Kajian Organologi Alat Musik Gambus Melayu Buatan Bapak Syahrial Felani

(1)

Lampiran I

Gambar 75:

Penulis bersama dengan Bapak Syahrial Felani (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 76:

Rumah Kediaman Bapak Syahrial Felani (Dokumentasi Penulis)


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Irwansyah.2004. Alat Musik Dawai. Medan : Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.

Heristina, Dewi dan Takari Muhammad. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan : USU Press.

Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State Universitity Press.

Hornbostel, Erich M. Von And curt sach. 1961. Clasifikation of Musical

Instrument. Translate from original German by Antonie Banes and Klaus P. Wachsman.

Husein, Muhammad,2011.Musik Zapin. Tesis S-2. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Khasima, Susumu. Asia Performing Art

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Koenjaraningrat, 1980. Sejarah Teori antropologi I. Jakarta: Gramedia. Merriam, Alan P. 1964. The Antropology of Music. Illionis : North-western

University Press.

Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya. Mulyadi, Drs.1984. Akuntansi Biaya Untuk Manajemen. Yogyakarta. BPFE. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The

Free Press of Glencoe.

Nor, Mohd Anis Md (ed). 2000. Zapin Melayu di Nusantara. Johor Baru : yayasan warisan Johor.

Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumut, 1996. Potensi Etnik Sumatera Utara.

Suansri, Nuari Silitonga. 2011. Skripsi. Nur’ Ainun sebagai penyanyi Melayu Sumatera Utara Biografi dan analisis struktur lagu-lagu rentak senandung dan mak inang dua lagu yang dinyayikan. USU.

Simanjuntak, Herman. 2014. Produksi Gitar Bona Pasogit Sipoholon Buatan Bapak Albert Hutagalung di Desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara: Kajian Terhadap Teknik Pembuatan dan Pemasaran. Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.

Simbolon, Welly. 2010. “Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan.” Skripsi Sarjana Etnomusikologi. FS. USU. Tidak Diterbitkan.

Takari, dan Fadlin, 2009. Sastra Melayu Sumatera Utara. Medan : Bintang Jaya. Tengku Lukman Sinar,1994. Jati Diri Melayu: Majelis Adat Melayu Indonesia. www. Wikipedia.com


(3)

DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Syahrial Felani (informan Kunci)

Nama Panggilan : Makyal Usia : 55 Tahun

Pekerjaan : Pembuat Gambus, Guru, pelaku dalam Kesenian Melayu

Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan no.204 Dusun IV Tj. Morawa 2. Nama : Rida safitri

Nama Panggilan : Ida Usia : 48 Tahun Pekerjaan : Guru

Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan no.204 Dusun IV TJ. Morawa 3. Nama : Roy

Usia : 31 Tahun Alamat : Lubuk Pakam

Pekerjaan : Seniman, Penari, Anggota personil Tamora 88 4. Nama : Robino

Usia : 47 Tahun

Alamat : Dusun 4 Lorong Mulia. Percut sei tuan

Pekerjaan : PNS, pemain gambus/ salah satu orang yang memakai gambus beliau.

5. Nama : Retno Ayumi Usia : 49 Tahun

Alamat : jalan platina III Lk. X gang Mitra, Medan

Pekerjaan : praktisi tari, musik, penulis tentang kebudayaan Melayu 6. Nama : Nazri Effaz

TTL : kp. Besar, Labuhan Deli. 5 juni 1965

Alamat : Jln. Tengku Rizal Nurdin, Dusun II, Pantai Cermin kanan, Sergai

Pekerjaan : pemain Gambus, seniman, pengajar. 7. Nama : Ahmad Fauzi

Alamat : Jln. Gaharu no.34 A Medan Tanggal Lahir : 1 Juni 1960


(4)

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGIS GAMBUS

3. 1 Klasifikasi Gambus

Curt Sachs dan Erich Von Hornbostel adalah dua ahli organologi alat musik (instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman, yang telah mengembangkan satu sistem pengklasifikasian atau penggolongan alat-alat musik. Sistem penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar, yaitu:

A. Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang direngangkan. Contoh adalah gitar dan biola.

B. Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara. Sebagai contoh adalah suling, terompet, atau saksofon.

C. Membranofon, di mana pengetar utama penghasil bunyi adalah membrane atau kulit. Contoh adalah gendang dan drum.

D. Idiofon, di mana penggetar utama bunyi adalah badan atau tubuh dari alat musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi. Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sahcs dan Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis harpa; (4) jenis lute; dan(5) jenis siter.


(5)

Berdasarkan jenis karakteristik yang terdapat pada gambus dapat digolongkan kedalam jenis chordophone, maka penulis akan melihat dari fisik alat musik tersebut, sehingga gambus tersebut diklasifikasikan menjadi:

1. Chordophone, one or more strings are stretched between fixed points

Kordopon yang memiliki satu senar atau lebih yang direnggangkan antara dua bidang batas yang sudah ditentukan.

2. Composite chordophone, a string bearer and a resonator are organically united and can not be separted without destroying the instrument.

Kordopon gabungan yang memiliki sebuah tempat senar dan sebuah resonator yang secara organologis disatukan dan tidak dapat dipisahkan tanpa merusak alat musiknya.

3. Lutes, yaitu rancangan senarnya paralel ataupun sejajar dengan kotak suaranya.

4. Handle lute, yaitu lute yang dipegang. Gambus ini dimainkan dengan menggunakan tangan.

5. Long neck lute, yaitu lute yang berleher. Secara fisik gambus ini memiliki leher panjang, dimana leher sebagai papan jari (finger board) dengan letak senarnya sejajar dengan kotak resonatornya.

6. Plucked instrument, yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik dan secara teknis dipetik dengan menggunakan jari tangan kanan dan terkadang menggunakan claver.

7. Fretless, yaitu alat musik gambus ini tidak memiliki batas pemisah pada papan jari penghasil nadanya (fret).


(6)

3.2 Sejarah Singkat Masuknya Gambus di Indonesia

Dari beberapa informasi yang telah penulis temukan diantanranya adalah bapak Syahrial Felani (pembuat gambus), beberapa refrensi berupa buku, dan media internet bahwa asal usul alat musik gambus berasal dari negeri Timur Tengah. Melalui proses penyebaran agama Islam memberikan pengaruh terhadap bentuk keseniannya. Menurut Hamka (1963:87-88, dalam Hasjmy, 1990:3), Agama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi. Agama Islam datang ke Indonesia dengan dibawa oleh saudagar-saudagar Islam. Saudagar-saudagar-saudagar tersebut bukan hanya dari Arab saja, melainkan ada yang berasal dari Persia dan Gujarat.

Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari orang-orang Arab atau India. Msuknya Islam yang beridentitas padat ke Asia Tenggara yang tercatat adalah pada abad ke tiga belas. Marcopolo mencatat bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan bernama Perlak (Hill 1963). Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad ke lima belas kerajaan Aru dipesisir Timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes 1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini.

Di pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga kesultana Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli dan Serdang- yang berada dikawasan bekas kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Paa abad ke 16 dan 17, Aru menjadi rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdiri abad ke 16. Sesudah tahun 1612, kerajaan ini dikenal dengan kerajaan Deli. Kemudian Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720 (Lukman


(7)

Sinar,1986:67). Kemungkinan besar seni zapin masuk di era kesultanan-kesultanan Islam di pesisir Timur Sumatera Utara ini. Bagaimana pun selain ajaran Islam, masyarakat Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti zapin, yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai sarana dakwah jadi abad ke- 17 ini kemungkinan berdasar fakta sejarah masuknya seni-seni Islam dikawasan Sumatera Timur.

Pengaruh yang diberikan Islam kepada masyarakat, memberikan keterangan dan memiliki sifat asasi insan itu ialah akal, dan unsur hakikat inilah yang menjadi perhubungan antara dia dan hakikat semesta. Demikian juga kedatangan Islam dikepulauan Melayu di Indonesia yang membawa rasionalisme dan pengetahuan akhlak serta menegaskan suatu system masyarakat yang terdiri dari individu-individu. Jadi Islam membawa peradaban yang mudah diterima, intelektualitasme, dan ketinggian budi insan di Tanah Melayu.

Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di kebudayaan Melayu salah satunya adalah alat musik Gambus, di Arab dikenal dengan nama ‘ud.Gambus tersebut sudah beradaptasi dengan wilayah setempat. Di Indonesia sendiri terdapat ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Walaupun bentuk ukurannya berbeda, tetapi suara yang dihasilkannya tetap bernuansa Timur Tengah. Jadi, alat musik tersebut berasal dari Arab, hasil dari adaptasi dan proses akulturasi pada awal abad ke-18 yang dibawa ke Tanah Melayu (wawancara dengan Syahrial Felani, Mei 2014).


(8)

3.3 Konstruksi Gambus

Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada gambus buatan Syahrial Felani. Instrumen ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing, antara lain sebagai berikut.

Gambar7: Konstruksi Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)

Keterangan:

1. Kepala gambus adalah bagian paling atas tempat telinga gambus/penutup bagian depan. Bentuk kepala inilah yang melambangkan bahwa gambus tersebut berbentuk seperti belalang.

2. Telinga gambus adalah bagian untuk pengatur nada senar gambus pada gambus buatan beliau memiliki 9 telinga gambus, karena gambus buatannya memiliki 9 senar.

3. Leher gambus adalah bagian yang digunakan untuk memainkan nada gambus ( finger board ).


(9)

4. Lubang suara berfungsi menyerap suara dari petikan gambus dan memantulkan suara dari bagian kulit gambus yang terbuat dari kulit kambing.Bentuk, jumlah maupun ukuran lubang berdasarkan buatan beliau.

5. Kulit merupakan bahan penutup bagian depan yang terbuat dari kulit kambing, mempunyai lebar 25 cm dan panjang 29 cm.

6. Cedak/kuda-kuda merupakan penyangga senar bagian bawah. Berguna untuk mengatur posisi senar supaya berada diatas kulit kambing, sehingga senar gambus dapat diatur ketegangannya.

7. Ekor merupakan bagian paling ujung bagian gambus untuk mengikat senar-senar gambus.

8. Perut merupakan bagian tempat beradanya lubang resonator.

3.4 Ukuran Bagian-bagian Gambus

Menurut beliau, gambus Melayu pada umumnya tidak memiliki standar ukuran yang tetap. Ukuran gambus tergantung pada pembuatnya. Selain itu faktor utama penentu ukuran gambus adalah diameter dan panjang kayu yang tersedia. Menurut penjelasan Syahrial felani, zaman dahulu, ukuran gambus "distandarkan" dengan ukuran jengkal. Karena tidak adanya kesamaan panjang jengkal pada setiap tukang, maka saat ini kita dapat menemukan gambus dengan bermacam-macam ukuran. Ukuran dan bagian-bagian gambus yang penulis paparkan berikut ini adalah sesuai dengan ukuran gambus buatan Bapak Syahrial Felani.


