PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI PUPUK ORGANIK.

(1)

PENELITIAN

OLEH :

1.

WINDY AGUS SETYAWAN ( 0631010062 )

2.

DODY SETIYAWAN

( 0631010076 )

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syraat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Kimia

OLEH :

1.

WINDY AGUS SETYAWAN ( 0631010062 )

2.

DODY SETIYAWAN

( 0631010076 )

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

Disusun Oleh :

1.

WINDY AGUS SETYAWAN (0631010062)

2.

DODY SETIYAWAN

(0631010076)

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji

pada tanggal : 26 April 2010

Tim

Penguji

: Dosen

Pembimbing

:

1.

Prof. Dr. Ir. Sri Redjeki, MT

Ir. Tjatoer Welasih, MT

NIP. 195703141986032001

NIP. 1963041819882014

2.

Ir. Luluk Edahwati, MT

NIP. 196406111992032001

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Ir.Sutiyono, MT


(4)

PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI PUPUK

ORGANIK

OLEH :

1.

WINDY AGUS SETYAWAN ( 0631010062 )

2.

DODY SETIYAWAN

( 0631010076 )

Telah disetujui melaksanakan seminar penelitian pada tanggal 26 april

2010

Mengetahui :

Dosen Pembimbing

Ir. Tjatoer Welasih, MT

NIP. 1963041819882014


(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

KETERANGAN REVISI

Nama

: Windy Agus S / 0631010062

Dody Setiyawan / 0631010076

Jurusan

: Teknik Kimia

Telah mengerjakan revisi / tidak ada revisi *) Ujian Skripsi dengan

judul :

” PEMANFAATAN LIMBAH IKAN MENJADI PUPUK

ORGANIK ”

Surabaya, Juli 2010

Dosen penguji yang memerintahkan revisi :

1. Prof. Dr. Ir. Sri Redjeki, MT

(...)

2. Ir. Luluk Edahwati, MT

(...)

Mengetahui :

Dosen Pembimbing

Ir. Tjatoer Welasih, MT

*) coret yang tidak perlu


(6)

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuknya, sehingga kita dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Pemanfaatan limbah ikan menjadi pupuk organik”

Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh mahasiswa untuk mencapai gelar sarjana teknik kimia di Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penelitian ini dapat terselesaikan dan dapat disusun berkat adanya kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bpk. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri.

2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT Selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Ir. Tjatoer welasih, MT, selaku Dosen Pembimbing Penelitian. 4. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Redjeki, MT Selaku Dosen Penguji I.

5. Ibu Ir. Luluk Edawati. MT, selaku Dosen Penguji II.

6. Orang tua kami yang tak pernah berhenti memberikan dukungan dan do’a serta semangat selama ini.

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.


(7)

Surabaya, Juli 2010


(8)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang………. 1

I. 2. Tujuan……….. 3

I. 3. Manfaat……… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Tinjauan Umum……….. 4

II. 2. Limbah Ikan Sebagai Pupuk Organik……… 6

II. 3. Jenis – Jenis Pupuk………. 9

II.3.1. Pupuk Buatan……….. 9

II.3.2. Pupuk Organik……….... 9

II. 3. 2. 1. Pupuk Kandang……… 10

II.3.2.2. Pupuk Hijau……… 10

II.3.2.3 Pupuk Kompos……… 11

II. 4 Enzim………... 11

II.4.1. Enzim Bromelin……… 12

II.4.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktifitas enzim….... 13

II. 5 Ekstraksi………... 14

II.5.1. Faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi…………. 15

II.5.2. Ekstraksi Enzim……… 16

II.6 Landasan Teori... 16

II.7 Hipotesa... 18


(9)

III.3.1 Proses penghancuran limbah... 20

III.3.2 Proses Hidrolisis... 20

III.4 Variabel……… 21

III.5 Metodelogi Penelitian………... 21

III.5.1 Tahap ekstraksi buah nanas……… 21

III.5.2 Tahap pengolahan hidrolisis limbah ikan……… 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

IV.1 Analisa Bahan Baku... 27

IV.1.1 Tabel Hasil Analisa Kadar N, P dan K awal... 27

IV.2 Proses Hidrolisis... 27

IV.2.1 Tabel Hasil Analisa Kadar N... 28

IV.2.2 Tabel Hasil Analisa Kadar P... 30

IV.2.3 Tabel Hasil Analisa Kadar K... 32

IV.3 Uji Komponen N, P dan K pada Tanaman... 34

IV.3.1 Tabel Hasil Uji Komponen N, P dan K Terhadap Tanaman Cabe dengan membandingkan dengan tanaman cabe yang tidak memakai pupuk... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 35

V.1. Kesimpulan... 35

V.2 Saran... 35


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Limbah ikan setiap harinya semakin bertambah karena tidak adanya pengolahan dari limbah ikan tersebut. Adanya limbah ikan berupa jenis – jenis ikan yang rusak fisiknya, tidak bernilai ekonomis, sisa – sisa olahan ikan, dan ikan dengan tingkat kesegaran yang sudah tidak layak digunakan sebagai bahan pangan bagi manusia. Limbah ikan tersebut menimbulkan masalah karena penanganan selama yang selama ini di biarkan membusuk, di tumpuk yang semuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga dilakukan penanggulangan dari limbah tersebut.

Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya dijadikan pupuk organik yang mempunyai nilai tambah dengan teknologi aplikatif sehingga dapat diterapkan secara memuaskan dalam merubah limbah ikan menjadi pupuk organik.

Pupuk ikan cair merupakan salah satu jenis pupuk organik yang biasanya terbuat dari ikan. Pupuk ini dibuat dengan cara menghancurkan limbah perikanan dan sisa – sisa olahan ikan, kemudian diproses lebih lanjut dalam bentuk cair dengan kandungan nitrogen 5 – 9%, fosfor 2 – 4%, kalium 2 – 7% dan unsur mikro lainnya (miwa : 1972; sujatmaka, 1989).

Lingga (1989), mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman secara normal diperlukan16 unsur hara diantaranya 3 unsur diperoleh dari udara (C, H, O) dan 13 unsur lainnya tersedia didalam tanah atau pupuk yakni Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Sulfur (S), Clor (Cl), Ferrum (Fe), Mangan (Mn), Cuprum (Cu), Zinc (Zn), barium (Ba), Molibden (Mo).


(11)

pembuatan pupuk cair dari limbah ikan menggunakan enzim papain dengan konsentrasi enzim 10% dan meat tenderizer 0,5% dengan waktu hidrolisis 2, 4, 6 hari.

