Flypaper Effect Pada Unconditional Grant Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi selalu menjadi sasaran utama dalam sistem
pemerintahan setiap negara.
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses
kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan
pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu
negara. Untuk mencapai pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya
sebagai pemberdayaan segala potensi dan sumber daya yang terdapat disetiap
regional suatu negara dengan tetap menjalin hubungan dengan pemerintah pusat
dan sektor swasta. Oleh karena itu, pembangunan sebaiknya difokuskan di setiap
daerah sehingga pelaksanaan pembangunan tersebut diserahkan pada masingmasing daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Nurmayasari, 2010).
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
pemerintahan daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut dilaksanakan untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya (kecuali
urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah) di mana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan Sumber Daya Alam, dan sumber daya lainnya agar terjadi
Universitas Sumatera Utara
kemandirian disetiap daerah yang dapat mengurangi beban pada pemerintahan
pusat. Undang-Undang tersebut juga memberikan penegasan bahwa setiap daerah
memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya yang akan
dibelanjakan
dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan, dan kemampuan
terhadap daerahnya.
Pelaksanaan kebijakan pemerintah di Indonesia tentang
otonomi daerah dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001 sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, kemudian diperbarui menjadi UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Melalui
kebijakan
pemerintahan
tentang
otonomi
daerah,
maka
pemerintahan derah diberikan wewenang untuk mengelola keuangan yang lebih
luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada tiap daerahnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah masing-masing. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Alokasi
Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2006) secara umum
Dana Alokasi Khusus (DAK) digolongkan ke dalam bentuk conditional grants
atau biasa disebut dengan transfer bersyarat, sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH)
dan Dana Alokasi Umum (DAU) digolongkan ke dalam bentuk unconditional
grants atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
Transfer tanpa syarat (unconditional grant) ditujukan untuk menjamin
adanya pemerataan dalam kemampuan fiskal antardaerah, sehingga setiap daerah
dapat melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri pada tingkat yang layak.
Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal yang bersifat
horisontal (horizontal equalization). Ciri utama dari transfer ini adalah daerah
memiliki keleluasaan (diskresi) penuh dalam memanfaatkan dana transfer ini
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangannya sendiri atau sesuai dengan aturan
apa yang menjadi prioritas daerahnya (Iskandar, 2012)
Transfer atau yang disebut juga dengan grants dari pemerintahan pusat
merupakan sumber dana utama pemerintahan daerah untuk membiayai operasi
utamanya
sehari-hari,
yang
oleh
pemerintahan
diperhitungan sebagai Anggaran Pendapatan dan
daerah
dilaporkan
dan
Belanja Daerah (APBD).
Adanya transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan
ekonomi daerah dalam memenuhi kebutuhan belanja derahnya agar terciptanya
stabilitas terhadap aktivitas perekonomian di daerah (Iskandar, 2012). Anggaran
pemerintah daerah merupakan cerminan dari kekuatan perekonomian yang tidak
luput dari pengawasan masyarakatnya ataupun publik (Huddleston, 2005).
Semakin besar transfer pemerintahan menunjukkan bahwa adanya ketergantungan
pemerintah daerah yang lebih tinggi dalam memenuhi belanja daerahnya sendiri,
dan semakin kecil
transfer pemerintahan
menunjukkan bahwa
adanya
ketergantungan pemerintah daerah akan lebih kecil dalam memenuhi belanja
daerahnya pula (Kang dan Setiawan, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahunnya dalam APBN.
Didalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah
dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah
lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang secara lengkap mengatur mengenai dana
perimbangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.
Selain dana perimbangan, pemerintahan daerah mempunyai sumber
pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD.
PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber utamanya adalah pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. PAD ini bertujuan untuk memberikan
keleluasaan bagi daerah untuk menggali pendanaan seperti belanja daerah, serta
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan
dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi,
keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah.