(10)

Gambar 8:

Ukuran Panjang Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.4.1 Bagian Kepala

Bagian kepala memiliki panjang 26 cm, pada bagian penutup kepalanya mempunyai panjang 21 cm, lebar 7,5 cm dan ketebalannya 1 cm. untuk bagian kepala (dilihat dari samping) ketinggiannya memiliki variasi yang berbeda seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 9:

Ukuran Bagian Kepala Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)


(11)

3.4.2 Bagian Leher

Pada bagian leher terdapat papan jari (finger board) seperti pada bagian gitar, hanya saja yang membedakan pada papan jari gambus tidak terdapat fret yaitu jarak nada dan terdapat lubang suara di papan jari (finger board). Untuk ukuran papan jari dari pada permukaan dan ketebalan bagian atas hingga ke bawah memiliki ukuran yang berbeda seperti yang terlihat pada gambar.

Gambar10: Ukuran Bagian Leher (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.4.3 Bagian Perut

Bagian perut gambus memiliki ukuran panjang 29 cm dan lebar 25 cm yang dilapisi oleh kulit kambing dan tinggi perut mempunyai panjang 15 cm. Pada bagian tengah terdapat cedak yang berfungsi sebagai penyangga senar bagian bawah.

Gambar 11: Ukuran Bagian Perut (Dokumentasi Penulis, 2014)


(12)

3.4.4 Bagian Ekor

Bagian ekor adalah bagian yang paling bawah yang terdapat pada gambus ini. Pada bagian ekor beliau membentuknya seperti bentuk kubah rumah ibadah (mesjid). Ukuran ekor buatan beliau memiliki panjang 9 cm, lebar 8 cm dan ketebalannya 2 cm.

Gambar 12: Ukuran Bagian Ekor (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.4.5 Jarak Senar

Pada bagian senar mempunyai jarak yang berbeda dalam penyusunannya. Terdapat 5 baris senar. Untuk bagian atas jarak senar memiliki jarak masing-masing 1 cm, dan untuk ukuran 4 senar yang berlapis memiliki jarak 0,3 cm.

Untuk bagian bawah jarak senar memiliki jarak senar masing-masing 1, 5 cm dan untuk ukuran 4 senar yang berlapis memiliki jarak 0,3 cm. Pada bagian cedak/kuda-kuda memiiliki panjang 9 cm dan ketinggiannya 2,8 cm sebagai pengatur posisi senar agar tidak menempel pada kulit kambing.


(13)

Gambar 13: Ukuran Jarak Senar (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.5 Teknik Pembuatan Gambus

Pembuatan gambus seluruhnya dilakukan dengan cara buatan tangan (hand made), meskipun seiring perkembangan waktu dan tentunya perkembangan teknologi yang semakin maju saat ini sudah menggunakan beberapa peralatan mesin untuk membantu meringankan dalam proses pembuatannya agar lebih cepat dan efesien dalam waktu pengerjaannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai bahan bahan, peralatan, dan teknik pembuatan gambus tersebut.

3.5.1 Bahan Baku yang Digunakan 3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan gambus

Kayu digunakan sebagai bahan baku untuk membuat badan gambus. Menurut Bapak Syahrial Felani kayu nangka menjadi kayu yang menjadi pilihan utama untuk membuat gambus karena daya tahan maupun suaranya menghasilkan kualitas yang bagus. Kelebihan kayunya menurut beliau seperti bobotnya yang ringan, kuat, tidak mudah retak ketika kering dan mudah dipahat ataupun diolah di dalam pengerjaannya, hasilnya tidak menimbulkan serabut serabut di permukaan (berbulu). Bukan berarti kayu mahoni ataupun jati tidak dapat dipakai untuk menjadi bahan dasar membuat gambus hanya saja jenis kayu


(14)

tersebut sulit dalam pengerjaannya. Dibutuhkan usia kayu nangka yang berusia rata-rata 20 tahun dan sudah berdiameter 36 cm. Beliau peroleh dengan cara memesan/membeli kepada orang yang biasa menjual kayu. Biasanya kayu yang beliau pesan sudah mempunyai ukuran untuk membuat gambus dengan potongan yang berukuran panjang 1 meter dan berdiameter 36 cm. kayu yang mempunyai ukaran tersebut dibelah menjadi dua dan bisa membuat 2 alat musik gambus.

Proses pengeringan kayu terjadi secara alami (dikeringkan dalam ruang terbuka atau diletakan didalam gudang). Tetapi, kayu tersebut memiliki kelemahan jika terlalu kering dibiarkan lama akan memperlambat dalam proses pengerjaannya, kayu akan semakin keras. Kira-kira jika sudah kelihatan kering sebaiknya bahan langsung dikerjakan.

Gambar 14: Batang Kayu Nangka (Dokumentasi: Penulis, 2014)

3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Gambus

Untuk membuat penutup gambus dibutuhkan bahan yang berbeda, karena bahan penutup gambus terdapat 2 macam lubang resonator yaitu : lubang


(15)

resonator pada badan gambus dibutuhkan bahan penutupnya memakai kulit Kambing dan lubang resonator pada bagian leher gambus bisa juga menggunakan bahan kayu yang sama atau kayu tersebut adalah sisa potongan yang bisa digunakan untuk membuat penutupnya.

Gambar 15: Bahan Penutup Lubang,

Kulit kambing

(Dokumentasi: Penulis, 2014)

Gambar 17:

Kayu nangka yang telah di ukur. (Dokumentasi: Penulis, 2014)


(16)

3.5.1.3 Bahan pembuat setelan (tuning peg)

Bahan ini terbuat dari kayu, dibentuk berdasarkan ciri khas yang dimiliki gambus, yang dapat dibedakan dengan tuning peg pada gitar. Alat ini berfungsi untuk menyetel senar tinggi rendahnya senar gambus yang dipasang.

Gambar18: Kupingan (Setelan) (Dokumentasi:Penulis, 2014)

3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar

Bahan ini dahulunya terbuat usus kambing, tetapi sekarang menggunakan senar nilon, seperti yang ada pada senar gitar.

Gambar 19:

Senar Nilon untuk Gambus (Dokumentasi: Penulis, 2014)


(17)

3.5.1.5 Bahan pembuat pick

Bahan ini terbuat dari bahan plastik yang berfungsi untuk mempermudah memetik senar pada gambus.

Gambar 20:

Pick

(Dokumentasi: Penulis, 2014)

3.5.2. Bahan Tambahan 3.5.2.1 Lem Kayu

Lem kayu ini berfungsi sebagai alat perekat, yang akan menempelkan bahan penutup pada permukaan bagian depan gambus.

Gambar21: Lem kayu


(18)

3.5.2.2 Melamin dan Thiner

Bahan ini digunakan untuk menutup bagian pori-pori yang terdapat pada kayu dan memperkuat kayu agar dapat bertahan lama.

Gambar 22: Melamin dan Thiner (Dokumentasi: Penulis, 2014)

3.5.2.3 Cat Pilox

Cat ini sebagai pemberian warna pada gambus, agar gambus terlihat lebih menarik, digunakan cat semprot agar cepat kering dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Gambar22: Cat Pylox


(19)

3.6 Peralatan yang Digunakan 3.6.1 Senso atau Gergaji Mesin

Digunakan untuk memotong pohon nangka yang akan digunakan untuk bahan pembuatan gambus. Senso ini digunakan dalam tahap kasar, dimana kondisi kayu nangka dalam keadaan masih berbentuk gelondongan/bulat.

Gambar 23: Senso

( Dokumentasi Penulis) 3.6.2 Pahat

Pahat adalah alat berupa bilah besi yang tajam pada ujungnya untuk melubangi resonator. Untuk melubangi lubang yang kecil dibutuhkan pahat yang berbentuk lurus.

Gambar 24: Pahat


(20)

3.6.3 Gergaji

gergaji ini digunakan untuk memotong bagian bagian gambus yang sudah dibentuk.

Gambar 25: Gergaji

(Dokumentasi Penulis, 2014)

3.6. 4 Ketam

Ketam berfungsi untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan permukaan kayu. Dengan menggunakan ketam, proses untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan akan lebih mudah dalam pengerjaannya.

Gambar 26: Ketam


(21)

3.6.5 Amplas

Amplas (disebut juga kertas pasir) adalah sejenis kertas yang digunakan untuk membuatpermukaan benda-benda menjadi lebih halus dengan cara menggosokkan salah satupermukaan amplas yang telah ditambahkan bahan yang kasar kepada permukaan bendatersebut. Amplas atau kertas pasir dipakai pada tahap kerja halus pada pembuatan gambus.

Gambar 27: Amplas

(Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.6 Palu Kayu

Palu kayu digunakan untuk memukul pahat untuk melubangi kayu nangka sebagai lubang resonator pada gambus. Palu kayu terbuat dari batang kayu jambu kelutuk (Guavva), digunakan palu kayu agar permukaan pada pahat tidak mudah rusak pada saat pemukulannya karena pahat pahat yang digunakan terbuat dari besi.

Gambar 28: Palu Kayu


(22)

3.6.7 Penggaris dan Meteran

Untuk mengukur bagian bagian gambus sehingga sesuai dengan kerangkanya, maka digunakan rol meteran. Rol yang digunakan adalah rol yang berukuran 50 cm dan meteran yang digunakan berukuran 5 m, ataupun disesuaikan dengan ukuran kulcapi yang akan ditempah.

Gambar29: Penggaris dan meteran (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.6.8 Gerinda lisrik

Mesin gerinda berfungsi juga untuk meratakan permukaan kayu. Dengan menggunakan mesin tersebut akan mempermudah dalam proses penghalusannya.

Gambar30: Gerinda Listrik


(23)

3.6.9 Bor Listrik

Bapak Syahrial Felani sudah menggunakan bor listrik yang digunakan untuk membuat lubang pada bagian kepala gambus sebagai tempat setelan/kupingan gambus, dengan menyesuaikan diameter dan ukuran mata bor yang digunakan.

Gambar 31: Bor Listrik

(Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.10 Gergaji Besi

karena pada ukuran tuning/kuping pengatur nada yang berukuran relatif kecil, jadi digunakan gergaji berukuran kecil untuk memotongnya.

Gambar 32:

Gergaji Besi Ukuran Kecil (Dokumentasi Penulis, 2014)


(24)

3.6. 11 Kampak

Kampak digunakan untuk tahap awal proses pengikisan dalam pembentukan dasar pada gambus. Kampak ini mempermudah/mempercepat proses kerja yang awalnya permukaan gambus masih kasar.

Gambar33: Kampak

( Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.12 Pisau dan Spidol

Pisau berfungsi untuk memotong kulit yang sudah diberi tanda dengan ukuran yang sudah ditentukan. Spidol alat untuk memberi tanda replika ataupun letak dimana ukuran dalam proses pengerjaan.

