Hubungan Kadar Interleukin – 6 (IL-6) dengan Procalcitonin (PCT) pada Pasien Sepsis Berat di RSUP.H.Adam Malik Medan Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.

Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan

data secara potong lintang (crossectional) untuk menilai hubungan kadar IL- 6 dan
PCT pada pasien sepsis.

3.2.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU / RSUP H. Adam

Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan Januari 2015 - Maret 2016.

3.3.


Populasi Penelitian
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien penderita sepsis yang

dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari 2016 - Maret 2016.
Subjek penelitian adalah pasien penderita sepsis yang dirawat di RSUP H. Adam
Malik Medan , serta telah memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan subjek penelitian
dihentikan bila jumlah sampel telah tercapai.

3.4.

Sampel Penelitian
3.4.1.

Cara pengambilan sampel penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua populasi
terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

47
Universitas Sumatera Utara


3.4.2.

Besar sampel

Digunakan rumus besar sampel untuk uji korelasi . Besar sampel ditentukan
dengan rumus:

(Z
n≥

(1−α / 2 )

Po (1 − Po ) + Z (1− β ) ) Pa (1 − Pa )

(Po − Pa )2

)

2


dimana :

Z (1−α / 2 ) = deviat baku alpha. utk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

Z (1− β ) = deviat baku betha. utk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
(sumber)
P0 = proporsi penderita sepsis berat = 0,495 (49,5 %)
Pa = perkiraan proporsi penderita sepsis yang diteliti, sebesar = 0,745
P0 − Pa = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25
Menurut rumus di atas maka diperlukan sampel minimal sebanyak 38 sampel.
3.5. Kriteria Penelitian
3.5.1.

Kriteria inklusi

1. Usia > 18 tahun.
2. Penderita sepsis kriteria Bone et.al yang di rawat di RSUP H.Adam Malik
Medan.
3. Bersedia mengikuti penelitian

3.5.2.

Kriteria eksklusi

1. Pasien dengan keganasan.
2. Pasien dengan infeksi kronik.
3. Pasien dengan gangguan sistem imun.

48
Universitas Sumatera Utara

3.6 Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi Operasional

1


Sepsis

Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik,
yang ditandai dua atau lebih keadaan
berikut :






Suhu > 38◦ C atau < 36◦ C.
Takikardia (HR > 90 x/menit.
Takipnu ( RR > 20 x/ menit)
atau PaCO2 < 32 mmHg.



Leukosit darah > 12.000/ µL
atau neutrofil batang > 10%.


Ditambahkan dengan peningkatan PCT
sebagai tanda awal bukti infeksi. (ISDC,
2001)
2

Serum

Sampel

yang

dibutuhkan

untuk

pemeriksaan tersebut adalah serum yang
berasal

dari


darah

pasien.

Cara

pengambilan sampel serum darah pasien
seperti telah dituliskan.
3

PCT

PCT

merupakan

prekursor

hormon


kalsitonin dan disintesis secara fisiologis
oleh sel C tiroid. PCT merupakan protein
yang terdiri dari 116 asam amino dengan
berat

molekul

13

kDa.

Kalsitonin

49
Universitas Sumatera Utara

dihasilkan oleh sel C tiroid dan punya
peran


penting

kalsium.

Gen

dalam
yang

homeostasis

mengkode

PCT

dikenal sebagai CALC-I yang terletak di
lengan pendek kromosom 11. (Meissner,
1996)
4


IL - 6

IL-6

adalah

merupakan

suatu

limfokin

yang

mediator

inflamasi

yang


dihasilkan oleh rangsangan sel granulosit,
megakariosit dan monosit, yang berasal
dari sel endotel, fibroblas dan makrofag.
Digunakan

KIT

reagen

IL-6,

dengan

Human IL-6 Elisa. Dalam keadaan normal
kadar

IL-6

tidak

terdeteksi

dalam

darah.(Baratawidjaja, 2004)

3.7

Pelaksanaan Penelitian
3.7.1 Pengambilan sampel
1. Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel dipilih
secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi.
2. Subjek penelitian diberi

penjelasan tentang tujuan penelitian dan

manfaat penelitian tersebut, maka subjek penelitian tersebut diberi
penjelasan untuk mengisi surat persetujuan mengikuti penelitian atau
inform consent.
3. Dilakukan pemeriksaan IL- 6 dan PCT.

