Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman Pada Restoran Hotel di Kabupaten Badung.

(1)

SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP

HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN PADA

RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG

KRISNADI RAHMANU NIM.1116051070


(2)

ii

SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP

HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN PADA

RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG

KRISNADI RAHMANU NIM. 1116051070

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP

HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN PADA

RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

KRISNADI RAHMANU NIM. 1116051070


(4)

iv

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 18 JANUARI 2016

PEMBIMBING I

Dr. I Made Sarjana, SH., MH NIP. 19611231 19860 1001

PEMBIMBING II

Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH., M.Kn NIP. 19820421 200912 2004


(5)

SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 18 MARET 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor 0207/UN14.4E/IV/PP/2016 Tanggal 23 Februari 2016

Ketua : Dr. I Made Sarjana, SH., MH ( )

(19611231 19860 1001)

Sekretaris : Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH., M.Kn ( )

(19820421 200912 2004)

Anggota : Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum ( )


(6)

vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertuis diacu didalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga

Denpasar, 18 Januari 2016 Yang menyatakan


(7)

KATA PENGANTAR

Atas berkat, rahmat dan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, Maka dapatlah Penulisan tugas akhir yang berjudul, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT PENYIMPANGAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN PADA RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG”, diselesaikan dengan baik dan lancar. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum (S-1) di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan, bimbingan, arahan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH. Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH., MH., Pembantu Dekan II Fakultas


(8)

viii

5. Bapak A.A Ngurah Oka Parwatha, SH., M.Si., Ketua Program Ekstensi

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

6. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan SH., MH., Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

7. Bapak Dr. I Made Sarjana SH., MH., Dosen Pembimbing I yang telah

banyak memberikan petunjuk, bimbingan dan saran yang berguna dalam penyusunan tugas akhir ini;

8. Ibu Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH., M.Kn., Dosen Pembimbing II yang

telah meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun tugas akhir ini;

9. Bapak I Made Mudana, Staff Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan

Kabupaten Badung yang telah bersedia memberikan informasi sehingga tugas akhir penulis dapat terselesaikan dengan baik;

10.Para Dosen dan Asisten di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang

telah membimbing dan mendidik penulis selama menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

11.Staff Pegawai Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu

dalam penyelesaian administrasi selama penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

12.Keluarga besar terutama orang tua, kakak, adik yang penuh kesabaran dan

kasih sayang serta memberikan dukungan, nasehat dan semangat dalam penyelesaian penelitian dan studi ini;


(9)

13.Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan semangat, motivasi, nasehat dan bantuan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini (Sitta, Via, Dayu Agung, Dayu Gita, Citos, Adyt, Bama, Krisnata, teman-teman angkatan 2011 kelas XX);

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis berusaha dengan segenap kemampuan dan pengetahuan agar dapat memaparkan permasalahan diangkat secara terarah dan sistematis. Namun dengan kemampuan yang terbatas, penulis menyadari bahwa hasil ini jauh dari sempurna baik dalam teknis penulisan maupun materi yang dikaji, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi dunia pendidikan serta dapat dijadikan bahan kajian yang berarti.

Denpasar, 18 Januari 2016


(10)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4. Orisinalitas ... 8

1.5. Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1. Tujuan Umum ... 10

1.5.2. Tujuan Khusus... 11

1.6. Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1. Manfaat Teoritis ... 11


(11)

1.7. Landasan Teoritis ... 11

1.8. Metode Penelitian ... 14

1.8.1. Jenis Penelitian ... 14

1.8.2. Sifat Penelitian ... 15

1.8.3. Jenis Pendekatan ... 15

1.8.4. Data dari Sumber Data ... 16

1.8.5. Teknik Pengumpulan Data ... 16

1.8.6. Teknik Pengumpulan Sampel Penelitian... 17

1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL 2.1. Pengawasan 2.1.1. Pengertian Pengawasan ... 19

2.1.2. Fungsi Pengawasan ... 22 2.2. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman

2.2.1. Pengertian Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman 24


(12)

xii

2.3. Pengertian Restoran Hotel 31

BAB III PENERAPAN PENGAWASAN TERHADAP HIGIENE

SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN PADA RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG

3.1. Mekanisme Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman ... 33

3.2. Pelaksanaan Pengawasan terhadap Higiene Sanitasi makanan

dan minuman pada Restoran Hotel di Kabupaten Badung .. 38

BAB IV PENYIMPANGAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN

MINUMAN PADA RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG

4.1 Unsur-unsur penyimpangan Higiene Sanitasi Makanan dan

Minuman ... 45

4.2 Hambatan yang dialami didalam melaksanakan Pengawasan

Higiene Sanitasi makanan dan minuman pada Restoran Hotel di Kabupaten Badung ... 51

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 57 5.2 Saran... 58 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR INFORMAN


(14)

xiv ABSTRAK

Higiene Sanitasi Makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, minuman, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Dewasa ini masih banyak pelaku usaha yang belum menyadari akan pentingnya penerapan program Higiene Sanitasi ini. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan dalam mengawasi higiene sanitasi daripada rumah makan dan restoran. Salah satunya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang mengawasi pelaksanaan program Higiene Sanitasi Makanan di Kabupaten Badung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pentingnya promgram Higiene Sanitasi Makanan dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang Higiene Sanitasi Makanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris yang digunakan dalam usaha melakukan penelitian langsung ke lapangan dan mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa hambatan terhadap Higene Sanitasi Makanan dikarenakan faktor biaya yang masih dikenakan kepada setiap pelaku usaha yang ingin menjalankan program ini dan belum adanya peraturan yang mengikat dengan tegas bahwa program Higiene Sanitasi ini wajib dijalankan.


(15)

ABSTRACT

Food Sanitation Hygiene factor is control of food , drinks , people, places and equipment that may or may lead to illness or other health problems. Today there are still many businesses are not aware of the importance of implementing this program Sanitation Hygiene . District Health Office / City has the authority to oversee hygiene and sanitation than eating houses and restaurants . One is the Badung Health Agency which oversees the implementation of the Food Sanitation Hygiene program in Badung . The purpose of this research is to know and understand the importance promgram Food Sanitation Hygiene and regulations governing the Food Sanitation Hygiene . The method used in this research is juridical empirical method used in the conduct of business directly to the field of research and study by the legislation in force in the community .

From this research it is known that the resistance against the Food Sanitation Higene due to the cost factor that is charged to every business that wants to run this program and the lack of regulations that bind strongly that this Sanitation Hygiene program shall run.


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan kesehatan baik jasmani

maupun rohani.1 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2012 tentang Pangan (selanjutnya disebut Undang-Undang Pangan), keamanan pangan diartikan sebagai kondisi atau upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dan kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan.

Penggunaan bahan makanan yang berlebihan akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan manusia. Maka dari itu disinilah masyarakat harus fokus terhadap lingkup kesehatan makanan, makanan yang masuk dalam perhatian bidang kesehatan adalah mengusahakan makanan tidak mengandung zat atau bahan yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Makanan yang sehat adalah makanan yang mengandung gizi yang seimbang dan mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh kita untuk tumbuh dan berkembang. Makanan ini seharusnya memiliki kandungan gizi yang banyak, dan kandungan tersebut antara lain karbohidrat, mineral, protein,

1

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, h.169


(17)

vitamin, dan lemak tak jenuh dalam jumlah yang sedikit saja.2 Gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu perlu pelayanan terhadap gizi yang berkualitas pada individu

dan masyarakat.3 .

Pengawasan produk dan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan perlu diintensifkan, mengingat masih banyak ditemukan pangan yang tidak aman untuk dikonsumsi. Pengawasan yang intensif dan berkualitas perlu didukung oleh sumber daya yang kompeten. Keamanan makanan dan minuman di Indonesia masih jauh dari keadaan aman, yang dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang terjadi belakangan ini, seperti yang terajadi di Kabupaten Badung pada tahun 2014 terdapat 2 kasus keracunan makanan di Restoran Hotel di kawasan Kuta. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat kasus ini menjadi sebuah penelitian guna mengatahui bagaimana pelaksanaan pengawasan yang dapat diberikan kepada

konsumen terhadap keamanan pangan. “Dalam kondisi demikian, konsumen pada

umumnya belum memperdulikan atau belum mempunyai kesadaran tentang keamanan makanan dan minuman yang mereka konsumsi, sehingga belum banyak menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman, hal ini


