RITUAL TOLAK BALA BENCANA ALAM PADA ETNIK KARO DI DESA SIGARANG-GARANG KECAMATAN NAMAN TERAN KABUPATEN KARO.

ITUAL TOLAK BALA BENCANA ALAM PADA ETNIK KARO
DI DESA SIGARANG-GARANG KECAMATAN NAMAN TERAN
KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Antropologi

Oleh :
Nova Br Sembiring
311 31 220 33

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

ABSTRAK
Nova Br Sembiring, Nim : 311 31 220 33, Ritual Tolak Bala Bencana Alam Pada Etnik
Karo di Desa Sigarang-Garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Program

Studi Pendidikan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
Penelitian ini mengenai ritual tolak bala bencana alam pada etnik Karo di desa SigarangGarang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui
latar belakang upacara ritual tolak bala oleh etnik Karo di desa Sigarang-garang, mengetahui
makna ritual tolak bala, mengetahui proses upacara tolak bala yang dilakukan etnik Karo di
Sigarang-garang.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui
penelitian lapangan (field research) dengan teknik observasi dan wawancara. Informan
ditentukan secara purposive sampling. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini
adalah sibaso dua orang, kepala desa satu orang, masyarakat yang ikut dalam melaksanakan
ritual tolak bala tujuh orang dan masyarakat yang mengetahui pelaksanaan ritual tolak bala 11
orang.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa warga desa sigarang-garang melakukan ritual tolak
bala yang dilatarbelakangi oleh meletusnya gunung Sinabung. Ritual tolak bala dilakukan karena
ada anggapan bahwa gunung Sinabung meletus terkait dengan prilaku warga dan wisatawan
yang merusak lingkungan sekitar gunung yang dihuni roh-roh halus. Misalnya prilaku warga
yang memindahkan batu nini karo yang dianggap para guru sibaso atau dukun sebagai tempat
pemujaan terhadap penghuni gunung sinabung ke pinggiran kolam. Ritual tolak bala tersebut
mengandung makna adanya keinginan penduduk menjaga keselarasan budaya dengan
lingkungan alam tempat tinggalnya. Etnis Karo meyakini bahwa alam dan lingkungan selain
sebagai tempat hunian manusia, juga sebagai tempat hunian bagi makhluk-makhluk lainnya yang

hidup bebas. Proses ritual dimulai dengan musyawarah oleh para guru sibaso untuk menentukan
bentuk acara, waktu dilakukan, dan persiapan acara. Pada saat pelaksanaan dilakukan pertama
mengangkat batu nini karo ke tempatnya semula, lalu acara menari bersama dan erpangir.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ritual tolak bala bencana gunung
sinabung memiliki makna untuk mengingatkan warga desa sigarang-garang akan tradisi
penghormatan kepada nenek moyang dan menjaga keselarasan budaya dan lingkungan alam
Kata Kunci : ritual, tolak bala, gunung

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan Kasih
KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Program Studi
Pendidikan Antropologui Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Dalam memenuhi
persyaratan, maka penulis telah menyusunnya dengan judul “ritual tolak bala bencana alam pada
etnik Karo di Desa Sigarang-garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo”.
Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya melibatkan berbagai pihak. Dengan ketulusan
hati, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya serta dukungan yaitu
kepada :
1. Pimpinan Universitas Negeri Medan, Bapak Rektor Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd.
dan juga Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial Unimed, Bapak Dekan Dr. H. Restu, M.S

2. Pimpinan Progam Studi Pendidikan Antropologi, FIS Unimed, Dra. Puspitawati,
M.Si. Demikian juga dengan dosen pembimbing akademik saya, Ibu Dra. Trisni
Andayani, M.Si, dan juga dosen pembimbing skripsi saya, Bapak Drs. Payerli
Pasaribu, M.Si, dan Bapak Waston Malau, MSP dan Bapak Erond Litno Damanik,
M.Si sebagai penguji skripsi saya, dan Bapak/Ibu para dosen yang mengajar di Prodi
Pend. Antropologi. Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.
Tumpal Simarmata, M.Si dan Ibu Murni Eva Rumapea, M.Si karena telah
memberikan dukungan moral yang sangat berharga dalam kehidupan saya.
3. Kepada orang tua saya, Bapak R.Sembiring dan Ibu D. Br Purba, serta kepada adikku
Imelda Br Depari, Aprianta Depari, Angel br Depari, Kila H. Tarigan Silangit dan
Bibik L. Br Sembiring Depari di Barusjahe, Khusus kepada adinda Rika Pebrina Br

