Evaluasi Pelaksanaan Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course) dalam Menurunkan Angka Penderita TB Paru di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Situasi Tuberkulosis (TB) didunia semakin memburuk. Jumlah kasus TB
meningkat kasus baru dan kasus lama sehingga banyak yang tidak berhasil
disembuhkan. Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan
kasus TB. Disamping itu, kekebalan ganda kuman TB terhadap Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) juga menyebabkan angka penderita Multi Drugs Resistance
(MDR) menjadi masalah baru yang muncul akibat penanganan kasus yang tidak
tuntas. Hal ini menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani
(Kemenkes RI, 2012).
Menurut Global Report WHO (2014) bahwa jumlah penderita TB paru di
dunia sebanyak 9 juta orang termasuk 1.1 juta orang diantaranya dengan kasus
HIV. 1,5 juta orang meninggal dunia dengan 360.000 orang diantaranya positif
HIV. Sedangkan, TB-MDR ada 136.000 kasus yang terdeteksi pada tahun 2013
meningkat dari 52.825 kasus yang terdeteksi pada tahun 2009.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah penderita TB Paru belum
menyadari pentingnya keteraturan berobat selama enam bulan dengan program
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course). Strategi DOTS
adalah strategi yang dikembangkan oleh WHO dalam intervensi pengendalian TB
yang paling efektif, terdiri dari 5 komponen kunci yaitu : Komitmen politis,

Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, Pengobatan jangka
pendek dengan pengawasan langsung, Jaminan ketersediaan Obat Anti

1
Universitas Sumatera Utara

2

Tuberkulosis (OAT) yang bermutu, dan Sistem pencatatan dan pelaporan. Strategi
ini akan memutuskan penularan TB dan menurunkan insidens TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan
penularan TB (Kemenkes RI, 2010).

Di Indonesia, penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang
menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. Indonesia berada di urutan ke-4
setelah India, Cina, dan Afrika Selatan tahun 2013 dan di urutan ke-2 setelah
India tahun 2014. Jumlah kasus TB di Indonesia ada 327.103 kasus dengan
64.000 orang meninggal dunia. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate/
CDR) nya sebesar 71% (WHO, 2014).
Sekitar 75% penderita TB adalah kelompok usia yang paling produktif

secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan keluarganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal
akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun (Kemenkes RI,
2012).
Inisiasi pengendalian TB di Indonesia berawal tahun 1995 dimana
Indonesia mengadopsi DOTS sebagai strategi nasional penanggulangan dengan
ekspansi bertahap yang dilaksanakan pada puskesmas-puskesmas di seluruh
wilayah. Pada tahun 1999, pembentukan Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional)
TB dengan kebijakan bahwa DOTS dilaksanakan di seluruh Unit Pelayanan
Kesehatan termasuk inisiasinya di rumah sakit. Pada tahun 2000-2005,
dilaksanakan intensifikasi strategi DOTS dengan peningkatan kualitas yang
ditekankan pada provinsi dan kabupaten/kota untuk merencanakan dan

Universitas Sumatera Utara

3

melaksanakan program pengendalian TB. Keberhasilan program terlihat dengan
pencapaian target global tingkat deteksi dini dan kesembuhan. Namun, Pada tahun

2006-2010 dilakukan konsolidasi dan implementasi inovasi dalam strategi DOTS
karena munculnya tantangan baru yaitu penyebaran ko-infeksi TB-HIV,
peningkatan resistensi obat TB, jenis penyedia pelayanan TB yang sangat
beragam, kurangnya pengendalian infeksi TB di fasilitas kesehatan serta
penatalaksanaan

TB

yang

bervariasi.

Meskipun

Indonesia

mengalami

pemberhentian sementara dana Global Fund Aids Tuberkulosis Malaria (GFATM)
Round 1 dan round 5, akan tetapi kegiatan pelayanan TB tetap berjalan dengan

menggunakan dana dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta sumber
pendanaan lainnya yang masih dapat dipertahankan (Kemenkes RI, 2011).
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang menerapkan strategi
DOTS dengan jumlah penderita TB Paru menempati urutan ke-7 di Indonesia.
Tahun 2013, jumlah penderita TB Paru BTA(+) sebesar 21.322 jiwa dengan hasil
cakupan penemuan kasusnya yaitu 72,29% (Dinkes Sumatera Utara, 2014).
Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar
82,57% dan tahun 2011 sebesar 76,57%. Sedangkan Kabupaten/Kota yang
mempunyai prevalensi TB Paru tertinggi di Sumatera Utara antara lain yaitu
Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Kabupaten Nias, Kota Tanjungbalai,
Kabupaten Madailing Natal, Padang Lawas, Pematang Siantar dan Gunungsitoli
(Dinkes Sumatera Utara, 2013).

