Penyelesaian Sengketa Pembebasan Tanah Ulayat untuk Pembangunan Bandar Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan Provinsi Sumatera Utara
BAB II
EKSISTENSI TANAH ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT NIAS
SELATAN DIATAS LAHAN RENCANA PEMBANGUNAN LAPANGAN
TERBANG SILAMBO
A. Gambaran Umum Letak dan Lokasi Wilayah Kabupaten Nias Selatan
1. Tinjauan Mengenai Letak Geografis Daerah Nias Selatan
Kepulauan Nias merupakan salah satu dari barisan pulau di barat Pulau
Sumatera. Pulau-pulau itu terbentuk sebagai hasil tumbukan antara lempeng benua
Eurasia dan lempeng Hindia, dengan batas tumbukan lempeng (jalur subduksi) berada
di pantai barat barisan pulau tersebut. Tumbukan antara dua lempeng itu juga
membentuk patahan besar (megathrust) sepanjang pantai barat yang menjalur dari
Enggano ke Mentawai, Nias, Simeulue, Andaman/Nikobar (India), Arakan Yoma
(Myanmar), dan berlanjut ke jalur megathrust Himalaya. Jalur-jalur patahan ini
menjadi tempat pelepasan energi dari dalam bumi dan selanjutnya menjadi jalur
gempa.
Pembentukan Pulau Nias terjadi 10.000 tahun silam. Sebelumnya, pulau ini
berada di bawah permukaan laut pada kedalaman 50-200 meter. Bukti
terangkatnya Pulau Nias terlihat dari adanya batu gamping terumbu, terutama di
sepanjang pantai timur Nias serta di bagian utara Kecamatan Lahewa dan di
Kecamatan Alasa. Pergerakan lempeng Hindia dengan kecepatan rata-rata 60
milimeter per tahun telah menggerakkan Pulau Nias secara mendatar dengan
kecepatan 2-3 sentimeter per tahun serta pergerakan vertikal 8-10 sentimeter per
tahun sampai saat ini. Tumbukan tersebut juga menyebabkan Pulau Nias
bergerak ke arah Pulau Sumatera dengan kecepatan rata-rata 4 sentimeter per
tahun.110
110
Emanuel Migo, dkk, Nias : Membangun Melalui Jalan yang Jarang Di lalui, Seri Buku
70melalui United Nations Development Programme
BRR ini didukung oleh Multi Donor Fund (MDF),
(UNDP) (Nias : Technical Assistance to BRR Project, 2009), hal 2.
Universitas Sumatera Utara
Membujur di lepas pantai barat Sumatera, Pulau Nias menjadi salah satu jajaran
pulau-pulau yang menghadap Samudra Hindia yang menyimpan beberapa
misteri dan keunikan. Para penghuni pulau ini menyebut dirinya sebagai Ono
Niha (Orang Nias) yang diyakini oleh sebagian ahli tropologi dan arkeologi
sebagai salah satu puak-puak berbahasa Austronesia lelulur Nusantara yang
datang paling awal dari suatu tempat di daratan Asia. Sejumlah bukti peradaban
tertua Orang Nias dihubungkan dengan perkembangan tradisi megalitik (batu
besar) yang hingga saat ini masih dapat terlihat keberadaanya. Seiring
perkembangan agama di wilayah ini, tradisi pembuatan benda-benda megalit
telah hilang. Tinggalan-tinggalan para leluhur itu seperti rumah adat, lompat
batu telah menjadi ikon pariwisata yang luluh lantak tertimpa dua bencana:
gelombang tsunami dan gempa bumi. Sejumlah pihak menginginkan
pembangunan kembali menjadi peluang revitalisasi nilai-nilai budaya Nias yang
kini terancam lenyap.111
Beberapa versi mengenai siapa sebenarnya leluhur suku Nias saat ini, baik
yang bersumber dari hoho (cerita lisan yang berkembang di masyarakat Nias dan
diwariskan secara turun-temurun sehingga menyerupai mitos), maupun data-data
ilmiah temuan para arkeolog. Hoho yang berkembang di Nias menyebutkan bahwa
manusia pertama yang tinggal di Nias adalah sowanua atau ono mbela.
Menurut sebuah versi hoho yang lain, mereka kemudian menyelamatkan diri
dengan mencari perlindungan di gua-gua. Mereka tidak lagi disebut sebagai ono
mbela tetapi nadaoya atau manusia yang menghuhi gua. Secara fisik keduanya
berbeda. Jika ono mbela dikenal memiliki kulit putih dan berparas cantik, maka
nadaoya dikenal memiliki kepala dan tubuh yang lebih besar dengan kulit berwarna
gelap. Besar kemungkinan keduanya sudah tergolong bangsa manusia, namun
berasal dari ras yang berbeda, bukan satu keturunan. Lantaran keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki penduduk Nias waktu itu, juga tata cara hidup yang
111
Tantyo Bangun, Nias: Kebangkitan Budaya Negeri Bencana, (Nias : Sisipan National
Geographic Indonesia, 2007), hal 3.
Universitas Sumatera Utara
berbeda, asal-usul keduanya kemudian cenderung dimitoskan karena dianggap
memiliki nenek moyang yang berbeda dengan manusia pendatang. Apa yang
dijelaskan hoho ini didukung oleh bukti-bukti ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian
Badan Arkeologi Medan, di Nias ditemukan jejak-jejak manusia prasejarah yang
meninggalkan artefak-artefak di gua-gua, salah satunya yang terkenal adalah di Gua
Tőgi Ndrawa yang terletak di Desa Lőlőwanu Niko„otanő, Kecamatan Gunungsitoli.
Jejak kehidupan tersebut dapat ditemukan melalui alat-alat tulang dan batu berupa
serpih, batu pukul, dan pipisan. Selain itu, juga ditemukan sisa-sisa vertebrata yang
terdiri dari ikan, ular, kura-kura, kelelawar, hewan berkuku genap (artiodactyla), dan
cangkang moluska dari kelas gastropoda dan pelecypoda.
Di Nias juga berkembang hoho yang lain, tepatnya di Kecamatan Gomo,
Kabupaten Nias Selatan. Hoho ini terkait dengan nama Gomo untuk kecamatan
yang dimaksud. Kata gomo, memiliki makna owo-gomo-omo, yang berarti
perahu gomo rumah. Dahulu kala, terdapat rombongan manusia perahu berasal
dari daratan Asia yang terombang-ambing di tengah samudra yang kemudian
terdampar di Nias. Meskipun Hammerle mengakui pendapatnya ini tidak
memiliki cukup bukti ilmiah, namun tafsir yang dikemukakannya cukup masuk
akal. Ia menghubungkan perahu dengan sejarah asal-usul suku Nias yang datang
dari seberang lautan. Mereka terdampar di pantai sekitar muara sungai, lalu
membangun rumah (omo) di pinggir sungai yang sekarang dikenal dengan
Sungai Gomo. Jadi, kata gomo ada hubungannya dengan owo (perahu) dan omo
(rumah).112
Meskipun hoho yang berkembang di Nias tidak hanya seperti yang disebut di
atas (karena hampir setiap marga memiliki hoho-nya masing-masing), namun ketiga
hoho inilah yang sampai saat ini paling diyakini sebagian besar orang Nias. Dilihat
dari rasnya, orang Nias termasuk dalam rumpun Austronesia. Bahasa sehari-hari
yang digunakannya, yaitu bahasa Nias, juga semakin memperkuat pendapat tersebut.
112
P. Johannes Maria Hämmerle, AsalUsul Masyarakat Nias Suatu Interpretasi, (Nias :
Yayasan Pusaka 2001), hal 160.
Universitas Sumatera Utara
Secara genealogis, bahasa Nias tergolong rumpun bahasa Austronesia. Ciri dialek
bahasa Nias adalah nada yang meninggi di akhir kata dan kalimat. Menurut
Wikipedia, bahasa Austronesia dituturkan secara luas, dari Indonesia Barat, Bugis,
Aceh, Cham (di Vietnam dan Kamboja), Melayu, Indonesia, Iban (Etnik Dayak Iban
di Kalimantan), Sunda, Jawa, Bali, Chamoru (bahasa asli penduduk Kepulauan
Mariana Utara yang terletak diantara Hawaii dan Filipina dan Guam dan Palau).
Secara umum, kebudayaan yang berkembang di Nias juga memiliki kesamaan
dengan kawasan-kawasan Austronesia lainnya, yaitu berciri megalitik, memuja roh
leluhur, dan bercocok tanam.
Nias adalah dataran rendah yang di tengahnya terdapat bukit-bukit. Mayoritas
penduduknya masih tinggal di pedalaman, di kampung-kampung yang saling
mengisolasi, dan berprofesi sebagai petani. Meskipun metode bertani masyarakat
Nias masih bersifat sederhana, tetapi mereka tetap mampu menghasilkan beberapa
komoditas unggulan, seperti kelapa, karet, cokelat, dan nilam. Beribu-ribu tahun,
nyaris tidak ada kelompok etnis lain yang menjadi pesaing lani ewöna di Nias,
mereka menjadi satu-satunya kelompok yang berkuasa, sehingga mereka lebih
leluasa untuk mengembangkan tempat pemukiman. Orang-orang Nias mulai
beranjak dari tempat tinggal para leluhurnya di sepanjang Sungai Gomo, terutama di
daerah Börönadu (sekarang sebuah desa yang berada di Kecamatan Gomo). Hal ini
dapat dilihat dari sejarah lisan yang berkembang di Börönadu. Tokoh adat di
Börönadu, nenek moyang orang-orang di Gunungsitoli dan Teluk Dalam berasal dari
Börönadu. Orang-orang Gunungsitoli adalah keturunan orang Börönadu yang
Universitas Sumatera Utara
bernama Lase, sedangkan nenek moyang orang Teluk Dalam adalah orang Börönadu
yang bernama Sadawamölö.113
Kabupaten Nias Selatan (Teluk Dalam) „Bela‟ berarti kawan atau sebutan
yang menunjukkan tali persahabatan atau perkawanan. Tujuan penyebutan itu adalah
untuk menjalin keakraban dan menghindari permusuhan, sedangkan di wilayah Nias
yang lain Bela berarti makhluk halus yang bertempat tinggal di atas pohon.114
Kabupaten Nias Selatan mempunyai Luas wilayah 1.825,2 Km2 berada di
barat Pulau Sumatera jaraknya ± 92 mil laut dari Kota Sibolga atau Kabupaten
Tapanuli Tengah. Ibukota Kabupaten Nias Selatan adalah Teluk Dalam yang
berkedudukan di Pulau Nias, sedangkan letak Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Kabupaten Nias Selatan terletak diKecamatan Pulau-Pulau Batu. Dasar
Hukum penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Nias Selatan adalah
SK Bupati Nias Selatan Nomor : 523/371/K/2008 yang ditetapkan pada tanggal 5
Desember 2008.115
Kecamatan Pulau-Pulau Batu Terletak antara: 0º - 15º Lintang Utara dan 90º
580 - 97º 480 Bujur Timur. Luas Wilayah 121.05 Km2. Jarak Kecamatan ke Ibukota
Kabupaten yaitu 48 mil atau kira-kira 77,25 Km dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut, Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Dalam, sebelah selatan
113
Nias Selatan, Leluhur Suku Nias melalui http://niasselatanku.com/2012/09/09/leluhursuku-nias/ diakses pada tanggal 10 Desember 2013, pukul 11.00 WIB.
114
Nuryanto, Pustaka Nias Dalam Media Warisan : Kumpulan Artikel dan Opini, Penerbit
Yayasan Pustaka, Nias, 2010, hal 7.
115
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Basis Data Kawasan Konserbasi, melalui
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/46diakses pada tanggal 1
November 2013, pukul 12.25 WIB.
Universitas Sumatera Utara
berbatasan dengan kecamatan Hibala, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera
Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Kabupaten Nias Selatan terletak di daerah khatulistiwa maka curah hujannya
tinggi. Rata-rata curah hujan per tahun 248,60 mm dan banyaknya hari hujan dalam
setahun 250 hari atau rata-rata 21 hari perbulan, akibat banyaknya curah hujan maka
kondisi alamnya sangat lembab dan basah. Keadaan iklim dipengaruhi oleh
Samudera Hindia. Suhu udara berkisar antara 22º - 31ºC dengan kelembaban sekitar
86 - 92 % dan kecepatan angin antara 5 -16 knot/jam. Curah hujan tinggi dan relatif
turun hujan sepanjang tahun dan sering kali diikuti dengan badai besar. Musim badai
laut biasanya berkisar antara bulan September sampai November, tetapi kadang
terjadi badai pada bulan Agustus, jadi cuaca bisa berubah secara mendadak.116
Kawasan perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Nias
Selatan yang termasuk di dalam Kecamatan Pulau-Pulau Batu berada di Desa Luaha
Idano Pono, Desa Hayo dan Desa Sifitu Ewali seluas 56.000 Ha yang terletak pada
98,06º E - 98,37º E dan 0,09º N - 0,15º S. Kondisi perairan terbuka dan memiliki
gelombang besar serta pantai yang umumnya berpasir putih. Sedangkan di bagian
Timur Pulau Tello merupakan Selat antara Pulau Lawindra dan Pulau Balogia.