50
Universitas Sumatera Utara

4. Sampel yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut adalah serum
darah pasien. Pengambilan sampel darah pasien dilakukan sekali
untuk kedua pemeriksaan, yaitu PCT dan IL- 6.
5. Pengambilan sampel darah untuk mendapatkan serum dilakukan
sebagai berikut:


Vakultainer pemeriksaan dibuat identitas pasien untuk
mencegah terjadinya kesalahan.



Pasanglah torniquet/pengebat pada lengan bagian atas pasien
dan mintalah pasien untuk mengepal tangannya.



Bersihkan vena yang hendak diambil dengan kapas yang telah
di beri alkohol 70%, biarkan kering.





Tusuklah vena secara perlahan-lahan dengan spuit.
Tariklah penghisap venoject dengan volume darah 5 cc untuk
dewasa, lalu suruh pasien melepas kepalan tangannya dan
diikuti dengan melepas pengebat.



Cabut venoject dari vena diiringi dengan letakkan kapas alkohol
pada bekas tusukan dan diberi plester.



Cabut tutup jarum venoject lalu tusuk secara vakum kedalam
tabung vakutainer.



Sampel

darah

tersebut

kemudian

disentrifugasi

dengan

kecepatan 3000 rpm selama 10 menit..


Serum yg memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah/keruh
(lipemik).





Cairan yang paling atas berwarna kuning bening disebut serum.
Serum tersebut dipisahkan untuk pemeriksaan PCT dan IL- 6.
51
Universitas Sumatera Utara



Serum dapat disimpan pada suhu 2 - 8º C dan dapat bertahan
selama 7 hari, suhu -20º C dan dapat bertahan selama 2 bulan
di dalam freezer, atau -80º C dapat bertahan selama 6 bulan.

3.7.2 Pengolahan dan pemeriksaan sampel
Pemeriksaan Nilai PCT
Pemeriksaan PCT dilakukan dengan menggunakan mini VIDAS BRAHMS
PCT. Pemeriksaan PCT dengan mini VIDAS BRAHMS dilakukan dengan prinsip
sandwich menggunakan metode ELFA (Enzyme-Linked Fluorescent Assay).
Solid Phase Receptacle (SPR) berfungsi sebagai fase padat dan juga
sebagai perangkat untuk pipetting. Bagian dalam SPR pada saat produksi dilapisi
dengan mouse monoclonal anti-procalcitonin immunoglobulins.
Reagen untuk pemeriksaan adalah reagen siap pakai. Strip reagen terdiri dari
10 sumur yang ditutup dengan segel foil berlabel.
Tabel 6 : Deskripsi strip PCT
Sumur

Reagen

1

Sumur untuk sampel

2-3-4

Sumur kosong

5

Conjugate: alkaline phosphatase-labeled mouse
monoclonal monoclonal anti-human procalcitonin
immunoglobulins + pengawet (400 µL)

6-7-8

TRIS NaCl Tween (pH 7.3) + pengawet

9

Sumur kosong

10

Reading cuvette dengan substrat: 4-Methylumbelliferyl phosphate (0.6 mmol/L) +
diethanolamine (DEA) (0.62 mol/L, atau 6.6%, pH
9.2) + 1 g/L sodium azide (300 µL)

Semua tahap pemeriksaan dilakukan secara otomatis oleh alat. Sampel akan
ditransfer ke sumur-sumur yang berisi anti-procalcitonin antibodi yang dilabel
52
Universitas Sumatera Utara

dengan alkaline phosphatase (conjugate). Sampel/campuran conjugate akan dirotasi
keluar masuk SPR beberapa kali. Operasi ini akan memungkinkan antigen untuk
berikatan dengan imunoglobulin yang dilekatkan pada dinding bagian dalam SPR
dan conjugate untuk membentuk sandwich. Senyawa-senyawa yang tidak berikatan
akan dieliminasi selama tahap pencucian. Deteksi dilakukan dua tahap. Selama tiap
tahap, substrat (4-methyl-umbelliferyl phosphate) dirotasi keluar masuk SPR. Enzim
conjugate mengkatalisis hidrolisis dari substrat ini menjadi produk fluorescence yang
diukur pada panjang gelombang 450 nm. Intensitas fluorescencesebanding dengan
konsentrasi antigen yang ada pada sampel. Pada akhir pemeriksaan, hasil akan
dikalkulasikan secara otomatis oleh alat yang dihubungkan dengan dua kurva
kalibrasi sesuai dengan dua tahap pendeteksian. Nilai ambang batas fluorescence
menentukan kurva kalibrasi yang akan digunakan pada masing-masing sampel.
Hasilnya kemudian dicetak.
Cara kerja:
1. Siapkan PCT strip dan SPR.
2. Masukkan200 µL Serum ke dalam sumur sampel dari PCT strip.
3. PCT strip kemudian diletakkan pada rak dalam alat mini VIDAS , letakkan
SPR pada rak dalam mini VIDAS.
4. scan barcode pada tabung sampel.
5. Jalan pemeriksaan PCT, tekan start.
6. Hasil akan diperoleh selama lebih kurang 20 menit. Hasil akan di print
secara otomatis.

