PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI : Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi.

(1)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

(Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh :

CUCUN HERMAWAN NIM. 0909523

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


(2)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

(Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi)

Oleh

CUCUN HERMAWAN

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© CUCUN HERMAWAN2013 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

LEMBAR PENGESAHAN

CUCUN HERMAWAN NIM. 0909523

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

CIMAHI

( Studi Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi )

Pembimbing I

Dra. Oom Sitti Homdijah, M.Pd NIP. 19610105 198303 2 001

Pembimbing II

Drs. Sunaryo, M.Pd NIP. 19560722 198503 1 001


(4)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa

Drs. Sunaryo, M.Pd NIP. 19560722 198503 1 001


(5)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

CIMAHI

Oleh : Cucun Hermawan (0909523)

Ketunagrahitaan berimplikasi pada hampir semua aspek kehidupan, salah satunya dalam berprilaku adaptif. Tidak jarang anak tunagrahita menunjukkan ketidakwajaran dalam berprilaku sehingga kebanyakan orang terganggu dengan kehadiran anak tunagrahita. Perilaku adaptif memegang peranan penting yang dapat membuka penerimaan masyarakat terhadap seseorang, dengan kata lain perilaku adaptif penting dimiliki seorang individu tersebut dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya, begitupun dengan anak tunagrahita, mereka dapat dilatih agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Paradigma baru dalam dunia pendidikan tentang pendidikan inklusif memberikan kesempatan bagi anak tunagrahita untuk berbaur dengan lingkungan sosial yang lebih umum, yang dapat menempatkan anak untuk dapat berprilaku lebih adaptif, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perilaku anak tunagrahita dalam aspek perilaku sosial di Sekolah Dasar Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari dua orang anak tunagrahita. Pengumpulan data berasal dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dan penganalisisan data berasal dari data hasil triangulasi yang berkesimpulan bahwa anak tunagrahita yang menjadi subjek penelitian ini mengalami hambatan perilaku adaptif yang mencakup kepada perilaku sosialnya dimana hal ini ditunjukkan oleh ketidakmampuan anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, sehingga anak tunagrahita yang bersekolah di sekolah inklusif memerlukan sebuah layanan yang terpadu dengan program individual mencakup pengembangan perilaku sosial yang sesuai dengan karakteristik siswa tunagrahita.


(6)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

MOTTO

LEMBAR PERNYATAAN UCAPAN TERIMAKASIH

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR……… ii

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN……….. iii

DAFTAR ISI……….. iv

DAFTAR TABEL………... vi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Fokus Penelitian………... 3

C. Pertanyaan Penelitian……… 3

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 3

BAB II PRILAKU ADAPTIF TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR………... 5

A. Hakikat Tunagrahita….……… 5

B. Konsep Dasar Prilaku……… 10

C. Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita………. 11

D. Perilaku Sosial……… 12

E. Konsep Pendidikan Inklusi……… 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 21

A. Metode Penelitian………. 21


(7)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Subjek Penelitian………..……… 21

D. Instrumen Penelitian………. 22

E. Teknik Pengumpulan Data……….. 22

F. Pengujian Keabsahan Data………. 23

G. Teknik Analisis Data………. 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 25

A. Hasil Penelitian……….……… 25

B. Pembahasan….……… 46

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……… 49

A. Kesimpulan……… 49

B. Rekomendasi………. 50

DAFTAR PUSTAKA………. 51 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL


(9)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial dan memiliki naluri yang kuat untuk hidup bersama dengan lingkungan sosialnya, yang direfleksikan dengan ketergantungan antara manusia, termasuk di dalamnya yaitu anak-anak, namun sejalan dengan perkembangannya, tidak semua anak dapat berkembang secara normal, pada masa perkembangannya seorang anak yang oleh sebab-sebab tertentu dapat mengalami hambatan sehingga aspek-aspek perkembangannya tidak berfungsi sebagaimana anak lain seusianya.

Anak-anak yang berkembang tidak seperti anak-anak pada umumnya disebut juga dengan anak dengan kebutuhan khusus salah satunya anak dengan hambatan perkembangan kecerdasan atau tunagrahita, anak-anak tunagrahita secara signifikan mengalami hambatan dalam fungsi intelektual secara umum di bawah rata-rata anak-anak pada umummya dan disertai dengan hambatan perilaku adaptif.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita tersebut berimplikasi pada beberapa aspek kehidupan yang idealnya penting dimiliki seorang individu, salah satunya adalah interaksi sosial anak tunagrahita cenderung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya oleh karena mereka memerlukan layanan pendidikan dalam perilaku adaptif seperti yang dikemukakan oleh Smith, et.al (Delphie. 2009 : 150) yang

berpendapat bahwa “adaptif behavior specificically are the behavioral skills that are demonstrated in response to environmental demands” hal tersebut menjelaskan bahwa perilaku adaptif merupakan perilaku


(10)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perilaku tidak adaptif yang seringkali ditunjukkan anak tunagrahita diantaranya perilaku yang bersifat pasif (pendiam) berteriak-teriak, menggumam, dan berkata-kata kasar menimbulkan masyarakat merasa terganggu dan dengan kondisi yang dimiliki anak tunagrahita tersebut tidak jarang menimbulkan stigma negative di benak masyarakat awam.

Perilaku adaptif yang perlu dimiliki seorang individu agar individu tersebut dapat diterima oleh masyarakat di sekitarnya, begitupun dengan anak tunagrahita, mereka dapat dilatih agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui pembelajaran dalam lingkungan pendidikan, dengan adanya paradigma baru di dunia pendidikan melalui layanan inklusif dapat memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), khususnya anak tunagrahita untuk mendapatkan pendidikan dan berbaur dengan lingkungan sosial seperti anak pada umumnya, karena pada hakekatnya pendidikan inklusif merupakan sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak berpartisipasi penuh dalam kegiatan kelas regular tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya.

Berlandaskan masalah masalah tersebut serta dari studi pendahuluan yaitu: Hambatan-hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita tersebut berimplikasi pada beberapa aspek kehidupan yang idealnya penting dimiliki seorang individu, salah satunya adalah interaksi sosial anak tunagrahita cenderung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya oleh karena mereka memerlukan layanan pendidikan dalam perilaku adaptif seperti yang dikemukakan oleh Smith, et.al (Delphie, B .

2009 : 150) yang berpendapat bahwa “adaptif behavior specificically are the behavioral skills that are demonstrated in response to environmental


(11)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut dapat diterima di lingkungan sekitarnya.

Maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, menggali dan menelaah tentang kondisi perilaku adaptif anak tunagrahita yang ada di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi, dengan diadakan penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran bagi orang tua dan sekolah mengenai kondisi perilaku adaptif anak tunagrahita dalam layanan pendidikan inklusi yang saat ini sedang berkembang.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskanpadaperilakuadaptifanaktunagrahita di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi, yang akan difokuskan pada aspek sosial anak tunagrahita.

Alasan peneliti memilih fokus kajian di atas didasarkan pada pemikiran bahwa belum diketahui dengan jelas bagaimana kondisi sosial anak tunagrahita setelah mendapatkan layanan pendidikan inklusif.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, selanjutnya penulis mengembangkan beberapa masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana interaksi dan komunikasi anak tunagrahita dengan siswa lain di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi?

2. Bagaimana interaksi dan komunikasi anak tunagrahita dengan guru kelas maupun guru pendamping di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi?


(12)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimana guru cara mengatasi hambatan di atas?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana kondisi perilaku adaptif anak tunagrahita dalam aspek perilaku sosial di Sekolah Dasar Hikmah Teladan Kota Cimahi.

b. Tujuan Khusus

1) Memperoleh gambaran spesifik mengenai interaksi anak tunagrahita dengan siswa lain di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi

2) Memperoleh gambaran spesifik interaksi anak tunagrahita dengan guru kelas dan guru pendamping di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Dengan ditemukannya gambaran tentang hasil penelitian ini, peneliti berharap adanya peningkatan layanan pendidikan inklusi


(13)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memberikan layanan yang ramah bagi anak-anak tunagrahita. b. Manfaat Praktis

1) Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai pola interaksi siswa tunagrahita dengan guru maupun siswa lain di sekolah, serta gambaran kondisi sosial anak tunagrahita yang bersekolah di Sekolah Dasar Hikmah Teladan Kota Cimahi. 2) Bagi orang tua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan

anak tunagrahita ke Sekolah Dasar Hikmah Teladan Kota Cimahi.

3) Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan mengenai kondisi sosial anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita yang bersekolah di Sekolah Dasar Hikmah Teladan Kota Cimahi.