(18)

3

Substandar di era global, semakin mudah beredarnya produk pangan dari dalam dan

luar negeri yang masuk ke pasar domestik. Tidak menutup kemungkinan, produk pangan ini kadarluasa, mengandung atau terkontaminasi bahan berbahaya dan bahan tambahan pangan yang dilarang (seperti formalin, borax, rodhamin B, methanyl yellow). Sebagai gambaran, mari perhatikan jajanan anak sekolah, contohnya pada pangan olahan tahu, bakso, mie basah, dan ikan. Sungguh menarik untuk dikonsumsi berbagai aneka macam bentuk dan warna pangan yang dikemas secara sederhana ini. Tapi bagaimana konsumen tahu pangan mana yang aman dan sehat? Bermula dari upaya menekan biaya produksi, pelaku usaha kecil menengah tidak jarang menggunakan alternatif bahan baku dari bahan berbahaya dengan harga relatif murah. Bahkan dengan memanfaatkan keterbatasan informasi pada label dan rendahnya daya beli konsumen, terdapat oknum pelaku usaha yang masih memperjualbelikan pangan yang tidak sesuai dengan standar yang sudah di tentukan. Tentu hal ini sangat meresahkan karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L). Untuk itu, jadilah konsumen cerdas, yaitu yang mengerti akan hak dan kewajibannya, kritis terhadap produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan perlindungan konsumen, dapat menjadi mitra pemerintahan dalam mengawasi kegiatan peredaran produk pangan di pasar domestik dan memahami akses pemulihan haknya. Sementara bagi pelaku usaha, persaingan global yang semakin ketat menuntut diproduksinya pangan yang lebih bermutu dan aman. Tentu ini merupakan peluang bagi produk-produk pangan


(19)

lokal untuk dapat bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri.”5 Makanan haruslah dikelola dengan baik dan benar agar memenuhi persyaratan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Pengelolaan makanan yang baik dan benar pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip higiene dan sanitasi makanan dalam setiap tahapannya mulai dari penyiapan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, pengolahan, penyimpanan makanan matang, pendistribusiannya sampai dengan penyajian makanan itu sendiri. Disamping itu peralatan yang digunakan dan penjamah makanan yang mengolah makanan tersebut juga menjadi perhatian. Dengan pengelolaan makanan yang baik dan benar, peralatan yang memenuhi syarat, serta penjamah makanan yang sehat dan didukung dengan fasilitas sanitasi yang memadai, maka kualitas makanan yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan akan makanan sehat dan aman bagi masyarakat khususnya makanan siap saji. Jadi yang dimaksud higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau

gangguan kesehatan lainnya.6

Hukum perlindungan konsumen saat ini mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan namun pelaku usaha juga


(20)

5

mempunyai hak dan kewajiban. Adapun peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen dan tentang makanan yang memiliki manfaat untuk menjadi

landasan hukum bagi aparat pemerintahan dalam menindak lanjuti

pelanggaran/penyimpangan yang dilakukan oleh produsen/distributor dan agar dapat menjadi sebuah pedoman yang wajib ditaati oleh masyarakat. Pada pasal 30 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen) disebutkan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan kosumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sebagai konsumen

maupun pelaku usaha sebagai produsen. Perlindungan Konsumen (consumer

protection), berarti membahas tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika. Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen, Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini berwenang melakukan pengawasan terhadap ketersediaan dan/atau kecukupan pangan pokok yang aman, bergizi, dan terjangkau


(21)

bagi masayarakat dan persyaratan keamanan pangan, mutu pangan, dan gizi pangan serta persyaratan label dan iklan. Pemerintah juga menyelenggarakan program pemantauan, evaluasi, dan pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan oleh pelaku usaha. Hal ini sudah diatur didalam Undang-Undang Pangan. Pemerintah haruslah gencar didalam pemberian penyuluhan bagaimana mengolah makanan yang higienis sehingga layak untuk dijual dan dikonsumsi masyarakat. Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam mengawasi Higiene Sanitasi adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan mengawasi higiene sanitasi dari para pengelola pangan yang salah satunya adalah restoran hotel. Restoran hotel adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya. Setiap restoran haruslah memiliki setifikat laik higiene sanitasi restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota hal ini diatur didalam pasal 2 KEPMENKES RI No. 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran (selanjutnya disebut KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran).


