Penyelesaian Ganti Rugi Tanah Untuk Pembangunan Bandar Udara Silangit Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

PENYELESAIAN GANTI RUGI TANAH UNTUK

PEMBANGUNAN BANDAR UDARA SILANGIT

SIBORONG-BORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Oleh

BANGUN P NABABAN 077011007/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PENYELESAIAN GANTI RUGI TANAH UNTUK

PEMBANGUNAN BANDAR UDARA SILANGIT

SIBORONG-BORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotaritan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BANGUN P NABABAN 077011007/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENYELESAIAN GANTI RUGI TANAH UNTUK PEMBANGUNAN BANDAR UDARA SILANGIT SIBORONG-BORONG

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Nama Mahasiswa : Bangun P Nababan

Nomor Pokok : 077011007

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Muhammad Yamin.,SH.,MS.,CN) Ketua

(Dr.Pendastaren Tarigan SH.,MS) (Chadidjah Dalimunthe SH.,MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr. Muhammad Yamin.,SH.,MS.,CN) (Prof.Dr.Ir.T Chairun Nisa.B.,MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 1 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Prof.Dr. Muhammad Yamin,SH.,MS.,CN.

Anggota 1 . Dr.Pendastaren Tarigan, SH., MS.

2 . Chadidjah Dalimunthe, SH., MHum. 3 . Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., MHum. 4 . Notaris Syahril Sofyan, SH., MKn.


(5)

ABSTRAK

Pembangunan Bandar udara merupakan salah satu kebanggaan bagi tiap-tiap daerah, dimana dapat memperlancar infrastruktur udara, dan sudah merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting. Begitu juga dengan masyarakat adat setempat yang ikut mendukung pembangunan Bandar udara ini, mereka bersedia melepaskan hak nya atas tanah yang telah digunakan begitu lama dengan ganti rugi yang telah diterima berdasarkan musyawarah antara para pihak. Sebenarnya tanah untuk sekarang ini, telah memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan identik dengan kepentingan umum.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini, adalah (1) Bagaimana status hak atas tanah di areal Bandar Udara Silangit Siborong-borong.(2) Bagaimana pelaksanaan Pengadaan Tanah di Silangit Siborong-borong.(3) Faktor-faktor apakah yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan Ganti Rugi Tanah di Silangit Siborong-borong.

Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif. Metode penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan wawancara, analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 12 April 2009 bahwa penyelesaian ganti rugi tanah masyarakat adat Silangit Siborong-borong dilakukan dengan pemberian pago-pago/diuloshon atau pemutusan hubungan hukum bagi pemilik tanah dengan haknya secara adat dan perorangan, dan ini salahsatu bentuk wujud partisipasi sarta dukungan pembangunan Bandar udara Silangit, yang sampai sekarang masih terus dikembangkan. Sebenarnya tanah terdapat 2 (dua) jenis hak atas tanah yaitu hak perorangan dan hak persekutuan, dan terdapat juga di daerah lokasi penelitian. Dalam pembangunan Bandar udara ini, selain pihak pengelola bandara, pemerintah daerah setempat juga sangat berperan dalam melakukan upaya-upaya yang sangat berarti antara lain, melakukan pendekatan, sosialisasi, menjelaskan fungsi bandara serta bentuk ganti rugi, supaya semua pihak tidak merasa kecewa dengan proyek tersebut dan dapat mengatasi hambatan dalam pembangunan.

Saran dalam penulisan tesis ini adalah begitu banyak tanah yang harus dipakai dalam pembangunan Bandar udara ini, yang saat ini masih terus dilanjutkan dengan perkiraan tahun 2010 pesawat boing dapat mendarat dilokasi bandara, dengan adanya penyelesaian ganti rugi seperti ini maka untuk tahap berikutnya tanah yang di ganti rugi harus setimpal, dengan apa yang dilepaskan oleh masyarakat supaya tercipta suatu keharmonisan dan tidak ada gugatan dan tekanan ekonomi.


(6)

ABSTRACT

An airport construction that can accelerate the air infrastructure is one of the local Pride and major necessity. For this purpose, the local adat community members Supporting the airport construction are willing to let go their right to the land they have long utilized for the compensation they received based on the amount set through a deliberation made between the parties involved. In fact, currently, the land has a high economic value and is identical with public interest.

The purpose of this descriptive study with normative judical and sociological approach is (1) to find out the status of right to land in the area of silangt airport, Siborong-borong, (2) to examine haw land provision is implemented in silangit, Siborong-borong, and (3) to analyze the factors sould be paid attention in solving compensation in Silangit, Siborong-borong. The data for this study were obtained through library research and interviews and the data obtained were qualitatively analyzed.

The result of the study conducted on april 12, 2009 shows that the solution to the problem of land compensation in the adat community members in Silangit, Siborong-borong was in the form of pago-pago provision or the severance of legal relationship between the land owners and their right to their land, or traditionally and individually diulushon. This is one of the forms of local community members’ participation showing their support for the Silangit Airport construction whict is currently still going on, actually there are 2 (two) kinds of right to land which also exist in the research location-individual right and legal communal right to land. In the course of this of this airport construction, not only the airport management but also localgovernment plays its role approaching the community members through project socialization and its function as well as the from of compentision so that all of the parties involved will not be disappointet and the constraints appear during the negotiation period can be overcome.

Since there is a lot of land to be used for this on-going airport construction hoping that it can be landed by the boeing-type airplane in 2010, it is suggested that the land compensation to be gevin in the future must be equal to the true value of the land let by the community members that a harmony can be created and there will be no legal suit and economic stress in the future.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperolah gelar MAGISTER KENOTARIATAN di Universitas Sumatera Utara Medan. Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul PENYELESAIAN GANTI RUGI TANAH UNTUK

PEMBANGUNAN BANDAR UDARA SILANGIT SIBORONG-BORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA Penulis menyadari masih banyak kekurangan

didalam penulisan Tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka, penulis menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pendoman dimasa yang akan datang.

Didalam penulisan dan penyusunan Tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya secara kusus kepada: Bapak Prof.Dr. Muhammad Yamin,SH.,MS.,CN selaku Ketua Komisi Pembimbing dan selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr.Pendastaren Tarigan SH, MS serta Ibu Chadidjah Delimunthe SH, MHum, masing-masing selaku anggota komisi pembimbing kepada penulis dalam penulisan tesis ini dan kepada Ibu Dr.T. Keizerina Devi A. SH., CN., MHum dan Bapak Notaris Syahril Sofyan., SH., MKn selaku dosen penguji saya dalam penulisan ini.


(8)

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan.

2. Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B,MSc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak-Bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para kariawan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan yang telah banyak membantu dalam penulisan Tesis ini dari awal Pertengahan sampai selesai.

Secara khusus penulis menghaturkan sembah sujud ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Paiaman Nababan terkasih Ibunda Delima Br Silaban tercinta yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, dan kasih sayang serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan, kiranya Tuhan Selalu menyertai kita semua memberikan umur yang panjang, kesehatan dan rejeki yang berkelimpahan.Amin. Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada semua adik-adikku, Riko Nababan, Aminton Nababan, Parlindungan Nababan,


(9)

doa serta memberikan dukungan, sehingga penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapakan kepada kekasih tersayang dan tercinta Delviana Romauli Wanti Br Sihombing.SE yang setia mendampingi penulis, selalu mengingatkan pada saat lupa, memberi semangat pada saat mulai kendur dan memberikan perhatian di segala hal, baik pemikiran, kritik dan saran dalam proses penulisan tesis ini hingga selesai, dan saya juga berdoa supaya dalam penyelesaian Tesisnya di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Manajemen dapat segera selesai dan cepat kerja.

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada oppung doli dan oppung boru, keluarga yang berada di desa Nagasaribu yang memberi semangat dan mengingatkan dan memberi nasehat yang begitu berarti bagi penulis, semoga Tuhan memeberikan Umur Panjang sehingga dapat mengajari kami cucu-cucunya kejalan yang benar.

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada teman-temanku dan sahabatku, Frans Cori Melando Ginting SH, Debora Br Gultom SH, Vina Br Pasaribu SH, Natal Surbakti SH, Dina SH, Eva S SH, Afni.M SH, Imelda SH, Abdul Mutalib SH, Edi SH, Maruzar SH, Fadli SH, Zulfikar SH, Sofian SH, Susi SH dan seluruh teman-teman group C yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu dan


(10)

memberikan pemikiran kritik dan saran yang dari awal masuk di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Penulis menyerahkan diri semoga tetap didalam lindunganNya. Semoga Tesis ini dapat berguna bagi diri dan juga semua pihak dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.

