Pemetaan Status Hara P dan K Pada Lahan Pertanian Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

dan respons dipasangkan atau dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru
terhadap rangsang yang dikondisikan (http://id.wikipedia.org/wiki/Respons diakses
pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 16:21 WIB).
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa respon itu diawali dari adanya suatu rangsangan yang diterima oleh panca
indera. Kemudian diikuti oleh reaksi yang diwujudkan dalam tindakan atau bentuk
perilaku terhadap rangsangan yang diterima tersebut.

2.1.2 Proses Terjadinya Respon
Beberapa gejala terjadinya respon yaitu dimulai dari pengamatan sampai
berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai
indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari
kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus
kesadaran.
2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu
warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan
pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna
objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang
tidak sama dengan warna objeknya.
3. Bayangan editik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga

menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang
dihasilkan dari pengamatan.
Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek
tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat

15
Universitas Sumatera Utara

sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian
bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan
perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian (http://aresearch.upi.edu/ diakses pada 20 Oktober 2015 pukul 15:20 WIB).
2.1.3 Indikator Respon
Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap
dan partisipasi. Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpretasikan
rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensorik
information). Sedangkan menurut Morgan, King, dn Robinson menunjukkan
bagaiman kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita dengan
kata lain persepsi dapat juga dididefinisikan sebagai gejala suatu yang dialami
manusia. Berdasarkan uraian diatas, William James mengatakan persepsi terbentuk
atas data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita.

Diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah kembali berdasarkan
pengalaman yang kita lihat (Adi, 1994 : 105).
Persepsi

didefinisikan

sebagai

proses

yang

kita

gunakan

untuk

menginterpretasikan data-data sensoris. Salah satu definisi menyatakan bahwa
persepsi


merupakan

proses

yang

kompleks

dimana

orang

memilih,

mengorganisasikan dan menginterpretasikan respons terhadap suatu rangsangan ke
dalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennet, Hoffman, dan
Prakash menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan
pembelajaran, pembaruan cara pandang, dan pengaruh timbal balik dalam
pengamatan (Severin dan Tankard, 2008 : 83 & 84).

Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan)
yang diterima panca indera (hal ini dinamakan sensasi), kemudian stimulus diantar
16
Universitas Sumatera Utara

ke otak di mana ia dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan
pengalaman yang disadari. Ada yang mengatakan bahwa persepsi merupakan
stimulus yang ditangkap oleh pancaindera individu, lalu diorganisasikan dan
kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang
diindera itu. Ada yang dengan singkat mengatakan persepsi adalah memberikan
makna pada stimulus inderawi. Jadi, persepsi merupakan suatu proses (Maramis,
2006 :15-16).
Sikap pada dasarnya adalah tendensi kita terhadap sesuatu. Sikap adalah rasa
suka/tidak suka kita atas sesuatu. Sikap penting sekali karena ia memengaruhi
tindakan. Perilaku seseorang juga sering ditentukan oleh sikap mereka. Konsep lain
yang terkait erat dengan sikap adalah keyakinan, atau pernyataan-pernyataan yang
dianggap benar oleh seseorang (Severin & Tankard, 2008 : 177).
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude” adalah evaluasi terhadap
objek, isu atau orang. Sikap didasarkan pada informasi afektif, behavioral, dan
kognitifnya.

1. Affective component (komponen afektif) terdiri dari emosi dan perasaan
seseorang terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif atau negatif.
2. Behavioral component (komponen behavioural) adalah cara orang bertindak
dalam merespons stimulus.
3. Cognitive component (komponen kognitif) terdiri dari pemikiran seseorang
tentanf objek tertentu, seperti fakta, pengetahuan dan keyakinan ( Taylor dkk,
2009 : 165).
Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam mengukur suatu respon. Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang di
dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar

17
Universitas Sumatera Utara

pekerjaan atau profesinya sendiri. Partisipasi juga merupakan proses anggota
masyarakat sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil
peran serta ikut memengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan
kebijakan-kebijakan yang langsung memengaruhi kehidupan mereka (Theodorson
dan Sumarto dalam Sulaeman, 2012 : 76).
Terdapat kondisi-kondisi yang mendukung dan menghambat partisipasi.

