Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau
Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub family bovidae yang
berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari India. Kerbau
domestikasi atau water buffalo berasal dari spesies bubalus arnee. Spesies kerbau
lain yang masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer
(Hasinah dan Handiwirawan, 2006)
Ada dua bangsa kerbau yang diternakkan di dunia, yaitu kerbau lumpur
(Swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau lumpur memiliki 48
pasang kromosom dan kerbau sungai memiliki 50 pasang kromosom, walaupun
berbeda dalam jumlah kromosom, tetapi perkawinan keduanya menurunkan
keturunan yang juga fertile baik pada jantan maupun betina, hanya diduga bahwa
daya reproduksi crossbreed tersebut lebih rendah dari masing-masing tetuanya
(Talib, 2008).

Habitat Kerbau
Kerbau diketahui memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
kerbau. Handiwirawan (2006) menyatakan bahwa kerbau dapat hidup di kawasan
yang relatif sulit dalam keadaan pakan yang kurang baik. Kerbau juga dapat
berkembangbiak dalam rentang agroekosistem yang luas dari daerah yang basah
sampai daerah yang relatif kering. Kehidupan kerbau dipengaruhi oleh iklim

secara mikro dan keadaan lingkungan (Fahimuddin, 1975).
Kerbau adalah mamalia besar, kuat, berwarna gelap, dan bertanduk besar.
Kerbau liar biasanya hidup dalam kelompok yang berisikan beberapa ekor dan

5
Universitas Sumatera Utara

senang tinggal di dekat air karena senang berlumpur. Kerbau air ditemukan di
daerah basah Asia. Hanya sedikit yang masih liar, karena kebanyakan dipelihara
manusia untuk membantu diladang (Farndon, 2008).
Kerbau termasuk hewan primitive yang memiliki leher panjang, sanggup
hidup dengan makanan yang sangat sederhana, cenderung hidup dan berkembang
biak daerah yang cukup air. Dengan potensi ini, kerbau kerbau merupakan ternak
yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam mencerna serat kasar
dibanding dengan ruminansia lain (Murtidjo, 1989).

Ciri-Ciri Kerbau Lumpur
Murti (2002) menguraikan sistematika kerbau sebagai berikut :
Kelas : mamalia ,Ordo : ungulata , Sub ordo : ortiodactyla , Family : bovidae ,
Sub family : bovinae ,Genus : bos , Sub genus : bubalus.

Fahimuddin (1975) mengklasifikasikan kerbau menjadi dua tipe yaitu
kerbau sungai (river buffalo) dan kerbau rawa atau kerbau lumpur
(swamp buffalo). Kerbau sungai merupakan kerbau tipe penghasil susu,
sedangkan kerbau lumpur sebagai kerbau tipe pedaging (Murti, 2002).
Penampilan kerbau sungai yaitu badan dan muka panjang, warna kulit hitam
legam, rambut sangat jarang yang berwarna putih meski sering ditemukan
dibagian kepala, muka dan bulu ekor (Fischer, 1975 dalam Soedarsono, 1989).
Kerbau Rawa (Bubalus bubalis Linn.) merupakan salah satu komoditas
peternakan yang potensial dalarn hal penyediaan daging karena pada kondisi
pakan berkualitas rendah, mampu mencerna serat kasar lebih baik dari ternak
kerbau (Cockrill,1974). Kerbau juga mempunyai persentase karkas yang relatif
tinggi yaitu 40–47% (Kristianto, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Penampilan umum kerbau lumpur yaitu memiliki tubuh yang pendek dan
gemuk (stocky animal), lingkar dada besar, kaki pendek dan lurus. Warna yang
menutupi tubuh kerbau lumpur adalah abu-abu dengan bercak putih pada bagian
permukaan atas leher diatas brisket, warna kulit kebiruan sampai abu-abu hitam,
kadang terdapat warna albino (Murti, 2002), sedangkan tanduk, kuku serta bulu

berwarna hitam (Toelihere, 1981).
Populasi ternak kerbau didunia sekitar 176,4 juta ekor tersebar di 129
negara. Dimana 167,4 juta (95%) terdapat di Asia. Populasi kerbau lumpur di
Indonesia sebesar 2,2 juta dan sebanyak 6% dari total populasi kerbau dunia.
Sedangkan populasi kerbau sungai di Indonesia hanya 1000 ekor yang terdapat di
sumatera utara dan merupakan jenis kerbau murah nilli-ravi. Secara umum
populasi kerbau di Indonesia mengalami penurunan sebesar 8% antara tahun
2002 dan 2006. Meskipun dibeberapa provinsi meningkat seperti sumatera utara
(Ditjennak, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Data populasi ternak kerbau yang ada di Sumatera Utara
No

