Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan Dalam Percepatan Pembangunan Tahun 2011-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reformasi telah membawa perubahan-perubahan yang berarti pada kehidupan
politik dan pemerintahan Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat dari adanya
transformasi sitem politik Indonesia yang sebelumnya bercorak otoriter kini ke arah
yang lebih demokratis. Demikian halnya dengan model pemerintahan Indonesia yang
semula bersifat sentralistis kini berubah menjadi desentralistis. Hal ini berdampak
terhadap adanya pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah dan memberi kewenangan
yang besar bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing.
Kebijakan desentralisasi yang diterapkan di Indonesia pada akhirnya
melahirkan otonomi daerah yang bertujuan untuk memaksimalkan pelayanan dan lebih
mendekatkan fungsi pemerintahan kepada masyarakat dan diharapkan mampu
meningkatkan percepatan pembangunan dalam usaha pencapaian tujuan negara yaitu
masyarakat adil dan makmur. Konsep otonomi daerah dilandasi oleh UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi UU No. 32 Tahun
2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah yang telah disempurnakan menjadi UU No. 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemeritah daerah diberikan
hak seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
menurut asas otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah dimaksudkan agar setiap
daerah mampu lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan mampu
memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan
melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya serta mampu
menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk
kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan
1
Universitas Sumatera Utara
kepada pemerintah atasannya maupun kepada masyarakat.1 Selain itu, daerah juga
diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar-daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Reublik Indonesia. 2
Fenomena yang muncul setelah penerapan otonomi daerah adalah terkait
dengan pemekaran daerah. Salah satu contoh pemekaran daerah yang dapat kita lihat
adalah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Labuhanbatu Selatan atau yang lebih sering
dikenal dengan Labusel merupakan Kabupaten baru di wilayah Provinsi Sumatera
Utara. Kabupeten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu yang
disahkan pada tanggal 24 Juni 2008 bersamaan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara
oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melalui UndangUndang No. 22 Tahun 2008.3
Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang baru di bentuk pada tahun 2008 yang lalu
(merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu) terdiri dari 5 kecamatan yang
terbagi menjadi 52 desa dan 2 kelurahan dengan penduduk sekitar 307.171 jiwa, serta
luas wilyahnya sekitar 311.600 ha dengan kepadatan penduduk sebesar 98 jiwa per
km2. Sejarah pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan diawali dari adanya
aspirasi dan keinginan masyarakat Labuhanbatu Selatan untuk membentuk sebuah
daerah yang mandiri. Sejalan hal tersebut, DPRD Labuhanbatu selanjutnya merespon
baik melalui Surat Keputusan No. 63 Tahun 2005 pada tanggal 31 Oktober 2005
tentang Persetujuan DPRD Labuhanbatu Terhadap Pembentukan Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kemudian pada tanggal 12
Januari 2006 DPRD Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Keputusan No.1/K/2006
tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu diikuti dengan keluarnya
1
Prof. Drs. HAW. Widjaja. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2004. hal.7
2
Dadang Juliantra. 2004. Pembaruan Kabupaten. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri. Hlm. 54
3
Pemkab Labusel. Sejarah Labuhanbatu Selatan. http://www.labusel.com/2013/04/sejarahlabuhanbatu-selatan.html?m=1 diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pada pukul 23.40 WIB
2
Universitas Sumatera Utara
Surat Gubernur Sumatera Utara No. 903/035/K/2006 tentang Bantuan Dana dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Bagi Calon
Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan di Provinsi Sumatera Utara.
Pada dasarnya pemekaran daerah memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai.
Seperti yang dijelaskan dalam PP No. 78 Tahun 2007 hasil revisi PP No 129 Tahun
2000 dimana disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui
peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah,
peningkatan keamanan dan ketertiban serta menigkatkan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah.4 Upaya pemekaran daerah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk
mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh
pelayanan publik bagi masyarakat.
Sejalan dengan apa yang dijelaskan di atas bahwa tujuan dari pelaksanaan
pemekaran daerah ialah agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh dan berkembang
maka Pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan juga diharapkan mampu
menunjukkan suatu perubahan dan kemajuan baru dari daerahnya sebagai konsekuensi
dari pelaksanaan pemekaran maupun otonomi daerah. Sebagai kabupaten baru, maka
masih terdapat beberapa kekurangan dalam hal pembangunan daerah. Selain itu, lokasi
Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang aksesibilitasnya masih sulit serta infrastuktur
fisik yang masih minim merupakan kendala tersendiri bagi pembangunan daerahnya.
Pembangunan dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk menuju perubahan ke
arah yang lebih baik. Secara umum kata ini dapat diartikan sebagai usaha untuk
memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. 5 Todaro meyebutkan bahwa
pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang
4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah
5
Arief Budiman. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
hal.1
3
Universitas Sumatera Utara
dapat mengembangkan harkat dan martabat manusia. Pembangunan dianggap penting
dan berharga bagi masyarakat sekaligus menjadi kebutuhan untuk mengadakan
perubahan-perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. 6
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan PP Nomor 41 tahun 2007, maka pembangunan daerah diarahkan kepada
beberapa kebijakan pembangunan yang menggambarkan perubahan pembangunan dan
pengembangan daerah serta pengelolaan pembiayaan melalui penataan kembali
kelembagaan pemerintahan dan aparat daerah dalam mengemban tugas dan fungsinya
agar terwujud penyelenggaraan pembangunan yang demokratis dan desentralistis.
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan upaya agar sebuah daerah dapat melaksanakan
kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri.
Pembangunan daerah merupakan bagian internal dan integral dari seluruh
pembangunan nasional. Jika pembangunan di daerah gagal maka dapat dikatakan
bahwa pembangunan nasional juga pasti gagal. Alex Inkeles menyatakan bahwa
sesungguhnya pembangunan mengharuskan adanya perubahan watak manusia. 7
Perubahan watak yang dimaksud adalah suatu perubahan yang merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang berupa pertumbuhan yang lebih lanjut lagi dan hal tersebut
merupakan tujuan utama dalam proses pembangunan itu sendiri.
Pelaksanaan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil apabila manusianya atau
dalam hal ini pemeritah daerah mengalami perubahan watak dan peningkatan kerja
yang lebih baik (dinamis dan unggul). Seperti yang dikatakan oleh David C McClelland
dalam teori virus mental (n Ach) bahwa manusia akan selalu berusaha untuk lebih baik
dan lebih unggul apabila manusia tersebut terjangkit virus n Ach (singkatan dari need
for Achievement, kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi). McClelland meyakini
bahwa selalu ada hubungan yang positif antara virus n Ach dengan pencapaian kinerja.
6
Ibid. hal.5
Myron Weiner.1981. Modernisasi: Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. hal.87
7
4
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan tujuan otonomi daerah dan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
Selatan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka menarik untuk dikaji kebijakan apa
saja yang sudah dibuat dan kegiatan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Labuhanbatu Selatan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu
dipertanyakan yaitu kebijakan apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
Labuhanbatu Selatan serta kegiatan apa saja yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam
imlementasi kebijakan tersebut. Melalui informasi dan data yang diperoleh untuk
menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat diketahui seperti apa kinerja Pemerintah
Daerah Labuhanbatu Selatan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana kinerja Pemerintah daerah
Labuhanbatu Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah tahun 20112015?
1.3. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, perlu adanya pembatasan masalah terhadap masalah yang
akan dibahas agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang
ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang sistematis dan tidak meluas. Maka batasan
masalah dalam penelitian ini adalah sebatas pada pembahasan mengenai kebijakan apa
saja yang telah dibuat dan yang dilakukan dalam mendorong percepatan pembangunan
daerah Labuhanbatu Selatan tahun 2011-2015.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kebijakan apa saja yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah
Labuhanbatu Selatan dalam melakukan percepatan pembangunan dan
bagaimana kebijakan itu dilaksanakan.
5
Universitas Sumatera Utara
2. Menggambarkan kinerja pemerintah kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam
mempercepat pembangunan di Labuhanbatu Selatan.
3. Mendeskripsikan capaian pembangunan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Bagi Institusi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
informasi tentang kinerja Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan dalam
mempercepat pembangunan.
2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat
Labuhanbatu Selatan secara khusus dalam memahami kinerja pemerintah
daerahnya. Serta dapat menjadi referensi bagi bagi mahasiswa departemen Ilmu
Politik FISIP USU.
3. Bagi Pengembang Ilmu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan menjadi sebuah kajian ilmiah di bidang Ilmu Politik
khususnya tentang Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan.
1.6. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan dasar untuk melakukan suatu penelitian yang
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial-politik yang akan dianalisa oleh
peneliti. 8 Dalam hal ini peneliti ingin mempergunakan beberapa teori dan konsep yang
sangat berhubungan dengan proposal penelitian yang akan dilakukan. Beberapa teori
8
Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hal.10
6
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan sebagai pisau analisis antara lain ialah Kinerja, Teori Pembangunan,
Teori Kebijakan Publik, serta Konsep Pemerintah Daerah.
1.6.1. Pengertian Kinerja
Berdasarkan pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa
kinerja merupakan sesuatu sasaran ataupun tujuan yang harus dicapai. 9 Dalam halnya
organisasi, kinerja diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi tersebut.10 Dalam kinerja ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu.
Hal senada juga dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara, menurutnya
kinerja merupakan sebuah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa kinerja merupakan
suatu kondisi yang harus diketahui dan perlu diberitahukan kepada pihak tertentu untuk
mengetahui tingkat pencapaian hasil atau tingkat keberhasilan suatu instansi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi baik itu perusahaan, instansi
pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya.
Ada enam karakteristik dari sesorang yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi dalam mencapai prestasi kerja yaitu: 1) memiliki tanggungjawab yang tinggi, 2)
berani mengambil resiko, 3) memiliki tujuan yang realistis, 4) memiliki rencana kerja
yang menyeluruh dan berjuang untuk merelalisasikan tujuan, 5) memanfaatkan umpan
balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, 6) mencari
kesempatan untuk merelisasikan rencana yang telah diprogramkan.
