Kajian Organologi Alat Musik Gambus Melayu Buatan Bapak Syahrial Felani

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (ras) besar di dunia.
Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar
di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah
persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu
(Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara, seperti Malaysia,
Filipina (bagian selatan), Singapura, Pattani Thailand, Myanmar, Brunei
Darussalam, dan Indonesia (Muhamamad Husein, 2011:2).
Di Indonesia, etnik Melayu terdapat dibeberapa daerah, yaitu: daerah
Tamiang di Nanggroe Aceh Darussalam, Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau
Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Di Pesisir Sumatera Utara,
dahulu masuk wilayah Timur, wilayah budaya etnik Melayu berdasarkan
pemekarannya meliputi kabupaten/kota: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang,
Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, Batubara, Labuhan Batu
(termasuk Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batun Selatan), dan Siak Sri
Indrapura (Muhammad Husein, 2011: 3).
Dalam suatu kebudayaan pastilah ditemui unsur kesenian, yang didukung
oleh musik dan tari, yang mana fungsinya adalah sebagai media pendukung

terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud
gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar,
interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lainlainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara

1
Universitas Sumatera Utara

di sisi lain, musik juga di bangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari: metrum
atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat,
sedang, cepat, sangat cepat). Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga
berhubungan dengan seni tari yang diiringinya. Dalam konteks budaya Melayu
sendiri, integrasi musik dengan tari terwujud dalam konsep begitu begitu pula
tarinya. Dengan demikian, budaya musik menjadi bagian yang tak terpisahkan
dengan kebudayaan Melayu pada umumnya (Muhammad Takari dan Heristina
Dewi, 2008:113).
Dalam suatu ensambel musik Melayu, biasanya alat-alat musik atau
instrumen yang digunakan ialah gendang (gendang anak, gendang induk),
marwas, biola, akordion, tamburin, rebana, dan gambus. Dalam tulisan ini penulis
berfokus mengkaji aspek organologis alat musik gambus. Alat musik gambus
Melayu ini biasa dimainkan untuk mengiringi pertunjukan zapin, yang secara

fungsional musi adalah sebagai pembawa melodi. Gambus Melayu ini merupakan
alat musik petik yang masuk dalam klasifikasi kordofon (salah satu klasifikasi alat
musik yang proses bunyinya berasal dari getaran senar atau dawai).Alat musik ini
juga termasuk pula ke dalam kelompok lute berleher panjang karena alat musik
gambus ini mempunyai leher yang panjang dan bentuk badannya seperti buah pir
yang dibelah dua.
Pada saat awal melihat dan mendengarkan alat musik ini dimainkan,
penulis merasa tertarik baik dari sisi ilmu maupun konteks budaya. Dari segi ilmu
etnomusikologi adalah bagaimana konteksnya dalam peradaban masyarakat
Melayu. Dari sisi konteks budaya, digunakan untuk apa saja alat musik ini,
seterusnya bagaimana fungsinya. Tetapi penulis lebih tertarik untuk mengkaji

2
Universitas Sumatera Utara

aspek organologis alat musik gambus, untuk itu penulis harus mencari siapa
pembuat gambus Melayu ini.
Pada tanggal 10 Februari 2014 di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli
Serdang, yang beralamat Jalan Perintis kemerdekaan Nomor 204, Dusun IV,
penulis bertemu dengan seorang pembuat alat musik gambus Melayu yang

bernama Bapak Syahrial Felani. Ketika penulis mengemukakan maksud akan
mengkaji organologis gambus buatan beliau, maka ia sangat menyambut niat baik
penulis.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa teman beliau, termasuk ia
sendiri, Syahrial Felani juga mahir memainkan gambus, gendang ronggeng,
menarikan tarian Melayu juga tarian Minangkabau. Hingga sampai saat ini Bapak
Syahrial Felani masih aktif di dalam dunia kesenian Melayu. Salah satunya ia
menjadi pengelola seni dan seniman pada sanggar tari yang bernama Tamora 88
yang berlokasi di alamat rumahnya.
Pada saat itu penulis banyak berbincang tentang alat musik gambus,
seperti bagaimana struktur organologis gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial
Felani. Menurut sejarahnya, beliaumengatakan masuknya gambus di Sumatera
Utara melalui penyebaran Islam oleh orang-orang Arab di Sumatera Utara di
pesisir pantai timur. Salah satunya adalah dengan melalui media kesenian yang
datangnya dari luar, khususnya zapin, telah banyak mempengaruhi masyarakatnya
seperti salah satu alat musik yaitu gambus. Alat musik gambus yang berasal dari
Arab ini dikenal dengan nama ‘ud.Tetapi, gambus Melayu ini

