebut, atau justru merepresentasikan juga kondisi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Untuk menjawab rumusan masalah, teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu sosiologi sastra. Sesuai dengan permasalah penelitian ini, sosiologi sastra yang digunakan jenis sosiologi sastra yang mengacu kepada bagan Ian Watt dan Wallek dan Warren. Penelitian ini terfokus pada analisis sosiologi karya dan sastra sebagai cerminan masyarakat. Teknik penelitian yang digunakan yaitu teknik representasi yang mengacu pada pandangan bahwa seni sebagai tiruan atau pandangan alam.

Langkah kerja dalam penelitian ini antara lain: 1) peneliti membaca teks sastra yang diteliti secara intensif, yaitu pembacaan secara berulang-ulang; 2) mencari data serta mengklasifikasi data sesuai dengan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data ini dilakukan oleh penulis melalui studi pustaka; 3) melakukan analisis struktur pada novel Jatisaba yang meliputi analisis plot, tema, latar, penokohan, gaya bahasa, sudut pandang dan tipe penceritaan; 4) mendeskripsikan kemudian menganalisis gambaran kemiskinan apa saja yang ada dalam novel dan bagaimana representasinya, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, yaitu teori representasi; 5) peneliti kemudian menelaah bagaimana hubungan representasi kemiskinan dengan persoalan sosial yang muncul dalam novel; 6) selanjutnya peneliti menganalisis bagaimana model representasi yang muncul dalam novel ini; 7) peneliti menarik kesimpulan pada setiap hasil analisis; 8) langkah terakhir adalah merumuskan simpulan dari keseluruhan analisis yang telah dilakukan. Hal ini untuk menjawab rumusan seluruh rumusan masalah dalam penelitian ini.

Untuk memudahkan penelitian, penulis membuat alur penelitian dalam bentuk kerangka berpikir penelitian sebagai berikut.


(23)

Tabel 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal

Novel yang menceritakan tentang sebuah desa bernama Jatisaba yang menceritakan berbagai persoalan seperti kemiskinan, human trafficking, politik

desa dan seks.

Studi Pustaka Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal

Struktur Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal

Kajian Sosiologi Sastra untuk mengkaji representasi kemiskinan dalam Novel Jatisaba

Karya Ramayda Akmal 1.Analisis Alur, berupa:

Peristiwa, Konflik, dan Klimaks

2.Tema

3.Analisis Tokoh & Penokohan 4.Analisis Latar

a. Latar Tempat b. Latar Waktu c. Latar Sosial d. Latar Suasana 5.Analisis Penceritaan 6.Style, Gaya Bahasa

1. Konsep kemiskinan

2. Memaparkan kemiskinan apa saja yang terdapat dalam novel Jatisaba

3. Memaparkan hubungan representasi kemiskinan dengan munculnya

permasalah sosial lain yang tergambar dalam novel 4. Model representasi yang

muncul dalam novel Jatisaba


(24)

49

Tabel 3.2 Teknik Kajian Novel

Pendekatan Disiplin/Operasional Unsur-unsur Analisis Tekanan

Mimesis Sosiologi Sastra

Teori Representasi

Tema, analisis alur (peristiwa, konflik, klimaks), analisis tokoh & penokohan, analisis latar (latar tempat, latar waktu, latar sosial, latar suasana), sudut

pandang penceritaan, style, gaya bahasa, dan analisis penceritaan.

Kaitan unsur-unsur tersebut dengan kehidupan masyarakat yang

berhubungan dengan permasalahan sosial yaitu kemiskinan.

Tabel 3.3 Pedoman Analisis Novel

No Pokok-pokok

Analisis Penjelasan Teori Representasi

1 Alur (plot) Menganalisis unsur-unsur plot yaitu:

a. Peristiwa: meliputi hal-hal yang dilakukan dan hal-hal yang dialami tokoh, serta sikap (tingkah laku) para tokoh dalam mengahadapi peristiwa yang menimpa dirinya.

b. Konflik: meliputi jenis konflik (internal dan eksternal), penyebab timbulnya konflik (konflik sosial/lingkungan alam),


(25)

pandangan, dan perilaku tokoh sehubungan dengan konflik tersebut.

c. Klimaks: dengan

mendeskripsikan puncak dari konflik yang dihadapi para tokoh dan cara menyelesaikan konflik tersebut.

Menganalisis jenis plot berdasarkan unsur-unsur di atas.

2 Tema Apakah makna ide/gagasan dasar cerita tersebut.

Menganalisis tema yang diangkat, apakah

merepresentasikan kemiskinan. 3 Latar a. Analisis jenis latar (latar

tempat, latar sosial, latar suasana atau latar waktu) b. Analisis pengaruh latar

terhadap sikap dan tingkah laku para tokoh

Menjelaskan bagaimana latar merepresentasikan kemiskinan dalam novel. Analisis yang dilakukan bisa dilihat dari latar tempat, latar sosial, latar waktu dan latar suasana. 4 Tokoh dan

penokohan

a. Menjelaskan siapa tokoh utama dan tokoh tambahan b. Menganalisis penokohan

dengan memerhatikan penamaan, pemberian pernyataan/tindakan tokoh Apakah tokoh-tokoh dalam novel merepresentasikan kemiskinan. Hal ini bisa dikaji dengan melihat latar belakang tokoh,


(26)

51

lain, percakapan dialog, dan tingkah laku tokoh.

c. Untuk tokoh utama, dilakukan analisis lebih mendalam dengan menganalisis tokoh berdasarkan analisis latar belakang tokoh, analisis fisik tokoh, dan analisis mental tokoh.

analisis fisik dan mental tokoh. Selain itu

ditambah juga dengan perilaku tokoh dan pandangan tokoh terhadap sesuatu hal.

