Hubungan Kadar Hepcidin dan Soluble Transferrin Receptor (sTfR)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Thalassemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang
paling sering dijumpai di dunia maupun di Indonesia.Thalassemia terjadi
karena gangguan sintesis dari rantai α-globin atau rantai β-globin sebagai
akibat kurang atau tidaknya sintesis dari satu atau lebih rantai polipeptida
globin. Telah banyak dilaporkan bahwa berbagai penyakit darah herediter
terkait dengan endemisitas malaria dan mempunyai pola distribusi
tertentu dalam populasi berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2006 sekitar 7% penduduk dunia merupakanthalassemia
trait.1,2,3,4,5
Sementara keberadaan α-thalassemiatraitdi Indonesia masih
kurang
dicermati
walaupun
telah
dilaporkan
angkaβ-thalassemia
traitmencapai 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%, artinya
3-5 dari 100 orang adalahthalassemia trait.Sejauh ini, jenis thalassemia-α
dan β dianggap cukup penting. Pada populasi yang banyak ditemukan
adalah β-thalassemia.2,3,6
Penyebaran penyakit thalassemiaterentang lebar dari Eropa
Selatan-Mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan Asia
Timur, Asia Tenggara. PenelitianGanie RAtahun 2003 menunjukkan ada
sekitar 7,69% pembawa thalassemiadi Medan dengan taksiran 6,35% 9,03%, terdiri dari thalassemiaalfa3,35% dengan taksiran 2,45-4,2%,β-
Universitas Sumatera Utara
thalassemia trait4,07% dengan taksiran 3,08-5,06% dan HbE 0,26%
dengan taksiran 0,004-0,576% yang terdistribusi pada berbagai suku di
Medan
yakni
Batak,
Jawa,
Cina,
Melayu,
Minangkabau
dan
Aceh.7Sedangkan Lanni pada tahun 2002 melaporkan ada sekitar 0-10%
prevelensi thalassemiatrait yang bervariasi di Indonesia.2,6,7,8,9World
Health Organization ( WHO ) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak
kurang dari 250 penduduk dunia, meliputi 4,5% dari total penduduk
adalah
pembawa
sifat
(thalassemiatrait).10Thalassemiatrait
tidak
dari
memiliki
thalassemia
penyakit,
tidak
menampakkan gejalafisik atau mental dan tidak memerlukan diet khusus
atau perawatan medis. Thalassemia trait mungkin mengalami anemia
ringan.11
Pada β-thalassemia trait, bisa didapat nilai Hb normal dan
terkadang nilai Hb menurun, namun umur dari eritrosit tetap lebih pendek
daripada orang normal. Hemolysis daripada eritrosit juga menyebabkan
penumpukan zat besi. Hal ini dapat ditandai dengan pemeriksaan ferritin
pada β-thalassemia trait ferritin lebih tinggi daripada orang normal.
Sehingga pada inefektif eritropoeisis menekan hepcidin. Hal ini juga dapat
membedakan antara iron defisiensi anemia dengan β-thalassemia trait,
dimana pada iron defisiensi anemia nilai ferritin menurun.12
Hepcidin yang ditemukan pada tahun 2000, memperluas
pemahaman para ilmuwan mengenai gangguan homeostasis besi pada
anemia dengan iron-overload, seperti yang terjadi padathalassemia.
Universitas Sumatera Utara
Hepcidin merupakan hormone yang disekresikan oleh hepatosit dimana
hepcidinbersirkulasi di dalam plasma darah dan dieskresikan melalui urin.