(14)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

BAB II

PERILAKU ADAPTIF TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR

A. Hakikat Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Anak tunagrahita pada umumnya mengalami hambatan dalam aspek kognitif dan perilaku adaptif. Hambatan tersebut disebabkan oleh intelegensinya yang rendah yaitu dua standar deviasi di bawah rata-rata. Hambatan kognitif anak tunagrahita berdampak pada cara belajar, sedangkan hambatan perilaku adaptif berdampak pada penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya dan kemampuan menolong diri sendiri.

Pengertian tentang tunagrahita secara umum dikemukakan oleh American Association of Mental Deficiency (AAMD) (dalam Rochyadi, E dan Alimin, Z. 2003:11), menurutnya anak tunagrahita adalah sebagai berikut : “Mental retardation refers to significantly

subarverage general intellectual functioning exsisting concurrently with defisits in adaptive and manifested during development period.”

Definisi tersebut menekankan bahwa tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, yang ditunjukan oleh fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata - rata dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif dan berlangsung pada masa perkembangannya, hal tersebut sejalan dengan pendapat Hebart J (Rochyadi dan Almin, 2003 : 7 ) yang menyebutkan lima basis seseorang dikatakan tunagrahita, hal tersebut diantaranya :

1) Tunagrahita merupakan kondisi, 2) kondisi tersebut ditandai oleh adanya kemampuan mental jauh di bawah rata-rata, 3) memiliki hambatan dalam penyesuaian diri secara sosial, 4) Berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada susunan syaraf pusat dan, 5) Tunagrahita tidak dapat disembuhkan


(15)

Uraian di atas memberikan sebuah penjelasan bahwa anak tunagrahita memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektual yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan telektualnya yang berada pada dua standar deviasi di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainnya, yang kedua adalah kekurangan pada sisi perilaku adaptifnya, atau kesulitan dirinya untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini diperjelas oleh pendapat Amin, M (1955:11) yang menjelaskan bahwa :

Anak tunagrahita mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan ditunjukkan oleh kurang cakapnya mereka dalam memikirkan hal-hal yang bersifat akademik, abstrak, cenderung sulit dan berbelit-belit hampir pada segala aspek kehidupan serta mereka juga kurang memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita anak yang secara signifikan memiliki kecerdasan di bawah noramal/rata-rata yang disertai kekurangan dalam perilaku adaptif yang terjadi pada masa perkembangannya. Untuk mengoptimalkan kemampuan mereka diperlukan layanan pendidikan yang tidak diskriminatif dan didasarkan kepada hambatan, masalah dan kebutuhan mereka.

2. KlasifikasiTunagrahita

Perkembangan intelegensi yang terlambat diukur dengan tingkat IQ berdasarkan berat atau ringannya ketunagrahitaan yang dialami anak diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu, tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat yang dipaparkan seperti di bawah ini :


(16)

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil, memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Anak yang tergolong dalam Tunagrahita ringanpun memiliki kelebihan dan kemaampuan, mereka mampu dididik misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan, mereka juga masih bisa bersekolah di sekolah inklusi.

Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak memiliki kelainan fisik, secara fisik mereka kelihatan tidak mempunyai hambatan dan nampak seperti anak normal lainnyaa namun demikian, anak tunagrahita ringan tidak mampu melakuakan penyesuaian sosial secara mandiri, tidak dapat merencanakan masa depan dan suka berbuat kesalahan. Anak tunagrahita ringan masih dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, dengan bimbingan dengan baik, anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan.

Anak tunagrahita ringan biasanya agak terlambat dalam belajar bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan dan dapat diwawancarai, kebanyakan dari mereka dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri ( makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan kecil ) dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis, dan banyak diantaranya mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis namun, penyandang tunagrahita ringan bisa dapat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasi hambatan mereka. Kebanyakan anak tunagrahita ringan yang tingkat


(17)

intelegensinya lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan kemampuan praktis daripada akademik, termasuk memerlukan sedikit ketermpilan saja, kontek sosikultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai tingkat tertentu dari tunagrahita ringan tidak menunjukan masalah. Terdapat

immaturitaas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak akibat

hambatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan pernikahan aatau pengasuhan anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan harapan dan tradisi budaya.

b. Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binetsedangkan menurut skala weschler (WISC) memiliki IQ 54-40, tidak jauh berbeda dengan anak tungrahita ringan, anak tunagrahita sedangpun mampu diajak berkomunikasi namun kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca dan berhitung tetapi ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab, dapat mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan, minum mengerjakan pekerjaan rumah tangga sderhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga dan sebagainya.

Mereka dapat bekerja dilapangan namun dengan sedikit pengawasan, begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya. Perlu sedikit pengawasan dan perhatian dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

c. Tunagrahita berat

Anak tunagrahita berat IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan menurut skala weschler (WISC) antara 39-25. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian bahkan pelayanan yang total dalam hal berpakaian, mandi dan makan, mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dari bahaya.


(18)

3. Karakteristik Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki karakteristik tersendiri pada segi intelektual, segi tingkah laku (perilaku adaptif), emosi dan segi sosialnya, kesehatan pada fisiknya, setiap anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sesuai tingkat kekurangannya, secara umum karakteristik anak tunagrahita dibagi ke dalam beberapa aspek diantaranya :

a. Segi Intelektual

Tingkat intelektual anak tunagrahita selalu dibawah rata-rata anak yang seusianya, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat terbatas. Intelegensi merupakan fungsi yang komplek yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah dan situasi kehidupan baru, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. b. Segi Tingkah Laku ( Perilaku Adaptif)

Perilaku adaptif dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menguasai tuntutan social di lingkungan mereka.Salah satu karakteristik ketunagrahitaan adalah mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Perilaku adaptif menjadi penting adanya ketika diperkenalkan kepada anak-anak tunagrahita yang sangat berbeda, baik dalam hal menolong dan mengurus diri sendiri mau pun dalam hal keterampilan social. Anak tunagrahita cenderung sulit mempelajari sikap tertentu, bahkan sulit melakukan pekerjaan yang ditugaskan walaupun tugas tersebut bagi orang normal sangat sederhana, mereka merasakan ketidak mampuan dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang diberikan kepadanya, karena seringnya melakukan kesalahan-kesalahan pada saat


(19)

melakukannya, hal ini karena faktor kognitif yang sulit bagi anak-anak tunagrahita khususnya yang berkenaan dengan perhatian dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan akademiknya. Pada umumnya anak tunagrahita kurang percaya diri dan sering kali memerlukan bimbingan atau bantuan orang lain untuk melakukan suatup ekerjaan. Mereka juga sering kali sulit dalam memilih lingkungan pergaulan yang baik, sehingga mudah terjerumus pada hal-hal yang bersifat negatif.

Faktanya tidak semua anak tunagrahita memiliki kekurangan perilaku adaptif yang telah disebutkan diaatas, setelah meninggalkan sekolah, beberapa anak tunagrahita ada yang mampu memperoleh pekerjaan, bisa menikah dan mempunyai anak, dengan penghidupan yang cukup tanpa membutuhkan bantuan secara khusus. Tentu saja, bagi mereka yang mengalami kesulitan terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan dan pekerjaan, mereka sangat memerlukan pendidikan dan dukungan-dukungan secara khusus dalam membekali keterampilan-keterampilan hidupnya.

c. Segi social dan Emosi

Dengan memahami kondisi dan karakteristik mentalnya, kemungkinan anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam segi social dan emosi diantaranya yaitu :

1) Kurang memiliki kemampuan berfikir

Anak tunagrahita memiliki IQ di bawah anak normal sehingga mereka mengalami hambatan dalam perilaku adaptif.

2) Keseimbangan pribadinya labil

Masalah ini berkaitan dengan kesulitan dalam hubungan dengan kelompok atau individu di sekitarnya, seperti tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah, keluarga, dan masyarakat.


(20)

3) Mudah marah dan tersinggung

Seringnya mengalami kekecewaan yang timbul dari kesukaran menerima pelajaran dan sulitnya mengerti apa yang disampaikan oleh orang lain kepadanya, hal ini dapat diekspresikan dengan kemarahan.

d. Segi Fisik

Fungsi-fungsi perkembangan anak tunagrahita ada yang tertinggal jauh dari anak normal, adapun yang sama atau hampir menyamaianak normal. Perkembanganjasmanidan motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak normal pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 3 tahun sampai 12 tahun ada dalam kategori kurang sekali, sedangkan anak normal pada umur yang sama ada dalam kategori kurang ( M. Umar Djani, 1984). Dengan demikian tingkat jasmani anak tunagrahita setingkat lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umur yang sama.

Perkembangan motoric mencakup dua hal yaitu gross motor (seperti berjalan, melompat, melempar ) dan fine motor (seperti menulis, menyulam, menggunting, dsb ) pada anak-anak yang normal berkembang adalah gross motor, sedangkan fine motor dapat dipelajari dengan mudah, tetapi lain halnya dengan anak tunagrahita mereka mengalami kesulitan untuk menguasainya. Banyak gerakan-gerakan yang harus dipelajari anak tunagrahita secara khusus.