Tarigan Silangit, serta kepada keluarga besar Sembiring Depari di Namo Landur,
Kec, Namorambe yang telah memberikan semangat agar terselesaikannya kuliah
saya. Terima kasih atas doanya. Sehat ras mejuah-juah kita kerina.
4. Ucapan terima kasih kepada Kepala Desa Sigarang-garang Bapak Drs. Syarifudin
Sitepu beserta perangkat atas diijinkannya penelitian dan memberikan data desa, serta
para warga yang menjadi informan dalam penelitian. Secara khusus kepada informan
kunci saya Bapak Rusli Sitepu dan Sentosa Sitepu terima kasih.
5. Kepada abangda, Lamhot Turnip, S.Pd. terima kasih telah memberikan motivasi sejak

saya berada di bangku perkuliahan. Atas dukungan sangat berharga sehingga telah
berhasil saya menyelesaikan pendidikan di Unimed.
6. Sahabat saya JJM Crew, Morina Br Ginting, Lisna Perodika Br Barus, Lydia Claranta
Br Barus, Andini Nur F. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan stambuk
2011 secara keseluruhan, khususnya Ateng Nainggolan, Suraman Leo, Luhut Sinaga,
Firmando Banjarnahor, Roy Masda, Salpinus Purba, dan Rafael Sinaga. Terima kasih
atas dukungan teman-teman dalam organisasi IMKA, khususnya kepada Bg Arif
S.Ginting, S.Pd. Bg Mora H.S. Munthe, Bg Mesakh A. Surbakti, S.Pd. Terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan di masa PPL SMAN 2 Kabanjahe. Terima kasih
juga kepada Flen saya Lestari Br Manalu, Soni Septian Sitepu, Okstraviani Br
Pakpahan, Devi Susanti Br Ginting.
Penulis berharap tulisan ini bermanfaat kepada semua pihak yang membacanya baik
untuk tujuan pemahaman maupun untuk penelitian lebih lanjut. Meskipun demikian, penulis
menyadari masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu penulis juga berharap agar diberikan
saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Daftar Tabel
1. Tabel 1 : Sarana dan Prasarana .................................................................36
2. Tabel 2: Posko Pengungsian tahun 2010...................................................40
3. Tabel 3 : Posko Pengungsian tahun 2013..................................................47

4. Tabel 4: hari baik dalam kalender etnis karo untuk melakukan upacara
ritual ..........................................................................................................58

Daftar Lampiran

1.

Foto-Foto Hasil Penelitian

2. Pedoman Wawancara
3. Daftar Informan
4. Kalender Etnik Karo
5. Peta
6. Denah Desa Sigarang-garang

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang Masalah
Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada
karena ada masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud kebudayaan adalah adat istiadat

sedangkan kebudayaan adalah wujud nyata dari aktivitas dari adat istiadat yang berhubungan
dengan segala aspek kehidupan manusia baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain
sebagainya. Dalam masyarakat tradisional, kegiatan mengaktifkan kebudayaan itu antara lain
diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan upacara tradisional yang menjadi sarana sosialisasi bagi
kebudayaan yang telah dimantapkan lewat transformasi (pewarisan) tradisi. Salah satu tradisi
yang masih sering dilakukan oleh kelompok etnik di berbagai daerah adalah acara ritual.
Demikian halnya etnik Karo, terdapat berbagai bentuk upacara berupa ritual yang
berhubungan dengan kepercayaan religius. Menurut Bangun (2004:41) menyatakan walaupun
masyarakat Karo telah secara resmi telah dimasuki ajaran agama seperti agama Kristen
Protestan, Islam, Katolik, namun masih ditemui pada pemeluk agama tersebut adanya keterikatan
kepada kepercayaan tradisionalnya, seperti kepercayaan roh-roh nenek moyang dan benda-benda
yang dianggap keramat.
Masih banyak ditemui penjimatan, pergi ke goa-goa dan penghormatan kepada roh nenek
moyang dengan berbagai jenis upacara, adanya pengobatan tradisional dan lainnya. Hal ini
menunjukkan etnik Karo tidak dapat meninggalkan kepercayaan tradisionalnya meskipun
mereka telah memeluk agama yang melarang hal-hal tersebut. Kepercayaan etnik Karo kepada