(22)

7

restoran. Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang memiliki kewenangan dalam mengawasi higiene sanitasi daripada rumah makan dan restoran yang berada di Kabupaten Badung.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan 2 (dua) permasalahan :

1. Bagaimana penerapan pengawasan terhadap Higiene Sanitasi makanan dan

minuman pada Restoran Hotel di Kabupaten Badung?

2. Apa sajakah hambatan yang dialami didalam melaksanakan pengawasan

Higiene Sanitasi makanan dan minuman?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Di dalam penulisan skripsi ini, agar pembahasannya tidak jauh menyimpang, maka masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya. Skripsi ini akan membahas tentang bagaimana instansi pemerintah mengawasi makanan dan minuman di restoran hotel berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada di Indonesia dan akan membahas bagaimana perlindungan konsumen terhadap makanan yang beredar di dalam masyakarat jika distributor melakukan kecurangan terhadap makanan yang dibuat, atau tidak sesuai dengan kualitas yang sudah ada di Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia.


(23)

1.4. Orisinalitas

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul PELAKSANAAN

PENGAWASAN TERHADAP HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN

MINUMAN PADA RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG adalah

sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi refrensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

No Judul Skripsi Penulis Rumusan masalah

1. PERLINDUNGAN

KONSUMEN TERHADAP BAHAN-BAHAN KIMIA

BERBAHAYA

PADA MAKANAN

(Studi Komprasi

Hukum Islam dan

Undang-Undang

Risma Qumilaila

(Mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)

1. Bagaimana

perlindungan konsumen

terhadap penggunaan

bahan kimia berbahaya pada makanan menurut

hukum islam dan

UUPK?

2. Apakah Sanksi bagi

pelaku penggunaan


(24)

9

3. Bagaimanakah

persamaan dan

perbedaan dalam kedua system hukum tersebut?

2. PENGAWASAN

DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS TERHADAP

KUALITAS AIR

MINUM USAHA

DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (Tinjauan

Yuridis Pasal 10

Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor

736/MENKES/PER/V Theo Karismajaya (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman Purwokerto)

1. Bagaimanakah

bentuk pengawasan

Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyumas

terhadap kualitas air minum usaha depot air minum isi ulang?

2. Bagaimanakah Penyelesaian hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak usaha depot air minum isi ulang berdasarkan pasal 10 Peraturan Menteri


(25)

I/2010) Kesehatan Republik Indonesia Nomor 736/MENKES/PER/VI/ 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kesehatan Air Minum?

1.5. Tujuan Penulisan

1.5.1 Tujuan Umum

Secara umum yang menjadi tujuan dibuatnya skripsi ini adalah untuk melatih diri dalam usaha membuka pikiran ilmiah secara tertulis serta untuk memenuhi tugas akhir kuliah atau skripsi di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui lebih jauh peranan pemerintahan dalam pengawasan makanan demi terjaganya kesehatan masyarakat, dan mengetahui apakah dasar hukum yang melindungi masyarakat sudah sesuai dengan apa yang sudah dibuat.


(26)

11

1.6. Manfaat Penulisan

1.6.1 Manfaat Teoritis

Seluruh hasil penulisan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah bahan penelitian kembali bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan refrensi pada perpustakaan.

1.6.2 Manfaat Praktis

Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar serta melakukan penelitian bagi mahasiswa demi mengetahui praktek hukum di dalam masyarakat secara langsung

1.7. Landasan Teoritis

Pemberian Perlindungan hukum tidak akan pernah lepas dari negara hukum. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Menurut Moh.

Kusnadi dan Harmaily Ibrahim yang dimaksud negara hukum adalah : “Negara yang

berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya”.7 Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan pancasila.

Perlindungan hukum terdiri dari dua bentuk yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.