Gambar 34: Pisau dan Spidol (Dokumentasi Penulis, 2014)


(25)

3.6.13 Mal/matras

Berfungsi untuk mengukur ketepatan jarak antara kepala hingga ekor. Alat ini dibuat sendiri oleh Bapak syahrial felani. Alat ini digunakan untuk mempermudah dalam proses pemotongan pada tahap awal.

Gambar 35: Mal/Matras

(Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.14 Kuas

kuas ini berfungsi untuk proses pengolesan melamin yang sudah tercampur dengan thiner, agar kayu semakin kuat dan pori-pori yang terdapat pada lapisan kayu tertutup.

Gambar36: Kuas


(26)

3.7 Proses Pembuatan

Dalam pembuatan gambus tersebut setelah bahan-bahan sudah tersedia semua maka selanjutnya adalah proses pembentukan bahan dan dibentuk sesuai desain kerangka, konstruksi pada bagian gambus. Penting diketahui, sebuah gambus terdiri dari atas satu rangkaian yang padu mulai dari kepala hingga ekor, tidak ada bagian yang terpisah. Penulis memberi informasi berdasarkan bentuk dan ukuran sebuah gambus yang Beliau buat. Biasanya gambus beliau memiliki ukuran panjang 99 cm yang terbagi kedalam ukuran, seperti ukuran kepala mempunyai panjang 26 cm, panjang leher 35 cm, panjang badan 29 cm, panjang ekor 9 cm. Penghitungan jarak antara kepala hingga badan gambus juga menentukan warna nada yang akan dihasilkan gambus.

Proses pembuatan gambus dilakukan secara manual dan di bantu dengan menggunakan mesin, dari proses pembentukan kasar pada gambus, proses pemahatan pada lubang resonator, hingga proses penghalusan.

Tabel 1:

Tahapan Pengerjaan Dalam Pembuatan Gambus

NO TAHAPAN

PENGERJAAN BAGIAN PENGERJAAN 1 2 Tahap I Tahap II

• Pemilihan Pohon

• Pembentukan Pola Dasar • Proses Pemotongan Pola • Pembentukan Dasar Gambus

• Proses Pembuatan Lubang Resonator

• Proses Merapikan Lubang • Proses Pengikisan • Membuat Bahan Penutup


(27)

3

4

Tahap III

Tahap IV

• Proses Membuat Kupingan Pada Bagian Kepala Dan Ekor

• Memasang Penutup Bagain Perut, Leher, Dan Kepala

• Proses Penghalusan / Pengamplasan • Proses Pendempulan

• Proses Pengecatan

• Proses Pembuatan lubang suara • Tahap Akhir

3.7.1 Tahap Pertama 3.7.1.1 Pemilihan Pohon

Pemilihan pohon untuk pembuatan Gambus yang dilakukan oleh Bapak Syahrial Felani sangat diperlukan, biasanya pohon yang dibutuhkan adalah pohon nangka. Pada proses penebangannya, biasanya beliau memesan kepada tukang penebang pohon, jadi beliau tinggal menunggunya saja. terkadang beliau sudah memesan beberapa potongan kayu, jadi apabila ada pesanan untuk membuat sebuah gambus beliau tidak harus mencarinya lagi, sudah ada bahan baku untuk membuatnya. Pohon tersebut sudah memiliki ukuran yang disesuaikan oleh beliau dengan ukuran panjang 1 m, usia yang sudah tua berumur lebih dari 20 tahun dan mempunyai diameter minimal 36 cm.

Berdasarkan alasan yang dijelaskan diatas, menurut beliau dengan cara memesannya dengan ukuran yang tersedia dapat menghemat waktu dan mempermudah dalam proses pencarian kayu dan proses pemotongannya. Dan dengan usia kayu tersebut, bahan sudah memiliki kualitas yang baik, dari segi kualitas suara yang dihasilkan ataupun daya tahan gambus tersebut.


(28)

Gambar 37:

Gudang TempatPenyimpanan Kayu Nangka (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 38:

Pengambilan Kayu dari Penyimpanan (Dokumentasi Penulis, 2014)


(29)

3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar

Karena bahan dasar utamanya sudah tersedia yaitu, kayu yang sudah terbelah menjadi dua bagian. Maka, pada bagian yang terbelah akan membentuk suatu permukaan yang datar. Di permukaan tersebut perajin akan membuat pola yang terukur dengan menggunakan mal/matras yang tersedia dengan berbentuk gambar sebuah gambus. Alat seperti penggaris dan spidol digunakan dalam proses ini untuk memberikan suatu tanda, agar proses pemotongan pola berdasarkan bentuk yang telah tersedia.

Gambar 39:

Proses Pembuatan Kerangka Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)


(30)

3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola

Setelah bentuk gambus sudah tergambar, maka perajin menggunakan gergaji mesin untuk memotong sisi pada bagian kiri dan kanan. Pada bagian tersebut di buang untuk mempermudah/mempercepat proses pembentukan kasar pada gambus.

Gambar40:

Proses Pemotongan Berdasarkan Bentuk Mal (Dokumentasi Penulis, 2014)


(31)

Gambar 41: Bentuk Pola Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.2 Tahap II

3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar

Pada tahap selanjutnya, setelah pola dan ukuran ditemukan, perajn gambus mulai membentuk sebuah gambus yang padu, yakni mulai dari kepala hingga badan gambus. Seperti disebutkan di atas, sebuah gambus terdiri dari satu rangkaian yang tak terpisahkan, maka perajin membentuk sebuah pola dan langsung membentuk sebuah gambus. Pada proses ini, perajin gambus akan memotong kayu membentuk pola gambar yang sudah dibuatnya di atas kayu bahan dengan menggunakan kampak. Pertama perajin akan membentuk bagian leher, karena pada bagian leher proses pembuatannya tidak terlalu sulit lebih mudah membentuknya. Kemudian lanjut ke kepala hingga bagian perut dan ekor. Kelihaian menggunakan kampak serta ketelitian dibutuhkan dalam proses ini, menurut beliau menggunakan kampak lebih mudah dibandingkan menggunakan parang. Bagian-bagian kayu dikikis secara bolak balik dengan perlahan sehingga


(32)

pola yang sudah dibangun akan rusak dan cacat, sehingga perajin akan mengulang dari proses awal lagi untuk membuat sebuah gambus yang sempurna secara fisik.

Gambar 42:

Proses Pembentukan Leher Bagian Atas dan Bawah (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar43:

Proses Pembentukan Bagian Kepala (Dokumentasi Penulis, 2014)


(33)

Gambar44:

Proses Pembentukan Bagian Perut (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 45:

Proses Pembentukan Bagian Ekor (Dokumentasi Penulis, 2014)


(34)

Gambar 46: Bentuk Kasar Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.2.2Proses Pembuatan Lubang Resonator

Setelah bentuk kasar sebuah gambus didapat, pada langkah selanjutnya perajin memulai pengerjaan yang membutuhkan kesabaran. Perajin akan membuat lubang resonator pada bagian perut, leher dan kepala. Dalam membuat lubang resonator, diperlukan teknik agar pahat yang digunakan tidak mudah patah, proses pembuatan lubang dengan cara menggunakan pahat besi yang dipukul dengan menggunakan palu kayu. Untuk menghasilkan bentuk lubang yang sempurna, perajin membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Langkah pertama dalam pembentukan dan pembuatan lubang resonator pada bagian perut, leher, dan kepala adalah dengan membuat garis pola di bagian atas permukaan gambus. Biasanya, lubang resonatornya memiliki ketebalan berukuran yang berukuran 1,5 cm dari bagian perut hingga bagian leher. Setelah pola terbentuk, perajin mulai memahat kayu mengikuti garis pola yang sudah dibuat. Dalam proses pemahatannya perajin terkadang merasakan kesulitan yang di akibatkan kayu yang sudah terlalu kering, di butuhkan pahat yang memiliki ketajaman agar proses pemahatannya berjalan dengan cepat. Pada proses inilah yang di butuhkan tehnik


(35)

pemahatan agar pahat yang digunakan tidak mudah patah dan rusak. Kemudian, untuk selanjutnya, kayu yang sudah terpahat sesuai dengan garis pola itu dicungkil hingga memiliki kedalaman tertentu.

Gambar 47:

Membuat Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.2.3Proses Merapikan Lubang

Pada proses ini, lubang resonator yang ditelah di pahat akan dirapikan kembali dengan menggunakan pahat yang berbeda dengan ukuran yang lebih kecil. Pada bagian lubang resonator bagian leher dan kepala, memiliki ukuran lubang yang berbeda, sehingga di butuhkan pahat yang lebih kecil. Untuk bagian


(36)

lubang resonator perajin mengikis ketebalannya dengan ukuran tertentu, sehingga memiliki ketebalan yang sesuai dan sangat berpengaruh terhadap suara yang dihasilkannya.

Gambar 48:

Proses Merapikan Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 49:

Ukuran Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)


(37)

3.7.2.4Proses Pengikisan

Pada proses ini, Bapak Syahrial Felani mengikis bagian perut dan leher gambus dengan menggunakan alat ketam. Proses pengikisan ini beliau lakukan secara manual. Menurut beliau, jika menggunakan mesin hasil yang didapat tidak maksimal dan body pada gambus tidakterbentuk secara rapi. Proses pengikisannya dapat dirasakan melalui pandangan mata. Tujuan pengikisan ini agar nantinya proses penghalusan mudah untuk dilakukan.

Gambar 50: Proses pengikisan (dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 51:

Bentuk Dasar Gambus Tampak Atas (Dokumentasi Penulis, 2014)


(38)

Gambar 52:

Bentuk Dasar Gambus Tampak Bagian Belakang dan Samping ( Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup

Setelah bentuk dasar gambus selesai dilaksanakan, proses selanjutnya adalah membuat bahan penutup gambus yang terdiri dari lubang resonator bagian perut, bagian leher dan kepala.

Pada bagian kepala biasanya menggunakan kayu yang sama dari sisa potongan. Untuk bagian kepala dipotong yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 21 cm, lebar 7,5 cm dan ketebalannya 1 cm. Proses pembuatannya tidak memerlukan waktu yang lama.

Gambar 53: Penutup Kepala (Dokumentasi Penulis, 2014)


(39)

Pada bagian penutup bagian leher juga menggunakan kayu yang sama dari sisa potongan karena kayu tersebut berkualitas baik, yang digunakan sebagai papan jari (finger board). Tetapi papan jari tersebut berbentuk goblet, dimana bagian pangkal hingga ujung ukurannya semakin melebar. Untuk panjangnya berukuran 35 cm, lebar pangkal 4,5 cm hingga ujungnya semakin melebar hingga berukuran 11 cm dan memiliki ketebalan 0,5 cm. Proses pembuatannya tidak memerlukan waktu yang lama.

