Analisis Kadar Formalin dan Zat Pewarna Pada Mie Sagu yang di Jual di Pasar Tradisional Bengkalis Riau Tahun 2012
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Mie Sagu
Mie sagu digolongkan kedalam mie basah dan mie kering, diman man sagu
merupakan makanan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan dan ada juga yang
dikeringkan. Mie sagu yang basah paling cepat mengalami kerusakan atau
pembusukan terutama terutama karena dalam pembutan tidak menggunakan bahan
pengawet sehingga pemakaiannya untuk diolah lebih lanjut menjadi mie siap saji
dibandingkan yang kering.
2.1.1. Bahan Baku Mie Sagu
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie sagu adalah tepung sagu,
air, telur, garam, perasa, dan minyak makan. Semua bahan harus dalam kondisi baik,
misalnya tepung sagu harus dalam kondisi tidak berbau apek, bewarna normal,
bersih, bebas jamur dan serangga. Air merupakan komponen penting dalam
mempengaruhi bentuk, tekstur, bau dan rasa juga harus dalam kondisi baik, begitu
juga dengan bahan-bahan lainnya.
2.2. Pengertian Pangan
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomer 28 tahun 2004, pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan pangan, pengelohan atau
pembuatan makanan dan minuman.
Universitas Sumatera Utara
a) Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat
dikonsumsi langsung atau disajikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya
beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
b) Pangan Olahan
Makanan atau pangan olahan tertentu dalam upaya memelihara dan
meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
c) Pangan Siap Saji
Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan
biasanya langsung disajikan ditempat usaha atau diluar tempat usaha atas
dasar pesanan.
Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar
memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas, unsur
kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi
mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang. Atau yang penting sudah makan.
Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan
tersebut sepertinya keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI,1996).
Pengawetan pangan dengan menambahkan zat kimia merupakan teknik yang
relatif sederhana dan murah. Cara ini bermanfaat bagi wilayah yang tidak mudah
menyediakan sarana penyimpanan pada suhu rendah (refrigrasi). Sebaiknya,
Universitas Sumatera Utara
kekhawatiran akan keamanan zat kimia yang biasa digunakan dalam pengawetan
pangan telah mendorong sejumlah Negara untuk membatasi atau melarang
penggunaan dalam pangan (WHO,1991).
2.3. Bahan Tambahan Pangan
2.3.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/XI/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biayanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, dan penyimpanan.
Tujuan pengguanan bahan tambahan pangan adalah meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan.
Bahan tambahan pangan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk
menjaga keamanan penggunaannya, yaitu tidak menunjukkan sifat-sifat bereaksi
dengan
bahan,
menggangu
kesehatan
konsumen,
menimbulkan
keracunan,
merangsang atau menghilangkan rasa dan menghambat kerja enzim. Bahan tersebut
haruslah mudah dianalisis, efisien dalam rekasi dan dan mempertahankan mutu.
Bahan tambahan pangan yang dilarang adalah semua bahan tambahn yang dapat
menipu konsumen, menyembunyikan kesalahan dan teknik penangan serta penurunan
mutu (Sulaeman,1990).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan
pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambah dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu
dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan membantu pengolahan, sebagai
contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja
ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut,
terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan dalam proses produksi, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan
residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi
bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang
akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida herbisida, fungisida, dan rodentsia), antibiotic, dan
hidro karbon aromatic polisiklis.
Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari
sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismeny misalnya, β-Karoten dan
asam asorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya, yaitu sering terjadi
ketidak sempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Universitas Sumatera Utara
Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan oleh Departemen
Kesehatan yang diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu:
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman(Acidity Regulato )
4. Pemanis Buatan (Artificial sweetetrner)
5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11. Sekuasteran (Sequesterant)
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenicol (Chloramfenicol)
5. Kalium Klorat (POttasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
Universitas Sumatera Utara
8. P-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea
9. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic Acid and its salt)
2.4. Bahan Pengawet
2.4.1. Pengertian Bahan Pengawet
Pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia
pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Istilah awet merupakan pengertian relative terhadap daya awet alamiah dalam kondisi
yang normal. Daya keawetan bahan berbeda beberapa hari beberapa bulan.
Dalam pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan
olahan.
Dalam
teknologi
pangan,
pengertian
pengawetan
tidak
sekedar
memperpanjang umur pakai dan daya guna bahan, tetapi pengawetan sering
merupakan bagian dari pengolahan hasil pertanian yang tidak terpisahkan.
Pengawetan dapat merupakan bagian utama proses pengolahan.
