Analisis Faktor-Faktor Manajerial Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Penelitian Terdahulu
Randhita pada Tahun 2009 meneliti pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja

pegawai pada Kelurahan Ciparigi.Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan
kuantitatif (metode survei) dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di
Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Pertama, karakteristik
pemimpin dalam hal ini meliputi latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pemimpin,
kepribadian pemimpin, pengalaman serta nilai nilai yang dianut pemimpin dalam mengambil
keputusan sesuai tugas pokok dan fungsi Lurah. Kedua, karakteristik pegawai meliputi
pendidikan, pengalaman bekerja yang dimiliki pegawai, motivasi kerja pegawai dan
tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaannya. Ketiga, situasi yang menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan Lurah dalam pengambilan
keputusan meliputi situasi atau keadaan lingkungan kerja serta situasi masalah yang
mempengaruhi pemimpin dalam pengambilan keputusan. Tingkat kinerja pegawai pada
organisasi Kelurahan Ciparigi secara keseluruhan cukup tinggi yakni mencapai 75 persen
pegawai, sedangkan sisanya berkinerja sedang. Pengaruh penerapan gaya kepemimpinan

tertentu Lurah berkaitan dengan berbagai kegiatan di Kelurahan, dirasakan pegawai
berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Penerapan gaya kepemimpinan konsultatif
dan gaya kepemimpinan partisipatif Lurah berpengaruh menghasilkan kinerja pegawai
tinggi.
Sambas pada Tahun 2008 meneliti pengaruh kompetensi dan iklim kerja terhadap
kinerja staf di unit penunjang Medik rumah sakit umum pusat H. Adam Malik Medan.Hasil

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini menunjukkan variabel kompetensi ditemui bahwa pendidikan formal dan
pengetahuan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap

kinerja karyawan. Dalam

lingkup iklim kerja di dapati bahwa kompensasi, kerjasama tim, dan kebijakan organisasi
memberi nilai yang cukup besar terhadap kinerja organisasi.
Nurmani pada Tahun 2009 menetiti pengaruh motivasi, profesionalisme dan
kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia.
Memberikan hasil bahwa variabel motivasi (X 1 ) dengan koefisien determinan R2 = 2,75%,
profesionalisme (X 2 ) dengan koefisien determinan R2 = 2,8% dan kepemimpinan (X 3 )

dengan koefisien determinan R2 = 4,57% berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di
Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia.
Nuramalia pada Tahun 2012 meneliti pengaruh pengawasan oleh pimpinan terhadap
kinerja pegawai Inspektorat Daerah Kabupaten Bandung. Hasil penelitian membuktikan
bahwa “ Terdapat

pengaruh dari pengawasan oleh pinpinan terhadap kinerja pegawai

Inspektorat Daerah Kabupaten Bandung. Indikator pengawasan yang digunakan adalah
memantau, pengukuran kinerja, membandingkan, standard an tindakan perbaikan sebagai
variabel bebas (independend) dan indicator kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan
mengenai pekerjaan, kreatifitas, kerjasama, kesadaran, inisiatif dan kualitas pribadi sebagai
variabel terikat (dependend).

2.2

Pengertian Kinerja
Handoko (2001) menyatakan bahwa kinerja (perfomance appraisal) adalah proses

melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan

dimana dalam kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Kinerja

Universitas Sumatera Utara

adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka
upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai
dengan moral maupun etika.

2.3

Jenis - Jenis Kinerja
Dalam organisasi perusahaan dikenal tiga jenis kinerja, yaitu Kinerja adminitratif,

berkaitan dengan kinerja administrasi perusahaan termasuk didalamnya struktur admnistratif
yang mengatur hubungan wewenang dan tanggung jawab dan orang yang menduduki jabatan
atau bekerja pada unit-unit kerja yang terdapat dalam perusahaan.
Kinerja operasional, berkaitan dengan efektifitas penggunaan setiap sumber daya
yang dimanfaatkan perusahaan antara lain modal, bahan baku, teknologi dan lain-lain.