Adapun kondisi-kondisi yang mendukung partisipasi adalah :
1. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas
tersebut penting.
2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.
3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.
4. Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya.
5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. (Ife dan Tesoriero dalam
Sulaeman, 2012 : 77).
2.2 Jaminan Sosial
Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
menyatakan bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak. Tidak ada definisi tentang jaminan sosial yang bisa diterima dan
diterapkan secara umum. Penjelasan yang paling sering digunakan adalah seluruh
rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka
dan keluarga mereka dari segala akibat yang muncul karena gangguan yang tidak
terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk
mempertahankan taraf hidup yang layak (Rys, 2011 : 23).

18

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, menyatakan
bahwa jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial
berfungsi untuk melindungi kondisi kesejahteraan warga negara, khususnya warga
negara yang miskin dan tidak mampu. Hal ini dikarenakan kerentanan terhadap
kondisi yang dapat menjauhkan mereka dari konsep sejahtera. Jaminan sosial juga
akan membantu warga negara untuk dapat menikmati kehidupan yang layak sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Berdasarkan pernyataan tersebut
diketahui bahwasanya suatu jaminan sosial sangat penting dalam mewujudkan
kondisi kesejahteraan sosial suatu bangsa.
Jaminan sosial merupakan suatu sistem atau skema pemberian tunjangan
yang menyangkut pemeliharaan penghasilan (income maintenance). Sebagai
pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain
untuk menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan
minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan sosial
merupakan sektor kunci dari sistem negara kesejahteraan berdasarkan prinsip bahwa
negara harus berusaha dan mampu menjamin adanya jaring pengaman pendapatan
(financial safety net) atau pemeliharaan pendapatan (income maintenance) bagi

mereka yang tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (Suharto, 2008 : 15-16).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Berdasarkan

Undang-Undang

No.

24

tahun

2011

tentang

Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS ini terdiri dari :

19
Universitas Sumatera Utara

a. BPJS Ketenagakerjaan; dan
b. BPJS Kesehatan

2.3.1 Prinsip Penyelenggaraan
Berdasarkan

Undang-Undang

No.

24

tahun


2011

tentang

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyelenggarakan sistem jaminan sosial
nasional berdasarkan prinsip :
a. Kegotongroyongan;
b. Nirlaba;
c. Keterbukaan;
d. Kehati-hatian;
e. Akuntabilitas;
f. Portabilitas;
g. Kepesertaan bersifat wajib;
h. Dana amanat; dan
i. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.

2.3.2 Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Berdasarkan

Undang-Undang

No

24

tahun

2011

tentang

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial, adapun tugas dari BPJS sebagai berikut :
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja;
c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
20
Universitas Sumatera Utara

e. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
f. Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial
kepada Peserta dan masyarakat.

2.4 BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.

2.4.1 Sejarah Singkat BPJS Kesehatan
Pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi
tergolong penyakit berat menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau
biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan
seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan
dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan
kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga munculah istilah
“SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak
bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit
karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk
mengobati penyakit yang dideritanya.
Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang
tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapat
menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian karenanya kita

21
Universitas Sumatera Utara

kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen. Belum lagi menyiapkan
diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa datang semakin bertambah. Lansia
ini sendiri sangat rentan terhadap penyakit-penyakit yang menurunkan produktivitas
dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak ada yang menjamin hal ini, maka akan
menjadi masalah yang besar.
Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat sejak lama sudah dibentuk
dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pelaksanaan jaminan sosial ini
kemudian berubah-ubah sistem pelaksanaannya, namun tetap pada tujuan awal yaitu
menjamin kesehatan seluruh masyarakat. Selain itu, masih terbatasnya akses
kepesertaan bagi seluruh masyarakat juga mempengaruhi perubahan pada
pelaksanaan program jaminan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan harus dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia secara adil dan merata. Berikut ini alur
pelaksanaan jaminan kesehatan di Indonesia :
1. Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara
jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima
Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk
Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh
Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan
sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
2. Pada tahun 1984, untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang
Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS,
22
Universitas Sumatera Utara

ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah
menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
3. Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991,
kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum
Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas
jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta
sukarela.
4. Pada tahun 1992, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992
status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan
pertimbangan

fleksibilitas

pengelolaan

keuangan,

kontribusi

kepada

Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta
dan manajemen lebih mandiri.
5. Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan
Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Pokja SJSN).
6. Pada tahun 2005, PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai
Penyelenggara