Rataan terumbu bagian atas umumnya landai dan mendatar antara 50 - 150 m dari
pantai.117
Dasar perairan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Nias
selatan dipenuhi oleh karang mati yang telah ditumbuhi oleh alga, pecahan karang
116
117
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mati dan pasir. Pertumbuhan karang yang tumbuh pada daerah tubir jenisnya kurang
bervariasi. Beberapa genus karang yang masih dapat dijumpai adalah Acropora spp,
Montipora foliosa, dan Pocillopora verrucosa. Tutupan karang hidup pada perairan
ini memiliki persentase sekitar 11,97%, yang dikategorikan 'tidak baik'.118
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi sampling di Perairan Pulau Tello
ditemukan jumlah ikan 492 ekor terdiri atas 75 jenis, 49 marga dan sebanyak 21
suku. Dari jumlah tersebut yang termasuk ke dalam ikan major sebanyak 311 ekor,
ikan target sebanyak 164 ekor dan ikan indikator sebanyak 17 ekor. Ikan-ikan yang
dominan ditemui dalam kategori marga pada perairan ini adalah Caesio, Chromis,
Dascyllus, Pomacentrus, Acanthurus, Halichoeres, Chrysiptera, Thalassoma,
Pterocaesio, dan Dischistodus. Ekosistem mangrove terdapat pada beberapa pulau di
sekitar Pulau Tello, Pono, Tanah Masa dan Kecamatan Hibala dengan luas mencapai
842, 27 Ha, didominasi oleh Rhizopora sp.119
Pendekatan konservasi dalam menetapkan Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Kab. Nias Selatan adalah berdasarkan analisa kuantitatif mengenai kondisi
geografis, kondisi ekologi perairan seperti mangrove, terumbu karang, estuaria dan
ikan-ikan karang. Penetapan kawasan konservasi perairan dilakukan untuk mencapai
sasaran pemanfaatan sumber daya ikan, ekosistem dan lingkungan yang
berkelanjutan. Sehingga dapat menjamin ketersediaan, kesinambungan dan
peningkatan kualitas nilai serta keanekaragamannnya sehingga dapat meningkatkan
118
119
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan konservasi
perairan.120
Pada
tahun-tahun
pertama
zaman
kemerdekaan
pembagian
wilayah
pemerintahan di daerah Nias tidak mengalami perubahan, demikian juga struktur
pemerintahan, yang berubah hanya nama wilayah dan nama pimpinannya sebagai
berikut: Nias Gunsu Sibu diganti Nama Pemerintahan Nias yang dipimpin oleh
Kepala Luhak.Gun diganti dengan nama Urung yang dipimpin oleh seorang Asisten
Kepala Urung (Demang) Fuku Gun diganti dengan nama Urung Kecil yang dipimpin
oleh Kepala Urung Kecil (Asisten Demang).
Sesuai dengan jumlah distrik dan onderdistrik pada zaman Belanda,
pembagian nama tetap berlaku pada zaman Jepang, maka pada awal kemerdekaan
terdapat sembilan kecamatan. Hanya saja diantara kecamatan itu terdapat tiga
kecamatan yang mengalami perubahan nama dan lokasi Ibukota yaitu: Onderdistrik
Hiliguigui
menjadi
Kecamatan
Tuhemberua
dengan
Ibukota
Tuhemberua,
Onderdistrik Lahagu menjadi Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe dan
Onderdistrik Balaekha menjadi Kecamatan Lahusa dengan Ibukota Lahusa.
Pada tahun 1946 Daerah Nias berubah dari Pemerintahan Nias menjadi
Kabupaten Nias dengan dipimpin oleh seorang Bupati. Pada tahun 1945 KND
dihapuskan dan dibentuk suatu lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Pada
tahun 1953 dibentuk tiga kecamatan yaitu :
120
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
a. Kecamatan Gido yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan
Gunungsitoli dan sebagian diambil dari kecamatan Idano Gawo, dengan Ibukota
Lahemo.
b. Kecamatan Gomo yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan
Idano Gawo dan sebagian dari wilayah Kecamatan Lahusa, dengan Ibukota
Gomo.
c. Kecamatan Alasa yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan
Lahewa, sebagian dari wilayah Kecamatan Tuhemberua dan sebagian dari
wilayah Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Ombolata.
Pada tahun 1956 dibentuk satu kecamatan baru yaitu kecamatan Sirombu yang
wilayahnya sebagian dari wilayah Kecamatan Mandrehe dan sebagian dari wilayah
Kecamatan Lolowau. Kemudian berdasarkan PP Nomor 35 Tahun 1992 tanggal 13
Juli 1992 terbentuk dua Kecamatan baru yaitu Kecamatan Lolofitu Moi yang
wilayahnya sebagian dari Kecamatan Gido dan Kecamatan Mandrehe, dan
Kecamatan Hiliduho yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Gunungsitoli.
Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 1996 tanggal 3 Januari 1996 terbentuk dua
kecamatan baru yaitu :
a. Kecamatan Amandraya yang wilayahnya sebagian dari kecamatan Teluk Dalam,
kecamatan Gomo, dan kecamatan Lahusa.
b. Kecamatan Lolomatua yang wilayahnya sebagian dari kecamatan Lolowa‟u
Terakhir dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dengan mempedomani Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Kecamatan maka melalui Perda
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Nias No.6 tahun 2000 tanggal 24 Nopember 2000 tentang Pembentukan 5
(lima) Kecamatan di Kabupaten Nias. Lima Kecamatan Pembantu yang masih tersisa
selama ini akhirnya ditetapkan sebagai Kecamatan yang defenitif, masing-masing :
1. Kecamatan Hibala yang wilayahnya berasal dari Kecamatan Pulau-Pulau Batu.
2. Kecamatan Bawolato yang wilayahnya berasal dari Kecamatan Idanogawo.
3.
Kecamatan Namohalu Esiwa, wilayahnya sebagian dari Kecamatan Alasa dan
Kecamatan Tuhemberua.
4.
Kecamatan Lotu yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Tuhemberua dan
Kecamatan Lahewa.
5.
Kecamatan Afulu yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Lahewa dan
Kecamatan Alasa.
Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 Kabupaten
Nias ditetapkan sebagai daerah otonom yang disebut Daerah Swatantra Kabupaten
Daerah Tingkat II Nias, yang dipimpin oleh Bupati Kepala Daerah. Disamping
Bupati Kepala Daerah dibentuk Dewan Pemerintahan Daerah yang dipilih dari
anggota DPRD. Pada tahun 1961 sampai dengan tahun 1969, Ketua DPRD langsung
dirangkap oleh Bupati Kepala Daerah. Untuk membantu Bupati Kepala Daerah dalam
menjalankan roda pemerintahan sehari-sehari dibentuk Badan Pemerintahan Harian
yang dikatakan sebagai ganti DPD yang telah dihapuskan. Akan tetapi kemudian
sejak tahun 1969 sampai dengan saat berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Lembaga BPH sebagai
Pembantu Kepala daerah dalam menjalankan Pemerintahan sehari-hari tidak pernah
diadakan lagi.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan-perubahan pemerintahan di Kabupaten Nias, mengikuti perubahanperubahan tentang Pemerintahan di daerah yang berlaku secara nasional.
Desa/Kelurahan sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah, di Kabupaten Nias
terdapat sebanyak 657 buah. Desa/Kelurahan tersebut karena persekutuan masyarakat
menurut hukum setempat, yang dahulunya masing-masing berdiri sendiri-sendiri
tanpa ada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi yang mencakup beberapa atau
keseluruhan desa/kelurahan itu. Sejak awal kemerdekaan sampai tahun 1967 terdapat
satu tingkat pemerintahan lagi diantara Kecamatan dengan Desa/kelurahan yang
disebut “ÖRI” yang meliputi beberapa desa. Memang ÖRI ini sejak dahulu telah ada
yang dibentuk karena perserikatan beberapa desa yang menyangkut Pesta, sedang
masalah-masalah pemerintahan desa langsung diatur oleh masing-masing desa. ÖRI
sebagai salah satu tingkat pemerintahan di Daerah Tingkat II Nias dihapuskan pada
tahun 1965 dengan surat Keputusan Gubernur pada tanggal 26 Juli 1965 Nomor :
222/V/GSU dengan tidak menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan DPRD Kabupaten Nias Nomor :
02/KPTS/2000 tanggal 1 Mei 2000 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Nias
menjadi dua kabupaten, Keputusan DPRD Propinsi Sumatera Utara Nomor :
19/K/2002 tanggal 25 Agustus 2002, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
tahun 2002 tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2002 tanggal 28 Juli 2003, maka
Kabupaten Nias resmi dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan. Dengan demikian wilayah Kabupaten Nias yang tadinya
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari 22 kecamatan, menjadi 14 kecamatan karena 8 kecamatan telah masuk ke
wilayah Kabupaten Nias Selatan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah
kabupaten Nias Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Tugala Oyo
dan Kecamatan Gunungsitoli Barat di Kabupaten Nias, Kabupaten Nias mengalami
pemekaran menjadi 34 Kecamatan dengan bertambahnya 2 Kecamatan yaitu
Kecamatan Tugala Oyo dan Kecamatan Gunungsitoli Barat.
Wilayah Kabupaten Nias Selatan yang berada di daratan Pulau Nias, sebagian
besar dapat dijangkau dengan sarana perhubungan darat. Artinya, pasarana angkutan
darat telah cukup memadai di daerah ini, baik antar kota kecamatan, antara ibukota
kecamatan dengan kabupaten, dan antar ibukota kabupaten (Nisel dan Nias).
Sedangkan perhubungan laut, terutama digunakan untuk wilayah Kecamatan Hibala
dan Pulau-Pulau Batu dengan menggunakan sarana kapal penumpang dan kapal
barang antar pulau (Kapal Perintis) menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
(Teluk Dalam), Sibolga dan
Padang secara reguler. Demikian halnya sarana
transportasi udara, sudah ada di daerah ini, yakni Bandara Lasonde di Kecamatan
Pulau-Pulau Batu.Pemanfaatan sarana perhubungan udara ini masih belum optimal,
karena jadwal penerbangan hanya dua kali per minggu. Diharapkan bandara ini dapat
dikembangkan, sehingga mampu berfungsi untuk pengangkutan barang (kargo) untuk
produk perikanan secara cepat ke negara tetangga, sehingga Kabupaten Nias Selatan
dapat dibangun berbasis sumber daya perikanan dan kelautan.
Desa-desa yang letaknya di daerah terisolir, masalah transportasi sangat
berperan penting dalam pengembangan desa-desa pesisir tersebut. Kesulitan sarana
transportasi untuk pengangkutan faktor produksi dan hasil produksi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
nelayan dari pulau terisolir seperti Pulau Tanah Bala di Kecamatan Hibala, Pulau
Pini di Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur, Pulau Simuk di Kecamatan Pulau-Pulau
Batu, menyebabkan kehidupan ekonomi mereka lambat berkembang, sehingga
banyak nelayan berada dalam kemiskinan. Sebelum pemekaran pulau Nias menjadi
beberapa kabupaten, daerah Kabupaten Nias Selatan dewasa ini adalah himpunan
desa-desa yang ada di daerah kecamatan Teluk Dalam saat itu dan beberapa pulau
yang terletak di bagian Selatan Pulau Nias. Menurut catatan yang diinformasikan oleh
tim Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan yang turut serta dalam Pesta
Kesenian Bali XXXIII pada tanggal 17 Juni 2011, leluhur orang Nias Selatan di
daerah Teluk Dalam yang migrasi dari daerah Gomo saat itu ada empat orang dengan
daerah pendudukan mereka masing-masing yang disebut öri, yakni:
1. Mölö, keturunannya mendiami öri Maenamölö saat ini;
2. Lalu, keturunannya mendiami öri Onolalu sekarang;
3. Zinö, keturunannya mendiami öri Mazinö dewasa ini;
4. Ene, keturunannya mendiami öri To‟ene hingga kini.
Dari keterangan ini jelas menggambarkan bahwa tradisi-tradisi Nias Selatan
dewasa ini bersumber dan identik dengan kebudayaan daerah Teluk Dalam yang
berasal dari keempat nenek moyang tersebut di atas. Dalam brosur resmi yang
diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nias Selatan menyebutkan
beberapa tempat wisata yang sangat menarik di daerah Teluk Dalam selain keindahan
alam berupa pantai atau tempat rekreasi lainnya yaitu wisata budaya dan peninggalan
sejarah.
Universitas Sumatera Utara
Peta Kabupaten Nias Selatan
Disebutkan beberapa di antaranya adalah lompat batu, tari perang, seni musik
tradisional seperti tari moyo, faluaya, mogaele, manahö, famadaya harimao,
famadaya saembu, famadaya jahili. Diterangkan bahwa atraksi-atraksi dan seni
budaya tersebut dapat disaksikan di setiap tujuh desa tradisional di daerah Teluk
Dalam seperti desa Bawömataluo, Orahili Fau, Hilisimaetanö, HilinawalöFau,
Botohilitanö, Hiliamaetaniha, Mazinö, Hilisatarö melalui sanggar-sanggar budaya.
Selain itu, peninggalan sejarah juga tersebar pada beberapa titik di daerah Teluk
Dalam, seperti Situs Megalit, berupa batu megalit yang dibuat sebagai tanda
peringatan dan simbol status sosial kehidupan masyarakat daerah Nias Selatan. Batubatu megalit ini tersebar di berbagai tempat, khususnya di lokasi desa-desa tertua di
Universitas Sumatera Utara
Teluk Dalam. Bahkan, sebagian besar lokasi tersebut telah ditinggalkan warga desa
dan berpindah ke tempat lain. Berbagai peninggalan sejarah ini antara lain:
a. Börönadu
Börönadu merupakan suatu lokasi yang terdapat beberapa jenis batu megalit.
Situs ini terletak di Desa Sifalagö, Kecamatan Gomo, 44 km dari Teluk Dalam.
Börönadu ini secara umum sudah dikenal oleh wisatawan maupun budayawan,
bahkan para arkeolog nasional dan internasional. Di tempat ini terdapat batu megalit
berbentuk gowe atau arca. Di samping gowe terdapat sembilan buah osali nadu
berupa tempat duduk yang terbuat dari batu pahat. Dalam bahasa Nias modern,
istilah osali sering dimaksud sebagai gereja atau rumah ibadah umat Nasrani.
Sedangkan nadu berasal dari kata “adu” yang berarti patung. Kata-kata ini
dapat memberikan keterangan bahwa sebelum agama Kristen masuk ke Nias, nenek
moyang orang Nias telah memiliki sistem kepercayaan dan tempat pemujaan.
b. Tundrumbaho
Batu megalit ini juga terletak di daerah kecamatan Gomo, merupakan batu
megalit yang dipahat dengan berbagai bentuk dan motif seperti ni‟ogadi, saita gari,
daro-daro, osa-osa dan behu.
c. Hililaja dan Lölö Ana‟a
Kepala bidang kebudayaan Kabupaten Nias Selatan, berbagai bentuk situs
megalit di lokasi Hililaja dan Lölö Ana‟a masih utuh dan terpelihara. Bentuk pahatan
batu menyerupai manusia, batu tegak tinggi dan batu berbentuk bulat untuk tempat
duduk. Bentuk dan motif yang sama dapat dijumpai di desa Lölö Ana‟a, berjarak 3
km dari pusat kota kecamatan Lölömatua. Situs megalit di desa Hililaja dapat
Universitas Sumatera Utara
ditempuh dengan kendaraan umum yang berjarak 2,5 km dari pusat ibu kota
Kecamatan Lölömatua.
d. Tetegewo
Situs Tetegewo terletak di Desa Hilisao‟ötö yang berjarak 12 km dari
kecamatan Lahusa. Lokasi Tetegewo masih belum terjangkau oleh kendaraan dan
“harus berjalan kaki sekitar 1,5 km untuk mencapai puncak lokasi.” Diterangkan
bahwa, bentuk dan motif pahatan batu di lokasi ini antara lain: saita gari, ni‟ogadi,
tempat penyimpanan tengkorak, penjara kuno, osa-osa dan behu.