B. KonsepDasarPerilaku

Perilaku adalah bentuk nyata dari suatu sikap, untuk mengetahui perbedaan perilaku dengan sikap Louis-Leon (2012) mendefinisikan sikap sebagai :


(21)

Tingkatan kecenderungan yang bersifat positif dan negatif yang berhubungan dengan aspek psikologi meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like), sebaliknya orang yang memiliki sikap negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka

(dislike).

Berlandaskan uraian diatas maka dapat dianalogikan jika seseorang akan berperilaku ia akan bersikap terlebih dahulu. Wujud nyata dari suatu sikap adalah perilaku, baik itu positif maupun negatif oleh karena itu antara sikap dengan perilaku saling berkaitan erat sedangkan untuk definisi dari perilakunya diungkapkan oleh Krech et.al (Syaifuddin A, 1988:53) yang menurutnya :

Perilaku adalah semua aktivitas yang mendorong individu guna mencapai tujuan tertentu, dimana aktivitas yang dimaksud adalah segala yang ia tanggapi, pikirkan, rasakan, mengaktifkan kegiatan serta membentuk kebiasaan baru guna mencapai tujuan yang dimaksud.

Mengacu pada definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan tindakan atau perbuatan yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan, singkatnya perilaku merupakan hasil interaksi antara situasi atau lingkungan dengan faktor-faktor sekitarnya, hal ini diperkuat oleh definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1124) yang mendefinisikan perilaku sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.

Uraian-uraian diatas memberikan suatu pengertian bahwa pada kehidupan bermasyarakat, setiap manusia harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan masyarakatnya oleh karena itu perilaku adaptif sangat dibutuhkan baik untuk anak tunagrahita maupun anak pada umumnya, sebab dengan semakin berkembangnya jaman maka anak akan lebih dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan social dimana dia tinggal dan anak dituntut untuk dapat melakukan kegiatan umum sehari-hari sesuai dengan usianya.


(22)

C. PerilakuAdaptifAnakTunagrhita

Terdapat banyak istilah mengenai perilaku adaptif, misalnya kompetensi sosial (social competency), kapasitas adaptif (adaptive capacity), ketepatan menyesuaikan diri (adaptive fitting) dsb, namun istilah-istilah tersebut bermuara pada satu sebuah kunci yaitu kemampuan menyesuaikan diri. Definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli bermacam-macam

seperti yang dikemukakan oleh Kelly, at.al (Delphie, 2005:37) bahwa “The

efectiveness & degree to which an individual meets standards of self sufficiency & responsibility for his or her age-related cultural group”.

Pengertian diatas dapat diartikan bahwa perilaku adaptif merupakan kematangan diri dan sosial seorang individu dalam melakukan kegiatan umum sehari-hari sesuai dengan keadaan umurnya dan berkaitan dengan budaya kelompoknya singkatnya perilaku adaptif merupakan suatu kemampuan seseorang untuk dapat mengatasi keadaan-keadaan yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungannya. Seseorang dikatakan memiliki hambatan perilaku adaptif bila terdapat hambatan dalam tiga hal yaitu

1) Maturation atau perkembangan 2) Learning capacity atau kemampuan

belajar, dan 3) Social adjusment termasuk personal indepedence and social

responsibility atau penyesuaian perilaku sosial termasuk kebebasan pribadi

dan rasa tanggung jawab sosial. (Sloan dan Birch; Delphie, 2005:37).

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Hambatan ini disebabkan oleh karena memiliki kemampuan intelektual yang rendah, sehingga ia tidak dapat mengartikan norma-norma lingkungan yang ada oleh karena itu anak tunagrahita perlu dilatih dengan treatment yang cocok dan metode latihan tertentu sedini mungkin karena perilaku adaptif menunjukkan pada tingkat kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab baik secara personal maupun secara sosial.

Perilaku adaptif hendaknya berfokus pada kebutuhan khusus anak tunagrahita seperti dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan atas tuntutan


(23)

lingkunagan yang mereka hadapi. Fokus perilaku adaptif diklarifikasi oleh Bruininks, at.al (Beirne Smith at.al, 2002) meliputi hal-hal berikut ini :

1. Menolong diri, penampilan pribadi (makan, minum, pergi ke toilet, berpakaian, berhias diri, dan memelihara kesehatan.

2. Perkembangan fisik (keterampilan motorik kasar dan motorik halus) 3. Komunikasi (bahasa reseptif dan ekspresif)

4. Keterampilan sosial (bermain, berinteraksi, bersosialisasi, perilaku seksual, bertanggung jawab, mengekspresikan emosi)

5. Fungsi kognitif yang meliputi (pengetahuan akademik)

6. Memelihara kesehatan dan keselamatan diri (pencegahan terhadap masalah kesehatan dan luka, memelihara diri, latihan merawat anak) 7. Keterampilan berbelanja (penggunaan uang, belanja)

8. Keterampilan domestik (kebersihan dan perawatan rumah) 9. Keterampilan vokasional.

Kesimpulan dari uraian tersebut maka, perilaku adaptif menjadi penting untuk diperkenalkan pada anak-anak tunagrahita, baik dalam hal menolong baik untuk diri sendiri maupun dalam hal keterampilan sosial, diantara anak-anak tersebut ada yang kurang memiliki kemampuan dalam memenuhi tuntutan akademik di sekolah, akan tetapi mereka cukup baik dalam kontak sosial di sekolah maupun diluar sekolah. Anak tunagrahita yang mengalami kesulitan terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan dan pekerjaan, memerlukan pendidikan dan dukungan-dukungan secara khusus dalam membekali keterampilan-keterampilan hidupnya agar mereka tidak bergantung pada orang lain.

D. PerilakuSosial

Sebagai makhluk sosial, individu akan menampilkan perilaku tertentu antara interaksi sosial tersebut, akan terjadi peristiwa saling mempengaruhi atanara individu yang satu dengan individu yang lain. Hasil dari peristiwa tersebut adalah perilaku.


(24)

Sejalan dengan pengertian diatas banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Hurlock (1998:250) mengemukakan bahwa perilaku sosial menu jukkan terdapatnya tingkahlaku yang sesuai dengan tuntutan sosial atau kemampuan untuk menjadi orang bermasyarakat menerangkan bahwa perilaku.

Lebih jelasnya Skinner (Sarlito, 2000:17) perilaku manusia berkembang dan dipertahankan oleh anggota masyarakat yang member penguat pada individu untuk berperilaku tertentu (yang dikenhendaki oleh masyarakat) dengan demikian maka tidak dapat dihindarkan bahwa perilaku social muncul pada situasi-situasi terjadinya interaksi sosial dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.

Berdasarkan pada pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial adalah perilaku yang ditampilkan individu saat berinteraksi yang sesuai dengan kemampuan individu dan tuntutan lingkungan sekitarnya.

Yusuf (1984:64) perilaku sosial adalah perilaku yang sudah merupakan suatu pola yang relatif menetap, yang diperlihatkan olehn individu di dalam interaksinya dengan orang lain. Interaksi merujuk pada adanya aksi dan reaksi individu di dalam hubungan interpersonal. Perilaku sosial individu mungkin merupakan aksi atau perangsang bagi timbulnya perilaku sosial bagi orang lain. Aksi atau reaksi antara satu individu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi. Dari perilaku yang merupakan indikator terhadap sifat-sifat interpersonal dapat diketahui bahwa perilaku sosial itu dapat dilihat dari tujuh aspek, yaitu :

1. Aspek dalam kemampuan bergaul yaitu kemampuan siswa menjalin hubungan dengan teman sebaya di sekolah seperti memiliki pergaulan teman sebaya yang luas di sekolah, percaya diri saat berkomunikasi dengan teman, mampu bekerja sama dengan teman.

2. Aspek keterbukaan sikap yaitu kemampuan siswa untuk mengekspresikan diri secara terbuka kepada orang lain, mampu


(25)

berkomunikasi dengan baik, mampu menampilkan diri baik kelebihan atau kekurangannya, mampu bersikap jujur saat berbicara maupun bekerja.

3. Aspek kepemimpinan yaitu siswa memiliki kemampuan dan keterampilan untuk memimpin, seperti memiliki kemauan untuk memimpin teman, memiliki kecenderungan mempengaruhi teman-temannya.

4. Aspek inisiatif sosial yaitu kemampuan siswa untuk mengorganisir kelompoknya, seperti mengambil tindakan dalam menyelesaikan tugas kelompok, mampu untuk mengeluarkan saran dalam menyelesaikan masalah.

5. Aspek partisipasi dalam kegiatan kelompok yaitu keikutsertaan siswa dalam berbagai kegiatan kelompok.

6. Aspek tanggung jawab dalam tugas yaitu kesediaan siswa untuk menyelesaikan tugasnya sebagai bagian dari kelompok sampai selesai dengan sebaik mungkin dan bertanggung jawab terhadap tugas kelompok.

