Kajian Organologis Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun

(1)

Kajian Organologis Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir

Sibolga Buatan Bapak Kadirun

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : CHANDRA C PRAWIRA

NIM : 050707006

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA

USU MEDAN 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa Atas segalanya, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, di karenakan atas izin Nya lah penulis masih bernafas, berpikir dan bekerja sampai saat ini sehingga dapat menyelesaikan satu tulisan berupa Skripsi Sarjana. Skiripsi yang berjudul “Kajian Organologis Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun.” ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan dalam hal ini Penulis sebagai seorang manusia telah berupaya sebisa mungkin untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penyelesaian skripsi ini ,dan penulis juga menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih Sebesar besarnya kepada:

1. Drs. Syahron Lubis, M.,A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU

2. Muhamad Takari, M.Hum,Ph.D. Ketua departemen Etnomusikologi. selaku Dosen pembimbing I penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan secara baik dalam penyelesaian skripsi ini

3.Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Sekretaris departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU,yang telah banyak membantu dan memberikan pengarahan untuk memecahakan permasalahan/kendala yang penulis temui selama masa perkuliahan

4.Drs.Bebas Sembiring,M.Si,Dosen/Pengajar mata kuliah Organologi akustika di departemen Etnomusikologi selaku Dosen pembimbing II, telah banyak memberikan bimbingan secara baik dalam penyelesaian skripsi ini


(3)

5.Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar praktek musik di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU, yang telah banyak memberi sumbangan Ilmunya selama Masa Perkuliahan

6. Alm.Ayahanda S.Anwar Pasaribu dan Ibunda yang sangat penulis hormati dan banggakan yang telah telah banyak berkorban moral dan materil untuk membesarkan dan menyekolahkan penulis hingga ke tingkat perguruan tinggi

7.Saudara-saudaraku yang tercinta :Kakak Bunga dan Bang Iqbal. Serta anak-anaknya Dara Syifah fadilah dan Dzaky, Bang Dedy, Kakak Inda ,dan anaknya Akhsan , Edo dan Adik Anggi, Inyak, bang Raymond, mak biet, dan semua keluarga yang selalu memberi perhatian dan membantu penulis di saat susah maupun senang

8.Rekan-rekan mahasiswa etnomusikologi stambuk 2005: Henry, Tulus, Ivan, Casiro, David, Zaini, Reza, Abang-abang Alumni Etnomusikologi Bang Arief, Bang Markus, Bang Frans, Bang Saidul dan Abang-Abang dan Kakak-Kakak Alumni Etnomusikologi yang lainya yang tidak penulis cantumkan namanya, serta Abang-Abang dan Kawan-Kawan keluarga Besar Teater ‘O’. yang semuanya telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini .

9.Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya untuk Angku (kakek)Kadirun,dan kepada informan lainnya yang telah memberikan penjelasan dan informasi, yang penulis butuhkan dalam penyelasaian skripsi ini

Semoga kebaikan mereka mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan yang maha Esa. Akhirnya penulis menyadari mungkin masih ada kelemahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, baik berkenaan dengan bentuk maupun isisnya.Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dan koreksi guna perbaikan.

Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

Chandra C. Prawira 0505707006


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… I DAFTAR ISI……… III

BAB I : PENDAHULUAN………... 1

1.1.Latar Belakang Masalah……… 1

1.2.Pokok Permasalahan………... 6

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 6

1.3.1.Tujuan penelitian……… 6

1.3.2.Manfaat Penelitian……… 7

1.4.Konsep dan Teori……….. 7

1.4.1.Konsep……….. 7

1.4.2.Teori……….. 9

1.5.Metode Penelitian………. 11

1.5.1.Studi Kepustakaan……… 11

1.5.2. Kerja Lapangan………... 11

1.5.3. Wawancara………. 12

1.5.4. Kerja Laboratorium……… 13


(5)

BAB II: ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR

KOTA SIBOLGA……….. 14

2.1.Sejarah kota Sibolga……….. 15

2.2.Letak Geografis dan Demografi Kota Sibolga……….. 22

2.2.1.Letak Geografis Kota Sibolga……… 22

2.2.2.Demografi Kota Sibolga ……… 24

2.3.Letak Lokasi Penelitian ……… 25

2.4.Identitas Kultural Etnik Pesisir Sibolga……… 26

2.5.Adat dan budayaMasyarakat Pesisir Sibolga……… 32

2.5.1.Adat Sumando……… 33

2.5.2.Struktur Kekerabatan………. 33

2.5.3.Bahasa……… 34

2.5.4.Sistem Religi……….. 35

2.5.5.Kesenian………. 36

2.5.5.1. Tari……….. 37

2.5.5.2. Musik……….. 39

BAB III: EKSISTENSI DAN FUNGSI ALAT MUSIK SINGKADU PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA………. 42

3.1.Eksistensi singkadu pada Masyarakat Pesisir Sibolga……….. 42

3.2.Fungsi Alat Musik Singkadu………. 43

3.2.1.Fungsi Alat Musik Singkadu dalam Konteks Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga……….. 45


(6)

3.2.2.Fungsi Singkadu dalam Kehidupan Sosial

Masyarakat Pesisir Sibolga……… 46

3.2.3.Fungsi Singkadu dalam konteks Status yang diberikan Sebagai Pemain dan Pemilik Alat Musik di Masyarakat Pesisir Sibolga ………... 47

3.2.4.Fungsi Singkadu dan Pitunang Sebagai Salah Satu Kepercayaan yang Berkembang di Masyarakat Pesisir Sibolga……… 48

BAB IV : KAJIAN ORGANOLOGIS SINGKADU ALAT MUSIK TIUP PESISIR SIBOLGA………... 53

4.1.Sejarah Alat Musik Singkadu……… 53

4.2.Klasifikasi Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga………. 54

4.3.Kontruksi /bentuk Bagian-Bagian Singkadu………. 56

4.4.Ukuran Bagian–Bagian Singkadu………. 59

4.4.1.Ukuran Badan /Tabung (Tube) Singkadu……….. 59

4.4.2.Ukuran dan Jarak Lobang Pembelah udara pada Singkadu……….. 60

4.4.3.Ukuran Diameter dan Jarak Lobang Jari di Alat Musik Singkadu……… 61

4.4.4.Ukuran Penyekat (Duct) Singkadu……… 62

4.5.Teknik Pembuatan Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun……….. 62


(7)

4.5.1.Bahan Baku yang Digunakan………... 62

4.5.1.1. Buluh sarik (Schizostachyum Brachycladum Kurz)…. 63

4.5.1.2. Ranting Pohon Katapang (terminalia catapa)………… 64

4.5.2.Peralatan yang di Gunakan……… 65

4.5.2.1.Sepasang Besi Runcing……… 65

4.5.2.2.Kikir Kecil setengah bulat……… 65

4.5.2.3.Gergaji………. 66

4.5.2.4.Pahat Kecil………... 66

4.5.2.5.Pisau………. 67

4.5.2.6.Kompor……… 67

4.5.2.7.Kertas Pasir……….. 68

4.5.3.Proses Pembuatan Singkadu………. 68

4.5.3.1.Pemilihan dan Pemotongan Bambu/Buluh Sarik………. 69

4.5.3.2.Proses Pengawetan Bambu……….. 70

4.5.3.3.Pemotongan Bambu Sesuai Ukuran Badan Tabung (Tube) Singkadu………. 70

4.5.3.4.Proses Melubangi bagian Bawah Tabung (Tube) Singkadu………. 71

4.5.3.5.Pembentukan Lobang Pembelah Udara……….. 72

4.5.3.6.Pembentukan Lobang tiup………... 73

4.5.3.7.Pembentukan Lobang Jari……… 74

4.5.3.8.Pemotongan Ranting Kayu Katapang……….. 74

4.5.3.9.Pembentukan Penyekat (duct) Singkadu………. 75


(8)

4.5.3.11.Merapikan /Finishing………... 76

4.6.Proses Belajar……… 77

4.7.Tehnik Memainkan Singkadu………... 77

4.8.Posisi Memainkan………. 78

4.8.1.Posisi Tubuh Saat Memainkan Singkadu……….. 78

4.8.2.Posisi Tangan Saat Memainkan Singkadu……….... 79

4.8.3.Posisi Letak Jari di Alat Musik Singkadu………. 80

4.9.Wilayah Nada……… 81

BAB V : Penutup……… 84

a.Kesimpulan ………. 84

b. Saran……… 86

Daftar Pustaka……… 88


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Etnik Pesisir merupakan salah satu etnik yang mendiami daerah pesisir pantai bagian barat Sumatera Utara., tepatnya di daerah Sibolga dan Tapanuli Tengah. Secara umum masyarakatnya memiliki kebudayaan tersendiri yang khas dan menjadi ciri dari etnik Pesisir tersebut. Salah satunya yang menjadi ciri khas dari etnik Pesisir tersebut adalah dari salah satu bentuk keseniannya yang oleh masyarakat pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah kesenian tersebut dikenal sebagai Sikambang, kesenian Sikambang yang ada pada etnik Pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah ini adalah salah satu ansambel musik yang merupakan kombinasi dari beberapa Instrument1

Beberapa instrumen alat musik yang dipakai sebagai instrumen pendukung kesenian sikambang tersebut diantaranya adalah ,Gandang Sikambang yang berfungsi sebagai tempo, Gandang Batapik, Biola berfungsi sebagai pembawa melodi, alat musik tiup Singkadu, dan Carano ( mangkuk tempat sirih terbuat dari tembaga ) yang berfungsi sebagai tempo. Di antara bebeberapa instrumen musik pengiring sikambang, singkadu merupakan satu-satunya instrumen musik.yang dalam klasifikasi alat musiknya termasuk ke

musik (KITLV 1994:11).

1

Instrumentadalah istilah dalam bahasa Inggris, yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi instrumen, yaitu alat musik yang umumnya menurut kajian-kajian etnomusikologi dan musikologi digolongkan atau diklasifikasikan berdasarkan cara memakainya. Kadangkala istilah ini digantikan dengan alat-alat musik di dalam Bahasa Indonesia. (lihat M. Soeharto 1992:54)


(10)

dalam aerophone.2

Sebagai salah satu alat musik pengiring Sikambang, Singkadu mendapat perlakuan khusus, yang mana perlakuan khusus tersebut dalam bahasa pesisir di sebut dengan pitunang, yang mana istilah pitunang ini adalah merujuk kepada ritual

Singkadu yang merupakan salah satu instrument alat musik dalam pertunjukan sikambang terbuat dari bambu yang berjenis buluh sarik. Singkadu berfungsi sebagai pembawa melodi utama dalam pertunjukan sikambang (wawancara dengan Bapak Kadirun, 28 November 2010). Sebagaimana disinggung diatas maka dalam penulisan ini, penulis lebih terfokus untuk menulis aspek Organologis Instrument musik singkadu yang mengiringi pertunjukan sikambang pada masyarakat pesisir “di kota Sibolga”.