Suku Nias Selatan adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan
kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias Selatan secara umum disebut
fondraköavoreyang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai
kematian. Masyarakat Nias Selatan kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan
oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan
di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias Selatan
mengenal sistem kasta (12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi
adalah Siulu"Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu
melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ratusan
ekor babi selama berhari-hari.
Menurut masyarakat Nias Selatan, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal
dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah
tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan
kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang
memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena
Universitas Sumatera Utara
memperebutkan Takhta Sirao. Kesembilan putra itulah yang dianggap menjadi
orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias. Suku Nias menerapkan
sistem marga mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari
kampung-kampung pemukiman yang ada.121
1. Letak Geografi dan Pembagian Daerah Administrasi
a. Kabupaten Nias Selatan berada disebelah barat Pulau Sumatera jaraknya ± 92
mil laut dari Kota Sibolga atau Kabupaten Tapanuli Tengah.
b. Kabupaten Nias Selatan berada di sebelah Selatan Kabupaten Nias yang
berjarak ± 120 km dari Gunungsitoli ke Telukdalam ( Ibukota Kabupaten Nias
Selatan).
c. Kabupaten Nias Selatan terdiri dari delapan belaskecamatan yang terdiri dari
Amandraya, Aramõ, Fanayama, Gomo, Hibala, Hilimegai, Lahusa, Mazinõ,
Lõlõmatua, Lõlõwa'u, Maniamõlõ, Mazõ, Pulau-pulau Batu, Pulau-pulau Batu Timur,
Susua, Teluk Dalam, Toma dan Umbunasi.
2. Luas Wilayah:
a. Kabupaten Nias Selatan mempunyai luas wilayah 1.825,2 km2.
b. Terdiri dari 104 buah pulau.
3. Batas Wilayah
a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Barat.
b. Sebelah Selatan dengan Pulau-pulau Mentawai Propinsi Sumatera Barat.
121
Wikipedia, Suku Nias, melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias diakses pada tanggal
1 November 2013, pukul 12.25 WIB.
Universitas Sumatera Utara
c. Sebelah Timur dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Pulau-pulauMursala
Kabupaten Tapanuli Tengah.
d. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.
4. Keadaan Topografi
Kondisi alamnya/topografi berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan
tingginya di atas permukaan laut bervariasi antara 0-800 m, terdiri dari dataran rendah
sampai bergelombang mencapai 20%, dari tanah bergelombang sampai berbukit-bukit
28,8% dan dari berbukit sampai pegunungan 51,2% dari keseluruhan luas daratan.
Kondisi topografi demikian menyulitkan pembuatan jalan-jalan lurus dan lebar. Oleh
karena itu, kota-kota utama terletak di tepi pantai.
5. Iklim
Kabupaten Nias Selatan terletak di daerah khatulistiwa maka curah hujannya
pun tinggi. Rata-rata curah hujan perbulan 3401,9 mm dan banyaknya hari hujan
dalam setahun 242 hari atau rata-rata 20 hari per bulan. Akibat banyaknya curah
hujan maka kondisi alamnya sangat lembab dan basah. Musim kemarau dan silih
berganti dalam setahun. Disamping struktur batuan dan susunan tanah yang labil
mengakibatkan seringnya banjir bandang dan terdapat patahan jalan-jalan aspal dan
longsor disana-sini, bahkan terjadi daerah aliran sungai berpindah-pindah. Keadaan
iklim dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udara berkisar antara 21,7°-31,3°
dengan kelembaban sekitar 88 % dan kecepatan rata-rata angin 6 knot/jam. Curah
hujan tinggi dan relatif turun hujan sepanjang tahun dan sering kali dibarengi dengan
badai besar. Musim badai laut biasanya berkisar antara bulan September sampai
Universitas Sumatera Utara
November, tetapi kadang terjadi badai pada bulan Juni, jadi cuaca bisa berubah secara
mendadak.
Nias Selatan adalah salah satu Kabupaten yang terletak di Pulau Nias (0012′ –
1032′ Lintang Utara (LU) dan 970 – 980 Bujur Timur (BT)) Provinsi Sumatera Utara.
Sebelumnya, Nias Selatan adalah bagian dari Kabupaten Nias yang kemudian
memperoleh status otonom pada pada tanggal 25 Februari 2003 dan diresmikan pada
tanggal 28 Juli 2003 di Medan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI.
Di pedalaman Nias sekitar lembah-lembah sungai Gomo dan Susua, pada zaman
dulu terdapat desa-desa yang penduduknya paling padat. Apalagi sebagian besar
dari sejarah dan kebudayaan Nias bersumber di situ, yakni di Kecamatan Lahusa
dan kecamatan Gomo. Umpamanya pada pinggir jurang terjal, di situ terdapat
sungai Susua yang mengalir ke Baho Zusua, sebelum bermuara ke laut. Di situ
terdapat satu jalan setapak dari zaman dulu yang disebut lala nitelandrawa,
artinya : jalan yang dibatui oleh orang dari seberang. Pada jalan setapak itu satu
jalan yang dinamai si samba lahe, jalan yang lebarnya hanya selebar telapak
kaki, dan di kiri kanan jalan terdapat jurang terjal. Tidak jauh dari lokasi itu
terdapat dua desa yang terkenal, lahusa idano tae dan tundrumbaho, karena desa
itu memiliki jumlah megalit yang paling besar dan paling banyak.122
Memasuki desa-desa tradisional di Teluk dalam Kabupaten Nias Selatan, akan
menemukan warisan tradisi Nias yang mencerminkan kearifan dan kecerdasan nenek
moyang orang Nias Selatan (Niha Raya). Dari bawagoli (pintu gerbang desa) akan
memasuki ewali mbanua (halaman desa) dengan lebar kira-kira 8-10 meter yang
dilapisi batu-batu tersusun rapi. Kita berjalan diatas iri newali, jalan setapak dari batu
yang memanjang lurus di tengah ewali mbanua, membagi dua halaman desa tersebut.
Di kiri dan kanan, rumah-rumah adat berjejer rapi, berdiri anggun seolah menawarkan
kedamaian pada penghuninya. Di halaman desa juga ada batu besar setinggi kira-kira
dua meter. Inilah yang disebut hombo batu. Para pelompat batu (si fahombo batu)
122
P. Johannes Maria Hämmerle, Op.cit, hal 16.
Universitas Sumatera Utara
biasanya melompati batu ini dengan menghentakkan kaki di atas, zawo-zawo yaitu
sebuah batu ekcil tempat kaki si fahombo batu melontarkan tubuh keatas. Inilah
tradisi yang unik di Kabupaten Nias Selatan di Teluk Dalam.
Konon di masa dulu kala, setelah amada molo pindah ke Teluk Dalam,
mereka mendirikan desa di bukit-bukit dan gunung-gunung. Namun saat itu ada emali
(musuh), seorang pendekar yang tak terkalahkan yang hendak membunuh mereka.
Pada waktu itu, Amada Takhi masih menetap di Hili Ono Tachi di sekitar
Hilimaniamolo (salah satu gunung di Hilisimaetano). Dari mana Hilimaniamolo,
mungkin juga semua keturunan amada molo masih berkumpul di tempat tersebut
bersama amada takhi, karena maniamolo mungkin berasal dari kata amania molo
(bapaknya adalah molo).
2. Kependudukan Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Nias Selatan memiliki sejarah kemegahan masa lampau yang tidak
ternilai harganya. Peninggalan-peninggalan kebudayaan purbakala yang ditinggalkan
oleh nenek moyang suku Nias dan Nias Selatan. Namun banyak anggapan yang
menyatakan bahwa nenek moyang suku Nias dahulunya adalah pelaut dan memasuki
daerah pedalaman Gomo. Diyakini bahwa dari Kecamatan Gomo inilah penduduk
Nias dan Nias Selatan berkembang secara tahap demi tahap ke seluruh pelosok tanah
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Nias dan Nias Selatan sangat kaya akan
berbagai unsur budaya yang memiliki ciri khas tersendiri, seperti unsur bahasa,
hukum adat. Nias Selatan merupakan Kabupaten dengan urutan ke-13 jumlah
penduduknya di provinsi Sumatera Utara. Menurut hasil proyeksi penduduk 2012
penduduk Nias Selatan berjumlah 292.417 jiwa dengan 61.086 rumah tangga. Jumlah
Universitas Sumatera Utara
penduduk ini dengan persentase terhadap provinsi sebesar 2.23%. Jika dibandingkan
dengan seluruh Kabupaten/kota di Kepulauan Nias, Kabupaten Nias Selatan
merupakan jumlah penduduk terbesar. Pada sensus penduduk tahun 2011, jumlah
penduduk Nias Selatan keadaan Mei 2011 adalah 289.708 jiwa. Kepadatan penduduk
Nias Selatan tahun 2012 adalah 160 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Nias
Selatan selama kurun waktu tahun 2006-2011 adalah 0.87 persen per tahun. Beberapa
kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Nias Selatan saat ini adalah:
No
Kecamatan
1 Hibala
2 Pulau Pulau Batu
Timur
3 Lahusa
4 Pulau Pulau Batu
5 Lolowa’u
6 Lolomatua
7 Amandraya
8 Fanayama
9 Gomo
10 Aramo
11 Teluk Dalam
12 Maniamolo
13 Toma
14 Mazo
15 Mazino
16 Umbunasi
17 Hilimegai
18 Susua
Kabupaten Nias Selatan
Luas Jumlah Jumlah
Jumlah Kepadatan
Wilayah Desa Kelurahan Penduduk penduduk
(Km²)
(Jiwa)
(per km2)
461,01
22
9.653
20,94
267,54
10
2.499
9,34
145,89
138,83
122,24
108,36
91,03
77,83
77,32
62,78
52,50
46,34
33,70
33,25
30,41
29,03
24,99
22,15
1825,20
35
46
41
26
21
16
23
15
17
14
11
14
11
9
11
14
356
1
1
2
35.238
16.436
30.366
25.353
17.213
19.970
25.237
7.823
544,84
13.533
8.086
15.241
8.346
7.911
5.845
15.063
292.417
241,54
118,39
248,41
233,97
189,09
256,58
326,40
124,61
544,84
292,04
239,94
458,38
274,45
272,51
233,89
680,05
160,21
*Sumber : BPS Kabupaten Nias Selatan
Wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan terbagi menjadi 18 kecamatan.
Luas wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan (darat dan laut) adalah 1.825,20
Universitas Sumatera Utara
km2. Masyarakat Nias telah ada sejak 5000 tahun yang lalu. Sebelum masuknya
agama di Pulau Nias, masyarakat sudah memiliki aliran kepercayaan dengan adanya
tradisi penghormatan terhadap leluhur Mangai Binu (tradisi memburu kepala),
Famaoso dola (pengangkatan tulang-tulang kembali para leluhur). Namun aliran
tersebut kini telah hilang dengan masuknya agama Islam dan Kristen.
Setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penduduk merupakan faktor
penentu dimana penduduk tidak saja berperan sebagai pelaku tetapi juga sebagai
sasaran pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan penduduk perlu
diarahkan pada pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas serta pengarahan
mobilitas sehingga mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang menunjang kegiatan
pembangunan. Komposisi penduduk yang disajikan menurut umur mempunyai
banyak manfaat, antara lain dapat digunakan untuk melihat struktur penduduk suatu
daerah. Adapun komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Struktur penduduk muda, yaitu bila proporsi penduduk yang berusia di bawah 15
tahun di suatu wilayah sebesar 40 persen atau lebih.
2. Struktur penduduk sedang,yaitu bila proporsi penduduk usia di bawah 15 tahun di
suatu wilayah sebesar 30-40 persen dan penduduk usia 65 tahun ke atas mencapai
10 persen atau lebih.
3. Struktur penduduk tua, yaitu bila proporsi penduduk usia di bawah 15 tahun di
suatu wilayah kurang dari 30 persen.
Luas Hutan di Kabupaten Nias Selatan menurut Jenisnya
2012 (000 ha)
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Nias Selatan
Keterangan :
* Data masih bergabung dengan Kec. PP. Batu dan Hibala.
** Data masih bergabung dengan Kec. Teluk Dalam.
*** Data masih bergabung dengan Kec. Amandraya.
**** Data masih bergabung dengan Kec. Gomo.
***** Data masih bergabung dengan Kec. Lolowau.
Pulau Nias tergolong pulau kecil. Namun, organisasi adat sangat beragam.
Tidak heran jika banyak sekali Öri (gabungan beberapa kampung) yang pada zaman
dahulu memiliki tata aturan adat masing-masing. Sekarang, Öri sebanarnya sudah
“runtuh”. Kepemimpinan adat sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Nias.
Namun “roh” adat itu masih melekat dalam hidup masyarakat Nias Selatan. Seperti
Universitas Sumatera Utara
kita ketahui, ada beberapa Öri di Nias Selatan yaitu Öri Maenamolo, Öri Toeneasi,
Öri Onolalu, Öri Majino, Öri Aramo, Öri Susua.
Makna sejati böwö adalah ungkapan kasih (masi-masi), perbuatan baik
(amuata sisökhi/famalua fa‟omasi), kemurahan hati, sikap saling menghormati
(fasumangeta), sikap saling memuliakan (famolakhömi), pemberian penuh ikhlas
hati-tanpa paksaan dan tanpa menuntut balasan (nibe‟e sifao fa‟ahele-hele dodo-tenga
nifaso ba tenga siso sulö). Oleh karena itu, seseorang yang memberikan böwö dalam
bentuk babi, emas, uang dan beras semata-mata karena digerakkan oleh makna sejati
böwö tersebut. Sementara pihak penerima böwö, menerima böwö dengan penuh
kemurahan hati sehingga tidak memaksa pihak-pihak pemberi böwö tersebut.