7. Aspek toleransi terhadap teman yaitu siswa dapat menerima dan memperlakukan dengan baik semua temannya di dalam kelompok dan dapat mempertimbangkan dengan baik pendapatteman-temannya di sekolah, terdiri dari menghargai pemikiran dan perasaan teman, mampu menerima kelebihan dan kekurangan teman.

Individu harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat mempengaruhi perilaku sosial siswa.

Hal ini sesuai dengan yg dikemukakan oleh Ansori (2004 :93) bahwa dalam lingkungan sekolah anak belajar membina hubungan dengan teman-teman sekolahnya yang datang dari beragam warna sosial. Oleh karena itu


(26)

sosialisasi yang dilakukan oleh siswa di sekolah akan tergantung dari kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan berbagai kegiatan yang ada di sekolah.

Dengan demikian perilaku sosial di sekolah dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu bentuk tingkah laku atau aktivitas yang ditampilkan oleh anak pada saat berinteraksi dengan teman sebaya, guru kelas dan guru pendamping khusus secara individu maupun keloimpok di lingkungan sekolah.

E. Konsep Pendidikan Inklusi

1. Sejarah Singkat Pendidikan Inklusi

Selama ini anak-anak yang memiliki hambatan disediakan fasilitas pendidikan khusus yang disesuaikan dengan derajat dan jenis hambatannya umumnyaanak-anak tersebut bersekolah luar biasa atau SLB. Model pendidikan bagi ABK pun adalah model segregasi, SLB memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi, dan guru khusus dari segi pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan karena mudah bagi guru dan administrator namun demikian dari sudut pandang pendidik model segregasi merugikan siswa ABK yang memungkinkan untuk bersekolah di sekolah reguler.

Disadari atau tidak sistem pendidikan SLB telah membangun tembok bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, hal itu telah menghambat proses sosialisasi anak sehingga muncul sebuah label antara ABK dengan anak pada umumnya sehingga menimbulkan komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat dan sebagian dari ABK pun merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Hal serupa diungkapkan oleh Reynolds dan Birch (1988) yang berpendapat bahwa model segregasi tidak menjamin kesempatan anak


(27)

berkelainan mengembangkan potensi secara optimal. Secara pilosopis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berinteraksi dengan masyarakat normal, akan tetapi mereka dipiosahkan dari masyarakat normal dan memerlukan biaya yang cukup mahal yang baik bagi ABK agar dapat diakui dan berbaur dengan anak pada umumnya sehingga keberadaan ABK pun mendapat tempat di masyarakat.

Modernisasi pendidikan merevolusi pendidikan ABK untuk menyuarakan hak-hak mereka, oleh karena itu kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi melalui sebuah

kontroversi yang dinamakan “Convention on the Rights of Person with

Disabilities and Optional Protoco “ yang disahkan pada Maret 2007.

Konvensi tersebut memuat kesepakatan pada pasal 24 yang menyebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya partisipsi ABK dalam kehidupan masyarakat, di Indonesia pun memuat perundangan yang mendukung terlaksananya pendidikan inklusi pada penjelasan pasal 15 ayat 1 tentang pendidikan khusus UU no 20/2003 menjelaskan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi yang secara operasional diperkuat dengan PP/no. 17 tahun 2010 tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus berbunyi :

Pendididkan inklusi merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkelainan, dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan tempatnya


(28)

di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut.

Berdasarkan hal di atas maka telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia pendidikan yang menghargai perbedaan setiap anak, menyatukan semua anak tanpa memandang latar belakang dari anak tersebutuntukbelajardalamsatukelasdenganmemberikanpelayananpend idikan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak.

2. Definisi Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentranspormasi sistem poendidikan dengan meniadakan hambatan hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa baik yang berkaitan dengan baerbagai etnik, gender, dalam pendidikan, pengertian ini dinyatakan pula oleh UNESCO 1994. Sunaryo (2009) memberikan penjelasan bahwa :

Pendidikan inklusi berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak, tanpa kecuali ada perbedaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yangbekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa, minoritas dan kelompok anak anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan.

Stainback dan Stainback (2012) mengemukakan pendidikan inklusi sebagai : Pendidikan yang mengakomodasi semua siswa di kelas yang sama, menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil.

Berdasarkan teori tersebut maka pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya. Untuk mengoptimalkan poetensi yang dimilikinya. Terlaksananya pendidikan inklusi harus diimbangi dengan adanya restrukturisasi sekolah menjadi komunitas yang


(29)

mendukung pemenuhan khusus setiap anak, karena hakekatnya pendidikan inklusiadalahsusatualat yang paling efektif untuk melawan diskriminasi perilaku, membangun masyarakat inklusi dan mencapai tujuan pendidikan untuk semua.

Pengertian sekolah inklusi menurut Dinas Pendidikan Jawa Barat (2010) menyebutkan bahwa :

Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Lebih dari itu sekolah inklusi juga merupakan hak setiap anak diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebaya maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Mengacu pada teori diatas maka pendidikan iklusif adalah sistem pendidikan nasional yang menyertakan dan mengakomodasi semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri serta memahami segala kesulitan pendidikan yang dihadapi mereka tanpa memandang perbedaan yang ada dalam diri setiap individu dalam hal ini anak, seperti kondisi kemampuan akademik, sosial emosi, ekonomi, politik, suku, bahasa, jenis kelamin, agama/kepercayaan, serta perbedaan kondisi fisik maupun mental. Pendidikan inklusif juga tidak memaksa anak-anak yang memang tidak memungkinkan untuk dipersatukan dalam satu sistem pendidikan bersama anak-anak lain pada umumnya dalam satu sekolah.

3. Landasan Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusi mempunyai empat landasan yang harus dijadikan sebagai acuan untuk kuat.


(30)

a. Landasan Filisofis

Secara filosofis pendidikan merupakan hak asasi manusia. Pendidikan bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif dan menjangkau semua warga negara tidak terkecuali. Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman 2003).

Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebhineekaan manusia, baik kebhinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban missi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebhinnekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri dan sebagainya.

Kebhinnekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan iteraksi dilandasi dengan saling membutuhkan.

Bertolak filosofi bhinneka tunggal ika, kelainan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu yang sama-sama memiliki kelemahan dan kelebihan dan dapat diciptakan melalui sistem pendidikan.

Sistem pendidikan inilah yang harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asih, silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau yang dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari.


(31)

b. Landasan Religi

Sebagai bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan agama di dalam al quran disebutkan bahwa hakikat manusia adalah makhluk yang satu sama lain berbeda (individual differences). Tuhan menciptakan manusia berbeda satu sama lain dengan maksud agar dapat saling berhubungan dalam rangka saling membutuhkan (QS. Al Hujarat, 49:13). Adanya siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus pada hakikatnya adalah manifestasi dari hakikat manusia sebagai individual differences tersebut. Iteraksi manusia harus dikaitkan dengan upaya pembuatan kebajikan. Ada dua jenis interaksi antar manusia, yaitu cooperative dan competitive (QS. Al Maidah, 5:2 dan 48 ) begitu pula dengan pendidikan yang juga harus menggunakan keduanya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran.

Bertolak dari ayat-ayat al quran yang telah diutarakan, menunjukkan bahwa ada kesamaan antara pandangan filosofis dengan religi tentang hakikat manusia.

Keduanya merupakan upaya menemukan kebenaran hakiki ; filsafat menggunakan nalar belaka sedangkan agama menggunakan wahyu keduanya akan bertemu karena sumber kebenaran hakiki hanya satu yaitu Tuhan YME. Landasan filosofi dan religi akan bertemu untuk selanjutnya dapat menjadi landasan dalam pemanfaatan hasil penelitian sebagai produk pengganti kegiatan keilnuan, termasuk didalamnya untuk penyelenggaraan pendidikan.


(32)

c. Landaan Yuridis

Landsan yuridis memiliki hierarki dari undang undang dasar, undang undang, peraturan pemerintah, kebijakan direktur jenderal, peraturan daerah , kebijakan direktur, sehingga peraturan sekolah, selainitu melibatkan kesepakatan kesepakatan internasioanl yang berkenaan dengan pendidikan.

Kesepakatan UNESCO di salamanca, \spanyol pada tahun 1994 telah menetapkan agar pendidikan di seluruh dunia dilaksanakan inklusif dan menyatakan bahwa pendidikan adalah hak untuk semua (education for all), tidak peduli orang itu memiliki hambatan atau tidak, kaya atau miskin, pendidikan juga tidak membedakan ras, warna kulit, suku, agama.