3

2

Aerophone atau ditulis ke dalam kata serapan Indonesia aerofon, adalah salah satu

istilah musik yang menurut (Kamus Musik Ponoe Banoe 2003:19) adalah klasifikasi alat musik yang memiliki prinsip kerja utama dengan terjadinya hembusan udara.

3Ritual berkenaan dengan Hal ikhwal : KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/index.php

, tertentu yang dilakukan si pembuat dan pemain singkadu dalam proses pembuatan hingga penggunaan alat musik tersebut (wawancara dengan Bapak Kadirun, 1 Desember 2010).

Hingga sekarang alat musik tersebut masih ada di dalam masyarakat Pesisir Sibolga. sejauh pengamatan penulis melalui narasumber dan informan yang penulis temui langsung di lapangan, kini pembuat alat musik tersebut sudah sangat jarang ditemukan, khusunya di daerah Kota Sibolga, salah satu di antaranya yang masih ada adalah Bapak Kadirun.


(11)

Adapun Beliau merupakan seorang pembuat dan pemain singkadu yang masih mengerti tentang apa dan bagaimana alat musik singkadu tersebut dalam kebudayaan Pesisir, dan dalam hal memainkan alat musik singkadu yang mengiringi pertunjukan sikambang Bapak Kadirun dipandang mahir dan piawai oleh masyarakat pendukungnya, dan beliau juga merupakan anggota dari salah satu grup kesenian sikambang yang bernama Kerimah(wawancara dengan pimpinan grup Sikambang Kerimah, Bapak Ilyas,Desember 2010),

Dalam Proses pemilihan bahan baku dan pembuatanya Bapak Kadirun masih menggunakan alat-alat tradisional, Dari awal hingga sekarang, dalam pembuatan alat musik singkadu tersebut beliau tidak bersifat komersial4

Seorang etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah penyelidikan etnomusikologi, supaya ia tidak melantur ke sana dan sini. Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan nantinya, pada dasarnya ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang luas.Maka , Beliau hanya melayani pembuatan alat musik tersebut jika ada permintaan saja dari orang-orang yang datang kepadanya,

Kajian organologis terhadap alat musik tiup singkadu ini sangat menarik untuk didekati oleh disiplin etnomusikologi, sebagaimana yang telah penulis pelajari selama di bangku kuliah. Kajian terhadap alat musik adalah salah satu sasaran dan ruang lingkup etnomusiklogi,seperti yang dikemukalan oleh Alan P. Merriam (1964) sebagai berikut.

4

Makna komersial, adalah berasal dari akar suku kata ko·mer·si·al berhubungan dengan niaga atau perdagangan; dimaksudkan untuk diperdagangkan; bernilai niaga tinggi, kadang-kadang mengorbankan nilai-nilai lain (sosial, budaya, dsb);Kamus Besar Bahasa Indonesia online http://pusatbahasa.depdiknas. go.id/kbbi/index.php


(12)

sebuah penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti perekaman suara musik, atau masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat.

Jika suatu penelitian diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika peneliti menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling tidak ada enam wilayah penelitian yang menjadi perhatian kita (Merriam 1964). Bagian pertama adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis perlu pula dicatat.

Selain masalah deskripsi alat musik, masih ada sejumlah masalah analisis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial lain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda yang menjadi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?


(13)

Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialisasi yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialisi tersebut pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya?

Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas, adakah alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu.

Penyebaran alat musik juga mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduduk melalui studi alat musik. Dari beberapa latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “Kajian Organologis Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun.”


(14)

1.2.Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka permasalahan dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan singkadu oleh Bapak kadirun? 2. Bagaimana keberadaan (eksistensi) alat musik singkadu pada masyarakat

Pesisir Sibolga?

3. Bagaimana fungsi alat musik singkadu dalam ansambel sikambang? 4. Bagaimana tehnik permainan singkadu

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian singkadu adalah:

1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan singkadu oleh Bapak Kadirun di Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga.

2. Untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) alat musik singkadu pada masyarakat Pesisir Sibolga.

3. Untuk mengetahui fungsi alat musik singkadu 4. Untuk mengetahui teknik permainan singkadu.


(15)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Sebagai bahan referensi untuk menjadi acuan pada penelitian yang relevan di kemudian hari

2. Sebagai informasi kepada masyarakat atau lembaga yang mengemban visi dan misi kebudayaan khususnya di bidang musik tradisional

3. Bahan motivasi bagi setiap pembaca khususnya generasi muda masyarakat pesisir untuk melestarikan musik tradisional

4. Sebagai upaya melestarikan musik tradisional daerah sebagai bagian dari budaya Nasional

5. Tanggung jawab sebagai mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep adalah penggambaran atas image sebelumnya dengan meletakkan perbedaanya (Schopenhauer 1992).

Pemahaman konsep diperoleh melalui proses belajar. Sedangkan belajar merupakan proses kognitif yang melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah, (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan.

Dalam kedua konteks di atas tidak akan terlepas dari kata observasi dan pengamatan, observasi adalah satu penelitian secara sistematis menggunakan


(16)

indera manusia.dan pengamatan merupakan a powerful tool indeed (Suwardi Endraswara 2006:133) dalam hal ini observasi dan pengamatan yang dilakukan adalah observasi dan pengamatan mengenai organologi yang mana organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) yang menurut penjelasan mengenai kajian organoli tersebut (Hood, 1982:124) adalah sebagai berikut “ seharusnya kajian ini tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja, tetapi juga sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen musik, seperi teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya. (Hood, 1982:124) Alat musik singkadu dalam pertunjukan sikambang pada masyarakat Pesisir Sibolga merupakan instrumen pembawa melodi dimainkan bersamaan dengan gandang batapik, biola dan gandang sikambang, dimainkan hanya pada malam hari saja pada acara-acara adat di masyarakat Pesisir Sibolga dan biasanya hanya mengiringi lagu-lagu tertentu dalam repertoar sikambang seperti lagu kapri,Kapulo Pinang yang mengiringi tari payung, lagu Duo,dan terakhir lagu Sikambang (wawancara dengan Bapak Kadirun Desember 2010), dan dari struktur bentuk dan ukuranya singkadu yang di buat oleh Bapak Kadirun terbuat dari bambu yang bambunya berjenis buluh sarik,

Menyangkut proses pembuatan alat musik singkadu bapak Kadirun, masih menggunakan alat-alat yang sederhana dan di kerjakan seorang diri. berdasarkan beberapa uraian diatas maka penulis akan mengkaji mengenai proses pembuatan instrumen alat musik singkadu buatan bapak kadirun di


(17)

kecamatan Sibolga selatan kota Sibolga juga mengenai fungsi dan keberadaan (eksistensi) alat musik singkadu tersebut di masyarakat pesisir kota Sibolga.

1.4.2 Teori

Teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu (Tool of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong, teori mempunyai peranan sebagai: (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi fakta-fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang berpencar. (Moh. Nazir, 1983:22-25)

Setelah beberapa penjelasan mengenai teori di atas, maka di dalam penulisan skripsi yang membahas tentang pendeskripsian alat musik dalam hal ini alat musik tiup singkadu penulis menggunakan landasan teori yang mana teori tersebut diharapkan mampu menjadi landasan atau acuan maupun pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam penelitian ini.

Untuk pendeskripsian mengenai alat musik dalam hal ini alat musik singkadu penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima terjemahan Rizaldi Siagian (1978:74), yaitu: “Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan


(18)

fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu ; fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, dan kekuatan suara”.

Dalam penulisan ini selain teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima di atas penulis juga menggunakan teori-teori lain yang menyinggung tentang pendeskripsian alat musik khususnya alat musik tiup, sebagai acuan dalam pendeskripsian alat musik singkadu.

Sedangkan mengenai klasifikasi alat musik singkadu dalam penulisan ini penulis mengacu pada teori yang di kemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) mengenai pengklasifikasian alat musik yaitu: ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.


(19)

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah mengemukakakan secara teknis tentang strategi yang digunakan dalam penelitian kebudayaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam pembuatan alat musik singkadu buatan pak kadirun, Menurut rumusan penelitian kualitatif adalah kajian fenomena (budaya ) empiric di lapangan. Kajian ini akan meliputi berbagai hal, di mulai dari tahap-tahap sebagai berikut : Tahap sebelum kelapangan (pra lapangan), Tahap kerja lapangan, Analisis data, Penulisan laporan. (Maleong, 2002:109).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yaitu dengan membaca bahan-bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini

1.5.2 Kerja Lapangan

Kerja lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dalam hal ini menggunakan tehnik obeservasi atau pengamatan dimana observasi adalah satu penelitian secara sistematis menggunakan indera manusia. Sesuai dengan pendapat pendapat tersebut diatas maka penelitian yang dilakukan di lapangan adalah dengan pengamatan terlibat agar penulis dapat mengamati serta memahami objek yang diteliti secara langsung,di


(20)

samping itu pengamatan ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi serta interaksi yang baik antara penulis sendiri dengan objek yanga diteliti dalam hal ini singkadu buatan bapak Kadirun, sehingga data yang dibutuhkan dapat diperoleh secara lebih akurat .

1.5.3. Wawancara

Wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari wawancara adalah “ a conversation with purpose, wawancara adalah wahana yang sangat penting sebagai pengambilan data dimana dalam pengambilan data tersebut haruslah memerlukan kejelian dan teknik-teknik tertentu. Koentjaraningrat (1986:136) membagi wawancara kedalam dua golongan besar yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana, menyangkut beberapa defenisi mengenai wawancara diatas maka penulis dalam hal penggalian atau pengambilan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini ‘penulis menggunakan teknik wawancara berencana yang di bagi lagi kedalam sub wawancara terfokus dan wawancara sambil lalu.

Mengacu pada bagian wawancara yang dikemukakan Koenjaraningrat (1985:139), yaitu: wawancara berfokus (focused interview), Wawancara bebas (free interview), wawancara sambil lalu (casual interview). maka dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan di ajukan sesuai dengan keadaan di lapangan, pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan urutan yang telah ditentukan pada daftar pertanyaan, tetapi dapat berkembang sesuai dengan pembicaraan, walaupun demikian pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu terpusat pada pokok permasalahan dan tujuan


(21)

penelitian yang ingin dicapai. Dalam wawancara yang dilakukan penulis, penulis memakai /menggunakan tape recorde, dan kamera sebagai alat untuk pengambilan dan penyimpanan data yang diperlukan dari beberapa informan yang penulis wawancarai.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Semua data yang diperoleh di lapangan di catat, kemudian diolah dan dianalisis dengan teliti. hasil olahan dan analisis tersebut kemudian akan dijadikan dalam bentuk tulisan, selanjutnya hasil-hasil dari pengolahan dan analisis data tersebut baik berupa data tulisan, gambar maupun suara disususn secara sistematis, sehingga hasilnya dapat dilihat dalam satu bentuk laporan ilmiah atau skripsi.