Program

Jaminan

Kesehatan

Masyarakat

Miskin

(PJKMM/ASKESKIN). Dasar Penyelenggaraan :
a. UUD 1945
b. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
c. UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
23
Universitas Sumatera Utara

d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan
Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,
Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :
a. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas
gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.
b. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
c. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.
d. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
e. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada
peserta.
f. Adanya

akuntabilitas

dan

transparansi

yang

terjamin

dengan

mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.
7. Pada tahun 2014, mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero)
berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No.
24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (www.bpjskesehatan.go.id diakses pada tanggal 20 Januari 2015 pukul 21:15 WIB).
2.4.2 Landasan Hukum
Landasan Hukum BPJS Kesehatan :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

24
Universitas Sumatera Utara

2.4.3

Visi dan Misi BPJS Kesehatan

2.4.3.1 Visi BPJS Kesehatan
Visi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah
“Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan
kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan
oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya”.

2.4.3.2 Misi BPJS Kesehatan
Misi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah
sebagai berikut :
1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong
partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan
Nasional.
2. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang
efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal
dengan fasilitas kesehatan.
3. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS
Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung
kesinambungan program.
4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip tata
kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai untuk
mencapai kinerja unggul.

25
Universitas Sumatera Utara

5. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan
evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh
operasionalisasi BPJS Kesehatan.
6. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.
2.4.4 Kepesertaan JKN BPJS Kesehatan
Peserta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi :
a. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran atau yang iurannya
dibayar pemerintah.
b. Peserta program JKN terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta bukan Penerima Bantuan
Iuran (PBI) jaminan kesehatan.
c. Peserta PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
d. Peserta Non PBI Jaminan kesehatan adalah Pekerja Penerima Upah dan
anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota
keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
Pesera Non PBIJaminan Kesehatan, terdiri dari :
1. Peserta Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
26
Universitas Sumatera Utara

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
2. Pekerja bukan Penerima Upah dan Anggota keluarganya.
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun, terdiri dari :
1. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
2. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak
pensiun;
3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang
mendapat hak pensiun;
5. Penerima pensiun lain; dan
6. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain
yang mendapat hak pensiun.
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan;
f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan; dan

27
Universitas Sumatera Utara

g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu
membayar iuran (Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan No. 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan). 3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya
Pengertian Peserta BPJS kesehatan mandiri adalah mereka yang membayar
premi atau iuran sendiri, bukan atas tanggungan perusahaan atau pemerintah bagi
warga miskin. Peserta ini merupakan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non
PBI), tergolong ke dalam Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya.
Peserta BPJS Kesehatan mandiri ini dibagi dalam tiga katagori, yakni:
a. Kelas I dengan premi yang harus dibayar Rp59.500/orang/bulan;
b. Kelas II dengan premi yang harus dibayar Rp.42.500/orang/bulan;
c. Kelas III dengan premi yang harus dibayar Rp.25.500/orang/bulan.

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.5.1

Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Tujuan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan suatu program
pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia

28
Universitas Sumatera Utara

dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Penyelenggaraan JKN mengacu pada
prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang
cost effective dan rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas.
d. Efisien, transparan dan akuntabel.
Adapun tujuan dan sasaran dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
ini adalah :
1. Tujuan Umum
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memberikan
perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2. Sasaran
Sasaran Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
ini adalah seluruh komponen mulai dari pemerintah (pusat dan daerah),
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), fasilitas kesehatan, peserta dan
pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan Nasional).

29
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan
Adapun manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan
oleh BPJS Kesehatan sebagai berikut :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik
mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup:
a. Rawat jalan, meliputi:
1. Administrasi pelayanan
2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan sub spesialis
3. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
5. Pelayanan alat kesehatan implant
6. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
7. Rehabilitasi medis
8. Pelayanan darah

30
Universitas Sumatera Utara

9. Pelayanan kedokteran forensik
10. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
b. Rawat Inap yang meliputi:
1. Perawatan inap di ruang non intensif
2. Perawatan inap di ruang intensif
c. Akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta.
Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas
kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter.

