ANALISIS STRATEGI KEMITRAAN UNTUK PENGEMBANGAN PASAR DOMESTIK PUPUK PETROGANIK.

(1)

2

ANALISIS STRATEGI KEMITRAAN

UNTUK

PENGEMBANGAN PASAR DOMESTIK

PUPUK PETROGANIK

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Magister

PROGRAM STUDI

MAGISER MANAJEMEN

oleh :

EKO SETIJONO

NPM : 0661020004

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

SURABAYA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kehendak-Nya maka Tesis dengan judul “Analisis Strategi Kemitraan untuk Pengembangan Pasar Domestik Pupuk Petroganik” dapat selesai dengan baik.

Atas selesainya tesis ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Teguh Soedarto, MP selaku Pembimbing Utama dan Bapak Ir. Andi Subroto, MM selaku Pembimbing Pendamping yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Surabaya Jawa Timur. 2. Direktur, Ketua Program, Bapak / Ibu Dosen Pascasarjana beserta staf

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Surabaya Jawa Timur.

3. Para Manajer dan Staf PT Petrokimia Gresik serta para pimpinan / investor pabrik Pupuk Petroganik yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data.

4. Rekan-rekan masiswa yang telah banyak memberikan dukungan moril.

Secara khusus penulis sampaikan kepada kedua orang tua kami tercinta, istri dan anak-anak tercinta, Wiwin Oetami, Ayom, Yayi, Amsal atas pengertian dan doanya.

Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan rmanfaat sumbangan keilmuan khususnya bidang manajemen strategik bagi semua pembaca yang membutuhkan.


(3)

Eko Setijono, NPM 066 102 0004, ANALISIS STRATEGI KEMITRAAN UNTUK PENGEMBANGAN PASAR DOMESTIK PUPUK PETROGANIK. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP sebagai Pembimbing Utama dan Ir. Andi Subroto, MM sebagai Pembimbing Pendamping.

RINGKASAN

Setiap satuan bisnis perlu mengidentifikasi dan menilai berbagai pilihan strategi yang tersedia. Penelitian ini bertujuan menganalisis Strategi Kemitraan untuk Pengembangan Pasar Domestik Pupuk Petroganik yang saat ini dilakukan oleh PT Petrokimia Gresik. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi variabel-variabel dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang menjadi kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (Threat). Penelitian ini bersifat exploratory (penyelidikan) dan dianalisa menggunakan analisis deskriptif yang terdiri atas Matriks TOWS dan Matriks Internal – Eksternal. Pengumpulan data primer melalui kusioner kepada para manajer dan staf yang terkait langsung dengan pengembangan pupuk Petroganik serta para pemilik / investor pabrik Petroganik di daerah yang sudah beroperasi secara komersial. Pengambilan sampel dengan simpel random sampling sebanyak 25 responden. Hasil analisis disimpulkan sebagai berikut :

1. Faktor internal dan eksternal; meliputi kekuatan adalah : citra produk dan perusahaan, jaringan distribusi yang luas, pabrik dekat bahan baku dan pasar, kualitas produk, bahan baku melimpah dan murah, dukungan dari Pemerintah Kabupaten setempat, dan keunikan produk.; kelemahan meliputi : teknologi mudah ditiru, perlu energi dalam jumlah besar, pengawasan mutu kurang, kegiatan promosi kurang, ketrampilan manajerial beda, respon tanaman tidak segera nampak, dan motivasi kerja yang bervariasi; peluang meliputi : produk ramah lingkungan, potensi pasar cukup besar, kemitraan sebagai bentuk sinergis, membantu pengembangan UKM, akses pasar lebih mudah, risiko kegagalan relatif kecil, dan harga jual lebih kompetitif; sedangkan ancamannya meliputi : persepsi negatif terhadap kinerja investor, banyak produk substitusi, pupuk an-organik disubsidi, berkurangnya minat calon investor, ketidakpercayaan konsumen terhadap mutu produk, kekawatiran UKM terhadap pengembangan pupuk organik, dan isue bahan baku sumber flu burung.

2. Persepsi para investor terhadap program kemitraan yang dilakukan oleh PT Petrokimia Gresik saat ini sangat positif.

3. Strategi alternatif yang dapat dilaksanakan untuk Pengembangan pasar domestik pupuk Petroganik melalui model kemitraan adalah Strategi agresif / Strategi SO (Strategi Strength Opportunities), yaitu strategi memanfaatkan kekuatan yang dimilliki perusahaan untuk menangkap peluang yang ada, melalui : market penetration, market development, product development, forward integration, backward integration, dan horizontal integration.

Dalam penelitian ini posisi strategi yang diambil berada pada kuadran 1 merupakan situasi yang sangat menguntungkan, namun disarankan untuk mengurangi beberapa


(4)

1

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

RINGKASAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………... 8

1.3. Tujuan Penelitian ………... 9

1.4. Manfaat Penelitian ……….. …………... 9

BAB II TELAAHAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ………... 10

2.2. Landasan Teori ...………... 18

2.2.1. Konsep Strategi ... 18

2.2.1.1. Tahap-tahap Penyusunan Strategi ... 21

2.2.1.2. Tingkatan strategi ... 22

2.2.1.3. Jenis Strategi Bisnis ... 24

2.2.2. Kerjasama Kemitraan ... 26

2.2.2.1. Bentuk-bentuk Strategi Kemitraan .... 29


(5)

2

2.2.3. Strategi Pengembangan Pasar ... 39

2.2.4. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Strategi ... 44

2.2.5. Pupuk Petroganik ... 46

2.2.6. Analisis Strategis ... 50

2.2.7. Analisis Lingkungan ... 52

2.2.7.1. Analisis Lingkungan Eksternal ... 53

2.2.7.2. Analisis Lingkungan Internal ... 55

2.2.8. Teknik Analisis dan Diagnosis Lingkungan ... 57

2.2.8.1. Metode EFE Matrix dan IFE Matrix .. 61

2.2.8.2. Analisis Matrix TOWS atau Matriks SWOT ... 65

2.2.8.3. Analisis Matriks Internal – Eksternal 66

2.3. Kerangka Konseptual ...………... 68

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 69

3.2. Populasi dan Sampel ... ………... ... 69

3.3. Sumber dan Metode Pengumpulan Data ..…... 70

3.4. Metode Analisis ... 72

3.4.1. Analisis Matriks TOWS ... 72

3.4.2. Analisis Matriks Internal – Eksternal ... 73

3.5. Definisi Operasional ... 74

BAB IV. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Letak Geografis Perusahaan ... 79


(6)

3

4.2.2. Misi ... 80

4.3. Sejarah Singkat ... 80

4.4. Struktur Organisasi ... 81

4.5. Kegiatan Produksi ... 81

4.6. Fasilitas Pendukung ... ... 83

4.6.1. Dermaga dan Fasilitasnya ... 83

4.6.2. Pembangkit Tenaga Listrik ... 84

4.6.3. Unit Penjernihan Air ... . 84

4.6.4. Unit Pengolahan Limbah ... 85

4.6.5. Sarana Distribusi . ... 86

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Matriks IFE ... 87

5.2. Matriks EFE …………... 89

5.3. Matriks TOWS …………... 91

5.4. Matriks Internal – Eksternal …………... 95

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 103

6.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA .………... 106


(7)

4

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Model Proses Manajemen Strategis yang

Komprehensif ... 22

2.2. Tingkatan Strategi dalam Perusahaan …………... 24

2.3. Matriks Vektor Pertumbuhan Ansoff ... 41

2.4. Proses Analisis Kasus ... 51

2.5. Analisis SWOT ...…………... 59

2.6. Kerangka Kerja Analisis Perumusan Strategi ... 60

2.7. Matrik SWOT ... ………... 65

2.8. Matriks IE (Internal – Eksternal) ... 66

2.9. Model Penelitian ... 68

3.1. Kerangka Alur Pemecahan Masalah ... 74

5.1. Matriks IE Strategi Kemitraan Pupuk Petroganik ... 98


(8)

5

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Perkembangan Produksi Beras Nasional ……….. 1

1.2. Perkembangan Investor Pabrik Petroganik ... 6

2.3. Luas Lahan di Indonesia berdasarkan Penggunaannya ... 46

2.4. Kelebihan dan kekurangan penggunaan pupuk an-organik dan pupuk organik ... 47

2.5. Harkat bahan organik, C-organik dan nisbah C/N pada tanah mineral ... 48

2.6. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik ... 50

2.7. Evaluasi Faktor Eksternal / EFE / EFAS ... 61

2.8. Evaluasi Faktor Internal / EFI / IFAS ... 62

5.1. Hasil Pembobotan Faktor Kekuatan dan Kelemahan ... 88

5.2. Hasil Pembobotan Faktor Peluang dan Ancaman .... 90

5.3. Matriks TOWS ... 92

5.4. Perbandingan Matriks Faktor-faktor Internal Persepsi Investor dan Seluruh Responden ... 96

5.5. Perbandingan Matriks Faktor-faktor Eksternal Persepsi Investor dan Seluruh Responden ... 97


(9)

6

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pengantar Kuesioner kepada Investor Pabrik Petroganik ... 110 2. Pengantar Kuesioner kepada Pejabat & Staf di Petrokimia

Gresik ... 111 3. Kuesioner ... 112 4. Struktur Organisasi PT Petrokimia Gresik ... 116 5. Pembobotan Faktor-faktor Kekuatan Kerjasama Kemitraan

PT Petrokimia Gresik dengan Investor ... 117 6. Pembobotan Faktor-faktor Kelemahan Kerjasama Kemitraan

PT Petrokimia Gresik dengan Investor ... 118 7. Pembobotan Faktor-faktor Peluang Kerjasama Kemitraan

PT Petrokimia Gresik dengan Investor ... 119 8. Pembobotan Faktor-faktor Ancaman Kerjasama Kemitraan

PT Petrokimia Gresik dengan Investor ... 120 9. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-faktor kekuatan

Kerjasama Kemitraan PT Petrokimia Gresik dengan Investor 121 10. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-faktor Kelemahan

Kerjasama Kemitraan PT Petrokimia Gresik dengan Investor 122 11. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-faktor Peluang

Kerjasama Kemitraan PT Petrokimia Gresik dengan Investor 123 12. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-faktor Ancaman


(10)

7

13. Menentukan Nilai Rating Faktor-faktor Kekuatan Strategi

kemitraan Pupuk Petroganik ... 125 14. Menentukan Nilai Rating Faktor-faktor Kelemahan

Strategi Kemitraan Pupuk Petroganik ... 126 15. Menentukan Nilai Rating Faktor-faktor Peluang Strategi

Kemitraan Pupuk Petroganik ... 127 16. Menentukan Nilai Rating Faktor-faktor Ancaman

Strategi Kemitraan Pupuk Petroganik ... 128 17. Matrik Pembobotan, Rating, dan Skor untuk Faktor-faktor

Internal Strategi Kemitraan Pupuk Petroganik ... 129 18. Matrik Pembobotan, Rating, dan Skor untuk Faktor-faktor

Eksternal Strategi Kemitraan Pupuk Petroganik ... 130 19. Penentuan Grand Total Analisis SWOT Penentuan


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan pertanian di Indonesia selama dua dasawarsa, terutama di sub-sektor tanaman pangan telah berkembang pesat, namun usaha untuk terus meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman pangan dihadapkan pada kenyataan terjadinya penurunan produktivitas lahan.