Komponen tubuh ikan yang terdiri dari daging, kulit, sirip, enzim, hormon, darah, sel – sel hati, ginjal dan jeroan yang hampir seluruhnya mengandung protein. Elemen – elemen yang terkandung dalam protein terdiri dari berbagai unsur dengan komposisi kimia adalah C (50 – 53%), H(6 – 7%), O(19 – 24%), N(13 – 19%) dan S(0 – 4%). Disamping itu unsur P, Fe, Cu, I, Mn, Zn, dan lain – lain (Stansby, 1963 ; Kleimenov, 1983).

Komposisi ikan segar per 100 gram bahan.

Komponen Kadar (%)

Kandungan air 76,00

Protein 17,00 Lemak 4,50

Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Sumber : www.ristek.go.id

Dengan penambahan enzim bromelin pada limbah ikan dapat menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau peptida menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino, sehingga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Enzim bromelin dapat diperoleh dari tanaman buah nanas.

Banyak sekali jenis pupuk yang digunakan dalam pertanian. Jenis pupuk itu sendiri sebenarnya ada dua yaitu pupuk organik dan pupuk buatan. Yang termasuk pupuk organik yaitu pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos. Dan yang termasuk pupuk buatan yaitu pupuk –NP, pupuk –PK, pupuk NPK, pupuk fosfat, pupuk kalium, pupuk kalsium. Pupuk organik lebih disukai oleh para petani karena pupuk organik lebih ramah lingkungan dan proses pemulihan kondisi tanah lebih mudah dibanding pupuk buatan. Pupuk buatan sering menimbulkan pencemaran pada lingkungan jika penambahan pupuk tersebut terlalu banyak pada tanaman.


(12)

I.2 Tujuan

Penelitian pembuatan pupuk dari bahan dasar ikan bertujuan untuk mencari waktu hidrolisis dan kosentrasi buah nanas yang optimum dalam proses pemanfaatan limbah ikan menjadi pupuk organik.

I.3 Manfaat

1. Mengurangi pencemaran limbah padat yang dibuang secara sia – sia. 2. menghasilkan pupuk organik yang menghasilkan nilai yang lebih tinggi. 3. memberikan alternatif lain dalam penggunaan dan kebutuhan pupuk organik

yang ramah lingkungan.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tinjauan Umum

Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan berkembang. Disamping kekayaan ikan di kawasan Indonesia yang berlimpah serta usaha untuk meningkatkan hasil tangkapnya yang terus menerus dilaksanakan, ternyata baru mencapai nilai 35% saja yang dapat dicapai.

Dari data yang dapat dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25 - 30% hasil tangkapan Ikan Laut yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena berbagai hal :

1. Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara pengolahan ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas sebagai produk untuk dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah menjadi ikan asin, pindang, terasi serta hasil-hasil olahannya.

2. Tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus dibuang kembali. (Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya)

Diantara bahan alami, ikan tercatat sebagai bahan yang sangat cepat membusuk. Karenanya begitu ikan tertangkap, maka proses pengolahan dalam bentuk pengawetan dan pengolahan harus segera dilakukan. Juga selama pengolahan ikan, masih banyak bagian-bagian dari ikan, baik kepala, ekor, maupun bagian-bagian yang ditermanfaatkan akan dibuang. Tidak mengherankan kalau sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lainnya berjumlah cukup banyak, apalagi kalau ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi. Ditambah lagi, ikan-ikan sisa dan yang terbuang tersebut secara langsung maupun tidak langsung banyak membawa problema lingkungan di kawasan pesisir, minimal dalam bentuk gangguan terhadap kebersihan, sanitasi dan kesehatan lingkungan.


(14)

Dibalik itu semua, ikan sisa atau ikan-ikan yang terbuang itu ternyata masih dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai bahan baku pupuk organik lengkap, yakni pupuk dimana kandungan unsur - unsur makronya terbatas (tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman) dan harus dilengkapi dengan penambahan unsur lainnya sehingga kandungan N (nitrogen)-P (fosfor)-K (kalium)-nya sesuai yang dibutuhkan. Sebagai mana kita ketahui, untuk dapat tumbuh dan berkembang, tanaman perlu nutrisi secara lengkap dan bentuk unsur hara makro yang terdiri dari makro primer seperti N-P-K, serta makro sekunder seperti Ca (kalsium), Mg (magnesium), dan S (belerang). Sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe (besi), Zn (seng), Cu (tembaga), Mn (mangan), Cl (khlor), Bo (borium), Mo (molubdenum)dsb.

Kelompok unsur tersebut sangat membutuhkan dalam jumlah dan susunan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara baik serta hasil sesuai yang diharapkan. Namun, tanah ternyata tidak dapat menyediakan jumlah unsur-unsur tersebut sesuai kebutuhan. Karenanya, agar tanaman tumbuh dan berkembang secara subur, petani harus menambahkan sumber tersebut dalam bentuk pupuk.

Bahan baku limbah ikan untuk memproduksi pupuk organik sangat mempengaruhi kandungan lemaknya. Dengan kandungan lemak yang tinggi, kemungkinan besar bahwa prosesnya akan lambat atau tidak sempurna. Berbeda dengan kandungan lemak yang sedikit, maka hasil pupuknya akan termasuk yang terbaik.

Kandungan lemak berpengaruh didalam proses pembuatan pupuk organik, karena prosesnya berjalan dalam dua tahap, yaitu proses fisik melalui penggilingan bahan-bahan yang dipergunakan, dan proses biologis yaitu lanjutan proses yang dikenal dengan fermentasi non-alkoholik atau proses ensiling.


(15)

FAO telah menetapkan kriteria dasar untuk pupuk cair yang dapat ditabelkan sebagai berikut :

Tabel II.1 standart FAO pada pupuk cair

Komponen Kadar (%)

Natrium 12,00

Phospor 8,00

Kalium 6,00

Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya

II. 2. Limbah ikan sebagai pupuk organik

Sebagian dari keberatan dalam penggunaan limbah untuk bercocok tanam rupanya timbul dari kurangnya penghargaan yang cukup terhadap manfaat dari kehadiran fosfor dan Kalium karbonat bersamaan dengan nitrogen dalam limbah. Ada alasan sah untuk kesimpulan demikian, karena sering kali literature tentang pembuangan limbah hanya menekankan sifat nitrogen dari unsur – unsur penyubur limbah itu, sedangkan kehadiran yang penting dari Fosfor dan Kalium Sulfat sedikit sekali disebut. Padahal, zat – zat itu bersama dengan sejumlah zat besar organik lain, membuat limbah menjadi pupuk yang baik sekali atau lengkap. Kebanyakan hasil – hasil analisis limbah tidak mengungkapkan dengan jelas kuantitas Fosfor dan Kalim Sulfat, yang selalu terdapat dalam semua limbah. Dalam keadaan demikian adalah lumrah, bahwa sifat nitrogen dari fosfor dan kalium sulfat dalam meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, dan kwalitas tumbuh – tumbuhan yang mempergunakan irigasi limbah dan serta sumbangannya untuk melawan kemungkinan adanya akibat – akibat merusak dari pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan tetapi tidak diakui.