Gambar 54: Penutup Leher (Dokumentasi Penulis, 2014)

Untuk membuat penutup lubang resonator yang terdapat di bagian perut digunakan bahan kulit kambing yang berusia 1 tahun keatas yang kemudian dikeringkan. Tetapi bahan kulit kambing untuk penutup lubang resonator yang dibuat oleh beliau/gambus yang penulis teliti menggunakan kulit kambing dari gendang ronggeng yang tidak dipakai lagi. Alasan dipilihnya kulit tersebut karena memiliki kualitas lebih baik lagi, menghasilkan suara yang lebih nyaring dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk meneringkannya. Bagian kulit tersebut mempunyai panjang lebih dari 30 cm dan lebar dari 27 cm


(40)

.

Gambar 55:

Kulit sebagai Penutup Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.3 Tahap III

3.7.3.1 Proses membuat lubang kupingan bagian kepala dan ekor

Pada tahap ini, adalah proses membuat lubang untuk tempat senar pada bagian kepala dan ekor. Menurut beliau ukuran jarak lubang tempat pengikat senar sangat berpengaruh pada susunan senar. Agar petikan dan suara yang dihasilkan saat dimainkan susuai dengan jari yang tidak terlalu jauh karena sudah memiliki jarak. Lubang dibuat dengan menggunakan mata bor yang berbeda sesuai dengan ukurannya. Lubang pada bagian kepala berfungsi sebagai pengatur nada atau tempat penyeteman nada pada gambus. Di buat dengan cara mengebor pada bagian samping kepala hingga tembus, membuat 4 lubang besar dan 5 lubang kecil pada bagian sisi kanan, 5 lubang besar dan 4 lubang kecil pada bagian sisi kiri. Masing – masing ukuran lubang besar dan kecil yang mempunyai jarak 4 cm. Pada bagian ekor dibuat lubang dengan jarak 1, 5 cmdan terdapat 5 lubang sebagai tempat pengikat senar. Sedangkan pada bagian pangkal terdapat sebuah lubang yang berfungsi sebagai pengikat/tempat gantungan gambus pada saat pemain gambus dalam keadaan berdiri.


(41)

Gambar 56:

Tampak Lubang BagianKkepala (Dokumentasi Penulis, 2014)

0,8cm 1, 5 cm

1,5 cm

Depan Belakang

Gambar 57:

Tampak Lubang Pada bagian ekor ( Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, leher dan Kepala

Pada tahap selanjutnya, bahan penutup yang sudah tersedia akan ditempelkan pada bagian perut, leher dan kepala. Untuk menutup pada bagian kepala dan leher, dibutuhkan alat perekat berupa lem untuk menempelkan bagian tersebut. Setelah ditempel, lalu dipress dengan menggunakan karet ban, agar bahan penutupnya menempel dengan baik. Sebaiknya pada proses penempelan ini dibiarkan hingga dalam waktu satu malam.


(42)

Setelah selesai memasang penutup bagian kepala dan leher, selanjutnya adalah bagian perut gambus atau lubang resonatornya. Pada proses pemasangannya menggunakan bahan seperti kulit kambing yang sudah dikeringkan. Pada tahap ini, digunakan juga alat perekat seperti lem. Sebaiknya pada pemasangannya dilakukan 2 orang, karena dibutuhkan tenaga yang kuat dalam proses penarikan kulit pada bagian lubang resonatornya. Sehingga kulit tersebut benar-benar terpasang dengan baik, tidak bergelombang dan tersusun secara rapi, sebab berpengaruh pada suara yang dihasilkannya. Sebaiknya ukuran kulit harus memiliki ukuran yang lebih panjang, agar lebih mudah dalam proses penarikannya. Dibutuhkan waktu satu malam agar menempel dengan baik, setelah terpasang dengan baik dan sudah menempel, kemudian perajin merapikannya.

Gambar 58:

Pemasangan Pada Bagian Penutup Kepala, Leher, dan Perut ( Dokumentasi Penulis, 2014)


(43)

Gambar 59:

Bagian Penutup yang Telah Dirapikan (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan

Pada proses ini, setelah bahan penutup sudah terpasang, tahap selanjutnya adalah proses penghalusan pada bagian luar gambus. Pada proses penghalusannya perajin menggunakan mesin grenda untuk mempermudah proses penghalusannya, dari bagian kepala, leher, perut, hingga ekor secara bolak balik sampai permukaan gambus terlihat lebih halus. Cara kerja yang dilakukan harus secara hati – hati, apalagi proses penghalusan pada papan jari (finger board) harus terlihat rata jangan sampai terlalu tipis karena berpengaruh terhadap senar. Tetapi perajin mengatakan, proses penghalusan dengan penggunaan mesin sebaiknya digunakan pada proses tahap awalnya saja, proses akhirnya harus menggunakan dengan tangan atau secara manual dengan menggunakan kertas pasir. Dengan alasan, agar lebih mudah untuk mengamatinya bagian mana yang belum terlihat halus permukaannya, karena dibutuhkan pengamatan yang tepat dan butuh kesabaran agar hasilnya terlihat maksimal.


(44)

Gambar 60:

Proses Penghalusan Menggunakan Mesin Tampak pada Bagian Luar

( Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 61:

Proses Penghalusan secara Manual (Dokumentasi Penulis, 2014)


(45)

3.7.4 Tahap IV

3.7.4.1 Proses Pendempulan

Pada tahap ini, setelah proses penghalusan selesai, tahap selanjutnya adalah proses pendempulan menggunakan bahan cat melamine. Cat melamin tersebut dicampur dengan bahan cairan berupa thiner, dengan menggunakan kuas sebagai alat untuk mengoleskan pada permukaan kayu yang berfungsi untuk menutup bagian pori-pori yang ada pada bagian permukaan gambus.

Setelah selesai pengecatan dengan menggunakan melamin, sebaiknya gambus dikeringkan pada sinar matahari selama 15 menit. Kemudian, cat melamin yang sudah kering digosok dengan menggunakan kertas pasir hingga merata, akan kelihatan serbuk berwarna putih yang keluar dari proses penghalusan dengan menggunakan kertas pasir tersebut. Sehingga permukaan pori-pori kecil benar-benar tertutup dan terasa lebih halus pada permukaan kayunya. Proses penggunaannya dilakukan oleh beliau, dengan cara tersebut dilakukan sebanyak 2X.

Gambar 62: Proses Pendempulan (Dokumentasi Penulis, 2014)


(46)

Gambar63:

Tampak Proses Pengamplasan pada Bagian Depan dan Belakang (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.4.2Proses Pengecatan

Pada tahap ini, Setelah selesai pendempulan dengan menggunakan melamin dan proses penghalusan selesai, maka dilanjutkan proses finishing dengan menggunakan cat semprot bermerk pilox. Pemberian cat warna pada gambus akan memberikan warna yang akan terlihat lebih menarik. Kesempurnaan hasil finishing dan pengecatan sangat bergantung pada ketelitian dalam proses pendempulannya yang akan menutup bagian pori-poriatu lubang –lubang kecil, sehingga hasilnya permukaan gambus akan tampak halus, rata, dan mengkilap pada hasil akhirnya. Proses pengeringannya tidak memakan waktu yang cukup lama, hanya dicat berlangsung 30 menit


(47)

Gambar 64:

Proses Pengecatan/Pemberian Warna (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 65: Gambus Dikeringkan (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.4.3. Proses Pembuatan Lubang Suara

Pada proses ini, setelah cat sudah kering selama 30 menit, beliau membuat lubang yang terletak dipapan jari (finger board) gambus. Keberadaan lubang tersebut berfungsi sebagai penyerap bunyi dan dipantulkan melalui kulit. Berdasarkan bentuk lubangnya selain berfungsi sebagi penyerap bunyi, beliau membentuk lubang tersebut berbentuk matahari yang bersinar yang juga bisa


(48)

hanya memiliki 1 buah lubang besar dengan beberapa lubang-lubang kecil yang berada dipinggir lubang besar tersebut. Lubang tersebut mempunyai ukuran berdiameter 3,5 cm dengan bantuan alat bor, agar proses pengerjaannya rapi.

Gambar66: Bentuk Lubang Suara (Dokumentasi Penulis, 2014)

3.7.4.4 Tahap Akhir

Proses ini merupakan bagian akhir dari proses pembuatannya, tetapi sebelum pemasangan dilakukan, keseluruhan organ organ pendukung gambus harus sudah disiapkan, diantaranya adalah pengatur nada/kupingan, cedak/kuda-kuda, dan pemasangan senar. Untuk kupingan perajin membentuknya sendiri dengan karyanya sendiri seperti berbentuk kupingan yang ada pada gitar. Kupingan tersebut terbuat dari bahan kayu nangka, kayu tersebut merupakan sisa potongan kayu pada bagian gambus yang terbuang. Kupingan tersebut mempunyai ukuran yang berbeda-beda, terdapat 9 buah kupingan yang terdiri dari ukuran 8 cm sampai dengan 12 cm yang secara bertingkat ukuran jaraknya 0,5 cm. Perajin memberikan warna hitam pada kupingan sebagai bentuk warna yang dapat


(49)

memperindah gambus buatannya. Kemudian pada bagian tengah diberi lubang untuk tempat pengikat pada senar.

Sementara untuk kuda-kudanya/cedak sebagai pembatas senar dibagian resonatornya memiliki ukuran panjang 9 cm dan tinggi 2,8 cm.

Gambar67:

Pengecatan dan Diberi Lubang pada Kupingan (Dokumentasi Penulis, 2014)

Gambar 68:

Kuda-kuda/Cedak sebagai Pembatas Senar (Dokumentasi Penulis, 2014)

Proses inilah yang akan menjadikan bentuk sebuah gambus buatan Bapak Syahrial Felani. Menempatkan posisi atau bagian dimana letak masing-masing organ pendukung yang tersedia diletakan. Senar dipasang berdasarkan urutannya sehingga organologi pada gambus sudah lengkap menjadi sebuah alat musik yang siap untuk dimainkan.


(50)

Gambar 69: Proses Pemasangan Senar

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 70: Gambus yang Telah Siap ( Dokumentasi Penulis, 2014)


(51)

BAB IV

KAJIAN FUNGSIONALGAMBUS

Pada bab ini, penulis mendiskusikan kajian dari gambus. Penulis akan membahas proses belajar, posisi memainkan, teknik memainkan, penyajian gambus, perawatan gambus, nada yang dihasilkan, eksistensi alat musik Gambus, fungsi musik gambus, Nilai ekonomi pada alat musik Gambus.

4.1 Proses Belajar

Menurut wawancara saya dengan Bapak Syahrial Felani proses yang harus dilakuan sebelum memainkan gambus adalah dengan cara melihat permainan, mendengarkan permainan, menghafalkan bunyi instrument, yang kemudian menirukan apa yang dilihat, didengarkan, dan dihafalkan khususnya musik melayu ataupun musik zapin yang mana didalamnya paling dominan yaitu alat musik gambus.