Kabupaten /Kota
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

25
26
27
28
29
30
31
32
33

Nias
Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi

Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang
Hasundutan
Pakpak Bharat
Samosir
Serdang Bedagai
Batu Bara
Padang Lawas Utara
Padang Lawas
Labuhan Batu
Selatan
Labuhan Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematang Siantar

Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Padang Sidempuan
Gunung Sitoli
Jumlah

Kerbau
Jumlah (ekor)
Jantan
Betina
52
105
157
584
932
1516
277
236
513

2.093
5.976
8.069
2.616
5.975
8.591
2.583
7.872
10.455
49
64
113
271
550
821
3.335
2.118
5.453
954
1.672

955.672
2.066
1.472
3.538
967
1.923
968.923
746
969
1715
28
42
70
2.899
460
6.129
163
153
1.75
1.723


6.524
1.05
18.024
268
345
2950
3740

9.423
461.05
24.153
431
498
2951.75
3741.723

90
74
13

2

157
159
22
3

247
233
35
5
0
7
159
6
281
114
180
18
95.753

-

94
2
49
38
129
5
30.394

7
65
4
232
76
51
13
65.359

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2014

Universitas Sumatera Utara

Tabel . Populasi ternak kerbau di kabupaten Tapanuli Utara tahun 2014
No
Kecamatan
Jumlah Kerbau (ekor)
1 Tarutung
285
2 Sipoholon
824
3 Sipahutar
1.38
4 Pangaribuan
1.057
5 Garoga
43
6 Pahae Jae
18
7 Pahae Julu
3
8 Adian Koting
37
9 Parmonangan
760
10 Pagaran
901
11 Siborongborong
2.785
12 Muara
976
13 Purba Tua
37
14 Simangumban
12
15 Siatas Barita
128
Jumlah
9.246
Sumber : Dinas Perikanan Dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara, 2014

Tanda-Tanda Berahi Kerbau
Toelihere (1981) menyatakan bahwa tanda - tanda birahi pada ternak
kerbau adalah vulva membengkak dan mengeluarkan lendir berwarna bening pada
sore hari setelah digembalakan. Pengeluaran lendir tersebut akan terlihat lebih
jelas lagi ketika kerbau dalam keadan berbaring, karena perut yang tertekan akan
mendorong keluarnya lender tersebut yang akan jatuh ke tempat berbaring. Tetapi
jika lantainya tanah maka sesudah beberapa menit akan terserap oleh tanah dan
bekas lendir sudah tidak kelihatan lagi.
Umumnya berahi pada kerbau terjada pada saat menjelang malam sampai
agak malam den menjelang pagi atau subuh atau lebih pagi (Toilehere, 2001).
tanda-tanda berahi dan akativitas perkawinan pada kerbau mesir pada umumnya
terjadi pada malam hari. Pada saat seperti ini umumnya kerbau-kerbau betina di
Indonesian

sedang

berada

dalam

kandang

yang

tertutup

yang

tidak

Universitas Sumatera Utara

memungkinkan terjadinya perkawinan. Tanda-tanda berahi pada kerbau,
umumnya tidak tampak jelas (Subiyanto, 2010). Sifat ini menyulitkan pada
pengamatan berahi untuk program inseminasi buatan. Meskipun fenomena ini
bisa diatasi dengan menggunakan jantan, namun kelangkaan jantan dan sistem
pemeliharaan yang terkurung memungkinkan perkawinan tidak terjadi.