Unsur – unsur pupuk yang berbeda – beda masing – masing mempunyai fungsinya tersendiri dalam merabuk tumbuh – tumbuhan dan memberikan sumbangan yang kurang lebih berdiri sendiri atau menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tumbuh – tumbuhan jelas memberikan reaksi yang berlainan terhadap pemakaian pupuk yang berbeda – beda jenisnya. Pupuk yang berkadar nitrogen tinggi khusus berfaedah bagi tanaman seperti rumput, sayur –


(16)

sayuran yang berdaun banyak dan tanaman untuk makanan ternak pada tanaman hanya terjadi pertumbuhan daun. Tanaman tersebut memang menggunakan fosfor dan kalium sulfat tapi mereka menurut perbandingan lebih baik memanfaatkan persediaan nitrogen yang relatife banyak. Nitrogen merangsang pertumbuhan baik batang maupun daun, yaitu bagian – bagian vegetatif dari tanaman. Tapi pemakaian alat nitrogen yang berlebih – lebihan menghasilkan pertumbuhan subur berair, yang terutama sekali diinginkan pada sayur – mayur, seperti lobak, saledri, dan bayam, tapi sangat tidak diinginkan pada tanaman yang menghasilkan biji – bijian dan buah – buahan. Dengan pemakaian nitrogen yang berlebihan, akibat – akibat merusak lainnya dari pemakaian nitrogen yang melimpah adalah meliputi terlambatnya masak buah – buahan dan sayur – sayuran dan lambatnya produksi biji –bijian yang masak. Kelebihan takaran nitrogen juga cenderung menghasilkan buah yang berkualitas buruk seperti pada buah persik. Walaupun demikian, dari hal tersebut diatas itu tidak dapat ditarik kesimpulan, bahwa semua tanaman – tanaman menjadi rusak akibat pemakaian nitrogen yang berlebih, karena tanaman seperti rumput – rumputan, tebu, pisang, kol, dan lobak dapat mencernakan banyak nitrogen dan tetap memberikan hasil yang terbaik.

Unsur pupuk penting berikutnya yang di kandung oleh limbah adalah fosfor. Banyak fungsi tanaman tidak dapat dilaksanakan, apabila terjadi kekurangan fosfor, yang dapat ditetapkan dalam tiap sel yang hidup dan sangat penting bagi seluruh kehidupan tanaman. Fosfor perlu bagi pernafasan sel dan penting sekali dalam peningkatan metabolisme umum zat protein. Zat hidrat arang dan lemak. Lagi pula fosfor merangsang pembentukan akar dini dan pertumbuhan serta menambah dalamnya akar. Ia memperkuat batang padi – padian yang lemah dan dengan demikian mengurangi kecenderungan untuk rebah. Ia mempunyai peranan penting dalam merangsang berbunganya tanaman, mempercepat masaknya buah, dan membantu pembentukan biji. Selain itu peranan penting lainnya dari fosfor adalah membantu tanaman dalam menyerap kalium sulfat dan melakukan kondisi – kondisi buruk yang diciptakan oleh pemakaian nitrogen yang berlebihan.


(17)

Unsur penting lainnya dalam bahan pupuk limbah adalah kalium sulfat, unsur yang penting untuk pertumbuhan tanaman yang memuaskan. Kalium sulfat sangat berkepentingan dengan kekuatan dan kesehatan tanaman, sangat perlu bagi pembentukan tepung dan membantu perkembangan klorofil. Ia memperkuat pertahanan tanaman terhadap penyakit – penyakit tertentu dan menyuburkan tumbuhnya akar. Pada padi – padian persedian kalium sulfat penting untuk membentuk biji. Ia pun sama pentingnya untuk perkembangan akar umbi pada semua tumbuhan berumbi.

Adanya fosfor dan kalium sulfat bersamaan dengan nitrogen, bekerja untuk melawan akibat–akibat yang tidak diinginkan dari terlalu banyaknya pupuk nitrogen. Kemungkinan terlambatnya pemasakan akibat penggunaan nitrogen yang berlebihan dinetralkan oleh fosfor yang bersifat mempercepat pemasakan. Sama halnya, kecenderungan menjadi rebah juga dikurangi dengan bertambah kuatnya batang dan jerami. Ratio biji dengan jerami dan jumlah seluruh hasil yang berguna juga di pertinggi oleh fosfor dengan demikian kerja sama anatara fosfor dan kalium sulfat dengan nitrogen mengusahakan keseimbangan pada nitrogen dan menyebabkan limbah menjadi pupuk lengkap, sesuatu yang berbeda dari pada pupuk nitrogen saja. Karena alasan–alasan ini jugalah kerusakan akibat pemakian nitrogen dalam jumlah tidak normal akan menjadi sedemikian tinggi, sehingga membahayakan pertumbuhan tanaman yang sehat.

Tabel.II.2 Berdasarkan hasil pengujian limbah ikan dan ikan segar per 100gr

No Parameter Satuan Hasil uji Keterangan Acuan metode

1 N % 47.02 Ikan segar Syarat mutu

pupuk, min 20.8%

2 N % 64.78 Limbah

ikan

Syarat mutu pupuk, min

20.8%

3 P % 43.67 Ikan segar Syarat mutu


(18)

4 P % 49.39 Limbah ikan

Syarat mutu pupuk, min 28%

5 K % 34.83 Ikan segar Syarat mutu

pupuk, min 60%

6 K % 31.16 Limbah

ikan

Syarat mutu pupuk, min 60% ( Laboratorium Instrument FTI UPN “Veteran” JATIM , 2008 )

II.3. Jenis – jenis Pupuk

Pupuk dibagi menjadi 2 macam : II.3.1. Pupuk Buatan

Contoh : Pupuk – NP, Pupuk PK, Pupuk NPK, Pupuk Phospat, Pupuk Kalium, Pupuk Kalsium.

II.3.2. Pupuk Organik

Didalam pupuk organik termasuk berbagai macam kotoran binatang, hasil buangan dari binatang dan tanaman (kompos dan endapan dari kotoran pembersihan air serta pupuk hijau. Pupuk organik mengandung berbagai macam zat makanan tanaman yang sebagian terdapat didalam persenyawaan kimia yang sama seperti pada pupuk buatan. Karena itulah nilainya pun sama.