1.5.5 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian penulis adalah di Jalan.Midin Hutagalung, kecamatan Sibolga Selatan, kota Sibolga dimana lokasi tersebut merupakan tempat kediaman dari bapak Kadirun beserta Istri dan Anak Cucunya dan di tempat tersebutlah bapak kadirun berkarya dan berkreasi dalam membuat alat musik singkadu yang beliau tekuni dari dulu hingga sekarang.


(22)

BAB II

ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR KOTA SIBOLGA

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai lokasi dimana penulis melakukan penelitian.dalam pendeskripsian lokasi penelitian yang di lakukan oleh penulis adalah melalui deskripsi etnografi. dimana etnografi merupakan suatu deskripsi mengenai lokasi suatu bangsa di suatu lokasi tertentu,suatu wilayah geografi dan administratif suatu bangsa, lingkungan alam dan demografi serta sejarah asal mula suatu suku bangsa, dalam perkembangan awalnya etnografi merupakan kumpulan catatan orang-orang eropa yang mengadakan ekspolarasi di wilayah/daerah baru di luar wilayahnya.

Menyangkut hal ini (Koentjaranigrat 1986:42) menyampaikan: kegiatan etnografi ini sudah lama dilakukan bahkan sebelum antropologi sebagai suatu cabang ilmu itu ada, dan hal ini juga di ungkapkan oleh (Fetterman 1989:11) "etnography is the art and science of describing a group of culture” yang apabila diterjemahkan adalah sebagai berikut etnografi bukan hanya sekedar ilmu melainkan juga seni tentang pendeskripsian suatu bangsa.

Selanjutnya untuk menjelaskan mengenai budaya dan adat istiadat yang terdapat di masyarakat pesisir sibolga penulis menggunakan 7 unsur yang membentuk suatu kebudayaan dalam masyarakat, menggutip apa yang dituliskan koentjaraningrat dalam (pengantar ilmu antropologi 1979-333) “untuk memperinci mengenai unsur-unsur kebudayaan yang membentuk masyarakat, sebaiknya dipakai daftar unsur-unsur kebudayaan yang universal


(23)

yaitu: Bahasa, Teknologi, Mata Pencaharian (Ekonomi), Organisasi Sosial, sistem Pengetahuan, kesenian, dan sistem religi.

Sebagaimana telah terlebih dahulu di sampaikan penulis di awal bab II ini, maka yang akan dibahas didalam bab ini adalah mengenai ,Sejarah daerah penelitian, Letak Geografi, Demografis, serta letak lokasi penelitian, begitu pula keadan masyarakat kota Sibolga dan hubunganya dengan budaya dan adat istiadat yang dibahas secara ringkas

2.1Sejarah Kota Sibolga

Jauh sebelum kota Sibolga terbentuk di pesisir teluk Tapian Nauli, teluk Tapian Nauli telah ramai dengan aktivitas perdagangan di ketahui melalui catatan pelawat Islam abad ke-7 dan Portugis di abad ke -16 M, dimana teluk Tapian Nauli merupakan salah satu pintu masuk perdagangan yang pertama di pantai barat sumatera utara dengan Bandar ( pelabuhan) nya Barus.5

Mengutip apa yang di sampaikan oleh Tengku Luckman Sinar dalam tulisan nya yang bertajuk (lintasan sejarah sibolga dan pantai barat sumatera utara 1981) dimana dalam tulisanya tersebut beliau menyampaikan bagaimana kondisi teluk Tapian Nauli pada saat itu telah terjadi interaksi antara masyarakat di pesisir pantai teluk tapian nauli dengan Orang-orang yang tinggal di pedalaman, yang sangat membutuhkan garam ,dan bahan bahan lainya yang hanya dapat bisa di peroleh dari pesisir pantai,mereka melakukan barter dengan hasil hutan yang mereka peroleh ,dengan garam dan

,

5

Tengku Luckman sinar , SH lintasan sejarah sibolga dan pantai barat sumatera utara, Harian Waspada 23 juni 1981


(24)

lain-lain, hal ini sering dilakukan oleh “Parlanja”.6

Dikarenakan taktik perang dan taktik wilayah dan untuk menjamin keperluan garam maka sekitar tahun 1700 M cucu Datu Horinjom bernama Raja Luka Hutagalung yang dalam perjalanan sejarahnya kemudian lebih makin lama makin banyak orang hilir mudik,dan menetap di pesisir pantai,

Berdirinya sibolga berawal dari di bukanya kampung oleh Ompu Datu Hurinjom yang berasal dari daerah Silindung (Tapanuli Utara) di Simaninggir yang pada saat ini Simaninggir merupakan wilayah yang termasuk keadalam wilayah administratif KabupatenTapanuliTengah. letak Simaninggir tersebut berada di gunung dekat dengan teluk Tapian Nauli. Simaninggir /Tinggir yang dalam bahasa Toba Batak mempunyai arti tajam pendengaran /pemantauan. oleh para parlanja daerah ini sering dijadikan sebagai tempat istirahatnya ketika hendak menuju daerah pesisir pantai atau pun Sesudah sekembali dari Daerah pesisir pantai sebelum kembali ke daerahnya .

Semenjak Ompu Datu Hurinjom bermukim di Simaninggir, kawasan teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan secara paksa antara penduduk dengan pihak Inggris yang berkembang menjadi perang. walaupun demikian Ompu Datu Hurinjom yang memiliki postur tubuh tinggi besar tidak gentar menghadapi keadaan, bahkan memindahkan pemukiman mendekati teluk ,yaitu di Simare-Mare (salah satu daerah di kecamatan sibolga kota) di bawah kaki Dolok Simarbarimbing dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris yang memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli


(25)

dikenal sebagai Tuanku Dorong. membuka perkampungan baru di sekitar aliran sungai Aek Doras (sungai di wilayah kecamatan Sibolga kota ),

Ompu Datu Horinjom sebagai pemuka kampung pertama di simaninggir merupakan seseorang yang dihormati oleh kalangan masyarakatnya di samping memiliki postur tubuh tinggi besar ompu tersebut juga memilki kesaktian/tenaga hal ini juga turun kepada anak dan cucunya yang juga memilki tubuh tinggi besar.

Dimana dalam masyarakat Batak adalah Tabu untuk menyebut nama seseorang apalagi orang tersebut lebih tua dan di hormati. sehinnga yang ingin bertemu denganya sering di sampaikan dengan sebutan : beta tu huta ni sibalga’i, yang apabila diartikan sebagai berikut ayo ke tempat/kampung orang yang tinggi besar itu, kata tersebut merupakan awal kata dimana kemudian dalam perjalanan sejarah berikutnya berkembang menjadi Sibolga7

7

Lebih dalam dan detil lihat tulisan Drs. Raja Ja’far Hutagalung, “Sibolga Nama Legendaris Seorang Pejuang,” dalam Buku Hari Jadi Sibolga,” Pemko Sibolga (1998:111)

. Periode 1815 pihak Inggris mengadakan perjanjian yang mana perjanjian tersebut disebut dengan perjanjian Tigo Badusanak. dengan Raja Sibogah serta Datuk-Datuk yang berada di pulau-pulau kecil disekitar teluk Tapain Nauli yaitu pulau Poncan Ketek (kecil) dan Poncan Gadang (besar) yang saat itu tunduk dibawah kekuasan inggris, pihak inggris menyebut Poncan dengan Fort Tapanooly di karenakan di sanalah Inggris mendirikan benteng dan pada tahun 1801 ditetapkan Jhon Prince sebagai residennya.


(26)

Menurut tengku Luckman Sinar bahwa dari hasil catatan riset seorang pembesar belanda EB.Kielstra: dalam periode 1833-1838 di Sibolga penuh berdiam penduduk segala bangsa terutama orang batak yang berasal dari wilayah Angkola yang mengungsi, dan setelah pusat pemerintahan asisten Residensi Tapanuli bertempat di sekitar Aek Doras, Sibolga menjadi ramai,meskipun di kelilingi oleh sawah dan rawa-rawa, penduduk asal batak yang sudah beragama islam sudah menjadi “Pesisir”dengan adat sendiri yang sfesifik. Dimasa Sibolga dibagun, istana raja yang berada di tepi sungai Aek doras dan perkampungan di sekelilingnya di pindahkan ke daerah baru di Sibolga ilir, dan sebagai pemangku adat berdasarkan data dan silsilah raja-raja/kepala kuria di Sibolga adalah sebagai berikut:

1. Raja Luka Hutagalaung gelar Tuanku Dorong pembuka kampung pertama di sekitar sungai aek Doras yang kemudian berkembang menjadi kuria sibogah

2. Sutan Manukar 3. Raja Ombun 4. Sipalenta

5. Sultan Parhimpunan

6. Muhamad Sahib (merupakan kepala kuria terakhir,karena setelah zaman kemerdekaan istilah raja /kepala kuria sudah tidak ada lagi)8

8


(27)

Periode selanjutnya antara tahun 1838-1842 setelah Belanda membuka jalan dari Sibolga hingga Portibi (Tapanuli Selatan) dan pada saat itu Sumatera Barat sudah meningkat menjadi “Gouvernement”(Propinsi) dan Tapanuli menjadi salah satu “Resident”nya, dimana dengan Beslit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 7 desember 1842 ditetapkan Sibolga menjadi ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Afdelinghoof (kepala daerah).

Tabel 1.

Afdeling Dibawah Karisidenan Sibolga

Wilayah yang termasuk distrik afdeling. Sibolga ialah : Sibolga, Tapian Nauli, Badiri, Sarudik, Kolang, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau–pulau kecil di depan teluk Tapian Nauli, yang mana setiap distrik di kepalai oleh seorang Districhoof (Demang). Selanjutnya di tahun1871 Belanda menghapuskan sitem pemerintahan Raja-Raja /Kepala Kuria dan diganti oleh Demang tetapi sebagian masyarakat masih mengangap Raja/Kepala kuria sebagai pemangku adat yang sah, pada tahun 1898 hampir semua daerah di Sibolga ditelan

N0 NAMA

1 Afdeling.Singkil 2 Afdeling.Barus 3 Afdeling Mandailing 4 Afdeling Natal 5 Afdeling Angkola 6 Afdeling Nias 7 Afdeling Sibolga


(28)

amukan api akibat dari perlawanan masyarakat terhadap Belanda, dan pada tahun1906 ibukota residen Tapanuli dipindahkan ke Padang Sidempuan.

Pada masa pemerintahan militer Jepang, Sibolga di pimpin oleh seorang Sityotyo (baca :Sicoco) yang memegang pimpinan kota, sebagai kelanjutan dari kepala distrik yang masih dijabat oleh bekas Districhoofd (Demang) pada masa pendudukan belanda yaitu: Z.A. Sutan Kumala Pontas.