Kemampuan mencapai efektifitas penggunaan sumberdaya sangat tergantung pada
kemampuan manajer dan seluruh karyawanya untuk menciptakan sinergi sehingga dapat
dihasilkan produk yang optimal.
Kinerja strategi, berkaitan dengan ketepatan perusahaan memilih lingkungannya dan
kemampuan adaptasi perusahaan terhadap lingkungannya. Di samping itu, kinerja strategi
meliputi kemampuan membuat visi ke depan tentang kondisi makro ekonomi negara yang
akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan.
2.3.1. Kinerja Karyawan dan Kinerja Perusahaan
Suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam
bentuk organisasi yang digrakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku
dalam upaya mencapai tujuan perusahaan bersangkutan. Tercapai tujuan perusahaan hanya
dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi perusahaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hal im terdapat hubungan erat antara kinerja perseorangan dengan kinerja perusahaan.
Dengan perkataan lain, karyawan diperhatikan dengan baik oleh perusahaan baik, maka
kemungkinan besar kinerja perusahaan juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila
dia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah
sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Bila

sekelompok karyawan mempunyai kinerja yang baik, maka akan berdampak pada kinerja
perusahaan yang baik pula.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan
(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis, dalam buku
Prabu (2000:67) merumuskan bahwa:
Human Performance =

Ability + Motivation

Motivation

=

Attitude + Stuation

Ability

=

Konwledge + Skill


Faktor kemampuan ( ability) karyawan terdiri kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reability ( knowledge + skill ). Artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata
(IQ : 110 - 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka is akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).
Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap ( attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan dari
karyawan yang terarah untuk mecapai tujuan organisasi (goal of mission ). Sikap mental
sesorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik ( siap secara mental, fisik,
tujuan, dan situasi ), artinya seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik,

Universitas Sumatera Utara

memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan
menciptakan situasi kerja. Sikap mental yang siap secara psikofisik terbentuk karena
karyawan mempunyai " Modal dan Kreatif ". Dengan uraiannya MODAL sebagai berikut :
M = Mengolah, O = Otak, D Dengan, A = Aktif, L = Lincah, dan Sedangkan
KREATIF singkatan dari K Keinginan maju, R = Rasa ingin tahu tinggi, E = Energik, A =

Analisis sistematika, T = Terbuka dari kekurangan, I = Insiatif tinggi, dan P = Pikiran luas.
Dengan demikian karyawan tersebut harus siap mental, mampu mengolah otak dengan aktif
dan lincah, memiliki keinginan maju, rasa ingin tahu tinggi, energik, analisis sistemik,
terbuka untuk menerima pendapat, inisiatif tinggi, dan pikiran luas terarah.
Clelland ( 1987: 87 ) yang berpendapat bahwa "ada hubungan yang positif antara
motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif prestasi adalah suatu dorongan dalam diri
karyawan untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu
mencapai prestasi kerja ( kinerja ) dengan predikat terpuji. Selanjuntnya menurut Clelland
mengemukakan 6 karakteristik dari karyawan yang memiliki motif berprestasi tinggi, yaitu
antara lain :
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
b. Berani mengambil resiko.
c. Memiliki tujuan yang realities
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya.
e. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkret dalam seluruh kegiatan yang
dilakukan.
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang lebih diprogramkan.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa karyawan akan mampu mencapai kinerja
maksimal jika ia memiliki motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan


Universitas Sumatera Utara

membentuk sesuatu kekuatan diri dan ika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka
pencapaian kinerja akan lebih mudah diraih. Oleh karma pengembangan motif berprestasi
dalam diri dan memanfaatkan Berita mencipatkan situasi yang ada pada lingkungan kerja
guna mencapai kinerja (tujuan) maksimal.
2.3.2. Penilaian Kinerja
Banyak istilah yang dipakai oleh para ahli dan penulis untuk memberikan pengertian
mengenai Penilaian Kinerja ( performance Appraisal ), seperti Tinjauan Kinerja
(performance review), Evaluasi Kinerja (Performance Evalaution). Tinjauan Pengembangan
Staf (Staff development review), Penilaian Kebutuhan Pengembangan ( development needs
assessment), dan lain-lain.
Moon dalam Wahyudi (1994:3), mempergunakan istilah Performance Apraisal serta
mendefinisikan sebagai berikut :
“Sistem