yang dianggap mempunyai kekuatan gaib yang berdiam di suatu tempat dan mempunyai
kekuatan yang luar biasa.
Berkaitan dengan ritual tersebut yang merupakan kepercayaan pada hal-hal yang gaib dapat

membantu atau bahkan menghambat aktivitas yang harus diketahui. Kepercayaan seperti magi
merupakan bentuk perwujudan dari usaha masyarakat dalam menundukkan alam. Untuk dapat
menundukkan alam ini selalu dibarengi dengan magi dan ritual dalam rangka berhubungan
dengan sakral di sekitar gunung. Kedudukan magi dan ritual yang dikategorikan sebagai ranah
sakral dan gaib tidak dapat dicerna dengan logika, karena itulah diperlukan pendekatan lain yang
lebih aplikatif. Magi mengurusi masalah-masalah yang diabaikan sains atau yang tentangnya
sains tidak dapat dipergunakan.
Upacara ritual ini mengandung konsep kepercayaan terhadap adanya kekuatan alam yang
dilakukan sebagai usaha berdasarkan tradisi nenek moyang dalam mempercayai kekuatan gaib
yang tujuannya untuk mencarai jalan terbaik dalam meneruskan hidup sehari-hari agar dijauhkan
dari segala mara bahaya.
Ritual tolak bala merupakan salah satu tradisi etnik Karo yang sudah dilakukan sejak lama.
Meskipun telah menganut salah satu kepercayaan, ritual tolak bala masih ada juga dilaksanakan.
Misalnya ritual tolak bala karena selalu menderita penyakit dalam waktu yang lama, dilakukan
ritual mengganti nama supaya nama yang baru membawa kesembuhan. Ritual memberi makan
seorang perempuan yang sudah lama tidak mengandung supaya cepat mendapatkan anak atau
keturunan. Salah satu kegiatan magi seperti yang dimaksud adalah ritual tolak bala yang masih
mentradisi pada etnik Karo di sekitar Gunung Sinabung. Hal ini tampak pada peristiwa
meletusnya Gunung Sinabung.


Pada awalnya masyarakat tidak mengira bahwa Gunung Sinabung termasuk gunung yang
aktif dan berbahaya untuk lingkungan sekitarnya. Yang diketahui oleh masyarakat bahwa
Gunung Sinabung tersebut adalah gunung yang tidak aktif lagi karena telah pernah meletus
ribuan tahun yang lalu, oleh sebab itu dianggap tidak berbahaya dan tidak menjadi ancaman
seperti saat ini. Karena dalam pemikiran masyarakat tidak akan meletus lagi dan sebelumnya
juga tidak ada tanda-tanda akan meletus dalam beberapa waktu kemudian.
Bagi etnik Karo yang berdomisili di sekitar Gunung Sinabung khususnya desa Sigaranggarang tidaklah semata-mata sebagai bencana alam biasa. Tetapi terkait dengan adanya
kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang membuat gunung tersebut meletus. Salah satu reaksi
masyarakat terhadap letusan Gunung Sinabung adalah dengan menggelar acara ritual.
Acara ritual untuk memohon kepada yang dianggap berkuasa atas Gunung Sinabung
dilakukan disaat situasi dan kondisi masyarakat sekitar Gunung Sinabung sebelum mengungsi ke
kota Kabanjahe. Acara semacam ritual tersebut sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh
masyarakat Karo di Sigarang-garang memang dianggap sebagai sebuah tradisi.
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang lebih mendalam lagi terkait tentang ritual tolak bala pada etnik Karo di desa
Sigarang-garang.

1.2.Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, adapun masalah yang ditemukan antara lain :


a. Latar belakang dilaksanakannya ritual tolak bala di desa Sigarang-garang.
b. Pelaksanaan ritual tolak bala terkait meletusnya Gunung Sinabung.
c. Makna ritual tolak bala pada etnik Karo di desa Sigarang-garang.
d. Perangkat upacara ritual tolak bala dan pelaksanaannya.
e. Ritual tolak bala bencana alam pada etnik Karo di desa Sigarang-garang.

1.3. Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dari banyaknya masalah yang teridentifikasi,
maka saya membatasi masalahnya pada ritual tolak bala bencana alam pada etnik Karo di
Desa Sigarang-garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.

1.4. Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
:
a. Apa latar belakang upacara ritual tolak bala oleh etnik Karo di desa Sigarang-garang?
b. Apa makna ritual tolak bala oleh etnik Karo di desa Sigarang-garang?
c. Bagaimana proses upacara tolak bala dilakukan?