Didalam pelaksanaannya, salah satu fenomena yang paling mencolok dari
otonomi daerah di Indonesia adalah ketergantungan pemerintah daerah yang
tinggi terhadap pemerintah pusat pada aspek keuangan. Alokasi transfer (grants)
pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat kepada
Universitas Sumatera Utara
pemerintah
daerah
kurang
memperhatikan
kemampuan
daerah
dalam
mengoptimalkan sumber-sumber pendanaannya. Akibatnya, pemerintah daerah
akan selalu menuntut transfer yang besar dari pemerintah pusat, bukannya
memaksimalkan kapasitas fiskal daerah (potensi fiskal) untuk memenuhi
kebutuhan daerahnya. Ketergantungan ini akan menimbulkan rendahnya peran
daerah itu sendiri dalam mendanai belanja daerah serta semakin dominannya
peran transfer/grants dari pusat, yaitu Dana Alokasi Umum. Fenomena tersebut di
dalam banyak literatur disebut sebagai Flypaper Effect (Tampubolon, 2011).
Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Salah satunya
adalah provinsi Sumatera Utara yang merupakan provinsi ke-enam berpenduduk
terbanyak di Indonesia dengan memiliki 33 kabupaten/kota, yang terdiri dari 8
kota yaitu Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, Sibolga, Padang
Sidempuan, Gunung Sitoli, dan Tanjung Balai, serta 25 kabupaten yaitu Karo,
Deli Serdang, Humbang Hasundutan, Samosir, Tapanuli Utara, Toba Samosir,
Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan,
Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Simalungun, Langkat, Serdang Bedagai,
Dairi, Asahan, Batubara, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Pakpak Bharat,
Nias, Nias Barat, Nias Utara, dan Nias Selatan.
Provinsi Sumatera Utara memiliki keunikan tersendiri dalam kerangka
perekonomian nasional. Provinsi ini adalah daerah agraris yang menjadi pusat
pengembangan perkebunan dan hortikultura di satu sisi, sekaligus merupakan
salah satu pusat perkembangan industri dan pintu gerbang pariwisata di Indonesia
di sisi lain. Ini terjadi karena potensi Sumber Daya Alam dan karakteristik
Universitas Sumatera Utara
ekosistem yang memang sangat kondusif bagi pembangunan ekonomi daerah dan
nasional. Disamping itu, Sumatera Utara juga memiliki potensi di berbagai sektor.
Pada sektor pertanian yang sebagian besar produksinya sayur-mayur dan jeruk
telah dipasarkan ke provinsi lain bahkan ke luar negeri. Sehingga sektor ini
menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Bukan hanya itu, tanaman padi,
palawija, hortikultura, sayur-sayuran, jagung, kedelai, singkong dan umbi-umbian
juga terus dikembangkan. Di sektor perkebunan juga mengalami peningkatan.
Komoditas unggulan sektor perkebunan antara lain karet, sawit , kelapa, kopi, dan
kakao. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya areal perkebunan baik milik
perkebunan rakyat, swasta asing, maupun nasional perkebunan negara. Sumatera
Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27
jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam,
dan enam jenis minyak gas (migas), dan energi. Barang tambang nonlogam
antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea, dan
bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga, dan
timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas
alam, dan panas bumi.
Berbagai kondisi tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pendapatan daerah untuk mendanai Belanja Daerah. Dengan
pengelolaan yang baik atas potensi keuangan daerah tersebut, seharusnya
Sumatera Utara dapat menjadi daerah yang mandiri tanpa perlu meminta dana dari
pusat dalam jumlah besar untuk membiayai Belanja Daerahnya sendiri. Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti apakah terjadi flypaper effect pada Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan melihat seberapa
besar pengaruh Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja
Daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Flypaper effect pada Unconditional grant
dan Pendapatan Asli
Daerah terhadap Belanja Daerah (studi kasus pada
pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Utara)”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a.
Apakah DAU, DBH, dan PAD berpengaruh positif baik secara parsial
maupun simultan terhadap Belanja Pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara?
b.
Apakah
terjadi
Flypaper
Effect
pada
Belanja
Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya
maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk menganalisis apakah terjadi pengaruh positif terhadap
Dana
Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara secara
simultan dan parsial.
Universitas Sumatera Utara
b.
Untuk menganalisis apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi
Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja
Daerah pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut :
a.
Bagi Peneliti, sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan
dan teori yang telah dipelajari selama kuliah, serta untuk menambah
wawasan tentang fenomena Flypaper Effect pada Belanja Daerah di
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
b.
Bagi Pemerintah, memberikan masukan baik bagi pemerintahan pusat
maupun daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
c.
Bagi Akademisi, sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam
melakukan penelitian yang sejenis.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi selalu menjadi sasaran utama dalam sistem
pemerintahan setiap negara.
