Hubungan Antara Kadar Tumor Necrosis Factor Alpha serum Dengan Derajat Keparahan Pada PPOK Stabil

(1)

Hubungan Antara Kadar Tumor Necrosis Factor

Alpha Serum Dengan Derajat Keparahan Pada

PPOK Stabil

PENELITIAN POTONG LINTANG DI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/

RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN JUNI 2010 – NOVEMBER 2010

TESIS

OLEH

M. DARMA MUDA SETIA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu saya mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Hubungan Antara Kadar Tumor Necrosis Factor Alpha serum Dengan Derajat Keparahan Pada PPOK Stabil“ yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang ilmu penyakit dalam pada fakultas kedokteran universitas sumatera utara.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUP H ADAM MALIK MEDAN yang telah memberikan kemudahan dan dorongan buat penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

2. Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Sekretaris Program Ilmu penyakit Dalam Dr Zainal Safri, SpPD, SpJP yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD, KP dan Dr. E.N. Keliat, SpPD, KP sebagai pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Kiranya Allah SWT memberikan rahmat dan karunia kepada beliau beserta keluarga.

4. Prof . Dr. Lukman Hakim Zein, SpPD, KGEH selaku kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUP. HAM dan Dr. Safiie Piliang, SpPD, KEMD selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam yang


(3)

telah menerima Saya melanjutkan pendidikan ilmu penyakit dalam ketika itu.

5. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU / RSUD Dr Pirngadi / RSUP H Adam Malik medan : Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis SpPD-KGH, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis SpPD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum SpPD-KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof. Dr. Azhar Tanjung SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof. Dr. OK Moehad Sjah SpPD-KR, Prof. Dr. Lukman H. Zain SpPD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution SpPD-KGH, Prof. Dr. Azmi S Kar SpPD-KHOM, Prof. Dr. Gontar A Siregar KGEH, Prof. Dr. Haris Hasan SpJP(K), Dr. Nur Aisyah KEMD, Dr. A Adin St Bagindo SpPD-KKV, Dr. Lutfi Latief SpPD-SpPD-KKV, Dr. Syafii Piliang SpPD-KEMD, Dr. T. Bachtiar Panjaitan SpPD, Dr. Abiran Nababan SpPD-KGEH, Dr. Betthin Marpaung SpPD KGEH, Dr. Sri M Sutadi SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing SpPD-KGEH, Dr. Salli R. Nasution SpPD-KGH, DR. Dr. Juwita Sembiring SpPD-KGEH, Dr. Alwinsyah SpPD-KP, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis KGH, Dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD, DR.Dr Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr. Yosia Ginting SpPD-KPTI, Dr. Refli Hasan SpPD-SpJP, Dr. EN. Keliat SpPD-KP, DR.Dr. Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr. Leonardo D SpPD-KGEH, Dr. Pirma Siburian SpPD-KGer, Dr. Mardianto SpPD, Dr. Santi S SpPD, Dr. Dairion gatot SpPD-KHOM, Dr Zuhrial SpPD yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

6. Dr. Armon Rahimi SpPD-KPTI, Dr. R Tunggul Ch Sukendar SpPD-KGH (Alm), Dr. Daud Ginting SpPD, Dr. Tambar Kembaren SpPD, Dr. Saut Marpaung SpPD, Dr. Dasril Effendi SpPD-KGEH, Dr. Ilhamd SpPD, Dr. Calvin Damanik SpPD, Dr. Zainal Safri SpPD, SPJP, Dr. Rahmat Isnanta SpPD, Dr. Jerahim Tarigan SpPD, Dr. Endang SpPD, Dr. Abraham SpPD, Dr. Soegiarto Gani SpPD, Dr. Savita Handayani SpPD, Dr. Fransiskus Ginting SpPD, Dr. Deske Muhadi SpPD, Dr.


(4)

Syafrizal Nst, SpPD sebagai dokter kepala ruangan / senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

7. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

8. Kepada Dinas Kesehatan Propinsi Aceh, Rektor Universitas Syiah Kuala, Dekan FK Unsyiah, Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

9. Dr. Roni Risdianto Ginting dan seluruh stase pulmonologi dan alergi imunologi yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini. 10. Para co asisten dan petugas kesehatan di SMF / Bagian Ilmu Penyakit

Dalam RSUP H. Adam Malik Medan / RSUD Dr. Pirngadi Medan / RS Haji Medan / RS Tembakau Deli, karena tanpa adanya mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

11. Laboratorium Prodia cabang Medan yang telah memberikan kemudahan dan kerjasama dengan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 12. Kepada teman-temanku yang memberikan dorongan semangat: Dr.

Safrian, Dr. Erwinsyah, Dr. Rudi Dwi Laksono, Dr. Radar Radius Tarigan, SpPD, Dr. Ameliana, SpPD, Dr. Faisal, SpPD, Dr. Hotland Sihombing, SpPD, Dr. Hendra Zufry, SpPD. Juga para sejawat dan PPDS interna lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu, paramedik dan Syarifuddin Abdullah, Kak Leli, Fitri, Deni, Wanti, Yanti, atas kerjasama yang baik selama ini.

13. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

Rasa hormat dan terima kasih saya yang setinggi-tingginya dan setulusnya penulis tujukan kepada ayahanda H. M. Nur Jalil (Alm) dan ibunda Hj. Nur Ismi yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang


(5)

tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasanya ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Demikian juga dengan mertua saya Dr. H. M. Ilyas Nyak Raden (Alm) dan Hj. Chadijah yang telah mendukung, membimbing, menyemangati dan menasehati agar kuat dalam menjalani pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagian kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayang.

Kepada Istriku tercinta Drg. Zulyana dan anakku tercinta M. Daffa Razan, M. Zayandra Akbar (alm), M. Thariq Azqa, Azra Nafisa, M. Syaqil terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkati Allah SWT.

Kepada saudara-saudaraku Bransyah Tito,ST, Rachmad Akbar,SE, Kurniawan,SE, Mahdarinur,SKom dan Nadia Apriani yang telah banyak membantu,memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Kepada semua pihak baik perorangan maupun instansi yang tidak mungkin saya ucapkan satu persatu yang telah membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan spesialis ini saya mengucapkan banyak terima kasih.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih, maha pemurah dan maha penyayang.

Amin ya Rabbal Alamin Medan, Desember 2010

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

ABSTRAK... xi

BAB I PENDAHLUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Hipotesis... 4

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus... 5

1.5 Manfaat Penelitian... 5

1.6 Kerangka Konsepsional... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi ... 7

2.2 Epidemiologi ... 7

2.3 Faktor Risiko ... 9

2.3.1 Genetik ... 9


(7)

2.3.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Paru ... 12

2.3.4 Stres Oksidatif ... 12

2.3.5 Jenis Kelamin... 13

2.3.6 Infeksi ... 13

2.3.7 Status Sosioekonomi dan Nutrisi... 14

2.3.8 Komorbid ... 14

2.4 Patologi, Patogenesis dan Inflamasi sistemik ... 14

2.5 Inflamasi Pada PPOK ... 17

2.5.1 Inflamasi Lokal dan Inflamasi sistemik ... 17

2.5.2 TNFα pada PPOK... 20

2.6 Diagnosis ... 22

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 25

3.1 Desain penelitian ... 25

3.2 Waktu dan tempat penelitian... 25

3.3 Populasi terjangkau ... 25

3.4 Kriteria yang diikutkan dalam penelitian... 26

3.5 Kriteria yang dikeluarkan dalam penelitian ... 26

3.6 Perkiraan besar sampel ... 27

3.7 Cara penelitian... 28

3.8 Definisi opperasional... 29

3.9 Analisa data ... 32

3.10 Ethical clearence dan inform concernt ... 32

Kerangka operasional ... 33


(8)

4.1 Karakteristik dasar populasi penelitian... 34

4.2 Hubungan antara kadar TNFα serum terhadap derajat keparahan Pada PPOK stabil... 36

BAB V PEMBAHASAN ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN 1. Lembar informasi subjek penelitian... 52

LAMPIRAN 2. Lembar persetujuan subjek penelitian... 53

LAMPIRAN 3. Surat izin komite etik penelitian... 54

LAMPIRAN 4. Master tabel hasil penelitian... 55

LAMPIRAN 5. Daftar riwayat hidup peneliti ... 56


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Prevalensi PPOK Pada negara-negara miskin, 1990 ... 8 Tabel 2. : Angka kematian pria per 100.000 populasi ... 9 Tabel 3. :.Klasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan spirometri ... 31 Tabel 4. :.Data karakteristik dasar populasi penelitian... 36 Tabel 5. : Hubungan antara nilai TNF α terhadap derajat keparahan

PPOK stabil ... 38

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1:. Gambaran Epitel saluran nafas pada PPOK dan orang

sehat ... 15

Gambar 2:. Mekanisme Inflamasi Pada PPOK... 19 Gambar 3:. Lingkaran terjadinya proses kerusakan pada PPOK... 20

Gambar 5 : Blox Plots hubungan TNF α terhadap derajat keparahan PPOK Stabil ... 38


(10)

