pengaruh kewajiban moral, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema pp no. 46 tahun 2013 di kantor pelayanan pajak pratama badung utara.
i
PENGARUH KEWAJIBAN MORAL, KUALITAS PELAYANAN,
DAN SANKSI PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DALAM SKEMA PP No 46 TAHUN 2013
DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BADUNG UTARA
SKRIPSI
OLEH :
KETUT GEDE WIDHI ARTHA Nim : 1215351124
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2016
(2)
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji oleh penguji oleh pembimbing, serta diuji pada
tanggal :
Tim Penguji , Tanda tangan
1. Ketua : Naniek Noviari, SE., MSi, Ak. …………...
2. Sekretaris : Putu Ery Setiawan, SE., M.Com., Ak. ………
3. Anggota : I Ketut Jati, SE., MSi., Ak. ………
Mengetahui, Menyetujui:
Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing
(Dr.A.A.G.P.Widanaputra, SE., M.Si., Ak) (Putu Ery Setiawan, SE., M.Com., Ak) NIP:19603231991031004 NIP:197911072001121002
(3)
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya,
di dalam naskah ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,
Mahasiswa
Ketut Gede Widhi Artha 1215351124
(4)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan,
Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Badung Utara”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan
dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam
penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. I. Nyoman Mahaendra Yasa, SE., MSi, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana.
2. Bapak Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MSi, Selaku Pembantu
Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak dan Dr. I Dewa Nyoman
Badera, SE., M.Si, masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Bapak Drs. I Ketut Suardika Natha, MSi selaku Ketua Program Ekstensi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
5. Bapak Putu Ery Setiawan, SE., M.Com., Ak selaku Pembimbing Skripsi
atas waktu, bimbingan, masukan dan motivasi selama proses penyusunan
skripsi, serta yang telah banyak menuntun dan memberikan pengarahan
(5)
v
6. Naniek Noviari, SE., MSi., Ak selaku pembahas, atas masukan, saran, dan
motivasi selama pembuatan skripsi ini.
7. I Ketut Jati, SE., MSi., Ak selaku penguji, atas masukan, saran, dan
motivasi selama pembuatan skripsi ini.
8. Ibu Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., MSi., Ph.D., Ak selaku Pembimbing
Akademis atas waktu, bimbingan, masukan dan motivasi selama proses
penyusunan skripsi, serta yang telah banyak menuntun dan memberikan
pengarahan kepada penulis selama perkuliahan
9. Pimpinan dan staf KPP Pratama Badung Utara atas kesediaannya untuk
memberikan izin, data dan informasi yang diperlukan penulis dalam
penelitian.
10.Keluarga tercinta ayah, ibu, kakak-kakak yeni, juli, dan tari atas dukungan
dan motivasinya selama proses penyusunan skripsi.
11.Teman-teman tercinta harmana, indah, nafan, anie, dan yang lainnya, telah
membantu serta memberi dukungan selama proses penyusunan hingga
skripsi ini terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak sempurna yang
disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis.
Namun demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang
berkepentingan.
Denpasar,
(6)
vi
Judul : Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema
PP No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Badung Utara. Nama : Ketut Gede Widhi Artha
Nim : 1215351124
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kewajiban moral, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Badung Utara. Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai metode pengumpulan data. Dengan menggunakan rumus Slovin diperoleh 100 responden sebagai sampel dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kewajiban moral memperoleh hasil sebesar 0,036, lebih kecil dari level of
significant sebesar 0,05. Kualitas pelayanan memperoleh hasil sebesar 0,014,
lebih kecil dari level of significant sebesar 0,05, dan sanksi perpajakan memperoleh hasil sebesar 0,041, lebih kecil dari level of significant sebesar 0,05.
Berdasarkan hasil pembahasan, kewajiban moral, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 tahun 2013. Semakin tinggi kewajiban moral, semakin baik kualitas pelayanan dan semakin ketatnya sanksi perpajakan akan berpengaruh pada semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
Kata kunci: kewajiban moral, kualitas pelayanan, sanksi perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
(7)
vii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISILITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ... 8
2.1.1. Pengertian Pajak ... 8
2.1.2. Fungsi Pajak ... 9
2.1.3. Syarat pemungutan pajak ... 10
2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak ... 11
2.1.5. Pengertian Wajib Pajak ... 12
2.1.6. Wajib Pajak Efektif dan Non Efektif ... 14
2.1.7. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 15
2.1.8. Kewajiban Moral ... 17
2.1.9. Kualitas Pelayanan ... 18
2.1.10.Sanksi Perpajakan ... 21
2.1.11.Kepatuhan Perpajakan ... 23
2.1.12.Wajib Pajak Patuh ... 25
2.1.13.Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2013 ... 27
2.1.14.Hubungan antara Kewajiban Moral dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013. ... 30
2.1.15.Hubungan antara Kualitas Pelayanan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013. ... 31
(8)
viii
2.1.16.Hubungan antara Sanksi Perpajakan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema
PP No. 46 Tahun 2013. ... 32
2.2 Penelitian Sebelumnya ... 33
2.3 Rumusan Hipotesis ... 35
2.3.1 Pengaruh Kewajiban Moral Pada Kepatuhan Wajib Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013. 35 2.3.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013. ... 36
2.3.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013. ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 38
3.2 Lokasi Penelitian ... 38
3.3 Objek Penelitian ... 39
3.4 Identifikasi Variabel ... 39
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 39
3.5.1 Kewajiban moral ... 40
3.5.2 Kualitas Pelayanan... 40
3.5.3 Sanksi perpajakan ... 42
3.5.4 Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013 ... 43
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 44
3.6.1 Jenis Data ... 44
3.6.2 Sumber Data ... 44
3.7 Metode Penentuan Sampel ... 45
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 46
3.9 Uji Instrumen ... 46
3.9.1 Uji Validitas ... 46