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses
kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan
pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu
negara. Untuk mencapai pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya
sebagai pemberdayaan segala potensi dan sumber daya yang terdapat disetiap
regional suatu negara dengan tetap menjalin hubungan dengan pemerintah pusat
dan sektor swasta. Oleh karena itu, pembangunan sebaiknya difokuskan di setiap
daerah sehingga pelaksanaan pembangunan tersebut diserahkan pada masingmasing daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Nurmayasari, 2010).
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
pemerintahan daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut dilaksanakan untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya (kecuali
urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah) di mana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan Sumber Daya Alam, dan sumber daya lainnya agar terjadi
Universitas Sumatera Utara
kemandirian disetiap daerah yang dapat mengurangi beban pada pemerintahan
pusat. Undang-Undang tersebut juga memberikan penegasan bahwa setiap daerah
memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya yang akan
dibelanjakan
dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan, dan kemampuan
terhadap daerahnya.
Pelaksanaan kebijakan pemerintah di Indonesia tentang
otonomi daerah dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001 sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, kemudian diperbarui menjadi UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Melalui
kebijakan
pemerintahan
tentang
otonomi
daerah,
maka
pemerintahan derah diberikan wewenang untuk mengelola keuangan yang lebih
luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada tiap daerahnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah masing-masing. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Alokasi
Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2006) secara umum
Dana Alokasi Khusus (DAK) digolongkan ke dalam bentuk conditional grants
atau biasa disebut dengan transfer bersyarat, sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH)
dan Dana Alokasi Umum (DAU) digolongkan ke dalam bentuk unconditional
grants atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
Transfer tanpa syarat (unconditional grant) ditujukan untuk menjamin
adanya pemerataan dalam kemampuan fiskal antardaerah, sehingga setiap daerah
dapat melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri pada tingkat yang layak.
Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal yang bersifat
horisontal (horizontal equalization). Ciri utama dari transfer ini adalah daerah
memiliki keleluasaan (diskresi) penuh dalam memanfaatkan dana transfer ini
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangannya sendiri atau sesuai dengan aturan
apa yang menjadi prioritas daerahnya (Iskandar, 2012)
Transfer atau yang disebut juga dengan grants dari pemerintahan pusat
merupakan sumber dana utama pemerintahan daerah untuk membiayai operasi
utamanya
sehari-hari,
yang
oleh
pemerintahan
diperhitungan sebagai Anggaran Pendapatan dan
daerah
dilaporkan
dan
Belanja Daerah (APBD).
Adanya transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan
ekonomi daerah dalam memenuhi kebutuhan belanja derahnya agar terciptanya
stabilitas terhadap aktivitas perekonomian di daerah (Iskandar, 2012). Anggaran
pemerintah daerah merupakan cerminan dari kekuatan perekonomian yang tidak
luput dari pengawasan masyarakatnya ataupun publik (Huddleston, 2005).
Semakin besar transfer pemerintahan menunjukkan bahwa adanya ketergantungan
pemerintah daerah yang lebih tinggi dalam memenuhi belanja daerahnya sendiri,
dan semakin kecil
transfer pemerintahan
menunjukkan bahwa
adanya
ketergantungan pemerintah daerah akan lebih kecil dalam memenuhi belanja
daerahnya pula (Kang dan Setiawan, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahunnya dalam APBN.
Didalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah
dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah
lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.
Peraturan perundang-undangan yang secara lengkap mengatur mengenai dana
perimbangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.
Selain dana perimbangan, pemerintahan daerah mempunyai sumber
pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD.
PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber utamanya adalah pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. PAD ini bertujuan untuk memberikan
keleluasaan bagi daerah untuk menggali pendanaan seperti belanja daerah, serta
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan
dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi,
keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah.