5 Bahasa Analisis style yaitu berupa bentuk narasi dan dialog. 6 Analisis

Penceritaan

Menganalisis kehadiran

pencerita (pencerita intern atau ekstern).

Menganalisis jenis sudut pandang (persona

pertama/persona ketiga). Hal ini dilakukan untu mengetahui dari posisi mana cerita ini diceritakan.

Kemudian menganalisis tipe penceritaan yang terdiri atas bentuk penuturan (wicara alihan, wicara yang dinarasikan dan wicara yang dilaporkan).

Apakah sudut pandang yang digunakan dalam novel ini memengaruhi representasi kemiskinan

3.5 Definisi Operasional

Beberapa istilah yang berkaitan langsung dengan judul penelitian ini didefinisikan secara operasional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman dalam penelitian ini.


(27)

3.5.1 Representasi

Representasi adalah suatu keadaan yang mewakili kondisi tertentu. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan representasi adalah penggambaran atau pencerminan yang melambangkan kenyataan. Namun bukan gambaran kenyataan yang sebenar-benarnya, melainkan kenyataan yang diidealkan pengarang. Representasi sendiri merupakan istilah yang muncul dalam bidang kesenian. Istilah ini muncul sehubungan dengan adanya pandangan bahwa seni merupakan representasi (gambaran, cerminan, tiruan) dari kenyataan.

3.5.2 Novel

Novel adalalah bentuk prosa yang tergolong cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata yang memiliki unsur intrinsik dan ekstriksik. Novel juga dapat dikatakan karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

3.5.3 Kemiskinan

Kemiskinan yang dimaksudkan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili suatu keadaan yang miskin atau serba kekurangan. Selain itu, lebih luas lagi penelitian ini akan memaparkan sedikitnya empat representasi kemiskinan, diantaranya.

3.5.4 Kemiskinan Pendidikan

Kemiskinanan pendidikan dapat berarti di mana kondisi seseorang atau sekelompok orang yang kurang dan atau tidak terpenuhi kebutuhannya dalam pendidikan.

3.5.5 Kemiskinan Harta

Kemiskinan harta selalu erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dari segi materi. Seseorang dapat dikatakan miskin harta ketika dirinya tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya karena faktor materi atau uang. Tolak ukur kemiskinan ini adalah berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk yang digolongkan sejahtera dari segi ekonomi.


(28)

53

3.5.6 Kemiskinan Moral

Ketika manusia tidak memiliki moral yang baik, maka sudah pasti akan memengaruhi pola dan tingkah laku kehidupannya. Hal inilah yang dapat dikatakan sebagai kondisi miskin moral. Seseorang akan dengan mudahnya mendobrak nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat. Seseorang yang miskin moral akan melakukan perbuatan yang dianggap tabu namun menjadi sah dan wajar untuk dilakukan.

3.5.7 Kemiskinan Agama

Ketika seseorang tidak dapat membedakan lagi mana yang hak dan yang bathil, itu artinya seseorang bisa dikatakan miskin agama. Kondisi ini bisa terjadi karena penerimaan ilmu keagamaan yang kurang, dan bisa juga faktor lingkungan yang tidak mendukung dalam memberikan ilmu agama. Alhasil seseorang akan sangat mudah diprofokasi oleh hal-hal yang mengarah pada perilaku tidak basik atau lebih jauhnya syirik yaitu menyekutukan Tuhan. Agama yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah agama Islam.


(29)

BAB 5

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan rumusan dan hasil pembahasan yang telah dilakukan terhadap representasi kemiskinan dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal, akhirnya sampailah pada kesimpulan sebagai berikut.

5.1.1 Analisis Unsur-unsur Intrinsik Novel Jatisaba

Untuk mengetahui bentuk novel, maka analisis terhadap unsur-unsur intrinsik pembentuk novel perlu dilakukan. Analisis unsur instrinsik dimulai dengan analisis alur atau plot. Dalam novel ini, pengarang menggunakan alur atau plot tak kronologis dalam menceritakan peristiwa-peristiwa dalam novel. Sebagai pembuka cerita, pengarang menghadirkan peristiwa masa depan yang merupakan rangkaian dari klimaks atau penyelesaian cerita. Kemudian pengarang kembali ke alur maju yang kronologis, tiba-tiba di sela-sela peristiwa tersebut pengarang menghadirkan ingatan-ingatan masa lalu yang mendukung peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel. Begitu seterusnya. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa plot yang digunakan adalah plot tak kronologis.