9
Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: PT. Grasindo. Hal.54
Drs. Hesel Nogi S. Tangkilisan. M.Si. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman
10
Offset & YPAPI. Hal.175
7
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengukur kinerja apakah itu baik ataupun buruk dapat digunakan
beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran tersebut meliputi kuantitas kerja, kualitas
kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat,
pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan lingkungan organisasi kerja. Dalam
tulisan ini, ukuran prestasi (kinerja) yang digunakan lebih sederhana. Terdapat tiga
kriteria yang dipakai, pertama kuantitas kerja yaitu jumlah yang harus dikerjakan,
kedua kualitas kerja yaitu mutu yang dihasilkan, dan yang ketiga adalah ketepatan
waktu yaitu kesuesuaian dengan waktu yang telah ditetapkan.
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan
oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. David C
McClelland berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi
dengan pencapaian kinerja. Beberapa individu mempunyai dorongan yang kuat sekali
untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi dibandingkan dengan adanya
imbalan terhadap keberhasilan. Mereka mempunyai dorongan untuk melakukan
sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya.
Dorongan ini yang disebut dengan n Ach (singkatan dari need for Achievement,
kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi).11
Virus n Ach diartikan sebagai suatu macam pikiran yang berhubungan dengan
melakukan sesuatu dengan baik ataupun melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi dari
yang pernah ada sebelumnya, lebih efisien dan lebih cepat. McClelland menyebutkan
bahwa bangsa-bangsa yang lebih tinggi n Ach-nya akan berkembang lebih pesat.
Beliau juga menyebutkan bahwa revolusi akan terjadi apabila virus n Ach tetap kokoh
tertanam. Itu sebabnya beliau menimpulkan bahwa virus n Ach merupakan salahb satu
unsur penting dalam modernisasi.
Dari penelitian mengenai kebutuhan akan prestasi, McClelland menemukan
bahwa individu yang mempunyai dorongan prestasi tinggi berbeda dengan individu
yang mempunyai keinginan kuat untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Mereka
11
Myron Weiner. Ibid. hal.2-3
8
Universitas Sumatera Utara
mencari kesempatan pada saat mereka mempunyai tanggung jawab pribadi untuk
memecahkan permasalahan, mereka dapat segera menerima umpan-balik atas
kinerjanya sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi
lebih baik atau tidak, dan mereka dapat menentukan langkah-langkah yang menantang.
Individu-individu yang mempnyai dorongan prestasi yang tinggi lebih menyukai
tantangan dalam menyelesaikan suatu masalah dan menerima kegagalan dengan lapang
dada bukannya mengandalkan peluang atau bantuan individu lain.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat ditarik bahwa pegawai atau dalam hal ini
Pemerintah Daerah akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki n Ach
yang tinggi. Kebutuhan akan prestasi ini harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri dan
lingkungan kerja. Hal ini karena n Ach atau kebutuhan akan prestasi yang tumbuh dari
dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika kondisi lingkungan
kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.
Selain David C McClelland, Abraham Maslow juga mengungkapkan teori
kebutuhan yang menyebutkan bahwa tingkah laku individu berguna untuk memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan (needs) membantu menentukan cara bagaimana seseorang
harus merespon atau bagaimana menemukan stimulasi lingkungan, dengan
memperhitungkan fakta-fakta objektif maupun fakta -fakta subyektif. Maslow
menyatakan bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan dalam bentuk hirarki
yang terdiri atas lima jenjang kebutuhan yaitu fisiologis, keamanaan, sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri.
Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi apabila jenjang sebelumnya telah
terpenuhi. Hirarki kebutuhan bersifat mengikat, maksudnya; kebutuhan pada tingkat
yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi
oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Berdasarakan hal tersebut dapat dilihat
bahwa seseorang akan termotivasi untuk lebih giat lagi apabila jenjang kebutuhannya
belum terpuaskan atau terpenuhi. Itu sebabnya teori kebutuhan Maslow juga berkaitan
erat dengan pencapaian kinerja.
9
Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Teori Pembangunan
Pembangunan adalah suatu hal yang kompleks, dimana pembangunan meliputi
perubahan-perubahan sosial. Riant Nugroho mengatakan bahwa dalam pembangunan,
perencanaan pembangunan menjadi kunci, karena sesungguhnya ini adalah pekerjaan
yang maha rumit. Seperti diketahui, istilah “pembangunan” adalah istilah khas dari
proses rekayasa sosial (dalam arti luas, termasuk ekonomi, politik, kebudayaan, dan
sebagainya) yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang.
Bagi negara berkembang melakukan pembangunan dalam era globalisasi
bukanlah pekerjaan yang mudah. Tambah lagi pembangunan menjadi sebuah ideologi
bagi setiap negara baru (negara-negara yang rata-rata merdeka setelah Perang Dunia
Kedua usai). Kemajuan dan kemakmuran negara-negara di Eropa Barat dan Amerika
Utara tidak hanya memicu semangat negara-negara berkembang untuk mengejar
ketertinggalan bahkan lebih menjadi obsesi. Pembangunan menjadi ideologi, agama,
bahkan kemudian menjadi mitos.
Sebuah keyakinan bahwa pembangunan pada
akhirnya membuat negara-negara terbelakang mampu mengejar ketertinggalannya, dan
menjadi setara dengan negara yang maju. Padahal, sebagian besar perjalanan
pembangunan negara-negara tersebut berujung kepada jalan buntu.
Nugroho mengemukakan bahwa, kecenderungan mempergunakan pendekatan
politik atau pendekatan ekonomi untuk menyelesaikan masalah pada saat ini sudah
tidak memadai lagi karena antara politik dan ekonomi, memiliki satu kesamaan.
Keduanya adalah alat ukur yang relatif bersifat subyektif, yakni tergantung kepada
siapa yang mempergunakan pendekatan tersebut. Menurutnya, pendekatan yang lebih
tepat dipergunakan dalam menyusun konsep pembangunan baru dengan pendekatan
manajemen. Makna manajemen di sini lebih luas daripada sekedar manajemen
perusahaan atau pemerintahan. Manajemen di sini adalah sebuah paradig dan sebuah
filosofi hidup. Manajemen adalah bagaimana kita menata kehidupan yang lebih baik,
tertata, dan dapat dipertanggungjawabkan.
10
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan manajemen dimulai dengan menyusun Visi, kemudian Misi,
Strategi, dan Aksi pembangunan. Visi adalah arah ke mana kita hendak pergi,
sedangkan misi adalah tentang apa yang harus dikerjakan dalam usaha mewujudkan
visi. Ditegaskan oleh Nugroho agar paradigma dan pendekatan pembangunan yang
baru ini dapat dilaksanakan, maka visi baru perlu dirumuskan dan dijadikan dasar
perumusan kebijakan dan strategi jaringan pembangunan. Strategi adalah cara untuk
mencapai tujuan. Menurut Nugroho, strategi pembangunan yang paling akomodatif
untuk era globalisasi adalah pemberdayaan.
Pemberdayaan dilakukan oleh tiga aktor dalam negara yakni, organisasi publik,
organisasi bisnis dan masyarakat dalam hal ini civil society. Menurut Nugroho, strategi
pemberdayaan terdiri dari empat indikator, yaitu para pelaku pembangunan, baik sektor
negara dan sektor masyarakat, memeperoleh keadilan dan kesetaraan dalam hal akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat dari dan terhadap pembangunan. Pemberdayaan
memepergunakan tiga tahapan yakni penyiapan (bagi yang hendak diberdayakan),
pemihakan (terhadap yang diberdayakan) dan perlindungan (bagi yang sudah mandiri).
Keberhasilan pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari sejauh mana organisasiorganisasi tersebut telah dikelola dengan baik sehingga memberikan nilai bagi
kustomernya dalam hal ini masyarakat.
Lebih lanjut Nugroho menyatakan bahwa strategi pembangunan pemberdayaan
adalah meletakkan organisasi publik sesuai tugas-pokok-dan-fungsinya, dan demikian
pula dengan kedua organisasi yang lain. Strategi yang bersifat makro tersebut
dijabarkan dalam strategi mikro yang bersifat aksi yakni setiap organisasi harus
menjalani proses “reinventing” atau penemuan diri, dengan melalui tiga penahapan.
Pertama, reorientasi, yaitu menemukan di mana kondisi saat ini, apa yang masih tersisa
dan hendak ke mana tujuan organisasi. Kedua, restrukturisasi yakni menata ulang
seluruh rancang bangun organisasi dan nilai agar sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai serta kondisi riil dan potensial yang dimiliki. Ketiga, aliansi yakni
menyetarakan dan menyamakan langkah antar organisasi, baik di dalam sektornya
maupun lintas sektor.
11
Universitas Sumatera Utara
Teori modernisasi merupakan salah satu pelengkap dalam teori pembangunan
dunia ketiga. Schoorl menyebutkan bahwa modernisasi adalah suatu proses
transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dalam
bukunya yang berjudul Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan NegaraNegara Sedang Berkembang (1981) Schoorl membuka tulisannya dengan menyatakan
bahwa modernisasi sebagai gejala umum. Semua bangsa terlibat dalam proses
modernisasi. Manifestasi proses modernisasi ini pertama kali nampak di Inggris pada
abad ke-18 yang disebut revolusi industri. Penyebaran itu dianggap sebagai sesuatu
yang begitu biasa, sehingga masyarakat dunia itu dibagi menjadi dua kategori yaitu
negara maju dan negara sedang berkembang, masing-masing terdiri atas negara-negara
yang telah mengalami modernisasi dan yang sedang mengadakan modernisasi. 12
Lebih lanjut, Schoorl menyatakan bahwa ada beberapa konsep kunci sosiologi
yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi,
pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui
kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan teknologi sebagai
peningkatan pengetahuan. Modernisasi sama artinya dengan evolusi bila dibatasi pada
perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Menurut Linton, modernisasi dan
masyarakat modern itu dapat bermacam-macam arahnya. 13 Tergantung pada nilai-nilai
dan norma-norma yang digunakan apakah modernisasi tertentu itu juga dipandang
sebagai kemajuan atau bukan. Proses evolusi merupakan pertumbuhan yang mutlak
dan manusia sesuai dengan posisi dan situasinya, sampai batas-batas tertentu
bertanggung jawab atas perkembangan masyarakat dan kebudayaannya.