DAFTAR SINGKATAN

AS : Amerika Serikat

ATS : American Thorax Society

BAL : Broncho Alveolar Lavage

BB : Berat Badan

CI : Confidence Interval

Cm : Centimeter

FEV1 : Forced Expiratory Volume in 1 second

GOLD : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

IMT : Indek Masa Tubuh

IL-1ß : Interleukin-1 Beta

IL-4 : Interleukin 4

IL-6 : Interleukin 6

IL-8 : Interleukin 8

KTP : Kartu Tanda Penduduk

Kg : Kilogram

KVP : Kapasitas Vital Paksa

LT B4 : Leukotrien B4

LT : Lymphotoxin

M : Meter

NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey

NO2 : Nitrogen dioksida


(11)

PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronis

RSUP HAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

SO2 : Sulfur dioksida

Sol TNF : Soluble Circulating Trimer Tumor Necrosis Factor

TNFα : Tumor Necrosis Factor Alpha

T CD8+ : Transforming Cluster Differentiated 8+

T CD4+ : Transforming Cluster Differentiated 6+

TGFß : Transforming Growth Factor-Beta

TNFαR : Tumor Necrosis Factor Alpha Reseptor

TB : Tinggi Badan

TACE : TNF Alpha Convertng Enzyme

TmTNF : Monomeric Type2 Transmembarane Protein

TD : Tekanan Darah


(12)

Abstrak

HUBUNGAN ANTARA KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA SERUM DENGAN

DERAJAT KEPARAHAN PADA PPOK STABIL M. Darma Muda Setia, Alwinsyah Abidin, E.N. Keliat

Divisi Pulmonologi, Alergi-Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit low grade systemic inflamation. Inflamasi lokal dan sistemik saluran nafas berhubungan dengan dampak dengan timbulnya keparahan, baik pada saluran nafas atau organ yang lainnya. TNF α

sebagai sitokin pleotropik diduga berhubungan dengan derajat keparahan PPOK. Tujuan :

Untuk melihat hubungan antara kadar TNF α dengan derajat keparahan pada PPOK stabil.

Bahan dan Cara :

Penelitian potong lintang, diskriptif analitik dilakukan terhadap 35 penderita PPOK stabil yang melakukan pemeriksaan secara rutin pada poliklinik Pulmonologi dan Alergi-Imunologi RSUP. HAM dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan dari bulan Juni hingga November 2010. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, rontgen dada, spirometri dan pemeriksaan kadar TNF α serum. Penilaian dengan mengunakan Uji Anova dan bentuk tabulasi yang didiskripsikan.

Hasil :

Dari 35 sampel penelitian yang diperiksa, tidak ditemukan adanya suatu perbedan pada parameter usia, Indek Masa Tubuh dan Indek Brinkman dimana nilai p yang didapatkan masing-masing ( ,696 ; ,688; ,724 ). Sedangkan hubungan kadar TNF α pada masing-masing derajat keparahan PPOK stabil tidak dijumpai signifikansi, dimana nilai p <0,095.

Tetapi jelas terlihat bahwa kadar TNF α serum akan semakin meningkat dengan tingginya derajat keparahan pada PPOK stabil, dimana hal ini dijumpai pada derajat keparahan PPOK stabil stadium IV dan III.

Kesimpulan :

Kadar TNF α serum akan meningkat dengan semakin tingginya derajat keparahan pada PPOK stabil.


(13)

Abstract

CORRELATION BETWEEN TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA LEVEL AND STABLE COPD SEVERITY

M. Darma Muda Setia, Alwinsyah Abidin, E. N. Keliat

Division of Pulmonology and Allergi-Immunology ,Departement of Internal Medicine University of Sumatera Utara/H.Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia.

Background

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a low grade systemic inflammation disease. Local and systemic airways inflammation related to the impact of severity, goodness to airway or the other organs. TNF α as sitokin pleotropik was suggested relating with severity of COPD.

Objective :

Determining correlation between TNF α level with severity of stable COPD. Materials and Methods :

A cross sectional study, Analytic Descreption was conducted on 35 stabel COPD patients who inspection routinely to Pulmonology and Alergi-Immunology HAM Hospital and Dr. Pirngadi Hospital since July until November 2010. Anamnesis, physical examination, chest radiograph, spirometri and TNF α serum level was measured. Statistical analysis using Anova correlation and tabulation.

Result:

Of 35 samples, there was no significance differences in various parameters ( age, BMI, Brinkman Indexs), each with p value ( ,696 ; ,688 ; ,724 ). Furthermore, we found no significance correlation between TNF α level and the degree of stable COPD ( p value ,0,95 ). Although, we also found that the increase of stable COPD degree will result in increase of TNF α value in stable COPD stage IV and stage III.

Conclusion :

TNF α serum level was found that the increase of severity in stable COPD. Key Word : COPD, Severity, TNF α.


(14)

Abstrak

HUBUNGAN ANTARA KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA SERUM DENGAN

DERAJAT KEPARAHAN PADA PPOK STABIL M. Darma Muda Setia, Alwinsyah Abidin, E.N. Keliat

Divisi Pulmonologi, Alergi-Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit low grade systemic inflamation. Inflamasi lokal dan sistemik saluran nafas berhubungan dengan dampak dengan timbulnya keparahan, baik pada saluran nafas atau organ yang lainnya. TNF α

sebagai sitokin pleotropik diduga berhubungan dengan derajat keparahan PPOK. Tujuan :

Untuk melihat hubungan antara kadar TNF α dengan derajat keparahan pada PPOK stabil.

Bahan dan Cara :

Penelitian potong lintang, diskriptif analitik dilakukan terhadap 35 penderita PPOK stabil yang melakukan pemeriksaan secara rutin pada poliklinik Pulmonologi dan Alergi-Imunologi RSUP. HAM dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan dari bulan Juni hingga November 2010. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, rontgen dada, spirometri dan pemeriksaan kadar TNF α serum. Penilaian dengan mengunakan Uji Anova dan bentuk tabulasi yang didiskripsikan.

Hasil :

Dari 35 sampel penelitian yang diperiksa, tidak ditemukan adanya suatu perbedan pada parameter usia, Indek Masa Tubuh dan Indek Brinkman dimana nilai p yang didapatkan masing-masing ( ,696 ; ,688; ,724 ). Sedangkan hubungan kadar TNF α pada masing-masing derajat keparahan PPOK stabil tidak dijumpai signifikansi, dimana nilai p <0,095.

Tetapi jelas terlihat bahwa kadar TNF α serum akan semakin meningkat dengan tingginya derajat keparahan pada PPOK stabil, dimana hal ini dijumpai pada derajat keparahan PPOK stabil stadium IV dan III.

Kesimpulan :

Kadar TNF α serum akan meningkat dengan semakin tingginya derajat keparahan pada PPOK stabil.


(15)

Abstract

CORRELATION BETWEEN TUMOR NECROSIS FACTOR ALPHA LEVEL AND STABLE COPD SEVERITY

M. Darma Muda Setia, Alwinsyah Abidin, E. N. Keliat

Division of Pulmonology and Allergi-Immunology ,Departement of Internal Medicine University of Sumatera Utara/H.Adam Malik General Hospital, Medan-Indonesia.

Background

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a low grade systemic inflammation disease. Local and systemic airways inflammation related to the impact of severity, goodness to airway or the other organs. TNF α as sitokin pleotropik was suggested relating with severity of COPD.

Objective :

Determining correlation between TNF α level with severity of stable COPD. Materials and Methods :

A cross sectional study, Analytic Descreption was conducted on 35 stabel COPD patients who inspection routinely to Pulmonology and Alergi-Immunology HAM Hospital and Dr. Pirngadi Hospital since July until November 2010. Anamnesis, physical examination, chest radiograph, spirometri and TNF α serum level was measured. Statistical analysis using Anova correlation and tabulation.

Result:

Of 35 samples, there was no significance differences in various parameters ( age, BMI, Brinkman Indexs), each with p value ( ,696 ; ,688 ; ,724 ). Furthermore, we found no significance correlation between TNF α level and the degree of stable COPD ( p value ,0,95 ). Although, we also found that the increase of stable COPD degree will result in increase of TNF α value in stable COPD stage IV and stage III.

Conclusion :

TNF α serum level was found that the increase of severity in stable COPD. Key Word : COPD, Severity, TNF α.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan

aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya

reversibel.1,2,3,4

Penelitian–penelitian terhadap PPOK sebagai penyakit inflamasi lokal

paru yang mempunyai beban inflamasi sistemik telah banyak diteliti, dan

dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas

yang semakin meningkat.1

Peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi dan protein fase akut banyak

didapatkan dari penelitian-penelitian, dimana peningkatan ini dinilai mempunyai

banyak pengaruh terhadap organ-organ lain disamping paru-paru yang secara

klinis dapat diamati. Hubungan antara proses inflamasi lokal pada paru-paru

dan inflamasi sistemik yang terjadi belum secara jelas dapat dijelaskan, adapun

pengaruh inflamasi sistemik ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan

berat badan, efek terhadap muskuloskeletal serta kardiovaskular dan lainnya.5,6

Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia maka PPOK

menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering

dijumpai di masa mendatang baik di negara maju maupun dinegara

berkembang. Jumlah penderita PPOK di AS meningkat dengan tajam pada


(17)

Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO)

memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan

meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya

meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering

peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di Indonesia angka

kematian dari PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6

berdasarkan survei kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI tahun

1992.2,7

Salah satu petanda inflamasi yang sering diamati pada pasien PPOK

adalah Tumor Necrosis Factor Alpha (TNFα). TNFα merupakan sitokin pleotropik inflamasi. TNFα sebagian besar diproduksi oleh macrophage, tetapi juga diproduksi oleh banyak variasi dari bentuk sel yang lainnya meliputi sel

limpoid, sel mast, sel endotel, myosit kardiak, jaringan lemak, fibroblas, dan

jaringan neuron.8,9,10

TNFα memiliki peranan yang sangat penting penyebab inflamasi pada penyakit paru, salah satunya adalah pada PPOK. TNFα yang meningkat secara patologi akan menginduksi perubahan ke arah emfisema dan fibrosis

pulmonal, sebagai contoh penelitian yang dilakukan pada Tikus akan

menyebabkan terjadinya airspace enlargement, hilangnya small airspace,

peningkatan kolagen, menipisnya septa pleura, dan peningkatan volume

rongga dada.11,12

Pada penelitian yang dilakukan oleh Di Francia et al 1994; Keatings


(18)

darah perifer, dahak dan cairan dari bilasan broncho-alveolar (BAL) pada

pasien-pasien PPOK.9

Maria Gabriella Matera, dkk, 2009, menyatakan bahwa TNFα

memperlihatkan adanya hubungan terhadap indek massa tubuh (IMT) dan

pejanan asap rokok, selain itu TNFα juga memiliki implikasi terhadap terjadinya tingkat keparahan dan risiko pada PPOK.13

Penelitian lainya yang dilakukan oleh Mukadder Calikoglu, dkk, 2004

menilai Leptin dan TNFα pada penderita PPOK dan hubungannya terhadap parameter nutrisi, didapatkan hasil bahwa peningkatan nilai Leptin dan TNFα

dapat merubah parameter nutrisi dan indek massa tubuh.14

TNFα pada sputum juga dapat meningkat secara signifikan pada keadaan PPOK eksaserbasi, dimana TNFα bersama-sama dengan IL-1ß dapat menginisiasi kaskade inflamasi selama eksaserbasi.13

Vera M Keatings, dkk, 2000, mendapatkan suatu kesimpulan bahwa

TNFα merupakan predisposisi terhadap beratnya obstruksi jalan nafas dan secara signifikan merupakan penyebab terbesar pada semua kasus kematian

yang diamati selama 21 – 23 bulan dan TNFα juga dapat memberikan nilai prognosis ke arah perburukan pada pasien-pasien PPOK.15

Pemikiran-pemikiran dan hasil-hasil penelitian diatas memberikan

wacana untuk meneliti hubungan antara kadar TNFα serum dengan derajat keparahan PPOK stabil, dimana penelitian ini sendiri belum pernah dilakukan di


(19)

1.2 Perumusan masalah.

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1) Apakah terdapat peninggian kadar TNFα serum pada penderita PPOK stabil?

2) Apakah terdapat hubungan antara kadar TNFα serum dengan derajat keparahan PPOK stabil?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Terdapat peninggian kadar TNFα serum pada PPOK stabil.

2) Terdapat hubungan antara kadar TNFα serum dengan derajat keparahan pada PPOK stabil.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk melihat kadar TNFα serum pada penderita PPOK stabil yang datang ke poliklinik Pulmonologi dan Alergi Imunologi RSUP H Adam Malik dan


(20)

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui apakah terdapat peninggian kadar TNFα serum pada penderita PPOK stabil.

2) Untuk mengetahui hubungan kadar TNFα serum dengan Derajat keparahan pada PPOK stabil.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Untuk mengetahui besarnya nilai TNFα serum pada penderita PPOK stabil yang akan memberikan tanda untuk

tindakan terapi yang lebih tepat sehingga dapat menurunkan

kadar TNFα serum dan beban inflamasi yang ada.

2) Menurunkan biaya perawatan kesehatan dengan mencegah

kearah perburukan dari fungsi paru-paru berdasarkan derajat


(21)

1.6 KERANGKA KONSEPSIONAL

TNF Alpha PPOK Stabil

Spirometri

Kadar TNF

Alpha Serum

Kuantitatif

Derajat Keparahan


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan

perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara

saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan

berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap

gas atau partikel yang berbahaya.1,2

2.2 EPIDEMIOLOGI.

Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus

merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini

menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan

hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan

prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi

PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur

18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi,

dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.16

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit

tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai


(23)

ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK

sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana

Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan

Vietnam sebesar 6,7%.

Tabel 1. Prevalensi PPOK Pada negara-negara miskin, 1990.22

Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini

sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992

menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki

peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.1,2,7

Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh

dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya kejadian rawat inap, seperti di

Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan

dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat Darurat dan 673.000 kejadian

rawat inap. Angka kematian sendiri juga semakin meningkat sejak tahun 1970,


(24)

pada wanita vs pria secara berurutan. Di bawah ini di gambarkan angka

kematian pria per 100.000 populasi.

Tabel 2. Angka kematian pria per 100.000 populasi.22

2.3. Faktor Risiko.

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten.

Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus

pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor

risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang

ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru,

stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi,

nutrisi dan komorbiditas.1,16

2.3.1 Genetik.

PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai

interaksi lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang

paling besar dan telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang

merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang


(25)

dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang

akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi

genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang

terdapat pada kromosom 2q.1

2.3.2 Paparan Partikel Inhalasi.

Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan

komposisinya, dapat berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya

risiko dan total dari risiko ini akan terintegrasi secara langsung terhadap

pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai macam pejanan inhalasi

yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada

tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK.

Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan

perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain

environmental smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK

menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1

tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok.

Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya

perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok

pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk

menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi

meningkat.1,16 Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik


(26)

telah terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi.

PPOK yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya

sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka

menderita penyakit saluran nafas, sisanya tidak mengetahui bahwa

mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status merokok

justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan

derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok

yang ada, ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK

yang sedang (7,1%, p<0,02).23

Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah

debu-debu yang terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan

bahan-bahan kimia. Meskipun bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi

sorotan menjadi penyebab tingginya insidensi dan prevalensi PPOK,

tetapi debu-debu organik dan inorganik berdasarkan analisa studi

populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang dewasa berumur

30-75 tahun menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American Thoracic

Society (ATS) sendiri menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan

memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna pada PPOK.16

Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa

kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor

juga akan menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada

wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan

progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan


(27)

dioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas

kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada fungsi

paru.1,17

2.3.3 Pertumbuhan dan perkembangan paru.

Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian

menyokong kepada terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih

mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan,

saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya. Dimana pada suatu studi

yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan

VEP1 pada masa dewasanya.1

2.3.4 Stres Oksidatif.

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah

memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non

enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan

yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan

mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan

inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap


(28)

2.3.5 Jenis Kelamin.

Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak

bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan

pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan

bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir

sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa ternyata

wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan pria. Hal

ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang

merupakan perokok saat ini.24

2.3.6 Infeksi.

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan

yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi

bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran

pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap

terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga

dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus

pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan

jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK.

Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi


(29)

2.3.7 Status sosioekonomi dan nutrisi.

Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta

faktor lain yang berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua

faktor-faktor tersebut berhubungan erat dengan status sisioekonomi.1

2.3.8 Komorbiditas.

Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of

Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan

mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK.1

2.4 PATOLOGI, PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI.

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2

kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan

hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran

permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis,

diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.16

Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan

kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas

terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk

oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi


(30)

terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini

justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T

CD8+dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan

memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk

hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa,

peningkatan otot polos.17

Gambar 1. Gambaran Epitel saluran nafas pada PPOK dan orang sehat.4

Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar

dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar (

sentrilobular ), emfisema panasinar ( panlobular ) dan emfisema periasinar (

perilobular ) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan

emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran

nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara

pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi

terfiksasi pada saat proses inflasi.16

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon

inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme


(31)

paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan

netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi

dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim.

Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat

seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti

merokok.18

Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan

memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan

beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit,

diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines,

interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres

oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti

produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear

factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.19,20

Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik

serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan

menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan

diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian

akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada

tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia.


(32)

perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis

sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri

pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary

capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap

hipertensi pulmonal.16,25

2.5 INFLAMASI PADA PPOK.

2.5.1 Inflamasi Lokal dan Sistemik.

Belakangan ini banyak bukti terhadap inflamasi sistemik pada PPOK peningkatan kadar sitokin pro inflamasi dan

protein fase akut tampak pada PPOK yang stabil, dimana

sebelumnya memang sudah diketahui luas bahwa kedua faktor

inflamasi itu terkait dengan eksaserbasi pada PPOK. Inflamasi ini

kemudian akan mempengaruhi banyak sistem sehingga

menelurkan pendapat bahwa PPOK sebagai penyakit multi

komponen.19

Hambatan aliran udara pada saluran nafas, terkait

dengan perubahan-perubahan seluler dan struktural pada PPOK

ketika proses inflamasi tersebut meluas keparenkim dan arteri

pulmonalis. Asap rokok diamati memang memancing reaksi

inflamasi yang ditandai dengan infiltrasi limfosit T, neutropil dan

makrofag pada dinding saluran nafas. Disamping itu terjadi juga


(33)

limfosit T sitotoksik (CD8+) akan menginfiltrasi saluran nafas sentral

dan perifer. Neutrofil yang juga meningkat pada kelenjar bronkus

pasien dengan PPOK memberikan peranan yang penting juga

terhadap hipersekresi mukus, dimana hal ini kemudian memacu

ekspresi gen IL-4 yang mengekspresikan sejumlah besar sel-sel

inflamasi pada subepitel bronkus dan kelenjar submukosa

penghasil sekret.19

TNF α yang merupakan sitokin proinflamasi yang potensial akan berkoordinasi dan menyebabkan peningkatan sitokin-sitokin

lainnya seperti IL-1 dan IL-6 yang kemudian akan menginduksi

angiogenesis. Peningkatan sitokin-sitoin diatas selain berada

didalam saluran nafas, juga beredar di sirkulasi sistemik.

Peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi pada saluran nafas sebagai

petanda inflamasi lokal, juga akan memberikan gambaran pada

peningkatan sel-sel inflamasi secara sistemik, termasuk didalamnya

neutrofil dan limfosit pada gambaran darah tepi.5

Asal inflamasi sistemik pada PPOK sebenarnya tidaklah

terlalu jelas dimengerti, tetapi terdapat beberapa jalur yang

diperhitungkan dapat menjelaskan proses tersebut. Mekanisme

pertama yang telah diketahui luas adalah salah satu faktor risiko


(34)

Gambar 2. Mekanisme Inflamasi Pada PPOK.4

Selain menyebabkan inflamasi pada saluran nafas, asap rokok sendiri

secara independen menyebabkan efek ekstra pulmoner seperti kejadian

kardiovaskular dan inflamasi sistemik melalui stres oksidatif sistemik dan

disfungsi endotel vaskular perifer dan menariknya kejadian ini juga akan dialami

oleh perokok pasif meski hanya terpapar beberapa tahun. Mekanisme kedua

yang bertolak belakang dari mekanisme pertama menyatakan bahwa respon

inflamasi lokal ber diri sendiri, begitu juga inflamasi sistemik. Hal ini dibuktikan

dari penelitian akan kadar TNFαR dan IL8 pada sputum yang ternyata meskipun tinggi pada sputum, ternyata tidak menunjukkan adanya inflamasi

sistemik yang berat. Begitu juga pada orang sehat yang dipaparkan akan

produk bakterial yang pro inflamasi, lipopolisakarida memang menunjukkan


(35)

saluran nafas dan penurunan FEV1, hanya saja terjadi perbedaan dimana

memang inflamasi sistemik tampak pada subjek yang mengalami demam,

tetapi tidak pada subjek yang hanya mengalami gangguan saluran nafas tanpa

demam. Mekanisme ketiga yang diduga adalah hipoksia, dan ini merupakan

masalah berulang pada PPOK, dimana hipoksia yang terjadi akibat

penyempitan saluran nafas, akan mengaktivasi sistem TNF dan makrofag yang

menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi pada sirkulasi perifer.21

Gambar 3. Lingkaran terjadinya proses kerusakan pada PPOK.26

2.5.2 TNF Alpha pada PPOK.

TNF Alpha atau sinonim lainnya Lymphotoxin B, Cachectin adalah

sitokin inflamasi pleotropik . Teori tentang respon anti tumoral dari sistim imun

secara in vivo sudah di ketahui sejak 100 tahun yang lalu oleh seorang medis

William B. Coley. Pada tahun 1968 Dr. Gale A Granger dari University of

California melaporkan adanya faktor sitotoksik yang dihasilkan oleh lymphocyte


(36)

faktor sitotoksik lainnya yang diproduksi oleh makrofag dan diberi nama Tumor

Necrosis Factor (TNF).8,10

Tumor Necrosis Factor (TNF)-α adalah sitokin pleotropik yang memiliki efek yang bermacam-macam, seperti growth promotion, growth

inhibition, angiogenesis, cytotoxicity, inflammation, dan imunomodulation yang

berimplikasi terhadap beberapa kondisi inflamasi. Sitokin ini tidak hanya

diproduksi oleh aktivasi makrofag tetapi juga oleh sistim imun yang lainnya

meliputi : lymphocytes, natural killer cells, mast cells dan jaringan stromal

meliputi : endotelhelial cells, fibroblasts, microglial cells. TNF di sintesis oleh

monomeric Type-2 transmembrane protein (tmTNF) berada didalam membran

homotrimer dan membelah menjadi matrix metalloprotease TNF-α converting enzyme (TACE) dan untuk soluble circulating trimer (solTNF). Dimana

keduanya tmTNF dan solTNF merupakan bentuk biologi yang aktif.

Keseimbangan antara tmTNF dan solTNF menberikan signal yang dapat

mempengaruhi tipe dari sel, aktivasi dari sel, dan menstimulus produksi dari

TNF, aktifitas TACE, dan ekspresi dari endogenous TACE inhibitors merupakan

petunjuk efek dari penyimpangan TNF mediated pada kelangsungan hidup

sel.13

Alveolar macrophages memainkan peranan yang penting sebagai

imunitas bawaan dan didapat., yang berperan sebagai pertahanan patogen

terhadap paru-paru, pembersih dari partikel-partikel inhalasi dan respon

inflamasi. Alveolar macrophages memiliki tempat yang unik di dalam tubuh,

karena mereka berlokasi diantara penghubung yaitu udara dan jaringan


(37)

inhalasi yang berasal dari udara. Normalnya alveolar macrophages berjumlah

kurang lebih 95% dari leukosit airspace , serta 1 sampai 4% limphosit dan

hanya 1% neutophil, ini adalah alasannya bahwa alveolar macrophages

berhubungan dengan sel phagositosis dari sistem imun bawaan pada

paru-paru. Sel ini memegang peranan sebagai poros dari proses inflamasi pada

PPOK. Alveolar macrophages mengalami kenaikan (5-10 kali) pada saluran

nafas, parenkim paru, Broncho Alveolar Lavage (BAL) dan sputum pada

penderita PPOK yang merokok dan peningkatan jumlah makrophag ini juga

berhubungan dengan tingkat keparahan dari PPOK.

Paparan asap rokok memang merupakan penyebab tersering dari

PPOK, di mana sebagai akibat dari asap rokok ini akan mengaktivasi makrofag

untuk melepaskan beberapa mediator inflamasi, salah satunya adalah TNFα.

TNFα di percaya memerankan peranan yang sangat penting terhadap patofisiologi dari PPOK. TNFα di perlihatkan pada binatang percobaan yang dapat menginduksi perubahan patologi pada PPOK, termasuk infiltrasi sel

inflamasi pada paru-paru, fibrosis paru dan emphisema. Secara In vivo

peninggian kadar TNFα juga dapat di jumpai pada darah perifer, biopsi bronkhial, induksi sputum dan BAL dari pasien-pasien PPOK stabil yang

dibandingkan dengan kontrol.9,13

2.6 DIAGNOSIS.

Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK


(38)

pemeriksaan spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan

dada terasa menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi

seiring waktu yang dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.1

Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis

PPOK. Tanda fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga

terdapat kerusakan yang bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi

memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Pada inspeksi dapat di

temukan sentral sianosis, bentuk dada “barel-shaped”, takhipneu, edema

tungkai bawah sebagai tanda kegagalan jantung kanan. Perkusi dan palpasi

jarang membantu diagnosis PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi yang akan

mengaburkan batas jantung dan menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering

memberikan kelemahan saluran nafas, dapat dengan disertai adanya mengi.17

Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di

lakukan pada penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih

memastikan diagnosa yang ada sekaligus memantau progresifitas penyakit.

Perangkat ini merupakan alat bantu diagnosis yang paling objektif,

terstandarisasi dan most reproducible akan adanya hambatan aliran nafas.

Spirometri akan menilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan Volume

Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1) yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis

kelamin dan ras. Diagnosa PPOK ditegakkan bila didapati nilai paksa paska

bronkodilatornya VEP1/KVP < 0,70 dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan

penilaian VEP1 tadi, dapat dinilai derajat keparahan dari PPOK.27,28

Gambaran foto dada yang abnormal jarang tampak pada PPOK,


(39)

adanya tanda hiperinflasi (pendataran diafragma dan peningkatan volume

udara pada rongga retrosternal), hiperlusensi paru dan peningkatan corak

vaskuler paru. Selain itu radiologis membantu dalam melihat komorbiditas

seperti gambaran gagal jantung. Untuk kepentingan operatif, CT Scan paru

juga memegang peranan penting.1


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian.

Penelitian ini dilakukan secara potong lintang yang bersifat deskriptif analitik.

3.2 Waktu dan tempat Penelitian.

• Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga November 2010.

• Penelitian dilaksanakan di poliklinik Pulmonologi dan alergi Imunologi, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

(RSUP.HAM) dan Rumah Sakit Pirngadi Medan, Sumatera

Utara.

• Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah TNF α

dillaksanakan oleh Laboratorium Prodia cabang Medan,

Sumatera Utara.

3.3 Populasi Terjangkau.

Penderita PPOK stabil yang berumur diatas 40 tahun baik pria maupun wanita yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di poliklinik

Pulmonologi dan alergi imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam


(41)

3.4 Kriteria yang diikutkan dalam penelitian.

• Subjek penelitian yang berumur diatas 40 tahun baik pria maupun wanita.

• Subyek yang menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian secara sukarela dan

tertulis (informed concent) untuk menjalani pemeriksaan fisik,

laboratorium, Foto Thorax PA dan Spirometri.