Medan Agustus 2009 Penulis

(Bangun P Nababan.SH)


(11)

RIWAYAT HIDUP

i. IDENTITAS PRIBADI

Nama lengkap : Bangun Parulian Nababan.SH

Tempat, Tanggal Lahir : Siborong-borong Tapanuli Utara, 20 Januari 1983.

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Dolok Martimbang N0 30 Pasar Baru Siborong-borong, Tapanuli Utara

Sumatera Utara. Telp 0633-43250.

Hp 081 333 000 956.

ii. ORANG TUA

Nama Ayah : Paiaman Nababan.

Nama Ibu : Delima Br Silaban.

iii. PENDIDIKAN

1. SEKOLAH DASAR NEGERI 173271 Siborong-borong,

Tapanuli- Utara Tamat Tahun 1996.

2. SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA NEGERI 2

Siborong-borong, Tapanuli-Utara Tamat Tahun 1999.

3. SEKOLAH TINGKAT MENENGAH Yayasan Soposurung

Balige, Toba Samosir Tamat Tahun 2002.

4. S-1 Fakultas Hukum di Perguruan Tinggi Unika Widya Karya

Malang, Jawa Timur Tamat Tahun 2007.

5. S-2 Sekolah Pascasarjana Program Megister Kenotariatan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah………... 9

C. Tujuan Penelitian………... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian………... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11

1. Kerangka Teori………... 11

2. Konsepsi………... 33

G. Metode Penelitan………... 36

1. Spesifikasi Penelitian... 36

2. Lokasi Penelitian……….. 37

3. Alat Pengumpulan Data... 37

4. Bahan Penelitian... 38


(13)

BAB II. STATUS HAK ATAS TANAH DI AREAL BANDAR UDARA SILANGIT SIBORONG-BORONG

TAPANULI-UTARA... 40

A. Hak Ulayat dan Pengakuannya oleh UUPA... 40

B. Tujuan Pendaftaran Tanah... 42

C. Pengertian Beralih Hak... 44

D. Pengertian dialihkan Hak... 45

E. Hak Milik... 45

1. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah... 48

2. Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah... 53

F. Status Tanah Di Bandar Udara Silangit Siborong-borong... 54

BAB III.PENGADAAN TANAH ADAT MASYARAKAT BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BANDAR UDARA SILANGIT SIBORONG-BORONG... 57

A. Pengertian Pengadaan Tanah... 57

B. Faktor Kebijakan Hukum Masa depan tentang pelepasan Hak Atas Tanah Masyarakat... 59

C. Pengertian Kepentingan Umum... 60

D. Paradigma baru dalam konsep pengadaan tanah untuk Kepentingan umum ... 72

E. Tanah dan Pembangunan... 74

F. Asas-asas Hukum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum... 75


(14)

1. Asas Kesepakatan/Konsensus... 75

2. Asas Kemanfaatan... 76

3. Asas Kepastian... 76

4. Asas Keadilan... 77

5. Asas Musyawarah... 77

BAB IV. FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN PIHAK BANDAR UDARA UNTUK MENYELESAIKAN GANTI RUGI TANAH MASYARAKAT ADAT SILANGIT SIBORONG-BORONG………... 79

A. Gambaran Umum Mengenai Ganti Rugi………... 79

B. Pengertian Ganti Rugi Atas Pengadaan Tanah dan Benda-Benda Di Atasnya Untuk Sarana Pembangunan………... 82

C. Instansi yang memeriksa dan memutus tuntutan Ganti Rugi... 83

D. Pembayaran Uang Ganti Rugi / Harga Tanah………... 90

E. Proses Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah di Areal bandara Silangit Siborong-borong………... 92

F. Penyelesaian Ganti Rugi Tanah di Bandar Udara Silangit siborong-borong... 98

G. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Korban dalam Kasus Ganti Rugi Tanah... 100

1. Penyimpangan Perilaku Hukum (Deviation Behavior of law)………... 100


(15)

2. Desintegrasi dari peraturan Hukum ( Desintegration of

Rules of Law)………. 102

3. Faktor politik, Ekonomi, Sosbud, dan Kamtib ( Political, economic, social, and cultural, security and order Factors)……… 103

BABV.KESIMPULAN DAN SARAN... 111

A. Kesimpulan... 111

B. Saran... 112


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Keterangan dari Kepala Bandar Udara

Silangit Siborong-borong... 118

2. Surat Keterangan dari Kepala Desa Silangit

Siborong-borong... 119 3. Master Plant Bandar Udara Silangit

Siborong-borong... 120 4. Surat keterangan Pemkab Taput Bagian

Pemerintahan... 123 5. Surat Keterangan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah... 124

6. Surat Keterangan Pemerintah Badan

Kesatuan Bangsa,Politik dan Perlindungan

Masyarakat... 125 7. Besar bentuknya ganti rugi di Silangit


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keberhasilan dalam membangun bangsa dan negara, sangat tergantung kepada tersedianya berbagai infrastruktur pendukung. Salah satu infrastruktur itu ialah transportasi, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sangatlah sulit untuk membayangkan pembangunan masyarakat akan berkembang, jika tidak didukung oleh kelancaran transportasi. Arus lalu lintas orang, barang dan jasa akan selalu terhambat. Akibatnya, seluruh kegiatan sosial, ekonomi dan pemerintahan akan mengalami hambatan dan keterlambatan.

Pembangunan sosial, ekonomi dan pemerintahan memerlukan kecepatan dan ketepatan. Sebab itulah, Pemerintah selalu berupaya membangun infrastruktur di bidang transportasi ini, walaupun kadang-kadang pemerintah dihadapkan kepada keterbatasan sumber pendanaan. Pembangunan Bandar Udara Silangit ini adalah contoh yang konkrit. Bandar udara ini telah dibangun sejak tahun 1995, namun baru sekarang dapat dioperasikan. Tentu banyak faktor yang menjadi hambatan, namun faktor yang paling utama adalah kelangkaan sumber pendanaan.

Patut disyukuri setelah sekian lama dikerjakan akhirnya bandar udara ini dapat digunakan. Tentunya semua berharap, bandar udara ini akan terus berkembang, sehingga nantinya dapat didarati oleh pesawat terbang dengan ukuran yang lebih besar. Dengan demikian pesawat tersebut akan mampu membawa lebih banyak


(18)

penumpang dibandingkan dengan keadaan sekarang ini. Lebih banyak orang datang berkunjung ke daerah ini, maka daerah inipun akan berkembang makin maju. Kita semua mengetahui bahwa Kabupaten Tapanuli Utara menyimpan banyak potensi sosial, budaya dan ekonomi. Demikian pula Kabupaten Tobasa, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Dairi, yang berdekatan dengan kabupaten ini. Pertumbuhan ekonomi daerah ini rata-rata mencapai 4,56 % di tahun 2004 yang lalu.

Setelah digunakannya bandar udara ini, tentunya semua berharap pertumbuhan ekonomi daerah ini akan meningkat lebih tinggi lagi potensi besar yang dimiliki daerah ini, bersumber dari pertanian dan perkebunan. Disamping itu, daerah ini mempunyai potensi yang sangat besar di bidang pariwisata. Semua orang mengetahui Danau Toba, dengan keindahan alam dan budaya masyarakatnya. Potensi-potensi yang demikian besar tidak boleh kita simpan begitu saja tanpa upaya yang sungguh-sungguh untuk mengembangkannya. Masyarakat kita selalu mengeluhkan sumber pendanaan dan permodalan, yang dianggap sebagai hambatan utama untuk membangun daerah. Pemerintah menyadari hal ini, dan kini telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan itu.

Kemajuan perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat di suatu daerah tidaklah semata-mata tergantung kepada modal dan fasilitas. Karena pada akhirnya, kualitas sumber daya manusianya juga yang akan menentukan. Semua sungguh berharap masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara dan sekitarnya, benar-benar menyadari hal ini. Sumber daya manusia yang baik yang di maksudkan adalah,


(19)

mereka yang benar-benar memiliki etos kerja yang tinggi, yang terampil, yang dilandasi oleh kepatuhan terhadap nilai-nilai moral dan norma-norma hukum. Di samping itu, sikap ramah tamah dan rendah hati juga sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini tidak saja menjadi modal yang penting dalam setiap kegiatan ekonomi namun berkaitan juga dengan jati diri bangsa.