7

Moh. Kusnardi dan Harmaily Y. Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, hal.155


(27)

1. Perlindungan Hukum Preventif

Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan.

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran.

Selain itu juga digunakan teori penegakan hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto. Beliau menyatakan, secara konsepsial inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negative atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan dengan


(28)

13

eratnya, yang merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.

Faktor-faktor tersebut adalah:8

 Hukum (undang-undang)

 Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum

 Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

 Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan

 Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia didalam pergaulan hidup

Dalam Ketentuan pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diuraikan, bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu:

1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.

8

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5


(29)

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan daalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi rumah makan dan restoran, Higiene Sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor pangan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

1.8. Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian


(30)

15

metode dengan melakukan penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan

kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi.9

1.8.2 Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan fakta (the fact approach) dan

pendekatan perundang-undangan (the statue approach). Pendekatan fakta adaalah

pendekatan yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian berupa data-data dan wawancara langsung pada suatu instansi atau lembaga yang menjadi obyek penelitian dan pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang dikaji. Dapat disimpulkan di sini penulis ingin melakukan pendekatan terhadap perlindungan konsumen tentang pengawasan makanan yang beredar pada konsumen yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dan instansi pemerintahan yang bersangkutan lainnya.

1.8.3 Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan didalam penulisan skripsi ini adalah sifat penelitian deskriptif yaitu penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau menentukan penyebaran suatu gejala, demikian pula untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain di dalam masyarakat.

9


(31)

1.8.4 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.

2. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,

hasil-hasil penelitian, yang berwujud laporan dan sebagainya.10

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penulisan skripsi ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian normatif maupun dalam penelitian hukum empiris. Karena meskipun aspeknya berbeda namum keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan teknik wawancara merupakan teknik yang lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada respodem maupun informan.


(32)

17

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan didalam penulisan

skripsi ini adalah Teknik Non Probability Sampling. Adapun yang dimaksud Teknik

non probability sampling yaitu setiap unit atau manusia tidak mempunyai kesempatan

yang sama untuk dipilih sebagai sampel.11 Bentuk dari teknik non probability

sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Quota Sampling. Quota Sampling

merupakan suatu proses penarikan sampel dengan memperhatikan sampel yang paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri tertentu

yang menarik perhatian peneliti.12

1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan didalam penulisan ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif diterapkan dalam suatu penelitian yang sifatnya eksploratif dan deskriptif. Dalam hal ini data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata (narasi), data sukar diukur dengan angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi. Hubungan antar variable tidak jelas, sampel lebih bersifat non

probabilitas, dan pengumpulan data meggunakan pedoman wawancara.13

11

ibid, h.103

12

Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.86

13


(33)

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

2.1 Pengawasan

2.2.1 Pengertian Pengawasan

Pengawasan secara umum merupakan serangkaian kegiatan yang diawali pengamatan kasat mata, pengujian, penelitian dan survey terhadap barang atau jasa yang beredar di pasar, guna memastikan kesesuaian barang dan atau jasa dalam memenuhi standar mutu produksi barang dan atau jasa, pencantuman label, klausula baku, cara menjual, pengiklanan, serta pelayanan purna jual barang dan atau jasa. Pengawasan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pengawasan berkala dan pengawasan khusus. Pengawasan berkala adalah pengawasan barang dan/atau jasa yang diberlakukan dalam waktu tertentu dan dilaksanakan secara terprogram. Sementara itu pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan pada laporan pengaduan konsumen dan/atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadya Masyarakat (LPKSM). Pengawasan khusus merupakan tindak lanjut dari hasil pengawasan berkala yang memerlukan penanganan secara cepat atau


(34)

19

adanya pengawasan dapat membantu melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan untuk mecapai tujuan yang sudah direncanakan. Pengawasan di dalam pemerintahan memiliki beberapa bentuk, yaitu :

a. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan Preventif berkaitan dengan pengesahan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu. Semua Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah memerlukan pengesahan. Selama pengesahan belum diperoleh, Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan belum berlaku dan pengawasan ini dilakukan melalui sebelum pekerjaan dimulai. Contohnya pengawasan terhadap rencana kerja dan rencana anggaran. Sedangkan pengawasan represif dapat berbentuk penangguhan berlaku atau pembatalan. Suatu Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang sudah berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat dapat ditangguhkan atau dibatalkan, karena bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya. Pengawasan ini dilakukan melalui pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat dan meminta laporan pelaksanaan.

b. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam suatu organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pimpinan dari suatu organisasi tersebut. Sedangkan pengawasan ekstern adalah pengawasan yang


(35)

dilakukan oleh aparat dari luar organisasi. Misalnya pengawasan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

c. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri langsung di tempat yang akan diawasi. Sedangkan pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang hanya mempelajari hasil dari laporan-laporan yang diterima dari pelaksanaan pengawasan baik secara lisan maupun secara tertulis.

Kegiatan pengawasan makanan dan minuman yang dilaksanakan di Kabupaten Badung berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung No. 42 tahun 2014 tanggal 20 Januari 2014 tentang pembentukan Tim Pengawas dan Pengendalian Makanan dan Kesehatan Makanan Hasil Produksi Rumah Tangga (RT) di Kabupaten Badung adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan Inventerisasi, Pembinaan, Pengawasan, dan Penyuluhan terhadap

tempat Pengelolaan Makanan dan Minuman (TPM) seperti : restoran/rumah makan, pedagang keliling, pedagang kaki lima, warung makan, jasaboga dan sejenisnya guna mewujudkan TPM yang memenuhi syarat kesehatan.


(36)

21

3. Melaksanakan kegiatan lintas program dalam pembinaan Industri Rumah

Tangga.15

2.2Fungsi Pengawasan

Di Pemerintahan fungsi pengawasan seharusnya memberikan suatu tujuan tercapainya pemerintahan yang baik dan berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemerintah yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Badung didalam mengawasi makanan dan minuman di restoran hotel. Mekanisme pengaturan fungsi secara intern dilakukan oleh pemerintah daerah yang diatur didalam pasal 218 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi :

(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh

pemerintah yang meliputi :

a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah

b. Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh

aparat pengawas intern pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan dan untuk mencapai tujuan dari pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan

15

Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2014, Laporan Hasil Kegiatan Program Penyehatan Lingkungan, Badung, h.5


(37)

berpedoman pada rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah. Dengan demikian pengawasan itu sangat penting dalam melaksanakan pekerjaan dan

tugas pemerintahan. Pengawasan diadakan dengan maksud :16

a. Mengawasi berjalannya suatu kegiatan;

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan dan mengadakan pencegahan agar tidak

terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru;

c. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program seperti yang telah

ditentukan.

Pokok tujuan pengawasan dapat dikatakan untuk membandingkan antara pelaksanaan dan rencana serta instruksi yang telah dibuat untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan, atau kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja dan untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.

Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dalam mengawasi Makanan dan Minuman memiliki maksud dan tujuan agar :


(38)

23

2. Mengidentifikasi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan program

kesehatan lingkungan;

3. Mengidentifikasi potensi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang akan

dihadapi pada masa-masa mendatang dalam pelaksanaan program;

4. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah berdasarkan potensi yang ada di

lingkungan Dinas Kesehatan maupun dengan memanfaatkan potensi lintasi sektor.17

2.2. Higiene Sanitasi makanan dan minuman

2.2.1. Pengertian Higiene Sanitasi makanan dan minuman

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan kesehatan baik jasmani

maupun rohani.18 Keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting yang harus

diperhatikan dalam konsumsi sehari-hari. Dengan demikian, sesungguhnya pangan selain harus tersedia dalam jumlah yang cukup, harga yang terjangkau, juga harus memenuhi persyaratan lain, yaitu sehat, aman, dan halal. Jadi, sebelum pangan tersebut didistribusikan harus memenuhi persyaratan kualitas, penampilan dan cita rasa. Pangan tersebut harus benar-benar aman untuk dikonsumsi, artinya pangan tidak

17

Seksi penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, op.cit, h.1

18


(39)

boleh mengandung bahan berbahaya seperti cemaran pestisida, logam berat, mikroba pantogen ataupun tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kepercayaan ataupun keyakinan masyarakat misalnya tercemar bahan berbahaya.