• Subjek dengan klinis PPOK (anamnesis dan fisik diagnosis) serta dari pemeriksaan spirometri di dapatkan VEP1/KVP <

70%.

• Subjek tidak termasuk dalam kriteria yang dikeluarkan dalam penelitian.

3.5 Kriteria yang dikeluarkan dalam penelitian.

• Penderita PPOK eksaserbasi

• Penderita dibawah umur 40 tahun.

• Penderita PPOK yang tengah menjalani pemberian terapi antibiotik, steroid sistemik dan inhalasi.

• Penderita penyakit autoimun, penyakit kolagen dan Osteo Arteritis.

• Penyakit paru lainnya seperti bronkiektasis, fibrosis kistik, tuberkulosis, mikosis paru, pneumonia dan asma.


(42)

3.6 Perkiraan besar sampel

Untuk memperkirakan besar sampel dipergunakan rumus sampel

sebagai berikut :

Zα x S ²

n ≥

Dimana:

Zα = α = 0,05 → Zα = 1,96 S = Simpang baku = 0,3

d = presisi = 0,1

Perkiraan besar sampel

n ≥

n ≥ 5,88 ²

n ≥ 34,5744 Æ 35

Maka dari perhitungan rumus diperoleh jumlah sampel sebesar =

35 sampel.

d

1,96 x 0,3 2


(43)

3.7 Cara Penelitian.

Pada semua penderita yang masuk dalam penelitian diminta memberikan persetujuan tertulis (informed concent) dan dilakukan pemeriksaan

sebagai berikut:

a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan, keluhan utama, riwayat merokok atau paparan

asap rokok, jumlah rokok perhari dan lama merokok. Riwayat serangan

hingga subyek pernah masuk rumah sakit karena penyakit yang di

deritanya, riwayat penyakit lainnya dan riwayat pengunaan obat-obatan

baik secara oral, parenteral atau Inhalasi.

b. Dilakukan pemeriksaan Tinggi Badan (TB) dalam satuan meter (m),

Berat Badan (BB) dalam satuan Kilogram (kg), indek masa tubuh (IMT)

dalam satuan Kg/m2.

c. Dilakukan pemeriksaan Tekanan Darah (TD) dengan mengunakan

sphygmomanometer air raksa, dimana sebelumnya penderita

diistirahatkan selama 5 menit. Pengukuran dilakukan pada lengan

sebelah kanan sebanyak dua kali dan diambil reratanya.

d. Dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik khusus pada saluran pernafasan

baik secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan

auskultasi dilakukan dengan mengunakan stetoskop bagian diapragma.

e. Dilakukan pemeriksaan Spirometri pada subyek yang secara klinis

terdiagnosa PPOK. Penderita diberikan penjelasan terlebih dahulu


(44)

maka dilakukan percobaan pemakaian spirometri terlebih dahulu. Bila

percobaan pemakaian spirometri benar, barulah di lanjutkan dengan

pemeriksaan spirometri untuk penilaian derajat keparahan PPOK sesuai

dengan GOLD 2008.

f. Dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa : laboratorium yang

meliputi darah rutin, uji faal hati, faal ginjal dan kadar gula darah puasa ,

2 jam setelah makan atau random yang di dapatkan pada bagian

Patologi Klinik rumah sakit RS HAM dan RS. Pirngadi Medan dimana

sampel diperiksa, serta pemeriksaan radiologi secara thorax PA.

g. Dilakukan pemeriksaan kadar TNFα pada darah vena oleh laboratorium Prodia cab Medan, Sumatera Utara.

3.8 Definisi Operasional.

a. Subyek penelitian : penderita PPOK stabil yang menjalani pemeriksaan

kesehatan secara teratur di poliklinik Pulmonologi dan Alergi Imunologi

RSUP H. Adam Malik dan RS Pirngadi Medan selama periode penelitian

dan sudah memberikan izin tertulisnya untuk mengikuti penelitian ini.

b. Usia : Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP)

dengan satuan hasil berupa tahun.

c. Jenis kelamin : Berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP)

dengan hasil pria atau wanita.

d. Pekerjaan dan Pendidikan : Ditanyakan secara lisan dengan penderita


(45)

e. Riwayat merokok : Ditanyakan secara lisan dengan penderita secara

langsung dan dilakukan penilaian Indeks Brinkman yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap perhari dikalikan lama

merokok dalam tahun. Hasil di bagi menjadi 3 kelompok yaitu : Ringan 1

– 200 batang, Sedang 201 – 600 batang, Berat > 600 batang.

f. Pemeriksaan TNFα serum diambil dari darah vena subyek penelitian sebanyak 10 cc, dan reagen kit yang digunakan adalah produk R & D

sistim Minieapolis USA , dengan no cat DTA00C, Lot : 277858.

g. Uji Spirometri :

- Dilakukan dengan mengunakan spirometri Chest Graph HI-701

yang telah di kaliberasi terlebih dahulu.

- Pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Spirometri sebelumnya

tidak boleh mengunakan obat-obatan bronkhodilator ( selama 6

jam untuk bronkhodilator untuk kerja singkat dan 12 jam untuk

kerja panjang dan 24 jam untuk teofilin lepas lambat ).

- Dilakukan pengukuran spirometri berupa VEP1 sebelum

pemakaian bronkhodilator

- Kemudian diberikan 400 μg bronkhodilator ß2 agonis kerja singkat melalui Metered Dose Inhaler dalam hal ini memakai fenoterol.

- Dilakukan pengukuran setelah 10-15 menit setelah pemberian

inhalasi bronkhodilator.

- Bila didapati peningkatan kurang dari 12% atau kurang dari 200ml

paksa bronkhodilator, maka dipastikan didapati adanya hambatan


(46)

h. Derajat Keparahan PPOK

Derajat keparahan penderita PPOK ditentukan dengan klasifikasi menurut kriteria Global Initiative for Chronic Obstruktif Lung

Diseases 2008, seperti terlihat pada table di bawah ini :

Tabel. 3 Klasifikasi derajat keparahan PPOK berdasarkan spirometri.1

DERAJAT KARAKTERISTIK I : PPOK Ringan VEP1/KVP < 0,70

VEP1≥ 80% prediksi II : PPOK Sedang VEP1/KVP < 0,70

50% ≤ VEP1 ≤ 80% prediksi III : PPOK Berat VEP1/KVP < 0,70

30% ≤ VEP1 ≤ 50% prediksi IV : PPOK sangat berat VEP1/KVP < 0,70

VEP1 < 30% prediksi atau

VEP1 < 50% prediksi ditambah

Gagal nafas kronik

VEP1 : Volume ekspirasi paksa satu detik; KVP : Kapasitas Vital Paksa

; Gagal Nafas : Tekanan Parsial Arteri (PaO2) kurang 8,0kPA (60 mmHg)dengan atau tanpa Tekanan CO2 Parsial Arteri (PaCO2) > 6,7 kPA (50 mmHg) saat bernafas pada ketinggian rata-rata air


(47)

3.9 Analisa Data.

• Untuk menampilkan data-data gambaran umur, Indek masa tubuh (IMT), Indeks Brinkman, FEV1, dan thorax foto subjek

penelitian digunakan tabulasi dan di diskripsikan.

• Untuk menilai hubungan kadar TNF α serum dengan derajat keparahan PPOK disajikan dengan mengunakan uji Anova.

• Data diolah dan dianalisa dengan mengunakan program

SPSS Version-15 dengan batas kemaknaan p<0,05.

3.10 Ethical Clearance dan informed concernt.

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda

tangani oleh Prof. Dr. Sotomo Kasiman, SpPD, SpJP (K) pada tanggal 10 Junii

2010 dengan nomer surat 144/ KOMET/FK USU/2010.

Informed concern diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang

bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan


(48)

3.11 Kerangka Operasional.

Penderita PPOK Stabil

SPIROMETRI

- Darah Rutin - KGD - LFT - RFT - Foto Torak

Kriteria Ekslusi Kriteria Inklusi

- Nama - Umur

- Jenis kelamin - Pem Fisik - TB, BB

Kadar

Derajat

TNF Alpha

Keparahan


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik dasar populasi penelitian.

Selama periode seleksi penelitian ini berlangsung dari tanggal 1 Juni hingga 30 November 2010, di peroleh sampel penelitian sebanyak 42

sampel. Setelah dilakukan pemeriksaan penyaring yang meliputi : data identitas

pribadi, tekanan darah (TD), berat badan (BB), tinggi badan (TB), indek masa

tubuh (IMT), indek Brinkman , pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang

yang meliputi : darah rutin, pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal serta

pemeriksaan kadar gula darah dan foto thorax didapatkan 2 sampel yang

dikeluarkan dari alur penelitian, yang disebabkan karena didapatkan adanya

leukisitosis ( > 12.000 gr/dl ) dan dijumpai adanya gambaran infiltrat pada

lapangan paru dengan kesan suatu pneumonia.

Dari 40 sampel penelitian yang lolos kriteria inklusi dan eklusi,

dilakukan pemeriksaan Spirometri untuk mendapatkan derajat keparahan

PPOK berdasarkan GOLD 2008. Setelah penentuan derajat keparahan PPOK,

sample penelitian dilakukan pengambilan sample darah vena sebanyak 10 cc

untuk pemeriksaan TNFα . Dari 40 sampel penelitian yang diperiksa, di dapatkan 5 sampel darah mengalami hemolisis pada saat dilakukan


(50)

Tabel 4. Data karakteristik dasar populasi penelitian.