PT. Asia Pujiastuti Aviation dengan maskapai penerbangan Susi Air, Kamis (16-11-2005) lakukan penerbangan perdana ke Bandara Silangit Kabupaten Tapanuli Utara dengan rute Silangit-Medan dan sebaliknya. Pesawat dengan kapasitas 12 penumpang ini juga melayani rute Aek Godang - Medan dan Sibisa - Medan. Direktur PT. Asia Pujiastuti Aviation, Susi Pujiastuti mengatakan, membuka maskapai penerbangan tidak membutuhkan cost yang terlalu tinggi. Susi Air pada awalnya melayani penerbangan di Aceh pasca tsunami dengan rute Meulaboh- Simeuleu. Dan jumlah penumpang mengalami peningkatan selama dua bulan terakhir yakni 3000 penumpang per minggu. Saat ini dibidang penerbangan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, Bupati Taput Torang Lumbantobing disaksikan Wakil Bupati Drs Frans A Sihombing MM, Dandim 0210 Letkol Inf Martua Sihotang, Wakapolres Kompol Ndang Hermawan, Asisten I Drs Melani Butarbutar MM, beberapa tokoh masyarakat Siborong-borong, Kadis Perhubungan Taput Drs Surung Pardede dan beberapa pimpinan instansi, secara resmi membuka penerbangan jalur Silangit - Medan dengan pesawat Susi Air tersebut di Bandara Silangit Taput.


(20)

Dengan bertambahnya maskapai penerbangan ini menandakan rute jalur penerbangan Medan-Silangit setiap hari akan ada penerbangan, termasuk mengisi kekosongan jadwal penerbangan yang ada sebelumnya yang hanya ada pada setiap hari Senin dan Jumat dengan pesawat Merpati jenis CN 235. Torang Lumbantobing dalam sambutannya mengungkapkan rasa kegembiraanya dengan adanya penetapan penerbangan jalur Silangit - Medan PP, dengan demikian akan berdampak pada peningkatan frekuensi pengunjung yang datang ke Taput. Ditambah lagi waktu yang sudah dekat dengan natal dan tahun baru yang seperti biasanya banyak perantau dari luar Sumatera yang pulang ke kampung halamannya di Tapanuli Utara. Selanjutnya jarak tempuh dari kota Medan menuju Siborong-borong yang biasanya ditempuh dengan waktu 6 hingga 7 jam perjalanan lewat darat, saat ini sudah dapat ditempuh hanya dengan waktu 30 menit saja.

Berarti jarak tempuh ke objek wisata air soda di Tarutung, air hangat di Sipoholon, Siatas Barita dan Danau Toba di Muara dapat ditempuh dengan waktu yang lebih singkat dan para investor dan wisatawan juga dapat mempersingkat waktu tempuh datang ke Taput. Selama ini wisatawan tidak sempat melihat keindahan daerah ini, termasuk pebisnis, padahal Taput produsen kopi terbesar, ujur Bupati. Misi maskapai Susi Air, menurut Susi Pujiastuti adalah menghubungkan kota kabupaten ke kota propinsi, maskapai ini bukanlah maskapai besar.1

Bandar udara Silangit Siborong-borong adalah merupakan salah satu perusahaan penerbangan di Indonesia, sebagai transportasi udara yang melayani jurusan

1


(21)

Silangit. Perkembangannya sampai saat ini masih terus ditingkatkan baik dari segi pelayanan dan pembangunan Bandar udara. Pembangunan Bandar udara Silangit, dulu sempat terhenti karena faktor lahan yang kurang mendukung. Sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak bandara udara. Lokasi Bandar udara terletak di Silangit , Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli utara, Sumatera Utara.

Kegiatan pembangunan Bandar udara sampai sekarang masih terus dilakukan mengingat bahwa transport udara lebih cepat dari pada menggunakan mobil yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Pelepasan tanah yang sempat ditantang warga yang merupakan salah satu kendala untuk melanjutkan pembangunan bandara ini. Masyarakat terkadang tidak melepaskan tanah mereka, karena dianggap sangat merugikan bagi masyarakat yang tinggal disekitar Bandar udara tersebut.

Tanah yang dulu dipandang dari sudut sosial, yang tercakup dalam lingkup hukum adat, hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai dilihat dari kaca mata ekonomi, sehingga tepat apabila persatuan bangsa-bangsa mensinyalir bahwa saat ini masalah pertanahan tidak lagi menyangkut isu kemasyarakatan tetapi telah berkembang menjadi isu ekonomi.2

Bertambahnya kegiatan manusia setiap hari sangat berpengaruh pada transport pesawat udara karena cepat dan nyaman, terutama dalam perkembangan bisnis atau ekonomi. Sebutan tanah dapat kita pakai dalam berbagai arti, maka dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti tersebut digunakan

2

Muhammad Yamin, Abd. Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2004 Halaman 26.


(22)

dalam hukum tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA, dengan demikian bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi ayat (1), sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia tanah adalah:3

a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. b. Keadaan bumi disuatu tempat.

c. Permukaan bumi yang diberi batas.

d. Bahan-bahan dari bumi, seperti pasir, cadas, napal dan sebagainya.

Penanam modal memerlukan tanah sebagai lokasi pengembangan usaha khususnya di bidang transportasi udara untuk itu bidang-bidang tanah strategis pada umumnya menjadi sasaran yang sangat diutamakan, dan kepada pemilik tanah dilakukan pendekatan dengan berbagai cara agar mau melepaskan hak milik atas tanah dengan imbalan yang biasanya berupa uang, pemilik tanah yang melepaskan hak milik atas tanahnya tentu memperoleh ganti kerugian, terlepas dari patokan layak atau tidak ganti kerugian biasanya berupa uang disinilah letak masalahnya, fungsi tanah serba ganda untuk kehidupan tidak sama dengan fungsi uang sekalipun serba ganda pula.

3


(23)

Apalagi bila lokasi tanah yang dilepaskan pemiliknya itu berada di daerah pedesaan atau pinggiran perkotaan. Air, tanam-tanaman, ternak, kayu api, pertapakan rumah dan lain-lain merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat ditawar-tawar, tidak senantiasa diperoleh dengan memiliki uang sekalipun dengan jumlah yang besar, sebab areal tanah tidak bertambah luasnya, sementara jumlah manusia dan kebutuhan nya semakin meningkat.4

Dipihak lain, kalaupun pemilik tanah yang melepaskan hak milik atas tanahnya, memperoleh sebidang tanah ditempat lain, mungkin saja faktor kesuburan tidak sama atau lebih tandus, sedangkan cara pengolahannya membutuhkan lebih banyak biaya dibandingkan dengan semula dalam hal termasuk ongkos perjalanan dan biaya pemukiman baru.

Tanah adat adalah tanah yang dalam pengaturannya tunduk pada hukum adat, mungkin saja tanah seperti ini tidak banyak lagi ditemukan di Indonesia, namun yang jelas masih ada, misalnya di Kabupaten Tapanuli Utara. Tanah adat ini dimiliki oleh individu atau kelompok masyarakat secara turun temurun sejak nenek moyangnya. Oleh sebab itu mereka menganggap kepemilikan ini sudah kuat dan pasti, sehingga tidak dibutuhkan bukti-bukti lainnya untuk memperkuat atau mengukuhkan kepemilikan tersebut mereka sudah begitu lama, bahkan telah berabad-abad mendudukinya dan memperoleh nafkah dirinya, dalam kurun waktu yang begitu lama tidak ada gangguan dari pihak lain.

4

Maria S.W Sumardjono, Hukum pertanahan dalam berbagai aspek Penerbit Bina Media Medan, 2000 Halaman 56


(24)

Banyak sengketa tanah yang ditemukan dalam masyarakat turut memperlambat pelaksanaan pendaftaran tanah. Tanah-tanah yang dalam keadaan sengketa tidak ditemukan kepastiannya siapa pemilik sebenarnya dan ketidakmungkinan pembuatan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan, kalau tanah seperti itu hendak didaftarkan, harus diselesaikan terlebih dahulu permasalahannya. Untuk menyelesaikan permasalahan, pokok persoalan harus disampaikan ke Pengadilan Negeri. Proses penyelesaian perkara tanah dapat berkepanjangan, sampai bertahun-tahun. Fungsi sosial hak atas tanah berarti, hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang benar bahwa tanahnya itu dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya apalagi hal ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari hakikatnya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahtraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam ketentuan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Kepentingan masyarakat dan perorangan haruslah saling berdampingan, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan, dan kebahagiaan bagi masyarakat seluruhnya (Pasal 2 ayat 3) yaitu: 5


(25)

Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Status Hak Atas Tanah di areal Bandar Udara Silangit Siborong-borong?

2. Bagaimana Pengadaan Tanah masyarakat adat bagi pelaksanaan Pembangunan Bandar udara Silangit Siborong-borong?

3. Apakah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan ganti rugi Tanah Adat Siborong-borong?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah:

1. Untuk mengetahui Status Hak Atas Tanah di areal Bandar Udara Silangit Siborong-borong.

2. Untuk mengetahui Pengadaan Tanah masyarakat adat bagi pelaksanaan Pembangunan Bandar udara Silangit Siborong-borong.


(26)

3. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan ganti rugi tanah adat Siborong-borong.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Dari segi teoritis kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan berupa teori/gagasan perkembangan ilmu hukum, khususnya hal-hal yang berkaitan dalam bidang hukum Agraria ataupun pertanahan. Dan dengan adanya penelitian dapat membantu kita untuk lebih memperhatikan dan berusaha untuk memberikan sumbangan pemikiran sesuai dengan kebenaran dan fakta yang terjadi di lapangan.