Modernisasi masyarakat itu secara umum dapat dirumuskan sebagai penerapan
pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau
kepada semua aspek-aspek masyarakat. Definisi ini bertolak dari gagasan bahwa
tambahnya suatu pengetahuan ilmiah merupakan faktor yang terpenting dalam proses
12
Prof. Dr. Jw. Schoorl. 1981. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara
Sedang Berkembang. Jakarta: PT Gramedia. hal.1
13
Ibid. hal. 9
12
Universitas Sumatera Utara
modernisasi. Maka dalam hal ini masyarakat dikatakan lebih atau kurang modern,
apabila lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Selain itu, Schoorl juga memandang
modernisasi yang lahir di barat akan cenderung ke arah westernisasi, memiliki tekanan
yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat
selalu eksis, namun setidaknya akan muncul kebudayaan barat dalam kebudayaanya.
Schoorl memusatkan perhatian pada proses modernisasi yang terjadi pada negaranegara yang sedang berkembang. Ia menyebutkan bahwa proses modernisasi yang
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang memiliki jenis proses tersendiri, hal
ini didasarkan pada usaha-usaha negara tersebut untuk mengejar suatu ketertinggalan
yang jauh, suatu perubahan radikal dari keadaan yang ada serta penyesuaian diri
dengan perubahan sebagai suatu gejala yang permanen.
Perkembangan selanjutnya dalam mendefenisikan teori pembangunan ialah
munculnya teori ketererbelakangan. Teori keterbelakangan muncul sebagai reaksi
terhadap fenomena kegagalan penerapan teori modernisasi di Amerika Latin. Teori ini
cenderung melihat pembangunan dan keterbelakangan di banyak Negara melalui
pendekatan yang cenderung kepada aspek politik dan pemerintahan. Keterbelakagnan
dan kemiskinan yang terjadi di banyak negara khususnya di negara dunia ketiga
merupakan sebagai akibat dari adanya ketergantungan terhadaap kekuatan ekonomi
global dan konflik internasional.
Pandangan mengenai keterbelakangan juga dikemukakan oleh Andre Gunder
Frank. 14 Menurut pandangannya proses pembangunan dan perubahan sosial hanya
akan dapat dipahami apabila ditinjau secara historis dengan memusatkan perhatian
kepada proses interaksi didalam sistem politik dan perekonomian global. Frank
berpendapat bahwa ketimpangan ekonomi dunia merupakan hasil dari dominasi
ekonomi oleh negara-negara kapitalis maupun industri. Pembangunan dan
keterbelakangan bagaikan dua sisi dari sebuah mata uang. Negara-negara dengan
14
Arief Budiman. Ibid. hal.64
13
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang kuat akan teteap semakin kuat dengan melakukan pemerasan terhadap
negara-negara miskin. Dengan demikian usaha-usaha pembangunan di dunia ketiga
tidak akan dapat mengejar ketertinggalannya dari negara dunia pertama.
Teori terakhir yang mendasari terbentuknya teori pembangunan ialah
keberadaan teori ketergantungan (Dependent Development Theory). Ketergantungan
adalah sebuah situasi dimana ekonomi sebuah negara dikondisikan oleh perkembangan
dan ekspansi dari ekonomi negara lain. Menurut Arief Budiman ketergantungan
terhadap ekonomi internasional tidak selalu menghasilkan keterbelakangan di dunia
ketiga. Sistem ekonomi dunia menurut pandangan ini dapat menjadi pendukung
sekaligus penghambat terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara yang sedang
berkembang. Teori ini menganggap bahwa kemajuan ekonomi sebuah negara lebih
bergantung kepada faktor-faktor domestik daripada faktor global. Faktor-faktor
tersebut antara lain ialah kemampuan dan kapasitas pemerintah, pemilik modal,
masyarakat dan hubungan antar kelas yang dapat menjadi faktor pendukung kearah
pertumbuhan ekonomi dan proses modernisasi.
1.6.3. Teori Kebijakan Publik
Kebijakan publik dianggap sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang
dilakukan oleh pemerintah. Menurut Hesel Nogi kebijakan publik pada dasarnya
berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat. 15 Lebih
lanjut, Nogi mengatakan bahwa dalam hubungannya dengan tindakan pemeritah untuk
mengatasi masalah-masalah masyarakat, kebijakan diartikan sebagai keputusankeputusan pemerintah untuk mengakhiri atau memecahkan masalah-masalah yang
telah diutarakan. Nogi juga menjelaskan bahwa implementasi setiap kebijakan adalah
sebuah proses dinamis yang meliputi interaksi berbagai variabel.
William Dunn menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai
15
Hessel Nogi S. hal.2 Op.cit.
14
Universitas Sumatera Utara
tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai
tahapan. Adapun tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn ialah penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
atau evaluasi kebijakan. 16
Sepandangan dengan apa yang diungkapkan oleh Willam Dunn, Wayne
Parsons menyatakan bahwa kebijakan publik membahas tentang bagaimana isu-isu
dan persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat disusun (constructed) dan
didefinisikan, serta bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan
agenda politik. Lebih lanjut, Wayne Parsons mengatakan bahwa kebijakan publik juga
merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif
(action) dan pasif (inaction) pemerintah.17
David Easton memberikan pengertian kebijakan publik sebagai kondisi
biologis manusia atau kondisi lingkungan manusia. Pada dasarnya sistem biologi
merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan lingkungannya, yang akhirnya
menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini,
Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan
sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik.
Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atas input, process dan
output. Antara kebijakan publik dan politik memiliki hubungan yang sangat erat
terutama didalam pengambilan keputusan dan kebijakan oleh elit pemerintah. Proses
formulasi kebijakan publik berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada
masukan atau input yang terdiri atas dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan dari rakyat,
kemudian di tuntutan tersebut diolah atau process dan pada akhirnya menghasilkan
output berupa kebijakan-kebijakan dan peraturan pemerintah yang kemudian
16
William N. Dunn. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty
Press. hal.24
17
Wayne Parsons. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta:
Prenada Media. hal.xi
15
Universitas Sumatera Utara
dikembalikan lagi kepada masyarakat dan dinilai kembali apakah kebijakan publik dan
peraturan-peraturan tersebut telah berhasil untuk rakyat.
James E. Anderson memandang bahwa kebijakan publik adalah sebagai
kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat pemerintah dimana
implikasi dari kebijakan itu adalah kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu
atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, kebijakan publik
berisi tindakan-tindakan pemerintah, kebijakan publik merupakan apa yang benarbenar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan
untuk dilakukan, kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu, dan kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.18
Anderson menyatakan adanya keharusan untuk membedakan antara apa yang
ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang sebenarnya mereka lakukan di
lapangan. Hal ini menjadi penting karena kebijakan bukan hanya sebuah keputusan
sederhana untuk memutuskan sesuatu dalam suatu momen tertentu, namun kebijakan
harus dilihat sebagai sebuah proses. Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu
arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini di rinci menjadi
beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan kebijakan
(policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataanpernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan
dampak-dampak kebijakan (policy outcomes).
Tuntutan-tuntutan kebijakan adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktoraktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam
suatu sistem politik. Keputusan kebijakan dipengertiankan sebagai keputusan-
18
Hessel Nogi S. Ibid. hal.2
16
Universitas Sumatera Utara
keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau
memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Sedangkan
pernyataan-pernyataan kebijakan adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasiartikulasi kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata
dari kebijakan, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan
dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih
merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak
diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
1.6.4. Pemerintah Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pemerintah daerah merupakan
penyelenggara pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantua
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Susunan Pemerintah daerah meliputi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Pemerintah Daerah yang teridir dari Gubernur, Bupati, Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala Pemerintah
Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dipilih secara demokratis. Setiap
kepala daerah dibantu oleh wakil oleh wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut
sebagai wakil provinsi, untuk kabupaten disebut sebagai wakil bupati, dan untuk kota
disebut sebagai wakil walikota. Pemerintah daerah dibantu perangkat daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Sebagai lembaga yang sangat penting dalam menjalankan, mengatur dan
menyelenggarakan jalannya pemerintahan, pemerintah daerah memiliki fungsi dan
perannya masing-masing. Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 yaitu:
17
Universitas Sumatera Utara
a)
Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
b) Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum dan daya saing daerah.
c)
Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan
tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya.
Selain memliki fungsi, pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam
kaitannya dengan pemberdayaan yaitu membangun masyarakat yang mandiri
mengarahkan masyarakat demi terciptanya kemakmuran. Perlu adanya peran
pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka
peran pemerintah yang dimaksud antara lain:
1. Pemerintah Sebagai Regulator
Peran
pemerintah
sebagai
regulator
adalah
menyiapkan
arah
untuk
menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturanperaturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada
masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan
pemberdayaan.
2. Pemerintah Sebagai Dinamisator
Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi
masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk
mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan
melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada
masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh
maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.
3. Pemerintah Sebagai Fasilitator
18
Universitas Sumatera Utara
Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan
masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasiitator,
pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan
peningkatan keterampilan, serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui
pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.
Selain beberapa peran di atas, pemerintah daerah juga memiliki peran lain
seperti, artiklausi, agregarasi dan penekan (pressures). Peran pemerintah sebagai
artikulasi kepentigan yaitu mempertemukan kepentingan yang beranekaragam dan
nyata-nyata hidup dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai pandangan, pendapat,
dan kepentingan yang berbeda-beda tergantung pada keadaan atau lingkungan yang
mempengaruhinya. Pendapat, aspirasi, pandangan yang berbeda-beda tersebut,
diusahakan dapat ditampung dan digabung dengan aspirasi dan pendapat yang senada.
Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan
dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif,
agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi
dalam kebijaksanaan pemerintah. Pemerintah dalam mengeluarkan suatu keputusan
atau kebijakan dapat bersifat menolong masyarakat dan dapat pula dinilai sebagai
kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat.
Oleh karena itu masyarakat atau setidak-tidaknya wakil dari suatu kelompok
harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntutan kelompoknya, agar dapat
dimasukkan ke dalam agenda kebijaksanaan pemerintah. Wakil kelompok yang
mungkin gagal dalam melindungi kepentingan kelompoknya akan dianggap
menggabungkan
kepentingan
kelompok,
dengan
demikian
keputusan
atau
kebijaksanaan tersebut dianggap merugikan kepentingan kelompoknya. Bentuk
artikulasi yang paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan
secara individual kepada para anggota dewan (legislatif), atau kepada Kepala Daerah,
Kepala Desa, dan seterusnya. Kelompok kepentingan yang ada untuk lebih
mengefektifkan
tuntutan
dan
kepentingan
kelompoknya,
mengelompokkan
19
Universitas Sumatera Utara
kepentingan, kebutuhan dan tuntutan kemudian menyeleksi sampai di mana hal
tersebut bersentuhan dengan kelompok yang diwakilinya.