Periode berikutnya tahun 1947 , A.M Djalaluddin diangkat menjadi kepala daerah di Sibolga di waktu jabatan beliau inilah Sibolga di bentuk menjadi daerah otonom tingkat B sesuai dengan surat keputusan Residen Tapanuli N.R.I(Negara Republik Indonesia)tanggal 29 november 1946 nomor 999, dan selaku realisasi dari surat keputusan Gubernur Sumatera Utara N.R.I tanggal 17 mei 1946 no.103, dan kota otonom Sibolga itu dipimpin oleh seorang Walikota yang dirangkapkan kepada Bupati Tapanuli Tengah9

9

Lebih dalam dan detil lihat tulisan Prof. M.Solly Lubis. SH ‘Sibolga dan sekeping sejarahnya’

, dalam buku hari jadi sibolga , pemko sibolga , 1998 .16:111

. Terhitung tanggal 24 november 1956 sejak berlakunya undang –undang darurat nomor 8tahun 1956 ,yang mengatur pembentukan daerah otonom kota-kota besar dalam lingkungan daerah propinsi Sumatera Utara, dimana dalam pasal 1 undang–undang darurat no.8 tahun 1956 itu ditetapkan pembentukan 4 kota besar yaitu : Medan, Pematang Siantar, Sibolga dan Kutaraja, menurut undang-undang darurat ini Sibolga menjadi kota besar, dengan batas wilayah sesuai dengan keputusan residen Tapanuli tanggal 29 november 1946 no.999.


(29)

Setelah keluarnya surat keputusan menteri dalam negeri tanggal 14 desember 1957 no.u.p15/2/1 diangkatlah D.E Sutan Radja Bungaran menjadi walikota Sibolga,dan sejak 1 Januari 1958 berakhir pula perangkapan jabatan Walikota Sibolga oleh Bupati kabupaten Tapanuli Tengah dan secara administratif menjadi daerah kotamadya di luar Kabupaten Tapanuli Tengah

Tabel 2

Kepala Daerah di Kota Sibolga Sejak Era Proklamasi hingga sekarang

N 0

NAMA PERIODE

1 A.M .Djalaluddin 06-11-1947 s/d 10-12-1947 2 M. Sorimuda 11-12-1947 s/d 11-08-1952 3 Ibnu Saadan 12-08-1952 s/d 10-02-1954 4 R. Djundjungan Lubis 11-02-1954 s/d 31-12-1957 5 D.E.Sutan Radja Bungaran 01-01-1958 s/d 31-08-1959 6 H.A. Murad Tandjung 01-09-1959 s/d 04-03-1965 7 Syariful Alamsyah 05-03-1965 s/d 24-11-1965 8 Firman Simanjuntak 24-11-1965 s/d 18-06-1974 9 Pandapotan Nasution,SH 19-06-1974 s/d 19-06-1979 10 Khairuddin Siregar,SH 19-06-1979 s/d 19-06-1984 11 Baharuddin Lubis.SH 19-06-1984 s/d 19-06-1989 12 Drs.Ali Amran Lubis,SH 19-06-1989 s/d 18-06-1994 13 Drs.Zainuddin Siregar 18-06-1994 s/d 19-06-1999 14 Drs.Sahat.P. Panggabean 19-06-1999 s/d 28-08-2010 15 Drs. H .M. Syarfi Hutauruk 28-08-2010 s/d sekarang


(30)

2.2. Letak Geografis dan Demografi Kota Sibolga 2.2.1.Letak Geografis Kota Sibolga

Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh segi astronomis, geologis, fisiografis dan sosial budaya, Kotamadya Sibolga merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang berada dalam wilayah daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara, mempunyai wilayah seluas 1077,00 Ha yang terdiri dari 889,16 Ha (82,5%) daratan, 187,84 Ha (17,44%)daratan kepulauan dan 2.171,6 luas lautan.Beberapa pulau pulau yang tersebar disekitar teluk tapian nauli yang termasuk kedalam wilayah administratif kota sibolga adalah pulau Poncan Gadang,pulau Poncan Ketek ,Pulau Sarudik,dan pulau Panjang

Sumber : http//sumut.bps.go.id/sibolga


(31)

Secara geografis kota sibolga teletak antara 10 44’ LU (Lintang Utara) dan 980 47’ BT (Bujur Timur) dengan batas-batas wilayah adalah sebelah Timur, Selatan dan Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan sebelah Barat dengan Teluk Tapian Nauli. wilayah administratif Kota sibolga terdiri dari 4 kecamatan dan 17 kelurahan,banyak lingkungan kecamatan dan kelurahan di kota sibolga sebagi berikut

Tabel 3

Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Sibolga

No Kecamatan Kelurahan Banyak

lingkungan

1 Sibolga utara Sibolga ilir 4

Angin nauli 5

Huta tonga-tonga 4

Huta barangan 3

Simare - mare 4

2 Sibolga kota Kota baringin 4

Pasar baru 4

Pasar belakang 4

Pancuran gerobak 4

3 Sibolga selatan Aek habil 4

Aek manis 4

Aek parombunan 4

Aek muara pinang 4

4 Sibolga sambas Pancuran dewa 4

Pancuran bambu 4

Pancuran pinang 4 Pancuran kerambi 4


(32)

2.2.2. Demografi Kota Sibolga

Jumlah penduduk kota Sibolga menurut catatan biro pusat statistik kota sibolga yang di keluarkan oleh Kantor BPS Sibolga untuk laporan tahun 2010 dengan data laporan tahun 2009, terlihat bahwa jumlah penduduk Sibolga adalah 96.341 jiwa dengan luas wilayah daerah 10,77 Km2.dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,99 pertahun10.

Tabel 4

Jumlah penduduk kota Sibolga

Umumnya di kota Sibolga sendiri terdiri dari berbagai etnik selain dari etnik Batak yang sudah ataupun belum memakai Adat Sumando dari puak Toba,Mandailing,Angkola dan lainya. masih ada beberapa etnik lain yang sejak lama mendiami kota Sibolga diantara nya etnik Nias, Minang, Aceh, Bugis, Melayu, serta etnis China dan Jawa ,pemerintah kota Sibolga sendiri pada saat ini memiliki motto/semboyan : Negeri Berbilang Kaum

10

sumber bps sibolga home page :http//sumut.bps.go.id/sibolga Kota

Sensus penduduk (population census) tahun 1990 tahun 2000 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 Sibolga 71.895 82.310 91.941 93.207 94.614 96.341


(33)

2.3.Letak Lokasi Penelitian

Kelurahan Aek Habil merupakan Kelurahan dimana bapak Kadirun bertempat tinggal tepatnya di jalan.Midin Hutagalung, lingkungan II, Kecamatan Sibolga Selatan, kelurahan Aek Habil, Kota Sibolga, letak kecamatan sibolga selatan terletak pada 010 00 LU (Lintang Utara), 980Bujur timur dengan luas wilayah 313,85 Ha,kecamatan sibolga selatan pada sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sibolga Sambas, sebelah selatan dengan teluk tapian nauli, kesebelah barat Kecamatan Sibolga Kota, kesebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.Kecamatan Sibolga Selatan pada saat ini dipimpin oleh Camat Sahat Simatupang,SE

Tabel 5

Gambaran umum lokasi/wilayah penelitian kecamatan sibolga selatan

N0

Kecamatan Kelurahan

Luas(Ha) wilayah kelurahan Jumlah lingkungan Topografi wilayah 1 Kecamatan sibolga selatan

Aek habil 61,39 4

Wilayah pantai dengan topografi datar Aek manis 123,49 4

Wilayah pantai dengan topografi datar Aek muara pinang

39,20 4

Wilayah pantai dengan topografi datar Aek parombunan

89,80 4

Bukan pantai dengan topografi berbukit Sumber: bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga


(34)

2.4 Identitas Kultural Etnik Pesisir

Etnik Pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang awal keberadaanya sebagai suatu etnik bermula di daerah pesisir pantai bagian barat pulau Sumatera tepat nya di propinsi Sumatera Utara, dimana kelompok masyarakatnya memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu etnik tersendiri yaitu “etnik Pesisir”.

Dalam hal ini yang dimaksud memilki sejarah yang panjang sebagai suatu etnik adalah dimana awal keberadaan dan terbentuknya etnik ini tidaklah terjadi begitu saja , melainkan telah melalui beberapa situasi dan kejadian tertentu seperti : kelahiran, kematian, penjajahan (colonisasi) , perang, kejadian bencana alam dan perpindahan penduduk, salah satunya adalah terjadinya peperangan antara Aceh dengan kelompok masyrakat Batak 1523 sehingga banyak penduduk yang berpindah untuk membuka pemukiman baru di wilayah barat11 dan adanya perang Monjo (Bonjol) tahun 170012

11

Batak dulu dan sekarang W. Simanjuntak ,1961:14

12 Lebih dalam dan detil lihat tulisan

U. T Sipahutar ‘Perhitungan Jadinya Kota Sibolga’ , dalam buku hari jadi sibolga , pemko sibolga , 1998. 10: 111

.

orang batak dari silindung, berangsur angsur menyebar ke arah pantai barat sumatera utara, salah satunya yang melakukan perpindahan kewilayah pesisir pantai barat adalah keturunan dari marga Hutagalung yang kemudian membuka perkampungan di sekitar aliran sungai Aek Doras, dalam perkembanganya kemudian masyarakat dari silindung tersebut berkembang dan membentuk kelompok masyarakat yang terstruktur yang di pimpin oleh seorang kepala Kuria/Raja, bersama-sama kelompok masyarakat


(35)

yang terdapat di sekitar pulau-pulau kecil di sekitar Teluk tapian nauli dimana di beberapa pulau tersebut telah terdapat juga beberapa kelompok masyarakat yang dipimpin oleh seorang yang secara berturut-turut dipimpin oleh datuk Muhamad Syarif (datuk hitam), sutan Bahano, Muhamad Akhir, Datuk Usman dan Datuk Haji, beberapa nama tersebut merupakan nama pemimipin penduduk di salah satu pulau di teluk tapaian nauli yaitu Poncan yang kemudian kelompok masyarakat dari Poncan tersebut berpindah lagi dari pulau tersebut kedaratan dan membaur dengan masyarakat yang ada di daratan. Hal ini sesuai dengan apa yang dituturkan oleh Alm.Raja Parpahe kepada putranya Drs.Syarif Hutagalung yang mana Alm. Raja Parpahe ini merupakan kepala kampung Aek Habil pada Tahun 1924 yang diangkat oleh Raja sibolga.13

13 Lebih dalam dan detil lihat tulisan

Drs.Syarif Hutagalung. ‘Sibolga dan kondisi Perkembanganya dalam Beberapa Masa pemerintahan, pemko sibolga , 1998. 91: 111

Lambat laun keadaan daerah tersebut terus berkembang disamping beberapa kelompok masyarakat dari beberapa kepulauan di sekitar teluk tapian nauli tersebut, terdapat juga beberapa kelompok masyarakat dari luar daerah yang berbaur didaerah tersebut, seperti kelompok masyarakat dari etnik Mandailing, etnik Angkola, dan Minang.