Saat Perkawinan Yang Tepat ternak Kerbau
Faktor yang harus diperhatikan dalam mengawinkan ternak kerbau adalah
sebagai berikut.
a. Hanya kerbau yang sudah mencapai dewasa yang cocok untuk dikawinkan,
yaitu kerbau jantan berumur 2,5 tahun, dan betina berumur 18-20 bulan.
b. Keadaan tubuh kerbau jantan maupun betina betul-betul sehat, dan tidak dalam
keadaan lemah.
c. Perkawinan dilaksanakan ketika betina memperlihatkan indikator (tandatanda) birahi, yaitu tampak gelisah, apabila dikerjakan tidak penurut,
melenguh-lenguh secara berantai, nafsu makan berkurang, alat kelamin luar
(vulva) bengkak memerah dan biasanya mengeluarkan cairan bening, dan
selalu berusaha mendekati kerbau jantan.
d. Mengawinkan pada saat yang tepat, yaitu kerbau betina nampak birahi pada
pagi hari (sebelum dikerjakan) sore hari itu juga (sesudah pukul 14.00)
dikawinkan atau bila berhalangan besok pagi-pagi dapat dikawinkan. Saat
perkawinan yang tepat pada ternak kerbau dapat dilihat pada Tabel 2.
e.

Siklus birahi pada kerbau umumnya berkisar 21 hari sekali, sedangkan
lamanya birahi lebih kurang 36 jam (Rahmat, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Saat perkawinan yang tepat ternak kerbau
No

Waktu birahi

1

Pagi hari s/d pukul 10.00

2

Siang hari s/d pukul 13.00

3

Sore s/d malam hari

Saat
perkawinan Yang terlambat
yang tepat
Siang hari
Jangan lebih dari 6
jam setelah tandatanda birahi
Sore hari
Jangan lebih dari 6
jam setelah tandatanda birahi
Malam hari itu juga
Jangan lebih dari 6
jam setelah tandatanda birahi

Sumber: Rahmat (2003)

Daya Reproduksi
Daya reproduksi didefinisikan sebagai kemampuan seekor ternak untuk
menghasilkan anak selama hidupnya. Berdasarkan informasi dari responden
bahwa kerbau rawa selama masa hidupnya mampu menghasilkan 5-10 ekor anak.
Jika beranak pertama terjadi pada umur empat tahun dan calving interval 1,5
tahun maka kerbau rawa mampu hidup lebih dari 20 tahun. Kerbau rawa mampu
menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya, dan bisa hidup sampai 25 tahun
Cockrill (1976),

Siklus Estrus Pada Ternak Kerbau
Sistem reproduksi hewan betina yang telah mengalami dewasa kelamin
biasanya mengalami perubahan secara teratur yang disebut siklus estrus. Lamanya
waktu siklus estrus pada seekor hewan dihitung mulai dari munculnya estrus
sampai muncul estrus lagi pada periode berikutnya (Suardi, 1989). Siklus estrus
kerbau yaitu 21 hari dengan kisarannya 18-24 hari. Frandson (1992) menyatakan

Universitas Sumatera Utara

siklus estrus dibagi menjadi beberapa fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan
diestrus.
Salah satu cara untuk mengatasi problema sulitnya deteksi estrus yaitu
dengan cara penerapan teknik sinkronisasi estrus, baik dengan menggunakan
sediaan progesteron atau prostaglandin FGF2 (De rensis dan Lo´Pez, 2007).
Sinkronisasi umumnya dilakukan dengan menggunakan hormon prostaglandin
atau progesteron, yang keduanya bertujuan memanipulasi agar terjadi penurunan
hormone progesteron ke level terendah (Macmillan et al.,2003). Para peneliti
lainnya menyatakan bahwa kerbau rawa Thailand memiliki siklus berahi 21 hari
sedangkan di Philipina siklus berahi kerbau rawa selama 20 hari (Guzman, 1980).
Intensitas estrus pada kerbau dan kerbau dinilai berdasarkan perubahan
vulva yaitu berwarna kemerahan, pembengkakan dan kenaikan suhu; lendir
tembus pandang dari vulva (Toelihere, et al, 1997); dan perubahan tingah laku
yaitu menguak, saling menaiki, mengangkat ekor bila vulva diraba. Waktu estrus
pada umumnya mempunyai kisaran 12-40 jam dengan rata-rata adalah 24 jam
(Murti, 2002). Waktu untuk mendeteksi gejala estrus kerbau lumpur sebaiknya
dilakukan antara pukul 05.00-06.00 dan 17.00-19.00. Gejala saling menaiki
terlihat pada waktu fajar sedangkan lendir vulva keluar pada waktu pagi hari dan
sore hari (Toelihere, 1981).
Prostaglandin F2α
Satu cara untuk melakukan tehnik sinkronisasi estrus adalah dengan
menggunakan hormon prostaglandin F2α. Prinsip pemberian prostaglandin F2α
adalah melisiskan atau meregresi corpus luteum (CL) diikuti penurunan sekresi
progesteron sehingga akan menyebabkan perubahan pada siklus reproduksi.