Parameter Derajat Keparahan PPOK

I II III IV

Jumlah Sampel (n) 9 7 9 10 Jenis Kelamin (n)

Pria 8 7 9 10 Wanita 1

Usia (Tahun )

Mean ± SD 69,22±8,151 65,00±6,403 67,00±6,557 68,20±7,729 IMT, Kg/m2

Mean ± SD 23,61±2,990 21,87±2,069 23,48±2,623 23,72±4,762 Indek Brinkman

Mean ± SD 877,5±747,2 738,2±341,1 1037±539,3 884,0±361,9 FEV1 % Prediksi

Mean ± SD 0,902±0.068 0,618±0,102 0,420±0,057 0,248±0,075 Keterangan : IMT : Indek Massa Tubuh, Indek Brinkman : Perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap perhari dikalikan lama merokok dalam tahun, FEV1% Prediksi : Forced Expiratory Volume in 1 second ( Volume Ekspirasi Paksa 1 detik ).

Hingga akhir penelitian terdapat 35 sampel yang dapat

menyelesaikan penelitian hingga selesai. Didapatkan data IMT Kg/m2 penderita

PPOK yang Overweigh 9 orang, Normoweigh 23 orang, underweigh 3 orang.

Dan data yang didapatkan tidak dijumpai adanya signifikansi diantara kelompok

berdasarkan derajat keparahan PPOK stabil, dimana hasil yang didapat nilai

P<0,688. Berdasarkan penilaian indek Brinkman didapatkan penderita PPOK

yang perokok berat sebanyak 24 orang, sedang 9 orang, ringan 1 orang dan

tidak merokok sebanyak 1 orang. Dimana data indek Brinkman juga


(51)

dimana hasil yang di jumpai didapat nilai p<0,724. Yang jelas terlihat adanya

signifikansi adalah data pada penilaian FEV1% Prediksi terhadap derajat

keparahan PPOK, dimana dijumpai nilai p<0,000.

4.2 Hubungan antara kadar TNF Alpha serum terhadap derajat keparahan PPOK stabil.

Pada penilaian data hubungan TNFα terhadap derajat keparahan PPOK , sebelum dilakukan penilaian signifikansi pada masing-masing

kelompok dilakukan tes homogenity of variances , dimana hasil yang

didapatkan p<0,002 ( p<0,05 ), karena p<0,05, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa paling tidak bermakna.

Dalam tabel 5 dibawah ini tergambarkan hubungan nilai TNFα

pada PPOK stabil berdasarkan derajat keparahannya. Setelah dilakukan

pengujian statistik dengan mengunakan uji Anova untuk melihat signifikansi

diantara kelompok pada masing-masing derajat keparahan PPOK stabil

terhadap kadar TNF α, tidak dijumpai adanya signifikansi dengan nilai P < ,095.Pada PPOK stabil stadium IV jika dibandingkan terhadap kelompok

dengan stadium-stadium yang lain yaitu PPOK stabil stadium I dan II di

dapatkan nilai signifikansi diantara kelompok tersebut dengan nilai P

masing-masing : ,030 dan ,041. Tetapi hal ini tidak didapatkan bila dibandingkan


(52)

Tabel 5. Hubungan antara nilai TNF Alpha terhadap derajat keparahan PPOK stabil.

Stadium PPOK P (n)

I II III IV

TNF α 3,811±2,569 3,757±1,671 5,378±3,387 10,94±11,93 ,095

(Mean±SD)

Keterangan : TNF α : Tumor Necrosis Factor Alpha ,P: signifikansi(<0,05)

Dibawah ini dapat digambarkan bloks plot dari hubungan antara

nilai TNFα serum terhadap derajat keparahan PPOK stabil

Stadium PPOK

Stadium IV Stadium III

Stadium II Stadium I

TN

F a

lfa

40.0

30.0

20.0

10.0

0.0

19

Gambar 5. Box Plots hubungan TNF α terhadap derajat keparahan PPOK stabil.


(53)

Dari Box Plots diatas, jelas terlihat bahwa kadar TNF α serum akan semakin meningkat dengan semakin tingginya derajat keparahan pada PPOK

stabil, dan ini dapat dilihat pada derajat IV dan III walaupun pada derajat I dan II


(54)

BAB V PEMBAHASAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu gangguan pada saluran pernafasan yang berhubungan dengan progresifitas, keterbatasan

pada hambatan aliran udara yang bersifat non reversibel dan adanya inflamasi

yang abnormal sebagai respon yang melibatkan saluran nafas kecil. Inflamasi

saluran nafas merupakan kunci dari gambaran PPOK dan ini beralasan bahwa

proses inflamasi ini memainkan peranan yang penting pada

patogenesisnya.29,30

PPOK di karakteristikkan oleh suatu proses inflamasi yang terus

menerus pada saluran nafas, parenkhim dan vaskuler pulmonal. Respon

Inflamasi pada paru-paru akan berakibat terjadinya peningkatan jumlah

neutropil, makrofag dan limfosit T, sehingga akan di hasilkan beberapa sitokin

proinflamasi seperti leukotrien (LT)B4, Interleukin (IL)-1, 6 dan 8 serta tumor

necrosis factor alpha (TNFα).31,32

TNFα, merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang sering di teliti sebagai marker inflamasi pada PPOK. Pada suatu penelitian eksperimental

tentang efek yang ditimbulkan dari TNFα Ini telah di teliti dengan menggunakan hewan percobaan, di dapatkan suatu kesimpulan bahwa dengan tingginya

kadar TNFα maka akan menginduksi perubahan patologi yang mirip dengan emfisema dan pulmonal fibrosis. Perubahan-perubahan patologi ini di

asumsikan bahwa TNFα memainkan peranan yang penting sebagi pencetus terjadinya apoptosis.12,33


(55)

Plasma TNFα di temukan meningkat pada penderita PPOK, Pada penelitian yang dilakukan oleh Di Francia et all memperlihatkan, dimana serum

TNFα yang di periksa dengan mengunakan immunoradiometric assay dijumpai secara signifikan meningkat (p<0,001) pada pasien-pasien dengan PPOK

dengan penurunan berat badan dibandingkan dengan orang yang sehat

sebagai kontrol. Serupa pada penelitian yang dilakukan oleh Karadag et all

melaporkan tingginya serum TNFα diantara penderita PPOK stabil dan eksaserbasi yang dibandingkan dengan kontrol, dan serum TNFα di jumpai berhubungan dengan derajat keparahan.31

Pada penelitian ini penilaian terhadap hubungan kadar TNFα serum terhadap derajat keparahan pada PPOK stabil, tidak ditemukan adanya

signifikansi diantara kelompok berdasarkan derajat keparahan PPOK stabil.

Walaupun tidak terlihat adanya signifikansi kadar TNFα pada masing-masing derajat keparahan pada PPOK stabil, ternyata kadar TNFα dijumpai dengan peningkatan yang nyata pada PPOK stadium IV, dibandingkan dengan

stadium-stadium lainnya. Penyebab terjadinya keadaan ini mungkin dapat disebabkan

oleh faktor-faktor yang lainnya termasuk sitokin-sitokin proinflamasi yang bukan

hanya TNFα saja, tetapi masih banyak marker-marker inflamasi lainnya yang juga memegang peranan penting terhadap perubahan-perubahan pada saluran

nafas terutama paru-paru yang dapat berdampak terhadap perburukan derajat

keparahan pada PPOK stabil ini.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sama pada penelitian


(56)

yang dilakukan oleh J.Vestbo, MD et all , penelitiannya dilakukan dengan

metoda kohort yang besar , dengan analisa secara univariat dan multivariat,

Mereka mendapatkan tidak dijumpai adanya hubungan signifikansi dari TNFα

terhadap demografi dan parameter klinis termasuk umur, Stadium menurut

GOLD, BMI, dan 6 minute walk distance. Mereka berkesimpulan bahwa serum

TNFα , merupakan suatu marker inflamasi, dan secara signifikan meningkat pada penderita PPOK.34

Begitu pula pada penelitian lainnya, yang di lakukan oleh Luigi G.

Franciosi et all, yang menilai marker-marker inflamasi dari derajat keparahan

penderita PPOK, mereka juga mendapatkan nilai serum TNFα tidak di temukan signifikansi yang berbeda secara statistik diantara kontrol yang sehat dan

derajat keparahan PPOK yang lainnya, disamping itu ternyata kecendrungan

nilainya meningkat sesuai dengan derajat keparahan.29

Hampir sama dengan banyak penelitian-penelitian lainnya, begitu

juga dengan GOLD 2008, bahwa jumlah Pria tetap lebih banyak dibandingkan

dengan wanita, dan umur juga dikatakan lebih dari 30 tahun dan insidensinya

akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia.1 Pada penelitian ini

didapatkan jumlah penderita PPOK stabil sebanyak 35 orang yang terdiri dari

pria sebanyak 34 orang dan wanita sebanyak 1 orang dan umur yang

didapatkan dari seluruh sampel >50 tahun.

FEV1 merupakan suatu penilaian yang sangat penting terhadap PPOK,

dimana kegunaannya diperlihatkan oleh beberapa studi yang besar yang di

lakukan oleh Fletcher dan Pato’s. Mereka mendapatkan terjadinya progresifitas


(57)

Health mendapatkan penurunan FEV1 dipercepat dengan kebiasaan merokok

dibandingkan pada mereka yang tidak merokok. Pada penelitian oleh Luigi G.