penilian

secara


sederhana

didefinisikan

sebagai

sistem

yang

didokumentasikan secara formal untuk melihat kinerja individual secara periodik ".
Pengertian tersebut terfokus pada apa yang dianggap sebagai unsur yang sangat
diperlukan dalam sistem penilaian, yaitu : formalitas dan dokumentasi, karena keduanya
yang membedakan anatara penilaian dan umpan balik sehari – hari yang mungkin
disampaikan oleh atasan kepada secara periodik adalah untuk membedakannya dengan jenis
tinjauan formal lainnya mungkin dilakukan karena suatu alasan tertentu.
Pengertian tersebut terfokus pada apa yang dianggap sebagai unsur yang sangat
diperlukan dalam sistem penilaian, yaitu : formalitas dan dokumentasi. Karma keduanya
yang membedakan antara penilaian dan umpan batik sehari – hari yang mungkin
disampaikan oleh atasan kepada bawahan secara informal dan lisan. Dan kenyataan bahwa

penilaian dilakukan secara perodik adalah untuk membedakannya dengan jenis tinjauan

Universitas Sumatera Utara

formal lainnya yang mungkin dilakukan karena suatu alasan tertentu. Untuk itu Zweig dalam
bukunya "Human Resource Management" (1999 : 215), sebagaimana dikutipkan oleh
Prawirasentono mengatakan bahwa :
“Penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh
pihak manajemen untuk memberikan informasi kepada para. karyawan secara individual,
tentang mute hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan perusahaan. Dalam hal
ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang
atau kurang ".
Menurut Mangkunegara (2005) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri
dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :
Aspek kuantitatif yaitu :
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja
Aspek kualitatif yaitu :

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan

menganalisis

data/informasi,

kemampuan/kegagalan

menggunakan

mesin/peralatan, dan
4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).

2.4

Strategi Peningkatan Kinerja

Universitas Sumatera Utara

Salah satu keberhasilan sebuah perusahaan itu ditentukan oleh keberadaan karyawan
yang berdedikasi tinggi untuk kemajuan dan prestasi perusahaan.Keberadaan karyawan yang
demikian bukanlah sekedar merupakan aset produksi, melainkan juga menjadi kunci strategi
membangun daya saing perusahaan. Suatu perusahaan dapat mencetak karyawan yang
berdedikasi tinggi apabila mampu menciptakan Rule Of The Game didalam membangun
kinerja karyawan. Gomes (1995:195) mengemukakan definisi kinerja karyawan sebagai
“ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan prioritas”.
Beberapa tipe kriteria kinerja atau performance kerja yang didasarkan atas deskripsi perilaku
yang spesifik, yaitu :
1.

Quantity of work, yaitu jumlah hasil kerja yang didapat dalam suatu periode waktu
yang ditentukan.

2.

Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian
dan kesiapannya..

3.

Job Knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya.

4.

Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul

5.

Cooperative, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesame anggota
organisasi)

6.

Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja

7.

Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggung jawabnya

8.

Personal Qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan
integritas pribadi

Universitas Sumatera Utara

Mangkunegara (2005:10) menyimpulkan evaluasi/penilaian kinerja merupakan
penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan
kinerja organisasi. Tujuannya adalah memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi
melalui peningkatan dari kinerja SDM organisasi. Pengertian kinerja diberi batasan oleh
Ruky (2003) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih
tegas lagi McKenna dan Beech (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah "succesfull role
achievement" yang diperoleh seseorang dari perbuatan perbuatannya
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai.
Kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi
kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat
perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mangkunegara, 2007). Dari
pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang
menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Sedang Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa “Kinerja seorang pegawai pada
dasarnya adalah hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu dibandingkan dengan
kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama”.
Menurut Robbins (2002), tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan pekerjaannya disebut "level of performance". Biasanya orang yang level of
performance-nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang
levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance
rendah. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang
manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif bukanlah
tugas yang sederhana, Penilaian harus dihindarkan adanya "like dan dislike" dari penilai,