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan
yang disebabkan oleh mokroganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya
ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buahbuahan, dan lain-lian. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang
mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan
bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi,2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba
yang penting dan kemudian memecah senyawa yang berbahaya menjadi tidak
berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi
jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terbaik
kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang
digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet
yang digunakan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat pathogen maupun yang tidak phatogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkulitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan pengguanaan bahan yang salah
satu atau tidak memenuhiu persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.4.3. Jenis Bahan Pengawet
Berdasarkan sumbernya, bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Zat Pengawet Anorganik
Universitas Sumatera Utara
Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfite,
hydrogen, peroksida, nitrat dan nitrit. Selain untuk mencegah tumbuhnya
bakteri
Clostridium
botulinum,
senyawa
juga
berfungsi
untuk
mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses
curing daging.
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organic ini digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yangn sering dipakai
sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate,
asam asetat dan epoksida.
Pengawet yang berasal dari senya organic biasanya digunakan untuk produkproduk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan serta selai dan
jeli.
2.5. Formalin
2.5.1. Pengertian Formalin
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 3040%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan,
yaitu dengan kadar formaldehidnya 40,30.20 dan 10% serta dalam bentuk tablet yang
beratnya masing-masing sekitar 5 gra. Formalin adalah larutan yang tidak bewarna
dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid
dalam air. Biasanya ditambahkan methanol hingga 15% sebagai pengawet
(Handayani, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa yang kita dengar
masyarakat, diasntaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid,
oxomethane, polyoxymethyleneglycols, methanol, formofrom, superlysoform formic
aldehyde,
formalith,
tetraoxymethylene,
methyl
oxide,
karsan,
trioxane,
oxymethylene dan methylene glycol (Nurheti, 2007).
Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas
formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol
10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulakan pedih
pada mata. Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena
hanya mempunyai satu atom karbon (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
2.5.2. Fungsi Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam bebagai keperluan jenis
industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakain, pembasmi lalat maupun
berbagi serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai
pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan
pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, ppengawet produk
kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai
sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin
digunakan sebagai bahan perekat untuk produksi kayu lapis (plywood). Dalam
konsentrasi yang sangat kecil (
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Mie Sagu
Mie sagu digolongkan kedalam mie basah dan mie kering, diman man sagu
merupakan makanan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan dan ada juga yang
dikeringkan. Mie sagu yang basah paling cepat mengalami kerusakan atau
pembusukan terutama terutama karena dalam pembutan tidak menggunakan bahan
pengawet sehingga pemakaiannya untuk diolah lebih lanjut menjadi mie siap saji
dibandingkan yang kering.
2.1.1. Bahan Baku Mie Sagu
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie sagu adalah tepung sagu,
air, telur, garam, perasa, dan minyak makan. Semua bahan harus dalam kondisi baik,
misalnya tepung sagu harus dalam kondisi tidak berbau apek, bewarna normal,
bersih, bebas jamur dan serangga. Air merupakan komponen penting dalam
mempengaruhi bentuk, tekstur, bau dan rasa juga harus dalam kondisi baik, begitu
juga dengan bahan-bahan lainnya.
2.2. Pengertian Pangan
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomer 28 tahun 2004, pangan adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku tambahan pangan, pengelohan atau
pembuatan makanan dan minuman.
Universitas Sumatera Utara
a) Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat
dikonsumsi langsung atau disajikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya
beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
b) Pangan Olahan
Makanan atau pangan olahan tertentu dalam upaya memelihara dan
meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
c) Pangan Siap Saji
Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan
biasanya langsung disajikan ditempat usaha atau diluar tempat usaha atas
dasar pesanan.
Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar
memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas, unsur
kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi
mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang. Atau yang penting sudah makan.
Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan
tersebut sepertinya keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI,1996).
Pengawetan pangan dengan menambahkan zat kimia merupakan teknik yang
relatif sederhana dan murah. Cara ini bermanfaat bagi wilayah yang tidak mudah
menyediakan sarana penyimpanan pada suhu rendah (refrigrasi). Sebaiknya,
Universitas Sumatera Utara
kekhawatiran akan keamanan zat kimia yang biasa digunakan dalam pengawetan
pangan telah mendorong sejumlah Negara untuk membatasi atau melarang
penggunaan dalam pangan (WHO,1991).
2.3. Bahan Tambahan Pangan
2.3.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/XI/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biayanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, dan penyimpanan.
Tujuan pengguanan bahan tambahan pangan adalah meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan.