Kemudian hasil analisis tokoh dan penokohan. Ketika menganalisis tokoh dan penokohan, analisis tokoh dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah tokoh utama, dan yang kedua adalah tokoh sampingan. Terdapat dua tokoh utama dalam novel ini, yaitu Mae dan Sitas. Untuk tokoh sampingan, terdapat 17 tokoh sampingan yang berada di lingkungan tokoh utama. Dalam melakukan analisis tokoh-tokoh tersebut, peneliti berpijak pada narasi pencerita, dialog antar tokoh, perilaku tokoh, dan pandangan tokoh lain terhadap tokoh tersebut. Teknik penokohan yang pengarang gunakan adalah teknik dengan cara penamaan, pemerian, pernyataan, tidakan tokoh lain, dialog antar tokoh, percakapan dialog monolog, dan tingkah laku.

Pada analisis latar, ditemukan beberapa latar yang digunakan oleh pengarang. Latar tersebut meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial dan


(30)

165

latar suasana. Latar tempat yang pengarang gunakan dalam tempat ini adalah desa Jatisaba. Masih dalam penganalisisan latar tempat dijelaskan pula beberapa latar tempat yang menjadi tempat terjadinya beberapa peristiwa kecil dalam novel. Seperti rumah Sitas, warung Sitar, gang Larasati, dan lain-lain. Untuk latar waktu yang digunakan dalam novel ini, pengarang menggunakan seluruh waktu ketika menceritakan peristiwa, diantaranya pagi, siang, dan malam. Waktu-waktu tersebut menjelaskan dan mendukung beberapa peristiwa yang terjadi dalam novel. Namun, latar waktu yang paling dominan digunakan dalam novel ini adalah latar waktu malam.

Selain itu, latar waktu yang mencirikan zaman adalah latar waktu masa lalu. Meskipun tidak secara eksplisit dijelaskan, namun berdasarkan penelaahan terhadap peristiwa-peristiwa dalam novel, peneliti menyimpulkan bahwa gambaran yang dihadirkan oleh pengarang ketika menjelaskan Jatisaba adalah gambaran waktu masa lalu. Hal ini ditegaskan pada bagian kata pengantar yang ditulis oleh pengarang dalam novelnya, yang menjelaskan bahwa ia sedang menulis ingatan. Ingatan yang ia tulis adalah mengenai masa lalunya, mengenai kampung halamannya. Dalam novel ini, pengarang bertindak sebagai tokoh utama.

Berdasarkan analisis latar sosial, terdapat gambaran kelompok sosial masyarakat yang berada di Jatisaba. Latar sosial ini menggambarkan tingkah laku dan tata cara kehidupan sosial yang berbeda-beda di Jatiaba. Kelompok sosial yang dimaksud adalah warga Dulbur, warga Legok, dan Wong Tiban. Masing-masing kelompok sosial ini menggambarkan kekhasan mereka dalam menjalankan kehidupannya, mulai dari warga Dulbur yang miskin, warga Legok yang memiliki kehidupan lebih baik dari warga Dulbur, sampai Wong Tiban yang digambarkan memiliki kehidupan yang paling baik diantara ketiganya. Terakhir adalah latar suasana yang muncul dalam novel. Latar suasana tersebut yaitu berupa suasana pemilihan kepala desa. Pada awal cerita sampai akhir cerita, untuk menceritakan tema yang diangkat, pengarang melatari novel ini dengan suasana pemilihan kepala desa yang mencekam dan


(31)

penuh dengan aroma kecurangan. Melalui latar suasana inilah, pengarang menyampaikan beberapa gambaran pemilihan kepala desa seperti apa.

Analisis penceritaan dibagi menjadi dua, yaitu analisis kehadiran pencerita dan analisis tipe penceritaan. Berdasarkan hasil analisis kehadiran pencerita, kehadiran pencerita dalam novel ini yaitu sebagai pencerita intern. Pandang yang digunakan oleh pencerita dalam menceritakan novel ini adalah sudut pandang orang pertama, yaitu sudut pandang pelaku utama. Dalam novel ini, pencerita memposisikan diri sebagai tokoh aku, yaitu Mainah atau Mae. Posisi pengarang yang demikian didukung dengan banyaknya penggunaan promina pertama tunggal yaitu “aku” oleh tokoh Mae. Kedua, pengarang memposisikan diri sebagai penggerak cerita. Untuk kehadiran pencerita, pengarang bertindak sebagai pencerita intern yang hadir dalam teks sebagai tokoh, yaitu sebagai tokoh utama.

Novel ini menggunakan tiga tipe penceritaan, yaitu wicara yang dilaporkan, wicara yang dinarasikan, dan wicara alihan. Pada wicara yang dilaporkan, pengarang mengungkapkan dialog secara langsung. Hal ini terlihat dari beberapa dialog antar tokoh dalam novel, salah satunya dialog-dialog tokoh Mae bersama Sitas. Berikutnya adalah wicara yang dinarasikan. Pada wicara ini, pengarang merinci atau menjelaskan peristiwa yang dialami atau dilakukan oleh tokoh. Salah satunya tergambar ketika pencerita (tokoh Mae) menjelaskan peristiwa ketika Pontu mengintip pembicaraan Mae bersama Malim. Selanjutnya wicara yang dialihkan, pada tipe wicara ini pencerita memperlihatkan pandangan pencerita atau tokoh tentang sesuatu, biasanya berupa monolong tokoh. Salah satu contohnya terlihat ketika Mae memberikan pandangan terhadap perilaku tokoh Jompro yang senang berjudi.