Universitas Sumatera Utara

agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini sangat penting, karena dapat
digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan
balik kepada para pegawai tentang kinerja mereka.
Menurut Grives (2003), ada enam metode penilaian kinerja pegawai :
1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan
hasil pekerjaan pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.
2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai.
Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja
pegawai. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor.
Metode ini bisa memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar
penilaian berisi item-item yang memadai.
3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang berdasarkan catatancatatan pemlai yang menggambarkan perilaku pegawai sangat baik atau jelek dalam
kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Metode
ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada pegawai, dan mengurangi
kesalahan kesan terakhir.
4. Metode peninjauan lapangan (field review method). Metode penilaian dilakukan dengan
cara para penilai atau pimpinan melakukan terjun langsung ke lapangan untuk menilai
kinerja pegawai. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, cara pertama dapat dilakukan
bersama dengan kegiatan supervisi. Sedangkan dengan cara kedua secara sengaja dan
terencana para penilai mendatangi tempat kerja para pegawai untuk melakukan penilaian
kinerja pegawai yang bersangkutan.
5. Tes dan observasi, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan
pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan.

Universitas Sumatera Utara

Agar berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking,
grading, point allocation method.
6. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan pegawai lain siapa yang paling
baik dan menempatkan setiap pegawai dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan
metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek
kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan
administrasi dan penjelasannya. Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau
menyortir para pegawai dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi
tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari
grading penilai diberikan sejumlah nilai total dialokasikan di antara para pegawai dalam
kelompok. Para pegawai diberi nilai lebih besar dan pada para pegawai dengan kinerja
lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di
antara para pegawai, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias
kesan terakhir masih ada.
Soeprihanto (2001) menyatakan bahwa manfaat dari penilaian kinerja adalah :
1. Perbaikan kinerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan pegawai, manajer dan departemen
kinerja.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
Evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah,
pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan.
Promosi dan transfer biasanya didasarkan kinerja masa lalu atau antisipasinya.

Universitas Sumatera Utara

4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan Kinerja yang jelek mungkin
menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin
mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karir.
Umpan balik kinerja yang baik mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang
jalur karir tertentu yang harus diteliti.
6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing.
Kinerja yang baik atau buruk adaiah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur
staffing departemen personalia.
7. Melihat ketidakakuratan informasional.
Kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis
jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi
manajemen personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidakakurat dapat
menyebabkan keputusan-keputusan personalia tidak tepat.
8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.
Kinerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.
Penilaian kinerja membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
9. Menjamin kesempatan kerja yang adil.
Penilaian kinerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal
diambil tanpa diskriminasi.
10. Melihat tantangan-tantangan eksternal.
Kadang-kadang kinerja seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja,
seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Siegel dan Marconi dalam bukunya Behavior Accounting, menyebutkan
bahwa kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik
mengenai efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan
berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut
Stooner dan Freeman (1992) mendefinisikan kinerja, baik organizational performance
maupun managerial performance sebagai berikut :
“Organizational performance is the measure of how well organization do their jobs.
Managerial performance is the measure of how efficient and effective a manager is, how
well she or he determine and achieves appropriate objectives”
Komponen organisasi yang terdiri dari individu, kelompok dan organisasi tentunya
mempunyai kepentingan masing-masing. Kepentingan ketiga komponen ini seringkali
bertentangan dan rawan terhadap konflik. Konflik akan sangat merugikan organisasi dalam
mencapai hasil yang diinginkan. Konflik yang tidak teratasi akan menimbulkan konfrontasi,
perkelahian dan frustasi semua pihak dan menimbulkan kerugian pada organisasi.
Kemampuan untuk mengelola konflik ini akan memberi kekuatan besar bagi organisasi
dalam berinteraksi untuk melaksanakan operasi kesehariannya. Persaingan dan konflik
terjadi karena mempunyai tujuan yang sama latar belakang heterogen, sikap, perasaan yang
sensitif, perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan. Persaingan yang sehat akan
membuat karyawan menjadi kreatif, dinamis dan berlomba-lomba untuk mencapai presatasi
kerja yang optimal.
Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada
pihakpihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan
dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari
suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu

Universitas Sumatera Utara

organisasi, maka akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan,
meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan,
menentukan tingkat keberhasilan (persentase pencapaian misi) instansi, untuk memutuskan
suatu tindakan, dan lain-lain. Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi. Pengukuran kinerja ini
sangat penting bagi organisasi yang berorientasikan hasil untuk mengukur kinerjanya sendiri
dan melihat tingkat kinerja yang telah dicapai atau hasil yang diperoleh. Pengukuran kinerja
ini, dapat dilakukan dengan baik jika ada satuan pengukuran kinerja yang sah. Cara-cara
pengukuran yang tepat akan sangat tergantung pada sistem informasi yang ada untuk
pengumpulan data yang tepat dan akurat. Informasi kinerja merupakan suatu alat bagi
manajemen untuk menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam
jangka waktu tertentu. Informasi kinerja yang dapat dihasilkan meliputi kinerja ekonomis
dan kinerja manajemen.
Agar konsekuensi dan akibat yang timbul dapat diprediksi dengan baik, suatu bentuk
perencanaan yang tergabung dalam manajemen strategis adalah niscaya bagi organisasi
untuk mengadakannya. Pelaksanaan kegiatan dalam program dan kebijaksanaan organisasi
merupakan komitmen organisasi untuk mencapai visi dan misi yang ditetapkan sebelumnya.
Kinerja merupakan tingkat efisiensi dan efektifitas serta inovasi dalam pencapaian tujuan
oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam organisasi. Dari sudut pandangan
organisasi yang berorientasi pada peningkatan laba (profit oriented organization) kinerja
dibagi dalam dua bentuk.
1. Kinerja ekonomis, yaitu kinerja yang ditekankan pada seberapa jauh organisasi sebagai
lembaga ekonomi mampu menghasilkan keuntungan yang telah ditetapkan agar dapat
dicapai vis dan misi organisasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Kinerja manajemen. Kinerja ini memperlihatkan kemampuan manajemen dalam
menyelenggarakan proses perencanaan, pengendalian dan pengorganisasian terhadap
kegiatan keseharian organisasi dalam suatu kerangka besar pencapaian visi organisasi.
Kinerja manajemen pada dasarnya menilai kemampuan setiap individu dan kolektif
individu diorganisasi untuk melaksanakan peran yang dimainkan dalam kegiatan
keseharian organisasi.
Dengan kinerja ini motivasi organisasi akan dirangsang kearah pencapaian visi dan misi
organisasi. Dengan kinerja manajemen diharapkan organisasi dapat:
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien;
b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan operasionalisasi
kegiatan organisasi;
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan organisasi;
d. Menyediakan umpan balik;
e. Menyediakan dasar bagi implementasi merit sistem.

2.5

Faktor-Faktor Manajerial
Istilah manajerial merupakan kata sifat yang berhubungan dengan kepemimpinan dan

pengelolaan. Dalam banyak kepustakaan, kata manajerial sering disebut sebagai asal kata
dari management yang berarti melatih kuda atau secara harfiah diartikan sebagai to handle
yang berarti mengurus, menangani, atau mengendalikan. manajemen merupakan kata benda
yang dapat berarti pengelolaan, tata pimpinan atau ketatalaksanaan.(Silalahi, 2002 : 135)
Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan
penganggaran (budgeting) (Nawawi, 2003:52).