Selain beperan sebagai artikulasi kepentingan, pemerintah daerah atau dalam
hal ini dewan perwakilan daerah memiliki peran sebagai agregasi kepentingan, yaitu
menyalurkan segala hasrat/aspirasi dan pendapat masyarakat kepada pemegang
kekuasaan atau pemegang kekuasaan yang berwenang agar tuntutan atau dukungan
menjadi perhatian dan menjadi bagian dari keputusan politik. Agregasi kepentingan
merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompokkelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan
pemerintah. Agregasi kepentingan dijalankan dalam sistem politik yang tidak
memperbolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di
tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari
rakyat dan konsumen. Sebelum melangkah lebih jauh perlu kita tahu agregasi
kepentingan juga merupakan salah satu fungsi input yaitu mengubah atau
mengkonversikan tuntutan-tuntutan sampai menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan.
Setelah kebijakan atau keputusan diambil, maka pemerintah daerah juga dapat
perperan sebagai penekan (pressures) dimana pemerintah menggunakan kekuasaannya
(power) untuk memaksa suatu sistem atau struktur maupun masyarakat itu sendiri
untuk menerima dan melakasanakan kebijakan tersebut. Pemerintah sebagai organisasi
kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata kerja sama untuk membuat suatu
kelompok masyarakat berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak pemerintah
tersebut. Pemerintah sebagai penekan akan mengendalikan jalannya suatu proses
kebijakan. Pemerintah juga bisa saja memiliki alat pemaksa bagi terselenggaranya
ketertiban di dalam masyarakat.
Berkaitan dengan pembangunan daerah, menurut Syaukani, Afan Gaffar dan
Ryaas Rasyid pemerintah daerah juga memiliki peranan yang penting dalam
20
Universitas Sumatera Utara
mendorong pembangunan daerah. Yang diharapkan dari pemerintah daerah itu antara
lain:19
1. Fasilitator. Disamping fungsi yang lainnya fungsi pemerintah daerah yang
sangat esensial adalah memfasilitasi segala bentuk kegiatan di daerah terutama
dalam bidang perekonomian. Segala bentuk perijinan hendaklah dipermudah,
bukan sebaliknya. Logika yang hendaknya digunakan oleh pemerintah daerah
adalah dengan menciptakan segala bentuk birokrasi yang akan memudahkan
kalangan pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di daerah
tersebut serta menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan ekonomi
daerah. Yang paling utama adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja
secara maksimal bagi warga masyarakat sehingga masyarakat akan memiliki
harga diri dan pengangguran dapat dikurangi. Pemerintah daerah juga dapat
menawarkan fasilitas perpajakan yang merangsang penanaman modal.
2. Pemerintah Daerah Harus Kreatif. Pembangunan daerah berkaitan pula
dengan inisiatif lokal dan kreatifitas dari para penyelenggara pemerintahan.
Karena itu pejabat pemerintah daerah sekarang ini dituntut untuk kreatif dan
berkapasitas. Seirang Gubernur/Bupati/Walikota tidak mungkin menghendaki
untuk memperlama masa jabatannya kalau tidak mampu merangsang kreatifitas
dalam pemerintahannya yang mendorong pada percepatan dan peningkatan
pembangunan. Kreatifitas tersebut menyangkut bagaimana mengalokasikan
dan, apakah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) ataukah PAD,
secara tepat dan adil serta proporsional. Kreatifitas juga menyangkut kapasitas
untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga kalangan
pemilik modal akan beramai-ramai menanamkan modal di daerah tersebut.
Kreatifitas juga menyangkut kemampuan pemerintah daerah untuk menarik
Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah sehingga banyak dana dari pusat
diberikan ke daerahnya.
19
Drs. H. Syaukani, HR. dkk. 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar. hal. 218
21
Universitas Sumatera Utara
3. Politik Lokal yang Stabil. Masyarakat dan pemerintah di daerah harus
menciptakan suasana politik lokal yang kondusif bagi dunia usaha dan
pembangunan ekonomi. Kalangan pengusaha dan investor tidak akan mungkin
mau menanamkan uangnya di suatu daerah dengan situasi politik lokal yang
tidak stabil dan pemerintahan yang tidak transparan. Selain itu suasana yang
tidak kondusif pada akhirnya juga akan mengganggu jalannya pemerintahan.
Banyak diketahui, di mana Gubernur/Bupati/Walikota sering merasa
tergganggu karena sikap anggota DPRD yang arogan dan selalu mengancam
untuk setiap waktu meminta pertanggungjawaban, atau pertanggungjawaban
tahunan akan ditolak. Orang tidak akan mungkin mau menanamkan modal pada
suatu Derah kalau Gubernur/Bupati/Walikota selalu terancam dan bahkan
kemudian akan dinonaktifkan oleh DPRD, karena kalangan pengusaha
menghendaki adanya kepastian kepada siapa mereka berurusan.
4. Pemerintah Daerah Harus Menjamin Kesinambungan Berusaha. Ada
kecenderungan yang mengkhawatirkan berbagai pihak bahwa pemerintah
daerah seringkali merusak tatanan yang sudah ada. Kalangan pengusaha asing
dan domestik seringkali merasa terganggu dengan sikap kalangan politisi dan
birokrasi lokal yang mecnoba mengutak-atik apa yang sudah disepakati
sebelumnya. Bagi kalangan pengusaha dan investor perjanjian atau kontrak
yang telah disepakati dan ditanda tangani mempunyai ikatan hukum yang harus
dihormati. Oleh sebab itu, jika terjadi pembatalan atau perubahan dalam sebuah
kontrak maka implikasi hukumnya akan sangat besar terutama dalam dunia
bisnis internasional. Karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan
kapasitas aparatnya khususnya berhubungan dengan bidang Corporate and
Business Law sehingga nantinya kalangan pengusaha dan investor akan merasa
terlindungi dengan kesinambungan usaha.
5. Pemerintah Daerah Harus Komunikatif dengan LSM dan NGO, Terutama
dalam Bidang Perburuhan dan Lingkungan Hidup. Pemerintah daerah
sekarang dituntut untuk memahami dengan intensif setiap aspirasi yang
berkembang di kalangan perburuhan baik yang menyangkut upah minimum
22
Universitas Sumatera Utara
maupun jaminan lainnya, hak-hak buruh pada umumnya, perlindungan kepada
buruh wanita ataupun yang menyangkut keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
Dengan demikian pemerintah daerah hendaknya menjadi jembatan antara
kepentingan dunia usaha dengan aspirasi kalangan pekerja/buruh. Pemerintah
daerah juga harus lebih sensitif dengan masalah atau isu lingkungan hidup serta
gender. Sehingga sikap-sikap radikal dari kalangan buruh yang didukung oleh
LSM/NGO akan dapat diakomodasi dan pada akhirnya dua kepentingan akan
dapat terjembatani.
Kelima elemen yang diungkapkan di atas merupakan prakondisi bagi
terselanggaranya pembangunan daerah. Dengan kebijaksanaan otonomi yang luas
maka peluang bagi daerah menjadi sangat luas pula dan semuanya sangat bergantung
pada daerah itu sendiri.
1.7.Metode Penelitian
1.7.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu
penelitian yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau
karakteristik sekelompok manusia. Pada dasarnya, deskripsi kualitatif melibatkan
proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi. 20
1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan sumber data yang terdiri dari data primer dan
data sekunder.
a) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam
pengambilan data penulis mengumpulkan dengan tehnik interview atau
wawancara.
Wawancara
merupakan pengumpulan data dengan cara
memberikan pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh
keterangan dalam menyimpulkan data yang terkumpul. Adapun informan yang
akan diwawancara dalam penelitian ialah Kepala Daerah Labuhanbatu Selatan,
20
Anselm Strauss & Juliet Corbin. hal.5
23
Universitas Sumatera Utara
Sekretaris Daerah Labuhanbatu Selatan, Kelapa Bappeda Labuhanbatu Selatan,
Sekretaris Bappeda Labuhanbatu Selatan, Kepala Staaf Program Bappeda
Labuhanbatu Selatan dan informan pendukung lainnya.
b) Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
Data tersebut dapat diperoleh melalui catatan atau dokumentasi, buku, dan
literatur lain yang berhubungan dengan objek penelitian ini.
1.7.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Alasan
dipilihnya lokasi penelitian ini adalah karena kabupaten ini termasuk sebagai salah satu
kabupaten yang baru melaksanakan pemekaran di provinsi Sumatera Utara.
1.7.4. Tehnik Analisa Data
Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data yang diperoleh dari sumber-sumber
yang digunakan dalam tehnik pengumpulan data. Adapun tehnik analisa data adalah
tehnik analisa data kualiatatif yaitu dengan menekankan analisis pada sebuah proses
pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena
yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. 21
1.8. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan rencana penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti terdiri dari 4 (empat) bagian besar, dan kemudian dispesifikasikan lagi untuk
mempermudah proses penelitian dalam hal penulisan agar sesuai dengan suatu karya
ilmiah. Adapun sistematika penulisan tersebut antara lain:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, jenis
21
Burhan Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: PT Kencana. Hal.153
24
Universitas Sumatera Utara
penelitian yang digunakan, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data dan sistematika penulisan.
BAB II
: PROFIL DAN DESKRIPSI KABUPATEN LABUHANBATU
SELATAN
Dalam Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang lokasi penelitian
seperti gambaran umum Labuhanbatu Selatan, sejarah pemekaran,
struktur organisasi Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan, visi dan
misi Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan.
BAB III
: ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH
LABUHANBATU SELATAN DALAM MEMPERCEPAT
PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2015
Dalam Bab ini dilakukan pemetaan kebijakan yang dibuat, kegiatan
yang dilakukan untuk menjalankan kebijakan, pendeskripsian capaian
pembangunan dan juga berisi analisis kinerja pemerintah daerah
Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam melaksanakan percepatan
pembangunan daerah.
BAB IV
: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan analisis dan rekomendasi dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Kemudian berisi tentang
saran-saran yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan
pemerintah.