3.9.2 Uji Reliabilitas... 47
3.10 Teknik Analisis Data ... 48
3.10.1 Transformasi Data Ordinal ke Data Interval ... 48
3.10.2 Analisis Deskriptif ... 48
3.10.3 Uji Asumsi Klasik... 48
3.10.4 Uji Goodness of Fit ... 50
3.10.5 Analisis Regresi Linier Berganda ... 52
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum KPP Pratama Badung Utara ... 54
4.1.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Badung Utara ... 54
4.1.2 Visi dan Misi KPP Pratama Badung Utara ... 55
4.1.3 Fungsi dan wilayah kerja KPP Pratama Badung Utara 56 4.1.4 Struktur Organisasi KPP Pratama Badung Utara ... 56
(9)
ix
4.1.5 Tugas dan Tanggung Jawab KPP Pratama Badung
Utara ... 57
4.2 Deskripsi Responden Penelitian ... 60
4.3 Karakteristik Responden ... 62
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 62
4.4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 62
4.4.2 Uji Instrumen Penelitian ... 65
4.4.3 Uji Asumsi Klasik ... 67
4.4.4 Analisis Regresi Linier Berganda... 71
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 80
5.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA... 82
(10)
x DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Tingkat Kepatuhan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013 di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Badung Utara ... 4
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 33
Tabel 4.1 Data Pengembalian Kuesioner ... 61
Tabel 4.2 Karakteristik Responden ... 62
Tabel 4.3 Hasil Statistik Deskriptif ... 63
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 66
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 67
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas ... 69
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolonieritas ... 70
Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 71
Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 72
Tabel 4.10 Uji F ... 72
(11)
xi DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
(12)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1. Statistik Deskriptif ... 86
2. Hasil Uji Validitas Kewajiban Moral... 87
3. Hasil Uji Validitas Kualitas Pelayanan ... 88
4. Hasil Uji Validitas Persepsi Wajib Pajak Tentang Sanksi Perpajakan ... 89
5. Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi ... 90
6. Hasil Uji Reliabilitas Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan ... 91
7. Hasil Uji Relibilitas Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi ... 92
8. Hasil Uji Normalitas ... 93
9. Hasil Uji Multikolonieritas ... 94
10. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 95
11. Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 96
12. Kuesioner ... 97
(13)
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sektor perpajakan merupakan sumber pendapatan negara terbesar dalam
APBN, meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas bumi, serta
bantuan luar negeri yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Perpajakan menjadi salah satu pendorong aktivitas perekonomian yang penting di
Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari makin tingginya target penerimaan
negara yang berasal dari pajak. Menurut Direktorat Jenderal Pajak pada tahun
2013 target penerimaan pajak adalah sebesar Rp 1.099,94 triliun atau sekitar 73,2
persen dari penerimaan APBN tahun 2013.
Pajak terutang yang lalai dilunasi oleh Wajib pajak akan terakumulasi
menjadi tunggakan pajak yang berpotensi mengurangi penerimaan pajak. Pajak
bagi pemerintah merupakan sumber pendapatan yang dipergunakan untuk
kepentingan bersama (Harmana, 2013). Jumlah penerimaan pajak yang
dibayarkan oleh wajib pajak besar, maka pendapatan negara akan semakin
bertambah, sedangkan bagi sebagian perusahaan pajak merupakan biaya dan juga
pengeluaran yang dimana bentuk pengembaliannya tidak diterima secara
langsung, baik berupa barang, jasa atau dana sehingga pengeluaran pajak tersebut
haruslah diperhitungkan dalam setiap keputusannya. Berdasarkan hal tersebut,
maka kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajban perpajakannya sangat di
(14)
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, diantaranya, kewajiban moral,
kualitas pelayanan serta sanksi perpajakan. Kewajiban moral yang semakin baik
dari wajib pajak akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan. Begitu pula dengan kualitas pelayanan dan sanksi
perpajakan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara merupakan instansi
vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Bali. Kantor Pelayanan Pajak ini baru
beroperasi sejak tahun 2007 dan menaungi daerah Kuta Utara, Abian Semal,
Petang dan Mengwi. Fungsi dari Kantor Pelayanan Pajak yaitu melakukan
pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi, pengamatan potensi
perpajakan dan efektifitas wajib pajak, penelitian dan penatausahaan surat
pemberitahuan pajak tahunan, surat pemberitahuan pajak masa, penerimaan pajak,
penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan dan pelaksanaan
administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak memiliki peranan
yang sangat penting dalam pelaksanaan administrasi nasional.
Kewajiban moral adalah moral individu yang dimiliki oleh seseorang,
namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain, seperti etika, prinsip hidup,
perasaan bersalah, melaksanakan kewajiban perpajakan dengan sukarela dan
benar nantinya dikaitkan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga Negara yang
(15)
hukum penyelenggaraan Negara, dengan adanya kewajiban moral, maka akan
mendorong seseorang untuk patuh dalam pelaporan pajaknya.
Kualitas pelayanan juga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa
menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan atau
yang bersifat laten. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain
dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal
agar tercipta kepuasan dan keberhasilan mendefinisikan kualitas pelayanan
sebagai kemampuan organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan. Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan
terpenuhi bilamana sumber daya manusia melaksanakan tugasnya secara
professional, disiplin, dan transparan.
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan akan dituruti atau ditaati, dengan kata lain sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Salah satu cara menghindari sanksi pajak adalah dengan membayar pajak tepat
waktu dan jangan melewati waktu yang ditetapkan.
Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terhutang, dan
kepatuhan dalam pembayaran yang perlu disosialisasikan terus-menerus untuk
memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang
berlaku. Kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan
penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang
(16)
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
pemasukan melalui pajak adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013. Wajib pajak dalam tahun pajak sebelumnya menyampaikan
peredaran usaha dibawah Rp 4,8 miliar, akan mengikuti skema PP No. 46 Tahun
2013 tersebut. Penerapan peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan
pemasukan Negara melalui pemungutan pajak mengingat mudahnya cara
perhitungan pajak yang harus dibayar yaitu sebesar 1 persen dari peredaran bruto
atau omzet wajib pajak setiap bulannya.
Kepatuhan Wajib Pajak dapat tercermin dari pelaksanaan kewajiban
perpajakannya. Hal ini dapat dilihat dari ketaatan pemasukan Surat Pemberitahuan
(SPT). Tingkat kepatuhan wajib SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi pada
KPP Pratama BadungUtara dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Tingkat Kepatuhan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung UtaraTahun 2011-2013
Uraian Tahun
2011 2012 2013 WP Orang Pribadi:
WP Efektif 37.860 46.302 51.167 WP Non Efektif 3.564 3.438 4.187 Jumlah SPT :
SPT Masuk 21.704 23.526 26.849 SPT Tidak Masuk 16.156 22.776 24.318 Kepatuhan (%) 57,33% 50,81% 52,47%
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara, (2014)
Berdasarkan Tabel 1.1, maka dapat dikatakan bahwa kepatuhan pelaporan
Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Badung Utara sangat fluktuatif. Hal
(17)
untuk tahun 2011 sebesar 57,33 persen, mengalami penurunan pada tahun 2012
menjadi 50,81 persen dan tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 52,47 persen,
dimana pada periode awal diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013. Hal tersebut mengindikasi bahwa peningkatan kepatuhan wajib pajak orang
pribadi tersebut diakibatkan oleh adanya Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013, yang dianggap mempermudah wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Persentase kepatuhan penyampaian SPT diperoleh
dengan cara membagi SPT yang masuk dengan jumlah WP Efektif. WP Efektif
adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya di KPP Pratama
Badung Utara sebagaimana mestinya. WP Non Efektif adalah wajib pajak yang
tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku, karena WP tersebut meninggal, tidak ditemukan
alamatnya seperti tertulis dalam surat edaran Direktorat Jenderal Pajak No.
SE-89/PJ/2009.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah kewajiban moral berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang
pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013 ?
2) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang
pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013 ?
3) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang
(18)
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pengaruh kewajiban moral pada kepatuhan wajib pajak
orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
2) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib
pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
3) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib
pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, meliputi:
1) Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan atau mengaplikasikan
teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan dengan dunia praktek
di lapangan khususnya dalam bidang perpajakan. Penelitian ini juga
diharapkan bisa menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang
terkait.
2) Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau masukan
(19)
3) Bagi Fakultas dan Universitas
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan, koleksi
perpustakaan, memberikan informasi dan memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan terutama penelitian yang berkaitan
dengan kewajiban moral, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada
(20)
8
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Pajak
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal
balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian Pajak menurut Mardiasmo (2009) pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Simanjuntak (2009) mendefinisikan pajak merupakan
sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang
pembiayaan pembangunan.
Unsur-unsur yang ada pada definisi pajak yaitu.
1) Negara berhak untuk memungut pajak. Iuran tersebut berupa uang
(21)
2) Berdasarkan Undang-Undang pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan Undang-Undang serta aturan-aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa timbal atas kontraprestasi dari Negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Maksudnya dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4) Untuk membiayai rumah tangga Negara
Maksudnya pajak digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai dua fungsi Mardiasmo (2009:1), yakni:
1) Fungsi penerimaan (Budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran.
2) Fungsi mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: Pajak yang
tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras dan Pajak yang tinggi dikenakan terhadap
(22)
2.1.3. Syarat pemungutan pajak
Pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat agar tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan Mardiasmo (2009:2).
Syarat-syarat pemungutan pajak tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Seperti halnya produk hukum, pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya, dengan
memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
Majelis Pertimbangan Pajak.
2) Pengaturan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis)
Sesuai dengan Pasal 23 ayat (2). Hal memberikan jaminan hukum
untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3) Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,
perdagangan, maupun jasa.
4) Pemungutan pajak harus efesien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
(23)
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak.
2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak merupakan suatu sistem yang mengatur
pihak yang berwenang dalam menentukan dan memungut jumlah besarnya
pajak, menurut Pudyatmoko (2004:60), dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri
dari sistem ini adalah:
a) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b) wajib pajak bersifat pasif.
c) utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
2) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah:
a) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
(24)
b) wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Witholding Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberikan wewenang kepada pihak ke tiga untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari sistem
ini adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.1.5. Pengertian Wajib Pajak
Menurut pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 wajib pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat tiga jenis wajib
pajak.
1) wajib pajak badan,
2) wajib pajak orang pribadi,
3) wajib pajak pemotong/pemungut pajak.
Sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam
Undang-Undang Perpajakan Indonesia, telah diatur adanya kewajiban dan hak dari
wajib pajak menurut Mardiasmo (2009:3). Kewajiban wajib pajak adalah
sebagai berikut:
1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
(25)
3) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
4) Mengisi dengan benar SPT (SPT yang diambil sendiri) dan
memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah
ditentukan
5) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6) Jika diperiksa wajib.
a) Memperhatikan dan atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terhutang pajak.
b) Memperhatikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
7) Apabila ada dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan,
atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh
suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk
merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan
pemeriksaan.