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sedapat mungkin diintegrasikan dengan pendidikan reguler, pemisahaan dalam bentuk segregrasi untuk keperluan pembelajaran (instruction), bukan untuk keperluan pendidikan (education, untuk keperluan pendidikan, anak-anak berkebutuhan khusus harus disodialisasikan dalam lingkungan yang nyata dengan anak-anak lain pada umumnya.

d. Landasan Pedagogis

Pasal 3 undang undang No. 20 tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjwab. Jadi melalui pendidikan peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman


(33)

teman sebayanya di sekolah. Betapa pun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman teman sebayanya.

4. TujuanPendidikanInklusi

Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan dan hak sama kepada setiap anak secara demokratis dan tidak diskriminatif secara sosial, kultural, ekonomi, agama, ras, dan karakteristik individual untuk mendapatkan pendidikan yang layak

Pendapat serupa dikemukakan oleh Yusup M (2005), menurutnya tujuan pendidikan inklusi adalah :

a. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengikuti dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki seoptimal mungkin b. Memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik

berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki (kognitif, afektif dan psikomotor) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri dalam komonitas sosial yang wajar serta dapat berperan dalam kehidupan bermanfaat, berbangsa dan bernegara

c. Memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan dalam sistem persekolahan reguler, sehingga tejadi proses saling adaftasi dan intyeraksi dengan sesama anak yang lain secara wajar dalam lingkungan masyarakat d. Memebrikan kemudahan bagi anak berkebutuhan khusus dari

lingkungan tempat tinggal dimanapun untuk mendapatkan aksebilitas pendidikan pada sekolah terdekat yang memungkinkan.

Setelah menganalisis tujuan pendidikan inklusi, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak baik itu ABK maupun anak pada umumnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.


(34)

(35)

CUCUN HERMAWAN, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN A. MetodePenelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekataan kualitatif. Karena penelitian ini bermaksud mengungkapkan dan menjelaskan berbagai gambaran tentang fenomena -fenomena yang ada dilapangan kemudian dirangkum menjadi sebuah kesimpulan deskriptif berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti.

Metode deskriptif digunakan karena metode ini paling tepat untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana kondisi perilaku adaptif anak tunagrahita di SD Hikmah Teladan.

B. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksankan di SD Hikamah Teladan yang beralamat di jalan Jend.H. Amir Machmud No. 177A Cimahi, sekolah ini merupakan salah satu sekolah inklusi yang terdapat di Kota Cimahi.Kelas yang digunakan sebagai tempat penelitian yaitu kelas IIB, dan IVC karena di kelas tersebut terdapat anak tunagrahita yang belajar dengan siswa lainnya.

C. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa tunagrahita yang memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Yang mempunyai IQ antara 68 - 52 data dari guru

2. Anak tidak dapat berkomunikasi secara benar dengan temannya 3. Kesulitan melakukan kegiatan sehari hari seperti : mandi, ke toilet dll Berdasarkan kriteria diatas maka peneliti memilih dan menentukan subjek yang akan dijadikan sebagai sample penelitian adalah :


(36)

1. DS 2. BM.

Alasannya karena kedua subjek penelitian tersebut memenuhi kriteria yang telah peneliti tentukan.

D. Instrumen Penelitian

Di dalam penelitian yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari objek penelitian pun belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapka semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki objek penelitian, oleh karena itu peneliti adalah kunci dalam penelitian

kualitatif”(Sugiyono,2008:60). Teori serupa dinyatakan oleh Nasution

(Sugiyono, 2009 : 306) bahwa : Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah, bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalahnya, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tiodak dapat di tentukan secara pasti dan jelas sebelumnya.Segala sesuatunya masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya penelitian itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan dua pernyataan diatas dapat di pahami bahwa, dalam dalam penelitian kualitatif pada awalnya permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri, tetapi setelah masalahnya yang akan di pelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen. Instrumen yang telah dikembangkan tersebut dapat dilihat disetiap lampiran dalam skripsi ini.


(37)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2007 : 157) ”sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata -kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain”.

1. Observasi

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dilakukan secara tersembunyi (convert). Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung non-partisivatori, pelaksanaan observasi tersebut dilengkapi dengan alat bantu berupa alat tulis dengan disertai pencatatan-pencatatan. Instrumen penelitiannya yaitu pedoman observasi.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perilaku adaptif anak selama anak berinteraksi dengan guru dan teman lainnya disekolah, ketika anak sedang belajar di dalam kelas, ketika anak sedang istirahat, dan ketika anak sedang melakukan kegiatan sekolah.

2. Wawancara

Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal, hasil wawancara direkam agar memudah kan peneliti untuk mendokumentasikan berbagai data dan informasi yang disampaikan dari responden. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang bersifat terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan – pertanyaan yang akan di ajukan (Moleong, 2007 :190), sehingga digunakan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara. Pedoman wawancara dapat dilihat dalam lampiran 1.


(38)

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap guru kelas, helper, teman sekelas.Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan keterangan dan informasi dari berbagai pihak yang terlibat langsung, walaupun dalam penelitian in digunakan wawancara tak berstruktur, namun terlebih dahulu di buat kisi-kisi wawancara serta pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara.

3. Studi Dokumentasi

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk menelaah atau mengkaji data-data atai informasi yang berupa dokumen tertulis, fotografi, dan sebagainya sebagai penunjang atau bukti secara fisik akan keadaan saat penelitian berlangsung, atau berfungsi sebagai pelengkap bukti-bukti dari data yang diperoleh dari wawancara dan observasi yang berkaitan dengan masalah penelitian, berupa foto di saat pelaksanaan pembelajaran dikelas, setting kelas, arsip program pembelajaran yang telah disusun, data-data siswa dan asessmennya, dan sebagainya.

F. Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data hasil diperiksa kreadibilitas keabsahannya dengan menggunakan teknik triangulasi.Triangulasi merupakan suatu teknik yang tidak hanya sekedar menilai kebenaran data, tapi juga menyelidiki kebenaran data dan kedalaman penelitian atau memperoleh kebsahan penemuan-penemuan itu.Teknik triangulasi yang digunakanadalah triangulasi sumber. Hal ini dilakukan dengan jalan :

1. Membandingkan data hasil wawancara terhadap subjek penelitian dengan data hasil wawancara dengansumber informasi lain dalam penelitian. 2. Membandingkan data hasil wawanacara dengan data hasil pengamatan. 3. Membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang


(39)

4. Melakukan member check, melakukan perbaikan-perbaikan jika ada kekeliruan dalam pengumpulan informasi atau menambah kekurangan – kekurangan, sehingga informasi yang diperoleh dapat dilaporkan sesuai dengan apa yang dimaksud informan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian ini bersifat induktif melalui penganalisian dari data triangulasi baik yang bersifat tertulis maupun lisan dan dilakukan selama proses berlangsung sampai selesai. Analisis data dilakukan untuk memperolah jawaban dari pertanyaan penelitian melalui tiga tahap yaitu :

1. Reduksi data (merangkum data, penyeleksian data)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara ataupun dokumentasi yang direkam dalam bentuk catatan, ditafsirkan atau diseleksi, data yang tidak relevan akan diberi kode untuk tidak dilampirkan, hasil penyelesaian data yang dapat diorganisasikan datanya lalu kemudian dicari kesimpulan dimana kesimpulannya dijadikan temuan terhadap masalah yang diteliti. 2. Penyajian data

Penyajian data berbentuk teks naratif sesuai dengan permasalahannya, dimana data yang disajikan dianalisis terlebih dahulu kemudian disusun secara sistematis agar data yang diperoleh dapat dijelaskan atau dijawab masalah yang ditelitinya dan dibahas sesuai dengan hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

3. Mengambil konklusi/verifikasi

Verifikasi merupakan analisis lanjutan dari reduksi dan penyajian data dengan melihat kembali data dan menimbang makna dari data-data yang dikumpulkan untuk di analisis, selanjutnya melakukan cross check (membaca berulang-ulang) untuk

menguji kebenaran dan konklusi yang dibuat sehingga terdapat validitas data yang teruji, maka dapat ditarik kesimpulan/konklusi dalam bentuk deskriptif sebagai laporan penelitian.


(40)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek a. Subjek 1

Nama : Dewi Sulastri (DS)

Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 10 September 1997

Usia : 15 thn

Kelas : IV C

Jenis Kelamin : Perempuan

DS adalah siswi kelas IV di SD Hikmah Teladan kota Cimahi. Berdasarkan asesment yang peneliti lakukan DS termasuk anak tunagrahita ringan dengan IQ 66 DS adalah seorang anak yang pendiam.

b. Subjek 2

Nama : Bunbun Muladi (BM)

Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 01 Januari 2002

Usia : 10 thn

Kelas : I B

Jenis Kelamin : Laki-laki

BM adalah siswa kelas IB SD Hikmah Teladan di kota Cimahi, Hasil asesment yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa BM termasuk anak tunagrahita dengan IQ 70.