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Beras Nasional

TAHUN Produksi beras (000 Ton)

Produktivitas (Ton/ha)

Luas panen (000 ha)

2000 51.899 4,40 11.793

2001 50.461 4,39 11.415

2002 51.490 4,47 11.521

2003 52.138 4,54 11.477

2004 54.008 4,52 11.752

2005 54.151 4,57 11.839

2006 54.402 4,61 11.780

Sumber : Biro Pusat Statistik dalam Profil 60 tahun Pembangunan Ketahanan Pangan Indonesia dan

Beberapa penyebabnya adalah pada daerah tropis terjadi dekomposisi bahan organik lebih cepat dan diabaikannya peranan bahan organik sebagai penyubur tanah. Dengan merosotnya kesuburan tanah baik kimia dan fisik maupun biologi tanah menjadikan daya sangga, efisiensi pupuk, dan aktifitas mikroba menjadi menurun, apalagi pada


(12)

2

indeks pertanaman yang meningkat serta diangkutnya semua hasil panen, serta tidak dilakukannya rotasi tanaman. (Balai Penetian Tanah Bogor, 2006).

Menurut Adiningsih sebagian besar tanah di Indonesia yang telah diusahakan secara intensif berkadar bahan organik rendah ( < 2%) bahkan lebih dari 68 % kandungan bahan organiknya < 1%. Sebagai acuan bahwa susunan tanah mineral optimum dapat dikatakan memiliki tingkat kesuburan dan produktivitas yang baik harus mengandung bahan mineral 45 %, bahan organik 5 %, air 25 %, dan udara 25 %. Tindakan perbaikan lingkungan tumbuh dengan menggunakan pupuk organik seharusnya menjadi kebijakan umum yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum berbagai jenis pupuk anorganik diberikan agar efisiensinya meningkat serta menjaga kemantapan produksi tinggi serta melestarikan sumberdaya tanah.

Pupuk organik adalah adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, dan atau hewan yang telah mengalami rekayasa berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memasok bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Peraturan Mentan, No.2/Pert/HK.060/2/2006).

Pupuk organik merupakan salah satu komponen pupuk yang diperlukan untuk meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dalam meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Pengetahuan tentang peranan bahan organik tanah bagi produksi pertanian sudah lama dikenal, sebelum tahun limapuluhan


(13)

3

penggunaan pupuk organik relatif tinggi dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik, namun sejak itu, produksi pupuk anorganik berkadar tinggi seperti Urea, ZA, SSP (Single Super Phosphate), TSP, dan KCl semakin meningkat, sehingga perhatian terhadap pupuk organik berkurang. Meningkatnya intensitas tanam dan digunakannya varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan anorganik, penggunaan pupuk anorganik semakin besar, penggunaan pupuk organik sering diabaikan, sehingga petani hanya berharap pada pupuk anorganik yang pemakainnya semakin meningkat dan berkurang keefisienannya (Adiningsih, Sri dan Sri Rochayati 1993 dalam Puslittanak, 2001).

Menurut Kaplan (2000), untuk mencapai keberhasilan kompetitif, lingkungan abad informasi mensyaratkan adanya kemampuan baru yang harus dimiliki oleh perusahaan manufakturing maupun jasa. Kemampuan sebuah perusahaan untuk memobilisasi dan mengeksploitasi aktiva tak berwujudnya menjadi jauh lebih menentukan daripada melakukan investasi dan mengelola aktiva fisik yang berwujud.

Upaya mewujudkan visi ”menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya paling diminati oleh konsumen” , saat ini PT Petrokimia Gresik sedang mengembangkan dan memproduksi pupuk organik dengan merek dagang Petroganik.

Saat ini luas lahan sawah di Indonesia sekitar 8.123.850 ha, jika sebagian besar mempunyai bahan organik yang rendah, maka merupakan pasar potensial untuk pengembangan pasar pupuk Petroganik. Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan pasar dari David, F.R. (2004),


(14)

4

bahwa salah satu alasan yang dapat dijadikan patokan kapan strategi pengembangan pasar dapat diterapkan secara efektif, yaitu ketika ada pasar baru yang belum dimanfaatkan dan belum jenuh.

Menurut McDonald (1995), strategi yang digunakan untuk pengembangan pasar adalah : penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi. Strategi pengembangan mencakup internal dan ekternal. Ekspansi internal, mencakup usaha perusahaan untuk memperluas penjualan melalui peningkatan permintaan primer dan mendorong penggunaan baru untuk produk baru dalam daerah yang sama, hal ini sering dilakukan dengan perubahan harga dan promosi, sedangkan ekspansi eksternal dalam bentuk merger, penggabungan, atau kerjasama kemitraan dengan perusahaan lain untuk menambah efektifitas mereka dalam memasuki segmen-segmen baru (McDonald, 1995).

Bentuk kerjasama yang dikembangkan oleh PT Petrokimia Gresik dalam pengembangan pasar pupuk Petroganik secara umum mengarah kepada ekspansi eksternal, yaitu dengan dengan menjalin kerjasama kemitraan dengan para investor di daerah dalam bentuk memproduksi pupuk organik dengan merek, desain industri, dan formula dan/atau rahasia dagang pupuk Petroganik milik PT Petrokimia Gresik. Sebagai kompensasinya, mitra kerjasama wajib membayar fee kepada PT Petrokimia Gresik (Anonimous, 2006). Salah satu pertimbangan dalam pemilihan daerah pengembangan adalah dekat dengan sumber bahan baku dan daerah pemasaran.


(15)

5

Persaingan bisnis pada abad 21 ini menimbulkan dorongan besar untuk melakukan kerjasama di antara perusahaan. Kerjasama Strategis (Strategic Partnering) atau Perjanjian kerjasama antara dua atau lebih perusahaan independen dimaksudkan untuk menciptakan suatu keunggulan bersaing dengan cara mengkombinasikan kemampuan organisasi-organisasi. Persekutuan ini sangat penting untuk memperoleh jalan masuk ke pasar, menyediakan sumber-sumber keuangan, mendapatkan teknologi baru, membagi risiko, dan mendapatkan ketrampilan lain dan sumber daya yang melebihi kapasitas perusahaan tunggal. (Cravens, 1996).

Menurut Setia Tunggal (2006), bentuk kerjasama seperti itu dalam suatu bisnis dapat dikatakan sebagai franchising (waralaba), karena memiliki ciri-ciri dan karakteristik dasar : (a) Pewaralaba memiliki tradename (nama perniagaan), trade atau service mark (merek atau jasa dagang), patent, trade secret (rahasia dagang), dan know-how (pengetahuan); (b) Terwaralaba diijinkan untuk menggunakan hak-hak yang disebutkan di atas (a), biasanya dalam daerah tertentu, dan selama periode waktu tertentu; (c) Operasi usaha waralaba dibawah pengarahan pewaralaba melalui beberapa klausul tertentu dan kontrak waralaba; (d) Terwaralaba akan membayar royalty, dan sering disebut initial fee, untuk hak melakukan usaha di bawah nama dan system pewaralaba. Secara umum bentuk kerjasama produksi Pupuk Petroganik memenuhi keempat karakteristik dasar usaha franchising (Waralaba).


(16)

6

Strategi Kemitraan merupakan salah satu strategi aliansi yang sesuai dengan perkembangan bisnis pupuk Petroganik, hal ini dibuktikan dengan perkembangan jumlah investor Pabrik Petroganik sejak diresmikan oleh Menteri Negara BUMN Sugiarto pada tanggal 19 Desember 2005 sampai dengan saat ini (31 Mei 2007), berarti sampai saat ini usianya belum genap 2 tahun sudah menarik minat 35 investor, bahkan 9 investor sudah beroperasi secara komersial. Delapan investor tersebut semua berada di propinsi Jawa Timur, sehingga secara keseluruhan saat ini sudah ada 10 Pabrik Pupuk Petroganik. Satu pabrik berlokasi di Gresik yang dimiliki oleh Petrokimia Gresik, sedangkan delapan pabrik yang lain didirikan di Bojonegoro, Madiun, Magetan, Ngawi, Tulungagung, Malang, Nganjuk, dan Blitar menggunakan sistem kerjasama produksi dan pemasaran.

Tabel 1.2. Perkembangan investor Pabrik Petroganik

Tahun (jumlah unit)

No. Progres

2005 2006 2007*) Total (unit)

1 Operasi komersial 1 2 6 9

2 Pemasangan alat dilokasi - - 5 5

3 Fabrikasi alat selesai - - 5 5

4 Proses fabrikasi - - 3 3

5 Evaluasi permohonan/ MoU - - 13 13

Total 1 2 32 35

Keterangan : *) Posisi tanggal 31 Mei 2007

Sumber : Biro Pelayanan dan Komunikasi Produk – PT Petrokimia Gresik

Upaya pencapaian tingkat produktivitas pertanian yang tinggi dan berkesinambungan, maka pulihnya kembali lahan-lahan produktif adalah


(17)

7

penggunaan dan produksi pupuk organik memerlukan dukungan nyata dari berbagai pihak dalam mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang tersedia, baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM).

Penggalangan kebersamaan (kerjasama / kemitraan) yang mengarah kepada pengembangan model produksi, pemasaran, daya saing, dan kemitraan untuk memperoleh nilai tambah bagi perusahaan-perusahaan yang bermitra dalam menghadapi lingkungan yang semakin kompetitif (Freeman, Susan, et al., 2007), (Gulati, Ranjay, 1999), dan (Koza, Mitchell P. dan Ane Y. Lewin 1998), dalam proses pengembangan hasil produk sangat mutlak untuk dilaksanakan agar masing-masing perusahaan yang bermitra memperoleh manfaat yang optimal dari kemitraan antara lain : (a) meningkatkan produktivitas; (b) meningkatkan efisiensi; (c) jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas; (d) risk sharing; (e) sosial; dan (f) ketahanan ekonomi nasional.

Salah satu hambatan dalam pelaksanaan strategi adalah kurangnya umpan balik tentang pelaksanaan dan keberhasilan strategi, sebagian besar sistem manajemen dewasa ini menyediakan umpan balik hanya mengenai kinerja operasional jangka pendek, sangat sedikit atau bahkan tidak ada waktu yang digunakan untuk memeriksa indikator pelaksanaan dan keberhasilan strategi Kesenjangan ini mungkin disebabkan karena tidak mencukupinya informasi (Kaplan, 2000). Sedangkan kegagalan dalam kemitraan usaha sering disebabkan oleh karena fondasi dari kemitraan yang kurang kuat dan kurang didasari oleh


(18)

8

etika bisnis. Disamping itu juga akibat dari lemahnya manajemen dan penguasaan teknologi dari sumber daya manusia yang dimilki oleh usaha kecil.

