PENGARUH KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP ETOS KERJA GURU DI SMPN KECAMATAN CIBATU KABUPATEN PURWAKARTA.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan wahana yang paling strategis karena diharapkan

dapat mempersiapkan generasi muda yang sadar IPTEK, kreatif, dan memiliki

solidaritas sebagai gambaran manusia modern masa depan. Begitu strategisnya

peran pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

perlu didukung oleh tenaga kependidikan yang berkualitas.

Guru yang berkualitas cenderung memiliki etos kerja yang tinggi dalam

bekerja. Etos kerja adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada

kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total

pada paradigma kerja yang integral (Sinamo, 2005:33).

Menurut Toto Tasmara (2002:75-131) ada beberapa ciri yang dimiliki oleh

seseorang yang tertanam etos kerja, yaitu memiliki sikap visioner, loyalitas,

disiplin, mandiri, kreatif, efektif dan efisien, berorientasi produktivitas, dan

memiliki komitmen.

Jadi, guru yang memiliki dan tertanam etos kerja, dapat dikatakan guru

yang professional karena dia menjalankan berbagai tugas dan kewajibannya sesuai

dengan kompetensi-kompetensi yang dimilikinya sebagai seorang guru dan


(2)

memberikan contoh dan teladan, serta menjalin hubungan yang baik dengan rekan

sejawatnya.

Berdasarkan observasi lapangan, ternyata masih cukup banyak terjadi

kenyataan yang kurang sesuai dengan harapan, yaitu masih rendahnya etos kerja

pegawai. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya pegawai dan guru yang tidak

tepat waktu pada saat masuk kantor, menunda pelaksanaan tugas kantor, keluar

kantor pada saat jam kantor dan kekurangefisienan dalam pemanfaatan sarana

kantor. Rendahnya etos kerja yang ditunjukkan oleh para pegawai dan guru

SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta tentunya berkaitan dengan gaya

kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan. Karena gaya kepemimpinan

merupakan kegiatan mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku bawahan atau

orang lain untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok (Kartono, 1982:39).

Untuk itu, di dalam proses pembentukan etos kerja harus diawali dari

pemimpin yang memiliki kesadaran diri serta ditegaskan di dalam tujuan

organisasi untuk membentuk etos kerja yang baik. Seorang pemimpin dalam

melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu jenis

pekerjaan, lingkungan organisasi, dan karakteristik individu yang terlibat dalam

organisasi. Seorang pemimpin perlu menyesuaikan cara untuk memimpin tiap

individu dalam setiap situasi yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan gaya

kepemimpinan yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard pada akhir tahun

1960, yaitu gaya kepemimpinan situasional yang biasanya dinamakan dengan

teori Life Cycle, teori situasi dalam memimpin berfokus pada bawahan, mengacu


(3)

3

anak (Toha, 2001). Seperti orang tua, pemimpin harus melepaskan sebagian

kuasanya supaya bawahannya menjadi lebih dewasa. Hersey dan Blanchard

(2001) mengatakan bahwa kepemimpinan situasional muncul dari hubungan

interaksi antara bimbingan dan arahan (hubungan tugas) yang ditunjukkan oleh

pemimpin, dukungan sosial emosional (hubungan tingkah laku) yang ditunjukkan

pemimpin dan terakhir seberapa siap bawahan untuk memenuhi target tertentu

atau untuk menjalankan peran tertentu dalam organisasi.

Berdasarkan fenomena di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten

Purwakarta menunjukan kepemimpinan Kepala sekolah belum menunjukkan

kepemimpinan situasional seutuhnya, dari sisi instruksi masih kurangnya

pengawasan atas keputusan yang telah diumumkan oleh kepala sekolah. Dari sisi

konsultasi, kepala sekolah dan guru telah menjalin komunikasi dua arah yang

bagus. Dari sisi partisipasi, dalam pembuatan keputusan atas suatu masalah,

sebagian besar di tentukan oleh kepala sekolah, dimana seharusnya tanggung

jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada

pihak pengikut yaitu guru. Dari sisi delegasi, kepala sekolah telah telah

memberikan kesempatan kepada para guru untuk mempertunjukkan

kemampuannya dalam memikul tanggung jawab.

Memimpin manusia memang bukanlah pekerjaan yang mudah dan akan

terjadi dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan keterampilan dan kemampuan

serta komitmen kerja yang tinggi dari seorang pemimpin. Pemimpin perlu

memberi pola kepemimpinan yang diharapkan mampu mendorong, membina, dan


(4)

Hal tersebut, sejalan sebagaimana yang disampaikan oleh Moenir (1992:181),

bahwa:

Kondisi disiplin kerja pegawai tidak langsung tercipta begitu saja, melainkan harus ada kemauan dan usaha semua pihak terutama pihak pimpinan. Sehubungan dengan hal itu, bagaimana mewujudkan disiplin kerja yang baik dalam suatu organisasi, Ordway Tead (dalam Moenir, 1992 : 182) mengemukakan bahwa : “Disiplin yang baik dapat diwujudkan dan dijamin melalui peraturan yang (a) sedapat mungkin terperinci dan terpisah, (b) singkat dan sederhana, (c) sedapat mungkin jelas sehubungan dengan adanya sangsi / hukuman. Peraturan tersebut seyogyanya dapat diketahui secara luas oleh para pegawai melalui buku pedoman. Surat edaran yang ditempel di papan pengumuman, penjelasan secara lisan kepada para pegawai baru dan cara-cara lain yang sejenis.

Menurut Bedjo Siswanto (2003:291) disiplin adalah sebagai suatu sikap

menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku, baik

yang tertulis maupun tidak tertulis sarta sanggup menjalankannya dan tidak

mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan

wewenang yang diberikan kepadanya.

Sedangkan menurut Hasibuan, (2003:193) menyatakan kedisiplinan

adalah kesadaran dan kesedian seseorang menaati semua peraturan perusahaan

dan norma-norma sosial yang berlaku.

Kedisiplinan harus ditegakan dalam suatu organsiasi. Tanpa dukungan

disiplin pegawai yang baik, sulit instansi untuk mewujudkan tujuannya. Memang

jika dilihat secara riil, faktor kedisiplinan memegang peranan yang amat penting

dalam pelaksanaan tugas sehari-hari para pegawai termasuk guru. Seorang

pegawai yang mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi akan tetap bekerja


(5)

5

tidak akan mencuri waktu kerja untuk melakukan hal-hal lain yang tidak ada

kaitannya dengan pekerjaan. Demikian juga guru yang mempunyai kedisiplinan

akan mentaati peraturan yang ada dalam lingkungan kerja dengan kesadaran yang

tinggi tanpa ada rasa paksaan. Pada akhirnya guru yang mempunyai kedisiplinan

kerja yang tinggi akan mempunyai kinerja yang baik bila dibanding dengan para

guru yang bermalas-malasan karena waktu kerja dimanfaatkannya sebaik

mungkin untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan target yang telah

ditetapkan.

Karena itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna

memperoleh penjelasan kongkrit tentang seberapa besar sesungguhnya kontribusi

kedua faktor diatas, yakni hubungan kepemimpinan situasional kepala sekolah

dan disiplin kerja terhadap etos kerja guru SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten

Purwakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap etos

kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta?

b. Bagaimana pengaruh disiplin kerja guru terhadap etos kerja guru di SMPN

Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta?

c. Bagaimana pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin


(6)

Cibatu Kabupaten Purwakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui

dan mempelajari :

a. pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap etos kerja guru di

SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta

b. pengaruh disiplin kerja guru terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan

Cibatu Kabupaten Purwakarta

c. pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin kerja guru

secara simultan terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu

Kabupaten Purwakarta

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada masalah

penelitian empirik di bidang manajemen sumberdaya manusia, secara khusus

penelitian dapat memberi manfaat:

1. Guru, sebagai masukan dan umpan balik dari etos kerja dan disiplin kerja

mereka selama ini, dan beberapa saran yang mungkin disampaikan untuk

meningkatkan disiplin sehingga motivasi mereka mereka meningkat dan akan


(7)

7

2. Kepala Sekolah SMPN di Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta, sebagai

masukan dan umpan balik bahwa kepemimpinan yang diterapkan dapat

mempengaruhi guru yang akhirnya dapat meningkatkan etos kerja guru.