lebih dikenal


dengan gambus belalang karena berbentuk seperti belalang.
Pada

tahun 1976 Bapak Syahrial Felani mulai belajar

berkesenian

Melayu dan di tahun 1982 tertarik dengan alat musik gambus tersebut dan untuk

3
Universitas Sumatera Utara

belajar memulai memainkannya serta ditahun 1986 berdasarkan pengamatannya
saja, ia tertarik untuk mencoba membuat sendiri alat musik gambus tersebut
dengan apa adanya. Ternyata hasil karyanya memiliki ciri khas dari mulai bentuk
dan ukuran maupun suara yang dihasilkannya. Bapak Syahrial Felani
mengatakan 1 bahwa gambus Melayu biasanya memiliki 7 senar tetapi dengan
didasari faktor kreativitas, gambus yang dibuatnya memiliki 9 senar. Rinciannya
adalah dengan susunan 5 baris, posisi senar 1 hingga 4 berlapis dua, dan senar
kelima tidak berlapis.

Terdapat

ukiran yang dihasilkannya adalah hasil idenya sendiri yang

mempunyai arti simbol yang menandakan hasil karyanya, penuh dengan maknamakna dalam budaya Melayu. Seperti ukiran berbentuk bunga adalah simbol dari
alam dalam budaya Melayu. Demikian pula pucuk rebung, simbol dari kehidupan,
dan lain-lainnya.
Sampai saat ini, Bapak Syahrial Felani sudah membuat gambus lebih
kurang sebanyak 300 buah hingga tahun 2014 berdasarkan kebutuhan permintaan
pemesanan. Menurut informasi yang penulis dapatkan, ada beberapa pemain
gambus di Sumatera Utara, seperti: Nasri Effas, Hendrik Perangin-angin, Rubino,
dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang telah memakai gambus buatan
Bapak Syahrial Felani. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Rubino bahwa gambus
yang di buat oleh Syahrial Felani memiliki kualitas yang baik. Apalagi gambus
buatan Syahrial Felani memiliki 9 senar untuk mempermudah memainkannya
pada nada yang tinggi. Bapak Rubino juga mengatakan bahwa Syahrial Felani
sudah menjadi penyalur alat musik gambus di kota Medan. Gambus yang ia
gunakan, sudah dimainkannya hingga ke beberapa wilayah Asia Tenggara seperti,
Singapura, Thailand, Australia, hingga Eropa seperti Prancis dan Inggris. Bahan
1


Hasil wawancara penulis dengan Bapak Syahrial Felani pada tanggal 15 Maret 2014

4
Universitas Sumatera Utara

utama untuk membuat alat musik

gambus adalah kayu nangka (Artocarpus

Integra Sp.). Dipilih kayu tersebut karena tekstur kayu yang lebih lunak dan
mudah dipahat, selain itu juga jenis kayu tersebut cukup kuat,bobotnya yang
relative ringan, dan tidak berubah bentuk atau retak ketika kering. Dibutuhkan
kayu nangka yang berusia rata-rata 20 tahun dan memiliki ukuran berdiameter 36
cm. Selanjutnya, kayu tersebut dipotong dengan ukuran panjang 99 cm dan
dibelah menjadi 2 bagian. Gambus juga memiliki lubang resonator, dibuat dengan
cara melakukan pemahatan dan dibutuhkan kulit kambing untuk melapisi atau
menutup pada bagian depan lubang resonator.
Gambus ini menurut wawancara saya dengan beliau, dalam proses
pembuatannya dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan keuletan tangan dan

dikerjakan dengan peralatan yang sederhana, seperti gergaji, kampak, martil, serta
berbagai alat pahat dari ukuran kecil hingga besar, juga chinshaw (geraji mesin)
untuk mempermudah pemotongan atau membelah kayu.
Dibutuhkan waktu 2 minggu untuk menyelesaikan 1 buah alat musik
gambus. Menarik untuk dibahas dari uraian di atas karena pembuatannya
membutuhkan proses yang memiliki ciri khas gambus yang dibuat oleh Bapak
Syahrial Felani dan bagaimana struktur organologis gambus baik dari segi
struktural maupun fungsional. Dengan demikian penulis memilih judul untuk
penelitian ini yaitu: “Kajian Organologis Alat Musik Gambus Buatan Bapak
Syahrial Felani.”