Pulau Nias adalah sebuah Pulau yang terdapat di sebelah barat Pulau
Sumatera dan di kelilingi oleh beberapa pulau yang lebih kecil, diantara 27 pulau
yang mengelilinya tersebut hanya sekitar 11 pulau saja yang sudah berpenghuni
termasuk Pulau Nias sebaga pulau terbesar dan memiliki populasi penduduk yang
tinggi. Pulau ini memiliki keindahan alam yang menawan serta adat istiadat yang
masih terjaga dengan baik yang bertahan sejak jaman batu kuno dahulu.
Banyak cerita tentang Siraso, versinya pun bervariasi. Dari Ama Waögo
Waruwu, Ama Zaro Baene, dan Ama Rozaman Mendröfa diketahui Siraso tiba di tiga
tempat berbeda di pulau Nias. Fenomena ini menunjukkan bahwa Siraso cukup
dikenal masyarakat, terutama masyarakat Nias tempo doeloe, di kawasan yang relatif
luas di Tanö Niha. Dari kecamatan Lölöfitu Moi, Siraso datang dari seberang,
terdampar di teluk Nalawö. Dalam perjalanan ke pedalaman dia beristirahat di hulu
Universitas Sumatera Utara
sungai Nalawö. Persis di tempat itu akhirnya didirikan desa Nalawö.123 Sedangkan di
desa Hililaora-Hilidohöna, kecamatan Lahusa, Siraso mendarat di muara Susua,
kemudian menelusuri sungai Susua ke hulu dan tiba muara sungai Gomo. Dari muara
itu beliau menelusuri sungai Gomo, akhirnya tiba di Börönadu.124
Mengacu Alan Dundes, dalam mengkaji tradisi lisan mite, Victor Zebua
menggunakan batasan unsur-unsur pokok mite Nias, khususnya mite asalusul, yaitu: cerita lisan berbentuk hoho atau prosa tentang asal-usul, dianggap
benar-benar terjadi dan suci oleh sekelompok orang Nias, telah diwariskan
minimal dua generasi, pewarisan melalui praktek kebudayaan Nias misalnya:
fondrakö, acara kelahiran, pesta perkawinan, acara kematian, pesta budaya,
pertunjukan budaya, dan lainnya.125
Di bumi Nias Siraso dan Silögu tetap gemar mengunjungi para petani. Doa
dan berkat mereka dibutuhkan untuk bibit dan untuk panen. Setelah mereka
meninggal dunia, orang-orang membuat patung Siraso (Siraha Woriwu) dan patung
Silögu (Siraha Wamasi) untuk memanggil arwah mereka pada waktu para petani
turun menabur bibit dan panen. Siraso dikenal sebagai Dewi Bibit (Samaehowu
Foriwu),
Silögu
dikenal
sebagai
Dewa
Panen
(Samaehowu
Famasi).
Pada waktu mulai menabur bibit, masing-masing petani membawa bibit tanaman,
diserahkan kepada ere (ulama agama suku) agar bibit tersebut diberkati oleh Dewi
Bibit. Upacara pemberkatan ini mengorbankan babi. Ere memimpin doa pemujaan
Siraha Woriwu. Syair hoho Memuja Dewi Bibit (Fanumbo Siraha Woriwu) diawali:
123
P. Johannes Maria Hämmerle, Op.cit, hal 169.
Ibid, hal 59.
125
Zebua, V, Ho Jendela Nias Kuno – Sebuah Kajian Kritis Mitologis, (Nias : Pustaka
Pelajar, 2006), hal 76.
124
Universitas Sumatera Utara
He le Siraso samo‟ölö, he le Siraso samowua; soga möi moriwu tanömö, möiga
mangayaigö töwua; mabe‟zi sarasara likhe, matanö zi sambuasambua.126
Luas Pulau Nias sekitar 5.000 km² dan terdiri dari empat kabupaten dan satu
kota yakni Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat,
Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Gunungsitoli adalah Ibukota Pulau
Nias dan menjadi segala pusat kegiatan dan kebutuhan Pulau Nias. Nias memiliki
sekitar 650 desa, desa-desa tersebut dipimpin oleh kepala desa yang juga memimpin
dewan sesepuh. Desa-desa adat di Nias terkenal akan penataan arsitekur, lanskap
maupun bangunannya yang unik mencerminkan desa setempat.
Sistem di masyarakat Nias menganut sistem hierarki yang menempatkan
kaum bangsawan sebagai kasta tertinggi, yakni kaum siulu balugu. Diantara 12 kasta
yang ada di Pulau Nias siulu balugu lah yang tertinggi, untuk mencapai tingkatan
kasta ini seorang penduduk harus menyelengarakan sebuah pesta besar yang
diselenggarakan berhari-hari lamanya menyembelih ratusan ternak terutama babi dan
mengundang ribuan orang untuk datang ke pesta.
Kabupaten Nias Selatan terletak di Pulau Nias. Pulau Nias sendiri terletak di
sebelah Barat Pulau Sumatera, berjarak ± 92 mil laut dari Kota Sibolga atau
Kabupaten Tapanuli Tengah. Kabupaten Nias Selatan berada disebelah Selatan
126
Surya Hadidi, Sastra Nias, melalui http://surya-hadidi.blogspot.com/2009/07/sastranias.html, diakses pada tanggal 10Desember 2013, pukul 13.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Nias, yang berjarak ± 120 km dari Kota Gunungsitoli ke arah Kota Teluk
Dalam (Ibukota Kabupaten Nias Selatan).127
3. Perekonomian Wilayah Nias Selatan
Kabupaten Nias Selatan terdiri atas 104 gugusan pulau besar dan kecil dengan
letak yang memanjang sejajar Pulau Sumatera. Panjang pulau-pulau itu lebih kurang
120 kilometer, lebar 40 kilometer. Dari seluruh gugusan pulau itu, ada empat pulau
besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km²), Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau
Tello (18 km²), dan Pulau Pini (24,36 km²). Tidak seluruh pulau berpenghuni.
Masyarakat Nias Selatan tersebar di 21 pulau dalam delapan kecamatan. Sektor
ekonomi kabupaten ini, terutama didukung oleh sektor pertanian dan pariwisata. Dari
sektor pertanian, komoditas unggulan terutama dari perkebunan, yakni kelapa, karet,
dan nilam. Seluruhnya merupakan perkebunan rakyat. Sentra perkebunan kelapa di
Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya. Sedangkan di Kecamatan Lahusa,
Lolomatua, dan Lolowa‟u merupakan sentra tanaman karet serta nilam. Hasil
pertanian lain yang menjadi unggulan adalah padi dan ikan dengan sentra produksi
tanaman padi berada di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya.
Sementara daerah tangkapan ikan di Nias Selatan terdapat di Kecamatan Pulau-pulau
Batu dan Hibala. Pada umumnya komoditas pertanian daerah ini dijual dalam bentuk
apa adanya, belum melalui proses pengolahan. Para pekerja menggarap komoditas
andalan secara tradisional. Pada saat panen, hasil perkebunan dan perikanan dikirim
ke Sibolga melalui jalur transportasi laut. Adapun padi dimanfaatkan untuk konsumsi
127
Helper Sahat P. Manalu, dkk, Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012 :
EtnikNias Desa Hilifadölö, Kecamatan Lölöwa‟u Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat setempat. Di bidang pariwisata, potensi wisata Kabupaten Nias Selatan
terletak pada jalur yang disebut Segitiga Emas Industri Pariwisata Nias Selatan
(RTRW Kabupaten Nias Selatan Tahun 2004-2014), yakni Kecamatan Lolowa‟uGomo-Pulau-pulau Batu dengan porosnya adalah Omo Hada, yang merupakan rumah
tradisional di Desa Bawomataluo, Kecamatan Teluk Dalam. Daerah Nias Selatan
terkenal dengan tradisi hombo batu-nya atau yang lebih dikenal dengan lompat batu.
Selain itu, Sorake, salah satu pantai di daerah itu, akrab di telinga penggemar
olahraga selancar. Turnamen selancar tingkat dunia beberapa kali diadakan di pantai
itu. Objek-objek wisata alam sangat potensial di Kabupaten Nias Selatan.
Kecamatan Pulau-pulau Batu terdapat lokasi menyelam, terumbu karang, serta
ikan-ikan hias dan pantai berpasir putih. Adapun peninggalan zaman megalitik berupa
batu-batu megalit di Kecamatan Lahusa dan Gomo. Andalan wisata lainnya adalah
Pantai Lagundri yang berpasir putih serta Pantai Sorake (Kecamatan Teluk Dalam)
yang ombaknya jadi sarana olahraga selancar. Meskipun sebagai salah satu tulang
punggung perekonomian, kegiatan pariwisata di Kabupaten Nias Selatan belum
optimal dikembangkan, baik dalam hal penyediaan infrastrukturnya maupun
manajemennya. Di Teluk Dalam juga terdapat desa adat yaitu Desa Bawomataluo,
yang dapat dikatakan sebagai cagar budaya karena merupakan sebuah potret sejarah
dari perkembangan budaya Nias. Di desa ini terdapat deretan rumah tradisional
terbuat dari kayu dengan arsitektur khas Nias Selatan yang masih dihuni oleh
penduduk sebagaimana layaknya komplek perumahan. Di perkampungan itu juga
bisa disaksikan tradisi hombo batu atau lompat batu yang terkenal itu.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hal menarik yang tidak patut untuk di lewatkan dari Pulau Nias
adalah Fahombo yakni lompat batu setinggi 2 meter yang menjadi ciri khas
mayarakat Nias. Lompat batu ini sudah sangat terkenal di Indonesia dan mancanegara
yang menjadi ikon penting yang layak untuk disaksikan saat berkunjung ke Pulau
Nias. Konon lompat batu ini dilakukan sebagai latihan perang bagi anak muda suku
Nias, sekarang pun masih lestari tradisinya sebagai ritual kedewasaan masyarakat
setempat. Bawomataluo adalah salah satu tempat yang bisa disaksikan untuk melihat
pertunjukan lompat batu, tidak hanya sekedar menyaksikan tetapi pengunjung juga
bisa mencoba tantangan melompati batu.
Desa Bawatomataluo dan Desa Hilisimaetanö pengunjung akan melihat
pertunjukan tari perang tradisional, para penarinya akan mengenakan kostum
tradisional yang khas dengan bulu burung berwarna cerah serta diikat di kepala
mereka. Lepas desa Desa Bawatomataluo dan Desa Hilisimaetanö pengunjung juga
bisa ngunjungi Desa Hilisimaetano yang berada di Nias Selatan di tempat ini terdapat
sekitar 100 rumah tradisional dengan ukiran khas Nias yang indah. Selain Budaya,
Pulau Nias juga terkenal dengan wisata Pantai yang indah dan kegiatan Selancar yang
menentang karena memiliki ombak salah satu yang terbaik di dunia. Pulau Bawa,
Pulau Aru serta Pantai Sorake dan Lagundri adalah tempat berselancar yang bagus.
Dilihat dari topografinya, Nias Selatan adalah dataran rendah yang di
tengahnya terdapat bukit-bukit. Mayoritas penduduknya masih tinggal di pedalaman
dan berprofesi sebagai petani. Mereka tinggal di kampung-kampung yang dipisahkan
jarak yang cukup jauh antara satu kampung dan kampung lainnya. Meskipun metode
bertani masyarakat Nias masih bersifat sederhana, mereka tetap mampu
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan beberapa komoditas unggulan, seperti kelapa, karet, cokelat, dan nilam.
Akhir-akhir ini, setelah dikelola lebih serius, sektor pariwisata juga merupakan tulang
punggung perekonomian penduduk Nias. Di bidang pariwisata, potensi wisata Nias
terletak di jalur Industri Pariwisata Nias Selatan, yaitu Kecamatan Lolowa„u-GomoPulau-pulau Batu. Porosnya terletak di omo hada, rumah tradisional di Desa
Bawomataluo, Kecamatan Teluk Dalam. Pulau yang sangat terkenal dengan budaya
megalitiknya ini juga menyimpan beberapa misteri dan keunikan. Termasuk
mengenai leluhur orang Nias sekarang ini yang bisa dilihat jejak-jejaknya dalam
cerita-cerita lisan atau hoho yang berkembang dalam masyarakat Nias. Para penghuni
pulau ini menyebut diri mereka sebagai ono niha (orang Nias) yang diyakini oleh
sebagian ahli antropologi dan arkeologi sebagai salah satu suku tertua di
Nusantara.128 Untuk menuju Pulau Nias maka bisa di tempuh dengan 2 (dua) cara
perjalanan yakni Fery dan Pesawat, untuk pesawat bisa ditempuh dari kota Medan
maupun Padang sementara Ferry bisa ditempuh dari kota Sibolga.129
Bahasa Nias Selatan, kota Teluk Dalam juga sering disebut sebagai
Luahaziwara-wara yang artinya adalah tempat pertemuan seluruh penduduk
Kecamatan Teluk Dalam setiap hari pekan dulunya. Nenek moyang penduduk Teluk
Dalam dipercaya datang dari Gomo dibagian tengah pulau Nias. Sejak dahulu dikenal
ada 4 (empat) Ori/negeri yang merupakan kesatuan kecil dari beberapa kampung atau
banua. Ori ini dapat dibedakan dari kedekatan wilayah, asal usul keturunan,
128
Afthonul Afif, Leluhur Orang Nias dalam Cerita-cerita Lisan Nias, (Yogyakarta :
Parikesit Institute, Kontekstualita, Vol. 25, No. 1, 201).
129
Indo Holiday Tour Guide, Pulau Nias Pulau Yang Memegang Teguh Adat Istiadat Lama,
melalui http://www.indoholidaytourguide.com/pulau-nias-pulau-yang-memegang-teguh-adat-istiadatlama-00508html, diakses pada tanggal 1 November 2013, pukul 13.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
persamaan marga, kesamaan lafal atau logat bahasa dan pembentukan kampung baru
dari kampung asal.130
Kabupaten Nias Selatan masih banyak terdapat desa-desa adat. Yang
menonjol dari desa-desa adat ini adalah penataan arsitekturnya. Dulunya setiap desa
di pimpin oleh seorang raja. Desa-desa ini terletak di daerah yang sulit dijangkau
seperti di perbukitan terjal atau lembah-lembah yang ada di baliknya. Tujuannya
adalah untuk membentengi diri dari serangan desa lain. Pada masa lalu perang antar
desa kerap kali terjadi.