Universitas Sumatera Utara

Pengertian Faktor Manajerial menurut Salvatore (2005:3) yaitu: “Aplikasi
(penerapan) teori ekonomi dan perangkat analisis ilmu keputusan untuk membahas
bagaimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan atau maksudnya dengan cara yang
efisien.” Menurut Salvatore (2005:3) bahwa proses membandingkan antara strategis yang
diinginkan dengan strategis yang dilaksanakan dengan cara mengukur kinerja perusahaan
dan apabila terdapat perbedaan dilaksanaan sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut Salvatore (2005:3) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan
daerah meliputi : (a). Mekanisme pengambilan keputusan, (b).Profesionalisme manajemen,
(c). Mekanisme pengawasan dan pengendalian dan pengendalian.
2.5.1 Mekanisme Pengambilan Keputusan
Dalam kenyataannya atau dalam praktek sehari-hari pengelolaan kantor pemerintah
merupakan lembaga birokrasi. Hal ini akan mengakibatkan terjadi perpanjangan alur
dalam mengambil keputusan sehingga menjadi lambat.
Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli,
diantaranya adalah :. Terry, 2001 : Mengemukakan bahwa “ pengambilan keputusan
adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif
yang mungkin”
Dari aktifutas tersebut, dapat disimpulkan tahap pengambilan keputusan adalah :
1). Mengidentifikasi masalah utama
2). Menyusun alternatif
3). Menganalisis alternatif
4). Mengambil keputusan yang terbaik
Mekanisme pengambilan keputusan dalam Perusahaan Daerah tergambar pada besar dan
kecilnya serta luas dan sempitnya kewenangan yang diberikan pada dewan direksi.proses

Universitas Sumatera Utara

pengambilan keputusan yang panjang dan berbelit-belit seperti dalam dunia birikrasi
kadang-kadang terbawa pada Perusahaan Daerah. Salvatore (2005:4)
2.5.2 Profesionalisme Manajemen

Profesionalisme manajemen dapat dilihat dari kinerja atasan dalam memimpin sebuah
organisasi. Hal ini dapat dilihat dari gaya manajemen dalam menjalankan organisasi atau
perusahaan yang tergambar pada latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja. Semua
itu dapat dilihat dari kompetensi dengan dunia usaha. Dalam menjalankan suatu
organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya yang profesional. Hal ini sangat
mempengaruhi kinerja kantor tersebut (Soenirman (2003). Oleh sebab itu suatu
perusahaan harus menjadi sebuah organisasi yang mampu bersaing dan menghasilkan
kinerja yang baik. Kompetensi terhadap kriteria pemimpin menjadi bagian yang perlu
diperhatikan, sehingga suatu perusahaan atau organisasi tetap eksis di era globalisasi.
Dengan latar belakang sebagai Pegawai Negeri Sipil maka akan berakibat manajemen
kurang profesional
Ciri-ciri profesional adalah memiliki wawasan yang luas dan dapat memandang masa
depan, memiliki kompetensi di bidangnya, memiliki jiwa berkompetisi/ bersaing secara
jujur dan sportif, serta menjujung tinggi etika profesi (Maarif, 2002: 60).
Untuk meningkatkan profesionalisme yang berbasis kompetensi, pemerintah telah
mengeluarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, Hal ini sebagai langkah
mereformasi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yang dipandang sudah tidak sesuai
lagi. Undang-undang Nomor 43 tersebut pada dasarnya berisi kebijakan manajemen
kepegawaian PNS dengan paradigma baru, yang substansinya dijiwai oleh semangat
desentralisasi kewenangan kepegawaian, baik kepada instansi pusat (Departemen/

Universitas Sumatera Utara

Lembaga Non Departemen) maupun kepada Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupaten/
Kota.
Profesionalisme manajemen tergambar pada kemampuan atau kompetensi dewan direksi
yang ditunjuk. Latar belakang pendidikan, pelatihan dan pengalaman para anggota dewan
direksi apakah sudah sesuai dengan organisasi Perusahaan Daerah. Disamping itu,
reputasi dewan direksi dalam dunia bisnis juga merupakan indikator profesionalisme.
(Salvatore, 2005:4)
2.5.3 Mekanisme pengawasan dan pengendalian dan Pengendalian
Unsur – unsur yang ada dalam pengawasan tersebut tersebut apabila dijabarkan dalam
penjelasan adalah sebagai berikut : “Pengawasan atau kontrol harus selalu dilaksanakan
pada organisasi sektor publik. Fungsi ini dilakukan oleh manajer sektor publik terhadap
pekerjaan yang dilakukan dalam satuan atau unit kerjanya. Kontrol diartikan sebagai
proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat efektivitas kerja
personil dan tingkat efisiensi penggunaan sarana kerja dalam memberikan kontribusi pada
pencapaian tujuan organisasi”. (Nawawi, 2003:52)
Dasar dari pengawasan dan pengendalian adalah Peraturan Daerah yang mengatur dan
menetapkan, Rencana Strategis, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Gerak sebuah
instansi pemerintah masih sangat terbatas dan masih banyak intervensi dari pemerintah.
Sebagai contoh kantor yang selalu dihadapkan dengan pemeriksaan seperti BPKP dan
BPK yang rutin setiap 3 atau 5 bulan sekali dan inspektorat yang rutin setiap akhir tahun.
Hal ini yang menyebabkan banyak waktu yang tersita untuk melayani tim pemeriksaan
tersebut, sehingga banyak pekerjaan yang tidak selesai tepat waktu. (Soenirman, 2003).
Pengawasan pada Perusahaan Daerah secara teknis dilakukan oleh badan pengawas dan
secara polotis oleh DPRD. Karena umumnya badan pengawas adalah pajabat Pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Daerah yang memiliki tugas pokok sehingga waktu yang diperuntukkan di Perusahaan
Daerah sangat sempit. (Salvatore 2005:4)
2.6