2.6 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.6.1 Ketentuan Umum
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28 tahun
2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, adapun
yang menjadi ketentuan umum dalam tatalaksana pelayanan kesehatan adalah :
1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:
a) Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) yaitu pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis,
pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya dan Rawat Inap Tingkat
Pertama (RITP) yaitu pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non
spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk
keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan
medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap
paling singkat 1 (satu) hari,

31
Universitas Sumatera Utara

b) Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) yaitu pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik dan
dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sebagai
rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, untuk keperluan
observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, dan/atau pelayanan
medis lainnya termasuk konsultasi psikologi tanpa menginap di ruang
perawatan; dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yaitu pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik untuk
keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis
dan/atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi, yang
dilaksanakan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan dimana
peserta atau anggota keluarganya dirawat inap di ruang perawatan paling
singkat 1 (satu) hari,
c) Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan
secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan/atau kecacatan sesuai
dengan kemampuan fasilitas kesehatan, dan
d) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
2. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan
medis yang diperlukan.
3. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan
perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu
(kegawatdaruratan medik atau darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas
kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

32
Universitas Sumatera Utara

4. Pelayanan kesehatan dalam program Jaminan kesehatan Nasional (JKN)
diberikan secara berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip
kendali mutu dan kendali biaya.
5. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat
diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat
darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis,
dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
6. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib
merujuk kembali peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) disertai jawaban
dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat
dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang merujuk.
7. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (diabetes mellitus,
hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy,
skizofren, stroke, dan Sindroma Lupus Eritematosus) wajib dilakukan bila
kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan
rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.
8. Rujukan partial dapat dilakukan antar fasilitas kesehatan dan biayanya
ditanggung oleh fasilitas kesehatan yang merujuk.
9. Kasus medis yang menjadi kompetensi FKTP harus diselesaikan secara tuntas
di FKTP, kecuali terdapat keterbatasan SDM, sarana dan prasarana di fasilitas
kesehatan tingkat pertama.

33
Universitas Sumatera Utara

10. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila pasien berkeinginan
menjadi peserta Jaminan kesehatan Nasional (JKN) dapat diberi kesempatan
untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan
selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x
24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang
(bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah
ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka
pasien dinyatakan sebagai pasien umum.
11. Pada daerah yang tidak terdapat fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat
(ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat dengan pertimbangan BPJS
Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan) dan peserta memerlukan pelayanan
kesehatan, maka peserta diberikan kompensasi oleh BPJS Kesehatan.
Pemberian kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12. Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis pada suatu daerah dimungkinkan
untuk mendatangkan dokter spesialis di FKRTL dengan persyaratan teknis dan
administratif yaitu :
a) Diketahui oleh Dinas Kesehatan dan BPJS setempat.
b) Transportasi tidak bisa ditagihkan.
c) Menggunakan pola pembayaran INA-CBGs sesuai dengan kelas FKRTL
dokter.
Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS,
Tuberculosis (TB), malaria serta kusta dan korban narkotika yang memerlukan
rehabilitasi medis, pelayanannya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang merupakan bagian dari pembayaran kapitasi dan di fasilitas

34
Universitas Sumatera Utara

kesehatan tingkat lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA-CBGs,
sedangkan obatnya menggunakan obat program. Obat program disediakan oleh
pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jenis obat, fasilitas
kesehatan yang melayani program tersebut, mekanisme distribusi obat, diatur
sesuai dengan ketentuan masing-masing program.

2.6.2 Prosedur Pelayanan
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai
berikut :
1. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
a) Setiap peserta harus terdaftar pada FKTP yang telah bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan untuk memperoleh pelayanan.
b) Menunjukan nomor identitas peserta JKN.
c) Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP.
d) Jika diperlukan sesuai indikasi medis peserta dapat memperoleh pelayanan
rawat inap di FKTP atau dirujuk ke FKRTL.
2. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
a) Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas peserta
JKN dan surat rujukan, kecuali kasus gawat darurat, tanpa surat rujukan.
b) Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan
pelayanan.
c) Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai
dengan indikasi medis.
d) Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan bahwa
pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk

35
Universitas Sumatera Utara

kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL (tanpa harus ke
FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter
tersebut.
e) Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan rujuk
balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP
membawa surat rujuk balik dari dokter spesialis/subspesialis.
f) Apabila dokter spesialis/subspesialis tidak memberikan surat keterangan
sebagaimana dimaksud pada poin (d) dan (e), maka pada kunjungan
berikutnya pasien harus melalui FKTP.
g) Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri
(sebagai bagian dari jejaring FKTP untuk pelayanan rehabilitasi medik dasar)
atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
h) Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
i) Dalam hal rumah sakit belum memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan
rehabilitasi medik, maka kewenangan klinis dokter spesialis kedokteran fisik
dan rehabilitasi medik dapat diberikan kepada dokter yang selama ini sudah
ditugaskan sebagai koordinator pada bagian/ departemen/ instalasi rehabilitasi
medik rumah sakit, dengan kewenangan terbatas sesuai kewenangan klinis
dan rekomendasi surat penugasan klinis yang diberikan oleh komite medik
rumah sakit kepada direktur/kepala rumah sakit.
j) Apabila dikemudian hari rumah sakit tersebut sudah memiliki dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi medik maka semua layanan rehabilitasi
medik kembali menjadi wewenang dan tanggung jawab dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.

36
Universitas Sumatera Utara

3. Pelayanan Kegawatdaruratan (Emergency):
a) Pada keadaan kegawatdaruratan (emergency), seluruh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL) baik fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
atau belum bekerja sama, wajib memberikan pelayanan penanganan pertama
kepada peserta JKN.
b) Fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan gawat darurat tidak
diperkenankan menarik biaya kepada peserta.
c) Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus
segera merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan setelah keadaan daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan.
2.7 Pelayanan Kesehatan
2.7.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Levey dan Loomba dalam
Azwar, 1996 : 35). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 30, fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri
atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang tujuan utamanya
adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan)
37
Universitas Sumatera Utara

dengan sasaran masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan
kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan) (Notoatmodjo, 2003 : 91).

2.7.2 Manfaat Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
53, manfaat pelayanan kesehatan yaitu :
a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

2.7.3 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Ada 3 (tiga) macam strata pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi
kesehatan. oleh karena jumlah kelompok ini di dalam suatu populasi sangat
besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat
pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan
pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan
ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
dan Balkesmas.

38
Universitas Sumatera Utara

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit Tipe C dan D,
dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan
sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga superspesialis. Contohnya di
Indonesia Rumah Sakit Tipe A dan B (Notoatmodjo, 2003 : 89).

2.7.4 Syarat-syarat Pelayanan Kesehatan
Ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan
penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan
disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua
persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan pasien.
Berikut syarat-syarat pelayanan kesehatan dalam rangka memuaskan pasien :
a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Avaiable)
Karena kepuasan mempunyai hubungan yang erat dengan mutu pelayanan,
maka sering disebutkan bahwa suatu pelayanan kesehatan bermutu apabila
pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan tersebut
bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue)
39
Universitas Sumatera Utara

Pelayanan

kesehatan

bermutu

apabila

pelayanan

tersebut

bersifat

berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu dan
atau pun kebutuhan pelayanan kesehatan.
d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable)
Suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan kesehatan
tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.
e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accesible)
Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal
tentu tidak mudah dicapai. Hal ini tentu tidak akan memuaskan. Maka
pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai
oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.
f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)
Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh
semua pemakai jasa pelayanan kesehatan, dan karenanya tidak akan
memuaskan pasien. Disarankan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan
yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan itu. Maka
suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat
dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.
g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)
Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu apabila pelayanan
tersebut dapat diselenggarakan secara efisien.
h. Mutu pelayanan Kesehatan (Quality)
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk
pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan, yang apabila berhasil
diwujudkan pasti akan memuaskan pasien. Maka suatu pelayanan kesehatan

40
Universitas Sumatera Utara

disebut sebagai bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan
pasien serta tindakan yang dilakukan aman (Azwar, 1996 : 33-36).

