Analisa Pewarna dan Pemanis Buatan pada Saus Cabai Bakso Bakar dan ‘Saus Gejrot Tahu Dangdut’ yang Dijajakan di Kawasan USU Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Saus
Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa

latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah masakmemasak berarti cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau
dihidangkan bersama-sama makanan sebagai penyedap atau agar makanan
kelihatan bagus. Saus juga dapat diartikan sebagai cairan kental (pasta) yang
terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma
dan rasa yang merangsang dengan atau tanpa rasa pedas. Saus merupakan salah
satu produk olahan pangan yang sangat populer. Saus tidak saja hadir dalam
sajian seperti mie bakso atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap
nasi goreng, mie goreng dan aneka makanan fast food (Wikipedia, 2015).
2.1.1

Saus Cabai
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2891-1992), saus cabai


didefinisikan sebagai saus yang diperoleh dari pengolahan bahan utama cabai
(Capsicum sp) yang telah matang dan bermutu baik, dengan atau tanpa

penambahan bahan makanan lain, serta digunakan sebagai penyedap makanan
misalnya pada mie, gorengan dan saat ini sedang maraknya digunakan pada
jajanan berupa bakso bakar.

8
Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.1 Bakso Bakar dengan olesan Saus Cabai
2.1.2

“Saus Gejrot”
“Saus gejrot” ialah saus pedas manis yang dibuat dengan bahan utama

berupa kecap manis ataupun gula merah serta ditambahkan dengan cabai
(dihaluskan), bawang merah dan bawang putih (dihaluskan), air, garam, asam

cuka, tepung maizena dan penyedap, yang biasanya dikonsumsi sebagai saus pada
“tahu dangdut”. “Tahu dangdut” ialah jajanan yang terbuat dari tahu yang
digoreng kemudian di dalamnya diisi dengan sayuran seperti buncis, wortel dan
kentang.

Gambar 2.2 Saus Gejrot dan Tahu Dangdut
2.2

Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau food additive adalah senyawa

ataupun campuran dari berbagai senyawa dan bukan merupakan bahan utama
yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman pada proses
pengolahan, pengemasan dan penyimpanan untuk mendapatkan hasil yang lebih
menarik (Hardinsyah dan Fadilla, 2001).

Universitas Sumatera Utara

10


Menurut Irianto dan Waluyo (2007), Bahan Tambahan Pangan (aditif)
adalah zat yang ditambahkan pada makanan dalam jumlah kecil untuk
memperbaiki rupa, susunan atau sifat makanan. Bahan Tambahan Pangan tersebut
bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa juga tidak.
2.2.1

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah untuk meningkatkan

atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan. Bahan tambahan
pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila tidak digunakan untuk
menyembunyikan atau menutupi penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan dan tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja
yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan serta tidak
digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2009).
Sesuai PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012, Bahan Tambahan Pangan
yang digunakan dalam pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak
diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
b. BTP dapat mempunyai nilai gizi atau tidak, yang sengaja ditambahkan ke

dalam

pangan

pada

pembuatan,

pengolahan,

pengemasan

dan

penyirmpanan sehingga diharapkan menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak
langsung.
c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.


Universitas Sumatera Utara

11

2.2.2

Jenis Bahan Tambahan Pangan
Secara umum bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua bagian besar,

yaitu (Fardiaz, 2007) :
a. Dengan sengaja ditambahkan (Direct Additives atau Intentional food Additives)
Adalah bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan pada makanan.
Jumlah penambahannya telah ditentukan untuk menghindari dampak yang kurang
baik bagi kesehatan. Untuk hal ini dibagi dalam 3 kategori :
1. Bahan tambahan pangan bersifat aman atau GRAS (Generally Recognize
As Safe), dengan dosis yang relatif tidak dibatasi, misalnya pati (sebagai

pengental).
2. Bahan tambahan pangan yang boleh digunakan namun harus mendapat
persetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan). Misalnya, zat warna yang
sudah dilengkapi sertifikat dari negara asalnya bahwa aman dan boleh
digunakan

pada

makanan

(Diluar

daftar

PERMENKES

RI No.