Franciosi et all, mereka mendapatkan nilai FEV1 (% Prediksi) berhubungan

secara statistik terhadap derajat keparahan pada PPOK, semakin berat derajat

PPOK maka nilai FEV1 akan semakin menurun.29

Penilaian terhadap terhadap FEV1 pada penelitian ini didapatkan

hasil yang sama dari beberapa penelitian-penelitian yang lainnya. Hasil yang

didapatkan dari penilaian secara statistik di jumpai adanya signifikansi diantara

kelompok berdasarkan derajat keparahan PPOK stabil ini dengan

didapatkannya niali p<0.000. Ternyata nilai FEV1 didapatkan semakin menurun

seiring dengan semakin beratnya derajat keparahan pada PPOK. Pada suatu

penelitian yang dilakukan oleh Suzana E Tanni et all mereka mendapatkan

hasil yang nyata dari temuan yang mereka jumpai, bahwa tingginya kadar

serum TNFα pada penderita-penderita PPOK dengan nilai FEV1 <30% yang dibandingkan dengan derajat ringan-sedang pada penderita PPOK.32

Ada juga suatu penelitian tentang perubahan FEV1 yang di lakukan

oleh Tucson Epidemiology Study pada mereka bekas perokok pada awal studi

tetapi merokok kembali selama folow up, didapatkan penurunan FEV 1 sebesar

56 ml/tahun.36

Abnormalitas nutrisi, termasuk perubahan masukkan kalori, basal

metabolic rate, intermediate metabolic, dan body composition , sering dijumpai

pada PPOK. Tidak diketahui secara jelas terjadinya penurunan berat badan

ditemukan sebesar 50% penderita PPOK. Hilangnya masa otot skeletal adalah


(58)

disfungsi otot skeletal belumlah sepenuhnya jelas dimengerti, berdasarkan

penelitian-penelitian banyak dihubungkan dengan peninggian kadar TNFα. Sebagaimana sudah Kita ketahui bersama bahwa pada penderita PPOK di

temukan peningkatan kadar dari beberapa sitokin disirkulasi salah satunya

adalah TNFα. Ini di kuatkan dari suatu penelitian yang dilakukan oleh de Godoy bahwa rendahnya berat badan dijumpai berhubungan dengan kadar TNFα pada penderita PPOK dibandingkan pada subjek yang sehat.35

Pada penelitian ini , penilaian terhadap Indek Masa Tubuh (IMT)

tidak ditemukan adanya signifikansi secara statistik pada masing-masing

derajat keparahan PPOK stabil. Hasil yang didapatkan antara IMT dan

hubungannya diantara grup adalah p<0,688. Ada satu pasien yang terlihat nilai

IMT dengan Severe Underwaight dengan indek Brinkman yang berat dan nilai

FEV1 % prediksi 25% digolongkan PPOK derajat IV dengan nilai TNFα sebesar 18,7 yang dapat mengambarkan hubungannya, walaupun hal ini tidak di

perlihatkan oleh beberapa penderita PPOK yang lainnya.

Rokok yang selalu dianggap sebagai salah satu penyebab utama

PPOK, pada penelitian ini didapatkan bahwa hampir semua sampel penelitian

adalah perokok sebanyak 34 orang dan hanya 1 orang yang tidak merokok,

tetapi tetap terpejan dengan paparan asap rokok dan asap dari kayu bakar.

Tetapi penilaian terhadap indek Brinkman tidak menunjukkan adanya

signifikansi secara statistik hubungan diantara kelompok, dengan p< 0,724.

Rokok secara langsung menyebabkan disfungsi endotel saluran nafas dan

kerusakan silia saluran nafas, sehingga mekanisme protektif terhadap sekret


(59)

kemudian memudarkan perkiraan bahwa rokok bukan penyebab utama

progresifitas PPOK, tetapi hal yang juga dapat diperhitungkan adalah perokok

pasif, dimana pada perokok pasif ini didapati kadar nikotin < 10 ng/ml ternyata

juga menunjukkan adanya inflamasi dengan Odds Ratio (OR) yang juga

meninggi pada masing-masing derajat penurunan VEP1 . Sahab dkk

menemukan bahwa rokok tetap terkait erat dengan insidensi dan prevalensi

PPOK, bahkan dengan derajat keparahannya, dimana terdapat 34,9% ( 95% CI

32,1-37,8 ) PPOK merupakan perokok dibandingkan 22,4% ( 95% CI 21,4-23,4

).23

Hubungan merokok dan TNFα sebagai mediator inflamasi sistemik pada penderita PPOK juga telah di teliti oleh suzana E Tanni dkk, mereka

mendapatkan hasil bahwa merokok akan mempengaruhi TNFα sebagai mediator inflamasi sistemik, dan kadarnya akan menurun pada beberapa

pasien selama di observasi pada penderita-penderita PPOK yang berhenti

merokok.32 Hubungan dengan sampel penelitian yang merokok pada penelitian

ini juga didapatkan kadar TNFα yang tinggi khususnya pada PPOK stadium IV, dimana nilai TNFα yang tertinggi didapat mencapai angka 39,4 pg/ml dan pada


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil yang ditemukan pada penelitian ini dan pembahasannya

dapat diajukan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kadar TNF α serum akan semakin meningkat dengan tingginya derajat keparahan PPOK stabil.

2. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar TNFα serum pada masing-masing derajat keparahan PPOK stabil.

3. Semakin berat derajat PPOK, dapat disimpulkan terdapat pula

beban inflamasi sistemik yang ada.

6.2 SARAN

1. TNF α sebaiknya mulai juga dilakukan sebagai salah satu pemeriksaan rutin untuk penderita PPOK.

2. Tatalaksana penderita PPOK sebaiknya juga didasarkan kepada

kadar TNFα serum. Sehingga dengan melihat kadar TNFαserum, tatalaksana terhadap PPOK menjadi lebih holistik sehingga dapat

mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.

3. Sebaiknya juga dapat dilakukan penelitian nilai dasar dari TNFα

pada sampel yang sehat yang dapat dijadikan patokan untuk

melihat kadar TNFα yang sebenarnya untuk diwakilkan pada populasi.


(61)

4. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan sampel yang lebih besar

dan metodologi yang lebih baik dimasa yang akan datang.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

1. Roisin Roberto R, Rabe K, Anzueto, Buist A Sonia, Carverley Peter, deGuia

Teresita S, Fukuchi Yoshinosuke, Jenkins Christine, Kocabas Ali, Casas

Alejandro, Mogilnicka Ewa Nizankowska, Zielinski Zan. Global strategy for

the diagnosis, management and prevention of Chronic Obstructive

Pulmonary Disease. NHLBI/WHO Global initiatiative for Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (GOLD) 2008.

2. Bahar Asril. Penyakit Paru Obsruksi Kronik Penatalaksanaan Secara

Paripurna, dalam Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine

2001; Hal : 207-208.

3. Amin Muhammad. Perkembangan Konsep Patogenesis Penyakit Paru

Obstruktif Kronik, dalam Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VII Ilmu

Penyakit Paru, UNAIR Surabaya, 2004; Hal : 95 – 100.

4. Barnes.J. Peter.Chronic Obstructive Pulmonary Disease, Departement of

Thoracic Medicine, National Heart and Lung Institute, Imperial College

School of Medicine, London, 2000; Hal : 269 – 278.

5. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquets X. Systemic

efects of chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respi J 2003; 21: 347

– 360.

6. Khader A K Abdul. Systemic Effects ini COPD, MES Medical Colege.


(63)

7. Rumende Cleopas Martin. Terapi Kuinolon Baru pada PPOK Eksaserbasi

Akut. Dalam Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002;

Hal : 43 – 48.

8. Baeyens et al. TNF-Alpha, dalam assingment for an undergraduate course

at Davidson College ; Hal : 1 -7.

9. Sarir Hadi,Henricks Paul A.J, Van Houwelingen Anneke H, Nijkamp Frans P,

Folkerts Gert. Cells, mediators and Toll-like receptor in COPD, European

Journal of Farmacology, Elsevier,2008; Hal : 346 – 353.

10. Tumor Necrosis factor-alpha from www. Wikipiedia. Tumor necrosis alpha,

the free encyclopedia.; hal : 1 - 6

11. Mukhopadhyay Srirupa, Hoidal John R, Mukherjee Tapan K. Role of TNFα in pulmonary pathophisiology, Respiratory research 2006, 7:125; Hal : 1- 11

12. Mukhopadhyay Srirupa. Role of TNFα in Chronic Obstructive Pulmonary Disease and Chronic Bronchitis, Respiratory research 2006; Hal : 1 – 2.

13. Matera Maria Gabriella, Calzetta Luigino, Cazzola Mario. TNFα inhibitor in asthma and COPD: We must not throw the baby out with the bath water,

Pulmonary Pharmacology & Therapeutics, Elsevier, 2009; Hal: 121 - 128

14. Calikoglu Mukadder, Sahin Gulsah, Unlu Ali, Oztrurk Candan, Tamer

Lulufer, Ercan Bahadir, Kanik Arzu, Atik Ugur. Leptin and TNF Alpha levels

in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease and Their

Relationship to Nutritional Parameters. International Journal of Thoracic

Medicine, vol. 71. No. 1. 2004; Hal: 1-2

15. Keatings Vera M, Cave Samantha J, Henry Micheal J, Morgan Kevin,


(64)

Tumor Necrosis Factor α Gene Promoter Region May Predispose to a poor Prognosis in COPD, American College of Chest Physicians, 2000; hal :

971-975.