2. Secara praktis

a. Dari segi praktis, akan memberikan masukan kepada pemerintah khususnya PEMDA Tapanuli Utara dan para pengelola Bandar udara Siborong-borong.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai permasalahan dan kendala yang timbul dalam bidang agraria ataupun pertanahan. Dan pihak Bandar udara agar mengerti akan tuntutan dan menyadari bahwa tanah yang diperlukan untuk pembangunan Bandar udara sangat luas.


(27)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Penyelesaian ganti rugi tanah untuk

pembangunan bandar udara Silangit Siborong-borong Tapanuli Utara”, belum

ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.

Namun, penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa, yang menyangkut masalah ganti kerugian, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda, yaitu:

1. Tesis atas nama Edrian, 933105005 Masalah ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten daerah tingkat II Aceh Besar. ( Studi kasus proyek pelebaran jalan banda Aceh-Lamboro s)

2. Karolina Sitepu, 923105030 Aspek hukum pemberian ganti rugi dalam pembebasan tanah untuk pembangunan di kotamadya daerah tingkat II Medan.


(28)

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

“Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya”.6

Menurut M. Solly Lubis, yang berpendapat menyebutkan bahwa: Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah arah sebelum diambil rumusan landasan teori, yang menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang membuat kerangka berpikir dalam penulisan7.

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum yang diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami jalan penyelesaian ganti rugi tanah yang diatur dalam undang-undang. Pengadaan tanah boleh dikatakan identik dengan kebutuhan tanah, hanya di bedakan antar sifatnya yang aktif dan pasif.

Titik tautnya adalah tanah jika kita berbicara menyangkut pembangunan dan kehidupan. “Tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis, sekaligus

magis-religio-kosmis menurut pandangan bangsa Indonesia, ia pula yang sering memberi getaran

didalam perdamaian dan sering pula menimbulkan goncangan dalam masyarakat, lalu ia juga yang sering menimbulkan sendatan dalam pembangunan”.8

6

JJJ M.Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-ilmu sosial,jilid 1 fakultas ekonomi universitas indonesis, Jakarta 1996 halaman 203

7

M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan penelitian, Bandung, Mahar Madju, 1994 Halaman 80 8

John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika Jakarta 1987 cetakan pertama Halaman 23


(29)

Istilah penyediaan tanah terdapat dalam ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pembebasan tanah dan istilah pengadaan tanah terdapat dalam Permendagri No 2 Tahun 1985 Tentang Tata cara pengadaan tanah untuk keperluan proyek pembangunan diwilayah kecamatan. Dalam peraturan yang disebut terakhir, begitupun dalam surat pengiriman peraturan tersebut dari Menteri Dalam Negeri kepada pejabat-pejabat didaerah, tanggal 2 Agustus 1985 No. 590/4280/AGR Tentang Pengadaan Tanah.

Sehingga penulis menaruh perhatian lebih banyak terhadap kedua istilah tersebut satu dan lain juga karena disebut-sebut istilah pengadaan melainkan penyediaan pada hakekatnya belum ada defenisi yang sudah dibuktikan mengenai pengertian kepentingan umum namun secara sederhana dapat ditarik kesimpulan atau pengertian bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas.9

Untuk dapat menolong kita mendapatkan suatu rumusan terhadapnya kiranya dijadikan pegangan sambil menanti pengentalannya, yakni kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi sosial, politik, psikologi dan hankamnas atas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.

a. Menurut hukum adat yang akan diatur dengan peraturan pemerintah.

b. Dengan cara lain yaitu dengan suatu penetapan pemerintah dengan syarat-syarat dan cara yang ditetapkan dengan ketentuan pemerintah.

c. Dengan ketentuan Undang-Undang.10

“Salah satu cara pemberian hak milik melalui peraturan pemerintah yaitu dengan cara retribusi tanah menurut ketentuan landreform sebagaimana dalam PP No 224 Tahun 1961”,11 demikian pula dengan pendaftaran tanah di Indonesia menurut

9

Ibid Halaman 31 10

Ibid, Halaman 40 11

Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Fakultas Hukum USU press 1998 Cetakan Pertama Halaman 79


(30)

azas specialitas tanah yang didaftarkan itu harus jelas-jelas diketahui dan nyata ada lokasi tanahnya dan juga menganut azas publisitas, antaranya setiap orang dapat mengetahui sesuatu bidang tanah milik itu siapa, bagaimana luasnya dan apakah ada beban atasnya dan juga menganut azas negatif artinya pemilikan sesuatu bidang tanah yang terdaftar atas nama seseorang tidak berarti mutlak adanya sebab dapat saja dipersoalkan siapa pemiliknya melalui pengadilan negeri12. Menurut ketentuan pasal 20 Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria yang berbunyi:

a. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengikat ketentuan pasal 6.13

b. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Dapat diketahui bahwa pada dasarnya hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia tunggal saja, dan tidak dapat dimiliki oleh warga negara asing dan badan hukum, baik yang didirikan di Indonesia maupun yang didirikan diluar negeri dengan pengecualian badan-badan hukum tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963. Ini berarti selain warga negara Indonesia tunggal, dan badan-badan hukum yang ditunjuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yang terdiri dari:

12

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung Alumni, 1984, Halaman 61

13


(31)

a. Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut Bank Negara) b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan

atas Undang-Undang No 79 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 No. 139)

c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri agama

d. Badan-badan sosial yang di tunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri kesejahteraan sosial.

Tidak ada pihak lain yang dapat menjadi pemegang hak milik atas tanah di Indonesia, dengan ketentuan yang demikian berarti setiap orang tidak dapat dengan begitu saja melakukan pengalihan hak milik atas tanah. Ini berarti undang-undang pokok agraria memberikan pembatasan peralihan hak milik atas tanah. Agar hak milik atas tanah dapat dialihkan, maka pihak terhadap siapa hak milik atas tanah tersebut hendak dialihkan haruslah merupakan orang perorangan warga negara Indonesia tunggal, atau badan-badan hukum tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tersebut.13

Dapat dikatakan bahwa pendaftaran hak milik atas tanah merupakan suatu yang mutlak dilakukan bahkan terhadap setiap bentuk peralihan, hapusnya maupun pembebanan terhadap hak milik juga wajib didaftarkan. Sehubungan dengan pendaftaran tanah ini perlu diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, sistem pendaftaran tanah yang diberlakukan adalah registration of

deed. Dengan registrasion of deed dimaksudkan bahwa yang didaftarkan adalah akta

yang membuat perbuatan hukum yang melahirkan hak atas tanah (hak kebendaan atas

13

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah Prenada Media, Jakarta 2004, Halaman 31-32


(32)

tanah, termasuk didalamnya hak eigendom (hak milik) sebagaimanan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Sistem registration of deed ini diatur dalam ketentuan overschrijvings ordonnantie 1834 yang merupakan ketentuan yang berlaku sehubungan dengan

pendaftaran benda tidak bergerak yang diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata. Ketentuan pasal 620 kitab undang-undang hukum perdata, yang memberikan aturan mengenai pendaftaran benda tidak bergerak tidak pernah berlaku dan diberlakukan sama sekali sampai dengan ketentuan tersebut dicabut dengan berlakunya undang-undang pokok agraria.14

Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah. Karena tidak ada aktifitas orang ataupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah tidak bisa ditawar ataupun ditunda, terlebih lagi didalam dasar negara pancasila dinyatakan bahwa kepentingan umum itu harus dipandang porsinya lebih besar dan didahulukan dari kepentingan individu. Demikian juga pihak swasta yang melaksanakan upaya pengembangan dan peningkatan usahanya, baik yang bernuansa untuk kepentingan umum maupun juga membutuhkan tanah. Belum lagi banyaknya anggota masyarakat yang nekat menduduki dan menguasai tanah tanpa alas hak yang sah bahkan dengan cara-cara yang terencana dan sengaja melakukan kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya.

Oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin luaslah tanah yang dibutuhkan. Dimana wilayah yang padat penduduknya, secara logis disitu pulalah kegiatan pembangunan yang lebih luas dilaksanakan. Dengan

14


(33)

demikian pengambilan tanah-tanah yang lebih luaspun yang sudah dimiliki/dikuasai oleh masyarakat tidak terelakkan akan menjadi korban.