Setiap satuan bisnis perlu segera mengidentifikasikan dan menilai berbagai pilihan strategi yang tersedia bagi masing-masing satuan bisnis. Beraneka ragam faktor harus diperhitungkan dalam melakukan analisis yang bersifat stratejik pada tingkat satuan bisnis sehingga terpilihnya satu alternatif tertentu diyakini merupakan keputusan yang paling tepat. Salah satu pendekatan sebagai instrumen untuk menilai berbagai faktor yang layak diperhitungkan dan yang ampuh apabila digunakan dengan tepat, yakni : Analisis ”SWOT”. Keampuhannya terletak pada kemampuannya untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan pemanfaatan peluang sehingga sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan berbagai peluang dan kendala tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

Analisis Strategi Kemitraan untuk Pengembangan Pasar Domestik Pupuk Petroganik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahannya adalah :


(19)

9

1. Faktor internal dan eksternal apa yang menentukan dalam strategi kemitraan untuk pengembangan pasar domestik pupuk Petroganik ?

2. Bagaimana persepsi investor / mitra kerjasama terhadap program kemitraan selama ini ?

3. Strategi apa yang bisa digunakan untuk pengembangan pasar domestik pupuk Petroganik dengan model kemitraan ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) untuk membangun kemitraan dengan efektif.

2. Mengidentifikasi persepsi investor /mitra kerjasama terhadap program kemitraan yang dilakukan.

3. Menentukan strategi alternatif untuk pengembangan pasar domestik pupuk Petroganik.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen PT Petrokimia Gresik dalam mengembangkan pasar pupuk Petroganik.

2. Memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya penelitian dalam bidang studi Manajemen Strategi.


(20)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

2. 1. Penelitian terdahulu

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu :

Todeva, Emanuela dan David Knoke (2005), dalam penelitian berjudul ”Strategic alliances and models of collaboration” diperoleh hasil bahwa : Strategic alliances developed and propagated as formalized interorganizational relationships. These cooperative arrangements represent new organizational formation that seeks to achieve organizational objectives better through collaboration than through competition. Yang berarti : Penyebaran dan perkembangan kemitraan strategis merupakan bentuk kerjasama antar organisasi. Bentuk kerjasama seperti ini menghadirkan formasi organisatoris baru untuk mencapai hasil yang lebih baik dengan bekerjasama dibandingkan melalui kompetisi.

Rich, Michael K. (2003), dalam penelitian berjudul ”Requirements for successful marketing alliances” diperoleh hasil bahwa : Research has shown that several critical factors must be considered if an alliance is to be proven effective in the marketplace. At the top of the list is compatibility between the two organizations involved. The corporate cultures should be somewhat compatible if the interface between the partners is to be effective. The bases of the alliance should center on knowledge transfer as the main reason for its continued operation. The linkages within the


(21)

11

alliance can be unusual and creative provided one of two objectives is pursued increased revenue or reduced cost. Yang berarti beberapa faktor kritis harus dipertimbangkan untuk menjalin kemitraan yang efektif meningkatkan pemasaran. Faktor utama adalah kecocokan antara kedua perusahaan yang terlibat. Budaya / kultur perusahaan sedikit banyak dapat dipertukarkan jika kemitraan diharapkan efektif. Dasar utama kemitraan agar dipusatkan pada alasan mengapa kemitraan perlu dilanjutkan dan kemitraan secara kreatif harus mampu mewujudkan salah satu dari tujuan bermitra yaitu peningkatan pendapatan atau mengurangi biaya

Segil, Larraine (2005). Dalam penelitian berjudul “Metrics to succesfully manage alliances” diperoleh hasil bahwa : Proactively managing alliances helps partners ensure value extraction, financial and non-financial. Development metrics and implementation metrics can help alliance stakeholders understand and plan for the stages of the alliance life cycle while considering their knowledge transfer. Yang berarti bahwa Secara proaktif mitra kerjasama harus memastikan mitra memperoleh nilai yang sesungguhnya, baik secara financial dan non financial. Matriks pengembangan dan matriks implementasi dapat membantu para mitra memahami dan merencanakan langkah-langkah menuju perkembangan kemitraan sambil mempertimbangkan perpindahan pengetahuan.

Gatignon & Xuereb (1997), dalam penelitian berjudul ”Strategic Orientation of the Firm and New Product Performance” diperoleh hasil bahwa: Innovation radicalness and differentiation for competitive


(22)

12

advantage are key to the successful marketing of new products. Yang berarti bahwa keradikalan inovasi dan deferensiasi untuk keunggulan kompetitif adalah kunci bagi pemasaran produk baru.

Wright et al. (1995), dalam penelitian berjudul “Strategic Orientations, Competitive Advantage, and Business Performance” dengan hasil : The result suggest that business with competitive advantage in this study seem to gain success through a number of different competencies – the more better. Having cultivated more numerous competencies, the businesses with dual emphasis have the best performance. Yang berarti bahwa usaha dengan keunggulan kompetitif dalam penelitian ini meraih keberhasilan melalui sejumlah kompetensi yang berbeda – yang lebih banyak dan lebih baik, dengan memiliki kompetensi yang lebih banyak, usaha dengan penekanan ganda (orientasi internal dan eksternal) memiliki kinerja terbaik:

Freeman, Susan, et al (2007), dengan judul penelitian “How Smaller Born-Global Firms Use Networka and Alliances to Overcome Constraints to Rapid Internationalization” dengan hasil : The small firms shared risks through strong partnerships and, in this sense, were "sheltered" from the full impact of their acceleration. Freeman, Edwards, and Schroder explain how smaller firms achieve rapid growth internationally through alliances with suppliers, distributors, and joint-venture partners and how these relationships change over time to meet the changing needs and circumstances. Yang berarti bahwa perusahaan kecil membagi risiko melalui partnerships dengan perusahaan yang lebih


(23)

13

kuat sehingga mampu mendorong akselerasi mereka, selanjutnya dijelaskan bagaimana perusahaan lebih kecil mencapai pertumbuhan yang lebih cepat secara internasional melalui kemitraan dengan para penyalur, distributor, dan usaha patungan mitra dan bagaimana hubungan ini mampu mengubah keadaan dan kebutuhan.

Gulati, Ranjay (1999), judul penelitian “Network location and Learning : The Influence of Network Resource and Firm Capabilities on Alliance Formation” hasilnya : This study also assesses the importance of firms capabilities with alliance formation and material resources as determinants of their alliance decisions. This study highlights the importance of network resources that firms derive from their embeddedness in networks for explaining their strategic behavior. Studi ini menilai pentingnya kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya material dan formasi kemitraan yang dijalankan serta menyoroti pentingnya memadukan kemitraan yang dijalankan dengan perilaku strategis mereka.

Koza, Mitchell P. dan Ane Y. Lewin (1998), dengan judul “The Co-Evaluation of Strategic Alliances” dengan hasil : The paper proposes a framework which view strategic alliances in the context of the adaptation choice of a firm. Strategic alliances, in this view, are embedded in a firm's strategic portfolio, and co-evolve with the firm's strategy, the institutional, organizational and competitive environment, and with management intent for the alliance. Specially, we argue that alliance intent may be described, at any time, as having either exploitation or exploration objectives. Yang


(24)

14

artinya : Paper ini memandang kemitraan strategis dalam konteks pilihan adaptasi suatu perusahaan. Kemitraan strategis, didalam pandangan ini melekat erat di dalam strategi perusahaan dalam menghadapi lingkungan yang semakin kompetitif agar dapat mengeksploitasi atau mengekplorasi tujuan atau sasaran perusahaan.

Nwogugu (2006), dalam penelitian berjudul “Decisions in Franchising” dengan hasil “Franchising has become a major business model (particularly in the retailing industry and hospitality industry), and has substantial effects on company strategy, growth and survival. Yang berarti bahwa Franchising telah menjadi model utama dalam bisnis (khususnya bisnis retail dan kesehatan), dan mempunyai pengaruh yang substantial pada strategi, pertumbuhan, dan tetap hidupnya perusahaan.

Floyd Callum & Graham Fenwick (1999), Judul penelitian “Toward a Model of Franchise System Development”, hasil penelitiannya : diperoleh model empat tahap pengembangan jaringan waralaba umum dengan pokok-pokok sebagai berikut : Tahap 1: Pengembangan Konsep; Tahap II: Pengembangan Usaha, dalam tahap ini, sebelum franchisor menjual jaringan waralabanya, ia harus menguji coba dan menyempurnakan format waralabanya terlebih dulu; Tahap III: Franchisee Pertama, ini adalah tahap yang paling kritis karena para pelaku bisnis ini sedang menuju ke arah kemandirian. Tahap IV (Final) : Ekspansi Waralaba.

Shane Scott & Chester Spell (2000), judul penelitian “Factors for New Franchise Success”, dengan hasil penelitian : Menyarankan bahwa


(25)

15

para peminat waralaba potensial sebaiknya secara hati-hati menyelidiki pewaralaba baru sebelum melakukan investasi.

Keterkaitan dengan penelitian terdahulu :

Todeva, Emanuela dan David Knoke (2005), dalam penelitian berjudul ”Strategic alliances and models of collaboration” diperoleh hasil bahwa : Bentuk kerjasama kemitraan mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan melalui kompetisi. Dalam kemitraan yang dilaksanakan oleh PT Petrokimia Gresik belum dapat dipastikan apakah model kerjasama memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kalau Petrokimia Gresik berkompetisi langsung tanpa menggandeng investor.

Rich, Michael K. (2003), dalam penelitian berjudul ”Requirements for successful marketing alliances” bahwa : beberapa faktor kritis harus dipertimbangkan untuk menjalin kemitraan yang efektif meningkatkan pemasaran. Faktor utama adalah kecocokan antara kedua perusahaan yang terlibat. Budaya / kultur perusahaan sedikit banyak dapat dipertukarkan jika kemitraan diharapkan efektif. Budaya / kultur perusahaan belum menjadi pertimbangan utama PT Petrokimia Gresik atau para investor dalam menjalin kemitraan. Pertimbangan utama dalam menjalin kemitraan semata-mata pertimbangan bisnis.

Segil, Larraine (2005). Dalam penelitian berjudul “Metrics to succesfully manage alliances” bahwa : Secara proaktif mitra kerjasama harus memastikan mitra memperoleh nilai yang sesungguhnya secara financial dan non financial. Dalam kemitraan yang dilakukan oleh PT


(26)

16

Petrokimia Gresik mitra kerjasama belum memperoleh kepastian nilai financial yang bakal diperoleh.