Menurut beliau proses belajar alat musik gambus, beliau pelajari dari dari seorang pemain alat musik gambus yang bernama Bapak Hasan (Alm). Tetapi beliau memiliki beberapa tahap dalam proses pembelajarannya yakni teknik dasar, teknik bermain melodi dan teknik pengembangan melodi. Teknik dasar merupakan sebuah untuk bermain gambus sebelum selanjutnya bermain dengan nada yang dihasilkan gambus, adapun teknik dasar yang dimaksud adalah posisi tangan kanan memainkan kelima senar gambus dengan menggunakan jari telunjuk tangan kanan atau menggunakan alat petik (pick). Biasanya untuk memetik gambus paling dominan dengan cara memetik kebawah (Down Picking)


(52)

dibandingkan ke atas (up). Teknik ini adalah teknik dasar dalam menghasilkan bunyi gambus yang tepat.

Setelah teknik dasar sudah dapat dilakukan, maka tahapan selanjutnya adalah teknik menghasilkan nada. Nada-nada yang dihasilkan oleh sebuah gambus didapatkan dengan cara menekan senar pada papan jari (finger board). Hanya saja untuk alat musik gambus tidak memiliki fret seperti yang ada pada alat musik gitar, jadi si pemain harus mengingat jarak senar yang ditekan untuk menghasilkan nada berikutnya. Tahapan ini adalah tahapan yang membutuhkan waktu lama bagi seorang pelajar, apalagi orang tersebut sebagai pemula. Akan tetapi lebih mudah lagi mempelajarinya, apabila seorang pemain dapat memainkan melodi alat musik gitar.

Setelah mengetahui letak dari masing-masing nada, maka selanjutnya proses latihan sangat dibutuhkan untuk memperlancar jari si pemain dalam memainkan seluruh nada yang dihasilkan oleh gambus. Proses belajar yang dilakukan oleh beliau agar mempelancar gerak jari, dibutuhkan teknik penjarian

(fingering) dengan tangga nada yang ada pada gambus. Proses ini agar si pemain nantinya mudah untuk mengingat dimana letak – letak nada pada saat memainkan sebuah lagu.Alat musik gambus juga memiliki tangga nada Mayor dan Minor sama halnya dengan alat musik petik pada gitar.

Setelah pemain sudah mengenal tangga nada ataupun nada-nada yang terdapat pada gambus. Tahap selanjutnya dalam proses belajar gambus adalah menghafal lagu dan menaplikasikannya kedalam gambus. Pada proses ini dibutuhkan penghayatan lagu, agar reportoar yang dimainkan akan lebih indah.

Didalam permainan sebuah ensambel musik zapin, penyajian suatu komposisi dimulai dengan lagu pembuka (taqsim) adalah permainan suatu pola


(53)

melodi yang bertujuan untuk menyelaraskan irama dan tempo dengan instrumen lainnya dan sebagai pengantar untuk memainkan lagu pokok. Sementara lagu pokok adalah isi dari sebuah reportoar lagu yang didalamnya berisikan syair atau pantun yang berisikan nasehat-nasehat. Dan selanjutnya, pola salam penutup

(taqtum) merupakan pertanda bagian akhir dari sebuah reportoar lagu.

Menurut Beliau, Walau pun nada pada gambus terdapat tangga nada Mayor tetapi pada umumnya, reportoar lagu Zapin mempunyai tangga nada Minor harmonis. Berikut penulis akan mendeskripsikannya dengan posisi jari yang diletakkan di senar gambus untuk melihat nada nada yang terdapat di senar tersebut.

Untuk itu penulis mendeskripsikan posisi pengambilan titik nada dari senar Gambus tersebut dengan mengikuti pola nada dasar A minor Harmonis yaitu : A – B – C – D – E – F – Gis – A’

Untuk menjelaskannya perhatikan gambar di bawah ini :

Untuk mendapatkan nada yang semakin tinggi maka senar ditekan mengarah pada bagian papan jari (finger board) ujung mendekati lubang suaradan sebaliknya untuk mendapatkan nada yang lebih rendah maka senarnya ditekan mengarah ke kepala Gambus. Seperti penjelasan di atas bahwa alat musik Gambus

tidak memiliki fret atau disebut dengan fretless, sehingga nada-nada yang diambil tidak memiliki kaeakuratan tetap. Seperti pernyataan informan penulis, bahwa dalam pengambilan nada ataupun terlebih dalam hal penyeteman senar yang dibutuhkan hanya kemampuan nilai rasa musikal atau feeling. Tetapi penyeteman juga dapat dilakukan dengan menyesuaikan nada dengan menggunakan sebuah ukuran seperti halnya dalam notasi barat.


(54)

Gambar 71:

Bagian Senar Untuk Mendapatkan Nada

Untuk itu penulis akan mencoba mendeskripsikan proses pengambilan nada-nada dalam Gambus dengan keterangan di atas berdasarkan senar yang di beri nomor dan tanda, kemudian penulis mengukurnya dengan alat penggaris berdasarkan jaraknya.

Keterangan :

1. Posisi untuk menghasilkan nada A adalah memetik senar V yang mempunyai nada E, untuk menghasilkan nada A dengan menekan senar V dengan jaraknya 14 cm.

6. Senar atas ditekan nada F (Fa)

7. Senar atas ditekan nada G#(si) 8. Senar atas ditekan nada A

Senar I lepas nada D (Re)

Senar II lepas nada A (La)

3. Senar atas ditekan nada C (Do)

4. Senar atas ditekan nada D (Re)

1. Senar atas ditekan nada A (La)

Senar Vdilepas nada E (Mi)

3. Senar IV dilepas nada B (Si)

5. Senar III dilepas nada E (Mi)


(55)

2. Posisi untuk menghasilkan nada B adalah memetik senar IV yang mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada B cukup memetiknya saja

(open String).

3. Posisi untuk menghasilkan nada C adalah memetik senar IV yang mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada C dengan menekan senar IV dengan jaraknya 5,5 cm.

4. Posisi untuk menghasilkan nada D adalah memetik senar IV yang mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada D dengan menekan senar IV dengan jaraknya 10,5 cm.

5. Posisi untuk menghasilkan nada E adalah memetik senar III yang mempunyai nada E untuk menghasilkan nada E cukup memetiknya saja

(Open String).

6. Posisi untuk menghasilkan nada F adalah memetik senar III yang mempunya nada E, untuk menghasilkan nada F dengan menekan senar III dengan jarak 6 cm.

7. Posisi untuk menghasilkan nada Gis adalah memetik senar III yang mempunyai nada E, untuk menghasilkan nada Gis dengan menekan senar 3 dengan jarak 9 cm.

8. Posisi untuk menghasilkan nada A oktaf adalah dengan menekan senar II yang mempunyai nada A cukup memetiknya saja (open String).

4.2 Posisi Tubuh dalam Memainkan Gambus

Gambus diletakan tegak lurus dengan badan, tangan kiri di posisikan dileher gambus, jari (kecuali ibu jari) menekan senar leher gambus pada bagian depan. Sedangkan ibu jari menekan leher bagian belakang gambus, tangan kanan


(56)

diletakkan di perut gambus, siku tangan kanan bersandar di bagian ekor gambus, jari telunjuk dan ibu jari memegang pick (sejenis alat bantu pada gitar yang berfungsi untuk memetik senar gambus) sedangkan jari yang lain diposisikan di bawah badan gambus. Dalam memainkan gambus, si pemain gambus dapat duduk dilantai/dikursi, berdiri dengan posisi badan tegak atau pun tergantung pada posisi yang diinginkan si pemain.

Gambar 72:

Posisi Duduk Memainkan Gambus

Gambar 73: Gambar 74: Posisi Tangan Kiri Posisi Tangan Kanan


(57)

4.3 Teknik Memainkan Gambus

Untuk memainkan gambus tentunya mempunyai teknik agar si pemain gambus bisa bermain dengan maksimal. Teknik memainkan gambus tidak jauh berbeda dengan bermain gitar pada umumnya yaitu jari kiri menekan leher gambus untuk memainkan melodi dan jari kanan untuk memetik senar.

4.4 penyajian Gambus Yang Baik

Berdasarkan informasi Beliau, permainan gambus yang baik tidak hanya kemampuan si pemain gambus dan penghafalan lagu, tetapi penghayatan ataupun naluri musical si pemain gambus juga sangat penting. Apabila perasaan si pemain membawakan lagu dengan penghayatan, maka semakin sempurnalah rasa yang dituangkan dalam lagu tersebut. Faktor instrument gambus yang digunakan cukup berpengaruh dalam penyajian permainan, semakin baik kualitas instrument gambus yang digunakan, maka faktor tersebut sangat mendukung dalam permainan gambus yang baik.

4.5 Perawatan Gambus

Agar gambus dapat bertahan lama dan awet, di perlukan proses perawatan yang baik terhadap instrument ini. Perawatan gambus yang baik adalah dengan menyimpan pada tempat yang kering dan dibungkus dengan kain, karena berpengaruh pada kualitas suara yang dihasilkan apabila bagian kulit gambus lembab, bagian kuda-kuda/cedak sebagai pembatas senar di bagian perut sebaiknya diturunkan, agar kulit tidak mengembang. Agar kayu tetap kuat , sebaiknya gambus di oleskan minyak kayu putih selain kayu tetap kuat minyak kayu putih juga memberi aroma yang baik pada gambus.


(58)

4.6 Nada Yang Dihasilkan Gambus

Sebagai informasi perlu saya beritahukan bahwa penjelasan nada yang akan penulis jelaskan merupakan penjelasan berdasarkan informasi yang saya dapat dari beliau. Karena gambus yang beliau buat memiliki 9 senar, yang terdiri dari 5 baris senar diantaranya 4 baris berlapis 2 sementara 1 senar tidak berlapis yang mempunyai nada terendah. Nada yang dihasilkan pada setiap senar lepas 1 hingga 5 mempunyai nada yaitu :

Senar 1 nada dasar D (paling bawah) Senar 2 nada dasar A

Senar 3 nada dasar E, Senar 4 nada dasar B

Senar lima nada dasar E rendah (paling atas)

Penyeteman nada pada setiap senar gambus buatan beliau dapat dilihat pada gambar tersebut :

open string

E senar 5

B senar 4

E senar 3

A senar 2

D senar 1

4.7 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah jangkauan nada dari nada terendah sampai nada tertinggi.untuk mengetahui nada-naa yang dihasilkan gambus buatan beliau ini, penulis akan menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk (visual) berikut. Lagu yang dimaksud adalah repetoar lagu Zapin anak Ayam.


(59)

dimainkan untuk tujuan pengiring tarian dan lagu ini merupakan lagu tradisi yang popular pada masyarakat Melayu khususnya di Medan Labuhan ataupun Di Deli Serdang.

Berikut adalah hasil transkripsi lagu Zapin Anak Ayam yang ditranskrip oleh Penulis dan Mario. Lagu ini dimainkan pada gambus oleh Syahrial Felani, di rumahnya 4 Mei 2014 yang lalu, menggunakan gambus buatannya sendiri.