3. Para pengambil kebijakan di Kabupaten Purwakarta, sebagai masukan dan

umpan balik terhadap kebijakan disiplin guru yang diterapkan selama ini

dalam upaya meningkatkan etos kerja yang secara signifikan dapat

meningkatkan kinerja guru.

4. Bagi peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman sebagai peneliti, serta

menambah pengalaman dalam pengambilan keputusan.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat diteruskan oleh peneliti lain dengan cakupan

lebih luas dan mendalam.

6. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil dari penelitian ini secara teoritis akan bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan, khususnya ilmu manajemen dan manajemen strategik.

Walaupun kajian tentang ilmu manajemen dan manajemen strategik dalam

konteks organisasi dan ilmu administrasi pendidikan telah banyak dilakukan

namun dengan dinamika kehidupan dan perubahan yang begitu cepat


(8)

1.5Asumsi Penelitian

Asumsi dalam penelitian ini dibangun dari kristalisasi sejumlah teori yang

relevan untuk mempertajam pemahaman tentang fenomena empirik yang menjadi

obyek atau fokus dalam penelitian. Sesuai dengan kerangka berfikir dalam

penelitian ini serta argumentasi teoritik maka dikemukakan beberapa asumsi,

yaitu :

1. Etos kerja profesional adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar

pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen

yang total pada paradigma kerja yang integral (Sinamo, 2005:33).

2. Guru yang memiliki dan tertanam etos kerja, dapat dikatakan guru yang

professional karena dia menjalankan berbagai tugas dan kewajibannya sesuai

dengan kompetensi-kompetensi yang dimilikinya sebagai seorang guru dan

membuktikannya dengan sikap dan tindakan dia dalam mengajari anak

didiknya, memberikan contoh dan teladan, serta menjalin hubungan yang baik

dengan rekan sejawatnya.

3. Gaya kepemimpinan situasional mengandung pokok-pokok pikiran

(Wahjosumidjo, 2003:30) :

• Di mana pemimpin itu berada melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu jenis pekerjaan, lingkungan organisasi,

karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi

• Perilaku kepemimpinan yang paling efektif ialah perilaku kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan


(9)

9

• Pimpinan yang efektif ialah pimpinan yang selalu membantu bawahan dalam pengembangan dirinya dari tidak matang menjadi matang

• Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lain. Oleh sebab itu dalam kepemimpinan situasi penting bagi setiap

pemimpin untuk mengadakan diagnose dengan baik terhadap situasi.

Pemimpin yang baik menurut teori ini adalah pemimpin yang mampu

mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasi dan memperlakukan

bawahan sesuai dengan tingkat kematangannya yang berbeda-beda.

• Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang ada 4. Kepemimpinan situasional berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya

kepemimpinan yang sejalan dengan tingkat kematangan atau perkembangan

yang relevan dari para pengikut

5. Disiplin kerja adalah sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan

taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis

sarta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima

sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya

(Siswanto, 2003:291).

6. Pribadi yang disiplin sangat berhati-hati dalam mengelola pekerjaan serta

penuh tanggung jawab memenuhi kewajibannya. Mereka pun mempunyai

daya adaptabilitas atau keluwesan untuk menerima inovasi dan gagasan yang


(10)

1.6Kerangka Pemikiran

Berawal dari adanya tuntutan dari masyarakat tentang pengembangan diri

dan peluang tamatan, adanya tantangan dan ancaman akibat kemajuan Iptek serta

kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mengurusi dunia pendidikan, secara

langsung akan mempengaruhi hal-hal seperti visi dan misi pendidikan, tujuan dan

sasaran pendidikan, kurikulum, guru, peserta didik, sarana dan prasarana,

pembiayaan, organisasi, administrasi, dan peran serta masyarakat dalam

pendidikan. Semua komponen tersebut akan berpengaruh pada etos kerja tenaga

kependidikan, sedangkan kinerja guru/tenaga kependidikan yang sesuai dengan

tuntutan mutu pendidikan sehingga dihasilkan mutu hasil belajar lebih baik

yang dikembangkan oleh kepala sekolah sebagai pengelola pendidikan melalui

peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dan meningkatkan

disiplin kerja guru.

Kemampuan kepemimpinan berfungsi mewujudkan pendayagunaan setiap

personal secara tepat. Sedangkan disiplin sangat berpengaruh terhadap etos kerja

yang dapat dicapai oleh tenaga kependidikan. Etos kerja yang tinggi dari guru

dimanifestasikan dalam bentuk kreatifitas dan inisiatif dalam menyelenggarakan

proses pembelajaran. Adapun peran disiplin guru akan dapat mendukung


(11)

11

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

Sub Variabel Kepemimpinan Situasional ( Paul Hersey dan Kenneth Blanchard)

• Instruksi

• Konsultasi

• Partisipasi

• Delegasi

Sub Variabel Disiplin Kerja ( Bedjo Siswanto)

• Frekuensi Kehadiran

• Tingkat Kewaspadaan

• Ketaatan pada standar kerja

• Ketaatan pada peraturan kerja


(12)

Sub Variabel Etos Kerja (Toto Tasmara )

• Visioner

• Loyalitas

• Disiplin

• Mandiri

• Kreatif

• Efektif dan efisien

• Berorientasi pada produktifitas

• Memiliki komitmen

1.7 Definisi Operasional Variabel

1. Etos kerja profesional adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar

pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen

yang total pada paradigma kerja yang integral (Sinamo, 2005:33). Sub

variable etos kerja dikembangkan yaitu visioner, loyalitas, disiplin, mandiri,

kreatif, efektif dan efisien, produktivitas, dan komitmen (Tasmara,

2002:75-131).

2. Gaya kepemimpinan situasional mengandung pokok-pokok pikiran


(13)

13

• Di mana pemimpin itu berada melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu jenis pekerjaan, lingkungan organisasi,

karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi

• Perilaku kepemimpinan yang paling efektif ialah perilaku kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan. Tingkat

kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat kemampuan

karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilakunya dalam

bentuk kemauan.

• Pimpinan yang efektif ialah pimpinan yang selalu membantu bawahan dalam pengembangan dirinya dari tidak matang menjadi matang

• Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lain. Oleh sebab itu dalam kepemimpinan situasi penting bagi setiap

pemimpin untuk mengadakan diagnose dengan baik terhadap situasi.

Pemimpin yang baik menurut teori ini adalah pemimpin yang mampu

mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasi dan memperlakukan

bawahan sesuai dengan tingkat kematangannya yang berbeda-beda.

• Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang ada Sub variabel kepemimpinan situasional berupa empat respon kepemimpinan

dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu

partisipasi, delegasi, konsultasi, dan instruksi (Hersey dan Blanchard dalam


(14)

4. Disiplin kerja adalah sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan

taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis

sarta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima

sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya

(Siswanto, 2003:291). Sub variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah frekuensi kehadiran, tingkat kewaspadaan, ketaatan pada standar kerja,

ketaatan pada peraturan kerja, dan etika kerja (Siswanto, 2003:291)

1.8 Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis pertama

terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan situasional terhadap

etos kerja guru.

2. Hipotesis kedua

terdapat pengaruh positif dan signifikan disiplin kerja terhadap etos kerja

guru.

3. Hipotesis ketiga

terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan situasional kepala


(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Sebagaimana telah disebutkan dalam latar belakang masalah, inti

kajian dalam penelitian ini adalah masalah etos kerja guru. Penulis melihat

bahwa aspek tersebut diduga sebagai kekuatan strategis yang perlu dibina dan

dikembangkan secara simultan dalam rangka mewujudkan cita-cita yang

diharapkan. Perspektif atau sudut pandang yang penulis gunakan untuk

mengkaji masalah etos kerja guru ini adalah dari kepemimpinan situasional

sekolah dan disiplin kerja.

Pemilihan lokasi penelitian di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten

Purwakarta didasarkan atas pertimbangan objektif sesuai dengan tujuan

penelitian serta didasarkan atas kemudahan memperoleh data, dan hasil

penelitiannya diharapkan dapat memberi masukan kepada pengambil kebijakan

di daerah dan sekolah.