Hak seseorang atas tanah semestinya harus dihormati, dalam pengertian tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk memiliki/menguasai lahan tersebut. Seyogianya jika ada hak seseorang atas tanah harus didukung oleh bukti hak dapat berupa sertipikat, bukti hak tertulis non sertipikat dan/atau pengakuan/keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya. Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum.

Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat disebut bahwa yang bersangkutan mempunyai hak atas tanah itu atau dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak boleh ditolerir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut. Karena jika berlarut-larut masalahnya semakin rumit untuk diselesaikan dan pengaruhnya sangat meluas (komplikatif) dan berdampak tidak baik (destruktif) dimasa datang. Masalah ini semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani yang membutuhkan lahan untuk diolah warga.15

Jika pemerintah dengan berbagai jajarannya memerlukan sebidang tanah yang penggunaannya untuk kepentingan negara dan/atau umum dapat menempuh cara yang bersesuaian dengan status tanah yang diperlukan itu. Jika tanah tersebut tanah negara yang bebas cukup dengan mengajukan permohonan hak.

15


(34)

Tetapi jika tanah negara tidak bebas dengan kata lain tanah tersebut telah dikuasai dan diusahai oleh orang/badan hukum lain tanpa alas hak yang sah, maka akan bertambah kewajiban sipemohon untuk membebaskannya, jika pemohonnya dikabulkan. Selain itu hal yang positif diatur dalam peraturan presiden pengadaan tanah adalah upaya pencegahan spekulasi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yakni apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat keputusan penetapan lokasi oleh Bupati/Walikota atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.16 Maka tidak mengherankan apabila Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tanggal 3 Mei 2005 telah direvisi oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tanggal 5 Juni 2006.17

Sebagaimana perbuatan hukum yang biasa dilakukan sehari-hari dalam ganti rugi, tukar-menukar dan lain-lainnya yaitu pihak yang memerlukan tanah menyampaikan maksudnya untuk mendapatkan tanah tersebut. Jika pemilik tanah setuju maka yang memerlukan tanah dapat mengajukan penawaran sehingga tercapai harga yang disepakati. Selanjutnya dengan dilengkapi administrasi yang benar maksudnya Jika tanahnya tanah negara cukuplah diterangkan dalam suatu surat ganti rugi biasanya tidak disebut surat jual beli sekalipun hakikatnya jual beli, disamping ditandatangani para pihak diperlukan saksi-saksi sedikitnya (2) dua orang yang memenuhi syarat hukum dan yang terpenting diketahui/disetujui oleh Lurah/Kepala

16

Mumammad Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung 2008, Halaman 331

17


(35)

desa setempat, serta dan sangat lebih baik jika tandatangan camat disertakan kalau tidak dapat juga melalui Notaris. Bagi tanah-tanah negara, pengalihan penguasaannya dapat sekaligus dilakukan bersama-sama dengan pendaftaran tanahnya, jika hal ini ditempuh berdasarkan kesepakatan pihak-pihak dan kepastian hukum yang dicapai jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan hanya peralihan berdasarkan pembayaran ganti kerugian saja.

Jika tanahnya harus melalui tawar-menawar dan untuk mendapat persetujuan kepemilikan, maka pengalihan haknya dilakukan dengan cara musyawarah antara individu kepala keluarga yang memiliki tanah tersebut dengan Panitia Pengadaan Tanah Silangit Siborong-borong. Jika halnya itu telah selesai maka secara hukum resmilah pengalihan hak atas tanah dimaksud menjadi milik Pemda setempat yang dijadikan sebagai Bandar udara Silangit Siborong-borong Tapanuli Utara. Pengalihan tanah tersebut baik si pemilik apalagi pihak yang memerlukan harus memperhatikan rencana tata ruang (RUTR) yang berlaku.18

“Sebagaimana telah dikemukakan dalam rangka melaksanakan proyek-proyek pembangunan, tanah merupakan salah satu sarana yang amat penting dan dibutuhkan karena semakin meningkatnya pembangunan, kebutuhan akan tanah semakin meningkat pula, sedangkan persediaan tanah sangat terbatas”.19

18

Ibid Halaman 79-80 19


(36)

Pada azasnya, jika diperlukan tanah atau benda-benda lainnya kepunyaan orang lain untuk sesuatu keperluan haruslah terlebih dahulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh dengan persetujuan yang empunya, misalnya melakukan ganti rugi dan tukar-menukar. Penaksiran untuk ganti kerugian dilakukan oleh panitia penaksir dalam melaksanakan pencabutan atas hak tanah, kepada pemilik tanah dan atau benda yang haknya dicabut diberikan ganti kerugian yang layak. Ganti kerugian yang layak itu didasarkan atas nilai nyata/sebenarnya dari tanah atau benda yang bersangkutan, harga yang didasarkan atas nilai nyata/sebenarnya itu mesti sama dengan harga umum tetapi sebaliknya harga tersebut tidak pula harga murah, oleh karena itu untuk menentukan harga yang layak tersebut maka dibentuk panitia penaksir.20

Dengan menilai secara khusus kedudukan tanah dan hak seseorang yang terkait pada tanah-haknya, bagaimana kuat hubungan hukum antara keduanya serta pengaruh hubungan kosmis-magis-religius menurut hukum adat bangsa kita, maka pada hakikatnya sudah dapat dipikirkan bagaimana caranya kita dapat menyehatkan tata cara dan sistem dalam rangka melaksanakan cara-cara dan sistem dalam rangka melaksanakan pembebasan hak atas tanah bagi kepentingan pemerintah. Hal-hal dasar yang menjadi ganjalan dalam menetapkan harga dasar tanah rasanya tidak terlalu sulit untuk diatasi, asalkan sistemnya dapat dimantapkan secara sungguh-sungguh, dan konsekuen melaksanakannya, di bawah suatu kendali terpadu. Sistem ini harus terkontrol secara transparan dan jitu, sebab sepanjang menyangkut tarif dan uang harus diketahui umum dan terbuka tidak ada yang harus dirahasiakan.

20


(37)

Disitu harus berlaku juga internal kontrol, eksternal kontrol dan sosial kontrol, secara bersilang dan transparan. Seandainya secara interdepartemental harga dasar tanah dapat dipertimbangkan bersama dengan sistem yang bulat, dan kebawah dapat diterapkan terkoordinasi serta terkontrol secara bersama, maka keluhan-keluhan selama ini dapat diatasi dan nilai tanah sungguh dapat diletakkan pada tempat yang sebenarnya. Masih ada satu hal juga merupakan ganjalan bertalian dengan

interprestasi dan sikap para pejabat yang duduk dalam panitia pembebasan hak atas

tanah yakni tentang defenisi harga tanah dan uang ganti rugi. Tetapi akan duduk bersama dan menetapkan defenisinya dulu dari semua yang mereka hadapi dan akan diwujudkan. Akan tetapi apabila semua sudah memahaminya dengan satu bahasa, barulah mereka bangkit dan bekerja secara aktif. 21

Maksud diadakannya kegiatan tim analisa dan evaluasi adalah untuk menemukan kejelasan kriteria pemberian ganti kerugian. Dengan kriteria yang lebih jelas, diharapkan dapat menghilangkan kerancuan, dan dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan dengan jelas penggunaan uang pesangon. Disamping itu juga untuk menemukan kejelasan kriteria untuk menetapkan ganti kerugian yang layak bagi sipemilik tanah atas dasar pencabutan/pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum/pembangunan. Maka kegiatan analisa dan evaluasi mengenai ganti kerugian dan pemberian uang pesangon dalam proses penyerahan hak atas tanah akan meliputi pembahasan baik mengenai materi hukumnya maupun aparatur hukum serta sarana dan prasarananya, terutama yang menyangkut permasalahan:

a. Ganti kerugian karena pencabutan hak atau pelepasan hak untuk kepentingan umum.

b. Uang pesangon waktu penggusuran/pengosongan penghuni/penggarap tanah secara liar.