53
Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan nilai IL – 6
Bahan Yang Digunakan
1. Reagen (ready to use)
2. Standard diluent (ready to use)
3. Standard (300pg/ml)
4. Special diluent (ready to use)
5. HRP (Horseradish peroxidase)- Conjugate reagent (ready to use)
6. Wash Solution
7. Chromogen Solution A & B (TMB = Tetra Methyl Benzidine) (ready to use)
8. Stop Solution (0,18 M H2SO4) (ready to use)
9. Microplate Sealers
10. 10ml – 100ml pipet reagen
Cara Kerja
1. Bahan disiapkan dengan cara : Bila menggunakan serum, memakai Serum
Separator Tube (SST) sampel dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada
kecepatan 3000 rpm. Pisahkan serum dengan segera dan simpan sampel
pada suhu < -20°C.
2. Sebelum menggunakan sampel dan reagen, keluarkan sampel dan reagen
tersebut terlebih dahulu, tunggu sampai temperatur sampel turun hingga suhu
kamar.
3. Persiapkan standar diluent dengan konsentasi 300; 150; 75, 37,5 ;18,7 ; 0
pg/ml.

54
Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Grafik kurva standar
4. Setelah bahan disiapkan, siapkan strip mikroplat untuk pemeriksaan.
5. Tambahkan 50 µL bahan special diluent, 10 µL sampel, dan 50 µL
Horseradish peroxidase (HRP) , inkubasi selama 60 menit.
6. Cuci mikroplat 5 kali dan tambahkan Chromogen Solution A dan B, inkubasi
selama 10 menit pada suhu 37º C.
7. Tambahkan 50 µL stop solution, tunggu selama 5 menit.
8. Kalkulasikan
9. Tentukan densitas optiknya dalam 15 menit menggunakan pembaca
mikroplat sampai 450 nm.
10. Semuanya dilakukan secara automatic oleh alat.

3.7.3 Pemantapan kualitas
Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam
pemeriksaan. Untuk itu sebelum melakukan pemeriksaan perlu dilakukan persiapan
yang cukup untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan. Prosedur yang harus
diperhatikan diantaranya adalah dimulai dari preanalitik, analitik dan post analitik.
Pemantapan kualitas dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk
menjamin ketepatan hasil pemeriksaan yang dikerjakan. Sebelum dilakukan

55
Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan harus dilakukan kalibrasii terhadap alat-alat yang digunakan, agar
penentuan konsentrasi zat dapat diketahui.
Pemeriksaan yang baik apabila test tersebut memenuhi syarat teliti, akurat
dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabriknya. Ketepatan merupakan prasyarat
dari ketelitian.
Pemantapan kualitas pemeriksaan PCT
Untuk pemantapan kualitas, digunakan dua kontrol yang sudah termasuk di
dalam masing-masing VIDAS BRAHMS PCT kit. Kontrol harus segera digunakan
setelah kit baru dibuka untuk memastikan kualitas reagen tidak berubah. Kalibrasi
juga bisa diperiksa dengan menggunakan kontrol ini. Alat akan mendeteksi kontrol
ini sebagai C1 dan C2. Hasil pemeriksaan tidak dapat divalidasi jika nilai kontrol
keluar dari batas nilai yang ditentukan. Dengan demikian, pemeriksaan sampel
harus diulang kembali.
Kalibrasi dilakukan menggunakan dua kalibrator yaitu S1 dan S2 yang
disediakan di dalam kit. Kalibrasi harus dilakukan setiap kali membuka reagen baru,
setiap master lot data dimasukkan, atau setiap 28 hari.
Pemantapan kualitas pemeriksaan Interleukin - 6
Kontrol kualitas untuk dilakukan, dimana ini lazim dilakukan setiap 24 jam,
setiap pemakaian reagent kit baru dan setelah selesai kalibrasi. Nilai konsentrasi
kontrol harus masuk dalam batas yang ditetapkan untuk menjamin akurasi kadar
(Kaplanski G, 2003) (Marin V, 2001).