Universitas Sumatera Utara

Perubahan tersebut menyebabkan siklus estrus yang baru yang dimulainya
pertumbuhan folikel dalam ovarium, selanjutnya setelah folikel masak akan
mengalami ovulasi yang didahului dengan timbulnya gejala estrus
(Husein dan kriddli, 2003).
Prostaglandin F2α sebagai hormon luteolitik telah banyak diteliti dan
dipakai untuk menggertak berahi dan mengendalikan siklus berahi beberapa jenis
ternak. Penggunaan PGF2α untuk penyerentakan berahi pada ternak
(Toelihere, 1981). PGF2α bekerja melisis CL, akibatnya hambatan dari
progesteron yang dihasilkan oleh CL terhadap hormon gonadotrophin hilang,
sehingga terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel. Karena yang dilisis adalah
CL maka pemberian PGF2α untuk pengendalian berahi hanya bisa dilakukan jika
CL sudah terbentuk. Oleh sebab itu penyuntikan dosis tunggal untuk
penyerentakan berahi tidak akan menjamin seluruh hewan bisa berahi sekaligus.
Agar semua hewan bisa birahi dalam priode waktu yang hampir bersamaan
dilakukan penyuntikan kedua yaitu 11 atau 12 hari setelah penyuntikan pertama
(Chohan 1998).
Respon pemberian hormone prostaglandin (PGF2α) terhadap ternak yang
mempunyai siklus teratur, dimana selalu ada CL (korpus luteum) dalam fase
lutealnya (sekitar 17 hari dari masa siklus estrus 21-22 hari), akan efektif, karena
prostaglandin akan melisiskan CL. Penurunan kadar progesterone yang drastis
karena regresinya CL, akan memberikan feedback negatif yang memicu
hipotalamus memproduksi hormon gonadoropin, yang kemudian merangsang
hipofisa anterior untuk mensekresi hormon FSH, LH. FSH merangsang
perkembangan folikel yang pada akhirnya meningkatkan sekresi estroegen yang

Universitas Sumatera Utara

merangsang terjadinya estrus. LH akan merangsang terjadinya ovulasi dari folikel
preovulatori (Hafez, 1993).
Pemberian PGF2α dapat dilakukan secara intramusculer atau secara
intrauterin. Pemberian secara intramuscular mudah dilakukan yaitu dengan cara
injeksi, namun dosis yang diperlukan cukup besar. Pemberian secara intrauterin
hanya diperlukan dosis yang jauh lebih rendah, namun memerlukan keterampilan
khusus. Penggunaan prostaglandin sintetis (estrumate) sebanyak 2 ml secara
intramusculer sangat efektif untuk tujuan menyerempakkan estrus kerbau, dimana
pemberian estrumate mengakibatkan penurunan level progesteron dari 1,90 gg/ml
menjadi 0,05 gg/ml setelah dua hari penyuntikan dan sebagian besar kerbau
menunjukkan gejala estrus dua hari setelah pemberian estrumate.
(Situmorang dan Sitepu, 1991).
Gertak Birahi
Sinkronisasi estrus adalah usaha manusia agar seekor atau sekelompok
hewan mengalami estrus sesuai dengan waktu yang diinginkan (Suardi, 1989),
sehingga memudahkan observasi deteksi estrus, dapat menentukan jadwal
kelahiran, menurunkan usia pubertas pada

kerbau dara, penghematan dan

efisiensi tenaga kerja inseminator (Husnurrizal, 2008).
Penyerentakan birahi adalah suatu teknik agar seekor atau sekelompok
ternak mengalami berahi sesuai dengan waktu yang diinginkan. Dengan cara ini
sekelompok ternak dapat dimunculkan berahinya secara serentak atau hampir
bersamaan. Penyerentakan berahi dilakukan dengan tujuan efisiensi dan
penyesuaian produksi dengan kebutuhan pasar. Bila berahi muncul serentak,
musim perkawinan dapat dipersingkat sehingga dapat menghemat biaya terutama