(60)

(61)

4.8 Eksistensi Alat Musik Gambus Melayu di Deli Serdang

Berbicara tentang eksistensi gambus pada budaya musikal Melayu, penulis menjadikan hasil wawancara sebagai patokan untuk melihat bagaimana perkembangan serta keberadaan alat musik ini dalam kehidupan masyarakat Melayu. Hal ini dikarenakan kurangnya literatur yang menggambarkan tentang sejarah dan keberadaan gambus pada kebudayaan Melayu Khususnya Sumatera Utara.

Menurut bapak Nazri Effas (seorang pemain alat musik gambus, penari), beliau adalah informan pangkal (wawancara 25 september 2014), mengatakan nama gambus merupakan kumpulan dari para pemain musik dan penari zapin. Beliau lahir di Tahun 1965, orang tua Beliau bernama Alm. Ahmad Sa’ari Efendi dan Alm. Nur Kamah adalah seorang Seniman. Ayahnya seorang pemain musik marawis dan ibunya adalah seorang penari, orang tuanya mempunyai group kesenian bernama ” group gambus”. Masyarakat sekitar lebih mengenal group gambus, tetapi didalam pertunjukannya alat pembawa melodi tersebut sangat khas terdengar sehingga alat tersebut dinamakan petikan gambus. . Petikan gambus tersebutlah yang dinamakan oud,oud adalah alat musik petik (kordofon) yang memiliki senar ganda tanpa menggunakan fret, instrument ini menjadi instrument utama dalam ensambel musik zapin. Jadi sekitar era tahun 60-an alat musik ini sudah cukup populer di masyarakat khususnya Deli Serdang, karena alat musik tersebut mengiringi pertunjukan Zapin dalam acara pesta perkawinan, khitanan dan upacara-upacara lainnya.

Berikut adalah penjelasan singkat tentang masuknya Zapin ke Tanah Deli yang sangat berkaitan erat dengan alat musik gambus . Balai kajian sejarah dan Budaya Melayu (Sultan serdang / Kepala Adat Kesultanan Negeri Serdang)


(62)

Tuanku Lukman Sinar, SH, dalam tulisannya Zapin/Gambus Melayu di wilayah Kabupaten Deli Serdang (1998 ). Masuknya kerajaan Islam Haru di Sumatera Timur terjadi awal aabad ke 13, menurut batu nisannya Sultan Malikusaleh Mangkat 1297 M. kerajaan Haru yang meliputi dari wilayah Tamiang (masuk aceh Timur) sampai ke tepi sungai Rokan, beibukota di pinggir sungai Deli, sudah sejak abad ke 13 M mengirimkan misi dagang/lebih dikenal dengan ke kota cina ( dekat Labuhan Deli). Selain kota tersebut juga pulau kampai (Teluk Haru di Langkat), Bedagai (dulunya pusat kerajaan Batak Nagur), kota Arakat (Rantau Parapat) yang dipedalamannya ada pusat kerajaan Pannai bekas reruntuhan candi-candi di Padang Lawas.

Untuk menguasai hegemoni perdagangan rempah-rempah disepanjang selat Malaka, Haru sempat menguasai Pasi dan kemudian selalu berperang dalam Malaka. Tetapi dengan direbutnya Malaka oleh Portugis ditahun 1511 M dan bangkitnya kerajaan Aceh sebagai kekuatan baru di Selat Malaka, maka sultan Husin dari Haru membantu ex-Sultan Malaka Sultan Mahmud Shah di Bintan dan kawin dengan Puteri kesayangan Raja itu, Raja Putih, ditahun 1520 M dan dibawalah mengiringi Puteri itu ke Haru berdiam orang Melayu Malak/Riau mempercepat proses Melayunisasi Haru. Kerajaan Aceh yang baru bangkit dengan dibantu ahli ahli meriam dan kapal perang dari Gujarat, Turki, India Moghul, menjadi kerajaan yang terkuat di Nusantara, dan dibawah Sultan Alauddin Riayat Shah-I yang mempersatukan seluruh Aceh, lalu menyerang dan menaklukan kerajaan Haru, tetaapi janda Sultan Haru, Ache Sinny lolos minta bantuan Portugis Malaka. Lalu ditahun 1540 pasukan Armada yang dipimpin oleh Laksmana Hang Nadim berhasil merebut haru serta mengusir pasukan Aceh dari Sana. Dengan hancurnya kerajaan Haru itu maka pada pertengahan abad ke 17


(63)

lahirlah kerajaan-kerajaan Melayu dipesisir Timur Sumatera Utara dimana yang besar adalah Langkat, Deli Serdang, Asahan. Kesltanan ini merupakan kerajaan Islam yang penting di Sumatera, kemudian Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli Tahun 1720 (sinar 1986:67). Kemungkinan besar seni Zapin masuk di era kesultanan-kesultanan Islam dipesisir Timur Sumatera Utara ini, selain ajaran Islam masyarakat Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti Zapin yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai Sarana Dakwah.

Arti Zapin dalam Wikipedia Indonesia dalam tulisannya Zapin Melayu Dalam Peradaban Islam oleh Bapak Muhammad Takari : 11), secara etimologis Zapin berasal dari bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna yaitu kata “Zafn” yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikuti rentak pukulan. Zapin merupakam Khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat Pengaruh dari Arab. Tarian tersebut bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah islamiyah melalui syair lagu-lagu Zapin yang didendangkan. Sebagai alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut dengan marwas. Sebelum tahun 1960, Zapin hanya di tarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa di tarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar Zapinnya sama, di tarikan oleh rakyat di pesisir Timur dan Barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, Pesisir Kalimantan, dan Brunei Darussalam.

Berdasarkan kutipan diatas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin berasal dari bahasa Arab. Kemudian Zapin adalah salah satu tari Melayu yang diadopsi dari arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel


(64)

musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi alat musik petik ( gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu 3 buah alat pukul kecil (gendang marwas).

Menurut bapak Retno Ayumi adalah seorang seniman juga penulis tentang kebudayaan khususnya melayu sebagai salah satu informan pangkal penulis, dari hasil wawancara Beliau (25 september 2014), alat musik ini sudah ada sejak perkembangan islam masuk ke pesisir yang lebih dikenal dengan nama oud. Oud tersebut adalah nama alat musik petik yang berasal dari arab. Alat musik tersebut adalah hasil dari akulturasi dari daerah lain yang kemudian beradaptasi dengan wilayah setempat sehingga masyarakat/ pemain alat musik tersebut terinspirasi untuk membuat alat musik tersebut. Pada era tahun 70 an group gambus bernama al watta adalah salah satu group yang terkenal didaerah medan labuhan. Menurut beliau alat musik tersebut semakin dikenal, apalagi alat musik tersebut sebagai pembawa melodi dalam pertunjukan zapin.misalnya dalam acara pesta perkawinan, sunatan, acara hiburan dll. Di era 80 an alat musik ini sudah mulai pudar/kehadirannya tidak begitu popular. Di era 90 an alat musik tersebut sudah mulai lagi ditampilkan dengan berbagai acara hiburan hingga sampai saat ini, gambus sudah bergabung dengan alat musik elektrik seperti Keyboard. Beliau mengatakan untuk pemain alat musik gambus yang cukup baik untuk saat ini adalah Nasri effas, Syahrial Felani, Anton sitepu, Irwansah, Robinho, dll. , Di Deli serdang terdapat beberapa orang yang dapat membuat alat musik gambus yaitu Syahrial Felani, Bambang, dan Budi. Beliau mengatakan di tahun era 80-an gambus buatan yang salah satunya adalah bapak Syahrial Felani merupakan bentuk – bentuk perkembangan gambus yang sudah ada yang dikenal, dengan bentuk gambus belalang.


(65)

Bapak Syahrial Felani mengatakan gambus sudah sangat dikenal pada tahun 1940-an didaerah Deli Serdang, karena pada masa itu zapin sudah berkembang didaerahnya masing-masing. Gambus tersebut sudah dibawakan kedalam acara-acara seperti pesta perkawinan, menjamu tamu, sunatan. Pada saat itu ensambel musik yang digunakan hanya gambus, Marawis (membranophon) dan vocal, belum bergabung dengan alat musik lainnya seperti biola, akordion. Pada masa itu, pemain gambus cukup banyak, karena ketika pemain gambus dari Binjai/langkat bisa dipanggil untuk diundang memainkannya diDeli serdang, beitu juga sebaliknya. Pada Tahun 1950 an gambus sudah masuk penggabungan dengan biola, akordion, gendang ronggeng dalam suatu ensambel musik melayu menjadikan gambus sebagai pembawa melodi memberikan warna baru. Beliau sendiri mulai belajar bermain gambus pada Tahun 70 an dan ditahun 80 an beliau mencoba untuk berkreasi untuk membuat alat musik gambus dalam mengikuti suatu perlombaan.

Hingga saat ini gambus sudah menjadi alat musik sebagai pembawa melodi untuk mengiringi tarian Zapin, dengan penggabungan alat-alat musik seperti biola, akordion, untuk memberikan warna musik dalam pertunjukannya.

4.9 Fungsi Musik Gambus

Dalam menuliskan fungsi gendang galang, maka penulis mengacu pada teori Alan P.Merriam, yaitu: “...use then refers to the situation in which is employed in human action:function concern the reason for its employment and particulary the brodaderpurpose which is serves...” (1964:210).

Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitikberatkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu


(66)

penggunaan atau menyangkut tujuan pemakain musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Penulis juga menuliskan beberapa fungsi gambus sebagai tujuan dan akibat yang timbul dari penggunaan yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditelusuri melalui fungsi-fungsi antara lain sebagai berikut.

Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi music dapat dibagikan dalam 10 kategori yaitu :

1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi penghayatan Estetis 3. Fungsi Hiburan

4. Fungsi Komunikasi 5. Fungsi Perlambangan 6. Fungsi Reaksi Jasmani

7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi sosial

8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan 9. Fungsi kesinambungan budaya

10. Fungsi Pengintegrasian masyarakat

4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional

Fungsi pengungkapan perasaan dapat dituangkan dengan berbagai cara sebagai pengungkapan emosional karena dapat dilakukan sebagai hiburan pribadi. Jika meminkan lagu-lagu sedih pemian gambus dapat ikut merasa sedih, atau ketika rindu terhadap sesorang gambus dapat dipakai untuk membayangkan orang yang dimaksud.


(67)

4.9.2Fungsi Hiburan

Gambus juga dapat berfungsi sebagai sarana hiburan, dikarenakan gambus juga dapat dimainkan secara bersama pada ensambel musik melayu yaitu gendang (gendang anak, gendang induk), marwas, biola, akordion, tamburin, rebana. Gambus yang sering difungsikan untuk mengiringi pertunjukan Zapin, acara pesta, sunatan dan nyanyian yang sering ditampilkan dalam pertunjukan yang bersifat hiburan pada masyarakat.