3.2 Metode Penelitian

Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu

metode penelitian yang digunakan untuk melukiskan dan menafsirkan keadaan

yang terjadi pada masa kini. Metode deskriptif yaitu metode penelitian yang

berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa


(16)

Penelitian ini menggunakan metode survei penjelasan (explanatory

survey method), sesuai dengan tujuan penelitian ini yang akan menjelaskan hubungan antar variabel, yaitu kepemimpinan situasional dan disiplin kerja

terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta.

Peneliti menggunakan disain penelitian tersebut karena tidak hanya

mengambarkan dan menjelaskan fakta empirik yang ditemui di lapangan,

tetapi juga melakukan analisis pengaruh baik secara parsial maupun secara

simultan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.

Penelitian yang merujuk pada desain eksplanasi tersebut,

menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif secara sederhana

lebih merujuk pada pengumpulan data dan penganalisisan informasi secara

statistikal dengan menggunakan uji statistik regression analysis. Pendekatan

ini dimaksudkan untuk meliput secara intensif dan komprehensif hubungan

kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin kerja terhadap etos kerja

guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta.

Dasar pertimbangan dalam melakukan penelitian dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif adalah dimensi-dimensi pada variabel-variabel yang

akan diteliti dapat diukur dengan metode statistik terapan. Selain itu dengan

pendekatan kuantitatif, pengumpulan dan pengolahan data dengan


(17)

71

3.3 Operasionalisasi Variabel

Dalam penelitian ini telah ditetapkan sejumlah variabel yang termasuk

ke dalam variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel

bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel kepemimpinan

sekolah dan disiplin kerja merupakan variabel bebas (independen) yang

mempengaruhi etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten

Purwakarta sebagai variabel terikat (dependen).

Variabel-variabel dalam penelitian ini seperti telah di jelaskan pada

objek penelitian dijabarkan lebih lanjut ke dalam variabel, dimensi, indikator,

pengukuran dan skala data, seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Sub variabel Skala

Etos kerja guru Etos kerja profesional adalah seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral (Sinamo, 2005:26).

Visioner

Loyalitas

Disiplin

Mandiri

Kreatif

efektif dan efisien

produktivitas,

komitmen

(Toto Tasmara, 2002:75-131).

Ordinal

Kepemimpinan situasional

• Di mana pemimpin itu berada melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu jenis pekerjaan, lingkungan organisasi, karakteristik Partisipasi Delegasi Konsultasi instruksi Ordinal


(18)

organisasi

• Perilaku kepemimpinan yang paling efektif ialah perilaku kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan. Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilakunya dalam bentuk kemauan.

• Pimpinan yang efektif ialah pimpinan yang selalu membantu bawahan dalam pengembangan dirinya dari tidak matang menjadi matang

• Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lain. Oleh sebab itu dalam kepemimpinan situasi penting bagi setiap pemimpin untuk mengadakan diagnose dengan baik terhadap situasi. Pemimpin yang baik menurut teori ini adalah pemimpin yang mampu mengubah-ubah perilakunya sesuai dengan situasi dan memperlakukan bawahan sesuai dengan tingkat kematangannya yang berbeda-beda.

•Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang ada

(Wahjosumidjo, 2002:30)

(Hersey dan Blanchard dalam Miftah Toha, 2001).

Disiplin kerja Disiplin kerja adalah sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis sarta sanggup

menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Bedjo Siswanto, 2003:291).

frekuensi kehadiran,

tingkat kewaspadaan

ketaatan pada standar kerja

ketaatan pada peraturan kerja

etika kerja

(Bedjo Siswanto, 2003:291)


(19)

73

3.4 Sumber Data

Data yang diperoleh yaitu dari penyebaran angket yang masih bersifat

mentah. Oleh sebab itu, masih perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu

sebelum dihitung, dan dianalisis sesuai dengan prosedur penelitian pendekatan

kuantitatif.

3.5 Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2006:90) “Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.“ Adapun menurut Sudjana (1992: 5) adalah :

“totalitas sementara yang mungkin, hasil menghitung atau pengukuran kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang jelas dan lengkap, yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.”

Populasi tidak dipandang sekedar jumlah yang ada pada objek atau

subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang

dimiliki oleh subjek atau objek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta sebanyak 46 orang.

Dari populasi guru akan diambil secara keseluruhan sebagai sampel

sebagaimana yang dikemukakan Sukarmini Arikunto (1998:107) “Untuk

sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, maka lebih baik


(20)

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan alat-alat pengukur yang

diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian (Nasir, 1985). Berkaitan

dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang akan

dikumpulkan, maka dalam penelitian ini penulis gunakan pengumpulan data,

dengan teknik angket. Mengacu kepada permasalahan yang diteliti dan tujuan

penelitian ini, maka data yang perlu dikembangkan adalah data tentang

kepemimpinan sekolah dan disiplin kerja terhadap etos kerja guru di SMPN

Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta. Oleh karena itu, ditetapkan alat

pengumpul data yang relevan dengan fokus permasalahannya.

Pemilihan teknik pengumpulan data dengan angket, didasarkan atas

alasan bahwa, (a) Responden memiliki waktu untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang

sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan

memberikan jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau

keterangan dari banyak responden dan dalam waktu yang tepat.

Melalui angket ini akan dikumpulkan data yang berupa jawaban tertulis

dari responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan di dalam angket

tersebut. Indikator-indikator pertanyaan merupakan penjabaran dari

variabel-variabel kepemimpinan sekolah dan disiplin kerja terhadap etos kerja guru di

SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta. Data yang dihasilkan dari


(21)

75

yang disebarkan menggunakan skala Likert dengan kisaran 1-5 dengan

alternatif pilihan jawaban sebagai berikut :

Tabel 3.2

Penilaian Jawaban Responden

Alternatif Jawaban Nilai Pernyataan

Positif Negatif

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

Tidak Setuju (TS) 2 4

Ragu-ragu (R) 3 3

Setuju (S) 4 2

Sangat Setuju (SS) 5 1

Sumber: Sugiyono, 2000

Penggunaan skala ordinal tidak memungkinkan untuk memperolehnya

nilai mutlak (absolute) dari obyek yang diteliti, tetapi hanya kecenderungan.

Kuesioner yang merupakan alat ukur dalam penelitian ini perlu diuji

kendalanya. Pengujian keandalan ini bertujuan untuk mendapatkan petunjuk

mengenai mutu penelitian. Keandalan menunjukan ketepatan, kemantapan dan

homogenitas alat ukur yang dipakai.

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner

yang disusun sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner penelitian dibagi

menjadi tiga bagian yaitu: bagian pertama tentang tata cara pengisian kuesioner,


(22)

1. Penyusunan Instrumen

Instrumen penelitian terdiri dari variabel independent dan variabel

dependent disusun dengan menggunakan skala ordinal yang berbentuk model skala Likert. Data masing-masing variabel dan skala pengukuran

disederhanakan dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3

Skala Pengukuran Variabel Penelitian

Jenis

Variabel Variabel Penelitian

Skala

Pengukuran Instrumen

Independent

1. Kepemimpinan situasional kepala sekolah

2. disiplin kerja

Ordinal

Ordinal

Kuesioner

Kuesioner Dependent Etos kerja guru Ordinal Kuesioner

2. Kisi-kisi Instrumen

Kuesioner setiap variabel (independent dan dependent) dijabarkan dari

konsep teoretis ke dalam konsep empiris dan operasional. Tahap penyusunan

kisi-kisi kuesioner dimulai dari: (1) menentukan definisi konsep teoretis

masing-masing variabel, (2) menentukan konsep empiris sesuai dengan dimensi

yang akan diteliti, (3) menentukan konsep operasional yang dinyatakan dalam

indikator yang menggambarkan perilaku dan karakterisrik responden yang

diukur, (4) menentukan elemen, yaitu penjabaran lebih lanjut menjadi item-item

pernyataan yang dapat diukur. Kisi-kisi variabel penelitian dicantumkan seperti


(23)