Universitas Sumatera Utara

bila perkawinan dilakukan dengan menggunakan teknologi IB. Menurut
Macmillan dan Burke (1996) dengan penyerentakan birahi dalam kelompok
ternak, dapat diperkirakan waktu birahi dan ketepatan pelaksanaan IB sehingga
dapat meningkatkan efisiensi reproduksi.
Inseminasi Buatan Pada Ternak
Inseminasi buatan (IB) adalah salah satu teknologi reproduksi yang telah
dan sedang diprogramkan oleh pemerintah dalam rangka pembangunan
peternakan sebagai upaya peningkatan produktivitas ternak demi meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani peternak. Melalui teknologi ini peternak
dapat memiliki ternak yang berkualitas tanpa harus memiliki pejantan unggul
(Salisbury dan Vandemark, 1985).
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu teknologi reproduksi
yang mampu dan telah berhasil untuk meningkatkan perbaikan mutu genetik
ternak, sehingga dalam waktu pendek dapat menghasilkan anak dengan kualitas
baik dalam jumlah yang besar dengan memanfaatkan pejantan unggul
(Susilawati, 2011).
Teknik IB merupakan salah satu penunjang keberhasilan IB. Hal ini
memerlukan deteksi dan pelaporan berahi yang tepat sehingga inseminasi dapat
dilakukan pada waktu yang tepat pula. Demikiam juga teknik inseminasi yang
dilakukan secara cermat oleh petugas terampil, dan hewan betina yang sehat
dalam kondisi reproduksi yang optimal sangatlah penting. Semen harus
dideposisikan ke dalam saluran kelamin betina pada tempat dan waktu yang
terbaik untuk memungkinkan pertemuan antara spermatozoa dan ovum serta
berlangsungnya proses pembuahan (Ditjen Peternakan, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Salisbury dan Vandemark

(1985) mengatakan bahwa waktu optimum

untuk inseminasi selama atau sesudah estrus adalah dari pertengahan estrus
sampai 6 jam sesudah puncak berahi. Bila dikawinkan lebih awal atau lebih
lambat menyebabkan kebuntingan menjadi lebih kecil.
Inseminasi dilakukan pada pagi hari menghasilkan CR lebih tinggi
dibandingkan dengan yang diinseminasi pada sore hari. Pada peternakan komersil,
di mana semua hewan yang disinkronisasi untuk estrus, diinseminasi pada sore
hari menghasilkan CR lebih tinggi dibandingkan di pagi hari. Hal ini juga diduga
karena diantara teknisi

IB, tingkat pendidikan dan pekerjaan non-IB

mempengaruhi CR. Teknisi yang telah lulus dari sekolah tinggi memiliki CR lebih
tinggi daripada mereka yang hanya sekolah dasar pendidikan dan mereka yang
bekerja waktu penuh pada IB memiliki CR lebih tinggi dari CR yang bekerja
paruh waktu (Toleng, 1999).
Pada waktu IB ternak harus dalam keadaan berahi karena pada saat itu
liang leher rahim (serviks) pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya
konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari berahi
telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah permulaan berahi: 44%
pertengahan berahi: 82%, akhir berahi : 75%, 6 jam sesudah sesudah berahi :
62,5%, 12 jam sesudah berahi: 32,5%, 18 jam sesudah berahi : 28% dan 24 jam
sesudah berahi : 12% (Windiana, 1986).
Conception Rate (CR)
Conception Rate (CR) adalah persentase kerbau betina yang bunting pada
inseminasi pertama. Angka konsepsi ini ditentukan dengan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

kebuntingan. Angka ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kesuburan betina,
kesuburan pejantan dan teknik IB (Feradis, 2010).
Angka konsepsi dapat ditentukan berdasarkan hasil diagnose dengan
palpasi rektal dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. Suatu
pemeriksaan kebuntingan secara tepat dan dini sangat penting bagi program
pemulia biakan ternak (Partodiharjo 1982).