Komponen organik dari berbagai produk ini didalam tanah sebagian besar dimineralisasi. Berbagai unsur yang ada didalam proses ini terlepas bebas secara berangsur – angsur, terutama persenyawaan nitrogen dan phospat, juga dimanfaatkan sebagai makanan tanaman. Sebagaian lagi dari unsur organik itu ditrasfermasi menjadi humus, karena humus sangat penting untuk kesuburan tanah.

Sampai tahun 1850 hasil tanaman hampir seluruhnya ditentukan oleh kesuburan alamiah dari tanah dan banyaknya pupuk organik yang tersedia.untuk mendapatkan pupuk perlu dipelihara ternak, untuk itu


(19)

lebih banyak. Lagi pula pada waktu itu banyak permintaan akan kompos. Sebagai kaibat dari adanya penggunaan pupuk buatan, maka pengghargaan terhadap pupuk alam merosot. Bahkan dalam banyak hal orang menyangka tidak akan menggunakan pupuk organik lagi. Maka timbullah perusahaan pertanian ternak apalagi didaerah tanah liat dan daerah tanah veen.

Namun dari pendaptat bahwa pupuk organik dapat dianggap sebagai suatu hal yang mewah, orang kini sudah kembali pada pendirian semula. Bertamh lama orang bertambah yakin, bahwa tanah harus cukup tersedia dengan bahan organik sebagai suatu hal yang mutlak perlu.

Namun sebaliknya, sekarang banyak perusahaan yang mempunyai ayam, anak sapi atau babi dengan tanah yang cukup sedikit, sehingga timbul kelebihan pupuk organik. Dari pupuk yang dapat dimanfaatkan, ia lalu menjadi hasil buangan yang menyulitkan keadaan.

II. 3. 2. 1. Pupuk Kandang

Pupuk kandang, disamping sisa - sisa wortel dan ubi stopel, merupakan sumber yang paling penting dari bahan organik didalam pertanian. Dari semua bahan organik (selian ubi stopel dan wortel) yang diberikan pada tanah rata - rata 60% terdiri dari pupuk seperti itu. Beberapa perusahaan bahkan presentase ini lebih tinggi. Pupuk kandang merupakan pensuplai yang penting untuk tanaman. Dalam tahun 1976 jumlah nitrogen, fosfat, dan kalium yang diberikan berturut-turut 35%, 60%, dan 70% berasal dari pupuk kandang.

II.3.2.2. Pupuk Hijau

Berbicara mengenai pupuk hijau, maka yang dimaksudkan adalah mengolah tanaman atau bagian tanaman mrnjadi tertimbun didalam tanah untuk maksud pemupukan.

Tanaman - tanaman tertentu khusus ditanam untuk maksud ini, beberapa macam tanaman dikhususkan sebagai tanaman utama, beberapa macam lainnya ditinggalkan bongkolnya sehingga dapat tumbuh kembali,


(20)

ada lagi yang ditanam dengan menaburkan benihnya dengan maksud sebagai penutup tanah atau sebagai tanaman penyambung untuk dipakai sebagai pupuk hijau.

II.3.2.3 Pupuk Kompos

Kompos adalah suatu produk yang terdiri dari sebagian besar sampah buangan organik yang secara keseluruhan atau sebagian telah mengalami kondisi pengeraman dari suhu yang tinggi. Adapun maksud dari membuat kompos adalah sejumlah besar bahan yang terdiri dari bagian yang berbeda - beda dijadikan suatu produk yang serupa dalam bentuk seperti tanah yang banyak mengandung humus.

Untuk mendapatkan proses yang baik dari pembuatan kompos diperlukan tersedianya air, nitrogen, dan udara. Pada produk yang kekurangan protein harus ditambah dengan ekstra nitrogen. Perbandingan C/N dari bahan pada proses permulaan harus kira-kira 35. Untuk membantu proses terjadinya kompos yang baik dapat ditambah dengan penambahan fosfsat dan kalsium.

Setelah melalui proses pengeraman unutk selama beberapa bulan, maka kompos tersebut sudah dapat digunakan sebagai pupuk. Pupuk buatan telah banyak mengurangi pemakaian kompos, bahkan kualitas produk ini kini menjadi semakin menurun karena pemakaian kloset dengan penggunaan air, sehingga kotoran cairan menjadi hilang nilainya.

II. 4 Enzim

Kata enzyme atau enzim berasal dari istilah yunani yang arti

harfiahnya : di dalam sel. Di samping kata enzim, dikenal pula istilah fermen yang berarti ragi atau cairan ragi, istilah ini pada literatur jerman dan prancis masih digunakan sebagai sinonim istilah enzim.

Oleh Willy Kuchne (1876) enzim didefinisikan sebagai fermen yang bentuknya tidak tertentu dan tidak teratur, yang dapat bekerja tanpa


(21)

setelah berbagai teori lain yang lebih tua diajukan, diperdebatkan, serta dibantah.

Enzim – enzim dapat diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya, misalnya bahan hewani atau nabati. Bahkan kini kita dapat mengisolasi enzim dalam bentuk murni.

Daya kerja katalitik enzim memang menarik untuk diketahui karena aneh. Diperkirakan enzim tidak masuk dalam reaksi kimia dengan senyawa yang terlibat. Banyak teori yang telah disampaikan, tetapi yang banyak disetujui adalah Suatu sistem gembok dan kunci (Lock and Key). Enzim diumpamakan sebagai kunci pintu yang terkunci akan sukar dibuka, atau harus dengan energi kekuatan besar, tetapi dengan kunci yang tepat, rasanya tanpa tenaga pintu akan terbuka dengan mudah. Untuk setiap gembok diperlukan kunci khusus. Demikian juga halnya dengan enzim, hanya cocok untuk reaksi kimia tertentu saja.

II.4.1. Enzim Bromelin.

Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu menghidrolisis ikatan peptide pada protein atau peptide menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino.

Dalam proses hidrolisis digunakan enzim bromelin karena enzim bromelin mampu memecahkan ikatan peptida pada limbah ikan. Dibandingkan dengan enzim papain yang hanya dapat memecah ikatan peptida tetapi dengan kekhasan yang lebih rendah dibandingkan dengan enzim bromelin. ( F.G Winarno, 1995)

Bromelin ini dapat diperoleh dari tanaman nanas baik dari tangkai, daun, buah, maupun batang dalam jumlah yang berbeda.

Perlakuan menggunakan enzim bromelin, didapatkan :

a. Perlakuan konsentrasi enzim berpengaruh nyata terhadap kadar nitrogen total, nitrogen terlarut, nitrogen amino, nitrogen non protein, dan volume cairan hidrolisat.