Dalam perkembangannya beberapa kelompok masyasrakat tersebut kemudian menyesuaikan kebudayaan masing yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah dibandingkan dalam menentukan pembentukan etnik dan pemeliharaan batas-batasnya kesamaan-kesamaan yang ada pada dua atau lebih kelompok masyarakat tersebut kemudian atas kesepakatan bersama disatukan yang kemudian menjadi etnik.


(36)

Hingga sekarang bukti terjadinya proses tersebut dapat di lihat dari ciri yang dimilki individu (manusia) Etnik pesisir dimana individu masyarakatnya sebagian besar masih menggunakan marga baik itu marga Toba, ataupun Mandailing, dalam kenyataanya memang marga tersebut bukanlah suatu hal mutlak sebagai suatu ketentuan di dalam adat sumando pesisir, seperti halnya pada masyarakat Batak pada umumnya. Tetapi dalam hal ini apabila di tinjau lebih jauh marga- marga yang terdapat dalam etnik pesisir tersebut tidaklah disengaja atau dibuat-buat melainkan marga tersebut memilki makna panjang yang menandakan adanya suatu proses historis (seajarah) dan sebagai suatu ciri yang khusus yang menjadikanya berbeda secara individu maupun secara kelompok dengan beberapa individu kelompok masyarakat pesisir di pulau Sumatera ini pada umumnya.

Setiap anggota kelompok etnik tertentu yang melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercerabut dari akar budaya etniknya karena mengadopsi nilai-nilai baru. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya (keturunan dan pertalian darah) dan juga tetap diakui oleh kelompok etniknya. Menyangkut hal ini Dalam etnik pesisir sendiri terdapat beberapa kelompok masyarakat etnik Minang maupun etnik Batak yang telah tergabung di dalam satu ikatan etnik sumando pesisir yang berdasarkan Islam, tidaklah mutlak secara keseluruhan status yang dimilikinya akan di hilangkan atau digugurkan baik itu Marga maupun Hubunganya Terhadap kelompok masyarakat awalnya, melainkan status tersebut tetap ada dan diakui bersama baik dari kelompok masyarakat awalnya maupun oleh kelompok masyarakat pesisir, Sebagai


(37)

suatu hal yang tidak bisa di pungkiri dan menjadi Fakta bahwa individu tersebut sebelum menjalin ikatan dengan Adat Sumando Pesisir merupakan individu yang memilki identitas kultur sendiri, setiap etnik di luar kelompok etnik pesisir tidak akan menjadi etnik pesisir bila tidak menjalin suatu ikatan hubungan dengan etnik Pesisir yang disahkan melalui adat sumando. Begitu juga kelompok masyarakat awalnya yang juga tidak dapat memungkiri bahwasanya berdasarkan identitas maupun status individunya tersebut merupakan satu kesatuan denganya dalam hal garis keturunannya tetapi dalam ruang lingkup adat dan budaya yang berbeda (telah menjadi urang sumando),

Dari Bentuk kesenian dan bahasa yang di gunakan masyarakat pesisir Sibolga juga memilki kemiripan dengan bentuk kesenian dan bahasa yang di gunakan beberapa kelompok masyarakat, seperti bahasa pesisir memilki kemiripan dengan bahasa yang digunakan etnik Minang, dan Batak, seperti dalam hal untuk menyatakan suatu bentuk dalam Bahasa pesisir Sibolga menggunakan kata-kata berikut ini seperti kata Kepeng Untuk menyatakan Uang, kata ini memilki persamaan dengan kata Hepeq/Hepeng di dalam Bahasa Batak. dan kata lainya yang sering digunakan adalah kata Gadang untuk menyatakan Besar dan kata Ketek untuk menyatakan Kecil, kata ini juga digunakan oleh masyarakat Minang untuk menyatakan Ruang atau bentuk, sedangkan bentuk keseniannya seperti bentuk tari dan alat musiknya memilki kemiripan dengan etnik Minang dan Mandailing, dan dari beberapa kemiripan bentuk bahasa maupun kesenian tersebut bukanlah suatu hal mutlak untuk mengasosiasikan etnik pesisir sebagai satu kesatuan dengan


(38)

beberapa etnik tersebut, melainkan hal ini merupakan suatu bentuk dari proses yang terjadi dan berkembang di dalam kebudayaan masyarakat tersebut.

Seperti halnya yang disampaikan oleh (Goodenough, 1997) “Antara satu etnik dengan etnik lainnya juga kadang terdapat kemiripan bahasa. Kesamaan bahasa itu dimungkinkan karena etnik-etnik tersebut memiliki kesamaan sejarah yang sama, yang mewariskan tradisi yang mirip dan juga bahasa yang mirip pula”. Dan hal ini juga disinggung oleh Koentjaraningrat dalam (pengantar ilmu antropologi 1979:264) kesadaran dan identitas dalam “kesatuan kebudayaan” seringkali (tetapi tidak selalu) dikaitkan oleh kesatuan atau kemiripan bahasa. Beberapa Model dan cara yang digunakan untuk mengelompokkan perilaku dan budaya tertentu kemudian diasosiasikan dengan etnik tertentu sudah tidak dapat lagi dipergunakan Sekarang ini, dimana dalam dalam kenyataan setiap etnik adalah sangat berbeda satu dengan lainya Contoh yang paling jelas adalah pembentukan identitas etnik Dayak. Dimana oleh Belanda kata Dayak digunakan untuk menyebut seluruh penduduk asli pulau Kalimantan. Padahal sesungguhnya etnik Dayak terdiri dari banyak sub etnik ( yang sebenarnya sebagai etnik sendiri sangat berbeda satu sama lain, seperti Benuaq dan Ngaju). Istilah Dayak sendiri tidak dipergunakan sebagai identitas mereka. Mereka menyebut diri sebagai orang Benuaq jika itu etnis Benuaq (Trisnadi, 1996).


(39)

Dalam hal ini penulis berkesimpulan Etnik pesisir yang terdapat di pesisir barat Sumatera Utara ini dalam proses terbentuknya sebagai suatu etnik tidak terlepas dari proses Asimilasi14 dengan beberapa kelompok masyarakat di luar letak geografisnya15

Mengenai hal tersebut diatas Koentjaraningrat menyampaikan “kesatuan kebudayaan“ bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainya, melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri seperti contoh kebudayaan sunda itu suatu kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan kebudayan Jawa, atau Banten ,dan Bali, bukan karena ada peneliti-peneliti luar yang telah menentukan kebudayaan sunda itu tersendiri, tetapi karena orang-orang Sunda sendiri sadar bahwa di antara mereka ada keseragaman mengenai kebudayaan mereka ,yaitu kebudayaan sunda yang memepunyai kepribadian dan identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan tetangganya itu.

,seperti etnik Batak Toba, etnik Minang, dan Etnik Mandailing yang dalam perkembanganya kemudian menjadi suatu etnik yang tersendiri yang berbeda secara budaya dan Adat dengan beberepa kelompok etnik masyarakat disekitarnya.

16

14

Asimilasi atau assimilation adalah suatu proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing–masing berubah sifat khas nya sehingga lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (budaya campuran)

15

Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh segi astronomis, geologis, fisiografis dan sosial budaya

16

Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi 1979:264


(40)

2.5. Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga

Sebagaimana di ketahui bahwa adat adalah serangkaian tata kelaziman atau kebiasaan setiap perilaku seseorang dalam kehidupan bersama ,adat dan kebiasaan yang hidup di masyarakat pesisir dari zaman kezaman adalah adat dan kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang /orang –orang tua terdahulu di mana adat-istiadat tersebut sering ditunjukkan melalui tata krama hubungan keluarga ,dalam perkawinan, seni, musik, tari, sastra, dan pantun.

Adat istiadat tersebut di lahirkan sedemikian rupa yang telah lebih dahulu disepakati bersama kebenaranya, diciptakan demi untuk mengatur kepentingan bersama, Tuanku dorong sebagai raja sibolga, mengatur keberadaan adat di daerahnya, yang pada tahun 1815 dalam perjanjian tigo badusanak, didalam nya terkandung sistem mufakat dan musyawarah antara negeri pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga dengan sandaran adat yang berlaku .dilanjutkan dengan penetapan adat pusaka negeri, bahkan di akui oleh Belanda 1851, oleh residen tapanuli W.G.Conperus (Sarbainy Daulay1998, l:4:111),

Menurut (Radjoki Nainggolan 1991:27) Yang termasuk Adat Sumando Pesisir Sibolga adalah, Adat Perkawinan., adat Turun Karai yaitu selepas umur 40 hari anak di cukurkan rambutnya, sekaligus menabalkan nama dan mengayun anak dengan nyanyian lahek-lahek 17

17 Lahek-lahek

sejenis nyanyian yang sering di nyanyikan orang tua di pesisir ketika menidurkan anak nya di dalam buaian berisi nasehat dan petuah .(wawancara dengan bapak kurnia pasaribu salah seorang nelayan dan pemain sikambang di sibolga sambas 20-01-2011)

yang bernafaskan islam, Upacara Sunek rasul (khitanan), Kanduri (upacara memasuki rumah baru) dan upacara adat Mangurei Lawik atau lebih di kenal dengan upacara jamu laut


(41)

2.5.1.Adat Sumando

Etnik Pesisir secara keseluruhan baik di kota Sibolga maupun di kabupaten Tapanuli Tengah ini memiliki kebudayaan tersendiri yang berdasar kepada adat sumando Pesisir. Konsep adat sumando ini adalah berdasar kepada adat bersendikan syarak. Artinya adat yang berlaku dalam masyarakat Pesisir adalah berdasarkan agama Islam. Menurut penjelasan Radjoki Nainggolan (wawancara Oktober 2010)

2.5.2.Struktur Kekerabatan

Dalam struktur kekerabatan masyarakat pesisir sibolga memiliki sistem kekerabatan adat Sumando yang mana bagi masyarakat pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga, sumando merupakan ikatan batin yang sangat kuat baik itu dalam hubungan kekeluargaan dan persaudaraan yang mana keputusan mengenai masalah adat dan keluarga dikatakan tidak sah tanpa melibatkan semua musyawarah anggota keluarga baik dari keluarga pihak laki-laki, maupun pihak perempuan yang telah bersatu dengan adat Sumando pesisir dan di sahkan berdasarkan agama Islam , dan didalam adat sumando pesisrir garis keturunan ditarik dari pihak laki-laki (patrilinear) dimana dalam hal ini pihak Ayah di masyarakat pesisir adalah orang yang pertama mengambil keputusan dalam suatu rumah tangga dan apabila dalam keluarga tersebut lahir anggota keluarga baru dalam hal ini anak, maka si anak akan memakai gelar / marga yang di milki si Ayah


(42)

2.5.3.Bahasa

Bahasa pesisir merupakan bahasa yang di pakai masyarakat pesisir Sibolga dalam berinteraksi antara sesamanya, bahasa pesisir merupakan percampuran bahasa dari daerah lain di luar daerah pesisir Sibolga, seperti bahasa, Minang, dan Batak walaupun bahasa pesisir mempunyai persamaan kalimat dengan daerah lain, namun fungsi dan penempatan nya sangat berbeda menurut artinya misalnya perkataan ‘kau’ kata ini hanya digunakan sebagai kata panggilan bagi orang yang berkelamin perempuan dan tidak berlaku untuk laki-laki, dan kata ‘ang’ khusus dipakai untuk panggilan kepada laki-laki, sedangkan kata Ambo dalam bahasa pesisir Sibolga dipakai sebagai kata yang menyatakan Saya atau Aku, dan kata Munak untuk menyatakan Orang kedua dan Orang ketiga tunggal,

Selanjutnya dalam Bahasa pesisir Sibolga sendiri terdapat beberapa kosa kata yang digunakan untuk menyatakan waktu seperti, seperti kata Nanti atau Besok di dalam Bahasa pesisir Sibolga kata Tersebut di nyatakan melalui kata Be’ko sebagai kata yang menyatakan Nanti dan kata Barisuk untuk menyatakan Besok, kata Kapatang dalam bahasa pesisir kata ini digunakan untuk menyatakan maksud Kemarin dan kata Sabanta yang memilki arti Sebentar.