5
Universitas Sumatera Utara

1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, pokok
permasalaan yang menjadi topik bahasan didalam tulisan ini adalah sebagai
berikut ini.
1. Bagaimana struktur organologis gambus Melayu buatan Bapak Syahrial
Felani baik dari segi struktural maupun fungsional?

2. Bagaimana proses pembuatan gambus Melayu buatan Bapak Syahrial
Felani?

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian alat musik gambus adalah:
1. Untuk mengetahui dengan cara meneliti langsung di lapangan dan
mendeskripsikan bagaimana struktur organologis gambus Melayubuatan
Bapak Syahrial Felani baik dari segi struktur maupun fungsi (musikal).
2. Untuk menganalisis dan memahami proses pembuatan gambus Melayu
buatan Bapak Syahrial Felani.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terhadap aspek organologis alat musik gambus Melayu
buatan Bapak Syahrial Felani adalah sebagai berikut.
1. Sebagai

bahan dokumentasi untuk menambah refrensi mengenai

gambus di Departemen Etnomusikologi
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya

yang berkaitan dengan gambus.

6
Universitas Sumatera Utara

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang di peroleh penulis
selama perkuliahan di Departemen etnomusikologi.
4. Memberikan informasi tentang alat musik gambus kepada masyarakat
umum khususnya Melayu diSumatera Utara.
5. Untuk

memenuhi syarat memnyelesaikan studi progam S-1 di

Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.

1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Ada beberapa konsep dan teori yang dibutuhkan dalam membicarakan
permasalahan terhadap objek penelitian ini, studi organologi yang dimaksud
adalah sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124),

bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik. Istilah
tersebut mempunyai tendensi untuk dijadikan batasan dalam mendeskripsikan
penampilan fisik, properti akustik, dan sejarah alat musik. Selanjutnya menurut
beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi
sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan “ilmu
pengetahuan’’ dari alat musik itu sendiri antara lain: teknik pertunjukan, fungsi
musikal, dekoratif, dan variasi dari sosial budaya.
Dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis gambus
di Tanjung Morawa buatan Bapak Syahrial Felani,

adalah penelitian secara

mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknikteknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari alat musik gambus tersebut.
Selanjutnya, istilah chordopone adalah klasifikasi alat musikyang ditinjau
berdasarkan penggetar utamanya sebagai penghasil bunyi yaitu berasal dari senar

7
Universitas Sumatera Utara

(klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel, 1961). Berdasarkan

konsep di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses
pembuatan instrumen gambus Melayu, termasuk juga teknik pembuatan, proses
pembuatannya, di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
tepatnya di Desa Tanjung Morawa B, juga mengenai teknik-teknik dalam
memainkan, fungsi musik, ornamentasi (hiasan yang dibedakan dengan
konstruksi),dan beberapa pendekatan sosial budayanya.

1.4.2 Teori
Teori mempunyai hubungan

yang erat dengan penelitian dapat

meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan
menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25)
Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik
gambus Melayu yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu
Khasima di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art, 1978 :74), yaitu dua
pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni teori
struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu: aspek fisik instrumen musik,
pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen,
ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Di sisi lain, secarafungsional,
yaitu fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti,
melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan
bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan
suara.”

8
Universitas Sumatera Utara

Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961)
yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama
bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu
sendiri,
2. Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,
3. Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulit,
4. Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka gambus Melayu adalah instrumen
musik kordofon dimana penggetar utama bunyinya melalui senar atau dawai.
Untuk gambus digolongkan kepada jenis lute, pada prinsipnya berarti gambus
menggunakan kotak resonator suara. Selain itu jenis lute mempunyai leher (neck)
yang berfungsi sebagai papan jari (fingerboard)atau juga sebagai penyangga
dawai (string bearer).
Dalam tulisan ini juga dibahas mengenai gambus yang merupakan proses
hasil perkembangan secara akulturasi dalam Dunia Islam. Oleh karena itu, maka
penulis mengacu pada teori akulturasi dalam kebudayaan, seperti yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1986:247).
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Selain itu juga digunakan teori difusi atau persebaran.Proses penyebaran
manusia yang membawa unsur kebudayaan, dalam hal ini berkaitan dengan