Gatignon & Xuereb (1997), dengan hasil bahwa keradikalan inovasi dan deferensiasi untuk keunggulan kompetitif adalah kunci bagi pemasaran produk baru. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut bahwa Pupuk Petroganik yang saat ini belum berusia 2 tahun telah menarik sedikitnya 34 investor yang berminat mengembangkan karena mempunyai : daya tarik sebagai hasil inovasi, deferensiasi, dan keunggulan kompetitif. Wright et al. (1995), dengan hasil bahwa usaha yang memiliki keunggulan kompetitif dalam penelitian ini meraih keberhasilan melalui sejumlah kompetensi yang berbeda, lebih banyak dan lebih baik, dengan memiliki kompetensi yang lebih banyak dan lebih baik, usaha dengan penekanan ganda (orientasi internal dan eksternal) memiliki kinerja terbaik. Kompetensi beda yang dimiliki Petroganik dibandingkan pupuk organik lain diantaranya adalah berbentuk butiran, kualitas yang terjamin, dan memiliki brand yang lebih dikenal oleh petani.

Freeman, Susan, et al (2007), Gulati, Ranjay (1999), dan Koza, Mitchell P. dan Ane Y. Lewin (1998), keterkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah bahwa strategi kemitraan merupakan salah satu strategi alternatif yang dapat ditempuh perusahaan untuk memperoleh nilai tambah bagi perusahaan-perusahaan yang bermitra dalam menghadapi lingkungan yang semakin kompetitif.

Nwogugu (2006), dengan hasil bahwa Franchising telah menjadi model utama dalam bisnis (khususnya bisnis retail dan kesehatan), dan


(27)

17

mempunyai pengaruh yang substantial pada strategi, pertumbuhan, dan tetap hidupnya perusahaan, dalam mengembangkan Petroganik, PT Petrokimia Gresik menjalin kerjasama kemitraan dengan investor di daerah.

Floyd Callum & Graham Fenwick (1999), hasil penelitiannya : diperoleh model empat tahap pengembangan jaringan waralaba umum dengan pokok-pokok sebagai berikut : Tahap 1: Pengembangan Konsep; Tahap II: Pengembangan Usaha; Tahap III: Franchisee Pertama; Tahap IV (Final) : Ekspansi Waralaba.

Pengembangan pupuk Petroganik, Petrokimia Gresik sudah sampai pada tahap ekspansi, namun belum melaksanakan tahapan-tahapan tersebut di atas secara tepat, seharusnya sebelum Petrokimia Gresik mengembangkan dan menjalin kerjasama dengan investor, seyogyanya sistem dan format kemitraan harus di uji coba dan disempurnakan terlebih dahulu, dokumentasi [tatacara operasional, kontrak dan prospektus bisnis], serta membentuk tim manajemen yang efektif.

Shane Scott & Chester Spell (2000), dengan hasil penelitian : Menyarankan bahwa para peminat waralaba potensial sebaiknya secara hati-hati menyelidiki pewaralaba baru sebelum melakukan investasi, prinsip kehati-hatian ini cenderung diabaikan oleh para investor Pabrik Petroganik, karena pertimbangan utama menjadi investor Petroganik lebih banyak dikarenakan nama besar Petrokimia Gresik sebagai salah satu produsen pupuk terlengkap di Indonesia.


(28)

18

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Konsep Strategi

Menurut Stoner, et al. dalam Tjiptono (1997), konsep strategi dapat didefinisi berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu (1) dari perspektif apa yang ingin dilakukan suatu organisasi dan (2) dari perpektif apa yang akhirnya dilakukan oleh suatu organisasi.

Berdasar perspektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan sebagi program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya, sedangkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggap atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi ini, setiap organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut tidak pernah dirumuskan secara eksplisit.

Menurut Kaplan (2000), dalam lingkungan yang terus berubah seperti saat ini, strategi baru dapat muncul dari pemanfaatan peluang dan dengan menanggapi ancaman yang tidak diantisipasi ketika rencana strategi awal dinyatakan. Persaingan global yang sengit menuntut agar perusahaan secara terus menerus meningkatkan kapabilitas penyerahan nilai tambah kepada para pelanggan dan pemegang saham.

Menurut David (2004), Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya.


(29)

19

Strategi juga mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang, paling tidak selama lima tahun, oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional dan dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan.

Menurut Siagian (2005), dengan berorientasi ke masa depan, para penentu strategi dengan sepenuhnya menyadari bahwa tidak semua peristiwa dan faktor yang berpengaruh pada implementasi strategi dapat diperkirakan dan diperhitungkan dengan tepat. Kenyataan demikian didasarkan pada benarnya “rumus” yang mengatakan bahwa “satunya kepastian tentang masa depan ialah ketidakpastian dan satu-satunya hal yang konstan di dunia adalah perubahan.”

Menurut Porter (1980), ada beberapa konsep untuk memasuki bisnis (usaha) baru, antara lain : menekan biaya produk, memasuki pasar dengan harga rendah, menawarkan produk yang unggul yang didefinisikan secara luas, menemukan celah (ceruk) baru, memperkenalkan inovasi pemasaran, dan membangun distribusi boncengan.

Strategi yang baik harus mencakup apa yang harus dikerjakan, dimana strategi tersebut akan diarahkan (industri atau pasar mana), dan bagaimana sumber daya dan aktivitas akan dialokasikan ke masing-masing pasar sesuai dengan kesempatan dan tantangan yang ada untuk memperoleh keunggulan bersaing. Untuk mencapai keberhasilan


(30)

20

kompetitif , menurut Kaplan (2000), perusahaan harus mengeksploitasi aktiva tak berwujudnya, sehingga perusahaan mampu :

 Mengembangkan hubungan dengan pelanggan untuk mempertahankan loyalitas dan memungkinkan berbagai segmen pelanggan dan wilayah pasar baru untuk dilayani secara efektif dan efisien;

 Memperkenalkan produk dan jasa inovatif yangdiinginkan oleh segmen yang dituju;

 Memproduksi produk dan jasa bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pelanggan dengan harga yang rendah dan dengan tenggang waktu (lead time) yang pendek;

 Memobilitasi kemampuan danmotivasi pekerja bagi peningkatan kemampuan proses, mutu, dan waktu tanggap (response times) yang berkesinambungan; dan

 Mengembangkan teknologi informasi, database, dan sistem.

Strategi menurut Glueck & Jauch (1998) adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.

Beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah alat yang dipakai oleh perusahaan untuk memenangkan persaingan dan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan konsep


(31)

21

penggunaan sumberdaya perusahaan yang paling efektif dalam situasi lingkungan perusahaan yang berubah.

2.2.1.1. Tahap-tahap penyusunan Strategi

Menurut Hariadi, B. (2005), model proses strategi manajemen pada dasarnya meliputi tiga langkah utama yang saling berkaitan. Pertama, perumusan strategi (strategy formulation), kedua, implementasi / pelaksanaan strategi (strategy implementation), ketiga, evaluasi dan pengendalian strategi (strategy control). Tiga langkah utama tersebut dapat dinyatakan lebih spesifik dalam langkah-langkah konkret sebagai berikut :

1. Menetapkan bisnis apa yang akan dijalankan perusahaan dan cita-cita atau harapan apa yang ingin dicapai pada masa depan. Langkah itu merupakan langkah pembentukan misi, misi, nilai-nilai yang akan dipatuhi dan menjadi pegangan karena diyakini kebenarannya (filosofi).

2. Menerjemahkan visi dan misi ke dalam suatu tujuan strategis yang terukur dan berbagai target kinerja yang harus dicapai.

3. Menyusun strategi yang tepat untuk mencapai tujuan dan target. 4. Menjalankan (implementasi) strategi yang terpilih dan melakukan

berbagai keputusan taktis dengan efisien dan efektif.

5. Melakukan evaluasi terhadap kinerja dan jika perlu melakukan berbagai penyesuaian terhadap arah, tujuan, strategi, dan


(32)

22

pelaksanaannya sesuai dengan situasi terbaru yang dihadapi perusahaan.

2.2.1.2. Tingkatan Strategi

Menurut Siagian (2005), dari berbagai organisasi bisnis, dapat dikatagorikan pada dua katagori utama, yaitu : organisasi yang hanya terlibat dalam satu bidang usaha dan organisasi bisnis yang terlibat dalam berbagai bidang usaha, jika suatu organisasi hanya terlibat pada satu bidang bisnis, maka strateginya hanya dua tingkat, yaitu : (a) strategi pada tingkat korporasi dan (b) Strategi yang sifatnya fungsional. Strategi pada

Sumber : David, F.R., Manajemen Strategis Konsep-Konsep, Indeks - Jakarta

Membuat pernyataa n visi dan misi Menetap kan tujuan jangka panjang Melakukan audit internal Membuat, mengevalu asi, dan memilih strategi Melaksana-kan strategi – Isu-isu Manajemen Melaksanak an strategi- Isu-isu pemasaran, Keuangan, Akuntansi, Litbang, SIM Mengukur dan mengevalu asi kinerja Melakukan audit eksternal Perumusan strategi Evaluasi strategi Umpan balik

Gambar 2.1. Model Proses Manajemen Startegis yang komprehensif Pelaksanaan


(33)

23

tingkat korporasi merupakan tanggung jawab sekelompok orang yang menduduki posisi manajerial puncak, sedangkan penentuan dan perumusan strategi fungsional diserahkan kepada para manajer yang bertanggung jawab atas satu fungsi tertentu seperti produksi, pemasaran, keuangan dan akunting, hubungan masyarakat dan lain sebagainya. Sedangkan organisasi yang terlibat dalam berbagai bidang kegiatan bisnis atau multi bisnis terdapat tiga tingkat strategi, yaitu :

1. Corporate Strategy (Strategi tingkat korporasi)

2. Business Level Strategy (Strategi tingkat bidang satuan bisnis) 3. Functional Strategy (Strategi tingkat fungsional)

Strategi tingkat korporasi, adalah strategi yang dirumuskan dan ditetapkan oleh kelompok orang yang menduduki jabatan manajer puncak mencakup semua kegiatan organisasi, termasuk dengan lingkungan eksternal.

Strategi pada tingkat bidang satuan bisnis, adalah strategi yang dirumuskan dan ditetapkan oleh para manajer yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola bisnis yang bersangkutan. Salah satu prinsip mendasar yang harus dipegang teguh oleh para manajer dibidang bisnis ialah strategi yang mereka rumuskan dan tetapkan harus digali dan diangkat dari strategi bisnis korporasi yang dutetapkan oleh manajemen puncak.

Strategi pada tingkat fungsional, adalah strategi yang bersifat inkremental karena para penanggung jawabnya hanya bertanggung jawab untuk merumuskan dan menetapkan strategi yang menyangkut bidang


(34)

24

fungsional tertentu dari satu bidang bisnis. Perbedaan tingktan ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut. .