25
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reformasi telah membawa perubahan-perubahan yang berarti pada kehidupan
politik dan pemerintahan Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat dari adanya
transformasi sitem politik Indonesia yang sebelumnya bercorak otoriter kini ke arah
yang lebih demokratis. Demikian halnya dengan model pemerintahan Indonesia yang
semula bersifat sentralistis kini berubah menjadi desentralistis. Hal ini berdampak
terhadap adanya pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah dan memberi kewenangan
yang besar bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing.
Kebijakan desentralisasi yang diterapkan di Indonesia pada akhirnya
melahirkan otonomi daerah yang bertujuan untuk memaksimalkan pelayanan dan lebih
mendekatkan fungsi pemerintahan kepada masyarakat dan diharapkan mampu
meningkatkan percepatan pembangunan dalam usaha pencapaian tujuan negara yaitu
masyarakat adil dan makmur. Konsep otonomi daerah dilandasi oleh UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi UU No. 32 Tahun
2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah yang telah disempurnakan menjadi UU No. 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemeritah daerah diberikan
hak seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
menurut asas otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah dimaksudkan agar setiap
daerah mampu lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan mampu
memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan
melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya serta mampu
menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk
kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan
1
Universitas Sumatera Utara
kepada pemerintah atasannya maupun kepada masyarakat.1 Selain itu, daerah juga
diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar-daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Reublik Indonesia. 2
Fenomena yang muncul setelah penerapan otonomi daerah adalah terkait
dengan pemekaran daerah. Salah satu contoh pemekaran daerah yang dapat kita lihat
adalah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Labuhanbatu Selatan atau yang lebih sering
dikenal dengan Labusel merupakan Kabupaten baru di wilayah Provinsi Sumatera
Utara. Kabupeten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu yang
disahkan pada tanggal 24 Juni 2008 bersamaan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara
oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melalui UndangUndang No. 22 Tahun 2008.3
Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang baru di bentuk pada tahun 2008 yang lalu
(merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu) terdiri dari 5 kecamatan yang
terbagi menjadi 52 desa dan 2 kelurahan dengan penduduk sekitar 307.171 jiwa, serta
luas wilyahnya sekitar 311.600 ha dengan kepadatan penduduk sebesar 98 jiwa per
km2. Sejarah pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan diawali dari adanya
aspirasi dan keinginan masyarakat Labuhanbatu Selatan untuk membentuk sebuah
daerah yang mandiri. Sejalan hal tersebut, DPRD Labuhanbatu selanjutnya merespon
baik melalui Surat Keputusan No. 63 Tahun 2005 pada tanggal 31 Oktober 2005
tentang Persetujuan DPRD Labuhanbatu Terhadap Pembentukan Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kemudian pada tanggal 12
Januari 2006 DPRD Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Keputusan No.1/K/2006
tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu diikuti dengan keluarnya
1
Prof. Drs. HAW. Widjaja. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2004. hal.7
2
Dadang Juliantra. 2004. Pembaruan Kabupaten. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri. Hlm. 54
3
Pemkab Labusel. Sejarah Labuhanbatu Selatan. http://www.labusel.com/2013/04/sejarahlabuhanbatu-selatan.html?m=1 diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pada pukul 23.40 WIB
2
Universitas Sumatera Utara
Surat Gubernur Sumatera Utara No. 903/035/K/2006 tentang Bantuan Dana dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Bagi Calon
Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan di Provinsi Sumatera Utara.
Pada dasarnya pemekaran daerah memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai.
Seperti yang dijelaskan dalam PP No. 78 Tahun 2007 hasil revisi PP No 129 Tahun
2000 dimana disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui
peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah,
peningkatan keamanan dan ketertiban serta menigkatkan hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah.4 Upaya pemekaran daerah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk
mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh
pelayanan publik bagi masyarakat.
Sejalan dengan apa yang dijelaskan di atas bahwa tujuan dari pelaksanaan
pemekaran daerah ialah agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh dan berkembang
maka Pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan juga diharapkan mampu
menunjukkan suatu perubahan dan kemajuan baru dari daerahnya sebagai konsekuensi
dari pelaksanaan pemekaran maupun otonomi daerah. Sebagai kabupaten baru, maka
masih terdapat beberapa kekurangan dalam hal pembangunan daerah. Selain itu, lokasi
Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang aksesibilitasnya masih sulit serta infrastuktur
fisik yang masih minim merupakan kendala tersendiri bagi pembangunan daerahnya.
Pembangunan dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk menuju perubahan ke
arah yang lebih baik. Secara umum kata ini dapat diartikan sebagai usaha untuk
memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. 5 Todaro meyebutkan bahwa
pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang
4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah
5
Arief Budiman. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
hal.1
3
Universitas Sumatera Utara
dapat mengembangkan harkat dan martabat manusia. Pembangunan dianggap penting
dan berharga bagi masyarakat sekaligus menjadi kebutuhan untuk mengadakan
perubahan-perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. 6
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan PP Nomor 41 tahun 2007, maka pembangunan daerah diarahkan kepada
beberapa kebijakan pembangunan yang menggambarkan perubahan pembangunan dan
pengembangan daerah serta pengelolaan pembiayaan melalui penataan kembali
kelembagaan pemerintahan dan aparat daerah dalam mengemban tugas dan fungsinya
agar terwujud penyelenggaraan pembangunan yang demokratis dan desentralistis.
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan upaya agar sebuah daerah dapat melaksanakan
kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri.
Pembangunan daerah merupakan bagian internal dan integral dari seluruh
pembangunan nasional. Jika pembangunan di daerah gagal maka dapat dikatakan
bahwa pembangunan nasional juga pasti gagal. Alex Inkeles menyatakan bahwa
sesungguhnya pembangunan mengharuskan adanya perubahan watak manusia. 7
Perubahan watak yang dimaksud adalah suatu perubahan yang merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang berupa pertumbuhan yang lebih lanjut lagi dan hal tersebut
merupakan tujuan utama dalam proses pembangunan itu sendiri.
Pelaksanaan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil apabila manusianya atau
dalam hal ini pemeritah daerah mengalami perubahan watak dan peningkatan kerja
yang lebih baik (dinamis dan unggul). Seperti yang dikatakan oleh David C McClelland
dalam teori virus mental (n Ach) bahwa manusia akan selalu berusaha untuk lebih baik
dan lebih unggul apabila manusia tersebut terjangkit virus n Ach (singkatan dari need
for Achievement, kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi). McClelland meyakini
bahwa selalu ada hubungan yang positif antara virus n Ach dengan pencapaian kinerja.
6
Ibid. hal.5
Myron Weiner.1981. Modernisasi: Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. hal.87
7
4
Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan tujuan otonomi daerah dan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu
Selatan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka menarik untuk dikaji kebijakan apa
saja yang sudah dibuat dan kegiatan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Labuhanbatu Selatan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu
dipertanyakan yaitu kebijakan apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
Labuhanbatu Selatan serta kegiatan apa saja yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam
imlementasi kebijakan tersebut. Melalui informasi dan data yang diperoleh untuk
menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat diketahui seperti apa kinerja Pemerintah
Daerah Labuhanbatu Selatan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana kinerja Pemerintah daerah
Labuhanbatu Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah tahun 20112015?
1.3. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, perlu adanya pembatasan masalah terhadap masalah yang
akan dibahas agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang
ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang sistematis dan tidak meluas. Maka batasan
masalah dalam penelitian ini adalah sebatas pada pembahasan mengenai kebijakan apa
saja yang telah dibuat dan yang dilakukan dalam mendorong percepatan pembangunan
daerah Labuhanbatu Selatan tahun 2011-2015.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kebijakan apa saja yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah
Labuhanbatu Selatan dalam melakukan percepatan pembangunan dan
bagaimana kebijakan itu dilaksanakan.
5
Universitas Sumatera Utara
2. Menggambarkan kinerja pemerintah kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam
mempercepat pembangunan di Labuhanbatu Selatan.
3. Mendeskripsikan capaian pembangunan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Bagi Institusi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
informasi tentang kinerja Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan dalam
mempercepat pembangunan.
2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat
Labuhanbatu Selatan secara khusus dalam memahami kinerja pemerintah
daerahnya. Serta dapat menjadi referensi bagi bagi mahasiswa departemen Ilmu
Politik FISIP USU.
3. Bagi Pengembang Ilmu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan menjadi sebuah kajian ilmiah di bidang Ilmu Politik
khususnya tentang Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan.
1.6. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan dasar untuk melakukan suatu penelitian yang
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial-politik yang akan dianalisa oleh
peneliti. 8 Dalam hal ini peneliti ingin mempergunakan beberapa teori dan konsep yang
sangat berhubungan dengan proposal penelitian yang akan dilakukan. Beberapa teori
8
Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hal.10
6
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan sebagai pisau analisis antara lain ialah Kinerja, Teori Pembangunan,
Teori Kebijakan Publik, serta Konsep Pemerintah Daerah.
1.6.1. Pengertian Kinerja
Berdasarkan pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa
kinerja merupakan sesuatu sasaran ataupun tujuan yang harus dicapai. 9 Dalam halnya
organisasi, kinerja diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi tersebut.10 Dalam kinerja ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu.
Hal senada juga dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara, menurutnya
kinerja merupakan sebuah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa kinerja merupakan
suatu kondisi yang harus diketahui dan perlu diberitahukan kepada pihak tertentu untuk
mengetahui tingkat pencapaian hasil atau tingkat keberhasilan suatu instansi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi baik itu perusahaan, instansi
pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya.
Ada enam karakteristik dari sesorang yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi dalam mencapai prestasi kerja yaitu: 1) memiliki tanggungjawab yang tinggi, 2)
berani mengambil resiko, 3) memiliki tujuan yang realistis, 4) memiliki rencana kerja
yang menyeluruh dan berjuang untuk merelalisasikan tujuan, 5) memanfaatkan umpan
balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, 6) mencari
kesempatan untuk merelisasikan rencana yang telah diprogramkan.