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Variabel Sub variable Indikator Ukuran Skala

Etos kerja guru (Y)

Visioner • Memiliki visi yang jelas

•Mengimplementasikan visi menjadi program kerja

• Tingkat memiliki visi yang jelas

•Tingkat mengimplementasikan visi menjadi program kerja

Ordinal

Loyalitas • Loyal pada pekerjaan

• Tidak mencari keuntungan pribadi

• Tingkat loyal pada pekerjaan

• Tingkat tidak mencari keuntungan pribadi

Ordinal

Disiplin • Konsisten

• Budaya hidup tertib • Tegas

• Tingkat konsisten

• Tingkat budaya hidup tertib • Tingkat tegas

Ordinal

Mandiri • Mandiri dalam berpikir • Mandiri dalam bertindak

• Tidak bergantung pada orang lain

• Tingkat mandiri dalam berpikir • Tingkat mandiri dalam bertindak • Tingkat tidak bergantung pada orang lain

Ordinal

Kreatif • Mencoba metode baru • Inovatif

• Menghasilkan gagasan-gagasan baru • Mencari informasi dan data kemudian

mengolahnya sehingga memberikan manfaat yang besar

• Tingkat mencoba metode baru • Tingkat inovatif

• Tingkat menghasilkan gagasan-gagasan baru • Tingkat mencari informasi dan data

kemudian mengolahnya sehingga memberikan manfaat yang besar

Ordinal

efektif dan efisien • Memiliki efektivitas kerja • Memiliki efisiensi kerja

• Tingkat memiliki efektivitas kerja • Tingkat memiliki efisiensi kerja

Ordinal

produktivitas • Cerdas

• Kompeten secara professional • Selalu meningkatkan diri

• Memiliki catatan prestasi yang berhasil

• Tingkat cerdas

• Tingkat kompeten secara professional • Tingkat selalu meningkatkan diri

• Tingkat memiliki catatan prestasi yang berhasil


(24)

pembelajaran Kepemimpinan

situasional (X1)

Partisipasi •Pengelolaan Personal

•Indentifikasi sarana kerja yang dibutuhkan •Pemberian bimbingan kerja

•Memberikan orientasi jabatan •Ketrampilan pengawasan kerja •Penyelesaian konflik

•Memberi bantuan

•Tingkat pengelolaan personal

•Tingkat indentifikasi sarana kerja yang dibutuhkan

•Tingkat pemberian bimbingan kerja •Tingkat memberikan orientasi jabatan •Tingkat ketrampilan pengawasan kerja •Tingkat penyelesaian konflik

•Tingkat memberi bantuan

Ordinal

Delegasi •Pengakuan potensi

•Perasaan saling menghormati dan menghargai

•Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan

•Melibatkan bawahan dalam memecahkan berbagai permasalahan

•Tingkat pengakuan potensi

•Tingkat perasaan saling menghormati dan menghargai

•Tingkat melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan

•Tingkat melibatkan bawahan dalam memecahkan berbagai permasalahan

Ordinal

Konsultasi •Melakukan kerjasama •Pemberian penghargaan

•Tingkat melakukan kerjasama •Tingkat pemberian penghargaan


(25)

79

•Komunikasi •Empati

•Tingkat komunikasi •Tingkat empati instruksi •pengembangan SDM

•Analisis kemampuan pada bidang pekerjaan •Pemberian contoh/tauladan

•Memiliki pengaruh terhadap bawahan •Memiliki peran besar dalam kelompok

•Tingkat pengembangan sdm

•Tingkat analisis kemampuan pada bidang pekerjaan

•Tingkat pemberian contoh/tauladan •Tingkat memiliki pengaruh terhadap

bawahan

•Tingkat memiliki peran besar dalam kelompok

Ordinal

Disiplin kerja (X2)

frekuensi kehadiran, •Memahami ketentuan jam kerja •Datang tepat waktu

•Waktu bekerja sesuai dengan jam kerja •Mengisi daftar hadir dan daftar pulang •Mengisi jam kerja dan menjalankan jam

kerja efektif

•Mengikuti cara kerja yang ditentukan pimpinan

•Tingkat memahami ketentuan jam kerja •Tingkat datang tepat waktu

•Tingkat waktu bekerja sesuai dengan jam kerja

•Tingkat mengisi daftar hadir dan daftar pulang

•Tingkat mengisi jam kerja dan menjalankan jam kerja efektif

•Tingkat mengikuti cara kerja yang ditentukan pimpinan


(26)

ketaatan pada standar

kerja •

Memiliki perencanaan kerja

•Memahami bidang tugas

•Memiliki keyakinan akan hasil kerja •Bekerja sesuai dengan tujuan/target

organisasi

•Menunjukan ketepatan dalam bertindak

•Tingkat memiliki perencanaan kerja •Tingkat memahami bidang tugas

•Tingkat memiliki keyakinan akan hasil kerja •Tingkat bekerja sesuai dengan tujuan/target

organisasi

•Tingkat menunjukan ketepatan dalam bertindak

Ordinal

ketaatan pada

peraturan kerja •

Menjalankan tata tertib, peraturan kedinasan

• Patuh pada aturan pekerjaan

•Tingkat menjalankan tata tertib, peraturan kedinasan

• Tingkat patuh pada aturan pekerjaan

Ordinal

etika kerja •Menjaga lingkungan kerja

•Memelihara/menjaga kelengkapan kerja •Tidak melemparkan kesalahan

•Berpenampilan menarik, ramah, sopan •Tidak menyalahgunakan jabatan untuk

diluar pekerjaan

•Tingkat menjaga lingkungan kerja

•Tingkat memelihara/menjaga kelengkapan kerja

•Tingkat tidak melemparkan kesalahan •Tingkat berpenampilan menarik, ramah,

sopan

•Tingkat tidak menyalahgunakan jabatan untuk diluar pekerjaan


(27)

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Saepudin Anwar (2000:5) mengatakan validitas menunjukkan sejauh mana

alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Jadi dapat dikatakan

semakin tinggi validitas suatu alat ukur, maka alat ukur tersebut mengena

sasarannya, atau menunjukkan apa yang seharusnya di ukur. Suatu instrumen ukur

dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila instrumen ukur tersebut dapat

menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna

dan tujuan pengukuran tersebut. Jika peneliti menggunakan kuesioner dalam

mengumpulkan data penelitian, maka butir-butir yang disusun pada kuesioner

tersebut merupakan instrumen (alat) ukur yang harus mengukur apa yang menjadi

tujuan penelitian.

Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur.

2. Melakukan uji coba skala pengukuran tersebut pada sejumlah responden.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

4. Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total

dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment pearson yaitu

(Sugiyono, 2010:356)

(

) ( )( )

( )

( )

} ( )

{

( ) }

{

2 2 2 2

Y Y N X X N Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =


(28)

Dimana : r = Korelasi

N = Jumlah responden X = Skor per item pertanyaan Y = Skor total

Angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik

Tabel Korelasi nilai – r. Angka kritik dapat dilihat pada baris N-2 pada taraf

signifikansi 5% atau 1%. Jika angka korelasi yang diperoleh lebih besar daripada

angka kritik maka pernyataan tersebut valid (signifikan). Sedangkan bila angka

korelasi yang diperoleh adalah dibawah angka kritik maka pernyataan tersebut

bertentangan dengan pernyataan lainnya sehingga tidak valid (tidak signifikan).

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiono (2003:110), reliabilitas adalah istilah yang digunakan

untuk menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran konsistensi hasil pengukuran

suatu instrumen. Apabila pengukuran pada gejala yang sama diulangi dua kali

atau lebih. Dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang menunjukan

sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan.

Jika suatu alat ukur dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur gejala

yang sama dan hasil pengukuran relatif sama dan hasil pengukuran relatif

konsisten, maka alat ukur tersebut reliable. Reliabilitas merupakan salah satu ciri

atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Ide pokok konsep


(29)

83

sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (error of

measurement).

Senada dengan Sugiyono menurut Kelingger (1990:709) reliabilitas

menunjukan tingkat kepercayaan atau kehandalan (dependability) hasil

pengukuran yang di peroleh dari instrumen tertentu. Sedangkan menurut

Suharsimi Arikuntoro (1998:170) reliabilitas mengandung pengertian sejauhmana

instrumen penelitian dapat dipercaya untuk di gunakan sebagai alat pengumpulan

data variabel yang di teliti.