21

John Salindeho, Manusia, Tanah, Hak dan Hukum Jakarta, Sinar Grafika 1994, Halaman 50-51


(38)

Untuk pembayaran ganti kerugian/pesangon yang membebani negara, penyusunan perencanaan anggaran adalah proses sebelum jumlah dana yang dibutuhkan dalam penyediaan anggaran adalah proses sebelum jumlah dana yang dibutuhkan dalam penyediaan anggaran untuk pembayaran ganti kerugian/pesangon kepada yang berhak disetujui oleh DPR/DPRD dalam suatu Undang-undang/peraturan daerah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Panitia Pengadaan Tanah dibentuk oleh gubernur kepala daerah Tingkat I, antar lain bertugas:

a. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.

b. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.

c. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada diatas tanah.

d. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 sebagaimana telah disebut diatas maka dalam proses penyusunan perencanaan anggaran untuk dapat ditetapkan dalam APBN/APBD pemerintahan pusat/daerah cq. Pemimpin proyek dalam pembangunan proyek pemerintah/BUMN dapat meminta informasi data mengenai besarnya dana yang akan dibutuhkan dalam penyediaan dana mengenai besarnya dana yang dibutuhkan dalam penyediaan dana untuk diusulkan dalam penyusunan RAPBN/RAPBD sebagai pembayaran kepada yang berhak. Sehingga dengan demikian apabila terjadi dalam pelaksanaan pembayaran ganti kerugian kekurangan dana, pembebasan tanah untuk pembangunan menjadi terhambat, pemimpin proyek terlepas dari tanggung jawab kesalahan dalam perencanaan.22

Dalam suatu sengketa ataupun perkara pastilah terdapat 2 atau lebih, yang satu dan yang lain mungkin saling melakukan hubungan hukum yang dapat melanggar hak ataupun kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Maka bila terjadi permasalahan akan dilakukan dengan cara penyelesaian ke Pengadilan Negeri, apabila sepakat untuk mengakhiri perkara tersebut secara berdamai, sengketa

22

Moh. Hasan Wargakusumah, Analisis dan Evaluasi Tentang Ganti Rugi dan Pemberian Uang

Pesangon dalam proses penyerahan hak atas tanah. Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen


(39)

perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib ataupun kepentingan pihak lainnya.

Jika dilacak lebih jauh, Kepres ini didasarkan atas pasal 4 ayat 1 UUD 1945 mengenai kekuasaan pemerintah yang dimiliki oleh presiden (eksekutif), dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terutama pasal 18, UU No. 51 Perpres Tahun 1960 serta UU No. 20 Tahun 1961. Satu hal lagi yang harus diperhitungkan perundangan pencabutan hak atas tanah ini juga seharusnya merujuk pada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia karena soal pencabutan ini berkaitan dengan persoalan hak asasi manusia dan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Undang-Undang. Untuk itu timbul pertanyaan, apakah persoalan ini dapat diatur hanya melalui ketentuan perundangan yang berbentuk PERPRES saja padahal substansinya menyangkut awal penting mengenai hak asasi, khususnya, pasal 27 UU tentang hak asasi yang mengatur mengenai kebebasan bertempat tinggal.

Dalam pasal 9 ayat (3) undang-undang tersebut, menyatakan tentang cara-cara untuk menuntut ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian, yang sabagai mana dikatakan “diatur lebih lanjut dengan undang-undang”. Hal ini berarti bahwa harus ada undang-undang pelaksanaannya, karena apa yang tercantum dalam Undang-Undang No 14 Tahun 1970 sesungguhnya hanya mengatur tentang pokok-pokoknya saja sabagai dasar hukum. Didalam Bab I tentang ketentuan umum pasal 1


(40)

butir ke 22 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, memberikan suatu batasan mengenai apa yang dimaksud dengan ganti kerugian.

Berlakunya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, pengadaan tanah atau istilah yang dipakai saat ini adalah pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah, ketentuan-ketentuan mengenai Tata cara Pembebasan Tanah, untuk proyek berskala kecil diatur dalam Permendagri Nomor 2 Tahun 1985 salah satu kasus yang sering terjadi pada setiap pembebasan tanah pada umumnya berupa penetapan besarnya ganti kerugian. Dalam Penetapan besarnya Ganti Kerugian dalam Kepres No. 55 Tahun 1993 maupun Permenag/Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 ditegaskan bahwa penentuan besarnya ganti kerugian ditetapkan oleh panitia dengan berpedoman pada harga umum setempat dengan mengadakan secara musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau benda/tanaman yang ada diatasnya.23

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum Pasal 2 ayat 1 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, ayat 2 Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan

23

H. Aminuddin Sale Hukum Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum, Total Media 2007 Halaman 170


(41)

pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara ganti rugi, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dan dalam Pasal 3 Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Pasal 5 Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi : Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi, waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan, pengairan lainnya, pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana, tempat pembuangan sampah, cagar alam dan cagar budaya, pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.24

Menyimak sejarah perkembangan Alternatif Dispute Resolution (ADR) dinegara tempat pertama kali dikembangkan (Amerika Serikat), pengembangan ADR dilatar belakangi oleh kebutuhan sebagai berikut:

24

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum


(42)

a.Mengurangi kemacetan dipengadilan. Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan menyebabkan proses pengadilan sering kali berkepanjangan sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan.

b.Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. c.Memperlancar serta memperluas akses ke pengadilan

d.Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan memuaskan.

Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of

interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret

antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah), berupa solusi melalui Badan Pertanahan Nasional dan solusi melalui Badan Peradilan. Solusi penyelesaian sengketa tanah dapat ditempuh melalui 2 cara yaitu :

1. Solusi melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional)

Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim/pengaduan/keberatan dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan (Sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain mengenai masalah status tanah, masalah kepemilikan, masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan sebagainya. Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat yang berwenang


(43)

menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke Badan Pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan Pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat letak tanah yang disengketakan.

Bilamana kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur, kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah Kepala Kantor Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 14-1-1992 No 110-150 perihal Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 Tahun 1984. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor Pertanahan setempat hendak melakukan tindakan

status quo terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan

(sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), harusnya bertindak hati-hati dan memperhati-hatikan asas-asas umum Pemerintahan yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas keterbukaan (fair play), asas persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa. Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah. Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis, yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Pembatalan keputusan tata usaha negara di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam penerbitannya. Yang menjadi dasar hukum kewenangan pembatalan keputusan tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1999. Dalam praktek selama ini terdapat perorangan/badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sebagian besar diajukan langsung oleh yang bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan


(44)

sebagian diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan.

2. Melalui Badan Peradilan

Apabila penyelesaian melalui musyawarah di antara para pihak yang bersengketa tidak tercapai, demikian pula apabila penyelesaian secara sepihak dari Kepala Badan Pertanahan Nasional tidak dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa, maka penyelesaiannya harus melalui pengadilan. Setelah melalui penelitian ternyata Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional sudah benar menurut hukum dan sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat juga mengeluarkan suatu keputusan yang berisi menolak tuntutan pihak ketiga yang berkeberatan atas Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional tersebut. Sebagai konsekuensi dari penolakan tersebut berarti Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan tersebut tetap benar dan sah walaupun ada pihak lain yang mengajukan ke pengadilan setempat. Sementara menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dilarang bagi Pejabat Tata Usaha Negara yang terkait mengadakan mutasi atas tanah yang bersangkutan (status quo). Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya masalah di kemudian hari yang menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berperkara maupun pihak-pihak ketiga, maka kepada Pejabat Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan yang terkait harus menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu untuk melindungi semua pihak yang berkepentingan sambil menunggu adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Kemudian apabila sudah ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang bersangkutan mengusulkan permohonan pembatalan suatu Keputusan Tata Usaha Negara di bidang Pertanahan yang telah diputuskan tersebut di atas. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan laporan mengenai semua data yang menyangkut subjek dan beban yang ada di atas tanah tersebut serta segala permasalahan yang ada.

Kewenangan administratif permohonan pembatalan suatu Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah atau Sertifikat Hak Atas Tanah adalah menjadi kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional termasuk langkah-langkah kebijaksanaan yang akan diambil berkenaan dengan adanya suatu putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan. Semua ini agar diserahkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk menimbang dan mengambil keputusan lebih lanjut.25

25

www.Google.http// Penyelesaian sengketa Pertanahan di Indonesia// Com. tgl 22 Februari 2009


(45)

Dalam Pasal 1 angka 10 dan alenia ke-9 dari penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa, dikatakan bahwa Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara

konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Dengan kata lain Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 5 (lima) cara alternatif penyelesaian sengketa yaitu:

1. Konsultasi

“Act of consulting or conferring e.g. patien with doctor, client with lawyer.

Deliberation of person on some subject. Yang maksudnya adalah suatu perbuatan

yang merupakan konsultasi atau berunding, seperti halnya seorang pasien dan dokter, seorang klien dan pengacara, hanya memberikan pertimbangan terhadap maksud-maksud tertentu”.26 Berarti dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanya memberikan pendapat (hukum), selanjutnya keputusan diambil oleh para pihak sendiri.