9
Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: PT. Grasindo. Hal.54
Drs. Hesel Nogi S. Tangkilisan. M.Si. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman
10
Offset & YPAPI. Hal.175
7
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengukur kinerja apakah itu baik ataupun buruk dapat digunakan
beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran tersebut meliputi kuantitas kerja, kualitas
kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat,
pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan lingkungan organisasi kerja. Dalam
tulisan ini, ukuran prestasi (kinerja) yang digunakan lebih sederhana. Terdapat tiga
kriteria yang dipakai, pertama kuantitas kerja yaitu jumlah yang harus dikerjakan,
kedua kualitas kerja yaitu mutu yang dihasilkan, dan yang ketiga adalah ketepatan
waktu yaitu kesuesuaian dengan waktu yang telah ditetapkan.
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan
oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. David C
McClelland berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi
dengan pencapaian kinerja. Beberapa individu mempunyai dorongan yang kuat sekali
untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi dibandingkan dengan adanya
imbalan terhadap keberhasilan. Mereka mempunyai dorongan untuk melakukan
sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya.
Dorongan ini yang disebut dengan n Ach (singkatan dari need for Achievement,
kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi).11
Virus n Ach diartikan sebagai suatu macam pikiran yang berhubungan dengan
melakukan sesuatu dengan baik ataupun melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi dari
yang pernah ada sebelumnya, lebih efisien dan lebih cepat. McClelland menyebutkan
bahwa bangsa-bangsa yang lebih tinggi n Ach-nya akan berkembang lebih pesat.
Beliau juga menyebutkan bahwa revolusi akan terjadi apabila virus n Ach tetap kokoh
tertanam. Itu sebabnya beliau menimpulkan bahwa virus n Ach merupakan salahb satu
unsur penting dalam modernisasi.
Dari penelitian mengenai kebutuhan akan prestasi, McClelland menemukan
bahwa individu yang mempunyai dorongan prestasi tinggi berbeda dengan individu
yang mempunyai keinginan kuat untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Mereka
11
Myron Weiner. Ibid. hal.2-3
8
Universitas Sumatera Utara
mencari kesempatan pada saat mereka mempunyai tanggung jawab pribadi untuk
memecahkan permasalahan, mereka dapat segera menerima umpan-balik atas
kinerjanya sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi
lebih baik atau tidak, dan mereka dapat menentukan langkah-langkah yang menantang.
Individu-individu yang mempnyai dorongan prestasi yang tinggi lebih menyukai
tantangan dalam menyelesaikan suatu masalah dan menerima kegagalan dengan lapang
dada bukannya mengandalkan peluang atau bantuan individu lain.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat ditarik bahwa pegawai atau dalam hal ini
Pemerintah Daerah akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki n Ach
yang tinggi. Kebutuhan akan prestasi ini harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri dan
lingkungan kerja. Hal ini karena n Ach atau kebutuhan akan prestasi yang tumbuh dari
dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika kondisi lingkungan
kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.
Selain David C McClelland, Abraham Maslow juga mengungkapkan teori
kebutuhan yang menyebutkan bahwa tingkah laku individu berguna untuk memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan (needs) membantu menentukan cara bagaimana seseorang
harus merespon atau bagaimana menemukan stimulasi lingkungan, dengan
memperhitungkan fakta-fakta objektif maupun fakta -fakta subyektif. Maslow
menyatakan bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan dalam bentuk hirarki
yang terdiri atas lima jenjang kebutuhan yaitu fisiologis, keamanaan, sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri.
Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi apabila jenjang sebelumnya telah
terpenuhi. Hirarki kebutuhan bersifat mengikat, maksudnya; kebutuhan pada tingkat
yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi
oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Berdasarakan hal tersebut dapat dilihat
bahwa seseorang akan termotivasi untuk lebih giat lagi apabila jenjang kebutuhannya
belum terpuaskan atau terpenuhi. Itu sebabnya teori kebutuhan Maslow juga berkaitan
erat dengan pencapaian kinerja.
9
Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Teori Pembangunan
Pembangunan adalah suatu hal yang kompleks, dimana pembangunan meliputi
perubahan-perubahan sosial. Riant Nugroho mengatakan bahwa dalam pembangunan,
perencanaan pembangunan menjadi kunci, karena sesungguhnya ini adalah pekerjaan
yang maha rumit. Seperti diketahui, istilah “pembangunan” adalah istilah khas dari
proses rekayasa sosial (dalam arti luas, termasuk ekonomi, politik, kebudayaan, dan
sebagainya) yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang.
Bagi negara berkembang melakukan pembangunan dalam era globalisasi
bukanlah pekerjaan yang mudah. Tambah lagi pembangunan menjadi sebuah ideologi
bagi setiap negara baru (negara-negara yang rata-rata merdeka setelah Perang Dunia
Kedua usai). Kemajuan dan kemakmuran negara-negara di Eropa Barat dan Amerika
Utara tidak hanya memicu semangat negara-negara berkembang untuk mengejar
ketertinggalan bahkan lebih menjadi obsesi. Pembangunan menjadi ideologi, agama,
bahkan kemudian menjadi mitos.
Sebuah keyakinan bahwa pembangunan pada
akhirnya membuat negara-negara terbelakang mampu mengejar ketertinggalannya, dan
menjadi setara dengan negara yang maju. Padahal, sebagian besar perjalanan
pembangunan negara-negara tersebut berujung kepada jalan buntu.
Nugroho mengemukakan bahwa, kecenderungan mempergunakan pendekatan
politik atau pendekatan ekonomi untuk menyelesaikan masalah pada saat ini sudah
tidak memadai lagi karena antara politik dan ekonomi, memiliki satu kesamaan.
Keduanya adalah alat ukur yang relatif bersifat subyektif, yakni tergantung kepada
siapa yang mempergunakan pendekatan tersebut. Menurutnya, pendekatan yang lebih
tepat dipergunakan dalam menyusun konsep pembangunan baru dengan pendekatan
manajemen. Makna manajemen di sini lebih luas daripada sekedar manajemen
perusahaan atau pemerintahan. Manajemen di sini adalah sebuah paradig dan sebuah
filosofi hidup. Manajemen adalah bagaimana kita menata kehidupan yang lebih baik,
tertata, dan dapat dipertanggungjawabkan.
10
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan manajemen dimulai dengan menyusun Visi, kemudian Misi,
Strategi, dan Aksi pembangunan. Visi adalah arah ke mana kita hendak pergi,
sedangkan misi adalah tentang apa yang harus dikerjakan dalam usaha mewujudkan
visi. Ditegaskan oleh Nugroho agar paradigma dan pendekatan pembangunan yang
baru ini dapat dilaksanakan, maka visi baru perlu dirumuskan dan dijadikan dasar
perumusan kebijakan dan strategi jaringan pembangunan. Strategi adalah cara untuk
mencapai tujuan. Menurut Nugroho, strategi pembangunan yang paling akomodatif
untuk era globalisasi adalah pemberdayaan.
Pemberdayaan dilakukan oleh tiga aktor dalam negara yakni, organisasi publik,
organisasi bisnis dan masyarakat dalam hal ini civil society. Menurut Nugroho, strategi
pemberdayaan terdiri dari empat indikator, yaitu para pelaku pembangunan, baik sektor
negara dan sektor masyarakat, memeperoleh keadilan dan kesetaraan dalam hal akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat dari dan terhadap pembangunan. Pemberdayaan
memepergunakan tiga tahapan yakni penyiapan (bagi yang hendak diberdayakan),
pemihakan (terhadap yang diberdayakan) dan perlindungan (bagi yang sudah mandiri).
Keberhasilan pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari sejauh mana organisasiorganisasi tersebut telah dikelola dengan baik sehingga memberikan nilai bagi
kustomernya dalam hal ini masyarakat.
Lebih lanjut Nugroho menyatakan bahwa strategi pembangunan pemberdayaan
adalah meletakkan organisasi publik sesuai tugas-pokok-dan-fungsinya, dan demikian
pula dengan kedua organisasi yang lain. Strategi yang bersifat makro tersebut
dijabarkan dalam strategi mikro yang bersifat aksi yakni setiap organisasi harus
menjalani proses “reinventing” atau penemuan diri, dengan melalui tiga penahapan.
Pertama, reorientasi, yaitu menemukan di mana kondisi saat ini, apa yang masih tersisa
dan hendak ke mana tujuan organisasi. Kedua, restrukturisasi yakni menata ulang
seluruh rancang bangun organisasi dan nilai agar sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai serta kondisi riil dan potensial yang dimiliki. Ketiga, aliansi yakni
menyetarakan dan menyamakan langkah antar organisasi, baik di dalam sektornya
maupun lintas sektor.
11
Universitas Sumatera Utara
Teori modernisasi merupakan salah satu pelengkap dalam teori pembangunan
dunia ketiga. Schoorl menyebutkan bahwa modernisasi adalah suatu proses
transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dalam
bukunya yang berjudul Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan NegaraNegara Sedang Berkembang (1981) Schoorl membuka tulisannya dengan menyatakan
bahwa modernisasi sebagai gejala umum. Semua bangsa terlibat dalam proses
modernisasi. Manifestasi proses modernisasi ini pertama kali nampak di Inggris pada
abad ke-18 yang disebut revolusi industri. Penyebaran itu dianggap sebagai sesuatu
yang begitu biasa, sehingga masyarakat dunia itu dibagi menjadi dua kategori yaitu
negara maju dan negara sedang berkembang, masing-masing terdiri atas negara-negara
yang telah mengalami modernisasi dan yang sedang mengadakan modernisasi. 12
Lebih lanjut, Schoorl menyatakan bahwa ada beberapa konsep kunci sosiologi
yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi,
pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui
kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan teknologi sebagai
peningkatan pengetahuan. Modernisasi sama artinya dengan evolusi bila dibatasi pada
perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Menurut Linton, modernisasi dan
masyarakat modern itu dapat bermacam-macam arahnya. 13 Tergantung pada nilai-nilai
dan norma-norma yang digunakan apakah modernisasi tertentu itu juga dipandang
sebagai kemajuan atau bukan. Proses evolusi merupakan pertumbuhan yang mutlak
dan manusia sesuai dengan posisi dan situasinya, sampai batas-batas tertentu
bertanggung jawab atas perkembangan masyarakat dan kebudayaannya.