Metode yang dapat di gunakan untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu

instrumen penelitian, dan metode yang paling banyak digunakan adalah metode

Cronbach’s Coefisien Alpha atau Cronbach’s Alpha. Cronbach’s Coefisien Alpha

dihitung dengan rumus yang disarankan oleh Sugiyono (2010:365):

        −     −

=

2

t 2 i 1 1 k k σ σ α Dimana:

α : Cronbach’s Coefisien Alpha k : jumlah item pertanyaan

Σσi2 : jumah varians setiap item pertanyaan

σt2 : varians total

Penentuan apakah instrumen penelitian tersebut reliabel atau tidak


(30)

yang menentukan besar minimal yang harus dipenuhi oleh instrumen alat

pengumpulan data dalam penelitian sosial adalah 0,7.

Nilai Reliabilitas yang dihasilkan lebih besar dari standar reliabilitas yang

ditetapkan oleh Dyah Kusumawati (2001) sebesar 0,7 dengan hasil tersebut maka

dapat dipastikan bila tanggapan responden atas kuisioner yang diajukan memiliki

tingkat konsistensi dan keajegan dalam hasil jawabannya, dengan kata lain dapat

dikatakan tanggapan responden dapat dipercaya.

3.9 Teknik Analisis Data

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam analisis regresi

(Gambar 3.1). Pertama, menentukan model penelitian dan merumuskan

persamaan strukturalnya sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan.

Kemudian melakukan estimasi parameter model dan dilanjutkan dengan

melakukan pengujian model. Pengujian model dilakukan dengan tiga tahap, yaitu

evaluasi asumsi statistik, uji koefisien determinasi, uji keseluruhan dengan

menggunakan uji F, dan uji individual dengan menggunakan uji t. Langkah


(31)

85

Sumber : Hair, et.al (2006:188-267); Gujarati (2003:10)

Gambar 3.1

Prosedur Pengujian Model Analisis Regresi

Untuk model regresi data panel dengan tiga variabel (satu variabel tidak

bebas Y dan dua variabel bebas X1, X2, X3) sebagai berikut

it 0 1 1it 2 2it 3 3it it

Y = ρ + X - ρ ρ X + X + eρ di mana

ρ0, ρ1, ρ2, ρ3, = parameter

ρ0 dan β0 = intersep, yaitu titik potong antara sumbu tegak Y

dengan garis regresi


(32)

e = residual, kesalahan pengganggu

i = banyaknya observasi = 1, 2, 3

t = waktu

Koefisien ρ akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan searah antara variabel dependen dengan variabel independen, artinya kenaikan variabel

independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen, begitu pula jika

variabel independen mengalami penurunan. Sedangkan bila ρ (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan. Artinya kenaikan variabel independen akan

mengakibatkan penurunan variabel dependen dan sebaliknya penurunan variabel

independen mengakibatkan kenaikan variabel dependen.

Secara umum struktur model penelitian sebagaimana ditunjukkan pada

Gambar 3.2.

Gambar 3.2

Struktur Model Penelitian

Untuk mengolah data statistika dalam penelitian ini, penulis akan

menggunakan program SPSS versi 12. X1

X2


(33)

87

Evaluasi asumsi klasik

Suatu model regresi menghasilkan estimator yang tidak bias, linier dan

terbaik (best linear unbiased estimator = BLUE) jika dipenuhi beberapa asumsi

yang disebut dengan asumsi klasik, sebagai berikut (Gujarati, 2003:929) :

• Tidak terdapat multikolinearitas, yaitu tidak adanya hubungan linear antar variabel independen.

• Tidak terdapat heteroskedastisitas, yaitu residual memiliki varian yang tidak konstan pada setiap variabel.

• Tidak terjadi autokorelasi antar error, yaitu residual suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual observasi lainnya.

a. Uji Multikolinieritas

Istilah multikolinearitas diciptakan oleh Ragner Frish di dalam bukunya

Statistical confluence analysis by means of complete Regression Systems. Multikolinearitas menunjukkan :”the existence of perfect or exact, linear

relationship among some or explanatory variables of a regression model” (Gujarati, 2003:342). Jadi, multikolinearitas menunjukkan kondisi dimana antar

variabel independen dalam model regresi terdapat hubungan linear yang sempurna

(koefisien korelasi tinggi), eksak, perfectly predicated atau singularity.

Apabila model prediksi kita memiliki multikolinearitas, akan

memunculkan akibat-akibat sebagai berikut (Gujarati, 2003:350):

a. Adanya multikolinearitas masih menghasilkan estimator yang BLUE, tetapi


(34)

sehingga sulit mendapatkan estimasi yang tepat. Akibatnya model regresi

yang diperoleh tidak valid.

“…in case of perfect linear relationship or perfect multicolinearity among explanatory variables, we cannot obtain their unique estimates, we cannot draw any statistical inferences (i.e., hypothesis testing) about them form a given sample.”

b. Interval estimasi akan cenderung lebih lebar dan nilai hitung statistik uji t

akan kecil sehingga membuat variabel independen secara statistik tidak

signifikan mempengaruhi variabel independen dan probabilitas menerima

hipotesis yang salah juga akan semakin besar.

Tujuan uji multikolinearitas bukan untuk mengetahui ada tidaknya

multikolinearitas dalam model regresi, tetapi untuk mengetahui seberapa besar

derajat multikolinearitas tersebut dalam model regresi.

Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF)

dan tolerance value yaitu dengan rumus (Hair, et. al, 2006:176) :

2

1 1

VIF

1 R Tolerance

= =

Batas tolerance value adalah 0,10 sedangkan batas VIF adalah 10,00

(Hair, et. al, 2006 : 230). Di mana :

Tolerance value < 10 atau VIF > 0.10 maka terjadi multikolinearitas. Tolerance value > 10 atau VIF < 0.10 maka tidak terjadi multikolinearitas.


(35)

89

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas muncul apabila residual memiliki varian yang tidak

konstan pada setiap variabel (Hanke & Reitsch, 1998:259). Tidak adanya

heteroskedastisitas ini dapat dinyatakan sebagai berikut (Gujarati, 2003:387) :

2

( ) E e

Model regresi dengan heteroskedastisitas mengandung konsekuensi serius

pada estimator metode OLS karena tidak lagi BLUE, yaitu (Gujarati, 2003:398):

a. Jika estimator tidak lagi mempunyai varian yang minimum maka menyebabkan perhitungan standard error metode OLS tidak lagi bisa

dipercaya kebenarannya

b. Interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak lagi bisa dipercaya kebenarannya untuk evaluasi hasil regresi.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada

tidaknya masalah heteroskedastisitas, diantaranya metode park gleyser. Gejala

heteroskedastisitas akan ditunjukkan oleh koefisien regresi dari masing-masing

variabel independen terhadap nilai absolut residunya (e). Jika nilai probabilitasnya

lebih besar dari nilai alphanya (0.05), maka dapat dipastikan model tidak

mengandung unsur heteroskedastisitas. Dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas

apabila :

Thitung < t-tabel atau sig.-t > α

c. Uji Autokorelasi


(36)

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu saling

berkaitan satu sama lain (Hanke dan Reitseh, 1998:360). Tidak adanya

autokorelasi dapat dinyatakan sebagai berikut (Gujarati, 2003:442) :

( i j) 0 E e e =

Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab, diantaranya :

1) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman

2) Kekeliruan memanipulasi data

3) Data time series

4) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.

Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka estimator

yang kita dapatkan memiliki karakteristik berikut ini :

1) Estimator metode kuadrat terkecil masih linear

2) Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak bias

3) Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum.

Pengujian Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin

Watson (Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d statistic dengan rumus (Gujarati, 2003:467):

2 1 2 2 2 ( ) DW n t t t n t t e e e ∧ ∧ − = ∧ = − =

Dimana: d = nilai d

e i = nilai residu dari persamaan regresi periode t.