Selanjutnya adalah bahasa yang pengarang gunakan. Dilihat dari unsur leksikal gramatikal, pengarang menggunakan bahasa sehari-hari dalam novelnya. Bahasa yang digunakan bukan bahasa percakapan baku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari. Pengarang juga lebih dominan menggunakan unsur style berupa bahasa figuratif (pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan). Hal ini terlihat ketika dalam menjelaskan sesuatu, pengarang


(32)

167

menggunakan bahasa prosa yang puitik, sehingga pemajasan, penyiasatan struktur sampai pencitraan tergambar sebagai suatu kesatuan bahasa yang indah. Selain itu, untuk memperkuat kedudukan novel ini sebagai novel yang menceritakan keadaan masyarakat pedesaan, pengarang juga menggunakan bahasa daerah dalam novelnya. Bahasa daerah yang pengarang gunakan adalah bahasa Jawa-Banyumas lengkap dengan struktur bahasa yang khas masyarakat desa. Penggunaan bahasa daerah ini semakin mendukung adanya kearifan lokal masyarakat yang diangkat melalui gambaran tradisi masyarakat Jatisaba, seperti tradisi nini cowong, tradisi obong bata, tradisi ebeg, dan lain-lain.

Analisis unsur intrinsik dalam novel yang terakhir adalah tema. Dari segi tema yang diangkat oleh pengarang. Novel ini menghadirkan potret kasus perdagangan manusia dengan berkedok agen pencari Tenaga Kerja Indonesia. Tema pengarang ini peneliti temukan dari alur atau plot yang pengarang gunakan. Dalam analisis alur sebelumnya, peneliti pada akhirnya sampai pada simpulan mengenai tema apa yang ingin pengarang sampaikan dan bagi dengan pembaca. Namun topik ini didukung oleh beberapa sub tema yang juga muncul dalam novel. Seperti gambaran kemiskinan, politik desa, dan beberapa potret perilaku seks para tokoh.

5.1.2 Representasi Kemiskinan dalam Novel Jatisaba

Setelah melakukan analisis bentuk, kemudian peneliti melakukan analisis terhadap isi cerita yaitu melalui analisis unsur ekstrinsik untuk mengetahui represetasi kemiskinan dalam novel Jatisaba. Hasil dari analisis tersebut, peneliti menemukan adanya empat kemiskinan yang digambarakan oleh pengarang dalam novel ini. Kemiskinan-kemiskinan tersebut yaitu berupa kemiskinan pendidikan, kemiskinan harta, kemiskinan moral dan kemiskinan harta. Keempat kemiskinan tersebut setelah peneliti analisis, ternyata merepresentasikan kondisi masyarakat yang sebenarnya. Kondisi masyarakat yang sebenarnya yang digambarkan dalam novel adalah masyarakat Cilacap itu sendiri, yang merupakan tempat terjadinya peristiwa dalam novel. Namun, secara keseluruhan, gambaran kemiskinan yang muncul dalam novel juga lebih banyak merepresentasikan kondisi masyarakat Indonesia.


(33)

Dalam menganalisis kemiskinan tersebut, peneliti mengaitkannya dengan unsur-unsur instrinsik yang telah dikaji sebelumnya. Sehingga gambaran kemiskinan tersebut dapat dilihat dari gambaran tokoh, latar, tema, dan lain-lain. Dapat terlihat dari gambaran kemiskinan pendidikan dalam novel yang disimbolkan melalui tokoh Sitas yang merepresentasikan miskinnya pendidikan masyarakat yang tinggal di pedesaan dan daerah terpencil. Berikutnya adalah gambaran kemiskinan harta yang juga disimbolkan melalui tokoh Sitas, gambaran tersebut merepresentasikan keadaan ekonomi masyarakat Indonesia yang tergolong rendah. Pendapatan ekonomi yang minim ini salah satunya dipengaruhi oleh tempat mereka tinggal. Hal ini terlihat dari data kemiskinan masyarakat desa yang lebih besar dari masyarakat kota. Melalui data ini pula, peneliti menemukan bahwa gambaran kemiskinan dalam novel merepresentasikan kondisi sebenarnya masyarakat Cilacap, Jawa Tengah.

Gambaran kemiskinan moral yang muncul dalam novel ini yaitu gambaran politik uang yang dilakukan oleh para calon kepala desa di Jatisaba. Gambaran politik uang ini mengingatkan kita akan kenyataan yang terjadi pada pemilihan umum kita saat ini. Kecurangan dalam berpolitik, sampai ancaman dari para pendukung calon agar mau memilih salah satu calon juga kerap kali mewarnai pemilihan umum kita. Untuk itu, gambaran politik desa dalam novel ini merepresentasikan kenyataan yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Selain itu, perilaku tokoh Mae yang kerap melakukan hubungan seks dengan banyak lelaki pun memperlihatkan gambaran kemiskinan moral dalam novel.

Kemiskinan yang terakhir adalah kemiskinan agama. Dalam novel, gambaran kemiskinan agama yang muncul adalah perilaku para tokoh dan masyarakat Jatisaba yang masih mempercayai dukun, mistis, santet dan lainnya. Hal ini merepresentasikan keadaan yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Bahwa sampai saat ini, masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di pedesaan masih banyak yang mempercayai hal-hal tersebut. Dapat dilihat dari kasus-kasus yang baru-baru ini terjadi, seperti adanya praktik perdukunan yang kemudian dinyatakan sebagai ajaran sesat. Perilaku tersebut


(34)

169

tentunya menegaskan bahwa sikap masyarakat tersebut mengarah pada syirik atau penyekutuan terhadap Tuhan.