Kesanggupan untuk menentukan

kebuntingan secara tepat dan dini perlu dimiliki oleh setiap dokter hewan
lapangan atau petugas pemeriksaan kebuntingan (BBPTU, 2009). Menurut
Toelihere (1993) CR tebaik mencapi 60-70%, sedangkan untuk ukuran Indonesia
dengan mempertimbangkan kondisi alam, manajeman dan distribusi ternak yang
menyebar sudah dianggap baik jika nilai CR mencapai 45-50%. Selain itu,
rendahnya nilai CR dipengaruhi oleh kualitas maupun fertilitas semen beku,
ketrampilan dan kemampuan inseminator dan kemungkinan adanya gangguan
reproduksi pada kerbau betina.
CR adalah perbandingan antara jumlah induk yang bunting dengan seluruh
induk yang di kawinkan atau di inseminasi atau persentase hewan yang bunting
pada IB pertama (Toelihere, 1981). Selanjutnya ditambahkan angka konsepsi
dalam peternakan yang baik adalah 60% untuk inseminasi pertama dan 90%
kebuntingan pada inseminasi ketiga ( Partodiharjo, 1992).
Faktor Kegagalan Inseminasi Buatan
Kegagalan inseminasi dapat juga akibat dari pembuahan dini dan kematian
embrio. Kegagalan pembuahan dini disebabkan oleh kelainan anatomi saluran
repropduksi, kelainan ovulasi, sel telur yang abnormal, sel mani yang abnormal,
dan kesalahan pengelolaan reproduksi. Faktor yang mempengaruhi kematian

Universitas Sumatera Utara

embrio dini disebabkan oleh kelainan genetik, penyakit, lingkungan dalam
saluran reproduksi yang tidak serasi, dan adanya gangguan hormonal
(Hardjopranjoto, 1995).
Penilaian keberhasilan IB dapat dihitung melalui pengamatan yaitu (a)
Angka konsepsi atau conception rate adalah persentase betina yang bunting pada
inseminasi pertama. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosis
kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. Agka konsepsi
merupakan cara penilaian fungsi daya fertilisasi dari contoh semen. Angka
konsepsi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya fertilitas dan kualitas
semen, ketrampilan inseminator, peternak serta kemungkinan adanya gangguan
reproduksi atau kesehatan hewan betina. (b) Jumlah inseminasi per kebuntingan
atau service per conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi yang
dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi
(Toelihere, 1985).
Keberhasilan dan kegagalan IB dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut diantaranya; peternak, petugas dan ternak kerbau betina
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB yaitu; kualitas semen,
kualitas oocyt, waktu IB, kompetensi inseminator, penanganan dan deposisi
semen saat IB. Peternak berperan dalam hal deteksi dini dari gejala estrus
(Roelofs et al., 2010).
Pengaruh umur terhadap fertilitas kerbau betina dan kerbau jantan sulit
untuk diketahui karena faktor penyebabnya sangat kompleks dan banyak. faktor
lingkungan seperti musim setiap tahunnya, faktor tatalaksana dan faktor makanan

Universitas Sumatera Utara

berpengaruh terhadap kelompok umur kerbau tertentu lebih daripada kelompok
umur lainnya (Salisbury dan Vandenmark, 1985).
Body Condition Score
Body Condition Score adalah metode untuk memberi nilai kondisi tubuh
ternak baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak tubuh
dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul. BCS digunakan
untuk mengevaluasi manajemen pemberian pakan, menilai status kesehatan
individu ternak dan membangun kondisi ternak pada waktu manajemen ternak
yang rutin. BCS telah terbukti menjadi alat praktis yang penting dalam menilai
kondisi tubuh ternak karena BCS adalah indikator sederhana terbaik dari
cadangan lemak yang tersedia yang dapat digunakan oleh ternak dalam periode
apapun (Susilorini, Sawitri dan Muharlien, 2007).
Body Condition Score (BCS) kerbau betina yang akan di IB merupakan
salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan. Body Condition Score ideal dari
kerbau betina yang akan di IB adalah 2,5-3 dari skala 1-5. Beberapa penelitian dan
literature menyatakan bahwa BCS < 2,5 dari skala 1-5 merupakan representasi
dari kekurangan nutrisi, yang salah satu manifestasinya adalah penurunan fungsi
dan efisiensi reproduksi (Arthur et al., 2001)
Pakan ternak Kerbau
Pada umumnya pakan ternak kerbau terdiri atas hijauan makanan ternak
(HMT), limbah pertanian, dan penguat (konsentrat). Komponen makanan ternak
kerbau berdasarkan bahan-bahan yang mudah didapatkan disetiap daerah,
misalnya susunan pemberian pakan ternak kerbau untuk tiap ekor dengan bobot
300 kg dalam sehari terdiri sebagai berikut. Rumput segar (hijauan) 20 kg, jerami