(37)

91

Sumber : Gujarati, 2003:469

Gambar 3.3

Statistik d Durbin-Watson (DW)

Dimana:

0 < d < dL : menolak hipotesis nol; ada autokorelasi

positif

dL < d < dU dan 4 - dU < d < 4 - dL : daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan

dU < d < 4 - dU : menerima hipotesis nol; tidak ada q

autokorelasi positif/negatif

4 - dL≤ d ≤ 4 : menolak hipotesis nol; ada autokorelasi

negatif

d. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah residual yang

diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual berdistribusi normal

merupakan suatu kurva berbentuk lonceng yang kedua sisinya melebar sampai tak

terhingga. Distribusi data tidak normal karena terdapat nilai ekstrim dalam data


(38)

Cara mendeteksi dengan menggunakan histogram regression residual

yang sudah distandarkan serta menggunakan análisis Chi kuadrat (χ2) dan kolmogorov-smirnov. Kurva nilai residual terstandardisasi dikatakan menyebar

dengan normal apabila : nilai kolmogorov-smirnov Z ≤ Z tabel; atau nilai asymp.sig. (2 tailed) > α.

Menguji Kesesuaian Model (Goodness of Fit)

Model yang kita analisis harus kita periksa apakah kualitasnya sudah baik.

Dalam bahasa statistik, kita akan menguji goodness of fit dari model yang kita

buat dengan menghitung koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2.

Nilai R2 selalu berada diantara 0 dan 1. Semakin besar nilai R2, semakin baik

kualitas model karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas

dan terikat.

Koefisien determinasi untuk k variabel didefinisikan (Gujarati, 2003:936) :

1 1 2 2

2

2

... k

i i i i i ki

i

Y X Y X Y X

R

Y

β∧ +β∧ + +β∧

=

Pengujian Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan tentang sifat populasi, sedangkan uji

hipotesis adalah suatu prosedur untuk pembuktian kebenaran sifat populasi

berdasarkan data sampel.

Dalam statistika, hipotesis yang kita ingin uji kebenarannya tersebut

biasanya kita bandingkan dengan hipotesis yang salah yang nantinya akan kita


(39)

93

disimbolkan dengan H0 dan hipotesis yang benar dinyatakan sebagai hipotesis

alternatif (alternative hypothesis) dengan simbol Hi.

a. Over all Test : Uji F

Kita perlu mengevaluasi pengaruh semua variabel independen terhadap

variabel dependen dengan uji F. uji F ini bisa dijelaskan dengan mengggunakan

analisis varian (analysis of variance = ANOVA), sebagai berikut :

Jika kita mempunyai model regresi berganda :

i 0 1 1i 2 2i k ki i

Y = ρ + X + ρ ρ X + ... + ρ X + e maka, 2 2 2 i i i 2 2 i

1 2 k

i i 1i i 2i i ki

Y Y

Y Y X + Y X + ... + Y X +

e

e

ρ ρ ρ

∧ ∧ ∧ ∧ ∧ ∧ = + =

Atau dapat ditulis menjadi TSS = ESS + RSS. TSS mempunyai df = n-1, ESS

mempunyai df = k-1, sedangkan RSS mempunyai df = n-k. analisis varian adalah

analisis dekomposisi komponen TSS. Analisis varian ini bisa ditampilkan dalam

Tabel 3.4 (Gujarati, 2003:939).

Tabel 3.5

Analisis Varian (ANOVA)

Sumber variasi

SS (sum of squares) df MSS (Mean sum of squares)

ESS 2

i 1 Y X + i 1i 2 Y X + ... + i 2i k Y X + i ki e

ρ∧ ∑ ρ∧ ∑ ρ∧ ∑ ∑∧ k-1 ρ1 Y X + i 1i ρ2 Y X + ... + i 2i ρk Y X + i ki ei2 /(k 1)

∧ ∧ ∧ ∧

 

 

 ∑ ∑ ∑ ∑ 

RSS 2 i

e

∑ n-k e2i /(n k)

 

 

∑ 

TSS 2 i

Y


(40)

Hipotesis statistiknya dirumuskan sebagai berikut :

H0 : ρ1 = ρ 2 = …= ρ k = 0 : Yi tidak dipengaruhi oleh X1, X2,…,Xk

Hi : ρ1 ≠ρ 2 ≠ …= ρ k ≠ 0 : sekurang-kurangnya Yi dipengaruhi oleh salah satu

variabel X1, X2,…,Xk

Dalam penelitian ini, hipotesis statistik uji koefisien regresi secara

keseluruhan dirumuskan sebagai berikut :

• H0 : ρ1 = ρ 2 = ρ 3 0;

berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel

kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin kerja terhadap etos

kerja guru di SMPN kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta.

• Hi : ρ1 ≠ρ 2 ≠ρ 3 0;

berarti secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan dari variabel

kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin kerja terhadap etos

kerja guru di SMPN kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta.

Dengan hipotesis bahwa semua variabel independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen, yakni H0 : ρ1 = ρ 2 = ρ 3 = 0 maka uji F dapat

diformulasikan sebagai berikut (Gujarati, 2003:257):

/( 1) /( ) ESS k F

RSS n k

− =

di mana n = jumlah observasi dan k = jumlah parameter estimasi

Formula uji statistik F ini bisa dinyatakan dalam bentuk formula lain


(41)

95

(

)

(

)

(

)

/( 1) /( )

/ /( 1)

/ /( )

ESS k F

TSS ESS n k ESS TSS k F

TSS ESS TSS n k

− = − − − = − −

Karena ESS/TSS = R2 maka persamaan tersebut di atas dapat ditulis kembali

menjadi

2 2

/( 1)

1 /( )

R k

F

R n k

− =

− −

Keputusan menolak atau menerima H0 sebagai berikut :

• Jika Fhitung > Ftabel pada α = 0,05 dan df = (k-1), (n-k); maka H0 ditolak.

• Jika Fhitung < Ftabel pada α = 0,05 dan df = (k-1), (n-k); maka H0 diterima.

b. Individual Test : Uji t

Dalam menguji kebenaran hipotesis dari data sampel, statistika telah

mengambangkan uji t. Uji t merupakan suatu prosedur yang mana hasil sampel

dapat digunakan untuk verifikasi kebenaran atau kesalahan hipotesis nol (H0).

Keputusan untuk menerima atau menolak H0 dibuat berdasarkan uji statistik yang

diperoleh dari data.

Hal yang paling penting dalam hipotesis penelitian yang menggunakan

data sampel dengan menggunakan uji t adalah masalah pemilihan apakah

menggunakan dua sisi atau satu sisi. Uji hipotesis dua sisi dipilih jika kita tidak

punya dugaan atau dasar teori kuat dalam penelitian, sebaliknya kita memilih satu


(42)

Dalam penelitian ini penulis memilih uji hipotesis satu sisi karena

penelitian ini memiliki dugaan atau dasar teori yang kuat. Adapun hipotesis satu

sisi dapat dinyatakan sebagi berikut (Gujarati, 2003:128):

H0 : ρ≥ 0, jika variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Hi : ρ > 0, jika variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel

dependen

Hi : ρ < 0, jika variabel independen berpengaruh negatif terhadap variabel

dependen

Berdasarkan uraian asumsi yang mendasarinya dan rumusan masalah yang

diuraikan, maka dapat disusun hipotesis yang disajikan dalam Tabel 3.5. Setelah

membuat hipotesis melalui uji satu sisi, langkah selanjutnya adalah menghitung

thitung dengan formula sebagai berikut (Gujarati, 2003:938):

k k

( ) k

var( ) n k

t ρ ρ t

ρ

− ∧

= ≈ atau k k

( ) k ( ) n k t t se ρ ρ ρ ∧ − ∧ − = ≈ di mana

tk = nilai t untuk setiap koefisien regresi variabel Xk,

seρk = standar error koefisien regresi untuk setiap variabel Xk yang

distandarkan

k = jumlah parameter estimasi

n = jumlah observasi.

Keputusan menolak atau menerima H0 sebagai berikut :


(43)

97

b. Jika thitung < ttabel pada α = 0,05; maka H0 diterima.