9
Universitas Sumatera Utara

pengaruh ajaran Islam yang disampaikan melaui permainan gambus adalah
merupakan proses difusi. Penulis mengacu pada teori difusi yang dikemukakan
oleh Koentjaraningrat (1986:244), yaitu: difusi adalah penyebaran dan migrasi
kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke
seluruh penjuru dunia.
Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi
telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi
kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang
biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu
pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala
atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,
metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan
masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alatmusik, masih ada
sejumlah masalah analitis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan
etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alatalat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang
dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas
budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan
pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara
atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus,
keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?
Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang
mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis
pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu
pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan

10
Universitas Sumatera Utara

apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam
masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang
kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara
individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat
musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran
alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi
dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi
petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.
Sesuai pendapat Merriam tersebut, gambus Melayu, termasuk kajian budaya
material musik. Alat musik ini termasuk ke dalam klasifikasi kordofon.
Selanjutnya adalah music lute. Dipetik dengan plectrum yang diapit jari telunjuk
dan ibu jari tangan kanan, dan jari-jari tangan kiri sebagai penghasil nada-nada
yang berfungsi sebagai modus penjarian (asabi). Alat musik ini akan penulis
ukur, difoto, baik bagian eksternal maupun internalnya. Seterusnya penulis akan
memperhatikan dekorasi, pengecatan, warna, dan seterusnya. Selain itu, penulis
akan bertanya bagaimana persepsi pemain musik, seniman musik Melayu, dan
masyarakat Melayu mengenai gambus ini. Apakah ia memiliki lambang? Semua
yang dipertanyakan Merriam mengenai alat musik akan penulis teliti dalam
penelitian ini. Aspek kedua adalah mengenai sisi ekonomi dalam alat musik,
dalam hal ini gambus Melayu. Penelitian tentang hal ini berkaitan dengan
distribusi dan penjualannya, terutama di Tanjung Morawa, Medan, Lubuk Pakam,
Sumatera Utara, dan sekitarnya. Apakah bapak SyahrialFelani mengutamakan sisi
ekonomi atau mengutamakan sisi budaya, atau gabungan keduanya dalam konteks
pembuatan gambus Melayu ini.

11
Universitas Sumatera Utara

1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam
Moleong,1990:3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentudalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang

dalam

bahasanyadan

dalam

peristilahannya.

Untuk

memahami

permasalahan yang terdapat dalam pembuatanalat musik gambus Melayu
diperlukan tahap-tahap, yaitu tahap sebelum kelapangan (pra lapangan), tahap
kerja lapangan, analisis data, dan penulisan laporan(Maleong, 2002:109). Di
samping itu, untuk mendukung metode penelitian yangdikemukakan oleh
Moleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu kerja
lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari
keduadisiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study)
(Meriam, 1964 :37).
Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan
ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam,
yakni: menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) dan menggunakan
wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar
pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan
(observation) dan penggunaan catatan harian (Djarwanto, 1984:25). Dalam
melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap yaitu: (1) studi
kepustakaan; (2) kerja lapangan; dan (3) kerja laboratorium.

12
Universitas Sumatera Utara

1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan
penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari bukubuku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan
yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini diperlukan untuk
mendapatkan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan
sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan
skripsi ini.

1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam hal ini, penulis langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan tiga
hal yang telah diketahui sebelumnya yaitu, observasi, wawancara, dan pemotretan
(pengambilan gambar) dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga
wawancara mendalam antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan
penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan pertanyaan yang
dianggap mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini dilakukan untuk tetap
memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang
benar, untuk mendukung proses penelitian.
1.5.3 Wawancara
Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode
wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara
sambil lalu (casual interview).

13
Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang
akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari
satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu
wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan
topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk
mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau
keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara
penulis menggunakan kamera dan handphone bermerk blackberry sebagai alat
rekam Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital
bermerk Canon x-3s, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan
oleh informan.

1.5.4 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses
dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan
sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti
kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.
Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian
berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).

1.5.5 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang
merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Syahrial Felani di Desa
Tanjung Morawa B, Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204 Dusun IV,
Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang yang juga merupakan lokasi bengkel

14
Universitas Sumatera Utara

instrumen beliau. Selain di kediaman beliau, penulis melakukan penelitian pada
hari senin, tanggal 13 januari 2014 di pantai cermin dirumah kediaman Bapak
Nasri Effas, pada hari kamis tanggal 26 juni 2014 di Taman Budaya dan Pada hari
kamis 23 September 2014 di Taman Budaya.

15
Universitas Sumatera Utara