(22)

total, nitrogen terlarut, nitrogen amino, nitrogen amino, nitrogen non protein, dan volume cairan hidrolisat.

c. Perlakuan pH hidrolisat berpengaruh nyata terhadap kadar nitrogen total, nitrogen terlarut, nitrogen amino,nitrogen non protein, dan volume cairan hidrolisat. (http://digilib.itb.ac.id)

Baik buah nanas yang mudah maupun yang tua mengandung

bromelin. Bahkan keaktifan bromelin pada kasein dari buah yang mudah lebih tinggi bila dibanding buah yang tua. Bromelin aktif pada subtrat yang sama seperti subtract yang diperlukan tripsin.

II.4.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktifitas enzim :

1. Suhu

Pada umumnya semakin tinggi suhu, semakin naik laju reasksi kimia, baik yang dikatalis oleh enzim maupun yang tidak dikatalis. Tetapi perlu diingat bahwa enzim adalah protein,jadi semakin tinggi proses inaktifasi enzim juga meningkat. Keduanya mempengaruhi laju reaksi enzimatik secara keseluruhan. Pengaruh suhu terhadap enzim ternyata agak kompleks, misalnya suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan enzim, sebaliknya semakin tinggi suhu (dalam batas tertentu) semakin aktif enzim tersebut. Pada suhu rendah,laju inaktifasi enzim begitu lambat atau sangat kecil sehingga boleh diabaikan. Perbedaan sumber atau asal enzim menyebabkan perbedaan tahan panas. Contohnya enzim α-amilase dan bacillus stearotermophillus masih mempunyai keaktifan 71% dari aktifitas awal setelah pemanasan 20 jam pada 85oC, penicillium roqueforty masih akan memproduksi asam lemak bebas dari emulsi minyak kelapa pada suhu -29oC. Pada umumnya enzim – enzim bekerja sangat lambat pada suhu titik beku, dan keaktifannya meningkat sampai 450C.


(23)

2. pH

Enzim menunjukkan aktifitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 sampai 8. suatu enzim tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Beberapa enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat ekstrim, misalnya pepsin pada pH 1,8 dan arginase pada pH 10. Perlu diketahui pada enzim yang sama sering pH optimumnya berbeda, tergantung asal enzim tersebut. Misalnya metal esterase yang diperoleh dari kapang mempunyai pH optimal sekitar 5, sedang enzim yang sama yang diperoleh dari kacang merah mempunyai pH optimal 8,5.

3. Kofaktor

Bahan bukan protein dalam bentuk ion, logam (Mg, K) atau molekul organic (ko enzim A) yang diperlukan untuk pengaktifan enzim tertentu. Adanya aktifator untuk pemiju kerja enzim adanya indibitor untuk penghambat kerja enzim, adanya konsentrasi subtrat : semakin tinggi konsentrasi subtract maka semakin tinggi pula kerja enzim tetapi mencapai konsentrasi tertentu, semakin tinggi konsentrasi enzim semakin tinggi pula kerja enzim. (F.G. Winarno,1995)

II. 5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik.

Proses ekstraksi dapat berlangsung pada:

Ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan yang wangi.

 Ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala laboratorium maupun skala industri.


(24)

Leaching, adalah proses pemisahan kimia yang bertujuan untuk memisahkan suatu senyawa kimia dari matriks padatan ke dalam cairan. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Ekstraksi)

II.5.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi : 1. Ukuran partikel.

Ukuran partikel yang kecil akan memperbesar luas permukaan, kontak anatara partikel padatan dengan cairan pelarut akibatnya akan meperbesar rate transfer antara material dan memperkecil jarak diffuse. Tetapi partikelnya sangat halus akian membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak di jelaskan disamping itu juga akan mempersulit aliran solid residu. Jadi harus ada range tertentu untuk partikel agar tiap partikel mempunyai aktu ekstraksi yang sama dan juga tidak menggumpal dan menyilitkan aliran/ drynage.

2. Pelarut / solvent.

Pelarut harus dipilih yang lebih baik untuk pemisahan campuran padatan yang hanya dapat melarutkasn solute dengan baik dan viskositasnya rendah agar lebih mudah tersikulasi didalam proses. Umunya pada awal ekstraksi pada keadaan murni tapi setelah beberapa lama kosentrasi selalu didalam pelarut akan bertambah besar akibatnya rate ekstraksinya akan menurun, yang pertama oleh karena gradient kosentrasi berkurang dan yang kedua oleh karena larutan bertambah pekat. 3. Suhu Operasi.

Umunya kelarutan suatu solute (zat pelarut) yang diekstraksi akan bertambah dengan bertambahnya tinggi suhu dan juga menambah besar difusi jadi secara keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi namun demikian harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang diproses. Pelarut volatile kurang baik pada suhu tinggi karena volume pelarut berkurang selama proses ekstraksi, walaupun dipasang pendingin tegak sebab kelarutan solute dalam solvent sudah tertentu (pherry hand book).


(25)

4. Pengadukan.

Pengadukan yang makin kuat maka diffuse akan meningkat dan tahanan perpindahan massa pada permukaan partikel selama proses leaching berlangsung maka berkurang. Dengan pengadukan perpindahan zat terlarut dari permukaan partikel ke dalam pelarut bertambah cepat. Dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.

II. 5.2 Proses Ekstraksi Buah Nanas

Ekstraksi adalah mengeluarkan enzim dari sel atau konsultuen selular untuk mengekstrak enzim diperlukan pengrusakan atau penghancuran dinding sel atau membran sel secara fisik, mekanik atau kimiawi. Alternatif lain mungkin hanya diperlukan pemisahan komponen dari dinding sel atau membran sel sehingga diharapkan akan membocor keluar. Untuk enzim ekstrak atau intra selular mungkin diperlukan untuk memodifikasi medium liquid atau cair untuk menyempurnakan disosiasi.

II.6 Landasan Teori

Dalam pembuatan eksrak kasar buah nanas perlu diperhatikan dalam proses pemisahan yaitu bagian – bagian yang tidak larut yang masih ada di dalam filtrat disentrifug dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit pada suhu 40oC. diperoleh filtrat yang mengandung ekstrak kasar enzim bromelin.

Menurut Winarno (1995) hampir semua enzim mempunyai aktifitas optimal pada suhu 35 – 40oC dan denaturasi mulai terjadi pada suhu 45oC.

Pengertian hidrolisis menurut Kirk – Otherm,1967 adalah proses pemecahan suatu senyawa menjadis senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan molekul air (H2O).

