Analisis Yuridis Pemeriksaan Calon Terampu Sebelum Adanya Penetapan Pengampuan Oleh Pengadilan ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2221 K Pdt 2010)

ABSTRAK
Di Indonesia, pengadilan adalah suatu badan yang dapat dijadikan jalan keluar
bagi permasalahan hukum tersebut. Pengadilan dapat memberikan kepastian hukum
tentang masalah keluarga tersebut. Salah satu permasalahan keluarga yang
membutuhkan pengadilan sebagai jalan keluar adalah soal penetapan pengampuan.
Peraturan dan ketentuan mengenai Pengampuan (curatele) ini diatur dalam bab XVII
pasal 433 yang kemudian diturunkan dalam pasal 434 sampai dengan 461.
Pengampuan atau dikenal juga dengan curatele adalah keadaan dimana seseorang
karena sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap
untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, sehingga kedudukan hukumnya
diturunkan menjadi sama dengan orang yang belum dewasa. Oleh karena itu
dibutuhkan seseorang yang mewakili segala tindakan hukumnya. Masalah yang
sering timbul dalam penetapan pengampuan yaitu Pengadilan langsung menetapkan
pengampuan kepada seseorang yang mengajukan pengampuan tersebut terlebih
dahulu, tanpa adanya pemeriksaan terhadap orang yang akan diletakkan di bawah
pengampuan (kurandus) dan terhadap keluarga atau semendanya.
Untuk membahas permasalahan tersebut jenis penelitian yang digunakan disesuaikan
dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Jenis penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif. Dengan memperhatikan proses
pengampuan ini dilakukan dengan ketentuan perundang- undangan, membaca bukubuku, tulisan- tulisan ilmiah, media massadan internet yang ada relevansinya dengan
tulisan ini. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, menganalisa kemudian

mengambil intisarinya serta memindahkan dalam tulisan ini ditambah dengan hasil
wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan.
Prosedur pemeriksaan calon terampu yaitu dengan melihat surat- surat bukti
lainnya seperti akta nikah (jika yang diampu telah menikah), kartu keluarga, kartu
tanda penduduk, dan yang paling penting yaitu surat dari rumah sakit yang
menyatakan bahwa calon terampu memang tidak cakap melakukan perbuatan hukum,
misalnya orang yang gila harus ada keterangan dari rumah sakit jiwa, pemberitahuan
tentang permohonan pengampuan kepada calon kurandus, kemudian tanya jawab
hakim yang ditunjuk dengan calon kurandus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menghindari hak menjadi pengampu jatuh kepada orang yang salah, karena seorang
pengampu mempunyai tugas untuk mewakili segala tindakan hukum si terampu dan
juga mengurus harta kekayaan si terampu. Dalam putusan Mahkamah Agung nomor
2221 K/Pdt/2010, hakim tidak membatalkan penetapan pengampuannya dengan
pertimbangan bahwa tidak ada bukti-bukti yang otentik yang menjelaskan pengampu
berkelakuan buruk terhadap siterampu, dan menurut pertimbangan hakim pengakuan
dari pengampu terhadap pernikahan sirinya adalah merupakan bukti yang sempurna
terhadap siapa yang melakukannya, baik oleh dirinya sendiri maupun dengan
perantaraan orang, hal ini sesuai dengan pasal 311 Rbg/174 HIR jo 1925 KUH
Perdata. Dan dalam tuntutan penggugat yang menyatakan penetapan pengampuan


i

Universitas Sumatera Utara

nomor 2/Pdt.P/2009/PN.ME cacat yuridis karena tidak memenuhi ketentuan
peraturan yang berlaku yaitu pasal 439 KUH Perdata, pengadilan tetap tidak
melaksanakan pemeriksaan baik terhadap siterampu ataupun keluarga sedarah
tersebut dengan alas an bukti- bukti tentang keadaan siterampu telah dijelaskan pada
permohonan penetapan pengampuan.
Kata Kunci : Pemeriksaan, Penetapan Pengampuan

ii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

A Court in Indonesia constitutes an institution which can be used as a way out
for any problem. It can give legal certainty for any household problem. One of the
household problems which need a Court as a way out is curatele (subrogation). The

provision about curatele is stipulated in Chapter XVII, Article 433 of the Civil Code
(BW), issued to Article 434 until Article 461. Subrogation or curatele is a condition
he is incapable of acting in any legal circumstances, his legal status is regarded as
the same as a minor. Therefore, somebody is needed to represent him in any legal
action. The problem which usually arises in stipulating the subrogation is that the
court directly gives the subrogation to a person who bring the case before the court
without any consideration to examine the under- subrogated person, to his kinship, or
to his in law relatives.
The type of research was judicial normative. The data were gathered by
examining legal provisions, reading scientific writings, mass media, and internet
which were relevant to the subject matter of the research. The process was reading,
analyzing, and transferring them into this research and interviewing the judges in
Medan District Court.
The procedure of examining an under- subrogated person to- be was by
looking at evidence of letters, such as marriage certificate, family card, resident’s
identity card, certificate from hospital about the condition of the under- subrogated
person ( if he is insane), a notice about the request of subrogation for the under
subrogated person to- be, an interviews with the under- subrogated person to-be by
the court in order to avoid the wrong curator. Actually, a curator is responsible for
representing any legal action of the under- subrogated person and for taking care of

the letter’s property. The Rulling of the Supreme Court no. 2221 k/Pdt/2010 states
that a judge does not cancel the verdict on his subrogation by considering that there
is no aunthentic evidence which explains that the curator has bad manners tward of
under- subrogated person and by considering that the curator”s confession of his
unregistered marriage is a hard fact on the person who does the action, either by
himself or by an intermediary person. This is in accordance with Article 311 Rbg/174
HIR Jo 1925 of the Civil Code. Although the plaintiff claims that the Subrogation
Stipulation No. 2/Pdt.P/2009/PN.ME is a judicial error because it does not fulfill the
legal provisionas it is stipulated in Article 439 of the Civil Code, the court does not
examine the under- subrogated person and his blood relatives, based on the evidence
that the condition of the under- subrogated person has been explained in the request
of the subrogation stipulation.

Keywords : Examining, Subrogation Stipulation

iii

Universitas Sumatera Utara