Mengacu pada data di atas kelas ke-2 siswa yang menjadi subjek peneliti ini adalah anak tunagrahita ringan, jika dilihat secara umum anak


(41)

tunagrahita ringan masih dapat bersekolah di inklusi dengan bantuan GPK dan layanan khusus.

2. Deskripsi Data

a) Hasil wawancara Subjek 1 (DS)

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru kelas, guru pendamping khusus dan teman sekelas, diperoleh data bahwa kehadiran siswa tunagrahita di SD Hikmah Teladankota Cimahi diterima dengan baik. Guru, dan teman sekelas berasumsi bahwa DS anak yang baik, kebanyakan teman perempuan DS di kelasnya menganggap bahwa DS baik karena DS suka mengantar temannya untuk jajan.Perilaku DS cenderung pendiam dan memiliki satu teman dekat berinisial AT dan kurang menyukai berteman atau bermain dengan teman Laki-laki karena DS sering diganggu oleh Laki-laki.

Pada dasarnya DS anak yang baik, tidak suka mengganggu temannya. Hal yang kurang baik pada diri DS ialah dia jarang mengerjakan PR yang diberikan oleh gurunya, sehingga ia sering dihukum karena kesalahannya, selain itu DS suka tertawa terbahak-bahak tanpa alasan, mengacak-acak rambut jika sedang mendapat kesulitan dalam belajar. Saat pembelajaran ia tidak pernah bertanya sekalipun tidak mengerti tentang materi pelajaran yang diberikan dan cara dia menyampaikan sesuatu cukup dimengerti oleh banyak orang.

b) Hasil wawancara Subjek 2 (BM)

Hasil penelitian BM berbeda dengan DS, BM memang dapat diterima oleh guru, GPK dan teman sekelasnya ketika ia masih dapat

mengikuti pelajaran, namun jika “mood”nya kurang baik BM diperbolehkan belajar dikelas bersama. BM pun tidak memiliki banyak teman, dia hanya memiliki satu teman dekat berinisial IN dan


(42)

BM bukan anak yang suka memilah-milih teman dia berteman dengan siapa saja, walaupun pendiam BM termasuk anak yang suka menggangu teman-temannya atau mengganggu ketika sudah merasa kesal untuk belajar sehingga jika dilarang dan menimbulkan amarah pada diri BM, maka ia harus dibawa ke ruang layanan khusus untuk belajar dan menjalani hukumannya agar ia dapat lebih baik lagi.

Tak jarang ia melakukan hal seperti mengupil, memasukan tangan ke dalam mulut tanpa sebab dan mencubit dirinya sendiri jika ia merasa kesal atau bersalah, ia termasuk anak yang memiliki sikap tidak perduli terhadap lingkungannya(cuek)


(43)

Tabel 4.1

Display data wawancara ITEM Ruang Lingkup

Pertanyaan

Subjek

Penelitian Hasil Wawancara Interaksi

Sosial

Opini mengenai anak tuna grahita

DS DS anak yang baik dan pendiam BM BM anak yang baik

dan pendiam, namun memiliki kebiasaan yang buruk seperti naik ke atas meja dan keluar kelas Perilaku yang ditampilkan

oleh anak tunagrahita

DS Baik, namun ada kebiasaan

buruknya, DS suka mengacak-ngacak rambutnya sendiri jika sedang

mendapat kesulitan pada jam pelajaran sehingga

tampilannya kurang rapi, selain itu suka tertawa sendiri tanpa alasan, tertawanya berlebihan dan tidak pada tempatnya

BM Seperti halnya DS, BM pun anak yang baik tetapi

memiliki kebiasaan buruk seperti naik ke atas meja jika tantrum, keinginan keluar kelasnya kuat jika sudah merasa tidak mau belajar, dan BM termasuk anak yang pendiam dan cuek


(44)

Pertemanan DS DS mengenal temannya tapi hanya mau bermain dengan teman dekatnya saja yang berinisial AT, jika AT tdak ada DS masih bisa diajak berteman dan bermain dengan sesaman

perempuan

daripada dengan Laki-laki, DS cenderung

menghindari anak laki-laki

BM Ia dapat berbaur dengan teman-temannya tanpa memilih-milih teman namun paling dekat dengan salah satu temannya yang berinisial IN

KMB DS Tidak pernah

mengganggu hanya saja suka tertawa tanpa alasan namun hal tersebut tidak

menggganggu jalannya KBM, dia bisa belajar secara berkelompok walaupun hanya diam saja

BM Kadang suka

mengganggu ketika dia sudah merasa kesal mengikuti KBM, dengan menaiki meja atau bersikeras untuk keluar kelas atau


(45)

melakukan hal yang kurang baik seperti mengupil, dia tidak bisa belajar secara berkelompok Hal yang bersifat

menyakiti atau merugikan diri sendiri

DS Hanya mengacak-acak rambutnya sendiri sehingga ia tampak tidak enak untuk dipandang, tapi untuk untuk menyakiti diri sendiri anak tidak melakukannya BM Dia suka mencubit

dirinya sendiri jika merasa kesal telah dilarang melakukan sesuatu, selain itu dia

Mencubit dirinya sendiri ketika dia mengetahui hal yang ia lakukan kurang baik Kegiatan bermain DS Mengikuti

permainan dengan baik, dan tidak mengganggu temannya

BM Kadang BM suka mengganggu temannya saat bermain seperti merebut mainan temannya secara paksa dan suka mendorong

temannya ketika ia di ganggu

temannya Merespon orang disekitar DS DS memiliki

kemampuan merespon ucapan sederhana dengan


(46)

baik, seperti

sapaan, ajakan atau pertanyaan

sederhana lainnya, dan panggilan yang dilontarkan

padanya, namun jika bertemu orang asing anak masih malu-malu tapi lama kelamaan berkurang BM BM dapat

merespon ucapab seperti halnya DS,tetapi jika memanggil harus disertai sentuhan atau kontak fisik, seperti memanggil disertai menepuk pundaknya, jika tidak terkadang anak akan cuek. Ketika bertemu orang barupun dia sangat tidak perduli

Kedisiplinan DS DS dapat

mengetahui peraturan sekolah, Misalnya pada waktu belajar walaupun tidak fokus, lalu ketika istirahat diapun melakukan kegiatan seperti teman

perempuannya (jajan, ngobrol) BM BM tidak dapat

mengikuti

peraturan sekolah, misalnya pada


(47)

waktu belajar dia ingin keluar kelas, tidak mau ikut belajar dan jika dilarang menjadi marah.

Kesulitan yang dialami saat menghadapi anak tunagrahita

DS Kesulitan mengajarkan materi, untuk mengatasinya diberi pengertian secara berulang-ulang

BM Dalam hal belajar sama seperti DS, namun hal yang sulit dihadapi selain masalah belajar juga adalah ketika BM menangis, hal tersebut membuat orang disekitarnya harus membujuk atau memberi makanan, mainan. KOMUNIKA SI

Menyampaikan keinginan DS DS mampu menyampaikan keinginannya secara sederhana seperti, buang air kecil, minum, makan, jajan, dll BM BM mampu

menyampaikan keinginan secara sederhana, seperti ingin keluar kelas ke toilet dan minum

Cara berbahasa dan bicara DS Cara berbicara dan berbahasanya kedua anak tunagrahita ini


(48)

dapat dimengerti oleh orang-orang yang berada disekitarnya

BM Cara berbicara dan berbahasanya kedua anak tunagrahita ini dapat dimengerti oleh orang-orang yang berada disekitarnya

KBM

(Memberikan/menguraika n pendapat atau bertanya ketika tidak mengerti mengenai materi yang diberikan)

DS DS tidak pernah memberikan pendapat dengan benar terlebih mengenai mata pelajaran, ia hanya diam, jika memberikan pendapat mengenai jawaban seputar soal yang diberikanpun selalu keliru (ngaco) untuk menanyakan ketidak mengertiannya pun anak tidak pernah, anak hanya diam saja

BM BM tidak bisa memberikan atau menguraikan pendapat karena untuk berkomunikasi secara gamblang/panjang sulit atau belum bisa tapi jika untuk mengungkapkan keinginannya secara sederhana anak bisa, jika menemui pelajaran


(49)

yang sulitpun anak tidak pernah bertanya Sopan santun (meminta

izin untuk suatu hal)

DS Mampu bersikap sopan untuk meminta izin terlebih dahulu dalam melakukan sesuatu seperti pada saat meminjam pencil, meminta menyicipi makanan yang temannya makan. BM BM tidak pernah

meminta izin terlebih dahulu dia cenderung

langsung melaksanakan kehendaknya seperti, jika ingin mainan temannya dia langsung mengambilnya, hjika ingin minum dia mengambil minuman temannya tanpa izin lalu meminumnya Pemberian respon DS Keduanya pun

cukup mampu merespon orang lain seperti respon yang berupa sapaan, pertanyaan sederhana misalnya “sedang apa”, makan apa”, merespon ajakan larangan. Dll BM Mengekspresikan perasaannya