Pengertian hidrolisis menurut Fessenden dan Fessenden, 1958 adalah merupakan proses pemecahan ikatan suatu senyawa oleh molekul air (H2O). Jenis hidrolisis ada 5 macam yaitu :


(26)

1. Hidrolisis murni, proses hanya melibatkan air. Dimana proses ini hanya melibatkan reaksi dengan molekul air (H2O) saja. Pada proses ini air tidak dapat menghidrolisis secara efektif karena reaksi berjalan dengan lambat. Oleh karena itu hidrolisis murni jarang digunakan dalam industri. Hidrolisis ini biasanya hanya untuk senyawa – senyawa yang sangat reaktif dan reaksinya dapat dipercepat dengan memakai uap air.

2. Hidrolisis dengan larutan asam, menggunakan larutan asam sebagai katalis. Larutan asam yang digunakan dapat encer ataupun pekat seperti halnya H2SO4 atau HCl. Pada asam encer umumnya kecepatan reaksi sebanding dengan kosentrasi H+ tetapi sifat ini tidak berlaku untuk asam pekat.

3. Hidrolisis larutan basa, menggunakan larutan basa encer ataupun maupun pekat sebagai katalis. Basa yang digunakan umumnya adalah NaOH atau KOH. Selain berfungsi sebagai katalis, larutan basa pada proses hidrolisis ini juga berfungsi untuk mengikat asam sehingga kesetimbangan akan bergeser kekanan.

4. Alkali Fusion, hidrolisis ini dapat dilakukan tanpa menggunakan air pada suhu tinggi, misalnya dengan menggunakan NaOH padat. Pemakaian dalam industri biasanya untuk maksud tertentu seperti untuk proses peleburan dan untuk menghidrolisis bahan – bahan selulosa.

5. Hidrosisis dengan enzim, proses hidrolisis ini dilakukan dengan

menggunakan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan adalah enzim proteolitik, karena enzim ini cepat untuk melembekkan daging (Groggins,1985).

Hidrolisis yang digunakan untuk memecah protein sangat efektif bila digunakan hidrolisis enzim. Hidrolisis enzim adalah proses hidrolisis yang menggunakan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan adalah enzim proteolitik, diantaranya adalah enzim papain, enzim bromelin, dan enzim fisin.


(27)

Limbah ikan + enzim bromelin pupuk cair (N, P, K)

Dalam proses hidrolisis memerlukan pengadukan agar tidak terjadi pengendapan pada saat proses hidrolisis berlangsung serta pengaduk juga berfungsi sebagai alat untuk mempercepat proses hidrolisis.

Kandungan bromelin pada tanaman nanas merupakan salah satu jenis enzim protease sulfhidril yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino. Bromelin ini berbentuk serbuk amori dengan warna putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau khas.. Suhu optimum enzim bromelin adalah 50°C - 80°C.

II.7 Hipotesa

Limbah ikan mengandung berbagai nutrien yang merupakan komponen penyusun pupuk organik. Dengan proses hidrolisis limbah ikan sesuai variabel yang dijalankan akan menghasilkan pupuk organik dengan kandungan unsur N, P, K yang memenuhi standart FAO. Dimana proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu hidrolisis dan konsentrasi enzim.


(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Bahan – bahan yang digunakan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah ikan yang tingkat kesegarannya sudah tidak layak lagi untuk digunakan sebagai bahan pangan untuk manusia maupun hewan. Ikan tersebut merupakan limbah ikan basah yang dibuang oleh pedagang ikan di pasar ikan kota Sidoarjo.

Bahan bantu yang digunakan berupa ekstrak kasar buah nanas

sebagai sumber enzim bromelin. Dan juga aquadest sebagai pelarut.

III.2 Alat yang digunakan

1. Kompor listrik. 2. Labu leher tiga. 3. Termometer 4. Statif 5. Kondensor 6. Pengaduk 7. Kertas saring 8. Corong.


(29)

III.3 Gambar dan susunan alat

III.3.1 Proses penghancuran limbah

Keterangan gambar : 1. Blender.

III.3.2 Proses Hidrolisis

1

2 7

6

1

3 9

5

4


(30)

Keterangan gambar : 1. Kompor listrik. 2. Labu leher tiga. 3. Termometer. 4. Statip. 5. Kondensor. 6. Air masuk. 7. Air keluar. 8. Motor pengaduk. 9. Impeler

III. 4 Variabel

Kondisi yang ditetapkan :

 Berat limbah ikan : 100 gr

 pH : 7

 Pengadukan : 200 rpm

 Suhu proses : 50-80oC

Peubah :

 Konsentrasi : 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%

 Waktu : 2, 4, 6, 8, dan 10 jam

III.5 Metodelogi Penelitian

III.5.1 Pembuatan ekstrak buah nanas :

Langkah – langkah pembuatan ekstrak buah nanas yaitu melalui beberapa proses yaitu pemilihan bahan, pengupasan, pencucian, pemotongan, penghancuran, dan penyaringan.


(31)

1. Pemilihan

Buah nanas dipilih yang sudah tua namun tidak terlalu matang karena enzim bromelin banyak terdapat pada buah nanas yang tidak terlalu matang.

2. Pengupasan

Kulit nanas dikupas dan mata nanas dibersihkan. 3. Pencucian

Nanas yang sudah dikuliti dan dibuang mata kulitnya kemudian dicuci agar rasa gatal yang biasanya dari mata nanas dapat menjadi hilang.

4. Pemotongan

Nanas dipotong menjadi 4 apabila akan diparut dan dipotong kecil – kecil apabila akan diblender.

5. Pemarutan atau pemblenderan

Nanas diparut atau diblender sampai halus dengan penambahan air 1 : 1. Fungsi penambahan air yaitu untuk mengatur konsentrasi ekstrak kasar buah nanas.

6. Penyaringan

Nanas yang sudah diparut / diblender akan mengeluarkan air. Air dan ampasnya dipisahkan dengan cara disaring. Penyaringan pertama dengan saringan lubang agak besar agar ampas dan saringan mudah terpisah sedangkan penyaringan kedua dengan kain supaya air nanas bersih dari ampasnya.

7. Centrifuge

Air nanas yang sudah bersih dari ampas kemudian di centrifuge untuk mengambil ekstrak kasar buah nanas.

8. Penentuan variabel

Ekstrak kasar yang diperoleh ditimbang dalam erlemeyer sebanyak 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari berat limbah ikan.


(32)

Pembuatan ekstrak buah nanas :

Buah nanas muda

Pengupasan

Pemotongan

Pencucian

Ekstrak kasar sebagai enzim Bromelin

Penghancuran

penyaringan

Centrifuge

Ampas Cairan


(33)

III.5.2 Tahap pengolahan hidrolisis limbah ikan.

1. Timbang 100 gr limbah ikan yang sudah di cuci bersih untuk menghilangkan kotoran – kotoran.

2. Kemudian di haluskan dan tambahkan aquades dengan

perbandingan 1 : 1.

3. Lakukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 90 – 95oC. 4. Setelah itu didinginkan sampai mencapai suhu kurang lebih 50oC. 5. Ekstrak kasar buah nanas ditambahkan dengan kosentrasi sesuai

variable yang dijalankan.

6. Proses hidrolisis berlangsung pada suhu 50-80oC dengan waktu sesuai variable yang dijalankan.

7. Hasil hidrolisis di tampung dan diperoleh komponen pupuk organik.

8. Analisa komponen N,P, dan K

Analisa Komponen Fosfor

1. Reagent :

Spectroquant Phosphorus-Test (PMB), Cat. No. 1.14848.0001 Oxisolv decompotition reagent, Cat. No. 1. 12936.0030 Microwave Digestion Unit MW 500, Cat. No. 1. 14672.0001 Digestion basic Set, Cat. No. 1. 14613.0001

2. Persiapan Sample

Dalam tabung Digestion 10 ml sample dicampur (pH 5-9), yang mana sample tersebut mempunyai nilai COD 1200 mg/l dengan 2 sendok reagent Oxisolv kemudian dilakukan pemanasan pada 500 Watt microwave selama 65 detik. Setelah 5 menit habis pendinginan dilakukan pengocokan dalam tabung sampai larutan bersih dan tidak berwarna.

Analisa Komponen Kalium

1. Reagent :

CAL- Larutan ekstraksi : Melarutkan 15,4 gr kalium laktat dan 7,9 kalsium acetate dan dicampurkan dengan 300 ml air dan


(34)

dimasukkan dalam Volumetrik flask dan tambahkan 17,9 ml asam acetate 100% GR.

2. Persiapan Sample

Menimbang sample sebanyak 5 gr dan dibuat larutan sebesar 300 ml, kemudian ditambahkan 100 ml larutan ekstraksi. Kocok selama 90 menit. Filter ekstrak tersebut dengan filter suling dan ambil filtrat sebanyak 10 ml serta menjaga pH filtrate 5-7 dengan 32% larutan NaOH.

3. Analisa Fosfor

Analisa yang dipakai dengan metode SQ 18 photometer dengan parameter dibawah ini :

- Metode : Pottasium

- Batasan peengukuran : 5 - 35

- Satuan : mg/l

- Waktu reaksi : 5 + 0 menit

- Cell : 16 mm

- Panjang gelombang : 690 nm

- Kalibrasi : faktor

- Evaluasi : linear

- Factor : 40,7

Analisa Nitrogen

Titrasi formaldehid sesuai dengan Official Methods Of Analysis Of AOAC International, 17th Edition, volume I, 2000, butir 2.4.08. Titrasi formaldehid sesuai dengan ISO 3332, first edition – 1975-07-15, Ammonium Sulphate for Industrial use – Determination of ammoniacal nitrogen content – Titrimetic methode destilation.

9. Uji komponen


(35)

Tahap pengolahan hidrolisis limbah ikan :

100 gr limbah ikan

Penghancuran

Pemanasan 15 menit (90 - 95oC)

Pendinginan ± 50oC

Penambahan ekstrak kasar buah nanas (20%,40%,60%,80%,100%)

Hidrolisis (2, 4, 6, 8, dan 10) jam

Analisa komponen pupuk organik

( N, P, dan K ) Penambahan aquadest 1:1

Uji hasil komponen pupuk N, P, dan K pada tanaman


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Bahan Baku ( limbah ikan )

Limbah ikan dianalisa terlebih dahulu kadar N, P dan K sebelum dilakukan proses Hidrolisis. Hasil analisa kadar N, P dan K dalam limbah ikan adalah sebagai berikut :

IV.1.1 Tabel Hasil Analisa Kadar N, P dan K awal

(Lab. Instrumentasi UPN “Veteran” JAWA TIMUR)

IV.2 Proses Hidrolisis

Setelah persiapan bahan baku berupa limbah ikan yang telah dihaluskan serta peralatan yang sudah siap digunakan, selanjutnya dilakukan proses Hidrolisis dengan penambahan enzim bromelin untuk memecah atau merombak komponen N, P, dan K yang terkandung dalam limbah ikan. Hasil analisa yang didapat untuk kadar N, P, dan K setelah Hidrolisis adalah sebagai berikut :

Sampel Komponen Kadar (% berat)

N 64.78 P 49.39 Limbah ikan


(37)

IV.2.1 Tabel Hasil Analisa Kadar N

NO KOMPONEN WAKTU KONSENTRASI

ENZIM KADAR (%)

1 N 2 JAM 20% 37,939

2 N 2 JAM 40% 39,21

3 N 2 JAM 60% 45,89

4 N 2 JAM 80% 42,23

5 N 2 JAM 100% 40,98

6 N 4 JAM 20% 39,099

7 N 4 JAM 40% 39,34

8 N 4 JAM 60% 41,6

9 N 4 JAM 80% 38,1

10 N 4 JAM 100% 37,317

11 N 6 JAM 20% 40,563

12 N 6 JAM 40% 43,11

13 N 6 JAM 60% 45,6

14 N 6 JAM 80% 41,21

15 N 6 JAM 100% 37,1

16 N 8 JAM 20% 29,375

17 N 8 JAM 40% 30,563

18 N 8 JAM 60% 33,9

19 N 8 JAM 80% 29,54

20 N 8 JAM 100% 23,7

21 N 10 JAM 20% 46,2

22 N 10 JAM 40% 48,021

23 N 10 JAM 60% 46,2

24 N 10 JAM 80% 39,221

25 N 10 JAM 100% 37,6


(38)

Grafik IV.2.1 Pengaruh konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis terhadap kadar N

Pada grafik IV.2.1 diketahui bahwa kadar N dari waktu hidrolisis 2, 4, 6, 8, 10 jam pada konsentrasi enzim 20, 40, 60% mengalami peningkatan dan pada konsentrasi enzim 80, 100% dengan semua waktu hidrolisis, mengalami penurunan karena proses pembiakan telah berhenti. Sel-selnya sudah mati dan dilanjutkan proses pemecahan.

Kadar N optimal terjadi pada konsentrasi enzim 60% dan dan waktu hidrolisis 10 jam sebesar 46,2% berat. Hal ini disebabkan karena komponen N terhidrolisis secara sempurna pada kondisi tersebut.