1.5.Tujuan Penelitian


Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui latar belakang upacara ritual tolak bala oleh etnik Karo di desa
Sigarang-garang.
b. Untuk mengetahui makna ritual tolak bala oleh etnik Karo di desa Sigarang-garang.
c. Untuk mengetahui proses upacara tolak bala yang dilakukan oleh etnik Karo di desa
Sigarang-garang.

1.6.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
a. Kegunaan teoritis : hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah penelitian yang
memperkaya khasanah Antropologi terutama antropologi agama yang spesifikasinya
adalah ritual dalam memahami etnik Karo tentang ritual tolak bala.
b. Kegunaan praktis : menambah informasi dan pengetahuan masyarakat Karo dalam hal
ritual tolak bala terhadap bencana alam dalam kaitannya membina hubungan sosial
maupun pelestarian alam.
c. Menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang ritual tolak bala oleh masyarakat
Karo di desa Sigarang-garang.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :

Agus, Bustanuddin. 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Akhirul, Tengku. 2012. Upacara Ritual Masyarakat Melayu Pesisir. Tesis. Pasca Sarjana
Unimed
Bangun, Pajung. 2004. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia dalam Koentjaraningrat.
Jakarta: Djambatan
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Dhavamony, Mariasusai. 1973. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius
Frazer, J.G. 2001. Animisme Agama. Dalam Daniel L. Pals. Seven The Theories Of Religious.
Alih Bahasa Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Qalam
Gintings, E. P. 1999. Religi Karo, Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru. Kabanjahe:
Abdi Karya
Gultom, Ibrahim. 2002. Eksistensi Budaya Ritual di Indonesia. Makalah yang Disampaikan
Pada Seminar Agama dan Kebudayaan di Berastagi. Kerjasama Departemen Sosial
Sumatera Utara dan NAD
Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara
Havilland, William A. 1993. Antropologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Koentjaraningrat. 1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia
Koentjaraningrat. 1985. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi II, (cetakan 2007). Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Moleong, Lexi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Muhaimin, A. G. 2001. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu
Prinst, Darwan. 2004. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis
Simanjuntak, BA. 2008. Jurnal Antropologi Sumatera. Medan: Unimed
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga penerbit FE: UI
Tarigan, Sarjani. 2010. Dinamika Peradatan Orang Karo. Medan: Balai Adat Budaya Karo
Indonesia

Tarigan, Sarjani. 2012. Mutiara Hijau Budaya Karo. Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia
Vreden berg, Jacob. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Yushar. 2007. Kepercayaan Magi dan Ritual Masyarakat Nelayan Melayu Labuhan Deli.
Tesis. Pasca Sarjana Unimed.

Sumber Internet:
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=etnik&varbidang=all&vardialek=all&varragam
=all&varkelas=all&submit=kamus/2015/02/24, 10.00
http://teguhimanprasetya.wordpress.com /2015/01/30, 13.00

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan :
1.

Latar belakang dilakukannya ritual tolak bala pada masyarakat desa Sigarang-garang
adalah :
Ritual tolak bala bencana Gunung Sinabung sebagai permohonan maaf karena
masyarakat sekitar tidak menghargai dan menghormati alam gaib yang ada di Gunung
Sinabung. Masyarakat maupun pengunjung terlalu ceroboh atau bertingkah tidak baik
ketika di sekitar Gunung Sinabung. Kealfaan warga Desa Sigarang-garang melakukan
ritual ke pemandian umum pancur pitu di desa Sigarang-garang. Ritual yang sebelum
tahun 2005 tetap dilakukan, namun setelah tahun 2005 tidak lagi dilakukan ritual oleh
warga. Dugaan beberapa dukun (Guru sibaso) bahwa digesernya batu nini Karo telah
membangkitkan amarah penghuni Gunung Sinabung, sehingga bentuk kemarahan itu
adalah meletusnya Gunung Sinabung.

2.