Hak-hak wajib pajak adalah sebagai berikut.
1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding;
2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT;
3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan;
(26)
5) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak;
6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam
Surat Ketetapan Pajak;
7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan Surat Ketetapan Pajak yang salah;
9) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban
pajaknya;
10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak;
11) Mengajukan keberatan dan banding.
2.1.6. Wajib Pajak Efektif dan Non Efektif
Berdasarkan surat edaran Direktorat Jendral Pajak nomor
SE-26/PJ.2/1988 ditegaskan bahwa agar tidak menimbulkan berbagai
penafsiran yang dapat menyulitkan administrasi maka perlu diberikan
penegasan bahwa administrasi pajak hanya mengenal istilah-istilah WP
Efektif dan WP non efektif dengan pengertian sebagai berikut:
1) Wajib pajak efektif adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban
perpajakan berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT masa dan
atau tahunan sebagaimana mestinya.
2) Wajib pajak non efektif adalah wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampikan
(27)
Sebagaimana telah ditegaskan dalam surat edaran Direktorat Jenderal
Pajak no SE-09/PJ.8/1988 tanggal 2 oktober 1988 WP non efektif
adalah.
a) WP yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak memasukan
SPT PPh;
b) WP yang sudah meninggal dunia/bubar, tetapi belum ada
keterangan resminya;
c) WP tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan
pencariannya;
d) WP yang secara nyata tidak menunjukkan kegiatan usaha.
2.1.7. Surat Pemberitahuan (SPT)
1) Pengertian SPT
Berdasarkan UU KUP No.28 Tahun 2007 pasal 1 angka 11
Surat Pemberitahuan (SPT) didefinisikan sebagai surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran
pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Jenis SPT
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua macam,
menurut Devano (2006:151) mengatakan bahwa:
a) Surat pemberitahuan masa adalah surat pemberitahuan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang
(28)
b) Surat pemberitahuan tahunan adalah surat pemberitahuan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran terutang dalam satu
tahun pajak.
3) Fungsi SPT
Adapun fungsi SPT (Surat Pemberitahuan) dapat dilihat dari
subjek pajaknya yaitu wajib pajak pribadi, pengusaha kena pajak atau
pemotong/pemungut pajak, antara lain.
a) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi wajib pajak
penghasilan:
(1) Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan
pajak yang sebenarnya terutang.
(2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau
pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian
tahun pajak.
(3) Melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut
tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi
atau badan lain satu masa pajak, sesuai peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(29)
b) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pengusaha kena
pajak:
(1) Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang sebenarnya terutang.
(2) Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak
Keluaran.
(3) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa
pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan dengan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan) bagi pemotong atau pemungut
pajak. Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan) ini adalah sebagai sarana
melapor dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
disetor.
2.1.8. Kewajiban Moral
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan, moral adalah integritas
dan martabat pribadi yang dimiliki oleh manusia. Ajzen dalam Agustini
(2008) menyatakan bahwa kewajiban moral adalah moral individu yang
dimiliki oleh seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang
lain. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah wajib pajak. Seperti misalnya
etika, prinsip hidup, perasaan bersalah, melaksanakan kewajiban
(30)
pemenuhan kewajiban perpajakan untuk kepatuhan pelaporan Wajib pajak
badan. Konteks perpajakan menganut self assessment system dimana
menuntut adanya peran aktif dari masyarakat selaku wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang terhutang. Sehingga dalam hal ini pemerintah
memberikan sepenuhnya kepercayaan kepada wajib pajak untuk
menghitung sendiri kewajibannya. Kewajiban moral cenderung kepada
niat wajib pajak untuk berperilaku patuh.
Handayani (2009) menyatakan, kewajiban moral Wajib Pajak dapat
tercermin dari situasi dibawah ini:
1) Wajib Pajak memiliki rasa tanggung jawab dalam pembiayaan
pemeliharaan negara.
2) Wajib Pajak merasa cemas jika tidak melaksanakan kewajiban pajak
sebagaimana mestinya.
3) Wajib Pajak memiliki perasaan bersalah jika melakukan penggelapan
pajak.
4) Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan pajak dengan
sukarela.
5) Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan pajak dengan
benar.
2.1.9. Kualitas Pelayanan
Boediono (2003) dalam Supadmi (2009) mendefinisikan pelayanan
(31)
yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya
kepuasan dan keberhasilan. Hakikat pelayanan umum adalah sebagai
berikut:
1) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi
pemerintah dibidang pelayanan umum.
2) Mendorong upaya mengefektifkan system dan tata laksana pelayanan
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya
guna dan berhasil guna (efisien dan efektif).
3) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan serta masyarakat
dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
luas.
Menurut Gap theory yang diusulkan oleh Parasuraman, et al. (1985),
bahwa kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara harapan yang
diinginkan oleh pelanggan dengan penilaian mereka terhadap kinerja
aktual dari suatu penyediaan layanan. Goetsh dan Davis (Suratno,
2004:74) merumuskan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan, dengan demikian yang dikatakan
kualitas disini adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan.
1) produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
2) jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
3) suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
(32)
Apabila jasa dari suatu instansi tidak memenuhi harapan pelanggan,
berarti jasa pelayanannya tidak berkualitas. Jika proses pelayanan tidak
memenuhi harapan pelanggan, seperti berbelit-belit, berarti mutu
pelayanannya kurang. Pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu
apabila memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau semakin kecil
kesenjangan anatara pemenuhan janji dengan harapan pelanggan adalah
semakin mendekati ukuran bermutu.
Lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas
jasa pelayanan, sebagaimana dikemukakan Parasuraman (Fany, Tjiptono.
2002:70) adalah sebagai berikut:
1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai dan sarana komunikasi.
2) Keandalan (relialibility), yaitu kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3) Daya tangkap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para karyawan, bebas dari
bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5) Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan komunikasi,
hubungan yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para
(33)
2.1.10.Sanksi Perpajakan
1) Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti, ditaati, dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar
norma perpajakan. Salah satu cara untuk menghindari sanksi
perpajakan adalah dengan melakukan pembayaran tepat waktu atau
jangan melewati jangka waktu yang telah ditetapkan. Dalam
undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi
administrasi dan sanksi pidana. (Mardiasmo, 2009:59).
Sanksi pajak berdasarkan Pasal 7 UU KUP No 28 Tahun 2007,
dikenakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) tepat waktu sesuai dalam jangka waktu
penyampaian SPT dimana jangka waktu tersebut sesuai dengan Pasal 3
ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk
(34)
serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi.
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap.
a) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b) Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas;
c) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara
asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d) Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
e) Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f) Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g) Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
h) Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Pasal 3 ayat 3 UU KUP No 28 Tahun 2007 Batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: untuk Surat Pemberitahuan
Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang
(35)
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak
badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak
merugikannya (Nugroho, 2006). Pandangan tentang sanksi perpajakan
tersebut diukur dengan indikator sebagai berikut (Yadnyana, 2009).
1) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
2) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup
berat.
3) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana
untuk mendidik wajib pajak.
4) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
5) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak
sangat ringan.
2.1.11.Kepatuhan Perpajakan
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia saat ini adalah
self assessment system, dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan
dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak, fiskus hanya melakukan
pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Pada sistem self assessment,
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara
sukarela merupakan tulang punggung dari sistem ini, dimana wajib pajak
(36)
kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan
pajaknya tersebut.
Studi tentang kepatuhan pajak telah dilakukan sejak tahun60-an dan
telah dipelajari secara menyeluruh oleh para akademisi, profesional dan
instansi pemerintah terutama di Amerika Serikat dan negara barat lainnya.
Penelitian tentang kepatuhan pajak dapat dilakukan di berbagai bidang
seperti akuntansi, ekonomi, hukum pidana, psikologi, dan sosiologi.
Kamus umum Bahasa Indonesia (Devano, 2006:110) menyatakan,
kepatuhan adalah tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Menurut
Hendarsyah (2009:97), Tax Compliance atau kepatuhan pajak diartikan
sebagai kondisi ideal wajib pajak yang memenuhi peraturan perpajakan
serta melaporkan penghasilannya secara akurat dan jujur. Berdasarkan
kondisi ideal tersebut, kepatuhan pajak didefinisikan sebagai suatu
keadaan wajib pajak yang memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya dalam bentuk formal dan kepatuhan
material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di
mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Marcus (2005), mendefinisikan kepatuhan perpajakan sebagai suatu
keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan
(37)
dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai “suatu iklim” kepatuhan
dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi
(Devano, 2006:110) sebagai berikut:
1) Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memehami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kepatuhan sebagai pondasi self assessment dapat dicapai apabila
elemen-elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen-elemen
kunci tersebut adalah sebagai berikut.
1) Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
2) Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak.
3) Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
4) Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.
2.1.12.Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak patuh adalah wajib pajak yang sadar pajak, paham hak
dan kewajiban perpajakannya, dan diharapkan peduli pajak, yaitu
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak
perpajakannya (Devano, 2006:114).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, wajib pajak dapat ditetapkan
(38)
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat
berikut.
1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dalam 2 (dua) tahun terakhir.
2) Dalam tahun terakhir menyampaikan SPT masa yang terlambat tidak
lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak
berturut-turut.
3) SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu
penyampaian SPT masa pajak berikutnya.
4) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:
a) kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak;
b) tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang
diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.
5) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di
bidang perpajakan dalam jangka panjang.
6) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian
sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
Laporan audit harus:
a) disusun dalam bentuk panjang
(39)
2.1.13.Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2013
PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu berisikan peraturan sebagai berikut:
1) Pasal 2 menyatakan aturan beberapa kriteria yang masuk dalam PP 46
tahun 2013 yaitu, Wajib Pajak (badan maupun orang pribadi) yang
tidak termasuk dalam bentuk usaha tetap. Dan menerima hasil dari
usaha tersebut, dimana usaha yang dimaksud disni bukan berupa usaha
jasa yang mempunyai penghasilan bruto Rp.4.800.000.00 pertahunnya.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak masuk dalam kriteria PP 46
tahun 2013 adalah dalam usahanya tidak menggunakan prasarana
umum. Wajib pajak badan yang tidak masuk kedalam kriteria PP 46
tahun 2013 adalah usahanya belum beroperasi secara komersial, dan
penghasilan bruto setahunnya melebihi Rp. 4.800.000.000.
2) Pasal 3 menyatakan tarif yang dikenakan dalam PP 46 tahun 2013 ini
sifatnya final dan dari penghasilan bruto pertahunnya di kenakan tarif
1 persen. Dan jika dalam pertahunnya sebuah usaha memperoleh
peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000, maka akan dikenakan
tarif pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan yang berlaku.
3) Pasal 4 menyatakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk
menghitung pajak penghasilan yang bersifat final adalah jumlah
(40)
berdasarkan tarif yang nantinya dikalikan 1 persen dengan dasar
pengenaan pajak.
4) Pasal 5 menyatakan PP 46 tahun 2013 tidak berlaku atas penghasilan
dari usaha Pajak penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan
perundang-undangan dibidang perpajakan.