DS DS mampu mengekspresikan perasaannya, jika senang dia bertepuk tangan,


(50)

tertawa terbahak-bahak walaupun sesuatu yang dia anggap lucu dan menyenangkan hatinya itu tidak terlalu lucu untuk siswa lainnya BM Sedikit berbeda

dengan DS, BM mengekspresikan rasa senang sambil tertawa terbahak-bahak, terkadang disertai dengan mengucapkan

“Tos” jika

marah/kesal, BM akan menaiki bangku, lari keluar kelas atau mencubit dirinya sendiri.

c. Hasil Observasi Penelitian Subjek 1 (DS)

Berdasarkan penelitian di lapangan, subjek DS adalah seorang anak pendiam, hal ini direfleksikan oleh sikap DS yang cenderung pendiam, DS kurang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman di kelasnya, bila dilihat dari kemampuannya DS mampu mengenali teman sekelasnya, baik mengenal nama maupun mengenal temannya secara fisik. Hal yang kurang baik dalam perilaku sosial DS adalah dominan berteman dengan sesama ABK (Tuna grahita) saja dan masih dapat diajak berinteraksi hanya dengan anak perempuan saja. DS pun memiliki teman dekat seorang anak tunagrahita dikelasnya yang berjenis kelamin perempuan berinisial AT. Kecenderungan sikap DS yang pendiam dan hanya mau berteman dengan sesama teman perempuan saja menurut peneliti karena DS sering diejek “bodoh” oleh teman laki-laki dikelasnya, selain itu teman laki-laki DS cenderung kasar


(51)

kepadanya karena secara fisik DS memiliki perawakan besar, hal inilah yang menyebabkan anak menjadi pendiam dan tampak kurang percaya diri, walaupun demikian DS merupakan pribadi yang ramah, dan tertib terhadap peraturan yang ada, perilaku seperti ini di tujukan DS dengan kemampuannya untuk dapat mengikuti permainan secara berkelompok, berbaur dengan teman tanpa memberikan gangguan dan belajar secara berkelompok walaupun hanya ikut berkelompok saja. DS tidak pernah membuat keributan dalam belajar atau dalam bermain, namun jika ada yang terus menerus mengganggunya, DS

akan melawannya dengan berkata “hey jangan begitu”,

(menggunakan bahasa Sunda).

DS kurang mampu mengikuti pembelajaran di kelasn. DS kurang fokus terhadap kegiatan belajar mengajar, ketika ia diberi pertanyaan oleh guru atau teman-temannya mengenai materi pelajaran, hal yang sering terjadi adalah DS menjawab pertanyaan tetapi jawaban yang diberikan DS tidak memberikan jawaban yang benar dan keliru(jawaban tidak nyambung), hal tersebut merupakan hal yang membuat teman-teman DS khusnya teman laki-laki di kelasnya beranggapan bahwa DS adalah siswa yang bodoh, tetapi jika ia diberikan pertanyaan untuk merespon pertanyaan sederhana

seperti “makan apa?” atau “beli apa?”DS bisa menjawab dengan

baik.

DS memiliki kkebiasaan buruk Yang tidak umum dilakukan jika dibandingkan dengan kebiasaan orang pada umumnya. Perilaku tau kebiasaan buruk DS adalah sering mengacak-acak rambutnya sehingga DS tampilannya menjadi kurang rapi dan tidak enak dipandang, perilaku buruknya ini sering ia lakukan apabila ia tidak sedang melakukan kegiatan seperti pada saat pembelajaran DS tidak mengerjakan apapun karena DS tidak dapat mengisi pertanyaan atau


(52)

soal yang diberikan guru, DS pastimengacak-acak rambutnya atau pada saat ia lelah tiba-tiba pelaku buruknya itu muncul kembali.

Selain kebiasaan buruk seperti di atas, DS pun memiliki perilaku yang buruk lainnya seperti sikap yang menunukan rasa bersalah pada temannya ketika melakukan perbuatan yang baik. d. Komunikasi Subjek 1(DS)

Hasil penelitian yang dapat dideskripsikan peneliti pada aspek komunikasinya adalah DS memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan keinginannya yang ditunjukan oleh kemampuannya untuk menyampaikan apa yang ingin ia katakan dan lakukan seperti keinginan untuk buang air kecil/besar, keinginan

untuk membeli sesuatu (jajan) dengan mengatakan “Bu, Anne mau pipis”/Bu, mau jajan”, dll.

Dilihat dari cara penyampainnya, kata-kata yang disampaikan anak dapat dimengerti, walaupun anak mampu menyampaikan keinginannya, anak belum mampu menguraikan pendapat dan bertanya mengenai ketidak mengertiannya mengenai materi pelajaran yang telah disampaikan guru. Cara anak berbicarapun tidak dengan kata-kata kasar, hal ini diperlihatkan jika DS berbicara dan jika DS meminta izin dalam meminjam sesuatu. Disamping itu DS memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ia rasakan seperti jika senang anak akan tertawa dan bertepuk tangan, dan jika marah dengan berteriak dan menanyakan alasan kenapa perlakuan temannya seperti itu.

3. Hasil Observasi Subjek 2 (BM)

Data hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data bahwa subjek BM termasuk anak yang pendiam dan tidak peduli keadaan sekitar (cuek), BM dapatmengenal teman-temannya tetapi hanya memiliki satu teman dekat berinisial IN, BM dapat


(53)

bermain secara berkelompok dan berbaur dengan teman-temannya hanya saja BM termasuk anak pendiam, BM suka mengganggu temannya, namun BM tidak dapat belajar secara berkelompok, ketika KBM berlangsung BM hanya mampu bertahan untuk mengikuti pelajaran dengan waktu sekitar 10-15 menit saja, jika lewat dari waktu tersebut BM pasti akan segera meminta keluar kelas, jika permintaanya tidak dituruti ia akan merasa kesal dan mencubiti dirinya sendiri selain itu ia juga akan menaiki bangku, sehingga tak jarang proses KBM terganggu.

Walaupun dapat bermain berkelompok dan berbaur dengan teman lainnya, BM cenderung suka bermain sendiri, bermain berkelompok dan berbaur pun ia lakukan bila bila dia sedang

”mood” atau ketika disuruh oleh gurunya, bila mengajak temannya

bermain dia hanya mau mangajak IN untuk bermain bersamanya BM memiliki kebiasaan buruk yang mengganggu temannya seperti suka mengupil, memasukan tangan ke mulut sehingga temannya merasa tidak nyaman (jijik) terhadapnya. BM juga kurang merespon perkataan secara sederhana seperti ungkapan sapaan, dan

pertanyaan sederhana, misalnya “Apa Kabar BM?” atau “BM, beli apa?”.

Untuk respon tertentu seperti ketika memanggil namanya BM harus disertai dengan kontak fisik seperti memanggil disertai menepuk pundaknya baru anak akan merespon dengan menolehkan wajahnya.

BM tidak dapat mematuhi peraturan yang diberikan guru, ia cenderung berbuat apa yang ia kehendaki bila dilarang ia akan

mencubit dirinya sendiri, karena sikap BM “cuek” menyebabkan dia

tidak peduli terhadap kesalahannya sehingga ia jarang meminta maaf terkecuali jika disuruh untuk minta maaf.


(54)

a) Komunikasi Subjek 2 (BM)

BM sudah mampu menyampaikan apa yang ia ingin katakan seperti ingin keluar kelas, dan ingin ke toilet. Kata-kata yang ia ucapkan pun dapat dimengerti oleh orang disekitarnya, BM belum mampu menguraikan pendapat dengan kalimat yang panjang apalagi mengenai materi pelajaran

BM tidak pernah bertanya mengenai materi pelajaran, ia juga tidak pernah berkata-kata kasar, ia cenderung tidak peduli dengan apa yang orang katakan kepadanya.

BM dapat mengungkapkan perasaan senangnya dengan tertawa terbahak-bahak cederung tidakpada tempatnya dan jika marah atau kesal ia akan mencubit dirinya sendiri atau menaiki bangku di kelas.