Kerangka Pemikiran
Peningkatan kinerja pegawai adalah salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

mencapai tujuan suatu organisasi. Oleh karena itu organisasi perlu memperhatikan dan
meningkatkan faktor-faktor peningkatan kinerja tersebut yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
manajerial antara lain pengabilan keputusan, profesionalisme dan mekanisme pengawasan
dan pengendalian.
Para pakar memberikan pengertian keputusan sesuai dengan sudut pandang dan latar
belakang pemikirannya. Menurut Stoner (1997), keputusan adalah pemilihan di antara
berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar
logika atau pertimbangan; (2) ada beberapa alternatif yang harus dipilih salah satu yang
terbaik; dan (3) ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu makin mendekatkan pada
tujuan tersebut. Pengertian keputusan yang lain dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirjo
bahwa keputusan adalah suatu pengakhiran daripada proses pemikiran tentang suatu masalah
dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
Dari pengertian keputusan tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa keputusan
merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui
pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif. Setelah dipahami pengertian keputusan,
selanjutnya dikutipkan pendapat para pakar mengenai pengertian pembuatan atau – yang
sering digunakan – pengambilan keputusan. Menurut Terry pengambilan keputusan adalah
pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
Kemudian, menurut Siagian (2000) pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang
sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut

Universitas Sumatera Utara

perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat. Selanjutnya, menurut Stoner (1997)
pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai
cara pemecahan masalah. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan
masalah.
Sesauai dengan uraian di atas dapat disusun skema kerangka pikir terhadap
permasalahan yang dikemukakan sebagai berikut:

Pengambilan
Keputusan ( X1)
Kinerja Pegawai
(Y)

Profesionalisme ( X2)

Mekanisme
Pengawasan( X3)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual.

2.7

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas, dan untuk menjawab

identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Faktor-faktor manajerial yang terdiri dari mekanisme pengambilan keputusan,
profesionalisme manajemen, dan mekanisme pengawasan dan pengendalian secara
simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada kantor
Regional IV Badan Kepegawaian Negara.

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor-faktor manajerial yang terdiri dari mekanisme pengambilan keputusan,
profesionalisme manajemen, dan mekanisme pengawasan dan pengendalian secara
parsial positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada kantor Regional IV
Badan Kepegawaian Negara.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan, Serta Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan

5 59 130

PENGARUH KOMPETENSI PEGAWAI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI KANTOR REGIONAL VI BKN (BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA) MEDAN.

0 2 27

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI KANTOR REGIONAL (KANREG) I ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI KANTOR REGIONAL (KANREG) I BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA (BKN) PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY).

0 0 18

PENDAHULUAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI KANTOR REGIONAL (KANREG) I BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA (BKN) PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY).

0 2 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PEGAWAI DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Pemalang.

0 3 13

Analisis Faktor-Faktor Manajerial Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara

0 0 16

Analisis Faktor-Faktor Manajerial Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor Manajerial Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara

0 0 7

Analisis Faktor-Faktor Manajerial Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara

0 0 4

Analisis Faktor-Faktor Manajerial Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara

0 0 29