Sedangkan untuk menyatakan suatu bentuk dalam Bahasa pesisir Sibolga menggunakan kata-kata berikut ini seperti kata Kepeng Untuk menyatakan Uang, kata ini memilki persamaan dengan kata Hepeq / Hepe’nk di dalam Bahasa Batak. dan kata lainya yang sering digunakan adalah kata Gadang untuk menyatakan Besar dan kata Ketek untuk menyatakan Kecil


(43)

dimana dalam hal ini kata Gadang dan Ketek ini juga digunakan oleh masyarakat Minang untuk menyatakan Ruang atau bentuk

Selanjutnya dalam bahasa pesisir Sibolga terdapata beberapa kata yang dipakai untuk menyatakan Parange18

2.5.4.Sistem Religi

seperti kata Jahek dan Songe untuk menyatakan sifat yang jahat dan Songe = rupa yang Buruk, kata Rancak untuk menyatakan Rupa yang Cantik. Dalam keberadaanya bahasa pesisir ini lebih dominan di pakai oleh masyarakat Sibolga yang berdomisili di daerah Sibolga bagian selatan, bagian utara dan Sibolga sambas dimana di daerah tersebut masyarakatnya mayoritas adalah masyarakat nelayan yang dalam bersosialisasi nya sehari-hari selalu menggunakan bahasa pesisir ini.

Selain dari keberagaman etnis, kota sibolga juga memiliki keberagaman agama yang di anut masyarakatnya, berdasarkan sensus yang diadakan oleh biro pusat statistik kota Sibolga untuk laporan tahun 2008, mayoritas penduduk Sibolga beragama Islam yang mencapai 47.763 jiwa atau sekitar 58,46 persen dari total penduduk Sibolga.dan agama Kristen Protestan sekitar 26.436 jiwa atau sekitar 32,36 persen, berikutnya agama Kristen Katolik sekitar 4.259 jiwa atau sekitar 5,21 persen, Budha 3000 jiwa, Hindu 115 jiwa dan penganut agama Kepercayaan sekitar 0,1 persen19

18

Dalam bahasa sibolga kata Parange memilki arti kata sebagai Sifat 19

sumber bps sibolga http//sumut.bps.go.id.sibolga

.

Sekitar tahun 1858 masyarakat Kuria Siboga masih menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sedangkan orang–orang yang tinggal di pulau-pulau sekitar teluk tapian nauli sudah Beragama Islam, yang


(44)

masuk melalui pantai Barus orang-orang yang tinggal di kepulauan sekitar teluk tapian nauli menyebut orang–orang yang tinggal di Kuria Sibolga dengan sebutan “orang topi” (orang-orang daratan yang masih perbegu) setelah tahun 1860 orang orang yang ada di kuria sibolga mulai memeluk Agama Islam dan mengikat perkawinan dengan keluarga Datuk Pasar (Datuk yang mengepalai pulau–pulau kecil di sekitar teluk Tapian Nauli) dan mulai mempergunakan adat Sumando20

2.5.5.Kesenian

.

Kesenian Sikambang merupakan salah satu kesenian yang berkembang di masyarakat Pesisir Pantai Barat Sibolga.kesenian Sikambang yang di mainkan oleh anak Alek21

20

H.T.Luckman Sinar,SH. Drs.Syaiful A.Tanjung,.MM, Marwansyah,S.Pd. 2010 :58 ;mengenal adat dan budaya pesisir ,tapanuli tengah –sibolga.

21

Alek merupakan sebutan untuk pemain musik dan penari sikambang di dalam acara adat pernikahan (wawancara dengan Bapak kadirun)

pada umumnya di tampilkan dalam upacara-upacara adat di masyarakat pesisir sibolga salah satu upacara-upacara adat yang sering di jadikan sarana pertunjukan kesenian sikambang adalah upacara pernikahan. Dimana dalam sikambang itu sendiri dalam setiap penyajianya selalu di iringi Nyanyian dan beberapa Tarian tradisional masyarakat Pesisir dalam hal ini Tarian dan Nyanyian yang diirngi dengan beberapa instrumen alat musik itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dari penggabungan tersebut menjadikan kesenian sikambang ini menjadi kesenian utama masyarakat Pesisir Sibolga di samping kesenian lainya yang memiliki bentuk dan ciri tersendiri yang juga menjadi warna kesenian masyarakat Pesisir Sibolga seperti kesenian, Talibun dan Pantun


(45)

2.5.5.1.Tari

Dalam masyarakat pesisir sibolga terdapat ragam bentuk dan jenis tari yang berbeda dalam penampilanya yang biasa dipertunjukkan dalam acara-acara adat di masyarakat pesisir sibolga seperti acara-acara adat pernikahan dan acara adat lainya yang menampilkan kesenian sikambang ,berikut merupakan tari-tarian yang ada pada masyarakat pesisir sibolga:

1. Tari Adok atau Tari Kain yang diiringi dengan Lagu Adok 2. Tari Anak yang diiringi dengan Lagu Sikambang

3. Tari Pahlawan tari yang diiringi dengan Lagu Simati Dibunuh .

4. Tari Salendang,diiringi dengan Lagu Duo tari ini dimainkan oleh sepasang pria dan wanita yang bekisah tentang puntri yang cantik dari mursala yang merupakan cerita legenda yang berkembang di masyarakat pesisir tapanuli tengah-sibolga.

5. Tari Kipas tari ini diiringi dengan Lagu Perak-Perak

6. Tari Payung atau tari Lagu Pulo Pinang.dimana dalam tari ini para penari menggunakan payung

7. Tari saputangan yang diirngi dengan Lagu Kapri 8. Tari Pedang yang diiringi lagu Sikambang Botan dan22

Tari dampeng tari yang biasa diadakan di dalam upacara adat pernikahan di lakukan di rumah mempelai wanita setelah kedatangan pihak mempelai pria. Tari dampeng ini merupakan satu bentuk tari yang mendapat pengaruh dari beberapa jeni tari dari luar daerah kebudayaan masyarakat pesisir sibolga dimana di daerah lain’ tari tersebut juga memiliki sebutan dan

22


(46)

tata cara yang sama dalam bentuk sarana yang di pakai untuk pertunjukannya dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa catatan yang di tulis oleh beberapa penulis yang menulis tentang dampeng tersebut,

Mengenai dampeng tersebut di dalam (musike international journal of ethnomusicological studie 2006:89 ) Keith Howard menjelaskan: “the male or female standing galombang (male 'wave'dance) and related dampeng dance with hand clapping (in tapak tuan and others areas of coatsal western and southern aceh)” yang apabila diterjemahkan kebahasa indonesia adalah sebagai berikut : pria atau wanita berdiri (si pria menari bergelombang )dan digabungkan dengan tari dampeng mengunakan tepukan tangan (hal ini terdapat di daerah tapak tuan dan semua area di sekitar pesisir barat dan aceh selatan) Sedangkan Rainer carle didalam (Cultures and societies of North Sumatra1987) menjelaskan pada era pra-islam (sebelum islam) dampeng dengan tarinya randai merupakan kesenian utama didalam upacara adat pernikahan .dimana tari randai di tampilkan di luar rumah mempelai wanita ketika menyambut kedatangan mempelai pria yang menggunakan tarian dampeng.

Dalam kamus Belanda (toorn1981) Juga dijelaskan mengenai dampeng dimana dampeng merupakan salah satu kesenian yang digambarkan sebagai tarian bela diri yang didalam catatan tersebut menyebut dampeang (dampeng) merupakan tarian bela diri yang dilakukan melingkar disertai dengan bertepuk tangan dan menariknya nama tersebut digunakan secara bergantian 23

23


(47)

2.5.5.2.Musik

Musik pada masyarakat pesisir Sibolga secara umum adalah sikambang dimana sikambang tersebut merupakan kesenian yang bagian pokoknya terdiri dari tari dan musik, yang dalam perkembangannya tidak terlepas dari kelompok masyarakat laut /nelayan di mana dari beberapa informasi yang penulis dapat melalui catatan/buku yang penulis baca dan informan yang penulis temui dan wawancarai mengenai keberadaan musik sikambang.dalam hal ini awal munculnya sikambang secara vocal berawal dari berlayar nya seorang pelaut yang melantunkan syair syair pantun dengan memukul-mukul papan perahunya sebagai alat musiknya dan disini mulai di kenal dengan sikambang secara vocal dan selanjutnya dikembangkan oleh masyarakat nelayan yang sudah mengenal nyanyian sikambang secara vocal dengan membuat alat musik sebagai pengiring nyanyian sikambang tersebut sehingga dalam perkembangan selanjutnya sikambang menjadi salah satu kesenian di masyarakat pesisir Sibolga.

Dalam Sejarah awal sikambang T.Luckman Sinar dan kawan–kawan24

24

T.Luckman Sinar, Drs.Syaiful A.Tanjung,.MM, Marwansyah,S.Pd. 2010:244 mengenal adat dan budaya Pesisir Tapanuli Tengah-Sibolga 2010.

menggambarkan sikambang berawal dari nama seorang pemuda. yang merupakan nahkoda dari putri Runduk berlayar dari lobu tua ke pulau Mursala (Tapanuli Tengah). dalam pelayarannya pemuda tersebut selalu melantunkan syair-syair sambil memuku–mukul papan didinding perahunya berikut merupakan syair yang dilantunkan pemuda tersebut “pulo banamo haram dewa tampek malape layang-layang biar diancam samo sewa jangan diputus kasih sayang” yang selanjutnya dikenal sebagai sikambang yang


(48)

dinyanyikan secara vocal. Sedangkan menurut penuturan dari Bapak Kadirun yang penulis wawancarai mengenai sejarah sikambang menuturkan sikambang adalah salah satu kesenian yang ada di sibolga pada awal keberadaanya di pesisir pantai sibolga berawal dari seorang nelayan pencari ikan yang bernama kambangmanik (dalam hal ini manik bukanlah marga melainkan namanya) yang basurampu (berlayar) dari muko-muko yang sekarang merupakan salah satu daerah di bengkulu ke Jago-Jago Hingga sampai ke Barus. Dikarenakan suatu hal Sikambangmanik tersebut kembali pulang ke Jago-Jago, dalam perjalannnya dari Barus ke daerah Jago-Jago. Sikambangmanik melantunkan nyanyian berupa syair-pantun yang ia dendangkan sambil mendayung dan memukul-mukul sampanya ”pulo bakka nasi satungkuk saung katigo pulo palipek kain saung paca panjarek putus abis Labuan ka nalain o kamba’nge “ Dimana menurut Bapak Kadirun pantun tersebutlah yang didendangkan oleh sikambangmanik sehinnga oleh dikarenakan demikian maka kesenian tersebut dinamakan sikambang (Wawancara dengan Bapak Kadirun Desember 2010).