Penyerbuan sebuah desa oleh desa yang lainnya kerap terjadi. Biasanya
disertai denga
EKSISTENSI TANAH ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT NIAS
SELATAN DIATAS LAHAN RENCANA PEMBANGUNAN LAPANGAN
TERBANG SILAMBO
A. Gambaran Umum Letak dan Lokasi Wilayah Kabupaten Nias Selatan
1. Tinjauan Mengenai Letak Geografis Daerah Nias Selatan
Kepulauan Nias merupakan salah satu dari barisan pulau di barat Pulau
Sumatera. Pulau-pulau itu terbentuk sebagai hasil tumbukan antara lempeng benua
Eurasia dan lempeng Hindia, dengan batas tumbukan lempeng (jalur subduksi) berada
di pantai barat barisan pulau tersebut. Tumbukan antara dua lempeng itu juga
membentuk patahan besar (megathrust) sepanjang pantai barat yang menjalur dari
Enggano ke Mentawai, Nias, Simeulue, Andaman/Nikobar (India), Arakan Yoma
(Myanmar), dan berlanjut ke jalur megathrust Himalaya. Jalur-jalur patahan ini
menjadi tempat pelepasan energi dari dalam bumi dan selanjutnya menjadi jalur
gempa.
Pembentukan Pulau Nias terjadi 10.000 tahun silam. Sebelumnya, pulau ini
berada di bawah permukaan laut pada kedalaman 50-200 meter. Bukti
terangkatnya Pulau Nias terlihat dari adanya batu gamping terumbu, terutama di
sepanjang pantai timur Nias serta di bagian utara Kecamatan Lahewa dan di
Kecamatan Alasa. Pergerakan lempeng Hindia dengan kecepatan rata-rata 60
milimeter per tahun telah menggerakkan Pulau Nias secara mendatar dengan
kecepatan 2-3 sentimeter per tahun serta pergerakan vertikal 8-10 sentimeter per
tahun sampai saat ini. Tumbukan tersebut juga menyebabkan Pulau Nias
bergerak ke arah Pulau Sumatera dengan kecepatan rata-rata 4 sentimeter per
tahun.110
110
Emanuel Migo, dkk, Nias : Membangun Melalui Jalan yang Jarang Di lalui, Seri Buku
70melalui United Nations Development Programme
BRR ini didukung oleh Multi Donor Fund (MDF),
(UNDP) (Nias : Technical Assistance to BRR Project, 2009), hal 2.
Universitas Sumatera Utara
Membujur di lepas pantai barat Sumatera, Pulau Nias menjadi salah satu jajaran
pulau-pulau yang menghadap Samudra Hindia yang menyimpan beberapa
misteri dan keunikan. Para penghuni pulau ini menyebut dirinya sebagai Ono
Niha (Orang Nias) yang diyakini oleh sebagian ahli tropologi dan arkeologi
sebagai salah satu puak-puak berbahasa Austronesia lelulur Nusantara yang
datang paling awal dari suatu tempat di daratan Asia. Sejumlah bukti peradaban
tertua Orang Nias dihubungkan dengan perkembangan tradisi megalitik (batu
besar) yang hingga saat ini masih dapat terlihat keberadaanya. Seiring
perkembangan agama di wilayah ini, tradisi pembuatan benda-benda megalit
telah hilang. Tinggalan-tinggalan para leluhur itu seperti rumah adat, lompat
batu telah menjadi ikon pariwisata yang luluh lantak tertimpa dua bencana:
gelombang tsunami dan gempa bumi. Sejumlah pihak menginginkan
pembangunan kembali menjadi peluang revitalisasi nilai-nilai budaya Nias yang
kini terancam lenyap.111
Beberapa versi mengenai siapa sebenarnya leluhur suku Nias saat ini, baik
yang bersumber dari hoho (cerita lisan yang berkembang di masyarakat Nias dan
diwariskan secara turun-temurun sehingga menyerupai mitos), maupun data-data
ilmiah temuan para arkeolog. Hoho yang berkembang di Nias menyebutkan bahwa
manusia pertama yang tinggal di Nias adalah sowanua atau ono mbela.
Menurut sebuah versi hoho yang lain, mereka kemudian menyelamatkan diri
dengan mencari perlindungan di gua-gua. Mereka tidak lagi disebut sebagai ono
mbela tetapi nadaoya atau manusia yang menghuhi gua. Secara fisik keduanya
berbeda. Jika ono mbela dikenal memiliki kulit putih dan berparas cantik, maka
nadaoya dikenal memiliki kepala dan tubuh yang lebih besar dengan kulit berwarna
gelap. Besar kemungkinan keduanya sudah tergolong bangsa manusia, namun
berasal dari ras yang berbeda, bukan satu keturunan. Lantaran keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki penduduk Nias waktu itu, juga tata cara hidup yang
111
Tantyo Bangun, Nias: Kebangkitan Budaya Negeri Bencana, (Nias : Sisipan National
Geographic Indonesia, 2007), hal 3.
Universitas Sumatera Utara
berbeda, asal-usul keduanya kemudian cenderung dimitoskan karena dianggap
memiliki nenek moyang yang berbeda dengan manusia pendatang. Apa yang
dijelaskan hoho ini didukung oleh bukti-bukti ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian
Badan Arkeologi Medan, di Nias ditemukan jejak-jejak manusia prasejarah yang
meninggalkan artefak-artefak di gua-gua, salah satunya yang terkenal adalah di Gua
Tőgi Ndrawa yang terletak di Desa Lőlőwanu Niko„otanő, Kecamatan Gunungsitoli.
Jejak kehidupan tersebut dapat ditemukan melalui alat-alat tulang dan batu berupa
serpih, batu pukul, dan pipisan. Selain itu, juga ditemukan sisa-sisa vertebrata yang
terdiri dari ikan, ular, kura-kura, kelelawar, hewan berkuku genap (artiodactyla), dan
cangkang moluska dari kelas gastropoda dan pelecypoda.
Di Nias juga berkembang hoho yang lain, tepatnya di Kecamatan Gomo,
Kabupaten Nias Selatan. Hoho ini terkait dengan nama Gomo untuk kecamatan
yang dimaksud. Kata gomo, memiliki makna owo-gomo-omo, yang berarti
perahu gomo rumah. Dahulu kala, terdapat rombongan manusia perahu berasal
dari daratan Asia yang terombang-ambing di tengah samudra yang kemudian
terdampar di Nias. Meskipun Hammerle mengakui pendapatnya ini tidak
memiliki cukup bukti ilmiah, namun tafsir yang dikemukakannya cukup masuk
akal. Ia menghubungkan perahu dengan sejarah asal-usul suku Nias yang datang
dari seberang lautan. Mereka terdampar di pantai sekitar muara sungai, lalu
membangun rumah (omo) di pinggir sungai yang sekarang dikenal dengan
Sungai Gomo. Jadi, kata gomo ada hubungannya dengan owo (perahu) dan omo
(rumah).112
Meskipun hoho yang berkembang di Nias tidak hanya seperti yang disebut di
atas (karena hampir setiap marga memiliki hoho-nya masing-masing), namun ketiga
hoho inilah yang sampai saat ini paling diyakini sebagian besar orang Nias. Dilihat
dari rasnya, orang Nias termasuk dalam rumpun Austronesia. Bahasa sehari-hari
yang digunakannya, yaitu bahasa Nias, juga semakin memperkuat pendapat tersebut.
112
P. Johannes Maria Hämmerle, AsalUsul Masyarakat Nias Suatu Interpretasi, (Nias :
Yayasan Pusaka 2001), hal 160.
Universitas Sumatera Utara
Secara genealogis, bahasa Nias tergolong rumpun bahasa Austronesia. Ciri dialek
bahasa Nias adalah nada yang meninggi di akhir kata dan kalimat. Menurut
Wikipedia, bahasa Austronesia dituturkan secara luas, dari Indonesia Barat, Bugis,
Aceh, Cham (di Vietnam dan Kamboja), Melayu, Indonesia, Iban (Etnik Dayak Iban
di Kalimantan), Sunda, Jawa, Bali, Chamoru (bahasa asli penduduk Kepulauan
Mariana Utara yang terletak diantara Hawaii dan Filipina dan Guam dan Palau).
Secara umum, kebudayaan yang berkembang di Nias juga memiliki kesamaan
dengan kawasan-kawasan Austronesia lainnya, yaitu berciri megalitik, memuja roh
leluhur, dan bercocok tanam.
Nias adalah dataran rendah yang di tengahnya terdapat bukit-bukit. Mayoritas
penduduknya masih tinggal di pedalaman, di kampung-kampung yang saling
mengisolasi, dan berprofesi sebagai petani. Meskipun metode bertani masyarakat
Nias masih bersifat sederhana, tetapi mereka tetap mampu menghasilkan beberapa
komoditas unggulan, seperti kelapa, karet, cokelat, dan nilam. Beribu-ribu tahun,
nyaris tidak ada kelompok etnis lain yang menjadi pesaing lani ewöna di Nias,
mereka menjadi satu-satunya kelompok yang berkuasa, sehingga mereka lebih
leluasa untuk mengembangkan tempat pemukiman. Orang-orang Nias mulai
beranjak dari tempat tinggal para leluhurnya di sepanjang Sungai Gomo, terutama di
daerah Börönadu (sekarang sebuah desa yang berada di Kecamatan Gomo). Hal ini
dapat dilihat dari sejarah lisan yang berkembang di Börönadu. Tokoh adat di
Börönadu, nenek moyang orang-orang di Gunungsitoli dan Teluk Dalam berasal dari
Börönadu. Orang-orang Gunungsitoli adalah keturunan orang Börönadu yang
Universitas Sumatera Utara
bernama Lase, sedangkan nenek moyang orang Teluk Dalam adalah orang Börönadu
yang bernama Sadawamölö.113
Kabupaten Nias Selatan (Teluk Dalam) „Bela‟ berarti kawan atau sebutan
yang menunjukkan tali persahabatan atau perkawanan. Tujuan penyebutan itu adalah
untuk menjalin keakraban dan menghindari permusuhan, sedangkan di wilayah Nias
yang lain Bela berarti makhluk halus yang bertempat tinggal di atas pohon.114
Kabupaten Nias Selatan mempunyai Luas wilayah 1.825,2 Km2 berada di
barat Pulau Sumatera jaraknya ± 92 mil laut dari Kota Sibolga atau Kabupaten
Tapanuli Tengah. Ibukota Kabupaten Nias Selatan adalah Teluk Dalam yang
berkedudukan di Pulau Nias, sedangkan letak Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Kabupaten Nias Selatan terletak diKecamatan Pulau-Pulau Batu. Dasar
Hukum penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Nias Selatan adalah
SK Bupati Nias Selatan Nomor : 523/371/K/2008 yang ditetapkan pada tanggal 5
Desember 2008.115
Kecamatan Pulau-Pulau Batu Terletak antara: 0º - 15º Lintang Utara dan 90º
580 - 97º 480 Bujur Timur. Luas Wilayah 121.05 Km2. Jarak Kecamatan ke Ibukota
Kabupaten yaitu 48 mil atau kira-kira 77,25 Km dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut, Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Dalam, sebelah selatan
113
Nias Selatan, Leluhur Suku Nias melalui http://niasselatanku.com/2012/09/09/leluhursuku-nias/ diakses pada tanggal 10 Desember 2013, pukul 11.00 WIB.
114
Nuryanto, Pustaka Nias Dalam Media Warisan : Kumpulan Artikel dan Opini, Penerbit
Yayasan Pustaka, Nias, 2010, hal 7.
115
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Basis Data Kawasan Konserbasi, melalui
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/46diakses pada tanggal 1
November 2013, pukul 12.25 WIB.
Universitas Sumatera Utara
berbatasan dengan kecamatan Hibala, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera
Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Kabupaten Nias Selatan terletak di daerah khatulistiwa maka curah hujannya
tinggi. Rata-rata curah hujan per tahun 248,60 mm dan banyaknya hari hujan dalam
setahun 250 hari atau rata-rata 21 hari perbulan, akibat banyaknya curah hujan maka
kondisi alamnya sangat lembab dan basah. Keadaan iklim dipengaruhi oleh
Samudera Hindia. Suhu udara berkisar antara 22º - 31ºC dengan kelembaban sekitar
86 - 92 % dan kecepatan angin antara 5 -16 knot/jam. Curah hujan tinggi dan relatif
turun hujan sepanjang tahun dan sering kali diikuti dengan badai besar. Musim badai
laut biasanya berkisar antara bulan September sampai November, tetapi kadang
terjadi badai pada bulan Agustus, jadi cuaca bisa berubah secara mendadak.116
Kawasan perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Nias
Selatan yang termasuk di dalam Kecamatan Pulau-Pulau Batu berada di Desa Luaha
Idano Pono, Desa Hayo dan Desa Sifitu Ewali seluas 56.000 Ha yang terletak pada
98,06º E - 98,37º E dan 0,09º N - 0,15º S. Kondisi perairan terbuka dan memiliki
gelombang besar serta pantai yang umumnya berpasir putih. Sedangkan di bagian
Timur Pulau Tello merupakan Selat antara Pulau Lawindra dan Pulau Balogia.