2.2.1.3. Jenis Strategi Bisnis

Menurut David F. R (2004), ada enam belas jenis strategi bisnis, termasuk strategi umum Michael Porter yang kemudian dikelompokkan menjadi :

a. Strategi Integrasi yang terdiri dari (1) Integrasi kedepan, adalah upaya memiliki atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer; (2) Integrasi ke belakang, adalah strategi untuk mencoba memiliki atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok; (3) Integrasi horizontal, adalah strategi mencoba memiliki atau meningkatkan kendali perusahaan pesaing.

Gambar 1.2. Tingkatan Strategi dalam Corporate

Strategy Business Strategy

Functional Strategy

Divisi B Divisi A

Corporate Head Office

- R & D - SDM - Keuangan - Produksi - Pemasaran - Penjualan

- R & D - SDM - Keuangan - Produksi - Pemasaran - Penjualan

Sumber : Purnomo, S. H. Dan Zulkieflimansyah, 1996. Manajemen Strategi : Sebuah Konsep Pengantar.


(35)

25

b. Strategi Intensif yang terdiri dari (1) Penetrasi pasar, berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang sudah ada di pasar melalui usaha pemasaran yang gencar; (2) Pengembangan pasar, terdiri dari upaya memperkenalkan produk atau jasa ke wilayah geografis baru; (3) Pengembangan produk, adalah strategi yang berupaya meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. c. Strategi Diversifikasi meliputi : (1) Diversifikasi konsentris,

perusahaan menambah produk atau jasa baru, tetapi masih berkaitan; (2) Diversifikasi horisontal, jika perusahaan menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada; (3) Diversifikasi konglomerat, jika perusahaan menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait.

d. Strategi Defensif terdiri dari : (1) Rasionalisasi biaya, ketika perusahaan melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun; (2) Divestasi, adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi; (3) Likuidasi, adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara bertahap. Selanjutnya ada Usaha Patungan /Kemitraan yang merupakan strategi populer yang terjadi bilamana dua perusahaan atau lebih membentuk kemitraan atau konsorsium sementara dengan maksud untuk memanfaatkan suatu peluang.


(36)

26

e. Strategi umum Michael Porter meliputi : (1) Strategi Keunggulan biaya, menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untukkonsumen yang peka terhadap perubahan harga; (2) Diferensiasi, adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak peduli terhadap perubahan harga; (3) Fokus, berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

2.2.2. Kerjasama Kemitraan

Menurut Efendi, Rustam (1998), upaya pengembangan usaha kecil supaya mampu sejajar dengan usaha besar dan menengah, selalu dihadapkan pada permasalahan yang cukup banyak, permasalahan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu masalah intern dan masalah ektern. Berdasarkan pengelompokan tersebut permasalahan yang termasuk dalam katagori intern adalah : (a) rendahnya profesionalisme tenaga pengelolab usaha kecil; (b) keterbatasan pemodalan dan kurangnya akses terhadapperbankan dan pasar serta (c) kemampuan penguasaan teknologi yang masih kurang memadai. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok permasalahan ekstern yang dihadapi antara lain adalah : (a) iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha kecil; (b) kebijakan pemerintah yang belum berjalan sebagaimana yang diharapkan; (c) kurangnya dukungan fasilitas


(37)

27

yang memadai; dan (d) masih kurangnya pembinaan dalam bidang manajemen maupun peningkatan kualitas SDM.

Pemecahan permasalahan tersebut tidak dapat semata-mata menggantungkan pada peranan pemerintah dalam kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan semata, tetapi diharapkan juga adanya peran serta usaha besar dan menengah yang selama ini telah menguasai sebagian besar aset produktif karena memiliki kelebihan dalam penguasaan permodalan, teknologi dan sumber daya manusia (Jafar Hafsah, 2000).

Pemberdayaan atau empowerment adalah langkah yang harus diambil untuk meningkatkan membuat usaha agribisnis skala mikro, kecil dan menengah berdaya, mampu, kuat dan mandiri. Kemitraan merupakan salah satu dari pola pemberdayaan yang cukup strategis untuk dilaksanakan dalam pembangunan pertanian Indonesia.

Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam undang-undang nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi, ”Kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan


(38)

28

usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Sumardjo, 2004).

Kemitraan strategis atau aliansi strategis, perusahaan patungan, dan kerjasama pemasok - produsen adalah contoh hubungan kerjasama antarperusahaan yang berdiri sendiri / bersifat horisontal. Perolehan keuntungan persaingan yang terus meningkat membutuhkan hubungan kerjasama untuk memasuki dunia teknologi, memperluas sumber daya, meningkatkan produktivitas dan kualitas, serta penetrasi pasar-pasar baru (Cravens, 1996).

Selanjutnya Cravens (1996), menjelaskan ada beberapa kekuatan yang menggerakkan perusahaan mengembangkan kerjasama strategis / kemitraan dengan organisasi lain : keragaman dan pergolakan lingkungan bisnis global, peningkatan kompleksitas teknologi, kebutuhan sumber daya yang besar, kebutuhan memperoleh jalan masuk kepasar dunia, dan kemampuan dalam susunan impresif teknologi informasi untuk mengkoordinasikan operasi antarperusahaan.

Menurut Linton, Ian (1997), kekuatan-kekuatan yang mendorong perusahaan mengembangkan kerjasama kemitraan adalah : meningkatnya persaingan dalam dunia perdagangan; meningkatnya harapan pelanggan yang semakin tinggi; adanya penekanan pada biaya-biaya (efisiensi); adanya perubahan teknologi yang cepat; terjadinya persaingan dalam pasar yang lebih luas, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri; terjadinya kebutuhan akan pengembangan produk


(39)

29

cepat; tuntutan kurangnya keahlian; pentingnya pengendalian pada proses-proses bisnis baru; perlunya pemusatan perhatian pada keahlian inti; perkembangan implementasi strategi bisnis yang berubah secara dinamis; dan makin pentingnya penerapan manajemen yang baik.

Konsistensi dalam penerapan etika bisnis akan berbanding lurus dengan kemantapan dan kekokohan dalam kemitraan. Menurut John L. Moriatti dalam Jafar Hafsah (2000), ada enam dasar etika berbisnis, antara lain : (1) karakter, integritas dan kejujuran; (2) kepercayaan; (3) komunikasi yang terbuka; (4) adil; (5) keinginan pribadi dari pihak yang bermitra; dan (6) keseimbangan antara insentif dan risiko.

Menurut Lamb (2001), ada enam tips untuk mensukseskan sebuah aliansi : 1) saling percaya (aliansi berhenti ketika salah satu mitra tersebut menjadi rakus; 2) berbagi kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan konsumen; 3) membawa keahlian yang berbeda ke dalam pertemuan; 4) membagi keuntungan (dan memiliki suatu sistem yang membangun bagi perubahanberkelanjuutan); 5) mengerti bagian mana akan memiliki kontak langsung dengan konsumen; 6) mengerti bahwa keberhasilan dan keuntungan sangat tergantung pada kepuasan konsumen.

2.2.2.1. Bentuk-bentuk Strategi Kemitraan / Alliance Strategic

Menurut Rochaety (2005), strategi aliansi, adalah strategi untuk memanfaatkan kerjasama antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, dalam memproduksi atau memasarkan produk yang sejenis. Strategi


(40)

30

aliansi atau kemitraan strategis merupakan salah satu bentuk dari strategi kontemporer, sedangkan bentuk-bentuk strategi kontemporer secara lengkap terdiri dari :

1. Strategi aliansi

2. Strategi joint venture, perusahaan yang dibentuk oleh dua perusahaan atau lebih, dimana masing-masing mengambil kepemilikan ekuitas. Joint venture biasanya dimulai dengan pengumpulan modal, peralatan produksi dan pemasaran, patents grade marks, atau managemen expertise. Keuntungan yang diperoleh dari joint venture yaitu dapat menggunakan acces kepasar baru, intelijen data, dan arus technical information.

3. Strategi konsursium, pola hubungan bersama yang saling mengisi atau interlocking di antara bisnis suatu industri. Pola ini banyak digunakan untuk proyek research and development di Eropa dan Amerika Serikat terutamadalam bidang teknologi informasi.

4. Licensing, penyerahan hak patent atau trade mark dari suatu perusahaan (Licensor) kepada perusahaan lain (licensee) yang umumnya berada di negara lain dengan mendapatkan fee atau royalty. Pola licensing banyak digunakan oleh perusahaan industri manufacture Amerika atau Jepang untuk melakukan manufacturing dari product line perusahaan di negara lain, terutama untuk mengeksploitasi local comparative advantage dalam teknologi, material, atau labor.


(41)

31

5. Franchising, perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa.

6. Outsourching, pola kerjasama untuk memperoleh competitive advantage, baik yang bersumber dari human resource, riset dan teknologi maupun lainnya. Outsourcing merupakan pola untuk menggunakan sumber lain dari internal capacity dalam memenuhi tahapan kegiatan atau proses yang menjadi dasart pencapaian tujuan perusahaan yang berorientasi pada downsizing.

7. Merger, strategi yang dilakukan oleh dua perusahaan atau lebih untuk mengintegrasikan operasi karena mempunyai resources dan capabilities secara bersama-sama sehingga dapat menciptakan competitive advantage dan mencapai skala ekonomis.

Menurut Todeva (2005) ada 13 bentuk dasar kerjasama antar perusahaan, antara lain : 1. Hubungan hirarkhis melalui akuisisi / merger; 2. Usaha patungan; 3. hak kekayaan investasi; 4. Koperasi; 5. R & D Consortia / Kerjasama temporer dalam bidang Penelitian dan Pengembangan; 6. Strategic Cooperative Agreements; 7. Cartels; 8. Franchising; 9. Licensing; 10. Subcontractor networks; 11. Industry Standards groups; 12. Action sets; 13. Market relations.

Dari beberapa bentuk strategi kontemporer diatas, Strategi Kemitraan / Aliansi Strategi dengan investor didaerah adalah strategi yang


(42)

32

saat ini dilaksanakan oleh PT Petrokimia Gresik dalam mengembangkan bisnis pupuk Petroganik. Beberapa pertimbangan yang mendasari adalah : Petrokimia Gresik dapat mengembangkan usaha dengan biaya relatif lebih murah, karena biaya investasi disediakan oleh mitra / para investor. Selain itu dengan dengan pembangunan pabrik Petroganik di daerah akan lebih mudah dalam mendapatkan bahan baku dan memasarkan produk.

2.2.2.2. Tahap-tahap Kemitraan

Menurut Rich (2003), ada 3 fase yang harus dilakukan untuk melakukan kemitraan yang efektif yaitu : tahap pertama, membuat keputusan strategis memilih mitra potensial, mitra ideal mempunyai sasaran hasil dapat dipertukarkan, sumber daya dan ketrampilan komplementer, organisasi cocok dengan kultur perusahaan mitra; tahap kedua, merupakan tahap desain, meliputi struktur dan negosiasi persetujuan dengan mitra; tahap ketiga, merupakan tahap mengatur dan mengembangkan organisasi, lingkungan kerja yang efektif dengan mitra memudahkan penyelesaian pekerjaan / permasalahan nyata yang dihadapi.