Universitas Sumatera Utara

4

Gambar 1.1 Trend penemuan kasus TB paru BTA (+) tahun 2000-2013 di
Provinsi Sumatera Utara
Kota Tanjungbalai merupakan salah satu kota yang berada di wilayah

Provinsi Sumatera Utara dan terletak pada daerah pesisir pantai. Pada tahun 2013,
Kota Tanjungbalai berada pada posisi keempat dengan jumlah penderita TB
sebanyak 1.973 orang. Penderita TB Paru BTA(+) diantaranya ada 189 Orang dan
CDRnya sebesar 9,58%. Penderita TB Paru tersebut mendapatkan pengobatan
dengan strategi DOTS yang terdapat dalam sepuluh Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK), yakni Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Tengku Mansyur, Lapas
Tanjungbalai, Puskesmas Datuk Bandar, Puskesmas Semula Jadi, Puskesmas
Mayor Umar Damanik, Puskesmas Kampung Baru, Puskesmas Kampung
Persatuan, Puskesmas Sei Tualang Raso, Puskesmas Sipori-pori, dan Puskesmas
Teluk Nibung (Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, 2014).

Universitas Sumatera Utara

5

Rumah sakit adalah salah satu rantai pelayanan kesehatan dalam
penanggulangan TB, yang dapat berfungsi baik sebagai tempat pelayanan pertama
maupun tempat rujukan. Peran rumah sakit sebagai jejaring rujukan menjadi
penting karena selain dapat meluaskan akses pelayanan bagi penderita rumah sakit
juga untuk alih teknologi kesehatan yang sangat strategis karena tersedianya

tenaga dokter spesialis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Namun komitmen
pelaksanaan strategi DOTS masih kurang terutama untuk mengkoordinir dan
pencatatan distribusi PMO / Pengawas Menelan Obat (Suparmanto, 2000).
Menurut Profil RSUD Dr. Tengku Mansyur (2013) bahwa Tuberkulosis
termasuk sepuluh penyakit rawat inap terbesar (Gastroentitis, Dyspepsia, Head
Injury, Diabetes Mellitus, Hipertensi, Asfiksia Neonatorum, Stroke NonHemograe, Cronic Obstucsi Pulmonal, Bronchitis, Tuberkulosis). Tuberkulosis
juga termasuk lima penyakit rawat jalan terbesar sebanyak 1.704 orang setelah
DM sebesar 5.029 orang, Stroke sebesar 2.435 orang, Hipertensi 2.168 orang,
Dyspepsia sebesar 1.722 orang dan termasuk penyakit penyebab kematian nomor
delapan dengan jumlah penderita yang telah meninggal sebesar 11 orang.
Berdasarkan Laporan Registrasi TB Kabupaten/Kota Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK) di RSUD Dr. Tengku Mansyur dari Form TB 03 bahwa jumlah
penderita TB Paru dengan Kategori 1 yaitu pasien TB paru BTA(+) sebanyak 51
Orang (tahun 2012), 54 Orang (tahun 2013), dan 41 Orang (tahun 2014). Seluruh
penderita tersebut telah mengikuti program DOTS dan mendapatkan pelayanan
pengobatan TB selama masa pengobatan 6 bulan. Namun terlihat bahwa angka
kesembuhan penderita TB (Cure Rate) meningkat namun masih rendah dari 57%

Universitas Sumatera Utara


6

(tahun 2013) menjadi 61% (tahun 2014). Selain itu, 21,9% penderita TB berhenti
berobat/ default, 2,4% penderita TB meninggal dunia, dan 14,6% tidak ada
tercatat statusnya di Form TB 03 (RSUD Dr. Tengku Mansyur, 2014).

Jumlah Penderita (Orang)

60
50
40
2012

30

2013
20
2014
10
0

2012

2013
Tahun

2014

Gambar 1.2 Jumlah penderita TB paru tahun 2012-2014 di RSUD Dr. Tengku
Mansyur Kota Tanjugbalai
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang
vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB.
Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi
masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar
dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk
menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah
tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode
waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun. Dalam mengukur
keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna
untuk kepentingan perencanaan program dan perbaikan kebijakan program
penanggulangan TB (Firdaufan, 2011).