Gambaran kemiskinan agama yang lain adalah perilaku masyarakat Jatisaba yang gemar mempergunjingkan satu sama lain. Sehingga perselisihan dan pertengkaran kerap terjadi di Jatisaba. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat Jatisaba tidak tergolong masyarakat yang taat agama, sebab terlihat dari perilaku gibbah yang oleh agama Islam perilaku tersebut dilarang. Hal tersebut merepresentasikan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Dapat dilihat dari banyaknya program-program infotaiment di televisi yang seperti jamur di musim penghujan.

5.1.3 Hubungan Representasi Kemiskinan dengan Permasalahan Sosial dalam Novel

Selanjutnya peneliti melakukan analisis untuk melihat hubungan antara representasi kemiskinan-kemiskinan di atas dengan permasalahan sosial yang muncul sebagai tema dalam novel ini. Setelah melakukan penelitian, akhirnya sampai pada simpulan bahwa secara keseluruhan, representasi kemiskinan-kemiskinan tersebut memiliki hubungan kausalitas dengan persoalan sosial lain yang muncul dalam novel. Persoalan itu meliputi gambaran kasus perdagangan manusia, potret kecurangan dalam berpolitik, dan perilaku seks bebas. Hubungan ini dapat dilihat dari adanya keterkaitan antara representasi kemiskinan-kemiskinan yang digambarkan dalam novel dengan kesejajarannya dengan realitas sosial masyarakat Indonesia dengan permasalahannya.

Persoalan sosial yang tergambar dalam novel ini menjadi akibat dari gambaran kemiskinan-kemiskinan yang ada. Salah satunya adalah sebab dari kemiskinan ekonomi, mengakibatkan munculnya persoalan TKI yang terjerat dalam lingkaran perdagangan manusia. Pandangan dan pola pikir masyarakat Indonesia yang berada di pedesaan digambarkan dalam novel melalui tokoh. Tokoh inilah yang menyampaikan bahwa masyarakat pedesaan yang berpendidikan rendah sangat mudah untuk menjadi TKI. Hal ini dikarenakan menjadi TKI dianggap menjadi jalan keluar untuk menjawab persoalan ekonomi mereka.


(35)

Untuk itu, secara keseluruhan repersentasi dan masalah sosial ini saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Kaitan antara gambaran kemiskinan pendidikan menjadi alasan mengapa masyarakat Jatisaba miskin secara ekonomi. Desakan ekonomi tersebutlah yang pada akhirnya memaksa mereka untuk memilih bekerja di luar negeri sebagai TKI. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa gambaran persoalan sosial yang muncul dalam novel ini merupakan realitas yang sebenarnya dari kondisi masyarakat Cilacap khususnya, dan umumnya masyarakat Indonesia.

5.1.4 Model Representasi Kemiskinan

Model representasi yang digunakan dalam merepresentasikan kemiskinan-kemiskinan dalam novel adalah menggunakan model representasi aktif. Karena dalam merepresentasikan kemiskinan-kemiskinan dalam novel, pencerita tidak hanya memberi gambaran kemiskinan seadanya saja. Namun berupaya memberikan makna terhadap representasi kemiskinan yang digambarkannya itu. Pemaknaan tersebut yaitu berupa kritik terhadap kenyataan yang digambarkan, dan kritik tersebut berupa gugatan. Pemaknaan kritik pengarang tercermin dalam tema, tokoh, latar, serta sudut pandang yang ia gunakan dalam novel.

5.1. Rekomendasi

Sebagai bidang kajian ilmu yang masih tergolong sangat muda, penelitian dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra ini masih belum mendapat perhatian khusus dari peniliti. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti sedikit banyaknya harus memahami teori tentang sosiologi atau kehidupan masyarakat. Padahal kajian sosiologi sastra ini memiliki wilayah yang lebih luas, sehingga semua karya sastra bisa diteliti melalui pendekatan ini. Sebab penelitian sosiologi sastra lebih menitik beratkan pada hubungan karya sastra dengan masyarakat. Bagaimana keduanya bisa saling memiliki keterkaitan. Salah satunya penelitian terhadap novel Jatisaba karya Ramayda Akmal.

Tingkah laku masyarakat yang digambarkan dalam novel ini sangat menarik untuk dianalisis lebih dalam. Dapat dilihat dari gambaran tokoh-tokoh dalam novel yang sangat kuat. Masing-masing tokoh tersebut mencerminkan


(36)

171

sesuatu yang oleh peneliti disimpulkan sebagai suatu representasi kondisi masyarakat yang sebenarnya. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan kepada peneliti yang lainnya yang juga ingin menganalisis novel ini lebih dalam, untuk lebih fokus mengkaji tokoh-tokohnya saja. Setelah melakukan penelitian ini, peneliti menemukan bahwa salah satu kekuatan dalam novel ini terletak pada tokoh-tokohnya.