Rataan terumbu bagian atas umumnya landai dan mendatar antara 50 - 150 m dari
pantai.117
Dasar perairan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Nias
selatan dipenuhi oleh karang mati yang telah ditumbuhi oleh alga, pecahan karang
116
117
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mati dan pasir. Pertumbuhan karang yang tumbuh pada daerah tubir jenisnya kurang
bervariasi. Beberapa genus karang yang masih dapat dijumpai adalah Acropora spp,
Montipora foliosa, dan Pocillopora verrucosa. Tutupan karang hidup pada perairan
ini memiliki persentase sekitar 11,97%, yang dikategorikan 'tidak baik'.118
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi sampling di Perairan Pulau Tello
ditemukan jumlah ikan 492 ekor terdiri atas 75 jenis, 49 marga dan sebanyak 21
suku. Dari jumlah tersebut yang termasuk ke dalam ikan major sebanyak 311 ekor,
ikan target sebanyak 164 ekor dan ikan indikator sebanyak 17 ekor. Ikan-ikan yang
dominan ditemui dalam kategori marga pada perairan ini adalah Caesio, Chromis,
Dascyllus, Pomacentrus, Acanthurus, Halichoeres, Chrysiptera, Thalassoma,
Pterocaesio, dan Dischistodus. Ekosistem mangrove terdapat pada beberapa pulau di
sekitar Pulau Tello, Pono, Tanah Masa dan Kecamatan Hibala dengan luas mencapai
842, 27 Ha, didominasi oleh Rhizopora sp.119
Pendekatan konservasi dalam menetapkan Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Kab. Nias Selatan adalah berdasarkan analisa kuantitatif mengenai kondisi
geografis, kondisi ekologi perairan seperti mangrove, terumbu karang, estuaria dan
ikan-ikan karang. Penetapan kawasan konservasi perairan dilakukan untuk mencapai
sasaran pemanfaatan sumber daya ikan, ekosistem dan lingkungan yang
berkelanjutan. Sehingga dapat menjamin ketersediaan, kesinambungan dan
peningkatan kualitas nilai serta keanekaragamannnya sehingga dapat meningkatkan
118
119
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan konservasi
perairan.120
Pada
tahun-tahun
pertama
zaman
kemerdekaan
pembagian
wilayah
pemerintahan di daerah Nias tidak mengalami perubahan, demikian juga struktur
pemerintahan, yang berubah hanya nama wilayah dan nama pimpinannya sebagai
berikut: Nias Gunsu Sibu diganti Nama Pemerintahan Nias yang dipimpin oleh
Kepala Luhak.Gun diganti dengan nama Urung yang dipimpin oleh seorang Asisten
Kepala Urung (Demang) Fuku Gun diganti dengan nama Urung Kecil yang dipimpin
oleh Kepala Urung Kecil (Asisten Demang).
Sesuai dengan jumlah distrik dan onderdistrik pada zaman Belanda,
pembagian nama tetap berlaku pada zaman Jepang, maka pada awal kemerdekaan
terdapat sembilan kecamatan. Hanya saja diantara kecamatan itu terdapat tiga
kecamatan yang mengalami perubahan nama dan lokasi Ibukota yaitu: Onderdistrik
Hiliguigui
menjadi
Kecamatan
Tuhemberua
dengan
Ibukota
Tuhemberua,
Onderdistrik Lahagu menjadi Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe dan
Onderdistrik Balaekha menjadi Kecamatan Lahusa dengan Ibukota Lahusa.
Pada tahun 1946 Daerah Nias berubah dari Pemerintahan Nias menjadi
Kabupaten Nias dengan dipimpin oleh seorang Bupati. Pada tahun 1945 KND
dihapuskan dan dibentuk suatu lembaga baru yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Pada
tahun 1953 dibentuk tiga kecamatan yaitu :
120
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
a. Kecamatan Gido yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan
Gunungsitoli dan sebagian diambil dari kecamatan Idano Gawo, dengan Ibukota
Lahemo.
b. Kecamatan Gomo yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan
Idano Gawo dan sebagian dari wilayah Kecamatan Lahusa, dengan Ibukota
Gomo.
c. Kecamatan Alasa yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan
Lahewa, sebagian dari wilayah Kecamatan Tuhemberua dan sebagian dari
wilayah Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Ombolata.
Pada tahun 1956 dibentuk satu kecamatan baru yaitu kecamatan Sirombu yang
wilayahnya sebagian dari wilayah Kecamatan Mandrehe dan sebagian dari wilayah
Kecamatan Lolowau. Kemudian berdasarkan PP Nomor 35 Tahun 1992 tanggal 13
Juli 1992 terbentuk dua Kecamatan baru yaitu Kecamatan Lolofitu Moi yang
wilayahnya sebagian dari Kecamatan Gido dan Kecamatan Mandrehe, dan
Kecamatan Hiliduho yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Gunungsitoli.
Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 1996 tanggal 3 Januari 1996 terbentuk dua
kecamatan baru yaitu :
a. Kecamatan Amandraya yang wilayahnya sebagian dari kecamatan Teluk Dalam,
kecamatan Gomo, dan kecamatan Lahusa.
b. Kecamatan Lolomatua yang wilayahnya sebagian dari kecamatan Lolowa‟u
Terakhir dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dengan mempedomani Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Kecamatan maka melalui Perda
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Nias No.6 tahun 2000 tanggal 24 Nopember 2000 tentang Pembentukan 5
(lima) Kecamatan di Kabupaten Nias. Lima Kecamatan Pembantu yang masih tersisa
selama ini akhirnya ditetapkan sebagai Kecamatan yang defenitif, masing-masing :
1. Kecamatan Hibala yang wilayahnya berasal dari Kecamatan Pulau-Pulau Batu.
2. Kecamatan Bawolato yang wilayahnya berasal dari Kecamatan Idanogawo.
3.
Kecamatan Namohalu Esiwa, wilayahnya sebagian dari Kecamatan Alasa dan
Kecamatan Tuhemberua.
4.
Kecamatan Lotu yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Tuhemberua dan
Kecamatan Lahewa.
5.
Kecamatan Afulu yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Lahewa dan
Kecamatan Alasa.
Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 Kabupaten
Nias ditetapkan sebagai daerah otonom yang disebut Daerah Swatantra Kabupaten
Daerah Tingkat II Nias, yang dipimpin oleh Bupati Kepala Daerah. Disamping
Bupati Kepala Daerah dibentuk Dewan Pemerintahan Daerah yang dipilih dari
anggota DPRD. Pada tahun 1961 sampai dengan tahun 1969, Ketua DPRD langsung
dirangkap oleh Bupati Kepala Daerah. Untuk membantu Bupati Kepala Daerah dalam
menjalankan roda pemerintahan sehari-sehari dibentuk Badan Pemerintahan Harian
yang dikatakan sebagai ganti DPD yang telah dihapuskan. Akan tetapi kemudian
sejak tahun 1969 sampai dengan saat berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Lembaga BPH sebagai
Pembantu Kepala daerah dalam menjalankan Pemerintahan sehari-hari tidak pernah
diadakan lagi.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan-perubahan pemerintahan di Kabupaten Nias, mengikuti perubahanperubahan tentang Pemerintahan di daerah yang berlaku secara nasional.
Desa/Kelurahan sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah, di Kabupaten Nias
terdapat sebanyak 657 buah. Desa/Kelurahan tersebut karena persekutuan masyarakat
menurut hukum setempat, yang dahulunya masing-masing berdiri sendiri-sendiri
tanpa ada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi yang mencakup beberapa atau
keseluruhan desa/kelurahan itu. Sejak awal kemerdekaan sampai tahun 1967 terdapat
satu tingkat pemerintahan lagi diantara Kecamatan dengan Desa/kelurahan yang
disebut “ÖRI” yang meliputi beberapa desa. Memang ÖRI ini sejak dahulu telah ada
yang dibentuk karena perserikatan beberapa desa yang menyangkut Pesta, sedang
masalah-masalah pemerintahan desa langsung diatur oleh masing-masing desa. ÖRI
sebagai salah satu tingkat pemerintahan di Daerah Tingkat II Nias dihapuskan pada
tahun 1965 dengan surat Keputusan Gubernur pada tanggal 26 Juli 1965 Nomor :
222/V/GSU dengan tidak menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan DPRD Kabupaten Nias Nomor :
02/KPTS/2000 tanggal 1 Mei 2000 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Nias
menjadi dua kabupaten, Keputusan DPRD Propinsi Sumatera Utara Nomor :
19/K/2002 tanggal 25 Agustus 2002, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
tahun 2002 tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2002 tanggal 28 Juli 2003, maka
Kabupaten Nias resmi dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan. Dengan demikian wilayah Kabupaten Nias yang tadinya
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari 22 kecamatan, menjadi 14 kecamatan karena 8 kecamatan telah masuk ke
wilayah Kabupaten Nias Selatan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah
kabupaten Nias Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Tugala Oyo
dan Kecamatan Gunungsitoli Barat di Kabupaten Nias, Kabupaten Nias mengalami
pemekaran menjadi 34 Kecamatan dengan bertambahnya 2 Kecamatan yaitu
Kecamatan Tugala Oyo dan Kecamatan Gunungsitoli Barat.
Wilayah Kabupaten Nias Selatan yang berada di daratan Pulau Nias, sebagian
besar dapat dijangkau dengan sarana perhubungan darat. Artinya, pasarana angkutan
darat telah cukup memadai di daerah ini, baik antar kota kecamatan, antara ibukota
kecamatan dengan kabupaten, dan antar ibukota kabupaten (Nisel dan Nias).
Sedangkan perhubungan laut, terutama digunakan untuk wilayah Kecamatan Hibala
dan Pulau-Pulau Batu dengan menggunakan sarana kapal penumpang dan kapal
barang antar pulau (Kapal Perintis) menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
(Teluk Dalam), Sibolga dan
Padang secara reguler. Demikian halnya sarana
transportasi udara, sudah ada di daerah ini, yakni Bandara Lasonde di Kecamatan
Pulau-Pulau Batu.Pemanfaatan sarana perhubungan udara ini masih belum optimal,
karena jadwal penerbangan hanya dua kali per minggu. Diharapkan bandara ini dapat
dikembangkan, sehingga mampu berfungsi untuk pengangkutan barang (kargo) untuk
produk perikanan secara cepat ke negara tetangga, sehingga Kabupaten Nias Selatan
dapat dibangun berbasis sumber daya perikanan dan kelautan.
Desa-desa yang letaknya di daerah terisolir, masalah transportasi sangat
berperan penting dalam pengembangan desa-desa pesisir tersebut. Kesulitan sarana
transportasi untuk pengangkutan faktor produksi dan hasil produksi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
nelayan dari pulau terisolir seperti Pulau Tanah Bala di Kecamatan Hibala, Pulau
Pini di Kecamatan Pulau-Pulau Batu Timur, Pulau Simuk di Kecamatan Pulau-Pulau
Batu, menyebabkan kehidupan ekonomi mereka lambat berkembang, sehingga
banyak nelayan berada dalam kemiskinan. Sebelum pemekaran pulau Nias menjadi
beberapa kabupaten, daerah Kabupaten Nias Selatan dewasa ini adalah himpunan
desa-desa yang ada di daerah kecamatan Teluk Dalam saat itu dan beberapa pulau
yang terletak di bagian Selatan Pulau Nias. Menurut catatan yang diinformasikan oleh
tim Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan yang turut serta dalam Pesta
Kesenian Bali XXXIII pada tanggal 17 Juni 2011, leluhur orang Nias Selatan di
daerah Teluk Dalam yang migrasi dari daerah Gomo saat itu ada empat orang dengan
daerah pendudukan mereka masing-masing yang disebut öri, yakni:
1. Mölö, keturunannya mendiami öri Maenamölö saat ini;
2. Lalu, keturunannya mendiami öri Onolalu sekarang;
3. Zinö, keturunannya mendiami öri Mazinö dewasa ini;
4. Ene, keturunannya mendiami öri To‟ene hingga kini.
Dari keterangan ini jelas menggambarkan bahwa tradisi-tradisi Nias Selatan
dewasa ini bersumber dan identik dengan kebudayaan daerah Teluk Dalam yang
berasal dari keempat nenek moyang tersebut di atas. Dalam brosur resmi yang
diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nias Selatan menyebutkan
beberapa tempat wisata yang sangat menarik di daerah Teluk Dalam selain keindahan
alam berupa pantai atau tempat rekreasi lainnya yaitu wisata budaya dan peninggalan
sejarah.
Universitas Sumatera Utara
Peta Kabupaten Nias Selatan
Disebutkan beberapa di antaranya adalah lompat batu, tari perang, seni musik
tradisional seperti tari moyo, faluaya, mogaele, manahö, famadaya harimao,
famadaya saembu, famadaya jahili. Diterangkan bahwa atraksi-atraksi dan seni
budaya tersebut dapat disaksikan di setiap tujuh desa tradisional di daerah Teluk
Dalam seperti desa Bawömataluo, Orahili Fau, Hilisimaetanö, HilinawalöFau,
Botohilitanö, Hiliamaetaniha, Mazinö, Hilisatarö melalui sanggar-sanggar budaya.
Selain itu, peninggalan sejarah juga tersebar pada beberapa titik di daerah Teluk
Dalam, seperti Situs Megalit, berupa batu megalit yang dibuat sebagai tanda
peringatan dan simbol status sosial kehidupan masyarakat daerah Nias Selatan. Batubatu megalit ini tersebar di berbagai tempat, khususnya di lokasi desa-desa tertua di
Universitas Sumatera Utara
Teluk Dalam. Bahkan, sebagian besar lokasi tersebut telah ditinggalkan warga desa
dan berpindah ke tempat lain. Berbagai peninggalan sejarah ini antara lain:
a. Börönadu
Börönadu merupakan suatu lokasi yang terdapat beberapa jenis batu megalit.
Situs ini terletak di Desa Sifalagö, Kecamatan Gomo, 44 km dari Teluk Dalam.
Börönadu ini secara umum sudah dikenal oleh wisatawan maupun budayawan,
bahkan para arkeolog nasional dan internasional. Di tempat ini terdapat batu megalit
berbentuk gowe atau arca. Di samping gowe terdapat sembilan buah osali nadu
berupa tempat duduk yang terbuat dari batu pahat. Dalam bahasa Nias modern,
istilah osali sering dimaksud sebagai gereja atau rumah ibadah umat Nasrani.
Sedangkan nadu berasal dari kata “adu” yang berarti patung. Kata-kata ini
dapat memberikan keterangan bahwa sebelum agama Kristen masuk ke Nias, nenek
moyang orang Nias telah memiliki sistem kepercayaan dan tempat pemujaan.
b. Tundrumbaho
Batu megalit ini juga terletak di daerah kecamatan Gomo, merupakan batu
megalit yang dipahat dengan berbagai bentuk dan motif seperti ni‟ogadi, saita gari,
daro-daro, osa-osa dan behu.
c. Hililaja dan Lölö Ana‟a
Kepala bidang kebudayaan Kabupaten Nias Selatan, berbagai bentuk situs
megalit di lokasi Hililaja dan Lölö Ana‟a masih utuh dan terpelihara. Bentuk pahatan
batu menyerupai manusia, batu tegak tinggi dan batu berbentuk bulat untuk tempat
duduk. Bentuk dan motif yang sama dapat dijumpai di desa Lölö Ana‟a, berjarak 3
km dari pusat kota kecamatan Lölömatua. Situs megalit di desa Hililaja dapat
Universitas Sumatera Utara
ditempuh dengan kendaraan umum yang berjarak 2,5 km dari pusat ibu kota
Kecamatan Lölömatua.
d. Tetegewo
Situs Tetegewo terletak di Desa Hilisao‟ötö yang berjarak 12 km dari
kecamatan Lahusa. Lokasi Tetegewo masih belum terjangkau oleh kendaraan dan
“harus berjalan kaki sekitar 1,5 km untuk mencapai puncak lokasi.” Diterangkan
bahwa, bentuk dan motif pahatan batu di lokasi ini antara lain: saita gari, ni‟ogadi,
tempat penyimpanan tengkorak, penjara kuno, osa-osa dan behu.