Salah satu persyaratan pengolahan makanan yang baik dan benar adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi makanan. Prinsip prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman adalah teori praktis tentang pengetahuan, sikap dan perilaku manusia dalam mentaati asas kesehatan, asas kebersihan, dan asas keamanan dalam menangani makanan. Proses pengolahan makanan berjalan melalui beberapa tahapan pengolahan mulai dari penerimaan bahan mentah, pencucian, peracikan, pemasakan, sampai menjadi makanan yang siap santap. Dengan pengolahan makanan yang baik dan benar akan menghasilkan

makanan yang bersih, sehat, aman, bermanfaat serta tahan lama.19 Higiene adalah

upaya kesehatan dengan cara seperti memelihara dan melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang


(40)

25

tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna. Jadi higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan. Untuk mengetahui apakah faktor tersebut dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan perlu diakukan analisis.

Adapun aspek pokok dari higiene sanitasi makanan dan minuman yang mempengaruhi terhadap keamanan Makanan dan Minuman yaitu :

1. Kontaminasi

Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan.

2. Keracunan

Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak higienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba, atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah higiene dan sanitasi makanan.

3. Pembusukan

Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan baik sebagaian atau seluruhnya pada makanan, dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki sebagai akibat pematangan


(41)

alam (maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau sebab lain.

4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang

akibatnya akan berdampak kepada konsumen.20

2.2.2. Persyaratan Higiene Sanitasi makanan dan minuman

Berdasarkan KEPMENKES tentang Persyaratan Higiene Sanitasi, tempat pengelolaan makanan (TPM) haruslah memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Lokasi

Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan pencemar banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau) bahan padat (sampah, serangga, tikus).

2. Kontruksi

Secara umum kontruksi dan rancangan bangunan harus aman dan memenuhi peraturan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang


(42)

27

Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/laik higiene sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.

4. Tata ruang

Pembagian ruang untuk jasaboga, restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan, dan ruang administrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.

5. Lantai

Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak mudah lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat miring kea rah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta mudah untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air ada dipasang dengan rapi.

6. Dinding

Permukaan dinding harus rata dan halus, bewarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah/retak.

7. Atap dan Langit-langit

Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.


(43)

8. Pintu dan Jendela

Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri dan membuka ke arah luar. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat yang dapat dibuka dan dipasang.

9. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan.

10.Ventilasi/Penghawaan

Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara

28oC-32oC. sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan

tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi (perubahan uap air atau benda gas menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik embun) uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.

11.Ruangan Pengolahan Makanan

Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan


(44)

29

12.Fasilitas Pencucian dan Peralatan Bahan Makanan

Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 2 (dua) bak pencuci yaitu untuk merendam, dan membilas

13.Tempat Cuci Tangan

Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun antara bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.

14.Air Bersih

Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman penyakit. Untuk air biasanya harus direbus terlebih dahulu.

15.Jamban dan Peturasan

TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia. Plumbing adalah teknologi pemipaan dan peralatan yang menyediakan penyediaan air bersih dan membuang air bekas (kotor).


(45)

2.3 Pengertian Restoran Hotel

Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud apabila ditunjang dengan keadaan higiene dan sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat. TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan restoran. Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman tersebut adalah faktor lokasi dan bagunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasite serta bahan-bahan yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan.

Berdasarkan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitas Rumah Makan dan Restoran, restoran hotel adalah salah satu jenis usaha pangan yang


(46)

31

Restoran, disebutkan bahwa setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam ketentuan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik higiene sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Adapun tata cara untuk memperoleh sertifikat laik higiene sanitasi rumah makan dan restoran, diatur didalam KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran tertanggal 31 Juli 2003. Untuk memperoleh sertifikat laik higiene sanitasi rumah makan dan restoran, pengusaha harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.


(1)

alam (maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau sebab lain.

4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang

akibatnya akan berdampak kepada konsumen.20

2.2.2. Persyaratan Higiene Sanitasi makanan dan minuman

Berdasarkan KEPMENKES tentang Persyaratan Higiene Sanitasi, tempat pengelolaan makanan (TPM) haruslah memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Lokasi

Lokasi TPM harus jauh dan terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh bahan pencemar banjir, udara (debu, asap, serbuk, bau) bahan padat (sampah, serangga, tikus).