Selain itu, peneliti juga merekomendasikan bahwa novel ini wajib dibaca oleh seluruh masyarakat Indonesia. Novel ini bisa menjadi sarana atau media untuk melakukan penyadaran tentang masalah sosial yang berada di sekitarnya. Seperti masalah-masalah kemiskinan yang tidak hanya dipandang sebagai masalah yang menyangkut aspek ekonomi, namun juga semakin meluas ke aspek-aspek lain. Diataranya, kemiskinan pendidikan, kemiskinan moral dan kemiskinan agama. Hal-hal tersebut yang dalam novel diceritakan memiliki keterkaitan dengan kemunculan permasalahan sosial lain, yaitu kasus perdagangan manusia dengan modus pencarian tenaga kerja. Melalui novel ini juga, masyarakat dapat tersadarkan bahwa persoalan kemiskinan yang membelenggu mereka harus segera dicarikan solusinya, agar masyarakat kita tidak menjadi korban kasus-kasus perdagangan manusia ini.

Peneliti juga berharap, masyarakat umumnya dalam melihat permasalahan sosial ini dalam berbagai bentuknya. Selain itu, berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap permasalah di masyarakat ini, perlu mengupayakan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya prosa. Terbukti dari hasil penelitian ini, sebuah karya sastra menjadi representasi persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat dan dapay menggugah kepekaan dan kesadaran masyarakat itu sendiri. Tidak hanya itu, dengan adanya apresiasi yang tinggi dari masyarakat terhadap karya sastra, dapat mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan upaya penyelesaian terhadap masalah-masalah sosial yang sampai hari ini belum terselesaikan.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace 7 World, Inc.

Agusmidah. 2007. “Tenaga Kerja Indonesia, Perdagangan Manusia (Human Trafficing) dan Upaya Penanggualangannya (Sudut Pandang Hukum Ketenagakerjaan)”. IKA FH USU Medan.

Aisyah, Nenden Lilis. 2010. “Laporan Penelitian: Representasi Ideologi Gender dalam Lima Cerpen Karya Pengarang Perempuan Indonesia (Sebuah Kajian Sosiologi Sastra dengan Analisis Gender”. Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia.

Akmal, Ramayda. 2011. Jatisaba. Yogyakarta: ICE (Institute for Civil Empowerment)

Aminudin, Ram. 1992. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.

Arianto, Toto. “Kemiskinan di Cilacap”. Tersedia:

http://telukpenyu.blogspot.com/2011/02/kemiskinan-di-cilacap.html. Diakses pada tanggal 23 Juni 2013.

Burns, Toms and Elizabeth. 1973. Socilogy of Literature and Drama. England:

Penguin Books Ltd., Harmondswort, Milddlesex.

Damono, Sapardi Djoko. 1977. Petunjuk Penulisan Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa.

Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sosiologi Sastra, Pengantar Ringkas. Ciputat: Editum.

Depdiknas, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Durachman, Memen. 1996. “Khotbah di atas Bukit; Novel Gagasan Karya Kuntowijoyo”. Tesis pada Program Studi Ilmu Susastra Bidang Ilmu Budaya Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok: tidak diterbitkan.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penulisan Sosiologi Sastra. Jakarta: Buku Seru.

Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Faruk, Dr. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(38)

173

Frow, Jhon. 1986. Marxim and Literary History. United States of America: N. K. Graphics.

Hadiyanti, Puji. 2006. “Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat”. Tersedia: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.

Hidayatulhaq. 2008. “Definisi Pendidikan”. Tersedia: http://hidayatulhaq.worpress. com. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Huky, Wila. 1986. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha Nasional.

Joglosemar.com. “Kasus Pilkades Krebet Istimewa, Pemkab Hati-hati”. Tersedia:

http://joglosemar.co/2013/05/kasus-pilkades-krebet-istimewa-pemkab-hati-hati.html. Diakses pada tanggal 5 Juli 2013.

JPR, Edi. “Kalah, Pendukung Calon Kades Demo”. Tersedia:

http://portaljatim.com/index.php/2013-02-03-21-08-45/item/842-kalah-pendukung-calon-kades-demo. Diakses pada tanggal 25 Juni 2013.

Kertapati, Dede Tri. “Money Politics Dominasi Laporan Kasus Pidana Pemilu”.

Tersedia: http://news.detik.com/read/2009/03/30/162209/1107274/700/money-politics-dominasi-laporan-kasus-pidana-pemilu. Diakses pada 23 Juni 2013. Langeveld, M. J. 1995. Menuju ke Pemikiran Filsafat, terjemahan GJ. Claessen.

Jakarta: PT. Pembangunan

Luxemburg, Java Van. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Noor, Redyanto. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan Narastik. Semarang: Bendera.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Perdana, Reza. 2009. “Representasi Penyimpangan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Kumpulan Cerpen Karya Nh. Dini”. Sebuah Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Pikiran Rakyat Online. “ Besarnya Biaya Politik Jadi Tantangan Bagi Caleg dan

Calon Pemimpin Daerah”. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com/node/238305. Diakses pada tanggal 23 Juni 2013.


(39)

Pradopo, Rahmat Djoko. 1985. Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Prihatmi, Sri Rahayu. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan Narsistik. Semarang: Penerbit Bendera.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode dan Teknik Penulisan Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Kutha Nyoman. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Satelitnews.com. 2013. “16 Ribu Warga Cilacap Buta Aksara”. Tersedia:

http://satelitnews.co/2013/06/01/56-desa-di-cilacap-masih-miskin/. Diakses pada tanggal 24 Juni 2013.