Menurut Lindawaty (2004), kemitraan usaha dapat dicapai dengan pola-pola tertentu salah satunya adalah kemitraan usaha dengan pola Franchise. Kemitraan usaha dengan pola Franchise dapat meningkatkan keberadaan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, karena :

1. Pola ini akan memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah untuk mendapatkan sumber dana yang memadai karena


(43)

33

dengan mereka bermitra dengan pengusaha besar maka otomatis kepercayaan dari para pemberi sumber dana bahwa dana yang dipinjam akan dapat dikembalikan.

2. Kemampuan Usaha Kecil dan Menengah meningkat diakibatkan dukungan dari kemitraan dengan usaha besar sehingga posisi tawar mereka meningkat dalam persaingan bisnis.

3. Kemitraan dengan pola Franchise memungkinkan pengusaha kecil dan menengah mendapatkan informasi yang benar dan terkini sehingga dapat mengantisipasi permintaan pasar dengan cepat dan terarah. 4. Pola ini memungkinkan pula pengusaha kecil dan menegah

memperoleh pengetahuan sesuai dengan teknologi yang canggih sehingga mereka dapat bersaing.

5. Membuka kemungkinan bagi pengusaha kecil dan menengah untuk dapat mengelola bisnisnya secara lebih baik karena didukung oleh standar operasi, standar pelayanan, sistem manajemen perusahaan yang biasanya didukung oleh pelatihan yang diberikan oleh perusahaan besar mitranya.

Sedangkan menurut Jafar Hafsah, M., (2000), ada beberapa strategi yang perlu dilaksanakan agar kebijakan kemitraan dapat diwujudkan, antara lain : a) Mengembangkan usaha kecil dan koperasi yang mandiri dan kuat; b) Memacu penerapan Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Peraturan Pemerintah tentang Kemitraan; c) Memantapkan kelembagaan kemitraan; d) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; e) Menerapkan teknologi, standarisasi dan


(44)

34

akreditasi; f) Membangun akses pasar dan informasi pasar; g) Mendorong pengembangan investasi dan permodalan, dan h) Memantapkan birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan.

Menurut kajian penulis, bentuk kerjasama kemitraan dalam mengembangkan pasar pupuk Petroganik sudah tepat, karena :

- Alasan teknis, bahwa dengan semakin berkembangnya pabrik dan penggunaan pupuk Petroganik menjadikan lahan pertanian lebih sehat, sehingga mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk an-organik dan dapat saling melengkapi kekurangan masing-masing jenis pupuk tersebut.

- Alasan sosial, dalam mengembangkan Petroganik Petrokimia Gresik mengajak pengusaha didaerah untuk meningkatkan industri didaerah, sklalanya pabrik kecil, hanya skala kabupaten, kalau lebih luas ongkos angkut lebih mahal sehingga tidak mampu bersaing. jadi sebenarnya misi Petrokimia Gresik dalam mengembangkan Petroganik adalah membantu petani.

- Alasan ekonomi, PT Petrokimia Gresik dapat melakukan pengembangan usaha dengan mengeluarkan biaya dan risiko yang lebih kecil. Jika pabrik dibangun di Gresik padahal bahan baku ada didaerah ongkos angkutnya menjadi sangat mahal, sehingga harga jual akan lebih mahal, yang akhirnya tidak bisa bersaing.


(45)

35

Pertama, pengembangan usaha dengan biaya relatif murah (Sarosa, 2004). Jumlah investasi yang harus dikeluarkan oleh Petrokimia Gresik bila melakukan pengembangan pupuk Petroganik dengan dana sediri membutuhkan untuk setiap Pabrik Petroganik adalah ± Rp 800 juta (hanya untuk peralatan saja, belum termasuk sewa tanah dan gedung), maka jika sekarang sudah ada 8 Pabrik Petroganik, dana yang harus dikeluarkan tidak kurang dari Rp 6,4 milyar. Berapa banyak yang harus dikeluarkan lagi kalau sampai dengan saat ini sudah ada 34 Pabrik lagi yang sudah siap dibangun dibeberapa kabupaten di Jawa Timur ?

Kedua, potensi passive income yang besar (Sjahputra, 2005). Passive income yang dimaksud disini adalah pendapatan yang akan terus mengalir ke Petrokimia Gresik sekalipun misalkan Petrokimia Gresik tidak lagi mengurusi bisnisnya. Dalam konsep waralaba, komponen passive income ini adalah royalty fee yang dibayarkan franchisee kepada franchisor. Royalty fee ini akan terus dibayarkan selama franchisee masih memegang hak waralaba tersebut sebagai imbalan atas hak intelektual berupa nama, merek, sistem, dan lain sebagainya yang diberikan oleh franchisor.

Ketiga, efek bola salju dalam hal brand awareness dan brand equity Petroganik (Sarosa, 2004). Semakin banyak investor Petroganik di daerah, semakin dikenal pula brand Petroganik. Semakin nama merek Petroganik dikenal orang, semakin banyak pula yang mengajukan permohonan menjadi franchisee Petroganik. Disini dapat kita lihat bahwa ada efek bola salju dalam kaitannya dengan brand awareness dan brand


(46)

36

equity merek Petroganik. Artinya, semakin tinggi kesadaran masyarakat pada Petroganik (brand awareness) akan membuat harga merek Petroganik (brand equity) semakin tinggi, sehingga orang berlomba-lomba untuk menjadi franchisee Petroganik. Hal ini akan menjadikan citra merek Petrokimia Gresik semakin tinggi.

Keempat, terhindar dari UU Antimonopoli. Karena sistem waralaba ini pada intinya adalah menjalin kemitraan dengan pihak lain dalam menjalankan usaha, maka sistem waralaba ini tidak termasuk sistem yang dilarang dalam UU Antimonopoli. Bahkan bisa dibilang bahwa sistem waralaba justru membantu menumbuhkan banyak pengusaha baru (Sarosa, 2004).

b. Bagi Investor / penerima Waralaba / Franchisee

Pertama, memperkecil risiko kegagalan usaha. Menurut Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) dalam Karamoy (2005), bahwa memulai bisnis dengan cara membeli waralaba ibaratnya seperti mulai bisnis bukan dari nol, melainkan dari angka 60. Di Amerika, pernyataan ini diperkuat dengan data bahwa usaha membeli waralaba mempunyai tingkat keberhasilan 93 % dibandingkan dengan usaha umumnya (membuat sistem sendiri) yang hanya 34 %.

Kedua, menghemat waktu, tenaga, dan dana untuk proses trial & error. Dengan mengadopsi sistem yang dimiliki franchisor, otomatis franchisee sudah menghemat banyak waktu, tenaga, dan dana yang seharusnya dikeluarkan untuk melakukan proses trial & error (Setia Tunggal, 2006).


(47)

37

Ketiga, memberi kemudahan dalam operasional usaha (Sarosa, 2005). Karena dalam operasional usaha pihak franchisor akan membantu semaksimal mungkin, antara lain dalam Pelatihan operator pabrik, mendapatkan bahan baku utama (Mixtro), bantuan untuk masalah legal, kemudahan untuk melakukan promosi bersama, dan lain sebagainya.

Keempat, penggunaan nama merek yang sudah dikenal masyarakat. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh pengusaha yang baru saja mendirikan usaha sendiri adalah belum dikenalnya nama atau merek usahanya tersebut oleh masayarakat. Nah, kesulitan ini pun bisa diatasi dengan sistem membeli waralaba. Karena biasanya nama merek waralaba yang ditawarkan sudah lebih dikenal oleh masyarakat (Wijaya, 2003). Dalam hal ini, para investor pabrik Petroganik di daerah tentu sependapat bahwa menggunakan nama Petroganik (dimana hak kekayaan intelektualnya didaftarkan oleh PT Petrokimia Gresik sebagai salah satu produsen pupuk terlengkap di Indonesia) akan lebih mudah dipasarkan dibanding misalnya membuat nama merek sendiri yang belum dikenal masyarakat.

2.2.2.4. Kerugian sistem Waralaba

a. Bagi pemberi Waralaba / Franchisor

Menurut Sjahputra (2005), ada enam kerugian /kelemahan :

Pertama, sulit mengendalikan perilaku para investor di daerah karena para investor tersebut bukan staf /karyawannya.


(48)

38

Kedua, Laba yang diterima Franchisor cenderung lebih kecil dibandingkan kalau pabrik dimiliki sendiri, karena harus berbagi dengan franchisee.

Ketiga, Hubungan dengan franchisee menjadi tidak menyenangkan karena intervensi dari Franchisor.

Keempat, Adanya peluang dari franchisee meninggalkan franchisor dengan mendirikan pabrik / produk tandingan.

Kelima, Adanya kemungkinan franchisee tidak mengungkapkan secara keseluruhan aktivitas usahanya secara jujur.

Keenam, Pemberi Waralaba harus melakukan investasi untuk pilot testing, mengembangkan paket, dan merekrut serta melatih penerima waralaba.

b. Bagi Investor / penerima Waralaba / Franchisee Menurut Sjahputra (2005), ada enam kerugian, yaitu :

Pertama, Jenis produk yang dapat ditawarkan relatif terbatas dan sangat tergantung pada prestasi franchisor.

Kedua, Franchisee harus membayar uang imbalan yang sangat besar.

Ketiga, Kurang fleksibilitas dan bisnisnya cenderung monoton, karena harus mengacu pada pedoman dan sistem serta format, padahal pasar dan kompetisi selalu berubah.

Keempat, Rentan terhadap publisitas buruk akibat kesalahan franchisee lain dalam jaringan.


(49)

39

Kelima, Adanya pembatasan bagi franchisee untuk menghentikan kontrak dan/atau menjual bisnis.

Keenam, Ada risiko pemberi waralaba tidak memenuhi kewajibannya. Beberapa waralaba bisa ”mis-sold” atau ”over-sold”. Fakta yang diberikan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya.