Didalam pelaksanaannya, salah satu fenomena yang paling mencolok dari
otonomi daerah di Indonesia adalah ketergantungan pemerintah daerah yang
tinggi terhadap pemerintah pusat pada aspek keuangan. Alokasi transfer (grants)
pada Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat kepada
Universitas Sumatera Utara
pemerintah
daerah
kurang
memperhatikan
kemampuan
daerah
dalam
mengoptimalkan sumber-sumber pendanaannya. Akibatnya, pemerintah daerah
akan selalu menuntut transfer yang besar dari pemerintah pusat, bukannya
memaksimalkan kapasitas fiskal daerah (potensi fiskal) untuk memenuhi
kebutuhan daerahnya. Ketergantungan ini akan menimbulkan rendahnya peran
daerah itu sendiri dalam mendanai belanja daerah serta semakin dominannya
peran transfer/grants dari pusat, yaitu Dana Alokasi Umum. Fenomena tersebut di
dalam banyak literatur disebut sebagai Flypaper Effect (Tampubolon, 2011).
Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Salah satunya
adalah provinsi Sumatera Utara yang merupakan provinsi ke-enam berpenduduk
terbanyak di Indonesia dengan memiliki 33 kabupaten/kota, yang terdiri dari 8
kota yaitu Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, Sibolga, Padang
Sidempuan, Gunung Sitoli, dan Tanjung Balai, serta 25 kabupaten yaitu Karo,
Deli Serdang, Humbang Hasundutan, Samosir, Tapanuli Utara, Toba Samosir,
Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan,
Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Simalungun, Langkat, Serdang Bedagai,
Dairi, Asahan, Batubara, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Pakpak Bharat,
Nias, Nias Barat, Nias Utara, dan Nias Selatan.
Provinsi Sumatera Utara memiliki keunikan tersendiri dalam kerangka
perekonomian nasional. Provinsi ini adalah daerah agraris yang menjadi pusat
pengembangan perkebunan dan hortikultura di satu sisi, sekaligus merupakan
salah satu pusat perkembangan industri dan pintu gerbang pariwisata di Indonesia
di sisi lain. Ini terjadi karena potensi Sumber Daya Alam dan karakteristik
Universitas Sumatera Utara
ekosistem yang memang sangat kondusif bagi pembangunan ekonomi daerah dan
nasional. Disamping itu, Sumatera Utara juga memiliki potensi di berbagai sektor.
Pada sektor pertanian yang sebagian besar produksinya sayur-mayur dan jeruk
telah dipasarkan ke provinsi lain bahkan ke luar negeri. Sehingga sektor ini
menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Bukan hanya itu, tanaman padi,
palawija, hortikultura, sayur-sayuran, jagung, kedelai, singkong dan umbi-umbian
juga terus dikembangkan. Di sektor perkebunan juga mengalami peningkatan.
Komoditas unggulan sektor perkebunan antara lain karet, sawit , kelapa, kopi, dan
kakao. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya areal perkebunan baik milik
perkebunan rakyat, swasta asing, maupun nasional perkebunan negara. Sumatera
Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27
jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam,
dan enam jenis minyak gas (migas), dan energi. Barang tambang nonlogam
antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea, dan
bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga, dan
timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas
alam, dan panas bumi.
Berbagai kondisi tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pendapatan daerah untuk mendanai Belanja Daerah. Dengan
pengelolaan yang baik atas potensi keuangan daerah tersebut, seharusnya
Sumatera Utara dapat menjadi daerah yang mandiri tanpa perlu meminta dana dari
pusat dalam jumlah besar untuk membiayai Belanja Daerahnya sendiri. Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti apakah terjadi flypaper effect pada Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan melihat seberapa
besar pengaruh Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja
Daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul : “Flypaper effect pada Unconditional grant
dan Pendapatan Asli
Daerah terhadap Belanja Daerah (studi kasus pada
pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Utara)”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a.
Apakah DAU, DBH, dan PAD berpengaruh positif baik secara parsial
maupun simultan terhadap Belanja Pemerintahan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara?
b.
Apakah
terjadi
Flypaper
Effect
pada
Belanja
Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya
maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk menganalisis apakah terjadi pengaruh positif terhadap
Dana
Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara secara
simultan dan parsial.
Universitas Sumatera Utara
b.
Untuk menganalisis apakah terjadi Flypaper Effect pada Dana Alokasi
Umum, Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja
Daerah pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut :
a.
Bagi Peneliti, sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan
dan teori yang telah dipelajari selama kuliah, serta untuk menambah
wawasan tentang fenomena Flypaper Effect pada Belanja Daerah di
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
b.
Bagi Pemerintah, memberikan masukan baik bagi pemerintahan pusat
maupun daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
c.
Bagi Akademisi, sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam
melakukan penelitian yang sejenis.
Universitas Sumatera Utara