Tabel 3.6

Rumusan Hipotesis Penelitian

Pengujian Hipotesis statistik Kriteria uji

Hipotesis 1 H0, ρ≥ 0 : variabel X1 tidak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel Y

Hi, ρ>0 : variabel X1 berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel Y

Diharapkan H0

ditolak jika nilai P-value ≤ 0,05

Hipotesis 2 H0, ρ≥ 0 : variabel X2 tidak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel Y

Hi, ρ<0 : variabel X2 berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel Y

Diharapkan H0

ditolak jika nilai P-value ≤ 0,05

Hipotesis 3 H0, ρ≥ 0 : variabel X1 tidak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel X2

Hi, ρ<0 : variabel X1 berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel X2

Diharapkan H0

ditolak jika nilai P-value ≤ 0,05


(44)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya penulis dapat menarik

kesimpulan mengenai pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah dan

disiplin kerja terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten

Purwakarta

1. Kepemimpinan situasional kepala sekolah berpengaruh positif dan signifikan

terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta

sebesar 12,32%.

2. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja guru di

SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta sebesar 37,08%.

3. Secara keseluruhan kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja guru di SMPN

Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta sebesar 86,4%. Sisanya yaitu

sebesar 13,6% merupakan pengaruh yang datang dari faktor-faktor lain.

Misalnya: iklim organisasi sekolah, motivasi, budaya organisasi, kinerja


(45)

157

5.2 Rekomendasi

Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan kesimpulan diatas dapat

diketahui sebagai berikut:

1. Kepala sekolah perlu meningkatkan kemampuan teknik kepemimpinannya

karena maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran Kepala

Sekolah, karena “Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang

menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah”. Untuk mewujudkan sekolah

efektif dibutuhkan kepala Sekolah yang tidak hanya sebagai figur

personifikasi sekolah, tapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya visi

masa depan serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada

menjadi suatu kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan.

Peranan kepala sekolah sebagai penggerak kehidupan akan berpengaruh

langsung terhadap etos kerja para guru.

2. Peran kepala sekolah perlu ditingkatkan dalam hal penciptaan iklim kerja yang

berorientasi pada pengembangan kinerja guru, peningkatan kemampuan dan

keterampilan guru tentang pembelajaran, peningkatan keterampilannya dalam

pengawasan kerja, serta melibatkan guru dalam pengambilan keputusan.

3. Guru sendiri perlu meningkatkan etos kerjanya, karena akan sangat

berpengaruh terhadap kinerjanya dalam berbagai tugas dan kewajibannya dan

membuktikannya dengan sikap dan tindakan dia dalam mengajari anak

didiknya, memberikan contoh dan teladan, serta menjalin hubungan yang baik


(46)

kemampuannya dalam membuat sebuah visi yang realistis dan rasional untuk

pengembangan proses belajar mengajar, mengadopsi materi pelajaran dari

berbagai media informasi, menyerap informasi dengan menggunakan internet,

meningkatkan kemampuannya dalam membimbing siswa, menggunakan

semua media pembelajaran, serta meningkatkan disiplin diri.

5. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab keberhasilan pencapaian tujuan

sekolah, agar selalu memelihara etos kerja guru yang sudah cukup baik agar

tetap konsisten dan dapat terus ditingkatkan. Etos kerja guru yang demikian

memungkinkan guru-guru dapat mengajar dengan baik dan mengerahkan


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saefuddin. (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arbuckle, J.L. & Wothke, W, (1997). Amos 4,0 User’s Guide : SPSS, Smallwaters Corporation.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta.

Bedjo Siswanto. (2003). Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru.

Cascio, Wayne. 1995. Human Resouces Management and Information System Approach. Virgnia: Publishing Company.

Dadan Dahyana, (2001), peranan kepemimpinan kepala bagian tata usaha dalam meningkatkan disiplin dan produktivitas kerja pada dinas pendidikan Provinsi Jawa Barat, tesis, SPS UPI

Engkoswara. (1987). Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud

Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan.

Gordon, R. A. (1996). School Administration. Challange and Opportunity for

Leadership. Iowa: Brown Company Publishers.

Hair, J. F. et. al. (2006). Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. United State of America.

Hasibuan, Malayu S.P. (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:Bumi Aksara

Heidjrachman, dan Suad Husnan. 1990. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.

Hersey, Paul dan Blanchard, Ken (2001). Management of Organization Behaviour, Utiliting Human Resources. 4th edition. Prentice Hall. Inggris. Indriyati Marsaoly, (2003), Korelasi Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Peran

Serta Orang Tua dan Etos Kerja Guru dengan Peningkatan Prestasi Siswa Pada SD Negeri di Kecamatan Lowokwaru Malang, tesis, SPS UPI


(48)

Jansen Sinamo (2002), Ethos21: Etos Kerja Profesional di Era Digital, Jakarta. Gramedia.

Jansen Sinamo (2005), 8 Etos Kerja dalam bisnis, Jakarta. Gramedia.

Kartini Kartono. (1982). Pemimpin dan Kepemimpinan.Jakarta: CV. Rajawali Kelinger, F. N. , E. J. Pedhazur, (1973), Multiple Regression In Behavior

Research, Holt, Richard and Winston, Inc.

Kusnendi, (2006), Analisis Jalur. Badan Penerbit Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

---. (2007). Analisis Jalur dengan AMOS. Magister Manajemen. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Kusumastuti, Dyah. (2001). Manajemen Sistem Pengembangan Sumber Daya Dosen sebagai Penjamin Mutu di Perguruan Tinggi (Studi tentang Pengaruh Kompetensi Individu, terhadap Kinerja Dosen yang Berorientasi pada Mutu dengan Moderator Iklim Organisasi dan Dukungan Sumber Daya di ITB. Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Miftah Thoha, (2001), Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Prilaku, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Moenir. (1992). Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta: CV. Haji Mas Agung

Moekijat. (1987). Produktivitas. Bandung .Aksara

--- (1989). Tata Laksana Kantor. Bandung. Mandar Maju

--- (2003), Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja, Bandung : Pioner Jaya

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, Moh., (1998), Metode Penelitian, Cetakan 3, Ghalia Indonesia, Jakarta

Nitisemito, Alex S. 1984. Manajemen Personalia, (Manajemen Sumber. Daya Manusia). Jakarta: Ghalia Indonesia

Prijodarminto, Soegeng. 1994. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Pradnya Paramita : Jakarta


(49)

Saydam , Gouzali. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia : Human Resourches Management 1. Jakarta , Gunung Agung

Siagian, SP. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumu Aksara. …… (2003). Teori dan Praktik Kepemimpinan. Jakarta Renika Cipta

Sudjana, Nana (2004) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rosda Karya.

…… (1992). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Sukardi (2003). Metodologi penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sinungan, Muchdarsyah. (2003). Produktivitas. Jakarta: PT Bumi Aksara

Suradinata, Ermaya. 1990. Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintah Pendekatan Budaya, Moral, dan Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tampubolon, Biatna Dulbert. 2009. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Organisasi yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Tersedia dalam http://www.bsn.go.id/files/@LItbang/Formulir%20JS%20Vol%209%20N o%203%202007/4%20-%20Analisis%20Faktor%20Gaya%20

Kepemimpinan.pdf.

Terry, R. George. 1986. Asas-asas Manajemen. Terjemahan Winardi. Bandung: Alumni.

The Liang Gie. (1981). Efisiensi Kerja bagi Pembangunan Negara: Suatu Bunga Rampai Bacaan. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Toto Tasmara. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta: Gema Insani,. 2002

Triguno. 1997. Budaya Kerja. Jakarta: Golden Terayon Press.

Wahjosumidjo. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada


(1)

156 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya penulis dapat menarik kesimpulan mengenai pengaruh kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin kerja terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta

1. Kepemimpinan situasional kepala sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta sebesar 12,32%.

2. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta sebesar 37,08%.

3. Secara keseluruhan kepemimpinan situasional kepala sekolah dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja guru di SMPN Kecamatan Cibatu Kabupaten Purwakarta sebesar 86,4%. Sisanya yaitu sebesar 13,6% merupakan pengaruh yang datang dari faktor-faktor lain. Misalnya: iklim organisasi sekolah, motivasi, budaya organisasi, kinerja kepala sekolah, kepuasan, loyalitas, pelayanan, negosiasi, mutu, dan lain-lain.