4.9.3 Fungsi Perlambangan

Gambus adalah alat musik petik yang terdapat pada masyarakat melayu, khususnya alat musik gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial yang memiliki karateristik tersendiri. Dari bentuk kepala dilambangkan seperti bentuk belalang, bentuk badan seperti buah pir yang di belah dua, ornament yang terdapat pada fret/leher terukir sepert bunga yang melambangkan symbol dari alam dan bentuk ekor yang melambangkan kubah mesjid.

4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya

Ensambel musik melayu/gambus merupakan kesenian masyarakat melayu yang sampai saat ini tetap dipertahankan penggunaannya pada setiap pertunjukan dan terpelihara di tengah-tengah masyarakat pemiliknya terutama di daerah Deli Serdang. Dengan mengikutsertakan gendang ini dalam setiap upacara, misalnya: upacara perkawinan, khitanan, dan hiburan lainnya yang akan menjadikannya tetap terpelihara.


(68)

4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani

Gambus dalam ensambel musik melayu yang digunakan untuk mengiringi tarian zapin yang sebagian gerakannya adalah gerakan yang dinamis yang kerap membuat para penarinya bergerak indah. Apalagi alat musik tersebut sebagai pembawa melodi yang khas. Kesinambungan antara bunyi musikdapat menimbulkan reaksi jasmani dari si penari sehingga dapat menggerakkan tubuhnya dengan indah.

4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis

Suatu keindahan dapat dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan dari perpaduan instrumen-instrumen musik dalam ensambel musik melayu, yang tertuang melalui permainan ritem maupun melodi yang dapat dinikmati oleh pemusik itu sendiri maupun pendengarnya. Selain itu, pengunkapan emosional yang dilakukan oleh seorang pemain gambus pada saat menghibur diri dapat terjadi ketika si pemain gambus dapat mengahayati permainannya

4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Gambus

Seperti yang dikemukakan oleh Merriam (1964) kebudayaan material musik dalam etnomusikologi, nilai ekonomi alat musik juga penting yang berkaitan dengan distribusi penjualannya.

Selain gambus tersebut dapat digunakan dalam kebudayaannya, ternyata

gambus tersebut dibutuhkan dimasyarakat pendukungnya. Gambus juga memiliki nilai jual yang dapat membantu memperoleh penghasilan kepada perajinnya. Dengan adanya bahan baku, alat-alat maupun hasil dari kreativitas yang di hasilkan oleh beliau, gambus buatan beliau mempunyai nilai jual yang cukup


(69)

untuk dipasarkan kebeberapa daerah sekitarnya seperti daerah Sumatera Utara, Riau dan beberapa daerah lainnya. Untuk menjual sebuah gambus yang sudah jadi dan siap pakai, biasanya Syahrial Felani menjual dengan harga minimal Rp 1.500.000,- kepada pembeli. Dan harga tersebut akan lebih mahal apabila gambus

yang ditawarkanya memiliki kelengkapan penambahan asesoris yang terdapat pada gambus. Misalnya gambustersebut memakai soft case (tas pembungkus Gambus), spull (alat bantu pengeras suara) yang apabila digunakan dapat memberikan efek suara yang keras (sound), apabila digabungkan dengan alat musik seperti keyboard yang merupakan alat musik elektronik. Dengan kelengkapan yang tersedia, Beliau biasanya Mematok harga Rp 2.500.000,-.

Sistem penjualan yang dilakukan beliau adalah dengan cara bertemu langsung dengan pembeli, Beliau akan membuat sebuah gambus apabila ada seseorang yang memesan kepadanya, pada saat itu beliau akan langsung membuatnya. Dengan harga yang di tawarkan oleh beliau, tentunya sudah diperhitungkan hasil kerja yang ia dapat, sehingga beliau memperoleh keuntungan yang sesuai dari harga gambus yang dijual, dengan proses pembuatan yang cukup rumit dan memerlukan kesabaran dalam proses pengerjaannya.


(70)

BAB V PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang Telah penulis jelaskan pada bab-bab sebelumnya maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan sebagai langkah terakhir penulis akan membuat saran sebagai penutup tulisan ini.

5.1 Kesimpulan

Peranan Etnomusikologi sangat peting mengangkat suatu konsep dalam sisitem musical di setiap etnis di dunia ini. Dalam pendekatan Curt Sach dan Hornbostel pengklasifikasian alat musik gambus, dapat diklasifikasikan golongan

chordophone dan disebut sebagai long neck lute yang terbuat kayu yaitu alat musik yang mempunyai leher yang panjang. Terdapat lubang resonator yang ditutup dengan kulit kambing. Tujuan dari pengklasifikasian alat musik tersebut untuk mempermudah permuseuman dalam pengklasifikasian alat musik tersebut. Gambus melayu tersebut adalah hasil akulturasi dari negeri Timur Tengah yang datang ke Tanah Melayu, melalui penyebaran agama Islam mempengaruhi sistem kemasyarakatannya salah satunya media kesenian seperti alat musik tersebut. Di Indonesia sendiri terdapat beragam jenis bentuk dan ukuran gambus yang tersebar di wilayah Nusantara, akan tetapi penulis hanya mengacu pada kajian Organologis yang terdapat di Sumatera Utara salah satunya adalah gambus buatan Bapak Syahrial Felani yang tinggal di Tanjung Morawa, Deli Serdang.

Dalam proses pembuatan gambus, bapak Syahrial Felani masih menggunakan tenaga dan kemampuan keahlian yang beliau punya. Mulai dari pemilihan bahan baku utama yaitu kayu nangka yang digunakan dalam pembuatan


(71)

gambus tersebut, beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan gambus yang beliau kerjakan dengan teliti dan penuh kesabaran. Beliau mempunyai kiat – kiat tersendiri dalam membuat sebuah gambus.

Dalam proses belajar, seorang peminat ingin belajar gambus dapat bermain dengan memainkan teknik dasar gambus seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan untuk menguasai teknik cepat dalam memainkan melodi, dengan cara memainkan tangga nada secara berulang-ulang. Agar jari-jari yang digunakan cepat dalam mengambil posisi pemindahan misalnya, dari senar satu kesenar berikutnya dan dari tangga nada awal ke tangga nada berikutnya.

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen pemerintah yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara. Kiranya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun saran yang penulis kemukakan adalah : perlu diadakan pelatihan penelitian gambus agar semakin maraknya industry musik tradisional Melayu, Pemasaran dan management yang jelas agar gambus yang dihasilkan bisa terus berkesinambungan khususnya untuk kegiatan ekonomi pengrajin, pertunjukan kesenian tradisonal secara berkesinambungan. Maksudnya ada festival atau karnaval Budaya Pemerintah yang menjadi wadah bagi para seniman-seniman daerah lainnya untuk lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat untuk kontuinitas dan kelestarian budaya kita Indonesia.


(72)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI RINGKAS SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU

DAN SENIMAN MUSIK MELAYU

Pada bab ini penulis akan menjelaskan gambaran umum tentang lokasi penelitian dan biografi ringkas tentang beliau, yang menyatakan dirinya sebagai orang Melayu, yang pada dasarnya secara keturunan (darah) beliau adalah keturunan Jawa dan Mandailing. Ini juga menjadi salah satu fenomena menarik tentang identitas etnik di dalam kebudayaan Melayu. Beliau, karena lama berada dilingkungan masyarakat Melayu mulai dari bahasa, adat istiadat dan apalagi berbagai kesenian yang Beliau pelajari dari tari-tariannya, membuat instrumen musik, dan memainkan lat musik tersebut.

2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini, sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan dua wilayah pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (lebih kurang 38 km dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi). Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatra Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar Negara Sumatera Timur yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se


(73)

Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia (NRI), sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tidak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) afdeling, salah satu di antaranya adalah Deli en Serdang. Afdeling ini dipimpin oleh seorang Asisten Residen beribukota di Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota Medan, Bovan Deli beribukota Pancur Batu, Serdang beribukota Lubuk Pakam, dan Padang Bedagei beribukota Tebing Tinggi. Masing-masing afdeling ini dipimpim oleh seorang kontelir.

Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam) Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) kewedanaan, yaitu: Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei, Padang (Kota Tebing Tinggi) pada waktu itu ibukota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota Medan, meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang, dan Bedagei.


(74)

Pada tanggal 14 November 1956, Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk merealisasinya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Namun, tahun demi tahun terus berlalu merubah perjalanan sejarah dan setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati penetapan Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang tanggal 1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986.

2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km2. Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut:

(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera, (b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo,


(75)

(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, secara administratif terdapat dua puluh dua (22) Kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang salah satunya adalah Kecamatan Tanjung Morawa.

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2013, penduduk Kabupaten Deli Serdang mayoritas bersuku bangsa Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), Toba (10,78 %), Mandailing (6,71%), Melayu (6,22 %), Minangkabau (2,91%) Simalungun (1,68 %), dan lain lain (1,24 %). Sedangkan Agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang beragama Islam paling besar (78,22%), Kristen (19,30 %), Budha (2,03 %), Hindu (0,17 %), dan lainnya (0,29 %).

2.1.2 Letak Lokasi Penelitian

Kecamatan Tanjung Morawa merupakan tempat tinggal Bapak Syahrial Felani, secara administratif kecamatan Tanjung Morawa mempunyai luas wilayah 13.175 ha yang terdiri atas 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Tanjung Morawa adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam. Dari 26 desa tersebut, beliau tinggal di Desa Tanjung Morawa B, tepatnya berada di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204 Dusun IV. Di lokasi tersebutlah beliau membuka bengkel instrumen gambus, membuka sanggar tari bernama Tamora 88 dan tinggal bersama keluarganya.


(76)

2. 2 Latar Belakang Budaya Melayu

Deskripsi Melayu bisa dilihat kedekatannya dengan agama Islam. Melayu memang sangat erat hubungannya dengan Islam, sehingga adapun sebuah ungkapan ataupun gagasan adat yang bersendikan syarak syarak besendikan kitabbulah, yang artinya asas kebudayaan Melayu adalah hukum Islam (syarak). Sehinnga untuk menjadi orang Melayu harus mengikuti adat isriadat Melayu dan beragama Islam (Takari dan Fadlin, 2009).

Syahrial Felani adalah seorang seniman Melayu yang asalnya bukan dari Melayu asli. Beliau adalah keturunan Jawa dan Mandailing, akan tetapi dia menyatakan bahwa dirinya adalah orang Melayu, dengan kemampuannya bisa berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam.

Di samping itu identitas Melayu juga dapat dilihat melalui unsur-unsur kebudayaan Melayu. Secara antropologis, unsur-unsur mencakup : agama, bahasa, organisasi, mata pencaharian hidup, kesenian, pendidikan, dan teknologi. Di bawah ini terdapat tujuh unsur berikut.

2.2.1 Agama

Islam adalah kepercayaan setiap warga masyarakat Melayu, karena Melayu sendiri pun berlandaskan Islam. Untuk itu saya akan menjelaskan bagaimana proses masuknya agama islam ke peradaban Melayu. Jika di Indonesia Islam berkembang pada Zaman kerajaan Hindu-Budha berkat hubungan dagang dengan Negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para


(77)

musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahien. Pada abad IV di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Taruma Negara yang dilanjutkan dengan kerajaan Sunda sampai abad XVI (Luckman Sinar, 1986).