2. Kontruksi

Secara umum kontruksi dan rancangan bangunan harus aman dan memenuhi peraturan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Keamanan yang berlaku, seperti memenuhi undang-undang dan sesuai dengan peruntukan wilayahnya.

3. Halaman

20


(2)

Halaman TPM diberi papan nama perusahaan yang mencantumkan nomor pendaftaran/laik higiene sanitasi makanan di tempat yang mudah dilihat.

4. Tata ruang

Pembagian ruang untuk jasaboga, restoran dan rumah makan minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan, dan ruang administrasi. Setiap ruangan mempunyai batas dinding untuk memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan dihubungkan dengan pintu.

5. Lantai

Lantai dibuat sedemikian rupa sehingga selalu bersih, kering, tidak mudah rusak, tidak mudah lembab, tidak ada retakan atau celah tidak licin dan tahan terhadap pembersihan yang berulang-ulang. Dibuat miring kea rah tertentu dengan kelandaian yang cukup (1-2%) sehingga tidak terjadi genangan air, serta mudah untuk dibersihkan. Untuk itu bahannya harus kuat, rata, kedap air ada dipasang dengan rapi.

6. Dinding

Permukaan dinding harus rata dan halus, bewarna terang dan tidak lembab dan mudah dibersihkan. Untuk itu dibuat dari bahan yang kuat, kering, tidak menyerap air, dipasang rata tanpa celah/retak.

7. Atap dan Langit-langit

Atap dan langit-langit berfungsi sebagai penahan jatuhnya debu dan kotoran lain, sehingga tidak mengotori makanan yang sedang diolah. Atap tidak boleh bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang serangga dan tikus.


(3)

8. Pintu dan Jendela

Pintu di ruangan memasak harus dapat ditutup sendiri dan membuka ke arah luar. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah harus dilengkapi dengan kawat yang dapat dibuka dan dipasang.

9. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan disetiap ruang kerja harus cukup terang untuk melakukan pekerjaan.

10.Ventilasi/Penghawaan

Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Suhu nyaman berkisar antara

28oC-32oC. sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan

tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi (perubahan uap air atau benda gas menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik embun) uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.

11.Ruangan Pengolahan Makanan

Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, tempat buang air kecil dan kamar mandi harus dibatasi dengan dinding atau ruangan antara.


(4)

12.Fasilitas Pencucian dan Peralatan Bahan Makanan

Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. Bak pencucian peralatan sedikitnya terdiri dari 2 (dua) bak pencuci yaitu untuk merendam, dan membilas

13.Tempat Cuci Tangan

Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun antara bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.

14.Air Bersih

Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan makanan. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990. Air bersih secara fisik adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bebas kuman penyakit. Untuk air biasanya harus direbus terlebih dahulu.

15.Jamban dan Peturasan

TPM harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat kesehatan serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia. Plumbing adalah teknologi pemipaan dan peralatan yang menyediakan penyediaan air bersih dan membuang air bekas (kotor).


(5)

2.3 Pengertian Restoran Hotel

Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang disediakan di luar rumah, maka produk-produk makanan yang disediakan oleh perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan untuk kepentingan umum haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal ini hanya dapat terwujud apabila ditunjang dengan keadaan higiene dan sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dipelihara secara bersama oleh pengusaha dan masyarakat. TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan restoran. Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman tersebut adalah faktor lokasi dan bagunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus dan parasite serta bahan-bahan yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan.

Berdasarkan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitas Rumah Makan dan Restoran, restoran hotel adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat di sebagian bangunan hotel yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya. Didalam ketentuan pasal 2 ayat (1) KEPMENKES tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan


(6)

Restoran, disebutkan bahwa setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam ketentuan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) rumah makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik higiene sanitasi rumah makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Adapun tata cara untuk memperoleh sertifikat laik higiene sanitasi rumah makan dan restoran, diatur didalam KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran tertanggal 31 Juli 2003. Untuk memperoleh sertifikat laik higiene sanitasi rumah makan dan restoran, pengusaha harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.