Suku Nias Selatan adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan
kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias Selatan secara umum disebut
fondraköavoreyang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai
kematian. Masyarakat Nias Selatan kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan
oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan
di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias Selatan
mengenal sistem kasta (12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi
adalah Siulu"Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu
melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ratusan
ekor babi selama berhari-hari.
Menurut masyarakat Nias Selatan, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal
dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak di sebuah
tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a". Menurut mitos tersebut di atas mengatakan
kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang
memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena
Universitas Sumatera Utara
memperebutkan Takhta Sirao. Kesembilan putra itulah yang dianggap menjadi
orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias. Suku Nias menerapkan
sistem marga mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari
kampung-kampung pemukiman yang ada.121
1. Letak Geografi dan Pembagian Daerah Administrasi
a. Kabupaten Nias Selatan berada disebelah barat Pulau Sumatera jaraknya ± 92
mil laut dari Kota Sibolga atau Kabupaten Tapanuli Tengah.
b. Kabupaten Nias Selatan berada di sebelah Selatan Kabupaten Nias yang
berjarak ± 120 km dari Gunungsitoli ke Telukdalam ( Ibukota Kabupaten Nias
Selatan).
c. Kabupaten Nias Selatan terdiri dari delapan belaskecamatan yang terdiri dari
Amandraya, Aramõ, Fanayama, Gomo, Hibala, Hilimegai, Lahusa, Mazinõ,
Lõlõmatua, Lõlõwa'u, Maniamõlõ, Mazõ, Pulau-pulau Batu, Pulau-pulau Batu Timur,
Susua, Teluk Dalam, Toma dan Umbunasi.
2. Luas Wilayah:
a. Kabupaten Nias Selatan mempunyai luas wilayah 1.825,2 km2.
b. Terdiri dari 104 buah pulau.
3. Batas Wilayah
a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Barat.
b. Sebelah Selatan dengan Pulau-pulau Mentawai Propinsi Sumatera Barat.
121
Wikipedia, Suku Nias, melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias diakses pada tanggal
1 November 2013, pukul 12.25 WIB.
Universitas Sumatera Utara
c. Sebelah Timur dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Pulau-pulauMursala
Kabupaten Tapanuli Tengah.
d. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.
4. Keadaan Topografi
Kondisi alamnya/topografi berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan
tingginya di atas permukaan laut bervariasi antara 0-800 m, terdiri dari dataran rendah
sampai bergelombang mencapai 20%, dari tanah bergelombang sampai berbukit-bukit
28,8% dan dari berbukit sampai pegunungan 51,2% dari keseluruhan luas daratan.
Kondisi topografi demikian menyulitkan pembuatan jalan-jalan lurus dan lebar. Oleh
karena itu, kota-kota utama terletak di tepi pantai.
5. Iklim
Kabupaten Nias Selatan terletak di daerah khatulistiwa maka curah hujannya
pun tinggi. Rata-rata curah hujan perbulan 3401,9 mm dan banyaknya hari hujan
dalam setahun 242 hari atau rata-rata 20 hari per bulan. Akibat banyaknya curah
hujan maka kondisi alamnya sangat lembab dan basah. Musim kemarau dan silih
berganti dalam setahun. Disamping struktur batuan dan susunan tanah yang labil
mengakibatkan seringnya banjir bandang dan terdapat patahan jalan-jalan aspal dan
longsor disana-sini, bahkan terjadi daerah aliran sungai berpindah-pindah. Keadaan
iklim dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udara berkisar antara 21,7°-31,3°
dengan kelembaban sekitar 88 % dan kecepatan rata-rata angin 6 knot/jam. Curah
hujan tinggi dan relatif turun hujan sepanjang tahun dan sering kali dibarengi dengan
badai besar. Musim badai laut biasanya berkisar antara bulan September sampai
Universitas Sumatera Utara
November, tetapi kadang terjadi badai pada bulan Juni, jadi cuaca bisa berubah secara
mendadak.
Nias Selatan adalah salah satu Kabupaten yang terletak di Pulau Nias (0012′ –
1032′ Lintang Utara (LU) dan 970 – 980 Bujur Timur (BT)) Provinsi Sumatera Utara.
Sebelumnya, Nias Selatan adalah bagian dari Kabupaten Nias yang kemudian
memperoleh status otonom pada pada tanggal 25 Februari 2003 dan diresmikan pada
tanggal 28 Juli 2003 di Medan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI.
Di pedalaman Nias sekitar lembah-lembah sungai Gomo dan Susua, pada zaman
dulu terdapat desa-desa yang penduduknya paling padat. Apalagi sebagian besar
dari sejarah dan kebudayaan Nias bersumber di situ, yakni di Kecamatan Lahusa
dan kecamatan Gomo. Umpamanya pada pinggir jurang terjal, di situ terdapat
sungai Susua yang mengalir ke Baho Zusua, sebelum bermuara ke laut. Di situ
terdapat satu jalan setapak dari zaman dulu yang disebut lala nitelandrawa,
artinya : jalan yang dibatui oleh orang dari seberang. Pada jalan setapak itu satu
jalan yang dinamai si samba lahe, jalan yang lebarnya hanya selebar telapak
kaki, dan di kiri kanan jalan terdapat jurang terjal. Tidak jauh dari lokasi itu
terdapat dua desa yang terkenal, lahusa idano tae dan tundrumbaho, karena desa
itu memiliki jumlah megalit yang paling besar dan paling banyak.122
Memasuki desa-desa tradisional di Teluk dalam Kabupaten Nias Selatan, akan
menemukan warisan tradisi Nias yang mencerminkan kearifan dan kecerdasan nenek
moyang orang Nias Selatan (Niha Raya). Dari bawagoli (pintu gerbang desa) akan
memasuki ewali mbanua (halaman desa) dengan lebar kira-kira 8-10 meter yang
dilapisi batu-batu tersusun rapi. Kita berjalan diatas iri newali, jalan setapak dari batu
yang memanjang lurus di tengah ewali mbanua, membagi dua halaman desa tersebut.
Di kiri dan kanan, rumah-rumah adat berjejer rapi, berdiri anggun seolah menawarkan
kedamaian pada penghuninya. Di halaman desa juga ada batu besar setinggi kira-kira
dua meter. Inilah yang disebut hombo batu. Para pelompat batu (si fahombo batu)
122
P. Johannes Maria Hämmerle, Op.cit, hal 16.
Universitas Sumatera Utara
biasanya melompati batu ini dengan menghentakkan kaki di atas, zawo-zawo yaitu
sebuah batu ekcil tempat kaki si fahombo batu melontarkan tubuh keatas. Inilah
tradisi yang unik di Kabupaten Nias Selatan di Teluk Dalam.
Konon di masa dulu kala, setelah amada molo pindah ke Teluk Dalam,
mereka mendirikan desa di bukit-bukit dan gunung-gunung. Namun saat itu ada emali
(musuh), seorang pendekar yang tak terkalahkan yang hendak membunuh mereka.
Pada waktu itu, Amada Takhi masih menetap di Hili Ono Tachi di sekitar
Hilimaniamolo (salah satu gunung di Hilisimaetano). Dari mana Hilimaniamolo,
mungkin juga semua keturunan amada molo masih berkumpul di tempat tersebut
bersama amada takhi, karena maniamolo mungkin berasal dari kata amania molo
(bapaknya adalah molo).
2. Kependudukan Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Nias Selatan memiliki sejarah kemegahan masa lampau yang tidak
ternilai harganya. Peninggalan-peninggalan kebudayaan purbakala yang ditinggalkan
oleh nenek moyang suku Nias dan Nias Selatan. Namun banyak anggapan yang
menyatakan bahwa nenek moyang suku Nias dahulunya adalah pelaut dan memasuki
daerah pedalaman Gomo. Diyakini bahwa dari Kecamatan Gomo inilah penduduk
Nias dan Nias Selatan berkembang secara tahap demi tahap ke seluruh pelosok tanah
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Nias dan Nias Selatan sangat kaya akan
berbagai unsur budaya yang memiliki ciri khas tersendiri, seperti unsur bahasa,
hukum adat. Nias Selatan merupakan Kabupaten dengan urutan ke-13 jumlah
penduduknya di provinsi Sumatera Utara. Menurut hasil proyeksi penduduk 2012
penduduk Nias Selatan berjumlah 292.417 jiwa dengan 61.086 rumah tangga. Jumlah
Universitas Sumatera Utara
penduduk ini dengan persentase terhadap provinsi sebesar 2.23%. Jika dibandingkan
dengan seluruh Kabupaten/kota di Kepulauan Nias, Kabupaten Nias Selatan
merupakan jumlah penduduk terbesar. Pada sensus penduduk tahun 2011, jumlah
penduduk Nias Selatan keadaan Mei 2011 adalah 289.708 jiwa. Kepadatan penduduk
Nias Selatan tahun 2012 adalah 160 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Nias
Selatan selama kurun waktu tahun 2006-2011 adalah 0.87 persen per tahun. Beberapa
kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Nias Selatan saat ini adalah:
No
Kecamatan
1 Hibala
2 Pulau Pulau Batu
Timur
3 Lahusa
4 Pulau Pulau Batu
5 Lolowa’u
6 Lolomatua
7 Amandraya
8 Fanayama
9 Gomo
10 Aramo
11 Teluk Dalam
12 Maniamolo
13 Toma
14 Mazo
15 Mazino
16 Umbunasi
17 Hilimegai
18 Susua
Kabupaten Nias Selatan
Luas Jumlah Jumlah
Jumlah Kepadatan
Wilayah Desa Kelurahan Penduduk penduduk
(Km²)
(Jiwa)
(per km2)
461,01
22
9.653
20,94
267,54
10
2.499
9,34
145,89
138,83
122,24
108,36
91,03
77,83
77,32
62,78
52,50
46,34
33,70
33,25
30,41
29,03
24,99
22,15
1825,20
35
46
41
26
21
16
23
15
17
14
11
14
11
9
11
14
356
1
1
2
35.238
16.436
30.366
25.353
17.213
19.970
25.237
7.823
544,84
13.533
8.086
15.241
8.346
7.911
5.845
15.063
292.417
241,54
118,39
248,41
233,97
189,09
256,58
326,40
124,61
544,84
292,04
239,94
458,38
274,45
272,51
233,89
680,05
160,21
*Sumber : BPS Kabupaten Nias Selatan
Wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan terbagi menjadi 18 kecamatan.
Luas wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan (darat dan laut) adalah 1.825,20
Universitas Sumatera Utara
km2. Masyarakat Nias telah ada sejak 5000 tahun yang lalu. Sebelum masuknya
agama di Pulau Nias, masyarakat sudah memiliki aliran kepercayaan dengan adanya
tradisi penghormatan terhadap leluhur Mangai Binu (tradisi memburu kepala),
Famaoso dola (pengangkatan tulang-tulang kembali para leluhur). Namun aliran
tersebut kini telah hilang dengan masuknya agama Islam dan Kristen.
Setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan, penduduk merupakan faktor
penentu dimana penduduk tidak saja berperan sebagai pelaku tetapi juga sebagai
sasaran pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan penduduk perlu
diarahkan pada pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas serta pengarahan
mobilitas sehingga mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang menunjang kegiatan
pembangunan. Komposisi penduduk yang disajikan menurut umur mempunyai
banyak manfaat, antara lain dapat digunakan untuk melihat struktur penduduk suatu
daerah. Adapun komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Struktur penduduk muda, yaitu bila proporsi penduduk yang berusia di bawah 15
tahun di suatu wilayah sebesar 40 persen atau lebih.
2. Struktur penduduk sedang,yaitu bila proporsi penduduk usia di bawah 15 tahun di
suatu wilayah sebesar 30-40 persen dan penduduk usia 65 tahun ke atas mencapai
10 persen atau lebih.
3. Struktur penduduk tua, yaitu bila proporsi penduduk usia di bawah 15 tahun di
suatu wilayah kurang dari 30 persen.
Luas Hutan di Kabupaten Nias Selatan menurut Jenisnya
2012 (000 ha)
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Nias Selatan
Keterangan :
* Data masih bergabung dengan Kec. PP. Batu dan Hibala.
** Data masih bergabung dengan Kec. Teluk Dalam.
*** Data masih bergabung dengan Kec. Amandraya.
**** Data masih bergabung dengan Kec. Gomo.
***** Data masih bergabung dengan Kec. Lolowau.
Pulau Nias tergolong pulau kecil. Namun, organisasi adat sangat beragam.
Tidak heran jika banyak sekali Öri (gabungan beberapa kampung) yang pada zaman
dahulu memiliki tata aturan adat masing-masing. Sekarang, Öri sebanarnya sudah
“runtuh”. Kepemimpinan adat sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Nias.
Namun “roh” adat itu masih melekat dalam hidup masyarakat Nias Selatan. Seperti
Universitas Sumatera Utara
kita ketahui, ada beberapa Öri di Nias Selatan yaitu Öri Maenamolo, Öri Toeneasi,
Öri Onolalu, Öri Majino, Öri Aramo, Öri Susua.
Makna sejati böwö adalah ungkapan kasih (masi-masi), perbuatan baik
(amuata sisökhi/famalua fa‟omasi), kemurahan hati, sikap saling menghormati
(fasumangeta), sikap saling memuliakan (famolakhömi), pemberian penuh ikhlas
hati-tanpa paksaan dan tanpa menuntut balasan (nibe‟e sifao fa‟ahele-hele dodo-tenga
nifaso ba tenga siso sulö). Oleh karena itu, seseorang yang memberikan böwö dalam
bentuk babi, emas, uang dan beras semata-mata karena digerakkan oleh makna sejati
böwö tersebut. Sementara pihak penerima böwö, menerima böwö dengan penuh
kemurahan hati sehingga tidak memaksa pihak-pihak pemberi böwö tersebut.