Dalam sikambang sendiri lagu yang menjadi lagu pokok adalah lagu seperti berikut, Lagu Duo, Lagu Pulo Pinang, lagu Perak-Perak, Lagu Adok, Lagu Simati di Bunuh Lagu Sikambang Botan dan Lagu Kapri atau yang lebih dikenal dengan (Sikambang Lawik).Lagu Sikambang Lawik ini merupakan repertoar yang paling tua di dalam sikambang yang pada awal keberadaanya merupakan salah satu syair yang biasa di nyanyikan oleh


(49)

seorang dukun untuk mengendalikan angin agar tidak terjadi badai saat berada di tengah lautan25

25

Salwa El-Shawan Castelo-Branco 1997:255, “Portugal e o mundo International Council for Traditional Music”

.


(50)

BAB III

EKSISTENSI DAN FUNGSI ALAT MUSIK SINGKADU PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA

3.1 Eksistensi singkadu pada Masyarakat Pesisir Sibolga

Arti kata Eksistensi dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti keberadaan26

Mengenai keberadaan dari alat musik singkadu pada masyarakat Pesisir Sibolga, Margareth Kartomi (1985.55:60) dalam bukunya yang bertajuk Musical Instruments of Indonesia, menjelaskan bahwa singkadu merupakan alat musik tiup yang memiliki penyekat (fipple or duct) dan terdapat pada masyarakat Mandailing dan Masyarakat Pesisir di pantai barat Sumatera Utara. Lebih jauh, Rainer Carle juga menjelaskan mengenai singkadu sebagai

dan hubunganya dengan Singkadu sebagai salah satu instrument musik pada masyarakat Pesisir Sibolga adalah merupakan satu-satunya alat musik tiup yang ada di dalam ruang lingkup kesenian masyarakatnya, dimana dalam hal ini selain singkadu tidak terdapat lagi jenis instrumen tiup lain yang menjadi instrument pendukung kesenian musik sikambang pesisir sibolga. alat musik singkadu tersebut biasa dimainkan dalam setiap pertunjukan upacara-upacar adat di masyarakat pesisir sibolga yang menampilkan kesenian sikambang. Salah satu upacara adat yang sering dijadikan sarana sebagai pertunjukan Sikambang yang di dalam nya terdapat alat musik Singkadu adalah upacara Pernikahan.

26


(51)

alat musik tiup yang biasa ditampilkan dalam acara-acara adat masyarakat Pesisir Sibolga sebagai berikut: ”Sikambang singers (anak sikambang) in a bridegroom's procession to the home, the talibun (epic story) and the music now played on the now rare singkadu (duct flute) made from rare variety of bamboo which has floated downstream in a river (Reimer 1987:355)” yang mana dalam tulisan tersebut mengenai singkadu apabila di erjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: alat musik tiup yang memilki penyekat (duct) sudah sangat jarang di jumpai keberadaanya,dan merupakan alat musik yang terbuat dari bambu jenis khusus yang tumbuh ataupun hanyut di sekitar sungai

3.2 Fungsi Alat Musik Singkadu

Menurut Birley dkk. (1998:1) terdapat beberapa defenisi mengenai penggunaan dan fungsi dari instrumen musik. Defenisi tersebut memberikan garis-garis besar penyelidikan tentang instrument musik didalam siklus kehidupan manusia, dikarenakan penggunaan dan fungsi instrument di dalam budaya suatu individu masyarakat sangatlah bervariasi. sehingga memunculkan berbagai macam paham dan defenisi mengenai penggunaan dan fungsi dari instrument tersebut.


(52)

Dalam Voices for the Silenced (1998:1) defenisi penggunaan dan fungsi instrument adalah sebagai berikut:

1. Dalam konteks budaya mana instrument musik tersebut dimainkan 2. Untuk individu/orang mana instrument tersebut dibuat dan

dimainkan

3. Hubungan instrumen dalam siklus kehidupan manusia, dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan sosial, kehidupan politik, kehidupan beragama

4. status yang diberikan pada individu melalui kepemilikan atau kinerja(fungsi) dari berbagai jenis instrument yang di miliki 5. di mana lokasi /tempat instrumen dimainkan (dalam ruangan atau

diluar ruangan dll)

6. hubungan instrumen dengan kepercayaan atau upacara tertentu saat dibuat atau dimainkan

7. penggunaan alat musik sebagai media untuk komunikasi 8. penggunaan instrumen musik untuk meniru beberapa hewan 9. nama-nama lokal dari komponen instrument musik yang berbeda 10.instrument sebagai perlambangan /simbolisme

11.instrumen musik sebagai objek

12.hubungan antara instrumen musik dan benda-benda lainnya 13.sejarah instrument dan bagaimana instrumen tersebut dirawat


(53)

Setelah beberapa defenisi mengenai penggunaan dan fungsi instrument musik diatas maka penggunaan dan fungsi dari alat musik Singkadu dapat di jelaskan sebagai berikut.

3.2.1.Fungsi Alat Musik Singkadu dalam Konteks Budaya Masyarakat Pesisir Sibolga

Budaya menurut E.B.Taylor (1871)dalam primitive culture yang dikutip oleh Yuyun Suria Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Jakarta 1984 menjelaskan defenisi budaya mencakup (1).pengetahuan (2).kepercayaan (3).seni (4).moral (5).hukum (6).adat (7).kemampuan serta kebiasaan lainya yang di peroleh oleh Manusia sebagai masyarakat. Hubungan alat musik singkadu terhadap penjelasan mengenai defenisi kebudayaan di awal adalah dimana pada masyarakat Pesisir Sibolga yang salah satu kebudayan nya dalam bentuk seni adalah sikambang dimana sikambang merupakan gabungan dari beberapa instrument yang didalamnya terdapat alat musik singkadu dalam hal ini alat musik singkadu, sikambang dan budaya masyarakat Pesisir Sibolga dengan adat Sumandonya adalah merupakan satu-kesatuan.


(54)

3.2.2.Fungsi Singkadu dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Pesisir Sibolga

Budaya mempertunjukkan dan mempergelarkan musik tradisional sikambang di dalam masyarakat Pesisir Sibolga tidak terlepas dari upacara-upacara adat di mana dalam masyarakat Pesisir Sibolga memiliki beberapa upacara-upacara adat yang salah satu upacara adat nya selalu menampilkan kesenian Sikambang upacara tersebut dalam bahasa Pesisir nya disebut dengan baralek (Pernikahan).

Dimana dalam setiap adanya masyarakat Pesisir Sibolga yang mengadakan baralek yang menggunakan kesenian sikambang, sesudah mengadakan Akad Nikah di pagi hari dan dimalam harinya selalu akan diisi dengan pertunjukan kesenian sikambang yang di dalam nya terdapat alat musik singkadu sebagai alat musik tiup.

Singkadu hanya digunakan dalam pertunjukan sikambang pada pesta pernikahan dan di dalam pementasaanya hanya malam hari saja. Singkadu hanya mengiringi lagu-lagu tertentu27 dalam sikambang seperti lagu Kapri, Kapulo Pinang, lagu Duo dan lagu Sikambang (wawancara dengan Bapak Kadirun November2010)

.


(55)

3.2.3.Fungsi Singkadu dalam konteks Status yang diberikan Sebagai Pemain dan Pemilik Alat Musik di Masyarakat Pesisir Sibolga

Masyarakat Pesisir Sibolga yang sebahagian penduduknya bermata pencaharian sebagai Nelayan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang pertama kali bersinggungan langsung dengan kesenian sikambang dan termasuk mahir dalam melantunkan syair-syair sikambang28

Khususnya si pemain singkadu terdapat beberapa kebiasaan unik yang muncul di kehiduapan sosial masyrakat yang mengundang. Apabila si pemain singkadu tidak berada di kediamanya maka si pengundang menitipkan sirih kepada si keluarga pemain musik singkadu tersebut, apabila si pemain melihat sirih tersebut si pemain sudah tau sendiri bahwasanya di undang untuk main dalam satu upacara pernikahan yang menampilkan kesenian sikambang, hal tersebut menurut informan yang penulis wawancarai berlansung ketika dimana para pemain sikambang masih berbentuk orang–perorangan dalam hal ini para pemain sikambang belum terikat di dalam suatu grup .(wawancara dengan Kurnia Pasaribu, Desember 2010)

dan mengenai kontk status dalam msyarakat Pesisir Sibolga dan hubungan nya dengan fungsi alat musik singkadu dapat penulis jelaskan sebagai berikut dari beberapa informan yang penulis wawancarai bahwasanya dalam tata cara pengundangan oleh masyarakat yang mengadakan upacara baralek (pernikahan) tersebut terhadap para pemain sikambang.

29

28

Radjoki Nainggolan, kebudayaan suku pesisir di pantai barat sumatera utara.1991,:29

29


(56)

2.2.4.Fungsi Singkadu dan Pitunang Sebagai Salah Satu Kepercayaan yang Berkembang di Masyarakat Pesisir Sibolga.

Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terutama orang orang tua terdahulu yang masih meyakini tentang hal–hal yang berbau ghaib keberadaan singkadu sebagai alat musik tidak hanya berfungsi sebagai alat musik tiup semata, dimana dalam sejarah keberadaan dan penggunaannya alat musik singkadu tersebut apabila di tiup /di mainkan dipercayai memiliki sugesti30

Menurut keterangan Bapak Kadirun sebagai seorang pembuat alat musik singkadu yang pernah menggunakan pitunang dalam memainkan singkadu di waktu mudanya setelah berguru dari beberapa pemain singkadu terdahulu menjelaskan mengenai pitunang tersebut, pitunang merupakan semacam ilmu bathin yang dipelajari dan di terapkan oleh si pembuat dengan maksud dan dasar keinginan tertentu yang ingin di capai si pembuat. Baik buruknya dalam penggunaan pitunang tidak dapat sembarangan bagi si pemain singkadu dimana si pemain singkadu tersebut terlebih dahulu harus yakin dan memiliki pertahanan tubuh yang kuat .yang di maksud dengan pertahanan tubuh adalah semacam ilmu kebal dikarenakan resiko yang akan , yang timbul bagi siapa saja yang mendengarnya dalam hal ini sugesti tersebut muncul akibat adanya kepercayaan tertentu yang di lakukan oleh individu /seseorang, kepercayaan tersebut dalam bahasa pesisir disebut dengan pitunang. Pitunang merupakan syarat- syarat khusus terhadap alat musik singkadu dari proses pembuatan hingga memainkanya.