5) Pasal 6 menyatakan penghasilan selain dari usaha yang masuk kriteria
dalam PP 46 tahun 2013 yang diterima oleh wajib pajak, akan
dikenakan pajak penghasilan berdasarakan ketentuan Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
6) Pasal 7 menyatakan pajak yang dibayar ataupun terutang di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak penghasilan yang terutang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan
peraturan pelaksanaannya.
7) Pasal 8 berisi mengenai wajib pajak yang dikenai pajak Penghasilan
bersifat final berdasarkan peraturan Pemerintah ini dan
menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian
dengan penghasilan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final diantaranya dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun pajak berikutnya
(41)
b. Tahun pajak dikenakannya pajak penghasilan yang bersifat final
berdasarkan Peraturan pemerintah ini diperhitungkan sebagai
bagian dari jangka waktu yaitu lima tahun pajak.
c. Kerugian pada suatu tahun pajak akan dikenakan pajak penghasilan
yang bersifat final berdasarkan Peraturan pemerintah ini tidak
boleh dikompensasikan di tahun pajak yang akan datang.
8) Pasal 9 berisikan mengenai ketentuan yang lainnya mengenai
perhitungan, penyetoran maupun pelaporan pajak penghasilan atas
penghasilan dari usaha yang diterima dan diperoleh wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu dan masuk kedalam operasionalnya
secara akan diatur berdasarkan Peraturan Menteri keuangan.
9) Pasal 10 menyatakan dimana dalam hal khusus terkait peredaran bruto
sebagai dasar yang dapat dikenai pajak penghasilan yang bersifat final
yang diatur dalam peraturan pemerintah ini, diatur sebagai berikut:
a. Berdasarkan pada jumlah peredaran bruto tahun pajak terakhir
sebelum tahun pajak berlakunya peraturan pemerintah ini yang
akan disetahunkan, dalam hal tahun pajak terakhir sebelum tahun
pajak berlakunya peraturan pemerintah ini meliputi kurang dari 12
bulan.
b. Berdasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat wajib
pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya peraturan
pemerintan ini yang disetahunkan, dalam hal wajib pajak terdaftar
(42)
peraturan pemerintah ini dibulan sebelum peraturan pemerintah ini
berlaku.
c. Berdasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama
diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal
wajib pajak yang baru terdaftar sebagai wajib pajak sejak
berlakunya peraturan pemerintah ini.
10) Pasal 11 dalam surat edaran Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun
2013 menyatakan bahwa peraturan pemerintah ini mulai diberlakukan
pada tanggal 1 Juli 2013.
2.1.14.Hubungan antara Kewajiban Moral dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Kewajiban moral merupakan moral individu yang dimiliki oleh
seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain, yang dalam
hal ini, yang dimaksud adalah wajib pajak orang pribadi, dalam kaitannya
dengan kewajiban moral, tidak terlepas dengan integritas. Integritas berarti
bahwa perilaku seseorang konsisten dengan nilai yang menyertainya, dan
orang tersebut bersifat jujur, etis, dan dapat dipercaya. Integritas dapat
diartikan sebagai kesehatan moral, kejujuran yang terbebas dari pengaruh
atau motif korupsi, dapat dipercaya dan disukai, serta memiliki ketulusan.
Handayani (2009:20) mengatakan, bahwa responsibility
merupakan kewajiban atau obligation untuk melaksanakan sesuatu karena
menerima penugasan. Handayani (2009:20) menjelaskan responsibility
(43)
sampai ke tingkat yang paling baik sesuai kemampuan. Berdasarkan
pendapat kedua ahli tersebut terlihat bahwa responsibility sangat erat
kaitannya dengan kewajiban. Atas suatu pekerjaan yang dibebankan pada
seseorang, maka yang bersangkutan memiliki kewajiban untuk
melaksanakan pekerjaan itu sampai selesai dengan hasil yang baik, adanya
kewajiban moral yang tinggi maka akan mendorong seseorang untuk patuh
dalam melaporkan pajaknya. Tingkat kepatuhan pajak akan menjadi lebih
tinggi ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang lebih kuat.
2.1.15.Hubungan antara Kualitas Pelayanan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui
peningkatan kualitas pelayanan (Handayani, 2009:21). Pelayanan yang
baik adalah pelayanan yang dapat memberikan rasa puas bagi pelanggan,
dalam hal ini adalah wajib pajak, hal ini dapat menyebabkan kepatuhan
wajib pajak meningkat (Handayani, 2009:21). Pelayanan yang berkualitas
adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan
tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat
dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.
Kepuasan yang diperoleh oleh pelanggan akan berdampak pada kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu apabila memenuhi
atau melebihi harapan pelanggan atau semakin kecil kesenjangan antara
(44)
ukuran bermutu. Menyediakan jasa secara konsisten kepada pelanggan
adalah pelayanan bermutu. Pelayanan yang berkualias harus dapat
memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum
kepada pelanggan (Supadmi, 2009:219). Jika kualitas pelayanan
meningkat maka akan berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.16.Hubungan antara Sanksi Perpajakan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya tidak
memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang patuh dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Walaupun tidak mendapatkan
penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan, wajib pajak akan dikenakan sanksi apabila sengaja tidak
memenuhi kewajiban perpajakannya. Agar peraturan perpajakan dipatuhi,
maka harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya (Nugroho,
2006).
Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikan
dirinya. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak
maka akan semakin berat pula sanksi yang akan diterima (Nugroho, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008) menunjukkan bahwa
persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan berpengaruh pada
(45)
2.2. Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel yang di teliti Teknik Analisis Data
Hasil Penelitian Perbedaan 1 Priyantini
Juana (2008) Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan WP Orang Pribadi Pada KPP Pratama Badung Utara. Kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak Teknik analisis regresi linier berganda. Kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak ber-pengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelaporan WP Orang Pribadi pada KPP Pratama Badung Utara. Perbedaan penelitian ini terletak pada variable bebas (penambah-an variable kewajiban moral), tempat penelitian dan tahun penelitian berbeda. 2 Purnomo
(2008) Pengaruh kesadaran wajib pajak, tentang sanksi perpajakan dan hasrat membayar pajak terhadap kepatuhan wajibpajak Orang Pribadi di-KPPGubeng Surabaya Kesadaran wajib pajak, tentang sanksi, hasrat membayar pajak dan kepatuhan wajib regresi linear berganda Menunjuk-kan kesadaran wajib pajak, tentang sanksi dan hasrat membayar pajak ber-pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Perbedaan-nya terletak pada salah satu variabel bebas yaitu hasrat membayar pajak serta objek dan lokasi penelian.
3 Handayan i (2009) Pengaruh Tanggung Jawab Moral dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan WP Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Denpasar Barat Tanggung jawab moral dan kualitas pelayanan Analisis regresi linier berganda Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab moral dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Perbedaan-nya terletak pada lokasi dan tahun penelitian-nya.
(46)
4 Manik Asri (2009) Pengaruh kualitas pelayanan, biaya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang Pribadi pada KPP Madya Denpasar Kualitas pelayanan, biaya kepatuhan, kesadaran wajib pajak, dan kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang Pribadi Analisis regresi linier berganda Kualitas pelayanan,biaya kepatuhan, dan kesadaran wajibpajak ber-pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar Perbedaan-nyapada variabel bebas lain, objek dan lokasi penelitian.
5 Kasmiati (2009) Pengaruh kualitas pelayanan, sanksi denda dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Gabus Pati. Kualitas pelayanan, sanksi denda, kesadaran perpajakan dan kepatuhan wajib pajak Teknik analisis regeresi linear berganda
Sikap wajib pajak terhadap sanksi denda
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan kesadaran wajibpajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan WP Perbedaan-nya yaitu pada variabel kualitas pelayanan, objek dan lokasi penelitian.
6 Setyawan (2009)
Faktor-faktor yangmem-pengaruhi kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Sukoharjo. Pemaham-an terhadap self assesment, tingkat pendidik-an tingkat penghasil-an, pelayanan informasi, kesadaran tentang sanksi,dan kepatuhan WP Teknik analisis regeresi linear berganda Variabel kesadaran tentang sanksitidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan semua variabel lain berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan WP Perbedaan-nya pada variabel bebas lain, objek dan lokasi penelitian
(47)
7 Yadnyana (2010)
Pengaruh Moral dan Sikap Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Koperasi diKota Denpasar Moral dan sikap Wajib Pajak Koperasi Analisis regresi linier berganda Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa moral dan Sikap Wajib Pajak ber-pengaruh signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak Koperasi di Kota Denpasar. Penelitian sebelum-nya mengguna-kan variable bebas pengaruh moral dan sikap WP, tetapi pada penelitian ini mengguna-kan variable bebaskualita s pelayanan dan kewajiban moral, lokasi dan tahun penelitian berbeda. Sumber: Skripsi, Artikel, Data Diolah, (2014)
2.3. Rumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Kewajiban Moral Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Handayani (2009:20) mengatakan, bahwa responsibility merupakan
kewajiban atau obligation untuk melaksanakan sesuatu karena menerima
penugasan. (Handayani, 2009:20) menjelaskan responsibility merupakan
kewajiban seseorang untuk menyelesaikan kegiatan yang telah sampai ke
tingkat yang paling baik sesuai kemampuan. Berdasarkan pendapat kedua
ahli tersebut terlihat bahwa responsibility sangat erat kaitannya dengan
kewajiban. Pekerjaan yang dibebankan pada seseorang, maka yang
(48)
sampai selesai dengan hasil yang baik,dengan adanya kewajiban moral
yang tinggi maka akan mendorong seseorang untuk patuh dalam
melaporkan pajaknya.Tingkat kepatuhan pajak akan menjadi lebih tinggi
ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang lebih kuat. Penelitian
yang dilakukan oleh Asri (2009) menemukan bahwa kesadaran wajib
pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak.
Ajzen dalam Agustini (2008) menyatakan bahwa kewajiban moral adalah
moral individu yang dimiliki oleh seseorang, namun kemungkinan tidak
dimiliki oleh orang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Kewajiban moral berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
2.3.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Kepatuhan wajib pajak juga dapat ditingkatkan dengan peningkatan
kualitas pelayanan. Pelayanan yang baik menyebabkan kepatuhan wajib
pajak meningkat. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain
dengan cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan
interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan (Boediono,
2003:60). Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi
standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus
(49)
Pramitari (2010), Trisnadewi (2010), dan Edy Septian (2011) menunjukan
bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada
kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis kedua
dari penelitian ini adalah.
H2 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
2.3.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Sanksi perpajakan yaitu interpretasi dan pandangan wajib pajak
dengan adanya sanksi perpajakan. Seberapa berat sanksi yang dikenakan
kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikan
dirinya. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak
maka akan semakin berat pula sanksi yang akan diterima (Nugroho, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008) menunjukkan bahwa
persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan
signifikan pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka
hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah.
H3 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
(1)
ukuran bermutu. Menyediakan jasa secara konsisten kepada pelanggan adalah pelayanan bermutu. Pelayanan yang berkualias harus dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum kepada pelanggan (Supadmi, 2009:219). Jika kualitas pelayanan meningkat maka akan berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.16.Hubungan antara Sanksi Perpajakan dengan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya tidak memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Walaupun tidak mendapatkan penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, wajib pajak akan dikenakan sanksi apabila sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya (Nugroho, 2006).
Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikan dirinya. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak maka akan semakin berat pula sanksi yang akan diterima (Nugroho, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008) menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
(2)
2.2. Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya
No Nama
Peneliti Judul Penelitian Variabel yang di teliti Teknik Analisis Data
Hasil Penelitian Perbedaan 1 Priyantini
Juana (2008) Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan WP Orang Pribadi Pada KPP Pratama Badung Utara. Kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak Teknik analisis regresi linier berganda. Kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan pajak ber-pengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelaporan WP Orang Pribadi pada KPP Pratama Badung Utara. Perbedaan penelitian ini terletak pada variable bebas (penambah-an variable kewajiban moral), tempat penelitian dan tahun penelitian berbeda. 2 Purnomo
(2008) Pengaruh kesadaran wajib pajak, tentang sanksi perpajakan dan hasrat membayar pajak terhadap kepatuhan wajibpajak Orang Pribadi di-KPPGubeng Surabaya Kesadaran wajib pajak, tentang sanksi, hasrat membayar pajak dan kepatuhan wajib regresi linear berganda Menunjuk-kan kesadaran wajib pajak, tentang sanksi dan hasrat membayar pajak ber-pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Perbedaan-nya terletak pada salah satu variabel bebas yaitu hasrat membayar pajak serta objek dan lokasi penelian.
3 Handayan i (2009) Pengaruh Tanggung Jawab Moral dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan WP Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Denpasar Barat Tanggung jawab moral dan kualitas pelayanan Analisis regresi linier berganda Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab moral dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Perbedaan-nya terletak pada lokasi dan tahun penelitian-nya.
(3)
4 Manik Asri (2009) Pengaruh kualitas pelayanan, biaya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang Pribadi pada KPP Madya Denpasar Kualitas pelayanan, biaya kepatuhan, kesadaran wajib pajak, dan kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang Pribadi Analisis regresi linier berganda Kualitas pelayanan,biaya kepatuhan, dan kesadaran wajibpajak ber-pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak Orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar Perbedaan-nyapada variabel bebas lain, objek dan lokasi penelitian.
5 Kasmiati (2009) Pengaruh kualitas pelayanan, sanksi denda dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Gabus Pati. Kualitas pelayanan, sanksi denda, kesadaran perpajakan dan kepatuhan wajib pajak Teknik analisis regeresi linear berganda
Sikap wajib pajak terhadap sanksi denda
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan kesadaran wajibpajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan WP Perbedaan-nya yaitu pada variabel kualitas pelayanan, objek dan lokasi penelitian.
6 Setyawan (2009)
Faktor-faktor yangmem-pengaruhi kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Sukoharjo. Pemaham-an terhadap self assesment, tingkat pendidik-an tingkat penghasil-an, pelayanan informasi, kesadaran tentang sanksi,dan kepatuhan WP Teknik analisis regeresi linear berganda Variabel kesadaran tentang sanksitidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan semua variabel lain berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan WP Perbedaan-nya pada variabel bebas lain, objek dan lokasi penelitian
(4)
7 Yadnyana (2010)
Pengaruh Moral dan Sikap Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Koperasi diKota Denpasar
Moral dan sikap Wajib Pajak Koperasi
Analisis regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa moral dan Sikap Wajib Pajak ber-pengaruh signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak Koperasi di Kota Denpasar.
Penelitian sebelum-nya mengguna-kan variable bebas pengaruh moral dan sikap WP, tetapi pada penelitian ini mengguna-kan variable bebaskualita s pelayanan dan kewajiban moral, lokasi dan tahun penelitian berbeda. Sumber: Skripsi, Artikel, Data Diolah, (2014)
2.3. Rumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Kewajiban Moral Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Handayani (2009:20) mengatakan, bahwa responsibility merupakan kewajiban atau obligation untuk melaksanakan sesuatu karena menerima penugasan. (Handayani, 2009:20) menjelaskan responsibility merupakan kewajiban seseorang untuk menyelesaikan kegiatan yang telah sampai ke tingkat yang paling baik sesuai kemampuan. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut terlihat bahwa responsibility sangat erat kaitannya dengan kewajiban. Pekerjaan yang dibebankan pada seseorang, maka yang bersangkutan memiliki kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan itu
(5)
sampai selesai dengan hasil yang baik,dengan adanya kewajiban moral yang tinggi maka akan mendorong seseorang untuk patuh dalam melaporkan pajaknya.Tingkat kepatuhan pajak akan menjadi lebih tinggi ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang lebih kuat. Penelitian yang dilakukan oleh Asri (2009) menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak. Ajzen dalam Agustini (2008) menyatakan bahwa kewajiban moral adalah moral individu yang dimiliki oleh seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Kewajiban moral berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
2.3.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Kepatuhan wajib pajak juga dapat ditingkatkan dengan peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan yang baik menyebabkan kepatuhan wajib pajak meningkat. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003:60). Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Hasil penelitian Priyantini (2008), Asti
(6)
Pramitari (2010), Trisnadewi (2010), dan Edy Septian (2011) menunjukan bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis kedua dari penelitian ini adalah.
H2 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.
2.3.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Skema PP No. 46 Tahun 2013.
Sanksi perpajakan yaitu interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan. Seberapa berat sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikan dirinya. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak maka akan semakin berat pula sanksi yang akan diterima (Nugroho, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008) menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah.
H3 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam skema PP No. 46 Tahun 2013.