Proses dilakukannya ritual tolak bala bencana Gunung Sinabung yakni :
Guru sibaso yang dilibatkan dari beberapa desa berkumpul di desa Sigarang-garang.
Maka disepakati dibuat acara ritual penghormatan dan persentabin kepada penghuni Gunung
Sinabung dengan memindahkan batu nini Karo ke tempat semula. Acara yang pertama adalah

mempersembahkan rokok, sirih,jeruk purut, supaya pengangkatan batu nini Karo dengan
lancar dapat dipindahkan ke posisi semula.
Pemindahan batu nini Karo tidak berjalan mulus atau tahap pertama gagal dipindahkan.
Kemudian pemindahan batu nini Karo dilakukan terlebih dahulu permohonan maaf oleh
pemilik kolam yakni Bapak Sentosa Sitepu beserta istri. Suara musik, nyanyian dan tarian
turut mengantarkan batu nini Karo yang diangkat dengan beko. Batu nini Karo pun diberikan
minyak wangi, rokok oleh kaum laki-laki dan sirih oleh kaum perempuan. Setelah acara
pemindahan selesai, dilakukan acara erpangir (membasuh diri). Percikan air yang telah
diracik dari beberapa perangkat ritual seperti jeruk purut, bunga-bungaan dan mantra oleh
sang guru sibaso.
Setelah acara memindahkan batu dan menari bersama selesai, maka disepakati agar
pada acara ritual sekali lagi dalam waktu yang belum ditentukan akan dipersembahkan
kambing putih kepada penghuni Gunung Sinabung juga sebagai permohonan maaf karena
pada saat ini belum ada biaya untuk membeli kambing putih tersebut sebagai persembahan.

3.

Makna dilakukannya ritual Gunung Sinabung yaitu :

Kegiatan ritual tolak bala ini mengandung makna adanya keinginan penduduk menjaga
keselarasan budaya dengan lingkungan alam tempat tinggalnya. Etnik Karo meyakini bahwa
alam dan lingkungan selain sebagai tempat hunian manusia, juga sebagai tempat hunian bagi
makhluk-makhluk lainnya yang hidup bebas tanpa aturan yang dikembangkan manusia. Oleh
karena itu dibutuhkan aktivitas-aktivitas tertentu untuk menjaga keseimbangan alam, khususnya
keseimbangan antara makhluk manusia dengan makhluk-makhluk lain penghuni lingkungan

tertentu. Budaya Karo yang sejak dahulu mengenal beragam acara ritual untuk tujuan tertentu
kembali diaktifkan atau diingatkan pentingnya ritual melalui bencana Gunung Sinabung ini.

5.2. Saran
Adapun yang menjadi saran saya adalah agar masyarakat desa Sigarang-garang senantiasa
memiliki sikap ekstra hati-hati bilamana ada tanda atau gejala akan meletusnya Gunung
Sinabung. Bahwa terkait ritual tolak bala, maka alangkah baiknya agar untuk kedepannya jika
dilakukan ritual tolak bala disosialisaikan dengan baik dan penuh pertimbangan dari berbagai
pihak.
Masyarakat desa Sigarang-garang khususnya masih menginginkan agar dilakukan kembali
acara ritual mempersembahkan satu ekor kambing putih, namun akibat keterbatasan biaya
sehingga belum terlaksana. Oleh sebab itu kepada pemerintah daerah agar mempertimbangkan
permohonan warga sekitar Gunung Sinabung.
Saran kepada Pemerintah Daerah Karo, bahwa ritual tolak bala bukan hanya dilakukan pada
saat bencana Gunung Sinabung. Namun, jauh sebelum adanya agama yang diakui pemerintah,
berbagai ritual telah ada bagi masyarakat Karo. Dan ritual tersebut menjadi kekayaan budaya
Karo yang seyogianya pemerintah memberikan ruang untuk melestarikan ritual dengan
pertimbangan agar ritual dilakukam dengan dasar melestarikan budaya Karo.
Sebuah kebanggan bagi masyarakat Karo secara khusus jika pemerintah daerah bersinergi
dengan tokoh adat atau penetua adat dalam melestarikan budaya Karo sebagai kekayaan budaya
nasional Negara Indonesia.

Dokumen yang terkait

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

17 231 126

Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Lau Solu dalam Bidang Pertanian di Desa Lau Solu Kecamatan Mardinding Kabupaten Karo

2 93 113

Analisis Dampak Peningkatan Jalan Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo terhadap Pengembangan Wilayah

6 100 125

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi di Desa Kutarayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

9 83 126

Pemetaan Status Hara P dan K Pada Lahan Pertanian Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 27 151

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 18

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 45

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon - Respon Masyarakat Terhadap Program Pemulihan Tempat Tinggal Bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung Oleh Badan Naional Penanggulangan Bencana (BNPB) Di Desa Sigarang-Garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 0 30

Respon Masyarakat Terhadap Program Pemulihan Tempat Tinggal Bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung Oleh Badan Naional Penanggulangan Bencana (BNPB) Di Desa Sigarang-Garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 0 15