(39)

IV.2.2 Tabel Hasil Analisa Kadar P

NO KOMPONEN WAKTU KONSENTRASI

ENZIM KADAR (%)

1 P 2 JAM 20% 13,171

2 P 2 JAM 40% 14,54

3 P 2 JAM 60% 15,32

4 P 2 JAM 80% 13,87

5 P 2 JAM 100% 12,65

6 P 4 JAM 20% 14,838

7 P 4 JAM 40% 15,02

8 P 4 JAM 60% 17,886

9 P 4 JAM 80% 13,08

10 P 4 JAM 100% 12,276

11 P 6 JAM 20% 11

12 P 6 JAM 40% 12,91

13 P 6 JAM 60% 13,38

14 P 6 JAM 80% 11,43

15 P 6 JAM 100% 11,004

16 P 8 JAM 20% 12,528

17 P 8 JAM 40% 14,04

18 P 8 JAM 60% 17,81

19 P 8 JAM 80% 15,67

20 P 8 JAM 100% 14,534

21 P 10 JAM 20% 8,855

22 P 10 JAM 40% 10,84

23 P 10 JAM 60% 12,826

24 P 10 JAM 80% 11,63

25 P 10 JAM 100% 10,435


(40)

Grafik IV.2.2 Pengaruh konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis terhadap kadar P

Pada grafik IV.2.2 diketahui bahwa kadar P dari waktu hidrolisis 2, 4, 6, 8, 10 jam pada konsentrasi enzim 20, 40, 60% mengalami peningkatan dan pada konsentrasi enzim 80, 100% dengan semua waktu hidrolisis, mengalami penurunan karena proses pembiakan telah berhenti. Sel-selnya sudah mati dan dilanjutkan proses pemecahan.

Kadar P optimal terjadi pada konsentrasi enzim 60% dan dan waktu hidrolisis 4 jam sebesar 17,881% berat. Hal ini terjadi karena komponen P terhidrolisis secara sempurna pada kondisi tersebut.


(41)

IV.2.3 Tabel Hasil Analisa Kadar K

NO KOMPONEN WAKTU KONSENTRASI

ENZIM KADAR (%)

1 K 2 JAM 20% 11,688

2 K 2 JAM 40% 13,34

3 K 2 JAM 60% 15,5

4 K 2 JAM 80% 14,11

5 K 2 JAM 100% 13,965

6 K 4 JAM 20% 11,6

7 K 4 JAM 40% 11,653

8 K 4 JAM 60% 12,14

9 K 4 JAM 80% 11,236

10 K 4 JAM 100% 10,833

11 K 6 JAM 20% 10,086

12 K 6 JAM 40% 11,647

13 K 6 JAM 60% 13,209

14 K 6 JAM 80% 11,609

15 K 6 JAM 100% 10,01

16 K 8 JAM 20% 12,78

17 K 8 JAM 40% 13,728

18 K 8 JAM 60% 16,14

19 K 8 JAM 80% 14,791

20 K 8 JAM 100% 14,3

21 K 10 JAM 20% 10,041

22 K 10 JAM 40% 11,035

23 K 10 JAM 60% 14,402

24 K 10 JAM 80% 13,536

25 K 10 JAM 100% 12,67


(42)

IV.2.3 Grafik Pengaruh konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis terhadap kadar K

Pada grafik IV.2.3 diketahui bahwa kadar P dari waktu hidrolisis 2, 4, 6, 8, 10 jam pada konsentrasi enzim 20, 40, 60% mengalami peningkatan dan pada konsentrasi enzim 80, 100% dengan semua waktu hidrolisis, mengalami penurunan karena proses pembiakan telah berhenti. Sel-selnya sudah mati dan dilanjutkan proses pemecahan.

Kadar K optimal terjadi pada konsentrasi enzim 60% dan dan waktu hidrolisis 8 jam sebesar 16,14% berat. Hal ini terjadi karena komponen K terhidrolisis secara sempurna pada kondisi tersebut.


(43)

IV.3 Uji Komponen N, P dan K pada Tanaman

IV.3.1 Tabel Hasil Uji Komponen N, P dan K Terhadap Tanaman Cabe dengan membandingkan dengan tanaman cabe yang tidak memakai pupuk

Tanaman Memakai Pupuk

Minggu Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Jumlah Buah

1 2 3

2 5 4

3 11 7

4 17,4 8

Tanaman tidak memakai Pupuk

Minggu Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun Jumlah Buah

1 2,5 3

2 4,5 3

3 6 4


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian pemanfaatan limbah ikan menjadi pupuk organik dapat disimpulkan yaitu :

Kualitas pupuk organik yang dihasilkan :

Kadar nutrien N (natrium) : 49,843%

Kadar nutrien P (phospor) : 17,886%

Kadar nutrien K (kalium) : 16,14%

V.2 Saran

Hasil penelitian yang kami lakukan sudah memenuhi standart FAO sehingga dapat digunakan pada tanaman. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sebaiknya para peneliti yang akan datang harus lebih cermat dalam menentukan waktu hidrolisis karena dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh atau dengan menambahkan dengan katalisator lainnya agar diperoleh hasil yang maksimal.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Rinema, W.J.,1983,“Pupuk Dan Cara Pemupukan“, Bharata Karya Aksara : Jakarta

Winarno, F.G., 1995,“Enzim Pangan“. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Rivana Siltje,2006,“Laporan Penelitian Pemanfaatan Pati Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pati Berkation Dengan Proses Hidrolisis“,

Surabaya : Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Jonh M deman,1997, Kimia Makanan, edisi kedua, penerbit ITB, Bandung.

http://rocky16amelungi.wordpress.com/2009/09/14/vi-manfaat-nanas/ http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/krupuk_ikan/pendahuluan.asp

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=oai:www.digilib.br awijaya.ac.id:JIUBRA020000652&q=Kesehatan


(46)

LAMPIRAN

Tidak memakai Pupuk

Minggu ke - 1 Minggu ke - 2


(47)

Tanaman Memakai Pupuk

Minggu ke-1 Minggu ke-2


(48)

Pupuk Organik

Waktu hidrolisis 2 jam


(49)

Waktu hidrolisis 6 jam


(50)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Rinema, W.J.,1983,“Pupuk Dan Cara Pemupukan“, Bharata Karya Aksara : Jakarta

Winarno, F.G., 1995,“Enzim Pangan“. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Rivana Siltje,2006,“Laporan Penelitian Pemanfaatan Pati Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pati Berkation Dengan Proses Hidrolisis“, Surabaya : Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Jonh M deman,1997, Kimia Makanan, edisi kedua, penerbit ITB, Bandung.

http://rocky16amelungi.wordpress.com/2009/09/14/vi-manfaat-nanas/ http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/krupuk_ikan/pendahuluan.asp

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=oai:www.digilib.br awijaya.ac.id:JIUBRA020000652&q=Kesehatan


(2)

LAMPIRAN

Tidak memakai Pupuk


(3)

Tanaman Memakai Pupuk

Minggu ke-1 Minggu ke-2


(4)

Pupuk Organik

Waktu hidrolisis 2 jam


(5)

Waktu hidrolisis 6 jam


(6)