2.2.3. Strategi Pengembangan Pasar

Menurut David (2004), Penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

Pengembangan pasar (market development) terdiri dari upaya memperkenalkan produk atau jasa yang ada ke wilayah geografis baru. Ada enam hal yang bisa dijadikan patokan kapan strategi pengembangan pasar dapat diterapkan secara efektif, yaitu :

1. Ketika ada saluran-saluran distribusi baru yang dapat diandalkan, murah, dan bermutu baik.

2. Ketika organisasi sangat berhasil dalam hal yang dikerjakannya. 3. Ketika ada pasar baru yang belum dimanfaatkan dan belum jenuh. 4. Ketika organisasi mempunyai modal maupun sumber daya manusia

yang diperlukan untuk mengelola operasi yang semakin besar. 5. Ketika organisasi mempunyai kapasitas produksi yang berlebihan. 6. Ketika lingkup industri dasar organisasi menjadi global dengan cepat


(50)

40

Menurut Kaplan (2000), untuk mencapai keberhasilan kompetitif, lingkungan abad informasi mensyaratkan adanya kemampuan baru yang harus dimiliki oleh perusahaan manufakturing maupun jasa. Kemampuan sebuah perusahaan untuk memobilisasi dan mengeksploitasi aktiva tak berwujudnya menjadi jauh lebih menentukan daripada melakukan investasi dan mengelola aktiva fisik yang berwujud. Aktiva tak berwujud memungkinkan perusahaan untuk :

 Mengembangkan hubungan dengan pelanggan untuk mempertahankan loyalitas dan memungkinkan berbagai segmen pelanggan dan wilayah pasar baru untuk dilayani secara efektif dan efisien;

 Memperkenalkan produk dan jasa inovatif yangdiinginkan oleh segmen yang dituju;

 Memproduksi produk dan jasa bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pelanggan dengan harga yang rendah dan dengan tenggang waktu (lead time) yang pendek;

 Memobilitasi kemampuan dan motivasi pekerja bagi peningkatan kemampuan proses, mutu, dan waktu tanggap (response times) yang berkesinambungan; dan

 Mengembangkan teknologi informasi, database, dan sistem.

Menurut McDonald (1995), strategi yang digunakan untuk pengembangan pasar adalah : penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi. Strategi pengembangan mencakup internal dan ekternal. Ekspansi internal, mencakup usaha


(51)

41

perusahaan untuk memperluas penjualan melalui peningkatan permintaan primer dan mendorong penggunaan baru untuk produk baru dalam daerah yang sama, hal ini sering dilakukan dengan perubahan harga dan promosi, sedangkan ekspansi eksternal dalam bentuk merger, penggabungan, atau kerjasama kemitraan dengan perusahaan lain untuk menambah efektifitas mereka dalam memasuki segmen-segmen baru . Pengembangan pasar berarti mencoba meningkatkan penjualan dengan menjual produk yang ada sekarang ke pasar yang baru (McDonald, 1995). Perusahaan dapat mencoba memasang iklan di media yang berbeda untuk menjangkau pelanggan sasaran baru. Atau perusahaan dapat menambah saluran distribusi atau toko di daerah baru. Berikut adalah gambar Matriks vektor pertumbuhan Ansoff yang membedakan penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, dan diversifikasi.

Saat ini Baru

Saat ini Penetrasi pasar Pengembangan produk

Baru Pengembangan pasar Diversifikasi

Gambar 2.3. Matriks vektor pertumbuhan Ansoff

Sumber : McDonald, Malcom, 1995, Strategi Pemasaran, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta

Menurut Siagian (2005), dari sudut pandang minimalisasi biaya dan pengambilan risiko yang paling kecil, pengembangan pasar merupakan alternatif yang paling banyak dipilih setelah strategi konsentrasi. Yang

Produk Pasar


(52)

42

dimaksud dengan pengembangan pasar ialah apabila para pengambil keputusan kunci dalam perusahaan mengambil langkah-langkah :

a. Memasarkan produk yang jadi andalan sekarang, b. Melakukan modifikasi yang sekadar bersifat ”kosmetik”,

c. Produk dipasarkan kepada para pelanggan di suatu wilayah penjualan tertentu,

d. Upaya menambah jumlah pelanggan dilakukan antara lain melalui penambahan saluran distribusi produk atau dengan mengubah materi iklan serta medianya sehingga menarik minat para calon pelanggan dan mempertahankan ”loyalitas” para pelanggan lama. Dengan kata lain pengembangan pasar dapat berarti penjualan produk andalan suatu perusahaan di pasar yang baru dimasukinya. Pasar yang baru dimasuki biasanya berarti perluasan pasar secara geografikal, misalnya pembukaan kantor cabang perusahaan di kota yang baru, propinsi yang selama ini belum dimasuki, di negara tetangga atau bahkan juga melakukan pemasaran secara global. Disamping itu juga bisa berarti melakukan upaya sistematik untuk menarik segmen baru di masyarakat. Artinya pengembangan pasar, disamping mempertahankan para pelanggan lama agar mereka tetap menjadi pengguna produk yang setia meskipun di pasaran terdapat produklain atau produk substitusi yang dipasarkan oleh para perusahaan pesaing, perusahaan meluncurkan produk baru yang diharapkan diminati oleh para pengguna produk pesaing. Dua teknik yang lumrah digunakan untuk menarik minat para pesaing baru itu ialah dengan memperluas jaringan distribusi produk dan


(53)

43

mengintensifkan upaya periklanan dengan menggunakan berbagai media, seperti media cetak, media elektronik dan berbagai media lainnya.

Menurut Kotler et al. (2002), Pasar berkembang melalui empat tahap, yaitu : perkenalan, pertumbuhan, kematangan, dan penurunan. Untuk itu membutuhkan perubahan strategi pemasaran dari waktu ke waktu.

Ada empat strategi pemasaran dalam tahap perkenalan yaitu : Pertama, Strategi peluncuran cepat, terdiri dari peluncuran produk baru pada harga tinggi dan tingkat promosi yang tinggi.

Kedua, Strategi peluncuran lambat, terdiri dari peluncuran produk baru pada harga yang tinggi dan promosi yang rendah.

Ketiga, Strategi penetrasi cepat, dengan melakukan peluncuran produk dengan harga rendah dan biaya promosi yang sangat besar.

Keempat, Strategi penetrasi lambat, melakukan peluncuran produkbaru pada harga murah dan tingkat promosi rendah.

Strategi pemasaran pada tahap pertumbuhan :

- Memperbaiki kualitas produk dan menambah atribut-atribut produk baru dan memperbaiki style.

- Menambah model baru dan produk pendamping. - Memasuki segmen pasar baru.

- Meningkatkan jangkauan distribusi dan memasuki saluran distribusi baru.


(54)

44

- Menurunkan harga untuk menarik lapisan pembeli yang sensitif terhadap harga

Strategi pemasaran pada tahap dewasa :

- Beberapa perusahaan mengabaikan produk mereka yang lemah.

- Memusatkan sumber-sumber mereka pada produk-produk yang mampu menghasilkan laba yang lebih besar dan pada produk baru. - Mempertimbangkan secara sistematis strategi pasar, produk, dan

modifikasi bauran pemasaran.

Strategi pemasaran pada tahap penurunan :

- Meningkatkan investasi perusahaan (untuk mendominasi atau memperkuat posisi kompetitifnya).

- Mempertahankan tingkat investasi perusahaan sampai ketidakpastian tentang industri terpecahkan.

- Mengurangi tingkat investasi perusahaan secara selektif, dengan melepas kelompok pelanggan yang tidak menguntungkan, sementara secara simultan memperkuat investasiperusahaan pada ceruk yang menguntungkan.

- Menuai (memerah) investasi perusahaan untuk memperoleh kas dengan cepat.

- Lepaskan bisnis secepatnya dengan menjual aset seuntung mungkin.

2.2.4. Hambatan-hambatan pelaksanaan Strategi

Menurut Kaplan (2000), ada empat hambatan spesifik terhadap pelaksanaan strategi yang efektif :


(55)

45

1. Perusahaan tidak mampu menerjemahkan visi dan strateginya ke dalam istilah yang dapat dipahami dan ditindaklanjuti / tidak ”actionable”.

2. Strategi tidak terkait dengan tujuan departemen, tim, dan perorangan. 3. Kegagalan untuk mengaitkan program aksi dan alokasi sumber daya

dengan prioritas strategi jangka panjang perusahaan.

4. Kurangnya umpan balik tentang pelaksanaan dan keberhasilan strategi.

Menurut Siagian (2005), bahwa efektif tidaknya suatu strategi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran suatu organisasi, tidak terlihat pada proses perumusan dan penentuannya sebagai akibat analisis strategi yang dilakukan terhadap berbagai alternatif yang layak dipertimbangkan, melainkan pada implementasinya. Agar suatu strategi dapat diimplementasikan dengan efektif, ada tiga hal mutlak yang perlu mendapat perhatian : Pertama, Strategi yang dirumuskan harus konsisten dengan situasi persaingan yang dihadapi oleh perusahaan. Kedua, Strategi harus mempertimbangkan secara realistik kemampuan perusahaan menyediakan berbagai daya, sarana, prasarana dan dana yang diperlukan untuk mengoperasionalkan strategi tersebut. Ketiga, Strategi yang telah ditentukan dioperasionalkan secara teliti. Untuk menentukan apakah implementasi strategi terlaksana sebagaimana mestinya atau tidak, manajemen mutlak perlu melakukan tiga jenis tindakan, yaitu : melaksanakan pengawasan, membuat penilaian dan menciptakan suatu sistem umpan balik yang sifatnya stratejik.


(56)

46

2.2.5. Pupuk Petroganik

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Meskipun pengaruhnya terhadap peningkatan hasil tidak setajam pupuk anorganik (Tabel 4), namun pupuk organik mengandung hara lengkap (makro dan mikro) meskipun dalam jumlah kecil, serta mengandung hormon perangsang pertumbuhan tanaman seperti auksin, giberellin, dan sitokinin (Arifin, Z., 2007).

Menurut Adiningsih sebagian besar tanah-tanah di Indonesia yang telah diusahakan secara intensif berkadar bahan organik rendah ( < 2%) bahkan lebih dari 68 % kandungan bahan organiknya < 1%. Jika mengacu pada angka dari BPS maka lebih dari 5,5 juta ha yang bahan organiknya dibawah 1 %.

Tabel 2.3. Luas Lahan di Indonesia berdasarkan Penggunaannya No. Penggunaan Lahan Luas (ha) %

1. Pemukiman 3.637.300 1,89

2. Industri 128.650 0,07

3. Sawah 8.123.850 4,22

4. Lahan kering 9.954.270 5,17

5. Perkebunan 18.721.410 9,73

6. Hutan 126.584.710 65,80

7. Semak belukar / alang-alang

15.488.120 8,05 8. Tanah tandus / rusak 1.323.940 0,69 9. Danau / sungai 3.406.640 1,77

10 Lain-lain 5.015.760 2,61

TOTAL 192.384.650 100

Sumber : BPS dalam Nuhung, I., Andi, 2006. Bedah Terapi Pertanian Nasional


(57)

47

Salah satu pupuk organik yang saat ini sedang dikembangkan oleh PT Petrokimia Gresik adalah Petroganik. Petroganik diproduksi dalam bentuk butiran/granul dan dikemas dalam kemasan kantong kedap air, sehingga lebih mudah dan murah dalam aplikasi, pengangkutan, serta penyimpanannya.

Tabel 2.4. Kelebihan dan kekurangan penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik.