(2)

157

5.2 Rekomendasi

Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan kesimpulan diatas dapat diketahui sebagai berikut:

1. Kepala sekolah perlu meningkatkan kemampuan teknik kepemimpinannya karena maju mundurnya suatu sekolah tidak terlepas dari peran Kepala Sekolah, karena “Kepala Sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah”. Untuk mewujudkan sekolah efektif dibutuhkan kepala Sekolah yang tidak hanya sebagai figur personifikasi sekolah, tapi juga paham tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan. Peranan kepala sekolah sebagai penggerak kehidupan akan berpengaruh langsung terhadap etos kerja para guru.

2. Peran kepala sekolah perlu ditingkatkan dalam hal penciptaan iklim kerja yang berorientasi pada pengembangan kinerja guru, peningkatan kemampuan dan keterampilan guru tentang pembelajaran, peningkatan keterampilannya dalam pengawasan kerja, serta melibatkan guru dalam pengambilan keputusan. 3. Guru sendiri perlu meningkatkan etos kerjanya, karena akan sangat

berpengaruh terhadap kinerjanya dalam berbagai tugas dan kewajibannya dan membuktikannya dengan sikap dan tindakan dia dalam mengajari anak didiknya, memberikan contoh dan teladan, serta menjalin hubungan yang baik dengan rekan sejawatnya.


(3)

158

4. Dalam meningkatkan etos kerjanya, seorang guru perlu mengasah kemampuannya dalam membuat sebuah visi yang realistis dan rasional untuk pengembangan proses belajar mengajar, mengadopsi materi pelajaran dari berbagai media informasi, menyerap informasi dengan menggunakan internet, meningkatkan kemampuannya dalam membimbing siswa, menggunakan semua media pembelajaran, serta meningkatkan disiplin diri.

5. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab keberhasilan pencapaian tujuan sekolah, agar selalu memelihara etos kerja guru yang sudah cukup baik agar tetap konsisten dan dapat terus ditingkatkan. Etos kerja guru yang demikian memungkinkan guru-guru dapat mengajar dengan baik dan mengerahkan


(4)

159

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saefuddin. (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arbuckle, J.L. & Wothke, W, (1997). Amos 4,0 User’s Guide : SPSS, Smallwaters

Corporation.

Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta.

Bedjo Siswanto. (2003). Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru.

Cascio, Wayne. 1995. Human Resouces Management and Information System Approach. Virgnia: Publishing Company.

Dadan Dahyana, (2001), peranan kepemimpinan kepala bagian tata usaha dalam meningkatkan disiplin dan produktivitas kerja pada dinas pendidikan Provinsi Jawa Barat, tesis, SPS UPI

Engkoswara. (1987). Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Gordon, R. A. (1996). School Administration. Challange and Opportunity for Leadership. Iowa: Brown Company Publishers.

Hair, J. F. et. al. (2006). Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. United State of America.

Hasibuan, Malayu S.P. (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:Bumi Aksara

Heidjrachman, dan Suad Husnan. 1990. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.

Hersey, Paul dan Blanchard, Ken (2001). Management of Organization Behaviour, Utiliting Human Resources. 4th edition. Prentice Hall. Inggris. Indriyati Marsaoly, (2003), Korelasi Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Peran

Serta Orang Tua dan Etos Kerja Guru dengan Peningkatan Prestasi Siswa Pada SD Negeri di Kecamatan Lowokwaru Malang, tesis, SPS UPI


(5)

160

Jansen Sinamo (2002), Ethos21: Etos Kerja Profesional di Era Digital, Jakarta. Gramedia.

Jansen Sinamo (2005), 8 Etos Kerja dalam bisnis, Jakarta. Gramedia.

Kartini Kartono. (1982). Pemimpin dan Kepemimpinan.Jakarta: CV. Rajawali Kelinger, F. N. , E. J. Pedhazur, (1973), Multiple Regression In Behavior

Research, Holt, Richard and Winston, Inc.

Kusnendi, (2006), Analisis Jalur. Badan Penerbit Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

---. (2007). Analisis Jalur dengan AMOS. Magister Manajemen. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Kusumastuti, Dyah. (2001). Manajemen Sistem Pengembangan Sumber Daya Dosen sebagai Penjamin Mutu di Perguruan Tinggi (Studi tentang Pengaruh Kompetensi Individu, terhadap Kinerja Dosen yang Berorientasi pada Mutu dengan Moderator Iklim Organisasi dan Dukungan Sumber Daya di ITB. Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Miftah Thoha, (2001), Kepemimpinan Dalam Manajemen Suatu Pendekatan Prilaku, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Moenir. (1992). Pendekatan Manusia dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta: CV. Haji Mas Agung

Moekijat. (1987). Produktivitas. Bandung .Aksara

--- (1989). Tata Laksana Kantor. Bandung. Mandar Maju

--- (2003), Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja, Bandung : Pioner Jaya

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nazir, Moh., (1998), Metode Penelitian, Cetakan 3, Ghalia Indonesia, Jakarta Nitisemito, Alex S. 1984. Manajemen Personalia, (Manajemen Sumber. Daya

Manusia). Jakarta: Ghalia Indonesia

Prijodarminto, Soegeng. 1994. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Pradnya Paramita : Jakarta


(6)

161

Saydam , Gouzali. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia : Human Resourches Management 1. Jakarta , Gunung Agung

Siagian, SP. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumu Aksara. …… (2003). Teori dan Praktik Kepemimpinan. Jakarta Renika Cipta

Sudjana, Nana (2004) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rosda Karya.

…… (1992). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Sukardi (2003). Metodologi penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sinungan, Muchdarsyah. (2003). Produktivitas. Jakarta: PT Bumi Aksara

Suradinata, Ermaya. 1990. Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintah Pendekatan Budaya, Moral, dan Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tampubolon, Biatna Dulbert. 2009. Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan dan Faktor Etos Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Organisasi yang Telah Menerapkan SNI 19-9001-2001. Tersedia dalam

http://www.bsn.go.id/files/@LItbang/Formulir%20JS%20Vol%209%20N o%203%202007/4%20-%20Analisis%20Faktor%20Gaya%20

Kepemimpinan.pdf.

Terry, R. George. 1986. Asas-asas Manajemen. Terjemahan Winardi. Bandung: Alumni.

The Liang Gie. (1981). Efisiensi Kerja bagi Pembangunan Negara: Suatu Bunga Rampai Bacaan. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Toto Tasmara. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta: Gema Insani,.

2002

Triguno. 1997. Budaya Kerja. Jakarta: Golden Terayon Press.

Wahjosumidjo. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada


Dokumen yang terkait

PENGARUH DISIPLIN KERJA, PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN AFEKTIF GURU DI SMA NEGERI KABUPATEN SAMOSIR.

0 1 35

PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, DISIPLIN KERJA GURU, DAN KOMUNIKASI ANTAR GURU PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, DISIPLIN KERJA GURU, DAN KOMUNIKASI ANTAR GURU TERHADAP UNJUK KERJA GURU SMP SUB RAYON

0 1 14

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP ETOS KERJA GURU PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA, DAN KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP ETOS KERJA GURU SEKOLAH DASAR DI UPTD DIKSPORA KECAMATAN JEBRES SURAKARTA.

0 0 19

KONTRIBUSI KEMAMPUAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM KERJA TERHADAP ETOS KERJA GURU S D NEGERI DI KECAMATAN UNGARAN.

1 2 9

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI KERJA GURU DI SMK PGRI 2 CIMAHI.

4 19 65

Pengaruh Orientasi Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Kerja Terhadap Disiplin Kerja Guru.

0 1 26

PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR KECAMATAN CAMPAKA DAN KECAMATAN CIBATU KABUPATEN PURWAKARTA.

0 2 45

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP ETOS KERJA GURU DI SMA BUKITTINGGI.

1 3 6

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SMP NEGERI DI KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG.

0 2 204

PENGARUH KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKOLAH, LINGKUNGAN KERJA, DAN MOTIVASI BERPRESTASI, TERHADAP KINERJA GURU SMK

0 2 11