Hepcidin juga berperan dalam mengatur konsentrasi besi dalam plasma
dan distribusi besi ke jaringan – jaringan. Regulasi hepcidin secara
homeostatis diregulasi oleh besi dan aktivitas eritropoiesis.13,14
Penelitian tentang hepcidin baru dilakukan oleh Origa R dan
peneliti dari University of California pada tahun 2007, kadar Hepcidin
pada
β-thalassemiaintermedia
menurun
oleh
karena
eritropoiesis
inefektif.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann, dkk
pada tahun 2008, β-thalassemia trait mempunyai resiko mengalami ironoverloadbila asupan besi berlebihan atau mendapat suplementasi
besi.14,15,16
Parameter pengukuran eritropoesis inefektif yang lebih akurat
yaitu Soluble transferrin receptor(sTfR). Dimana Kadar sTfR berhubungan
langsung dengan peningkatan massaprecursor eritroid dibandingkan
dengan ambilan (uptake) transferrin eritroid. Ini menunjukan bahwa sTfR
dapat dipakai sebagai ukuran kuantitatif eritropoesis totalAbsorbsi besi
yang kurang diregulasi dengan baik oleh peningkatan simpanan besi
dengan hasil tingginya konsentrasi ferritin dua kali dari hemoglobin orang
normal. Hali ini menyebabkan inefektif eritropoiesis dan hiperabsorbsi
pada β-thalassemia traityang akan menyebabkan iron-overload.14,15
Ekspresi hepcidin diregulasi terutama oleh peningkatan aktivitas
eritropoesis daripada dibandingkan iron-overload dan hepcidinmemainkan
Universitas Sumatera Utara
peran penting dalam mengatur sirkulasi besi dan toksisitas besi pada
pasien thalassemia. Dengan kombinasi kedua parameter ini akan lebih
tepat
untuk
menentukan
hubungan
eritropoesis
inefektif
padathalassemiatrait antara kadar hepcidin dan kadar sTfR.17
Pada penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang hubungan kadar hepcidin dan
kadar sTfR
sebagai parameter derajat eritropoeisis sehingga mendapat hasil yang
lebih akurat pada penderitaβ-thalassemia traitdi karenakan terjadinya
defek dari sintesa rantai globin sehingga terjadi ketidakseimbangan pada
pelepasan besi.17
1.2. Rumusan Masalah
Dari pernyataan yang di atas maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara kadarhepcidin dan kadar sTfRpadaβthalassemiatrait?
1.3. Hipotesa Penelitian
Ada hubungan kadar hepcidin dan kadar sTfR pada β-thalassemia
trait.
Universitas Sumatera Utara
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar hepcidin dan kadar sTfR pada
β-thalassemia trait
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik dari subjek penelitian di Medan
2. Mengetahui kadar hepcidin pada penderita β-thalassemiatrait
3. Mengetahui kadar sTfR pada penderitaβ-thalassemia trait
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti:
Agarbisa mendapatkan penelitian yang baik dan benar dengan
metode penelitian yang benar.
2. Bagi Dunia Pendidikan:
Menambah khasanah pengetahuan Ilmu Patologi Klinik
3. Masyarakat:
Mendapat pengetahuan tentang apa dan bagaimana
penyakit
thalassemia yang dapat diturunkan oleh kedua orang tuanya, untuk
itu kepada masyarakat agar dianjurkan pemeriksaan pra-nikah
mengenai kriteria thalassemia yaitu; MCV ≤ 80 fl , MCH ≤ 27 pg
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Thalassemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang
paling sering dijumpai di dunia maupun di Indonesia.Thalassemia terjadi
karena gangguan sintesis dari rantai α-globin atau rantai β-globin sebagai
akibat kurang atau tidaknya sintesis dari satu atau lebih rantai polipeptida
globin. Telah banyak dilaporkan bahwa berbagai penyakit darah herediter
terkait dengan endemisitas malaria dan mempunyai pola distribusi
tertentu dalam populasi berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2006 sekitar 7% penduduk dunia merupakanthalassemia
trait.1,2,3,4,5
Sementara keberadaan α-thalassemiatraitdi Indonesia masih
kurang
dicermati
walaupun
telah
dilaporkan
angkaβ-thalassemia
traitmencapai 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%, artinya
3-5 dari 100 orang adalahthalassemia trait.Sejauh ini, jenis thalassemia-α
dan β dianggap cukup penting. Pada populasi yang banyak ditemukan
adalah β-thalassemia.2,3,6
Penyebaran penyakit thalassemiaterentang lebar dari Eropa
Selatan-Mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan Asia
Timur, Asia Tenggara. PenelitianGanie RAtahun 2003 menunjukkan ada
sekitar 7,69% pembawa thalassemiadi Medan dengan taksiran 6,35% 9,03%, terdiri dari thalassemiaalfa3,35% dengan taksiran 2,45-4,2%,β-
Universitas Sumatera Utara
thalassemia trait4,07% dengan taksiran 3,08-5,06% dan HbE 0,26%
dengan taksiran 0,004-0,576% yang terdistribusi pada berbagai suku di
Medan
yakni
Batak,
Jawa,
Cina,
Melayu,
Minangkabau
dan
Aceh.7Sedangkan Lanni pada tahun 2002 melaporkan ada sekitar 0-10%
prevelensi thalassemiatrait yang bervariasi di Indonesia.2,6,7,8,9World
Health Organization ( WHO ) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak
kurang dari 250 penduduk dunia, meliputi 4,5% dari total penduduk
adalah
pembawa
sifat
(thalassemiatrait).10Thalassemiatrait
tidak
dari
memiliki
thalassemia
penyakit,
tidak
menampakkan gejalafisik atau mental dan tidak memerlukan diet khusus
atau perawatan medis. Thalassemia trait mungkin mengalami anemia
ringan.11
Pada β-thalassemia trait, bisa didapat nilai Hb normal dan
terkadang nilai Hb menurun, namun umur dari eritrosit tetap lebih pendek
daripada orang normal. Hemolysis daripada eritrosit juga menyebabkan
penumpukan zat besi. Hal ini dapat ditandai dengan pemeriksaan ferritin
pada β-thalassemia trait ferritin lebih tinggi daripada orang normal.