30

su.ges.ti : pengaruh yg dapat menggerakkan hati orang; dorongan, dsb, (Kamus Besar Bahasa Indonesia http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/index.php)


(57)

muncul bagi si pemain tersebut di karenakan efek dari pitunang tersebut tidak semua orang dapat menerimanya.

Dalam artian baik pada dasarnya penggunaan pitunang di alat musik singkadu adalah semacam sugesti di saat adanya pertunjukan kesenian sikambang, dimana yang menonton acara tersebut sendirinya akan merasa senang dan betah ketika mendengar suara yang dikeluarkan oleh alat musik singkadu tesebut tanpa di sadarinya. Sedangkan penggunaan pitunang di alat musik singkadu dalam pengertian lainnya pitunang tersebut dapat di gunakan ke hal-hal di luar nalar/akal sehat, dimana apabila si pemain singkadu tersebut memainkan singkadunya dan menghakekatkan seseorang yang ingin dikenakan pitunang, dengan sendirinya orang yang di hakekatkan tersebut akan mengalami hal-hal yang tidak wajar

Dalam hal ini pengertian tidak wajar adalah sesuatu yang tidak di ingini oleh yang tekena pitunang, sehingga apabila si korban tersebut tidak merasa senang dan berusaha ingin membalas perbuatan si pengguna pitunang tersebut dengan berbagai cara bahkan bisa berujung kepada cara mencelakai si pelaku pitunang tersebut seperti sikorban meracunnya dan berbagai cara lainnya yang bisa di anggap si korban sebagai pembalasan yang setimpal bagi si pelaku (wawancara dengan Bapak Kadirun Oktober 2010 ). Salah satu resiko lain yang akan muncul dari akibat pitunang menurut Bapak Kadirun adalah apabila seseorang yang memilki ilmu bathin lebih tinggi dari si pemain singkadu tersebut , mengetahui si pemain singkadu tersebut


(1)

b. Saran

Seiring dengan derasnya arus globalisasi yang terjadi di dunia ini, dan dampaknya adalah menghilangkan kebudayaan-kebudayaan tradisi di deluruh dunia, maka sudah sewajarnya setiap kelompok masyarakat pemiliki budaya tradisi di dunia ini tetap mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan kebudayaannya. Di dalam kebudayaan tersebut terkandung nilali-nilai tradisional yang berpaksikan kepada kearifan berpikir dan bertindak. Sebagai contoh pada alat musik singkadu terdapat kearifan lokal tentang sistem kosmologi yang dipegang erat oleh masyarakat Pesisir. Bahwa mari kita berusaha menyatu dengan alam, dan jangan merusak alam. Di samping itu ada alam lain selain alam dunia ini. Mari jaga keseimbangan ekosistem dan alam ini. Kearifan lokal ini perlu terus dipertahankan dalam rangka enskulturasi kebudayaan.

Selain itu, sebagaimana diketahui, penelitian dan pembelajaran tentang budaya Pesisir ini, menurut pengamatan penulis agak kurang dilakukan oleh peneliti masyarakat itu sendiri atau peneliti asing. Khususnya kepada Departemen Etnomusikologi, penulis berharap bahwa kebudayaan Pesisir ini perlu diberi perhatian terhadap penelitiannya. Kemudian hasil penelitian ini dipublikasikan baik di skala lokal, nasional, maupun internasional. Tujuannya adalah untuk terus mewacanakan budaya Pesisir secara ilmiah, dengan pendekatan-pendekatan yang multidisiplin dan interdisiplin tentunya.

Selain itu ketika pemerintah Indonesia sibuk meningkatkan devisa pariwisata melalui bidang seni budaya, maka sudah sewajarnya kebudayaan Pesisir ini difungsikan dan digunakandalam konteks tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan Pesisir sangatlah kaya. Di sini ada tari, musik, dan


(2)

teater tradisional yang bisa diangat menjadi aset wisata. Selain itu, kawasan ini memang didukung oleh potensi objek daerah tujuan wisata yang baik. Para pengambil keputusan, dalam hal ini departemen Budaya dan Pariwisata, dapat mensinerjikan atara potensi seni budaya dan potensi alam Tapanuli Tengah dan Sibolga dalam konteks kepariwisataan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku dan Jurnal

Asian Theatre Program University and College Theatre Association, 1996.

Asian Theatre Journal Volume 13. Hawaii: University of Hawaii Press.

Castelo-Branco, Salwa El-Shawan, 1997. Portugal e o mundo International

Council for Traditional Music. Colloquium. Portugal: Publicações Dom

Quixote.

Feterman, David M., 1989.Ethnography Step by Step. New York Amerika Serikat: Sage Publication

Goodenough, Ward, H.1997 moral outrage :territoriality in human guise : Amerika Pennsylvania : zygon publication . Ward H Goodenough merupakan seorang Profesor Emeritus di University of pennsylvania., Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical

Instrument. Translate from original German by Anthony Baines and

Klausss P. Wachsmann.

Simbolon, J.Weely,2010. Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak

Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan. Skripsi Sarjana Etnomusikologi.

Kartomi, Margaret J., 1985. Musical Instruments of Indonesia. Jakarta: Indonesian Arts Society.

Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrument Musik. (Terjemahan Rizaldi Siagian).

Howard, Keith, . 2006. Music international Journal of Ethnomusicological

Studies: Music Ritual. Hague Netherlands: Semar Publisher.

Koenjaraningrat, 1973. Metode Wawancara dalam Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koenjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi Sosial dan Budaya. Jakarta:

Penerbit Universitas Terbuka

Koentjaraningrat (ed.). 1993. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka.


(4)

Moleong, Lexi J., 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Poskakarya.

Margaret Birley, Heidrun Eichler, and Arnold Myers, 1998. Voices for the

Silenced: Guidelines for Interpreting Musical Instruments. United States

of America. Publication CIMCIM Working Group for Education and Exhibitions (Co-ordinator Jos Gansemans).

Pusat Pembinaan Bahasa, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.

Peter H. Khan ,Jr., Rachel L. Sevenson, and Jolina H. Ruckert 2009, the

Human Relation With Nature , seatlle ,Washington, University Of

washingtonPemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Sibolga, 1998. Hari

Jadi Sibolga. Sibolga: Pemko Sibolga

Reimer, D. 1987. Cultures and Societies of North Sumatra. Berlin-Hamburg: Dietrich Reimer Verlag

Royal Institute of Linguistics and Anthropology,, 1994. Koninklijk Instituut

voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands). Afdeling Documentatie Modern Indonesie, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.

Netherlands: Bibliotheek Centre for Documentation of Modern Indonesia. Raja Dja’far Hutagalung, 1998 “Sibolga Nama Legendaris Seorang Pejuang,”

dalam Buku Hari Jadi Sibolga,” Pemko Sibolga

Radjoki Nainggolan 1991, Kebudayaan Suku Pesisir di Pantai Barat Sumatera

Utara. Makalah.

Sarbainy Daulay, 1998. Nilai –nilai Luhur Adat Pesisir Tapanuli Tengah dan

Sibolga dalam Tatanan Hidup. Sibolga: Pemko Sibolga.

Syariful Hutagalung. 1998. ‘Sibolga dan kondisi Perkembanganya dalam

Beberapa Masa pemerintahan, Sibolga : Pemko sibolga

Simanjutak, W, 1961 “Batak Dulu dan Sekarang”: Medan. Penertbit Tarubar Medan

Soeharto, M., 1992. Kamus Musik, Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia. Schopenhaeur, Arthur, 1992.“On the will in Nature,” Physicology and

Pathology, Volume 1991Arthur Schopenhauer, E. F. J. Payne, David E.

Cartwright .Berg.

Solly Lubis, 1998. “Sibolga dan Sekeping Sejarahnya.” dalam Hari Jadi


(5)

Suwardi Endraswara, 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Widyatama

Tengku Luckman Sinar, Syaiful A. Tanjung, dan Marwansyah, 2010.

Mengenal Adat Dan Budaya Pesisir,Tapanuli Tengah-Sibolga. Medan:

Penerbit Forkala Sumut

Tengku Luckman Sinar, 23 Juni 1981. “Sibolga dalam Lintasan Sejarah.” Harian Waspada.

Trisnadi, Wiwid. 2002. Anak-anak “Orang Laut”: Tumbuh Dewasa Dalam

Budaya Yang Berubah. Naskah tesis master tidak dipublikasikan Sekolah

Pascasarjana Program Studi Antropologi, Jurusan Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Walter Yust - 1949 Along the west coast of North Sumatra , stand Meulaboh,

Tapatuan, Singkil, Barus, Sibolga (capital of the former residency of Tapanuli), ... Encyclopaedia britannica: a new survey of universal knowledge, Volume 21 Encyclopaedia Britannica, University of Chicago

B.Website

Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI online:

http://iannnews.com/ensiklopedia.php dikutip dari bunga rampai tapian nauli bps sibolga http//sumut.bps.go.id.sibolga


(6)

Daftar Informan

Nama Lengkap : Kadirun Tandjung

Lahir : April -1933 Gosong Telaga , Aceh Singkil Usia : 78 TAHUN

Pekerjaan : Nelayan /pemain dan pembuat alat musik singkadu, dan salah satu pendiri grup sikambang “kerimah”

Alamat : jln.Midin Hutagalung.Lingkungan II, Kelurahan Aek Habil, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga

Nama Lengkap : Kurnia Pasaribu Usia : 59 TAHUN

Pekerjaan : Nelayan / pemain gandang sikambang tetapi sekarang tidak main lagi dikarenakan anggota dari grup sikambang nya di daerah sambas sudah banyak yang meninggal dunia.

Alamat : jln.Damar laut /simpang lima .Kelurahan Pancuran Dewa , kecamatan Sibolga Sambas, Kota Sibolga

Nama Lengkap : Liyas Lubis Usia : 55 TAHUN

Pekerjaan : Pensiunan T.N.I , pimpinan grup kesenian sikambang “kerimah”

Alamat : jln.Elang . Kelurahan Aek Habil, kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga

Nama Lengkap : Radjoki Nainggolan

Pekerjaan : Ketua Yayasan Lembaga Adat Budaya Tapanuli Tengah dan Sibolga

Alamat : jln.Sei Bamban no7. Kecamatan Medan Baru ,kota Medan

Nama Lengkap : Syafrijal Chaniago Usia : 46 tahun

Pekerjaan : Nelayan /pemain pupuik di komunitas kesenian masyarakat Bumim (budi utama masyarakat minang) di jalan mojopahit Sibolga