No. Item Pupuk anorganik Pupuk organik

1. Kesuburan tanah

a. Secara fisik : - Struktur tanah

- Daya menahan air

- Drainase dan aerasi - Permeabilitas tanah - Run-off dan erosi b. Secara kimia :

- Bahan organik tanah

- Keseimbangan hara

- Komposisi hara

- Kandungan hara

- Absorbsi hara - KTK tanah

- Kemasaman tanah

c. Secara biologi

- Aktivitas ikroorganisme

Padat Rendah Buruk Buruk Tinggi/stabil Rendah Rendah Terbatas Tinggi Rendah Rendah Naik/Turun Rendah Gembur Tinggi Baik Baik Turun Tinggi Tinggi Lengkap Rendah Tinggi Tinggi Stabil Tinggi

2. Bahan baku Mahal/terbatas/impor Murah/melimpah

3. Lingkungan Kurang ramah Ramah

4. Aplikasi Praktis Jumlah banyak

5. Pengangkutan Mudah Agak susah

6. Respon tanaman Cepat Lambat

7. Kebersihan/Bau Baik Kurang baik

8. Penyimpanan Mudah Agak susah

Sumber : Arifin, 2007. Pengelolaan Pupuk Organik dan Sertifikasinya. BPTP Jawa Timur.


(1)

104

menguntungkan, membantu pengembangan UKM, akses pasar lebih mudah, risiko kegagalan relatif kecil, dan daya tarik industri besar.

4. Eksternal Threats

Faktor ancaman mulai dari yang paling penting adalah : persepsi negatif terhadap kinerja investor, banyak produk substitusi, pupuk an-organik disubsidi, berkurangnya minat calon investor akibat persaingan antar investor, ketidakpercayaan konsumen terhadap mutu produk, kekawatiran UKM terhadap pengembangan pupuk organik, dan isue bahan baku sumber flu burung.

6.1.2. Persepsi investor terhadap program kemitraan yang dilakukan sangat positif. Hal tersebut dapat dilihat dari pembobotan, rating, dan skor faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kemitraan rata-rata lebih tinggi dari seluruh responden.

6.1.3. Strategi alternatif yang dapat dilaksanakan adalah Strategi agresif /

Strateg SO (Strategi Strength Opportunities), yaitu strategi

memanfaatkan kekuatan yang dimilliki perusahaan untuk

menangkap peluang yang ada, meliputi : market penetration,

market development, product development, forward integration, backward integration, dan horizontal integration.

6.2. Saran

Dalam pengembangan bisnis pupuk Petroganik, Perusahaan berada pada kuadran 1 yang merupakan situasi yang sangat


(2)

105

menguntungkan, namun titik pertemuan berada sangat dekat titik nol (sangat dekat dengan ke-tiga kuadran yang lain), yang berarti bahwa saat ini faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang berpengaruh terhadap pengembangan pasar pupuk Petroganik memiliki bobot dan kepentingan hampir sama. Untuk itu perusahaan harus melakukan upaya konversi energi untuk mendapatkan energi yang lebih murah, mematenkan teknologi supaya teknologi tidak mudah ditiru, meningkatkan pengawasan mutu produk agar kualitas tetap terjamin, dan meningkatkan intensitas serta jangkauan kegiatan promosi agar semakin banyak petani menggunakan pupuk Petroganik dalam usaha taninya.


(3)

106 DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri, 2006, Workshop Perangkat Uji Tanah Sawah di Solo :

Peranan Bahan Organik / Pupuk Organik dalam Menunjang Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian, Lembaga Pupuk Indonesia, Jakarta.

Agrina, Tabloid Dwimingguan, 2006, PT Petrokimia Gresik Peduli Produksi Pupuk Masa Depan, Vol. 1 No. 25, pp. 9, 18 April.

Anonimous, 2006, Kesempatan Investasi Pabrik Pupuk Petroganik

Kerjasama dengan PT Petrokimia Gresik, PT Petrokimia Gresik, Gresik.

Anonimous, 2006, Laporan Tahunan 2005, PT Petrokimia Gresik, Gresik.

Arifin, Zainal, 2007, Pengelolaan Pupuk Organik dan Sertifikasinya,

BPTP Jawa Timur, Surabaya.

Balai Penelitian Tanah Bogor, 2006, Workshop Perangkat Uji Tanah

Sawah di Solo : Peranan dan Standarisasi Mutu Pupuk Organik.

Cravens, David, W., 1996, Pemasaran Strategis, Edisi ke-4, Erlangga,

Jakarta.

David, Fred. R, 2004, Manajemen Strategis : Konsep-konsep, Edisi

ke-9, PT. INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta.

Effendi, Rustam, 1998, Pemberdayaan Usaha Kecil Menghadapi

Perdagangan Bebas, Prosiding Seminar Usaha Kecil di Indonesia : Tantangan Krisis dan Globalisasi. TAF – ISEI – Perhepi, Jakarta

Freeman, Susan, Ron Edward, dan Bill Schroder, 2007, How Smaller

Born-Global Firms Use Networks and Alliances to Overcome Constraints to Rapid Internationalization, www. Marketingpower.com

Floyd, Callum & Graham Fenwick. , Toward a Model of Franchise

System Development, International Small Business Journal 17 (4), pp.32- 46.

Gatignon, Hubert & Jean Marc Xuereb, 1997, Strategic Orientation of the Firm and New Product Performance, Journal of Marketing Research Vol. XXXIV (Februari 1997), 77-90

Glueck, W. F, dan Jauch, L. R, 1998, Manajemen Strategis dan

Kebijakan Perusahaan, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gulati, Ranjay, 1999, Network Location and Learnig : The Influence of

Network Resource and firm Capabilities on Alliance Formation. Strategic Management Journal.

Hariadi, Bambang, 2005, Strategi Manajemen, Strategi Memenangkan


(4)

107

Hunger, David J., 2003, Manajemen Strategis, Edisi Kelima, Penerbit

Andi, Yogyakarta.

Jafar Hafsah, Mohammad, 2000, Kemitraan Usaha Konsepsi dan

Strategi, PT Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Karamoy, Amir, 2005, Menjadi Kaya Lewat Waralaba, Pustaka Bisnis

Indonesia, Jakarta.

Kotler, Philip, 2003, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan,

Implementasi dan Pengendalian, Edisi Kesebelas, Erlangga, Jakarta.

Kotler, Philip, Swee Hoon Ang, Siew Meng Leong, Chin Tiong Tan, 2002,

Manajemen Pemasaran Prespektif Asia, Edisi Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Lamb, Charles W. Jr., Joseph F. Hair, Jr., & Carl McDaniel, 2000,

Marketing 5th Edition, Thomson Learning Asia, Singapore.

Lindawaty, S., Sewu, 2004, Franchise Pola Bisnis Spektakuler dalam

Prespektif Hukum & Ekonomi, CV Utomo, Bandung.

Linton, Ian, 1997. Kemitraan : Meraih Keuntungan Bersama, Penerbit

Halirang, Jakarta.

McDonald, Malcom, 1995, Strategi Pemasaran, PT Elex Media

Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta

Nuhung, Iskandar Andi, 2006, Bedah Terapi Pertanian Nasional, PT

Buana Ilmu Populer, Jakarta

Nwogugu, Michael, 2007, Decisions in Franchising, Business

Consultant, New York, USA.

Pearce II, John A. dan Richard B. Robinson, Jr., 1997, Manajemen

Strategik, Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian, Binarupa Aksara, Jakarta.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah.

Perjanjian Kerjasama antara PT Petrokimia Gresik dengan UD Indonesia Bojonegoro nomor : 0811/TU.04.06/67/SP/2006 tentang Produksi Petroganik, PT Petrokimia Gresik, Gresik.

Porter, Michael E. dan Agus Maulana, 1980, Strategi Bersaing, Teknik

Menganalisis Industri dan Pesaing, Erlangga, Jakarta.

Profil 60 tahun Pembangunan Ketahanan Pangan Indonesia, Badan Ketahanan Pangan, Deptan RI. Jakarta

Purnomo, S. H. dan Zulkieflimansyah, 1996. Manajemen Strategi :

Sebuah Konsep Pengantar, FEUI, Jakarta.

Rangkuti, Freddy, 2005, Analisis Swot Teknik Membedah Kasus


(5)

108

Rich, Michael K., 2003, Requirements for Successful Marketing

Alliances, Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 18 No. 4/5, pp 447 – 456, MCB UP Limited, Emerald Group Publising, Minnesota, USA.

Roehaety, Eti dan Ratih Tresnati, 2005, Kamus Istilah Ekonomi, PT

Bumi Aksara. Jakarta.

Sarosa, Pietra RFA., 2004, Kiat Praktis Mewaralabakan Usaha Anda,

PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Segil, Larraine, 2005, Case Study Metrics To Successfully Manage

Alliances, Strategy & Leadership, Vol. 33 No. 5, pp 46 – 52, Emerald Group Publishing Limited, Minnesota, USA.

Sekaran, Uma, 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi

Keempat, Salemba Empat, Jakarta.

Setia Tunggal, Hadi, 2006, Dasar- Dasar Pewaralabaan (Franchising),

Harvarindo, Jakarta.

Sjahputra Tunggal, Iman, 2005, Franchising Konsep & Kasus,

Harvarindo, Jakarta.

Shane, Scott & Chester Spell, 1998, Factors for New Franchise

Success, Sloan Management Review, pp. 43 – 50, University of Waikato, New Zealand.

Siagian, S.P., 2005, Manajemen Stratejik, Bumi Aksara, Jakarta.

Slater, F. Stanley, Eric M. Olson, & Venkateshwar K. Reddy, 1997,

Strategy-Based Performance Measurement, Business Horizons, July-August,

Sulaeman, Ahmad dkk., 2006, Menghantarkan Indonesia menjadi

Produsen Organik Terkemuka, Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA), Jakarta.

Sumardjo, Jaka Sulaksana, & Wahyu Aris Darmono, 2004, Teori dan

Praktik Kemitraan Agribisnis, Panebar Swadaya, Jakarta

Sumarni, Murti, & Wahyuni S. , 2005, Metodologi Penelitian Bisnis,

Edisi Pertama, CV Andi Offset (Penerbit Andi), Yogyakarta.

Todeva, Emanuela dan David Knoke, 2005, Strategic Alliances and

Models of Collaboration, Management Decision Vol. 43 No. 1, pp. 123 – 148, Emerald Group Publishing Limited, Minnesota, USA.

Umar, Husein, 2003, Strategic Management in Action, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta

Villalonga, Belén dan Anita M. McGahan, 2005, The Choice among

Acquisition, Alliances, and Divestitures, Strategic Management Journal, New York, USA

Wahyudi, A. S., 1996, Manajemen Strategik Proses Berpikir Strategik,


(6)

109

Widjaja, Gunawan, 2003, Seri Hukum Bisnis : Waralaba, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Wright, Peter, Mark Kroll, Bevalee Pray, Agustine Lado, 1995, Strategic

Orientations, Competitive Advantage, and Business Performance, Journal of Business Research 33, 143-151.