Bahan tambahan pangan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk
menjaga keamanan penggunaannya, yaitu tidak menunjukkan sifat-sifat bereaksi
dengan
bahan,
menggangu
kesehatan
konsumen,
menimbulkan
keracunan,
merangsang atau menghilangkan rasa dan menghambat kerja enzim. Bahan tersebut
haruslah mudah dianalisis, efisien dalam rekasi dan dan mempertahankan mutu.
Bahan tambahan pangan yang dilarang adalah semua bahan tambahn yang dapat
menipu konsumen, menyembunyikan kesalahan dan teknik penangan serta penurunan
mutu (Sulaeman,1990).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan
pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambah dengan sengaja ke dalam
makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu
dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan membantu pengolahan, sebagai
contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja
ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut,
terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat
perlakuan dalam proses produksi, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan
residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi
bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang
akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu
pestisida (termasuk insektisida herbisida, fungisida, dan rodentsia), antibiotic, dan
hidro karbon aromatic polisiklis.
Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari
sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismeny misalnya, β-Karoten dan
asam asorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya, yaitu sering terjadi
ketidak sempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Universitas Sumatera Utara
Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan oleh Departemen
Kesehatan yang diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu:
1. Antioksidan (Antioxidant)
2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman(Acidity Regulato )
4. Pemanis Buatan (Artificial sweetetrner)
5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11. Sekuasteran (Sequesterant)
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1. Natrium Tetraborat (Boraks)
2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4. Kloramfenicol (Chloramfenicol)
5. Kalium Klorat (POttasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
Universitas Sumatera Utara
8. P-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea
9. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic Acid and its salt)
2.4. Bahan Pengawet
2.4.1. Pengertian Bahan Pengawet
Pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia
pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Istilah awet merupakan pengertian relative terhadap daya awet alamiah dalam kondisi
yang normal. Daya keawetan bahan berbeda beberapa hari beberapa bulan.
Dalam pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan
olahan.
Dalam
teknologi
pangan,
pengertian
pengawetan
tidak
sekedar
memperpanjang umur pakai dan daya guna bahan, tetapi pengawetan sering
merupakan bagian dari pengolahan hasil pertanian yang tidak terpisahkan.
Pengawetan dapat merupakan bagian utama proses pengolahan.
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan
yang disebabkan oleh mokroganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya
ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buahbuahan, dan lain-lian. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang
mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan
bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi,2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba
yang penting dan kemudian memecah senyawa yang berbahaya menjadi tidak
berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi
jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terbaik
kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang
digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet
yang digunakan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai
berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat pathogen maupun yang tidak phatogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkulitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan pengguanaan bahan yang salah
satu atau tidak memenuhiu persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.4.3. Jenis Bahan Pengawet
Berdasarkan sumbernya, bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Zat Pengawet Anorganik
Universitas Sumatera Utara
Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfite,
hydrogen, peroksida, nitrat dan nitrit. Selain untuk mencegah tumbuhnya
bakteri
Clostridium
botulinum,
senyawa
juga
berfungsi
untuk
mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses
curing daging.
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organic ini digunakan baik dalam bentuk
asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yangn sering dipakai
sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate,
asam asetat dan epoksida.
Pengawet yang berasal dari senya organic biasanya digunakan untuk produkproduk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan serta selai dan
jeli.
2.5. Formalin
2.5.1. Pengertian Formalin
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 3040%. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan,
yaitu dengan kadar formaldehidnya 40,30.20 dan 10% serta dalam bentuk tablet yang
beratnya masing-masing sekitar 5 gra. Formalin adalah larutan yang tidak bewarna
dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid
dalam air. Biasanya ditambahkan methanol hingga 15% sebagai pengawet
(Handayani, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa yang kita dengar
masyarakat, diasntaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid,
oxomethane, polyoxymethyleneglycols, methanol, formofrom, superlysoform formic
aldehyde,
formalith,
tetraoxymethylene,
methyl
oxide,
karsan,
trioxane,
oxymethylene dan methylene glycol (Nurheti, 2007).
Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas
formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol
10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulakan pedih
pada mata. Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena
hanya mempunyai satu atom karbon (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
2.5.2. Fungsi Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam bebagai keperluan jenis
industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakain, pembasmi lalat maupun
berbagi serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai
pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan
pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, ppengawet produk
kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai
sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin
digunakan sebagai bahan perekat untuk produksi kayu lapis (plywood). Dalam
konsentrasi yang sangat kecil (