Showbiz.liputan6.com. “MUI Diminta Keluarkan Fatwa Sesat terhadap Eyang

Subur”. Tersedia: http://showbiz.liputan6.com/read/565822/mui-diminta-keluarkan-fatwa-sesat-terhadap-eyang-subur. Diakses pada tanggal 4 Juli 2013. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton (diterjemahkan oleh Sugihastuti, dan Al Irsyad, Rossi Abi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. 1980. “Ringkasan Sejarah Novel Indonesia”. Makalah: HSKI. Sumardjo, Jakob. 1981. Segi Sosiologis Novel Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. Sumardjo, Jakob, dan Saini K. M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Sumardjo, Jakob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung:

Alumni.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.


(40)

175

Tempo.com. “Istri Gubernur Inkumben NTT Terseret Politik Uang”. Tersedia: http://www.tempo.co/topik/masalah/328/Politik-Uang-dalam-Pemilu. Diakses pada tanggal 24 Juni 2013.

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Terjemahan Okke K. S. Zaimar, dkk. Jakarta: Djambatan.

Universitas Pendidikan Indonesia. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Wellek, Rene, dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan (terjemahan). Jakarta: Gramedia.


(1)

Untuk itu, secara keseluruhan repersentasi dan masalah sosial ini saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Kaitan antara gambaran kemiskinan pendidikan menjadi alasan mengapa masyarakat Jatisaba miskin secara ekonomi. Desakan ekonomi tersebutlah yang pada akhirnya memaksa mereka untuk memilih bekerja di luar negeri sebagai TKI. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa gambaran persoalan sosial yang muncul dalam novel ini merupakan realitas yang sebenarnya dari kondisi masyarakat Cilacap khususnya, dan umumnya masyarakat Indonesia.

5.1.4 Model Representasi Kemiskinan

Model representasi yang digunakan dalam merepresentasikan kemiskinan-kemiskinan dalam novel adalah menggunakan model representasi aktif. Karena dalam merepresentasikan kemiskinan-kemiskinan dalam novel, pencerita tidak hanya memberi gambaran kemiskinan seadanya saja. Namun berupaya memberikan makna terhadap representasi kemiskinan yang digambarkannya itu. Pemaknaan tersebut yaitu berupa kritik terhadap kenyataan yang digambarkan, dan kritik tersebut berupa gugatan. Pemaknaan kritik pengarang tercermin dalam tema, tokoh, latar, serta sudut pandang yang ia gunakan dalam novel.

5.1. Rekomendasi

Sebagai bidang kajian ilmu yang masih tergolong sangat muda, penelitian dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra ini masih belum mendapat perhatian khusus dari peniliti. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti sedikit banyaknya harus memahami teori tentang sosiologi atau kehidupan masyarakat. Padahal kajian sosiologi sastra ini memiliki wilayah yang lebih luas, sehingga semua karya sastra bisa diteliti melalui pendekatan ini. Sebab penelitian sosiologi sastra lebih menitik beratkan pada hubungan karya sastra dengan masyarakat. Bagaimana keduanya bisa saling memiliki keterkaitan. Salah satunya penelitian terhadap novel Jatisaba karya Ramayda Akmal.

Tingkah laku masyarakat yang digambarkan dalam novel ini sangat menarik untuk dianalisis lebih dalam. Dapat dilihat dari gambaran tokoh-tokoh


(2)

171

sesuatu yang oleh peneliti disimpulkan sebagai suatu representasi kondisi masyarakat yang sebenarnya. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan kepada peneliti yang lainnya yang juga ingin menganalisis novel ini lebih dalam, untuk lebih fokus mengkaji tokoh-tokohnya saja. Setelah melakukan penelitian ini, peneliti menemukan bahwa salah satu kekuatan dalam novel ini terletak pada tokoh-tokohnya.

Selain itu, peneliti juga merekomendasikan bahwa novel ini wajib dibaca oleh seluruh masyarakat Indonesia. Novel ini bisa menjadi sarana atau media untuk melakukan penyadaran tentang masalah sosial yang berada di sekitarnya. Seperti masalah-masalah kemiskinan yang tidak hanya dipandang sebagai masalah yang menyangkut aspek ekonomi, namun juga semakin meluas ke aspek-aspek lain. Diataranya, kemiskinan pendidikan, kemiskinan moral dan kemiskinan agama. Hal-hal tersebut yang dalam novel diceritakan memiliki keterkaitan dengan kemunculan permasalahan sosial lain, yaitu kasus perdagangan manusia dengan modus pencarian tenaga kerja. Melalui novel ini juga, masyarakat dapat tersadarkan bahwa persoalan kemiskinan yang membelenggu mereka harus segera dicarikan solusinya, agar masyarakat kita tidak menjadi korban kasus-kasus perdagangan manusia ini.

Peneliti juga berharap, masyarakat umumnya dalam melihat permasalahan sosial ini dalam berbagai bentuknya. Selain itu, berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap permasalah di masyarakat ini, perlu mengupayakan peningkatan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya prosa. Terbukti dari hasil penelitian ini, sebuah karya sastra menjadi representasi persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat dan dapay menggugah kepekaan dan kesadaran masyarakat itu sendiri. Tidak hanya itu, dengan adanya apresiasi yang tinggi dari masyarakat terhadap karya sastra, dapat mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan upaya penyelesaian terhadap masalah-masalah sosial yang sampai hari ini belum terselesaikan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace 7 World, Inc.