2.7.5 Indikator Pelayanan Kesehatan
Indikator pelayanan kesehatan yang bermutu lazimnya dibedakan atas dua
macam, yakni :
1. Indikator yang Menunjuk pada Penerapan Aspek Medis Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek medis pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan tersebut sesuai dengan kode etik serta standar
pelayanan profesi yang memuaskan klien. Contoh indikator pelayanan aspek medis
pelayanan kesehatan yang bermutu adalah :
a. Kesembuhan penyakit yang diderita, makin tinggi angka kesembuhan terebut
makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
b. Efek samping yang dialami, makin rendah angka efek samping tersebut,
makin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
c. Kematian klien, makin rendah angka kematian tersebut, makin bermutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
d. Kepuasan klien, makin tinggi angka kepuasan klien terhadap pelayanan
medis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
2. Indikator yang Menunjuk pada Penampilan Aspek Nonmedis Pelayanan
Kesehatan
Pelayanan kesehatan disebut sebagai bermutu, apabila aspek nonmedis
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Contoh indikator aspek nonmedis
pelayanan kesehatan yang bermutu adalah :
41
Universitas Sumatera Utara

a. Pengetahuan klien, makin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
b. Kemantapan klien, makin tinggi tingkat kemantapan klien terhadap pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan.
c. Kepuasan klien, makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan
nonmedis yang diselenggarakan, makin tinggi mutu pelayanan kesehatan (Azwar
1996 : 54-55).

2.8 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan RSUD Batubara
Adapun jenis-jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di Rumah Sakit, yaitu :
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), meliputi:
a. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter
spesialis atau umum.
b. Rehabilitasi medik
c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
d. Tindakan medis kecil atau sedang.
e. Pemeriksaan pengobatan gigi tingkat lanjutan.
f. Pemberian obat yang mengacu pada formalin rumah sakit.
g. Pelayanan darah.
h. Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit.
2 .Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yang meliputi:
a. Akomodasi rawat inap pada kelas III.
b. Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan fisik.
c. Penunjang diagnosik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
d. Tindakan medis.

42
Universitas Sumatera Utara

e. Operasi sedang dan besar.
f. Pelayanan rehabilitasi medis.
g. Pemberian obat mengacu formalium rumah sakit.
h. Pelayanan darah.
i. Persalinan dengan resiko tinggi.

2.9 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
2.9.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang terintegrasi dalam pelayanan
medis dan pelayanan sosial, yang berfungsi untuk melayani masyarakat umum dalam
pelayanan kesehatan secara menyeluruh baik secara kuratif maupun preventif.
Dimana pelayanannya meliputi lingkungan rumah dan keluarga pasien, selain itu
rumah sakit juga berfungsi sebagai pusat pelatihan tenaga medis dan juga pusat
penelitian biososial. (World Health Organization, WHO) (2008). Menurut UndangUndang No. 44 tahun 2009 bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, ruang operasi,.
Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara paripurna atau bermutu serta aman dipengaruhi banyak faktor,
diantaranya manajemen rumah sakit, sumber daya manusia (SDM), prasarana dan
sarana, dan manajemen keuangan. Di sisi lain, rumah sakit sebagai salah satu bagian
dari tatanan pelayanan kesehatan terbesar memiliki tiga fungsi yaitu fungsi sosial,
fungsi profit, dan fungsi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar

43
Universitas Sumatera Utara

guna memenuhi kebutuhan serta tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang bermutu (Aditama, 2003).
Ada beberapa Jenis dari Rumah Sakit, Yaitu :
1. Rumah Sakit Umum
2. Rumah Sakit Terspesialisasi
3. Rumah Sakit Penelitian/ Pendidikan
4. Rumah Sakit Lembaga/ Perusahaan
2.9.2 Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2004).
2.9.3 Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan
medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan
keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan
rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan.
Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan
penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit
memberikan pendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi
yang penting. Fungsi keempat yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan
juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah
sebagai berikut :

44
Universitas Sumatera Utara

1. Pelayanan Penderita
Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis,
pelayanan farmasi, dan pelayanan keperawatan. Pelayanan penderita melibatkan
pemeriksaan dan diagnosa, pengobatan penyakit atau luka, pencegahan,
rehabilitasi, perawatan dan pemulihan kesehatan.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan sebagai suatu fungsi rumah sakit terdiri atas 2 bentuk utama:
a. Pendidikan dan/atau pelatihan profesi kesehatan.
Yang mencakup dokter, apoteker, perawat, personel rekam medik, ahli gizi,
teknisi sinar-X, laboran dan administrator rumah sakit.
b. Pendidikan dan/atau pelatihan penderita.
Merupakan fungsi rumah sakit yang sangat penting dalam suatu lingkup
yang jarang disadari oleh masyarakat. Hal ini mencakup:
c. Pendidikan khusus dalam bidang rehabilitasi, psikiatri sosial dan fisik.
Pendidikan khusus dalam perawatan kesehatan, misalnya: mendidik
penderita diabetes, atau penderita kelainan jantung untuk merawat
penyakitnya.
d. Pendidikan tentang obat untuk meningkatkan kepatuhan, mencegah
penyalahgunaan obat dan salah penggunaan obat, dan untuk meningkatkan
hasil terapi yang optimal dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat.
3. Penelitian
Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi dengan maksud utama,
yaitu:
a. Memajukan

pengetahuan

medik

tentang

penyakit

dan

peningkatan/perbaikan pelayanan rumah sakit.