Tabel 4.2

Display Data Observasi

Item

Instrumen Penelitian

Subjek Penelitia

n

Hasil Observasi

Interaks i sosial

Mengenal Temannya

DS

DS dan BM mengenal temannya sekelasnya, ia mampu menyebutkan nama dan menunjukan temannya sesuai dengan nama secara benar

BM

Teman Dekat DS DS memiliki teman dekat berinisial AT BM BM memiliki teman dekat


(55)

Memiliki banyak teman DS Sebatas mengenal saja tetapi Untuk berteman dia lebih nyaman bersama AT

BM Tidak memiliki banyak teman namun untuk bermain secara berkelompok dan berbaur bersama BM masih

mampu, BM

berkecerendungan seorang yang pendiam dan penyendiri

Berteman berdasarkan gender/sesama ABK

DS DS lebih senang bermain dengan AT yang juga ABK, bila disuruh untuk bermain dia hanya akan mau bermain dengan anak perempuan saja

BM BM mampu berbaur danberteman dengan teman sekelasnya

Melakukan gangguan saat belajar

DS DS tidak melakukan gangguan saat belajar sekalipun dia tidak mengerti materi pelajarannya

BM BM bertingkah seperti suka menaiki tangga atau memaksa untuk keluar kelas jika sudah merasa jenuh belajar dan hal itu mengganggu pada saat


(1)

52

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sarlito. (2000). Psikologi Remaja. Jakarta : Grafindo.

Smith, J, D. Alih bahasa denis dan Enrica. (2002).InklusiSekolah Ramah UntukSemua.Bandung :Nuansa.

Soemantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika Aditama.

Stainback, dan Stainback. (2012). Manajemen Pendidikan Inklusi. (Online). Http://manjpendlikusi.wordpress.com (28 Juni 2012). Sugiyono. (2008).MetodePenelitianPendidikanPendekatanKuantitatif,

kualitatifdan R&D.Bandung :Alfabeta.

Suprobo, N. (2008). Pengukuran Beradaptasi Adaptive Skill Remaja.

(Online). Tersedia :http://wordpress.com (15 Mei 2012).

UniversitasPendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung :UniversitasPendidikan Indonesia.

Yusuf, Husain. (1984). Kontribusiintelegensi Dan HargaDiriTerhadapPerilakuSosial. Tesis (Tidak diterbitkan).

Bandung :PascaSarjana UPI.

Yusuf, M. (2005). Pendidikan Inklusif di Indonesia PanduanBagi Guru danPenyelenggaraPendidikan di Sekolah. Makalah disampaikan dalam pendidikan dan latihan fungsional tingkat nasional kepala sekolah. Direktorat Pembinaan SLB. Dirjen


(2)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ITEM Ruang Lingkup

Pertanyaan

Subjek

Penelitian Hasil Wawancara Interaksi Sosial Opini mengenai anak tuna

grahita

DS DS anak yang baik dan

pendiam

BM BM anak yang baik dan

pendiam, namun memiliki kebiasaan yang buruk seperti naik ke atas meja dan keluar kelas

Perilaku yang ditampilkan oleh anak tunagrahita

DS Baik, namun ada kebiasaan

buruknya, DS suka

mengacak-ngacak rambutnya sendiri jika sedang mendapat kesulitan pada jam pelajaran sehingga tampilannya kurang rapi, selain itu suka tertawa

sendiri tanpa alasan,

tertawanya berlebihan dan tidak pada tempatnya

BM Seperti halnya DS, BM pun

anak yang baik tetapi

memiliki kebiasaan buruk seperti naik ke atas meja jika tantrum, keinginan keluar kelasnya kuat jika sudah merasa tidak mau belajar, dan BM termasuk anak yang pendiam dan cuek

Pertemanan DS DS mengenal temannya tapi

hanya mau bermain dengan teman dekatnya saja yang berinisial AT, jika AT tdak ada DS masih bisa diajak

berteman dan bermain

dengan sesaman perempuan daripada dengan Laki-laki, DS cenderung menghindari anak laki-laki

BM Ia dapat berbaur dengan

teman-temannya tanpa

memilih-milih teman namun paling dekat dengan salah satu temannya yang berinisial IN


(3)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hanya saja suka tertawa tanpa alasan namun hal tersebut tidak menggganggu jalannya KBM, dia bisa belajar secara berkelompok walaupun hanya diam saja

BM Kadang suka mengganggu

ketika dia sudah merasa kesal

mengikuti KBM, dengan

menaiki meja atau bersikeras untuk keluar kelas atau melakukan hal yang kurang baik seperti mengupil, dia tidak bisa belajar secara berkelompok

Hal yang bersifat menyakiti atau merugikan

diri sendiri

DS Hanya mengacak-acak

rambutnya sendiri sehingga ia tampak tidak enak untuk dipandang, tapi untuk untuk menyakiti diri sendiri anak tidak melakukannya

BM Dia suka mencubit dirinya

sendiri jika merasa kesal telah dilarang melakukan sesuatu, selain itu dia

Mencubit dirinya sendiri

ketika dia mengetahui hal yang ia lakukan kurang baik

Kegiatan bermain DS Mengikuti permainan dengan

baik, dan tidak mengganggu temannya

BM Kadang BM suka

mengganggu temannya saat

bermain seperti merebut

mainan temannya secara

paksa dan suka mendorong temannya ketika ia di ganggu temannya

Merespon orang disekitar DS DS memiliki kemampuan

merespon ucapan sederhana dengan baik, seperti sapaan,

ajakan atau pertanyaan

sederhana lainnya, dan

panggilan yang dilontarkan padanya, namun jika bertemu


(4)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang asing anak masih

malu-malu tapi lama

kelamaan berkurang

BM BM dapat merespon ucapab

seperti halnya DS,tetapi jika memanggil harus disertai sentuhan atau kontak fisik, seperti memanggil disertai menepuk pundaknya, jika tidak terkadang anak akan cuek. Ketika bertemu orang barupun dia sangat tidak perduli

Kedisiplinan DS DS dapat mengetahui

peraturan sekolah, Misalnya pada waktu belajar walaupun

tidak fokus, lalu ketika

istirahat diapun melakukan

kegiatan seperti teman

perempuannya (jajan,

ngobrol)

BM BM tidak dapat mengikuti

peraturan sekolah, misalnya pada waktu belajar dia ingin keluar kelas, tidak mau ikut belajar dan jika dilarang menjadi marah.

Kesulitan yang dialami

saat menghadapi anak

tunagrahita

DS Kesulitan mengajarkan

materi, untuk mengatasinya

diberi pengertian secara

berulang-ulang

BM Dalam hal belajar sama

seperti DS, namun hal yang sulit dihadapi selain masalah belajar juga adalah ketika BM menangis, hal tersebut membuat orang disekitarnya

harus membujuk atau

memberi makanan, mainan.

KOMUNIKASI Menyampaikan keinginan DS DS mampu menyampaikan

keinginannya secara

sederhana seperti, buang air kecil, minum, makan, jajan, dll


(5)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keinginan secara sederhana, seperti ingin keluar kelas ke toilet dan minum

Cara berbahasa dan bicara DS Cara berbicara dan

berbahasanya kedua anak

tunagrahita ini dapat

dimengerti oleh orang-orang yang berada disekitarnya

BM Cara berbicara dan

berbahasanya kedua anak

tunagrahita ini dapat

dimengerti oleh orang-orang yang berada disekitarnya KBM

(Memberikan/menguraikan pendapat atau bertanya

ketika tidak mengerti

mengenai materi yang

diberikan)

DS DS tidak pernah memberikan

pendapat dengan benar

terlebih mengenai mata

pelajaran, ia hanya diam, jika

memberikan pendapat

mengenai jawaban seputar soal yang diberikanpun selalu

keliru (ngaco) untuk

menanyakan ketidak

mengertiannya pun anak

tidak pernah, anak hanya diam saja

BM BM tidak bisa memberikan

atau menguraikan pendapat karena untuk berkomunikasi

secara gamblang/panjang

sulit atau belum bisa tapi jika

untuk mengungkapkan

keinginannya secara

sederhana anak bisa, jika

menemui pelajaran yang

sulitpun anak tidak pernah bertanya

Sopan santun (meminta izin untuk suatu hal)

DS Mampu bersikap sopan untuk

meminta izin terlebih dahulu dalam melakukan sesuatu seperti pada saat meminjam pencil, meminta menyicipi

makanan yang temannya

makan.

BM BM tidak pernah meminta


(6)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

cenderung langsung

melaksanakan kehendaknya seperti, jika ingin mainan

temannya dia langsung

mengambilnya, hjika ingin

minum dia mengambil

minuman temannya tanpa izin lalu meminumnya

Pemberian respon DS Keduanya pun cukup mampu

merespon orang lain seperti respon yang berupa sapaan,

pertanyaan sederhana

misalnya “sedang apa”,

makan apa”, merespon

ajakan larangan. Dll BM

Mengekspresikan perasaannya

DS DS mampu mengekspresikan

perasaannya, jika senang dia

bertepuk tangan, tertawa

terbahak-bahak walaupun

sesuatu yang dia anggap lucu dan menyenangkan hatinya itu tidak terlalu lucu untuk siswa lainnya

BM Sedikit berbeda dengan DS,

BM mengekspresikan rasa

senang sambil tertawa

terbahak-bahak, terkadang

disertai dengan mengucapkan “Tos” jika marah/kesal, BM akan menaiki bangku, lari keluar kelas atau mencubit dirinya sendiri.