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad VII hingga abad XIV,kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera. Hal ini di deskripsikan oleh seorang penjelajah Tiongkok yang bernama I-Tsing, yang mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada saat puncak kejayaannya Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah, dan Kamboja (Luckman Sinar, 1986:65).

Di abad XIV juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, yaitu Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dari Wiracarita Ramayana(sejarah dari Ramayana).

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke XII, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorakan Islam, seperti Samudra Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit sekaligus menandai akhir dari era ini (Takari dan Fadlin 2009).

Di samping itu ada pendapat dari yang Mansur menyatakan: “Besar kemungkinannya bahwa Islam dibawah oleh para wirausahawan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama dari tarikh Hijriyah atau abad ke VII-M. hal ini menjadi lebih kuat, menurut Arnold dalam The Preaching of Islam sejarah


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pokok Permasalahan ... 6

1.3Tujuan dan Manfaat ... 6

1.3.1 Tujuan ... 6

1.3.2 Manfaat ... 6

1.4Konsep dan Teori yang digunakan ... 7

1.4.1 Konsep yang digunakan ... 7

1.4.2 Teori yang digunakan ... 8

1.5Metode Penelitian ... 12

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 13

1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ... 13

1.5.3 Wawancara ... 13

1.5.4 Kerja Laboratorium ... 14

1.5.5 Lokasi Penelitian ... 14

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI RINGKAS SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU DAN SENIMAN MUSIK MELAYU ... 16

2.1Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang ... 16

2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang ... 18

2.1.2 Letak Lokasi Penelitian ... 19

2.2 Latar Belakang Budaya Melayu ... 20

2.2.1 Agama ... 20

2.2.2 Bahasa ... 24

2.2.3 Mata Pencaharian ... 25

2.2.4 Pendidikan ... 26

2.2.5 Teknologi ... 27


(2)

2.2.7 Sistem organisasi ... 30

2.3 Pengertian Biografi ... 31

2.3.1 Alasan Dipilihnya Syahrial Felani Sebagai Fokus Kajian ... 33

2.4 Biografi Syahrial Felani ... 34

2.4.1 Latar Belakang Keluarga ... 34

2.4.2 Latar Belakang Pendidikan ... 35

2.4.3 Keluarga Syahrial Felani ... 36

2.4.4 Latar Belakang Syahrial Felani Sebagai Seniman Melayu ... 36

2.4.5 Syahrial Felani Sebagai Pembuat Alat Musik ... 41

BAB III KAJIAN ORGANOLOGI GAMBU ... 43

3.1Klasifikasi Gambus ... 44

3.2Sejarah Singkat Masuknya Gambus DiIndonesia ... 46

3.3Konstruksi Gambus ... 48

3.4 Ukuran Bagian – bagian Gambus ... 49

3.4.1 Bagian Kepala ... 50

3.4.2 Bagian Leher ... 51

3.4.3 Bagian Perut ... 51

3.4.4 Bagian Ekor ... 52

3.4.5 Jarak Senar ... 52

3.5 Teknik Pembuatan Gambus ... 53

3.5.1 Teknik Pembuatan Gambus ... 53

3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan Gambus ... 53

3.5.1.2Bahan Pembuat Tutup Gambus ... 54

3.5.1.3 Bahan Pembuat Setelan ... 56

3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar ... 56

3.5.1.5 Bahan Pembuat Pick ... 57

3.5.2 Bahan Tambahan ... 57

3.5.2.1 Lem Kayu ... 57

3.5.2.2 Melamin dan Thiner ... 58

3.5.2.3 Cat Pilox ... 58

3.6 Peralatan yang Digunakan ... 59


(3)

3.6.2 Pahat ... 59

3.6.3 Gergaji ... 60

3.6.4 Ketam ... 60

3.6.5 Amplas ... 61

3.6.6 Palu Kayu ... 61

3.6.7 Penggaris Dan Meteran ... 62

3.6.8 Gerinda Listrik ... 62

3.6.9 Bor Listrik ... 63

3.6.10 Gergaji Besi ... 63

3.6.11 Kampak ... 64

3.6.12 Pisau Dan Spidol ... 64

3.6.13 Mal/Maltras ... 65

3.6 14 Kuas ... 65

3.7 Proses Pembuatan ... 66

3.7.1 Tahap I ... 67

3.7.1.1 Pemilihan Pohon ... 67

3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar ... 69

3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola ... 70

3.7.2 Tahap II ... 71

3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar ... 71

3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator ... 74

3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang ... 75

3.7.2.4 Proses Pengikisan ... 77

3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup ... 78

3.7.3 Tahap III ... 80

3.7.3.1 Proses Pembuatan Lubang pada bagian kepala dan ekor ... 80

3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, Leher, Dan Kepala ... 81

3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan ... 83

3.7.4 Tahap IV ... 85

3.7.4.1 Proses Pendempulan ... 85

3.7.4.2 Proses Pengecatan ... 86

3.7.4.3 ProsesPembuatan Lubang Suara ... 87


(4)

BAB IV KAJIAN FUNGSIONAL GAMBUS ... 91

4.1Proses Belajar ... 91

4.2Posisi Tubuh Dalam Memainkan Gambus ... 95

4.3Teknik Memainkan Gambus ... 97

4.4Penyajian Gambus Yang Baik ... 97

4.5Perawatan Gambus ... 97

4.6Nada Yang Dihasilkan Gambus ... 98

4.7Wilayah Nada ... 98

4.8Ekstensi Alat Musik Gambus Melayu Di Deli Serdang ... 101

4.9Fungsi Musik Gambus ... 105

4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... !06

4.9.2 Fungsi Hiburan ... 107

4.9.3 Fungsi Per lambangan ... 107

4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya ... 107

4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani ... 108

4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis ... 108

4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat musik Gambus ... 108

BAB V PENUTUP ... 110

5.1Kesimpulan ... 110

5.2Saran ... 111

DAFTAR GAMBAR Gambar.1 Pertunjukan Musik DiSingapura ... 39

Gambar.2 Piala Piala Penghargaan Bidang Seni Untuk syahrial Felani ... 39

Gambar.3 Piagam Penghargaan di Tahun 2010 di TMMI ... 40

Gambar.4 Sertifikat Penghargaan Tahun 2010 di Singapura ... 40

Gambar.5 Beberapa Koleksi Alat-alt Musik Syahrial Felani ... 43

Gambar.6 Demonstrasi Pembuatan Gambus di Singapura ... 43

Gambar.7 Konstruksi Gambus ... 48

Gambar.8 Ukuran Panjang Gambus ... 50

Gambar.9 Ukuran Bagian Kepala Gambus ... 50

Gambar 10. Ukuran Bagian Leher Gambus ... 51


(5)

Gambar.12 Ukuran Baggian Ekor ... 52

Gambar.13 Ukuran Jarak Senar ... 53

Gambar.14 Batang Kayu Nangka ... 54

Gambar.15 Bahan Penutup Lubang Kulit Kambing ... 55

Gambar.16 Kayu Nangka Yang Telah Diukur ... 55

Gambar.17 Kupingan (setelan) ... 56

Gambar.18 Senar Nilon Untuk Gambus ... 56

Gambar.19 pick ... 57

Gambar.20 Lem kayu ... 57

Gambar.21 Melamin Dan Thiner ... 58

Gambar.22 pilox ... 58

Gambar. 23 Senso ... 59

Gambar.24 Pahat ... 59

Gambar.25 Gergaji ... 60

Gambar.26 Ketam ... 60

Gambar.27 Amplas ... 61

Gambar.28 Palu Kayu ... 61

Gambar.29 Penggaris Dan Meteran ... 62

Gambar.30 Gerinda Listrik ... 62

Gambar.31 Bor Listrik ... 63

Gambar.32 Gergaji Besi ... 63

Gambar.33 Kampak ... 64

Gambar.34 Pisau Dan Spidol ... 64

Gambar.35 Mal/Maltra ... 65

Gambar.36 kuas ... 65

Gambar.37 Gudang Tempat Penyimpanan Kayu Nangka ... 68

Gambar.38 Pengambilan Kayu Dari Penyimpanan ... 68

Gambar.39 Proses Pembuatan Kerangka Gambus ... 69

Gambar.40 Proses Pemotongan Berdasarkan Bentuk Mal ... 70

Gambar.50 Bentuk Pola Gambus ... 71

Gambar.51 Proses Pembentukan Bagian leher atas Dan Bawah ... 72

Gambar.52 Proses Pembentukan Bagian kepala ... 72

Gambar.53 Proses Pembentukan Bagian Perut ... 73


(6)

Gambar.55 Bentuk Kasar Gambus ... 74

Gambar.56 Membuat Lubang Resonator ... 75

Gambar.57 Proses Merapikan Lubang Resonator ... 76

Gambar.58 Ukuran Lubang Resonator ... 76

Gambar.59 Proses Pengikisan ... 77

Gambar.60 Bentuk Dasar Gambus Tampak Atas ... 77

Gambar.61 Bentuk Bagian Dasar Gambus Bagian samping dan belakang ... 78

Gambar.62 Penutup Kepala ... 78

Gambar.63 Penutup Leher ... 79

Gambar.64 Kulit Sebagai Penutup Lubang Resonator ... 80

Gambar.65 Tampak Lubang Bagian Kepala ... 81

Gambar.66 Tampak Lubang Pada Bagian Ekor ... 81

Gambar.67 Pemasangan Bagian Penutup Bagian Kepala, leher, dan Perut ... 82

Gambar.68 Bagian Penutup Yang Telah Dirapikan ... 83

Gambar.67 Proses Penghalusan Menggunakan Mesin ... 84

Gambar.68 Proses Penghalusan Secara Manual ... 84

Gambar.69 Proses Pendempulan ... 85

Gambar.70 Proses Pengamplasan ... 86

Gambar.71 Proses Pengecatan Pemberian Warna ... 87

Gambar.72 Proses Pengeringan ... 87

Gambar.73 Bentuk Lubang Suara8 ... 88

Gambar.74 Pengecatan dan Diberi Lubang Pada Kupingan ... 89

Gambar.75 Kuda-kuda Sebagai Pembatas Senar ... 89

Gambar.76, 77 Proses Pemasangan Senar Dan Gambus Yang Telah Siap ... 90

Gambar.78 Bagian Senar Untuk Mendapatkan Nada ... 94

Gambar.79 Posisi Duduk Memainkan Gambus ... 96

Gambar.80, 81 Posisi Tangan Kiri Dan Kanan ... 96

Gambar.82, 83 Penulis Bersama Informan Dan Rumahnya ... 112

TABEL I. Tahapan Pengerjaan ... 66

LAMPIRAN I ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113