Universitas Sumatera Utara

7

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
bahwa RSUD Dr. Tengku Mansyur belum menjalankan strategi DOTS sesuai
dengan Pedoman Manajerial Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di
rumah sakit oleh Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Penerapan monitoring
terhadap keteraturan pasien TB untuk meyelesaikan pengobatan masih kurang
optimal dan pelaksanaan Standard Procedure Operational (SPO) bagi PMO
pasien TB tidak ada dilakukan. Rujukan pasien selalu dilakukan untuk pasien
yang terdiagnosis kategori MDR ke Rumah Sakit Adam Malik Medan namun
monitoring hasil umpan baliknya tidak ada dilakukan. Selain itu kepatuhan
melaksanakan SPO jejaring internal dan eksternal juga masih kurang sehingga
angka kesembuhan pasien TB masih rendah dan angka drop out pasien TB sangat
tinggi. Tim DOTS di rumah sakit masih kurang karena hanya terdiri dari satu
orang dokter spesialis paru-paru, satu orang perawat, dan satu orang petugas
laboratorium. Ketiga orang tersebut masih ada yang belum bersertifikat Pelatihan
Pelayanan Tuberkulosis Dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya oleh Firdaufan (2011)
bahwa Program pengendalian TB dengan strategi DOTS telah berjalan di
kabupaten Boyolali, Sukoharjo, dan Kota Surakarta, tetapi belum mencapai target
yang diharapkan. Penemuan kasus (Case Detection Rate) di bawah standar 70%,
pada level kota/ kabupaten maupun level puskesmas. Angka konversi dan angka
kesembuhan masih di bawah target 85% pada sejumlah puskesmas, meskipun
rata-rata target telah tercapai di level kabupaten/ kota. Salah satu penyebab utama
adalah kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS swasta masih rendah dalam

Universitas Sumatera Utara

8

menerapkan prosedur standar diagnosis, pengobatan, maupun pencatatan dan
pelaporan pasien TB. Angka putus berobat dan ketidakefektifan pengawasan
menelan obat mempengaruhi angka kesembuhan. Dukungan pemerintah daerah
dan DPRD belum memadai dalam pembiayaan program penanggulangan TB.
Penelitian selanjutnya oleh Aditama dkk (2013) tentang pelaksanaan
kegiatan program penanggulangan TB paru dari aspek input, process, dan output
di Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 telah berjalan baik

namun angka penemuan kasus pada periode 2004 – 2008 mengalami penurunan
dari 24,60% menjadi 20,0%. Angka kesembuhan TB paru 66,67% belum
mencapai target (85%). Hal ini dikarenakan dokter, pengelola program dan tenaga
laboratorium mendapatkan tugas rangkap sehingga beban kerjanya bertambah
serta dana untuk program DOTS tersebut masih kurang.
Dari data-data diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang
evaluasi pelaksanaan strategi DOTS dalam menurunkan angka penderita TB Paru
di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu bagaimana pengevaluasian terhadap pelaksanaan strategi
DOTS dalam menurunkan angka penderita TB Paru Di RSUD Dr. Tengku
Mansyur, Kota Tanjungbalai Tahun 2015 yang berkaitan dengan angka
kesembuhan penderita TB.

Universitas Sumatera Utara

9

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pelaksanaan strategi
DOTS dalam menurunkan angka penderita TB Paru Di RSUD Dr. Tengku
Mansyur, Kota Tanjungbalai Tahun 2015 yang berkaitan dengan angka
kesembuhan penderita TB.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dilakukan yaitu:
a. Bagi Pemerintah Kota Tanjungbalai sebagai bahan masukan dan informasi
mengenai pencapaian strategi DOTS agar meningkatkan upaya dalam
penanggulangan Tuberkulosis (TB).
b. Bagi RSUD Dr. Tengku Mansyur sebagai informasi tambahan dalam
mengetahui point-point strategi DOTS yang belum terpenuhi untuk
implementasi yang lebih baik kedepannya sesuai dengan Pedoman Manjerial
TB di rumah sakit.
c. Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan melanjutkan penelitian ini untuk
memperkaya ilmu dan pengetahuan dan riset terbaru tentang perkembangan
pencapaian program penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS dalam
menurunkan serta menyembuhkan angka penderita TB Paru.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru (TB-Paru) Dalam Program Pengobatan dengan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) di Puskesmas Pasar Merah Tahun 2000

2 35 85

Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

9 56 72

Hubungan Pelaksanaan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dengan Tingkat Keberhasilan Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan.

5 58 111

Analisis Pelaksanaan Pengobatan TB Paru Dengan Strategi Dots Di Puskesmas Wilayah Kota Medan

4 54 131

Analisis Pelaksanaan Pengobatan Tb Paru Dengan Strategi DOTS Di Puskesmas Wilayah Kota Medan

0 32 1

Evaluasi Pelaksanaan Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course) dalam Menurunkan Angka Penderita TB Paru di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2015

0 0 16

Evaluasi Pelaksanaan Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course) dalam Menurunkan Angka Penderita TB Paru di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2015

0 0 2

Evaluasi Pelaksanaan Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course) dalam Menurunkan Angka Penderita TB Paru di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2015

0 0 40

Evaluasi Pelaksanaan Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course) dalam Menurunkan Angka Penderita TB Paru di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2015

0 4 3

Evaluasi Pelaksanaan Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course) dalam Menurunkan Angka Penderita TB Paru di RSUD Dr. Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2015

0 0 15