45
Universitas Sumatera Utara

b. Ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi
penderita.

Misalnya:

pengembangan

dan

penyempurnaan

prosedur

pembedahan yang baru.
4. Kesehatan Masyarakat
Tujuan utama dari fungsi rumah sakit sebagai sarana kesehatan masyarakat adalah
membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan
kesehatan umum penduduk. Apoteker rumah sakit mempunyai peluang memberi
kontribusi pada fungsi ini dengan mengadakan brosur informasi kesehatan,
pelayanan pada penderita rawat jalan dengan memberi konseling tentang
penggunaan obat yang aman dan tindakan pencegahan keracunan.

2.9.4 Rumah Sakit Umum Daerah
Rumah Sakit Umum Daerah merupakan Rumah Sakit Umum yang melayani
hamper seluruh penyakit umum, biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang
siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya
dan memberikan pertolongan pertama yang berlokasi di Daerah Kabupaten/Kota
hamper seluruh wilayah Indonesia.
Rumah Sakit Umum Daerah biasanya merupakan fasilitas yang ,mudah
ditemui di suatu Negara dengan kapsitas inap sangat besar untuk perawatan intensif
atau jangka panjang. Rumah Sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah,
Ruang bersalin, labolatorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bias
saja

bervariasi

sesuai

kemampuan

penyelenggaranya

(https://id.wikipedia.org/rumah_sakit, dia akses pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul
16:32 Wib).

46
Universitas Sumatera Utara

2.10 Kesejahteraan Sosial
Sebagai suatu sistem pelayanan sosial, Walter A. Friedlander mengemukakan
bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial
dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun
kelompok dalam mencapai standard hidup yang memuaskan, serta untuk mencapai
relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan
kemampuan-kemampuan mereka secara penuh, serta untuuk mempertinggi
kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat
( Wibhawa dkk, 2010 : 24).
Zastrow membedakan istilah kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi dan
sebagai suatu disiplin keilmuan. Berdasarkan rumusan dari The National Association
of Social Workers, sebagai suatu institusi, maka kesejahteraan sosial adalah suatu
sistem berkala nasional dari program-program, tunjangan atau dukungan-dukungan,
dan pelayanan-pelayanan, yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhankebutuhan meliputi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang
bersifat fundamental dalam upaya pemeliharaan masyarakat. Kesejahteraan sosial
sebagai suatu disiplin keilmuan merupakan kajian tentang badan-badan atau
lembaga-lembaga, program-program, personil, dan kebijakan-kebijakan yang
berfokus pada pelaksanaan pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu,
kelompok-kelompok dan komunitas.
Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan
bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa kesejahteraan sosial merujuk pada suatu

47
Universitas Sumatera Utara

kondisi, dengan kondisi mana manusia, baik individu, kelompok maupun komunitas
mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehingga dapat mencapai dan
menikmati hidup layak sebagai makhluk yang memiliki harkat dan martabat (Siagian
dan Suriadi, 2012 :107-108).
2.11 Kerangka Pemikiran
Kesehatan merupakan satu hal yang sangat berpengaruh bagi seluruh aspek
kehidupan manusia, terutama kemiskinan. Masyarakat miskin pada umumnya sangat
rentan terhadap berbagai penyakit yang menganggu kesehatan tubuhnya, sehingga
sudah selayaknya setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Namun pada kenyataannya, pelayanan kesehatan yang ada saat ini belum mampu
menjangkau seluruh masyarakat, hanya sebagian masyarakat yang dapat mengakses
pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya kurangnya
kemampuan secara ekonomi diakibatkan biaya kesehatan yang tergolong mahal.
Pemerintah telah membuat kebijakan terkait dengan akses pelayanan
kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia melalui program
Jaminan Kese