56
Universitas Sumatera Utara

3.8

Analisa Data Statistik
a.

Gambaran karakteristik pada subjek penelitian , yakni penderita sepsis
berat di RSUP H Adam Malik disajikan dalam bentuk tabulasi dan
dideskripsikan.

b.

Korelasi kadar IL- 6 dan PCT karena data tidak berdistribusi normal,
digunakan Spearman rank test.

c.

Analisa data dilakukan menggunakan program statistik SPSS untuk
Windows.

d.

Untuk semua uji statistik nilai p < 0,05 dianggap signifikan/ bermakna
dalam statistik.

57
Universitas Sumatera Utara

3.9.

Kerangka Kerja

Pasien Sepsis yang dirawat di
ICU RSUP H.Adam Malik

Kriteria Eksklusi

Kriteria Inklusi

Inform concent, Rekam Medik,
Anamnesa, pemeriksaan fisik

Pemeriksaan
Interleukin-6

Pemeriksaan
Prokalsitonin

Analisa statistik

58
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Karateristik Subjek Penelitian
Dari pasien sepsis berat yang datang berobat dan mendapat rawatan di rawat
inap serta ICU RSUP H Adam Malik Medan periode Januari 2016 sampai dengan
Maret 2016 yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 40 orang. Terhadap 40 orang
pasien tersebut dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan diberikan
penjelasan kepada keluarga serta informed concent terhadap pasien sebagai subjek
penelitian dan pihak keluarga.
Jumlah subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 orang, dengan
jumlah laki-laki sebanyak 26 orang (65%) dan perempuan 14 orang (35%). Rerata
umur pada kelompok laki-laki adalah 49,42 ± 18,19, dengan umur termuda 18 tahun
dan tertua 79 tahun. Sementara rerata pada kelompok perempuan adalah 57,35 ±
20,73, dengan umur termuda 18 tahun dan tertua 87 tahun.
Tabel 7 .Data karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

4.2.

Jenis Kelamin

n (%)

Laki-laki
Perempuan

26 (65,00)
14 (35,00)

Mean ± SD
(tahun)
49,42 ± 18,19
57,35 ± 20,73

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Laboratorium Interleukin-6 (IL-6) dan
Procalcitonin (PCT)

Median IL-6 subyek pada penelitian ini adalah 47,70 (17,10 – 1541,0) pg/mL dan
Median PCT adalah 61,8 ( 16,28 – 566,73) ng/mL
.

59
Universitas Sumatera Utara

Tabel 8 Data karakteristik berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Interleukin-6
(IL-6) dan Procalcitonin (PCT)
Variabel

Median (Min-Max)

47,70 (17,10 – 1541,0)
Interleukin-6
61,8 ( 16,28 – 566,73).
Procalcitonin
4.3 Hubungan antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin
Pada penelitian ini untuk menguji hubungan antara Interleukin-6 dengan PCT
digunakan uji korelasi Spearman. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh nilai r =
0,176 dan nilai p = 0,277, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara Interleukin-6 dan PCT.

Tabel 9 Koefisien Korelasi antara antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin
Procalcitonin

Interleukin-6

R

P

0,176

0,277

Pada gambar grafik 11 dapat dilihat bahwa tidak terdapat pola garis lurus
yang dibentuk dari sebaran plot yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara Interleukin-6 dengan PCT.

60
Universitas Sumatera Utara

Gambar Grafik 11. Korelasi antara antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin(PCT)