26

Henry Cambel Black, Black’s Law Distionary 6 ed, st Paul MN, West publishing co. Halaman 58


(46)

2. Negosiasi

Maksudnya negosiasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh kedua belah pihak, dengan permohonan yang berbeda untuk mencapai suatu kesepakatan yang menyeluruh melakukan perundingan dan melepaskan atau memberikan kelonggaran. “Menurut H.M.G.Ohorella dan H.Amiruddin Sale menyatakan: Negosiasi (perundingan) adalah ababila kedua belah pihak yang bersengketa berunding, berhadapan dan sepakat bertindak mengambil keputusan dalam menyelesaikan sendiri sengketa mereka tanpa campur tangan pihak ketiga.27” Adapun Munir Faudy memberikan defenisi negosiasi yaitu: Negosiasi bisa dilakukan berkenaan dengan transaksi maupun perselisihan. Pada prinsipnya negosiasi suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi diantara para pihak. Negosiasi dilakukan baik karena telah ada sengketa diantara para pihak, maupun hanya karena belum ada kata sepakat disebabkan belaum pernah dibicarakan masalah tersebut.28

Dari literatur hukum diketahui bahwa pada umumnya proses negosiasi merupakan suatu lembaga Alternatif penyelesaian sangketa yang bersifat informal, meskipun adakalanya dilakuakan secara formal. Tidak ada suatu kewajiban bagi para pihak untuk melakukan pertemuan secara langsung pada saat negosiasi dilakukan tidak harus dilakukan oleh para pihak sendiri. Kesepakatan tertulis tersebut menurut ketentuan pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa wajib didaftarkan dipengadilan

negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak ditandatangani, dan

27

H.M.G.Ohorella dan H.Amiruddin Sale, Arbitrase di Indonesia, Penyelesaian Sengketa

Melalui Arbitrase Pada Masyarakat Di Pedesaan di Sulawesi Selatan, Ghalia, Jakarta 1995, Halaman

106 28


(47)

dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran sesuai dengan Pasal 6 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif penyelesaian sengketa.

3. Mediasi

Pengaturan mengenai mediasi pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat 3, Pasal 6 ayat 4 dan Pasal 3 ayat 5. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat 3 adalah suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat 2. Menurut rumusan dari Pasal 6 ayat 3 tersebut juga dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat maupun melalui seorang mediator Mediation

is private, informal dispute resolution process a neutral third person, the mediator, helps disputing partien to reach an agreement”.29 Maksudnya yaitu mediasi adalah bersifat pribadi, suatu proses penyelesaian sengketa secara tidak

resmi dengan menggunakan pihak ketiga yang netral, seorang mediator membantu penyelesaian sengketa para pihak untuk mencapai kesepakatan.

4. Konsiliasi

“Menurut Munir Faudy konsiliasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak

29


(48)

memihak, hanya saja dengan peranan yang diperankan oleh seorang mediator dengan konsiliator yang berbeda, sungguhpun dalam praktek antara istilah mediasi dan konsiliasi sering dipertukarkan”.30 Seperti halnya konsultasi, negosiasi maupun mediasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa tidak memberikan sesuatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau defenisi dari konsiliasi ini.

Maksudnya konsiliasi adalah penyesuaian dan suatu penyelesaian suatu sengketa

secara persahabatan, tidak dengan cara bermusuhan dalam peradilan sebelum pemeriksaan sidang dengan memperhatikan untuk menghindari terhadap pemeriksaan persidangan dan kesalah pahaman diselesaikan sebelum arbitrase.

Konsiliasi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa sebagai bentuk Alternatif penyelesaian sengketa

diluar pengadilan adalah tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian diluar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakannya proses litigasi (peradilan), melainkan juga dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung, baik di dalam maupun diluar pengadilan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

30


(49)

5. Pendapat Ahli

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa juga mengenal pendapat ahli sebagai bagian dari Alternatif penyelesaian sengketa. Dan ternyata dalam bentuk kelembagaan, tidak hanya bertugas untuk menyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi diantara para pihak dalam perjanjian pokok melainkan juga dapat memberikan konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak yang memerlukannya, tidak terbatas pada para pihak dalam penjanjian. “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa”.31 Hal ini ditegaskan kembali dalam rumusan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa yang menyatakan bahwa terhadap

pendapat yang mengikat tersebut dalam Pasal 52 tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian yang terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa suatu dari abstrak menjadi kongkrit. Yang disebut dengan penyelesaian sengketa tanah bisa dengan azas musyawarah untuk mufakat, dalam

31


(50)

pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang kita jalankan, kesadaran dan kerjasama yang baik, yang mewujudkan dengan azas musyawarah dan mufakat dalam setiap mengambil keputusan adalah suatu yang diperlukan.

“Tanpa adanya suatu kondisi dan persepsi yang sama dalam memahami hakikat dan tujuan pembangunan, maka pembangunan tersebut akan sulit mencapai sasarannya”.32 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsepi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang kusus yang disebut defenisi operasional.33

“Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis”.34 Selanjutnya konsepsi atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsepsi sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu.

“Maka konsepsi merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsepsi menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan

, Halam

aja Grafindo Persada, Jakarata, 1998 Halaman 3 95 Halaman 7

32

Hasim purba, Sengketa Tanah dan Alternatif Pemecahan jilid 1 cahaya ilmu, 2006 an 5

33

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, R 34

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarata, 19


(51)

empiris”.35 Suatu konsepsi atau kerangka konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih kongkrit dari pada kerangka teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak. “Namun demikian, sesuatu kerangka konsepsional, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-definisi ope

aka

tas

Udara adalah merupakan proyek yang bertujuan untuk

rasional yang akan dapat pegangan kongkrit didalam proses penelitian”.36

Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta-fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan konsep yang sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Untuk menjawab permasalahan yang terjadi dilapangan m beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi yaitu sebagai berikut: 1. Penyelesaian adalah upaya yang dilakukan untuk mendapat suatu kepastian a

tanah untuk ganti rugi yang diharapkan mendapat keadilan bagi semua pihak. 2. Ganti rugi tanah adalah suatu penggantian hak atas tanah berikut suatu yang

terkait dengan tanah yang pembayaran nilainya harus seimbang dengan tanah yang diganti rugi sebagai akibat dari pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.37 3. Pembangunan Bandar

kepentingan Umum.

35

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, Halaman 21

36

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986, Halaman 133

37

Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan, Medan, Pustaka Bangsa Perss 2003, Halaman 60


(52)

4. Pelepasan hak atas tanah adalah suatu penyerahan kembali hak itu kepada negara dengan suka rela, perbuatan ini dapat bertujuan agar tanah tersebut diberikan

ah adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu

.

, maksudnya

annya, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis , pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun hukum sekunder atau

kembali kepada suatu pihak tertentu dengan suatu hak tanah yang baru sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.

5. Sengketa adal

(dilanggar).38

G Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

“Penelitian yang dilakukan secara spesifik merupakan penelitian hukum normatif yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian empiris, karena merupakan penelitian yang dilakukan dengan menelitian bahan-bahan yang bersumber dari kepustakaan digabung dengan penelitian lapangan/sosiologis”.39 “Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitan maka sifat penelitan ini adalah deskriptif analitis

adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain”.40

Dilihat dari pendekat normatif

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta, Raja Grafindo,1997 Halaman 38 38

Sudikno Mertokusumo, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 1985 Halaman 29 39

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hllm.51


(53)

pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-41

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang ilmiah yang dasarnya pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum yang bertujuan untuk mempelajari satu beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisany

undangan yang berlaku.

a, kecuali itu maka

lternatif penyelesaian ganti rugi tanah. Dengan demikian penyelesaian ganti rugi r-benar berjalan dan diketahui secara umum oleh masyarakat.

Lokasi Penelitian dilakukan di bandar udara Silangit Siborong-borong Kabupaten

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan didalam gejala yang bersangkutan.

Penelitian ini meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber hukum, peraturan perundang-undangan dan beberapa buku mengenai hukum pertanahan dan A

tanah masyarakat, bena

2. Lokasi Penelitian

Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.

3. Alat Pengumpulan Data

41

Roni Hantijo Soemitro, Metodologo Penelitian Hukum dan Jurimentri. Semarang, Ghalia nesia, 1998 Halaman 11


(54)

Untuk mendapat data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan ilmiah, upun tentang suatu fakta atau gagas

ma an, maka pengumpulan data dilakukan dengan

rikut: a.

sebagai pedoman wawancara, wawancara dilakukan secara yang lebih fokus dan menyeluruh sesuai

b.

c.

aitu membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis buku-ran penelitian, dokumen-dokumen tertulis, serta

sumber-okumen, maupun Peraturan g berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi tana

4. Ba

cara sebagai be

Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan secara langsung kepada responden, dengan menggunakan daftar pertanyaan

terpimpin, agar mendapatkan informasi dengan permasalahan yang diteliti. Observasi

Observasi dilakukan di Bandar Udara Silangit Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara, untuk mengetahui proses Ganti Rugi tanah/pelepasan tanah masyarakat adat.

Studi Kepustakaan (Library Research) Y

buku/literatur, lapo

sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Lalu dilakukan penelahan bahan kepustakaan baik berupa dokumen-d

Perundang-undangan yan

h/pelepasan tanah masyarakat adat.