Sehingga pada inefektif eritropoeisis menekan hepcidin. Hal ini juga dapat
membedakan antara iron defisiensi anemia dengan β-thalassemia trait,
dimana pada iron defisiensi anemia nilai ferritin menurun.12
Hepcidin yang ditemukan pada tahun 2000, memperluas
pemahaman para ilmuwan mengenai gangguan homeostasis besi pada
anemia dengan iron-overload, seperti yang terjadi padathalassemia.
Universitas Sumatera Utara
Hepcidin merupakan hormone yang disekresikan oleh hepatosit dimana
hepcidinbersirkulasi di dalam plasma darah dan dieskresikan melalui urin.
Hepcidin juga berperan dalam mengatur konsentrasi besi dalam plasma
dan distribusi besi ke jaringan – jaringan. Regulasi hepcidin secara
homeostatis diregulasi oleh besi dan aktivitas eritropoiesis.13,14
Penelitian tentang hepcidin baru dilakukan oleh Origa R dan
peneliti dari University of California pada tahun 2007, kadar Hepcidin
pada
β-thalassemiaintermedia
menurun
oleh
karena
eritropoiesis
inefektif.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann, dkk
pada tahun 2008, β-thalassemia trait mempunyai resiko mengalami ironoverloadbila asupan besi berlebihan atau mendapat suplementasi
besi.14,15,16
Parameter pengukuran eritropoesis inefektif yang lebih akurat
yaitu Soluble transferrin receptor(sTfR). Dimana Kadar sTfR berhubungan
langsung dengan peningkatan massaprecursor eritroid dibandingkan
dengan ambilan (uptake) transferrin eritroid. Ini menunjukan bahwa sTfR
dapat dipakai sebagai ukuran kuantitatif eritropoesis totalAbsorbsi besi
yang kurang diregulasi dengan baik oleh peningkatan simpanan besi
dengan hasil tingginya konsentrasi ferritin dua kali dari hemoglobin orang
normal. Hali ini menyebabkan inefektif eritropoiesis dan hiperabsorbsi
pada β-thalassemia traityang akan menyebabkan iron-overload.14,15
Ekspresi hepcidin diregulasi terutama oleh peningkatan aktivitas
eritropoesis daripada dibandingkan iron-overload dan hepcidinmemainkan
Universitas Sumatera Utara
peran penting dalam mengatur sirkulasi besi dan toksisitas besi pada
pasien thalassemia. Dengan kombinasi kedua parameter ini akan lebih
tepat
untuk
menentukan
hubungan
eritropoesis
inefektif
padathalassemiatrait antara kadar hepcidin dan kadar sTfR.17
Pada penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik tentang hubungan kadar hepcidin dan
kadar sTfR
sebagai parameter derajat eritropoeisis sehingga mendapat hasil yang
lebih akurat pada penderitaβ-thalassemia traitdi karenakan terjadinya
defek dari sintesa rantai globin sehingga terjadi ketidakseimbangan pada
pelepasan besi.17
1.2. Rumusan Masalah
Dari pernyataan yang di atas maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Apakah ada hubungan antara kadarhepcidin dan kadar sTfRpadaβthalassemiatrait?
1.3. Hipotesa Penelitian
Ada hubungan kadar hepcidin dan kadar sTfR pada β-thalassemia
trait.
Universitas Sumatera Utara
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar hepcidin dan kadar sTfR pada
β-thalassemia trait
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik dari subjek penelitian di Medan
2. Mengetahui kadar hepcidin pada penderita β-thalassemiatrait
3. Mengetahui kadar sTfR pada penderitaβ-thalassemia trait
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti:
Agarbisa mendapatkan penelitian yang baik dan benar dengan
metode penelitian yang benar.
2. Bagi Dunia Pendidikan:
Menambah khasanah pengetahuan Ilmu Patologi Klinik
3. Masyarakat:
Mendapat pengetahuan tentang apa dan bagaimana
penyakit
thalassemia yang dapat diturunkan oleh kedua orang tuanya, untuk
itu kepada masyarakat agar dianjurkan pemeriksaan pra-nikah
mengenai kriteria thalassemia yaitu; MCV ≤ 80 fl , MCH ≤ 27 pg
Universitas Sumatera Utara