Agusmidah. 2007. “Tenaga Kerja Indonesia, Perdagangan Manusia (Human Trafficing) dan Upaya Penanggualangannya (Sudut Pandang Hukum Ketenagakerjaan)”. IKA FH USU Medan.

Aisyah, Nenden Lilis. 2010. “Laporan Penelitian: Representasi Ideologi Gender dalam Lima Cerpen Karya Pengarang Perempuan Indonesia (Sebuah Kajian Sosiologi Sastra dengan Analisis Gender”. Bandung: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia.

Akmal, Ramayda. 2011. Jatisaba. Yogyakarta: ICE (Institute for Civil

Empowerment)

Aminudin, Ram. 1992. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.

Arianto, Toto. “Kemiskinan di Cilacap”. Tersedia:

http://telukpenyu.blogspot.com/2011/02/kemiskinan-di-cilacap.html. Diakses pada tanggal 23 Juni 2013.

Burns, Toms and Elizabeth. 1973. Socilogy of Literature and Drama. England: Penguin Books Ltd., Harmondswort, Milddlesex.

Damono, Sapardi Djoko. 1977. Petunjuk Penulisan Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa.

Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sosiologi Sastra, Pengantar Ringkas. Ciputat: Editum.

Depdiknas, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Durachman, Memen. 1996. “Khotbah di atas Bukit; Novel Gagasan Karya Kuntowijoyo”. Tesis pada Program Studi Ilmu Susastra Bidang Ilmu Budaya Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok: tidak diterbitkan.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penulisan Sosiologi Sastra. Jakarta: Buku Seru.


(4)

173

Frow, Jhon. 1986. Marxim and Literary History. United States of America: N. K. Graphics.

Hadiyanti, Puji. 2006. “Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat”. Tersedia: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.

Hidayatulhaq. 2008. “Definisi Pendidikan”. Tersedia: http://hidayatulhaq.worpress. com. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Huky, Wila. 1986. Pengantar Sosiologi. Surabaya: Usaha Nasional.

Joglosemar.com. “Kasus Pilkades Krebet Istimewa, Pemkab Hati-hati”. Tersedia:

http://joglosemar.co/2013/05/kasus-pilkades-krebet-istimewa-pemkab-hati-hati.html. Diakses pada tanggal 5 Juli 2013.

JPR, Edi. “Kalah, Pendukung Calon Kades Demo”. Tersedia:

http://portaljatim.com/index.php/2013-02-03-21-08-45/item/842-kalah-pendukung-calon-kades-demo. Diakses pada tanggal 25 Juni 2013.

Kertapati, Dede Tri. “Money Politics Dominasi Laporan Kasus Pidana Pemilu”. Tersedia: http://news.detik.com/read/2009/03/30/162209/1107274/700/money-politics-dominasi-laporan-kasus-pidana-pemilu. Diakses pada 23 Juni 2013. Langeveld, M. J. 1995. Menuju ke Pemikiran Filsafat, terjemahan GJ. Claessen.

Jakarta: PT. Pembangunan

Luxemburg, Java Van. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Noor, Redyanto. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan Narastik. Semarang: Bendera.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Perdana, Reza. 2009. “Representasi Penyimpangan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Kumpulan Cerpen Karya Nh. Dini”. Sebuah Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Pikiran Rakyat Online. “ Besarnya Biaya Politik Jadi Tantangan Bagi Caleg dan

Calon Pemimpin Daerah”. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com/node/238305. Diakses pada tanggal 23 Juni 2013.


(5)

Pradopo, Rahmat Djoko. 1985. Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Prihatmi, Sri Rahayu. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan

Narsistik. Semarang: Penerbit Bendera.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode dan Teknik Penulisan Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Kutha Nyoman. 2011. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Satelitnews.com. 2013. “16 Ribu Warga Cilacap Buta Aksara”. Tersedia:

http://satelitnews.co/2013/06/01/56-desa-di-cilacap-masih-miskin/. Diakses pada tanggal 24 Juni 2013.

Showbiz.liputan6.com. “MUI Diminta Keluarkan Fatwa Sesat terhadap Eyang

Subur”. Tersedia: http://showbiz.liputan6.com/read/565822/mui-diminta-keluarkan-fatwa-sesat-terhadap-eyang-subur. Diakses pada tanggal 4 Juli 2013. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton (diterjemahkan oleh Sugihastuti, dan Al Irsyad, Rossi Abi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. 1980. “Ringkasan Sejarah Novel Indonesia”. Makalah: HSKI. Sumardjo, Jakob. 1981. Segi Sosiologis Novel Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. Sumardjo, Jakob, dan Saini K. M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Sumardjo, Jakob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung:

Alumni.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.


(6)

175

Tempo.com. “Istri Gubernur Inkumben NTT Terseret Politik Uang”. Tersedia:

http://www.tempo.co/topik/masalah/328/Politik-Uang-dalam-Pemilu. Diakses pada tanggal 24 Juni 2013.

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Terjemahan Okke K. S. Zaimar, dkk. Jakarta: Djambatan.

Universitas Pendidikan Indonesia. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Wellek, Rene, dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan (terjemahan). Jakarta: Gramedia.