Modernisasi masyarakat itu secara umum dapat dirumuskan sebagai penerapan
pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau
kepada semua aspek-aspek masyarakat. Definisi ini bertolak dari gagasan bahwa
tambahnya suatu pengetahuan ilmiah merupakan faktor yang terpenting dalam proses
12
Prof. Dr. Jw. Schoorl. 1981. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara
Sedang Berkembang. Jakarta: PT Gramedia. hal.1
13
Ibid. hal. 9
12
Universitas Sumatera Utara
modernisasi. Maka dalam hal ini masyarakat dikatakan lebih atau kurang modern,
apabila lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Selain itu, Schoorl juga memandang
modernisasi yang lahir di barat akan cenderung ke arah westernisasi, memiliki tekanan
yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat
selalu eksis, namun setidaknya akan muncul kebudayaan barat dalam kebudayaanya.
Schoorl memusatkan perhatian pada proses modernisasi yang terjadi pada negaranegara yang sedang berkembang. Ia menyebutkan bahwa proses modernisasi yang
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang memiliki jenis proses tersendiri, hal
ini didasarkan pada usaha-usaha negara tersebut untuk mengejar suatu ketertinggalan
yang jauh, suatu perubahan radikal dari keadaan yang ada serta penyesuaian diri
dengan perubahan sebagai suatu gejala yang permanen.
Perkembangan selanjutnya dalam mendefenisikan teori pembangunan ialah
munculnya teori ketererbelakangan. Teori keterbelakangan muncul sebagai reaksi
terhadap fenomena kegagalan penerapan teori modernisasi di Amerika Latin. Teori ini
cenderung melihat pembangunan dan keterbelakangan di banyak Negara melalui
pendekatan yang cenderung kepada aspek politik dan pemerintahan. Keterbelakagnan
dan kemiskinan yang terjadi di banyak negara khususnya di negara dunia ketiga
merupakan sebagai akibat dari adanya ketergantungan terhadaap kekuatan ekonomi
global dan konflik internasional.
Pandangan mengenai keterbelakangan juga dikemukakan oleh Andre Gunder
Frank. 14 Menurut pandangannya proses pembangunan dan perubahan sosial hanya
akan dapat dipahami apabila ditinjau secara historis dengan memusatkan perhatian
kepada proses interaksi didalam sistem politik dan perekonomian global. Frank
berpendapat bahwa ketimpangan ekonomi dunia merupakan hasil dari dominasi
ekonomi oleh negara-negara kapitalis maupun industri. Pembangunan dan
keterbelakangan bagaikan dua sisi dari sebuah mata uang. Negara-negara dengan
14
Arief Budiman. Ibid. hal.64
13
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang kuat akan teteap semakin kuat dengan melakukan pemerasan terhadap
negara-negara miskin. Dengan demikian usaha-usaha pembangunan di dunia ketiga
tidak akan dapat mengejar ketertinggalannya dari negara dunia pertama.
Teori terakhir yang mendasari terbentuknya teori pembangunan ialah
keberadaan teori ketergantungan (Dependent Development Theory). Ketergantungan
adalah sebuah situasi dimana ekonomi sebuah negara dikondisikan oleh perkembangan
dan ekspansi dari ekonomi negara lain. Menurut Arief Budiman ketergantungan
terhadap ekonomi internasional tidak selalu menghasilkan keterbelakangan di dunia
ketiga. Sistem ekonomi dunia menurut pandangan ini dapat menjadi pendukung
sekaligus penghambat terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara yang sedang
berkembang. Teori ini menganggap bahwa kemajuan ekonomi sebuah negara lebih
bergantung kepada faktor-faktor domestik daripada faktor global. Faktor-faktor
tersebut antara lain ialah kemampuan dan kapasitas pemerintah, pemilik modal,
masyarakat dan hubungan antar kelas yang dapat menjadi faktor pendukung kearah
pertumbuhan ekonomi dan proses modernisasi.
1.6.3. Teori Kebijakan Publik
Kebijakan publik dianggap sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang
dilakukan oleh pemerintah. Menurut Hesel Nogi kebijakan publik pada dasarnya
berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat. 15 Lebih
lanjut, Nogi mengatakan bahwa dalam hubungannya dengan tindakan pemeritah untuk
mengatasi masalah-masalah masyarakat, kebijakan diartikan sebagai keputusankeputusan pemerintah untuk mengakhiri atau memecahkan masalah-masalah yang
telah diutarakan. Nogi juga menjelaskan bahwa implementasi setiap kebijakan adalah
sebuah proses dinamis yang meliputi interaksi berbagai variabel.
William Dunn menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai
15
Hessel Nogi S. hal.2 Op.cit.
14
Universitas Sumatera Utara
tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai
tahapan. Adapun tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn ialah penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
atau evaluasi kebijakan. 16
Sepandangan dengan apa yang diungkapkan oleh Willam Dunn, Wayne
Parsons menyatakan bahwa kebijakan publik membahas tentang bagaimana isu-isu
dan persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat disusun (constructed) dan
didefinisikan, serta bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan
agenda politik. Lebih lanjut, Wayne Parsons mengatakan bahwa kebijakan publik juga
merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif
(action) dan pasif (inaction) pemerintah.17
David Easton memberikan pengertian kebijakan publik sebagai kondisi
biologis manusia atau kondisi lingkungan manusia. Pada dasarnya sistem biologi
merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan lingkungannya, yang akhirnya
menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini,
Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan
sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik.
Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atas input, process dan
output. Antara kebijakan publik dan politik memiliki hubungan yang sangat erat
terutama didalam pengambilan keputusan dan kebijakan oleh elit pemerintah. Proses
formulasi kebijakan publik berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada
masukan atau input yang terdiri atas dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan dari rakyat,
kemudian di tuntutan tersebut diolah atau process dan pada akhirnya menghasilkan
output berupa kebijakan-kebijakan dan peraturan pemerintah yang kemudian
16
William N. Dunn. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty
Press. hal.24
17
Wayne Parsons. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta:
Prenada Media. hal.xi
15
Universitas Sumatera Utara
dikembalikan lagi kepada masyarakat dan dinilai kembali apakah kebijakan publik dan
peraturan-peraturan tersebut telah berhasil untuk rakyat.
James E. Anderson memandang bahwa kebijakan publik adalah sebagai
kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat pemerintah dimana
implikasi dari kebijakan itu adalah kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu
atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, kebijakan publik
berisi tindakan-tindakan pemerintah, kebijakan publik merupakan apa yang benarbenar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan
untuk dilakukan, kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu, dan kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.18
Anderson menyatakan adanya keharusan untuk membedakan antara apa yang
ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang sebenarnya mereka lakukan di
lapangan. Hal ini menjadi penting karena kebijakan bukan hanya sebuah keputusan
sederhana untuk memutuskan sesuatu dalam suatu momen tertentu, namun kebijakan
harus dilihat sebagai sebuah proses. Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu
arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini di rinci menjadi
beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan kebijakan
(policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataanpernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan
dampak-dampak kebijakan (policy outcomes).
Tuntutan-tuntutan kebijakan adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktoraktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam
suatu sistem politik. Keputusan kebijakan dipengertiankan sebagai keputusan-
18
Hessel Nogi S. Ibid. hal.2
16
Universitas Sumatera Utara
keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau
memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Sedangkan
pernyataan-pernyataan kebijakan adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasiartikulasi kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata
dari kebijakan, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan
dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih
merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak
diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
1.6.4. Pemerintah Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pemerintah daerah merupakan
penyelenggara pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantua
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Susunan Pemerintah daerah meliputi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan
Pemerintah Daerah yang teridir dari Gubernur, Bupati, Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala Pemerintah
Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dipilih secara demokratis. Setiap
kepala daerah dibantu oleh wakil oleh wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut
sebagai wakil provinsi, untuk kabupaten disebut sebagai wakil bupati, dan untuk kota
disebut sebagai wakil walikota. Pemerintah daerah dibantu perangkat daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Sebagai lembaga yang sangat penting dalam menjalankan, mengatur dan
menyelenggarakan jalannya pemerintahan, pemerintah daerah memiliki fungsi dan
perannya masing-masing. Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 yaitu:
17
Universitas Sumatera Utara
a)
Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
b) Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum dan daya saing daerah.
c)
Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan
tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya.
Selain memliki fungsi, pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam
kaitannya dengan pemberdayaan yaitu membangun masyarakat yang mandiri
mengarahkan masyarakat demi terciptanya kemakmuran. Perlu adanya peran
pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka
peran pemerintah yang dimaksud antara lain:
1. Pemerintah Sebagai Regulator
Peran
pemerintah
sebagai
regulator
adalah
menyiapkan
arah
untuk
menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturanperaturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada
masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan
pemberdayaan.
2. Pemerintah Sebagai Dinamisator
Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi
masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk
mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan
melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada
masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh
maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.
3. Pemerintah Sebagai Fasilitator
18
Universitas Sumatera Utara
Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan
masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasiitator,
pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan
peningkatan keterampilan, serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui
pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan.
Selain beberapa peran di atas, pemerintah daerah juga memiliki peran lain
seperti, artiklausi, agregarasi dan penekan (pressures). Peran pemerintah sebagai
artikulasi kepentigan yaitu mempertemukan kepentingan yang beranekaragam dan
nyata-nyata hidup dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai pandangan, pendapat,
dan kepentingan yang berbeda-beda tergantung pada keadaan atau lingkungan yang
mempengaruhinya. Pendapat, aspirasi, pandangan yang berbeda-beda tersebut,
diusahakan dapat ditampung dan digabung dengan aspirasi dan pendapat yang senada.
Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan
dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif,
agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi
dalam kebijaksanaan pemerintah. Pemerintah dalam mengeluarkan suatu keputusan
atau kebijakan dapat bersifat menolong masyarakat dan dapat pula dinilai sebagai
kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat.
Oleh karena itu masyarakat atau setidak-tidaknya wakil dari suatu kelompok
harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntutan kelompoknya, agar dapat
dimasukkan ke dalam agenda kebijaksanaan pemerintah. Wakil kelompok yang
mungkin gagal dalam melindungi kepentingan kelompoknya akan dianggap
menggabungkan
kepentingan
kelompok,
dengan
demikian
keputusan
atau
kebijaksanaan tersebut dianggap merugikan kepentingan kelompoknya. Bentuk
artikulasi yang paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan
secara individual kepada para anggota dewan (legislatif), atau kepada Kepala Daerah,
Kepala Desa, dan seterusnya. Kelompok kepentingan yang ada untuk lebih
mengefektifkan
tuntutan
dan
kepentingan
kelompoknya,
mengelompokkan
19
Universitas Sumatera Utara
kepentingan, kebutuhan dan tuntutan kemudian menyeleksi sampai di mana hal
tersebut bersentuhan dengan kelompok yang diwakilinya.