Pulau Nias adalah sebuah Pulau yang terdapat di sebelah barat Pulau
Sumatera dan di kelilingi oleh beberapa pulau yang lebih kecil, diantara 27 pulau
yang mengelilinya tersebut hanya sekitar 11 pulau saja yang sudah berpenghuni
termasuk Pulau Nias sebaga pulau terbesar dan memiliki populasi penduduk yang
tinggi. Pulau ini memiliki keindahan alam yang menawan serta adat istiadat yang
masih terjaga dengan baik yang bertahan sejak jaman batu kuno dahulu.
Banyak cerita tentang Siraso, versinya pun bervariasi. Dari Ama Waögo
Waruwu, Ama Zaro Baene, dan Ama Rozaman Mendröfa diketahui Siraso tiba di tiga
tempat berbeda di pulau Nias. Fenomena ini menunjukkan bahwa Siraso cukup
dikenal masyarakat, terutama masyarakat Nias tempo doeloe, di kawasan yang relatif
luas di Tanö Niha. Dari kecamatan Lölöfitu Moi, Siraso datang dari seberang,
terdampar di teluk Nalawö. Dalam perjalanan ke pedalaman dia beristirahat di hulu
Universitas Sumatera Utara
sungai Nalawö. Persis di tempat itu akhirnya didirikan desa Nalawö.123 Sedangkan di
desa Hililaora-Hilidohöna, kecamatan Lahusa, Siraso mendarat di muara Susua,
kemudian menelusuri sungai Susua ke hulu dan tiba muara sungai Gomo. Dari muara
itu beliau menelusuri sungai Gomo, akhirnya tiba di Börönadu.124
Mengacu Alan Dundes, dalam mengkaji tradisi lisan mite, Victor Zebua
menggunakan batasan unsur-unsur pokok mite Nias, khususnya mite asalusul, yaitu: cerita lisan berbentuk hoho atau prosa tentang asal-usul, dianggap
benar-benar terjadi dan suci oleh sekelompok orang Nias, telah diwariskan
minimal dua generasi, pewarisan melalui praktek kebudayaan Nias misalnya:
fondrakö, acara kelahiran, pesta perkawinan, acara kematian, pesta budaya,
pertunjukan budaya, dan lainnya.125
Di bumi Nias Siraso dan Silögu tetap gemar mengunjungi para petani. Doa
dan berkat mereka dibutuhkan untuk bibit dan untuk panen. Setelah mereka
meninggal dunia, orang-orang membuat patung Siraso (Siraha Woriwu) dan patung
Silögu (Siraha Wamasi) untuk memanggil arwah mereka pada waktu para petani
turun menabur bibit dan panen. Siraso dikenal sebagai Dewi Bibit (Samaehowu
Foriwu),
Silögu
dikenal
sebagai
Dewa
Panen
(Samaehowu
Famasi).
Pada waktu mulai menabur bibit, masing-masing petani membawa bibit tanaman,
diserahkan kepada ere (ulama agama suku) agar bibit tersebut diberkati oleh Dewi
Bibit. Upacara pemberkatan ini mengorbankan babi. Ere memimpin doa pemujaan
Siraha Woriwu. Syair hoho Memuja Dewi Bibit (Fanumbo Siraha Woriwu) diawali:
123
P. Johannes Maria Hämmerle, Op.cit, hal 169.
Ibid, hal 59.
125
Zebua, V, Ho Jendela Nias Kuno – Sebuah Kajian Kritis Mitologis, (Nias : Pustaka
Pelajar, 2006), hal 76.
124
Universitas Sumatera Utara
He le Siraso samo‟ölö, he le Siraso samowua; soga möi moriwu tanömö, möiga
mangayaigö töwua; mabe‟zi sarasara likhe, matanö zi sambuasambua.126
Luas Pulau Nias sekitar 5.000 km² dan terdiri dari empat kabupaten dan satu
kota yakni Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat,
Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli. Gunungsitoli adalah Ibukota Pulau
Nias dan menjadi segala pusat kegiatan dan kebutuhan Pulau Nias. Nias memiliki
sekitar 650 desa, desa-desa tersebut dipimpin oleh kepala desa yang juga memimpin
dewan sesepuh. Desa-desa adat di Nias terkenal akan penataan arsitekur, lanskap
maupun bangunannya yang unik mencerminkan desa setempat.
Sistem di masyarakat Nias menganut sistem hierarki yang menempatkan
kaum bangsawan sebagai kasta tertinggi, yakni kaum siulu balugu. Diantara 12 kasta
yang ada di Pulau Nias siulu balugu lah yang tertinggi, untuk mencapai tingkatan
kasta ini seorang penduduk harus menyelengarakan sebuah pesta besar yang
diselenggarakan berhari-hari lamanya menyembelih ratusan ternak terutama babi dan
mengundang ribuan orang untuk datang ke pesta.
Kabupaten Nias Selatan terletak di Pulau Nias. Pulau Nias sendiri terletak di
sebelah Barat Pulau Sumatera, berjarak ± 92 mil laut dari Kota Sibolga atau
Kabupaten Tapanuli Tengah. Kabupaten Nias Selatan berada disebelah Selatan
126
Surya Hadidi, Sastra Nias, melalui http://surya-hadidi.blogspot.com/2009/07/sastranias.html, diakses pada tanggal 10Desember 2013, pukul 13.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Nias, yang berjarak ± 120 km dari Kota Gunungsitoli ke arah Kota Teluk
Dalam (Ibukota Kabupaten Nias Selatan).127
3. Perekonomian Wilayah Nias Selatan
Kabupaten Nias Selatan terdiri atas 104 gugusan pulau besar dan kecil dengan
letak yang memanjang sejajar Pulau Sumatera. Panjang pulau-pulau itu lebih kurang
120 kilometer, lebar 40 kilometer. Dari seluruh gugusan pulau itu, ada empat pulau
besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km²), Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau
Tello (18 km²), dan Pulau Pini (24,36 km²). Tidak seluruh pulau berpenghuni.
Masyarakat Nias Selatan tersebar di 21 pulau dalam delapan kecamatan. Sektor
ekonomi kabupaten ini, terutama didukung oleh sektor pertanian dan pariwisata. Dari
sektor pertanian, komoditas unggulan terutama dari perkebunan, yakni kelapa, karet,
dan nilam. Seluruhnya merupakan perkebunan rakyat. Sentra perkebunan kelapa di
Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya. Sedangkan di Kecamatan Lahusa,
Lolomatua, dan Lolowa‟u merupakan sentra tanaman karet serta nilam. Hasil
pertanian lain yang menjadi unggulan adalah padi dan ikan dengan sentra produksi
tanaman padi berada di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya.
Sementara daerah tangkapan ikan di Nias Selatan terdapat di Kecamatan Pulau-pulau
Batu dan Hibala. Pada umumnya komoditas pertanian daerah ini dijual dalam bentuk
apa adanya, belum melalui proses pengolahan. Para pekerja menggarap komoditas
andalan secara tradisional. Pada saat panen, hasil perkebunan dan perikanan dikirim
ke Sibolga melalui jalur transportasi laut. Adapun padi dimanfaatkan untuk konsumsi
127
Helper Sahat P. Manalu, dkk, Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012 :
EtnikNias Desa Hilifadölö, Kecamatan Lölöwa‟u Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat setempat. Di bidang pariwisata, potensi wisata Kabupaten Nias Selatan
terletak pada jalur yang disebut Segitiga Emas Industri Pariwisata Nias Selatan
(RTRW Kabupaten Nias Selatan Tahun 2004-2014), yakni Kecamatan Lolowa‟uGomo-Pulau-pulau Batu dengan porosnya adalah Omo Hada, yang merupakan rumah
tradisional di Desa Bawomataluo, Kecamatan Teluk Dalam. Daerah Nias Selatan
terkenal dengan tradisi hombo batu-nya atau yang lebih dikenal dengan lompat batu.
Selain itu, Sorake, salah satu pantai di daerah itu, akrab di telinga penggemar
olahraga selancar. Turnamen selancar tingkat dunia beberapa kali diadakan di pantai
itu. Objek-objek wisata alam sangat potensial di Kabupaten Nias Selatan.
Kecamatan Pulau-pulau Batu terdapat lokasi menyelam, terumbu karang, serta
ikan-ikan hias dan pantai berpasir putih. Adapun peninggalan zaman megalitik berupa
batu-batu megalit di Kecamatan Lahusa dan Gomo. Andalan wisata lainnya adalah
Pantai Lagundri yang berpasir putih serta Pantai Sorake (Kecamatan Teluk Dalam)
yang ombaknya jadi sarana olahraga selancar. Meskipun sebagai salah satu tulang
punggung perekonomian, kegiatan pariwisata di Kabupaten Nias Selatan belum
optimal dikembangkan, baik dalam hal penyediaan infrastrukturnya maupun
manajemennya. Di Teluk Dalam juga terdapat desa adat yaitu Desa Bawomataluo,
yang dapat dikatakan sebagai cagar budaya karena merupakan sebuah potret sejarah
dari perkembangan budaya Nias. Di desa ini terdapat deretan rumah tradisional
terbuat dari kayu dengan arsitektur khas Nias Selatan yang masih dihuni oleh
penduduk sebagaimana layaknya komplek perumahan. Di perkampungan itu juga
bisa disaksikan tradisi hombo batu atau lompat batu yang terkenal itu.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hal menarik yang tidak patut untuk di lewatkan dari Pulau Nias
adalah Fahombo yakni lompat batu setinggi 2 meter yang menjadi ciri khas
mayarakat Nias. Lompat batu ini sudah sangat terkenal di Indonesia dan mancanegara
yang menjadi ikon penting yang layak untuk disaksikan saat berkunjung ke Pulau
Nias. Konon lompat batu ini dilakukan sebagai latihan perang bagi anak muda suku
Nias, sekarang pun masih lestari tradisinya sebagai ritual kedewasaan masyarakat
setempat. Bawomataluo adalah salah satu tempat yang bisa disaksikan untuk melihat
pertunjukan lompat batu, tidak hanya sekedar menyaksikan tetapi pengunjung juga
bisa mencoba tantangan melompati batu.
Desa Bawatomataluo dan Desa Hilisimaetanö pengunjung akan melihat
pertunjukan tari perang tradisional, para penarinya akan mengenakan kostum
tradisional yang khas dengan bulu burung berwarna cerah serta diikat di kepala
mereka. Lepas desa Desa Bawatomataluo dan Desa Hilisimaetanö pengunjung juga
bisa ngunjungi Desa Hilisimaetano yang berada di Nias Selatan di tempat ini terdapat
sekitar 100 rumah tradisional dengan ukiran khas Nias yang indah. Selain Budaya,
Pulau Nias juga terkenal dengan wisata Pantai yang indah dan kegiatan Selancar yang
menentang karena memiliki ombak salah satu yang terbaik di dunia. Pulau Bawa,
Pulau Aru serta Pantai Sorake dan Lagundri adalah tempat berselancar yang bagus.
Dilihat dari topografinya, Nias Selatan adalah dataran rendah yang di
tengahnya terdapat bukit-bukit. Mayoritas penduduknya masih tinggal di pedalaman
dan berprofesi sebagai petani. Mereka tinggal di kampung-kampung yang dipisahkan
jarak yang cukup jauh antara satu kampung dan kampung lainnya. Meskipun metode
bertani masyarakat Nias masih bersifat sederhana, mereka tetap mampu
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan beberapa komoditas unggulan, seperti kelapa, karet, cokelat, dan nilam.
Akhir-akhir ini, setelah dikelola lebih serius, sektor pariwisata juga merupakan tulang
punggung perekonomian penduduk Nias. Di bidang pariwisata, potensi wisata Nias
terletak di jalur Industri Pariwisata Nias Selatan, yaitu Kecamatan Lolowa„u-GomoPulau-pulau Batu. Porosnya terletak di omo hada, rumah tradisional di Desa
Bawomataluo, Kecamatan Teluk Dalam. Pulau yang sangat terkenal dengan budaya
megalitiknya ini juga menyimpan beberapa misteri dan keunikan. Termasuk
mengenai leluhur orang Nias sekarang ini yang bisa dilihat jejak-jejaknya dalam
cerita-cerita lisan atau hoho yang berkembang dalam masyarakat Nias. Para penghuni
pulau ini menyebut diri mereka sebagai ono niha (orang Nias) yang diyakini oleh
sebagian ahli antropologi dan arkeologi sebagai salah satu suku tertua di
Nusantara.128 Untuk menuju Pulau Nias maka bisa di tempuh dengan 2 (dua) cara
perjalanan yakni Fery dan Pesawat, untuk pesawat bisa ditempuh dari kota Medan
maupun Padang sementara Ferry bisa ditempuh dari kota Sibolga.129
Bahasa Nias Selatan, kota Teluk Dalam juga sering disebut sebagai
Luahaziwara-wara yang artinya adalah tempat pertemuan seluruh penduduk
Kecamatan Teluk Dalam setiap hari pekan dulunya. Nenek moyang penduduk Teluk
Dalam dipercaya datang dari Gomo dibagian tengah pulau Nias. Sejak dahulu dikenal
ada 4 (empat) Ori/negeri yang merupakan kesatuan kecil dari beberapa kampung atau
banua. Ori ini dapat dibedakan dari kedekatan wilayah, asal usul keturunan,
128
Afthonul Afif, Leluhur Orang Nias dalam Cerita-cerita Lisan Nias, (Yogyakarta :
Parikesit Institute, Kontekstualita, Vol. 25, No. 1, 201).
129
Indo Holiday Tour Guide, Pulau Nias Pulau Yang Memegang Teguh Adat Istiadat Lama,
melalui http://www.indoholidaytourguide.com/pulau-nias-pulau-yang-memegang-teguh-adat-istiadatlama-00508html, diakses pada tanggal 1 November 2013, pukul 13.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
persamaan marga, kesamaan lafal atau logat bahasa dan pembentukan kampung baru
dari kampung asal.130
Kabupaten Nias Selatan masih banyak terdapat desa-desa adat. Yang
menonjol dari desa-desa adat ini adalah penataan arsitekturnya. Dulunya setiap desa
di pimpin oleh seorang raja. Desa-desa ini terletak di daerah yang sulit dijangkau
seperti di perbukitan terjal atau lembah-lembah yang ada di baliknya. Tujuannya
adalah untuk membentengi diri dari serangan desa lain. Pada masa lalu perang antar
desa kerap kali terjadi.
Penyerbuan sebuah desa oleh desa yang lainnya kerap terjadi. Biasanya
disertai denga