(1)

B. Saran

ri penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

sedangkan jangka waktunya selama dipergunakan oleh pemegang Hak

ksaan dari pihak manapun,

udara, dan diharapkan menghindari tindak kriminal dalam ganti rugi agar an.

asan tanah

kepemilikan tanah dan dapat menjamin kehidupan yang layak setelah tanah alaupun dilakukan dengan “pago-pago atau

dari musyawarah dan kesepakatan. Adapun yang menjadi saran da

1. Hak pengelolaan tidak dapat beralih dan dialihkan, dan kalau terpaksa beralih dan dialihkan, harus dengan izin dari pemberi hak pengelolaan tersebut,

pengelolaan.

2 Dalam melakukan melakukan musyawarah harus betul-betul kehendak pemilik tanah dan Pemda atau tidak ada unsur pa

sehingga tercipta suasana dengan yang direncanakan atas tanah untuk bandar

tercipta suasana yang kondusif dan am

3 Panitia harus menghormati hak pemilik tanah dalam setiap pelep

untuk kepentingan umum, agar terhindar dari pelanggaran ganti rugi atas

dan haknya dilepaskan, w


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku dan Makalah

AL R

hmad Yani dan Gunawan Wijaja, 2000, Hukum Arbitrase,Jakarta, Raja Granfindo

bdurrahman, 1991. MasalahPencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah

bdurrahman.1996 Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah tingan Umum Indonesia.Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.

Black, Hen ’s Law Dictionary 6 th ed, st. Paul MN, West

publishing co.

Cand epemilikan Hak Atas Tanah, Jakarta. Gramedia

Widiasarana Indonesia

Chom 02 Hukum Pertanahan, Jakarta. Perpustakaan Nasional

dan Permasalahannya. Medan. Fakultas Hukum USU Press

Ediw n Hukum Bagi Korban Kasus-Kasus Pertanahan,

Medan.Pustaka Bangsa Press

fendi, Bachtiar, 1993. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan

Fuad rbitrase Nasional, Bandung, Citra Aditya Bakti

eta) Ghalia, Yakarta

antijo Soemitro, Roni. 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. ashid Harun 1987, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia A

Persada A

indonesia, Bandung PT.Citra Bakti. A

dan PengadaanTanah Bagi Pelaksanaan Pembengunan Untuk kepen

ry Cambel, 1994 Black

ra.S. 2005 Sertipikat K

zah H,Ali,20

Dalimunthe Chadidjah 1998. Pelaksanaan Landreform di Indonesia

arman, 2003. Perlindunga

E

Pelaksanaannya. Bandung. Alumni y, Munir 2000, A

Goodpaster, Gaary, 2000, Arbitrase di Indonesia (Tinjauan Terhadap Penyelesaian

sengk

Harsono, Boedi. 2005, Hukum Agraria Indonesia jilid 1. Jakarta. Djambatan. H


(3)

Harsono, Boedi, 1995 Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria isi dan Pelaksanaannya, Jakarta. Djambatan

Hutap 992 Mendayagunakan Mekanisme

Alternatif Penyelesaian Sengketa (Maps) di bidang Lingkungan Hidup di

alo syafruddin, 2004. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentiangan

oentjoroningrat, 1997 Metode-Metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga, Jakarta,

aporan Penelitian, 1978 integrasi hak ulayat kedalam yuridiksi UUPA

Sinar Harapan.

rya Mertokusum

t. Paul : West Publishing Co, USA.1992

azir,Moh, 1988 Metode Penelitian, Edisi ketiga, Jakarta Ghalia Indonesia.

Ohor Arbitrase di Indonesia, penyelesian

sengketa melalaui arbitrase pada masyarakat di pedesaan di sulawesi selatan,

urba Hasim 2006. Sengketa Pertanahan dan Alternatife Pemecahan Medan. Cahaya ea Antony LP dan sentosa mas Achmad, 1

Indonesia, Jakarta, Wahli

K

Umum. Jakarta. Pustaka Bangsa Press. K

Gramedia Pustaka Utama.

Lubis, M.Solly, 1194 Filsahat ilmu dan penelitian. Mahar maju, bandung. L

DEPDAGRI-FH UGM

Mas’ Mochtar dan penyunting Fauzi Noer, 1997 Tanah dan Pembangunan, Jakarta. Pustaka

Moelwong,Lexy, 2002 Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung Remaja Rosdaka

o Sudikno, 1985 Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa M, Jaqueline, dan Nolan Halley, 1992 Alternatif Dispute Resolution, S

N

ella H.M.G dan Salle, Amiruddin,1995 Jakarta Ghalia.

P

ilmu

Parlindungan A.P 1984. Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Bandung, Alumni


(4)

Prako

oosadijo, Marmin M. 1979, Tinjauan Pencabutan Hak Atas Tanah dan

Benda-uchiyat Eddy, 1999. Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi,

Sale entingan Umum,

Yogyakarta. Kreasi Total Media (KTM)

Salin dalam Pembangunan Jakarta, Sinar Grafik

Sumardjono Maria ina

media

Suandra SH I wawan 1991. Hukum Pertanahan. Jakarta. Rineke cipta.

unggono, Bambang, 1997. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta. Raja Grafindo

ulti Grafik

h Kepastian Hak, Medan, Multi Grafik

inar sada.

Thali ria, Jakarta. Bina

Aksara

arigan, Pendastaren,2008 Arah Negara Hukum Demokratis Memperkuat Posisi

Pemerintah Dengan Delegasi Legislasi Namun Terkenkali, Dengan Delegasi

so Djoko 1998, Masalah Ganti Rugi dalam KUHAP, Jakarta, Bina Aksara R

Benda Yang ada Diatasnya, Jakarta, Chalia

R

Bandung, Alumni

Aminuddin 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kep

deho John 1987. Masalah Tanah

2000 Hukum Pertanahan dalam Berbagai Aspek . Medan. B

S

Persada

Siregar Tampil Anshari 2007, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Medan, M

,2007, Pendaftaran Tana

Salindeho John 1994, Manusia, Tanah, Hak dan Hukum, Jakarta, S Suryabrata, Samadi,1998 Metode Penelitian, Jakarta,Raja Grafindo per

Soejono, dan Mamudji, Sri, 1995 Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono, 1986 Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press.

Soimin Sudaryo, 1994 Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta Sinar Grafika b Sajuti, 1985 Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agra


(5)

Pengaturan dan Pengawasan Tindakan Pemeintah Dalam Bidang Pertanahan,

ustaka Bangsa Press.

atas Tanah, Jakarta,Prenada

Media

argakusumah Moh Hasan 1994, Analisis dan Evaluasi tentang Ganti rugi dan

es penyerahan hak atas tanah. Jakarta,

Badan Pembinaan Hukum Nasional Deperteman Kehakiman

amin, Muhammad, Abd, Rahim 2004, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,

andung, Mandar Maju. Bangsa Press.

ang Medan,P

Widjaja Gunawan dan Muljadi Kartini 2004 Hak-Hak

W

pemberian uang pesangon dalam pros

Y

Medan, Pustaka Bangsa Press.

,2008, Hukum PendaftaranTanah ,B

Zaidar, 2006, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia. Medan. Pustaka

B. Undang-Und

nd r 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan

nd 45

laksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pasar Pokok Agrarian

.

ang-undang republik Indonesia Nomo U

Alternatife Penyelesaian Sengketa

ang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 19 U

Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Keputusan Presiden No 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah


(6)

C. UWebsite

http//www.Bandar Udara Silangit.com 10 Januari 2009 http//www.Pengadaan Tanah.com 28 Februari 2009 http//www.Tanah Warga.com 28 April 2009

http//www.Penyerahan Tanah.com 28 Mei 2009 http//www.Hukumonline.com 26 Mei 2009

http//www.Pencabutan Hak Atas Tanah.com 5 Mei 2009

hhtp//www. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. com 26 Mei 2009 hhtp//www. Media Indonesia. com 26 Mei 2009

D. UWawancara

Wawancara dengan Marthinus Hutasoit, Kepala Bandar Udara Silangit Siborong-borong, Taput Tanggal 12 April 2009

Wawancara dengan Junaidi, Teknisi Bagian Lapangan Bandar Udara Silangit Siborong-borong, Taput Tanggal 13 April 2009

Wawancara dengan Junaidi, Teknisi Bagian Lapangan Bandar Udara Silangit Siborong-borong, Taput Tanggal 14 April 2009

Wawancara dengan kepala desa, M. Tampubolon Tanggal 12 April 2009, Silangit Siborong-borong

Wawancara dengan Mantan kepala desa, P. Simanjuntak Tanggal 12 April 2009, Silangit Siborong-borong

Wawancara dengan warga, Tampubolon. Tanggal 18 April 2009, Silangit Siborong-borong