Universitas Sumatera Utara

padi hasil pengolahan 7 kg, dedak halus 2,3 kg, kacang-kacangan segar 0,5 kg,
garam 100 gr, vitamin dan mineral 60-80 gr (Rahmat,2003)
Makanan dapat menyebabkan infertilitas melalui hipotalamus dan pituitari
anterior yang akan mempengaruhi fungsi endokrin, transport sperma, fertilisasi,
pembelahan sel awal, dan perkembangan embrio dan fetus. Pengaruh yang
menonjol dari defisiensi pakan yaitu terhentinya aktivitas siklus reproduksi,
adanya birahi tenang, kelainan ovulasi, kegagalan konsepsi, dan kematian embrio.
Kerbau dara paling sensitif terhadap kekurangan nutrisi pada tingkat akhir
kebuntingan pertama jika mereka belum mencapai kematangan fisik. Hal ini
diperlihatkan dengan keterlambatan berahi post partus dan angka konsepsi yang
rendah pada servis pertama (Arthur et al., 1989).
Kebutuhan nutrisi yang seimbang sangat penting untuk kelangsungan
reproduksi kerbau. Menurut Winugroho (2002) jika defisiensi nutrisi berupa
protein, energi, mineral dan vitamin akan menyebabkan late estrus, silent heat
hingga anestrus. Kekurangan protein menyebabkan timbulnya berahi yang lemah,
berahi tenang, anestrus, kawin berulang (repeat breeding), kematian embrio dini,
absorbsi embrio yang mati oleh dinding uterus, kelahiran anak yang lemah atau
kelahiran prematur. Selain pengaruh nutrisi, defisiensi dan ketidakseimbangan
mineral juga berpengaruh terhadap kawin berulang, aktivitas ovarium, dan
rendahnya efisiensi reproduksi.
Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi, diantaranya:
protein, vitamin A, dan mineral/vitamin (phosphor, kopper, kobalt, manganese,
iodine, dan selenium) (Departemen Pertanian, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Kecermatan peternak dalam mendeteksi berahi pertama yang muncul pada
ternak yang selanjutnya dimasukkan kedalam program perkawinan. Program
perkawinan ini harus benar-benar diperhitungkan karena pubertas atau dewasa
kelamin umumnya terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai, sehingga hewan betina
harus menyediakan makan untuk perkembangan dan pertumbuhan tubuhnya dan
tubuh anaknya. Hewan betina muda yang baru mengalami dewasa kelamin
membutuhkan lebih banyak makanan dibandingkan dengan hewan betina yang
sudah mencapai dewasa tubuh (Toelihere, 1985).
Inseminator
Petugas IB atau inseminator mempunyai kontribusi terhadap keberhasilan
IB. Inseminator harus mempunyai pengetahuan yang berhubungan dengan tingkah
laku seksual, perubahan temperatur tubuh, dapat menentukan perubahan pada
saluran reproduksi betina terutama vulva, vagina dan cervix kerbau betina dari
setiap fase siklus estrus, serta keterampilan melaksanakan IB
(Roelofs et al., 2010). Pengetahuan dan keterampilan inseminator tersebut dapat
digunakan untuk menentukan waktu IB yang tepat. Ketepatan waktu IB
merupakan salah satu faktor menentukan keberhasilan fertilisasi
(Arthur et al., 2001)
Faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan IB adalah
mendeteksi berahi karena tanda-tanda berahi sering terjadi pada malam hari. Oleh
karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian berahi dengan baik dengan
mencatat siklus berahi semua kerbau betinanya (dara dan dewasa) dan Petugas IB
harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda berahi
(Ditjen Peternakan, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

2 22 59

Peningkatan Produktivitas Kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) di Indonesia melalui Kegiatan Pemuliaan Ternak Berkelanjutan (Review).

0 0 10

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

1 1 10

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 2

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

1 1 4

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 3

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Ternak Kerbau Lumpur (Swamp buffalo) dengan Sinkronisasi Estrus di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 5

Identifikasi Karakteristik Ternak Dalam Penentuan Harga Jual Kerbau Di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 2 13

Identifikasi Karakteristik Ternak Dalam Penentuan Harga Jual Kerbau Di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 2

Identifikasi Karakteristik Ternak Dalam Penentuan Harga Jual Kerbau Di Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

1 3 3