Procalcitonin dalam satuan : ng/mL
Interleukin-6 dalam satuan : pg/mL

61
Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN

Sepsis berat adalah sebuah sindrom yang dicirikan dengan inflamasi sistemik
dan disfungsi organ akut dalam respon terhadap infeksi. (Martin GS, dkk,2005)
Diketahui bahwa procalcitonin merupakan perkursor hormon kalsitonin dan
disintesis secara fisiologis oleh sel C tiroid. Procalcitonin dipakai sebagai marker
inflamasi.(Meissner,1996)
Interleukin yang berperan sebagai sitokin proinflamasi. Interleukin-6
disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk menstimulasi respon imun seperti
infeksi. Interleukin-6 berperan penting dalam respon inflamasi akut maupun kronik.
(Kaplanski, 2003)
Pada keadaan fisiologis, kadar Procalcitonin dan Interleukin-6 rendah bahkan
tidak dijumpai, tetapi keduanya akan meningkat pada keadaan infeksi inflamasi berat
seperti pada sepsis. (Hatherill, dkk, 1999)
Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa antara Procalcitonin dan
Interleukin-6 dibuktikan bahwa Procalcitonin merupakan parameter yang lebih baik
dibandingkan dengan Interleukin-6 untuk menyatakan keadaan sepsis, dan
Procalcitonin adalah parameter terbaik dibandingkan parameter- parameter lainnya.
(Aikawa N, dkk 2005)
Pada penelitian lainnya dinyatakan juga bahwa antara Procalcitonin dan
Interleukin-6 tidak ada perbedaan yang signifikan pada keadaan sepsis berat dan
Procalcitonin baik dipakai sebagai diagnostic marker pada suatu keadaan sepsis
berat tanpa membedakan pasien dengan atau tanpa infeksi bakteri, dan Interleukin-

62
Universitas Sumatera Utara

6 baik dipakai sebagai prognostic value serta monitoring efektivitas terapi antibiotik
pada keadaan sepsis berat . (Raija U, dkk, 2011)
Pada penelitian lainnya menyatakan bahwa Procalcitonin memiliki sensitivitas
yang paling tinggi dan Interleukin-6 dengan spesifitas yang paling tinggi pada
keadaan sepsis/ sepsis berat/ syok sepsis diantara marker lainnya. (Tang et al,
2007)
Dimana performa dari Procalcitonin baik digunakan sebagai diagnostik sepsis
dengan sensitivitas 93,7% dan spesivisitas 75,2 %. Sedangkan Interleukin-6 dengan
performa sensitivitas 74,4 % dan spesivisitas 86,7% pada keadaan sepsis. (Dong W,
dkk,2013)
Dari data-data penelitian yang telah dipaparkan oleh penulis tersebut di atas,
semua penelitian tersebut melakukan penelitian perbadingan kadar serta performa
antara PCT dan Interleukin-6 pada keadaan sepsis/sepsis berat, namun belum ada
penelitian yang mengemukakan hubungan antar PCT dan interleukin-6 pada
keadaan sepsis berat. Hal ini yang menjadi alasan ketertarikan penulis untuk
meneliti hubungan kadar PCT dan Interleukin-6 pada keadaan sepsis, dimana telah
diketahui sebelumnya dan telah dibuktikan pada penelitian- penelitian sebelumnya
bahwa PCT dan Interleukin-6 akan meningkat kadarnya pada keadaan sepsis berat.
Setelah dilakukan penelitian pada pasien dengan keadaan sepsis berat di
RSUP H Adam Malik Medan periode Januari 2016 sampai dengan Maret 2016,
dilakukan pemeriksaan kadar PCT dan Interleukin-6 pada sampel yang sesuai
dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan sebelumnya, dilakukan analisa statistik
dengan menggunakan SPSS, peneliti menguji hubungan antara PCT dengan
Interleukin-6 menggunakan uji korelasi Spearman, diperoleh nilai r = 0,176 dan nilai

63
Universitas Sumatera Utara

p = 0,277, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara PCT dan Interleukin-6.
Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa kadar Interleukin-6 dan PCT ada yang
meningkat dan ada pula yang terlihat tidak ada peningkatan pada sampel dengan
keadaan sepsis berat. Hal ini disebabkan oleh ketidak seragaman waktu
pengambilan sampel pada keadaan sepsis berat, sehingga data tidak homogen dan
menjadi tidak spesifik. Seperti yang telah diketahui, penelitian sebelumnya
mengemukakan bahwa Interleukin-6 akan meningkat pada 2 jam pertama keadaan
sepsis berat dan akan menurun pada periode 6 jam keadaan sepsis berat.
Sedangkan PCT diketahui akan meningkat pada 6 jam pertama keadaan sepsis,
namun 6 jam sebelumnya tidak terlalu tinggi dan akan menurun pada 12 jam
keadaan sepsis berat.

64
Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Terjadi peningkatan kadar Interleukin-6 pada keadaan sepsis berat.
2. Terjadi peningkatan kadar PCT pada keadaan sepsis berat.
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PCT dan Interleukin-6 pada
keadaan sepsis berat pada penelitian ini.
SARAN
1. Perlu dilakukan keseragaman waktu pengambilan sampel untuk penelitian
selanjutnya.

65
Universitas Sumatera Utara