Selain beperan sebagai artikulasi kepentingan, pemerintah daerah atau dalam
hal ini dewan perwakilan daerah memiliki peran sebagai agregasi kepentingan, yaitu
menyalurkan segala hasrat/aspirasi dan pendapat masyarakat kepada pemegang
kekuasaan atau pemegang kekuasaan yang berwenang agar tuntutan atau dukungan
menjadi perhatian dan menjadi bagian dari keputusan politik. Agregasi kepentingan
merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompokkelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan
pemerintah. Agregasi kepentingan dijalankan dalam sistem politik yang tidak
memperbolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di
tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari
rakyat dan konsumen. Sebelum melangkah lebih jauh perlu kita tahu agregasi
kepentingan juga merupakan salah satu fungsi input yaitu mengubah atau
mengkonversikan tuntutan-tuntutan sampai menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan.
Setelah kebijakan atau keputusan diambil, maka pemerintah daerah juga dapat
perperan sebagai penekan (pressures) dimana pemerintah menggunakan kekuasaannya
(power) untuk memaksa suatu sistem atau struktur maupun masyarakat itu sendiri
untuk menerima dan melakasanakan kebijakan tersebut. Pemerintah sebagai organisasi
kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata kerja sama untuk membuat suatu
kelompok masyarakat berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak pemerintah
tersebut. Pemerintah sebagai penekan akan mengendalikan jalannya suatu proses
kebijakan. Pemerintah juga bisa saja memiliki alat pemaksa bagi terselenggaranya
ketertiban di dalam masyarakat.
Berkaitan dengan pembangunan daerah, menurut Syaukani, Afan Gaffar dan
Ryaas Rasyid pemerintah daerah juga memiliki peranan yang penting dalam
20
Universitas Sumatera Utara
mendorong pembangunan daerah. Yang diharapkan dari pemerintah daerah itu antara
lain:19
1. Fasilitator. Disamping fungsi yang lainnya fungsi pemerintah daerah yang
sangat esensial adalah memfasilitasi segala bentuk kegiatan di daerah terutama
dalam bidang perekonomian. Segala bentuk perijinan hendaklah dipermudah,
bukan sebaliknya. Logika yang hendaknya digunakan oleh pemerintah daerah
adalah dengan menciptakan segala bentuk birokrasi yang akan memudahkan
kalangan pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di daerah
tersebut serta menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan ekonomi
daerah. Yang paling utama adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja
secara maksimal bagi warga masyarakat sehingga masyarakat akan memiliki
harga diri dan pengangguran dapat dikurangi. Pemerintah daerah juga dapat
menawarkan fasilitas perpajakan yang merangsang penanaman modal.
2. Pemerintah Daerah Harus Kreatif. Pembangunan daerah berkaitan pula
dengan inisiatif lokal dan kreatifitas dari para penyelenggara pemerintahan.
Karena itu pejabat pemerintah daerah sekarang ini dituntut untuk kreatif dan
berkapasitas. Seirang Gubernur/Bupati/Walikota tidak mungkin menghendaki
untuk memperlama masa jabatannya kalau tidak mampu merangsang kreatifitas
dalam pemerintahannya yang mendorong pada percepatan dan peningkatan
pembangunan. Kreatifitas tersebut menyangkut bagaimana mengalokasikan
dan, apakah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) ataukah PAD,
secara tepat dan adil serta proporsional. Kreatifitas juga menyangkut kapasitas
untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga kalangan
pemilik modal akan beramai-ramai menanamkan modal di daerah tersebut.
Kreatifitas juga menyangkut kemampuan pemerintah daerah untuk menarik
Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah sehingga banyak dana dari pusat
diberikan ke daerahnya.
19
Drs. H. Syaukani, HR. dkk. 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar. hal. 218
21
Universitas Sumatera Utara
3. Politik Lokal yang Stabil. Masyarakat dan pemerintah di daerah harus
menciptakan suasana politik lokal yang kondusif bagi dunia usaha dan
pembangunan ekonomi. Kalangan pengusaha dan investor tidak akan mungkin
mau menanamkan uangnya di suatu daerah dengan situasi politik lokal yang
tidak stabil dan pemerintahan yang tidak transparan. Selain itu suasana yang
tidak kondusif pada akhirnya juga akan mengganggu jalannya pemerintahan.
Banyak diketahui, di mana Gubernur/Bupati/Walikota sering merasa
tergganggu karena sikap anggota DPRD yang arogan dan selalu mengancam
untuk setiap waktu meminta pertanggungjawaban, atau pertanggungjawaban
tahunan akan ditolak. Orang tidak akan mungkin mau menanamkan modal pada
suatu Derah kalau Gubernur/Bupati/Walikota selalu terancam dan bahkan
kemudian akan dinonaktifkan oleh DPRD, karena kalangan pengusaha
menghendaki adanya kepastian kepada siapa mereka berurusan.
4. Pemerintah Daerah Harus Menjamin Kesinambungan Berusaha. Ada
kecenderungan yang mengkhawatirkan berbagai pihak bahwa pemerintah
daerah seringkali merusak tatanan yang sudah ada. Kalangan pengusaha asing
dan domestik seringkali merasa terganggu dengan sikap kalangan politisi dan
birokrasi lokal yang mecnoba mengutak-atik apa yang sudah disepakati
sebelumnya. Bagi kalangan pengusaha dan investor perjanjian atau kontrak
yang telah disepakati dan ditanda tangani mempunyai ikatan hukum yang harus
dihormati. Oleh sebab itu, jika terjadi pembatalan atau perubahan dalam sebuah
kontrak maka implikasi hukumnya akan sangat besar terutama dalam dunia
bisnis internasional. Karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan
kapasitas aparatnya khususnya berhubungan dengan bidang Corporate and
Business Law sehingga nantinya kalangan pengusaha dan investor akan merasa
terlindungi dengan kesinambungan usaha.
5. Pemerintah Daerah Harus Komunikatif dengan LSM dan NGO, Terutama
dalam Bidang Perburuhan dan Lingkungan Hidup. Pemerintah daerah
sekarang dituntut untuk memahami dengan intensif setiap aspirasi yang
berkembang di kalangan perburuhan baik yang menyangkut upah minimum
22
Universitas Sumatera Utara
maupun jaminan lainnya, hak-hak buruh pada umumnya, perlindungan kepada
buruh wanita ataupun yang menyangkut keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
Dengan demikian pemerintah daerah hendaknya menjadi jembatan antara
kepentingan dunia usaha dengan aspirasi kalangan pekerja/buruh. Pemerintah
daerah juga harus lebih sensitif dengan masalah atau isu lingkungan hidup serta
gender. Sehingga sikap-sikap radikal dari kalangan buruh yang didukung oleh
LSM/NGO akan dapat diakomodasi dan pada akhirnya dua kepentingan akan
dapat terjembatani.
Kelima elemen yang diungkapkan di atas merupakan prakondisi bagi
terselanggaranya pembangunan daerah. Dengan kebijaksanaan otonomi yang luas
maka peluang bagi daerah menjadi sangat luas pula dan semuanya sangat bergantung
pada daerah itu sendiri.
1.7.Metode Penelitian
1.7.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu
penelitian yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau
karakteristik sekelompok manusia. Pada dasarnya, deskripsi kualitatif melibatkan
proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi. 20
1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan sumber data yang terdiri dari data primer dan
data sekunder.
a) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam
pengambilan data penulis mengumpulkan dengan tehnik interview atau
wawancara.
Wawancara
merupakan pengumpulan data dengan cara
memberikan pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh
keterangan dalam menyimpulkan data yang terkumpul. Adapun informan yang
akan diwawancara dalam penelitian ialah Kepala Daerah Labuhanbatu Selatan,
20
Anselm Strauss & Juliet Corbin. hal.5
23
Universitas Sumatera Utara
Sekretaris Daerah Labuhanbatu Selatan, Kelapa Bappeda Labuhanbatu Selatan,
Sekretaris Bappeda Labuhanbatu Selatan, Kepala Staaf Program Bappeda
Labuhanbatu Selatan dan informan pendukung lainnya.
b) Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
Data tersebut dapat diperoleh melalui catatan atau dokumentasi, buku, dan
literatur lain yang berhubungan dengan objek penelitian ini.
1.7.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Alasan
dipilihnya lokasi penelitian ini adalah karena kabupaten ini termasuk sebagai salah satu
kabupaten yang baru melaksanakan pemekaran di provinsi Sumatera Utara.
1.7.4. Tehnik Analisa Data
Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data yang diperoleh dari sumber-sumber
yang digunakan dalam tehnik pengumpulan data. Adapun tehnik analisa data adalah
tehnik analisa data kualiatatif yaitu dengan menekankan analisis pada sebuah proses
pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena
yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. 21
1.8. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan rencana penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti terdiri dari 4 (empat) bagian besar, dan kemudian dispesifikasikan lagi untuk
mempermudah proses penelitian dalam hal penulisan agar sesuai dengan suatu karya
ilmiah. Adapun sistematika penulisan tersebut antara lain:
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, jenis
21
Burhan Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: PT Kencana. Hal.153
24
Universitas Sumatera Utara
penelitian yang digunakan, teknik pengumpulan data, teknik analisa
data dan sistematika penulisan.
BAB II
: PROFIL DAN DESKRIPSI KABUPATEN LABUHANBATU
SELATAN
Dalam Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang lokasi penelitian
seperti gambaran umum Labuhanbatu Selatan, sejarah pemekaran,
struktur organisasi Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan, visi dan
misi Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan.
BAB III
: ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH
LABUHANBATU SELATAN DALAM MEMPERCEPAT
PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2015
Dalam Bab ini dilakukan pemetaan kebijakan yang dibuat, kegiatan
yang dilakukan untuk menjalankan kebijakan, pendeskripsian capaian
pembangunan dan juga berisi analisis kinerja pemerintah daerah
Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam melaksanakan percepatan
pembangunan daerah.
BAB IV
: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan analisis dan rekomendasi dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Kemudian berisi tentang
saran-saran yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan
pemerintah.
25
Universitas Sumatera Utara