16. Macnee W. Chronic Bronchitis and Emphysema. In Seaton A, Seaton D,

Leitch AG editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Disease. Vol 1. 5th ed.

London. Blackwell Science; 2000: Hal : 617-695.

17. Honig EG, Ingram Jr RH. Chronic Bronchitis, Emphysema and Airways

Obstruction. In Braunwald E, Fauci AS, Kesper DL, Hauser SL, Longo DL,

Jameson JL, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine, Vol II. 15 th

Edition. New York, McGraw-Hill; 2001: hal: 1491-1499.

18. Macnee W. ABC of Chronic Obstructif Pulmonary Disease. Pathology,

pathogenesis, and phatophysiology. BMJ 2006;332:1202-1204

19. Casio MG, Majo J. Inflammation of the Airways and Lung Parenchyma in

COPD. Chest 2002;121:160s-165s.

20. Pettersen CA, Adler KB. Airways Inflammation and COPD. Chest

2002;212:142s-150s.

21. Wouters EFM. Local and Systemic Inflammation in Chronic Obstructif

Pulmonary disease. Proc AM Thorac Soc 2005;2:26-33.

22. Corless John. The Aetiology and Epidemiologi of Chronic Obstructiive

Pulmonary Disease, in: Chronic Obstuctive Pulmonary Disease, Critical

Debate, Blacwell Science Ltd;2003: 1-6

23. Sahab L, Jarvis MJ, Britton J, West R. Prevalence, dignosis and relation to

tobacco dependence of chronik obstructive pulmonary disease in nationally


(65)

24. Silverman EK, Weiss ST, Drazen JM, Chapman HA, Carey V, Campbell EJ.

Gender-related differences in severe early onset chronic obstructive

pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med;2000;162(6):2152-2158

25. Paul Man SF, Sin DD. Effects of Corticosteroid on systemic inflammation in

chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc;2005;2:78-82

26. Agusti AGN. A multicomponent disease: implications for management,

Elsevier;2005;99:670-682.

27. Celli BR. The importance of spirometry in COPD and Asma.

Chest;2000;117:15S-19S.

28. Lee TA, Bartle B, Weiss KB. Spirometry Use in Clinical Practice Following

Diagnosis of COPD. Chest;2006;129:1509-1515

29. Franciosi Luigi G, Page Clive P, Celli Bartolome R, Cazzalo Mario, Walker

Michael J, Danhol Meindert, Rabe Klaus F, Pasqua Oscar E Della. Markers

of disease severity in chronic obstructive pulmonary disease,

Elsevier;2006;19:189-199

30. Dentener MA, Louis R, Cloots RHE, Henket M, Wouters EFM. Differences in

local versus systemic TNF α production in COPD: inhibitory effect of hyaluronan on LPS induced blood cell TNFα release. Thorax;2006;61:478-484

31. Sinden Nicola J, Stockley Robert A. Systemic inflamation and comorbiditi in

COPD: a result of ˝overspill˝ of inflammatory mediators from the lungs? Review of the evidence. Thorax ;2010;65:930-936

32. Tanni Suzana E, Pelegrino Nilva RG, Angeleli Aparecida YO, Correa


(1)

Lampiran 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.DATA PRIBADI

Nama : Dr. M. Darma Muda Setia

Tempat/tanggal lahir : Banda Aceh, 25 Desember 1970 NIP : 19701225 200212 1 003

Jabatan : Staf. Bag. Ilmu Penyakit Dalam-RSUZA, Banda Aceh

Status : Peserta PPDS-1 Ilmu Penyakit Dalam FK USU Alamat : Komp. Taman Setia Budi Indah/BHR no 15. Medan Istri : Drg. Zulyana

Anak : 1. M. Daffa Razan 2. M. Thariq Azqa 3. Azzra Nafisa 4. M. Syaqil

Telp/HP : 081264486090/ 085276008030

II.RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SDN Pejaten 04 Petang Jakarta Selatan Ijazah 1983 2. SMPN 4 Banda Aceh Ijazah 1986 3. SMAN 2 Banda Aceh Ijazah 1989 4. FK Univ.Syiah Kuala Banda Acah Ijazah 1996


(2)

III.PENGALAMAN KERJA

1. Staf Puskesmas Seulimum Aceh Besar 2000

2. Staf Puskesmas Peukan Biluy Aceh Besar 2000 – 2001 3. Staf RSU Zainoel Abidin Banda Aceh 2002 - Sekarang 4. Konsultan Penyakit Dalam RSUD Kuta Cane 9 Feb – 8 Mei 2009

IV.KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

V.KARYA ILMIAH DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

1. Gontar A Siregar, M. Darma Muda Setia. Gastro Intestinal Stromal Tumor. Petemuan Ilmiah Nasional ke XIV Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dan Kongres ke XIII Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia ( PEGI ) dan Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia ( PEGI ), Surabaya 12 – 15 Juli 2007. Presentasi Poster.

2. Refli Hasan, M. Darma Muda Setia. Perikarditis Tuberkulosa dengan Effusi Perikard Berat Respon dengan Oral Anti Tuberkulosa. Kongres PAPDI. 2009.SS

VI.PARTIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2004. Medan, 17-18 September 2004.


(3)

2. Peserta pada Workshop USG Gastroentero-Hepatologi Update III 2005, Medan, 17-18 September 2005

3. Peserta pagi Farmaka ‘Pengenalan dan penanggulangan Klinis Praktis Anxietas’, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan 14 Mei 2005

4. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update IV 2006, Medan 8-9 September 2006

5. Peserta Workshop USG Gastroentero-Hepatologi Update IV 2006, Medan 07 September 2006

6. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update IV 2006, Convention Hall Hotel Danau Toba Medan, 08-09 September 2006

7. Peserta Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006.

8. Peserta Pelatihan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi Dokter Spesialis Penyakit Dalam , Medan 24-27 Mei 2007

9. Peserta Workshop EKG in daily Practice , Medan 14 April 2007

10. Peserta Road Show PAPDI 2007 Which Anti Hypertension’s giving the smart solution for asian? Hotel Tiara Medan 14 April 2007

11. Peserta pada Pertemuan Ilmiah Nasional ke XIV Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Kongres ke XIII PGI,PEGI , Surabaya 12-15 Juli 2007 12. Peserta dan Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VIII 2007


(4)

13. Peserta pada The 4th New Trend in Cardiovascular Management Theme From Infant to Adult, Medan 15 -16 Juni 2007

14. Pesrta simposium Current issuees : Urinary tract stone, prostate and overactive bladder, Medan 3 Maret 2007

15. Peserta Workshop dan Simposium Gastroentero-Hepatologi Update V , Medan 09-10 Nopember 2007

16. Peserta “Simposium of Venous Thromboembolism “, Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia cabang Medan, Medan, 26 Juli 2008 17. Peserta Pletaal simposium “Update on Management of vascular

events”, Medan 2 Februari 2008.

18. Peserta dan Panitia simposium “New Era in Therapeutic Options” Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 17-19 April 2008.

19. Peserta simposium “Fucoidan, Nature’s Way for Faster Peptic Ulcer Healing”. Medan, 14 Juni 2008.

20. Peserta simposium ” ONTARGET : A land mark trial in Cardio & Vascular protection”. Departemen Kardiologi & Kdokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Medan, 5 Juli 2008

21. Peserta pada “Symposium on Hypertension” , Medan 19 Januari 2008 22. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VI 2008, Hotel Danau Toba


(5)

23. Peserta simposium “ Festschrift Prof.Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan , 10 November 2008

24. Peserta Simposium “Landmark trial in management of hipertension & Diabetes” . PAPDI Sumut. Medan, 7 Maret 2009

25. Peserta Simposium “Update on diabetes management and medical nutrition therapy “. Medan, 17 April 2010.

26. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update VII 2009. Mdan, 9-10 Oktober 2009.

27. Peserta dan Pembicara pada Kongres Nasional PAPDI XI di Jakarta 12-14 November 2009.

28. Peserta workshop Achieving Ambitious Glycaemic Target in Diabetes “Stepwise Intensification of Insulin Treatment from Basalto Basal Plus/Bolus” Medan 12 Juli 2009.

29. Peserta dan Panitia Simposium 11th Annual Scientific Meeting Internal medicine Depatrment of Internal Medicine , Medan 1-3 April 2010. 30. Peserta pad 2nd Regional Symposium of Thrombosis Hemostasis”,

Medan, 5 Juni 2010

31. Peserta workshop “Practics, Diagnostic, and management of Hepatitis B&C “ dalam rangka HUT FK USU ke 58 Medan, 15 Juli 2010.

32. Peserta roadshow “Medical Skill Upgrade” (MEDSKUP) workshop Gastroentero-hepatologi, Meda 17 Juli 2010.

33. Peserta pada Workshop Injeksi Intra Artikular pada Rheumatology Update 2010, Medan 30 Juli 2010.


(6)

34. Peserta pada simposium Rheumatology Update 2010 Clinical Rheumatology in Daily Practice, Medan 31 Juli-1 Agustuss 2010.