722/Menkes/PerIX/1988).
3. Bahan tambahan pangan yang digunakan dengan dosis tertentu, dimana
untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum, sesuai PERMENKES
RI No. 722/Menkes/PerIX/1988 (sekarang PERMENKES RI No. 033

Tahun 2012).
b. Tidak sengaja ditambahkan (Indirect Additives atau Incidental food Additives)
Adalah bahan tambahan pangan yang tanpa sengaja masuk pada rantai
makanan, penyebabnya timbul dari berbagai akibat penyimpangan dalam

Universitas Sumatera Utara

12

produksi, pembuatan, cara kerja, pengemasan maupun pemasaran makanan.
Beberapa bahan kimia ikutan yang dapat menimbulkan indirect additives ialah :
1. Residu pestisida kimia yang terdapat pada hasil-hasil pertanian atau
perkebunan akibat penggunaan pestisida kimia pada saat penanaman.
2. Bahan tambahan pangan atau obat-obatan yang diberikan pada makanan
ternak, berupa antibiotik, hormon dan lain-lain yang umumnya terbawa
pada produk daging, telur dan susu.
3. Unsur-unsur bahan pengemas yang terlepas pada makanan.
4. Zat pencemar yang berasal dari proses pengolahannya, misalnya minyak
pelumas yang digunakan pada mesin pembuat makanan.
Berdasarkan PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan

Tambahan Pangan, jenis BTP yang diizinkan dalam penggolongan diantaranya
ialah :
1. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent)
Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan untuk membentuk
karbonasi di dalam pangan, misalnya karbondioksida.
2. Pemanis (sweetener)
Pemanis (sweetener ) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan
pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.
a. Pemanis Alami (Natural Sweetener )
Pemanis Alami (Natural Sweetener ) adalah pemanis yang dapat ditemukan
pada bahan alam walaupun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi.
Contohnya: sorbitol, manitol, laktitol, silitol dan eritritol.

Universitas Sumatera Utara

13

b. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)
Pemanis buatan (Artificial Sweetener ) adalah pemanis yang diproses secara
kimiawi dan tidak terdapat pada alam. Contohnya: aspartam, asam

siklamat, sakarin, sukralosa dan neotam.
3.

Pengawet (Preservative )
Pengawet (Preservative ) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah dan
menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya
terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya: asam
sorbat, asam benzoat, etil para-hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit, nitrat,
asam propionat dan lisozim hidroklorida.

4.

Penguat rasa (Flavour enhancer )
Penguat rasa (Flavour enhancer ) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkuat dan memodifikasi rasa dan aroma yang telah ada dalam bahan
pangan tanpa memberikan rasa atau aroma baru. Contohnya: asam L-glutamat
dan garamnya, asam guanilat dan garamnya, asam inosinat dan garamnya dan
garam-garam dari 5-ribonukleotida.

5.


Pewarna (Colour )
Pewarna (Colour ) adalah bahan tambahan pangan terdiri dari pewarna alami
dan pewarna sintetis yang ketika ditambahkan pada pangan mampu memberi
dan memperbaiki warna.
a. Pewarna alami (Natural Colour )
Pewarna alami (Natural Colour ) adalah pewarna yang dibuat melalui
proses ekstraksi, isolasi atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan,

Universitas Sumatera Utara

14

hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk pewarna identik alami.
Contohnya : kurkumin, riboflavin, karmin, klorofil, karamel, beta karoten,
karotenoid, merah bit, antosianin dan titanium dioksida.
b. Pewarna sintetis (Synthetic Colour )
Pewarna sintetis (Synthetic Colour ) adalah pewarna yang diperoleh secara
kimiawi. Contohnya : tartrazin, kuning kuinolin, kuning FCF, karmoisin,
ponceau 4R, eritrosin, merah allura, indigotin, biru berlian, hijau FCF dan

coklat HT.
Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 ialah :
1. Asam borat

7. Kokain

2. Asam salisilat

8. Nitrobenzen

3. Dietilpirokarbonat

9. Sinamil antranilat

4. Dulsin

10. Dihidrosafrol

5. Formalin

11. Biji tonka

6. Kalium bromat

12. Minyak kalamus

Adapun

menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan pangan di atas masih ada
tambahan kimia lain yang dilarang penggunaannya yaitu rhodamin B (pewarna
merah), methanil yellow (pewarna kuning) dan potasium bromat ( pengeras)
(Cahyadi, 2009).

Universitas Sumatera Utara

15

Selain kedua peraturan di atas, pengawasan bahan berbahaya yang
disalahgunakan dalam pangan juga diatur dalam Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri RI dan Kepala BPOM RI nomor 43 tahun 2013, yaitu terhadap :
a. Asam borat
b. Boraks
c. Formalin (larutan formaldehid)
d. Parafomaldehid (serbuk dan tablet paraformaldehid)
e. Pewarna merah rhodamin B
f. Pewarna merah amaranth
g. Pewarna kuning metanil (methanil yellow)
h. Pewarna kuning auramin
2.3

Zat Pewarna
Warna merupakan salah satu faktor sensori yang dipakai manusia untuk

menilai suatu produk, sehingga dengan melihat suatu warna manusia dapat merasa
senang atau sedih, suka atau tidak suka, kecewa dan marah. Makanan yang
bergizi, enak dan teksturnya yang sangat baik tidak akan dimakan jika memiliki
warna yang tidak sedap dipandang ataupun memberi kesan telah menyimpang dari
warna yang seharusnya. Warna merupakan faktor yang dapat menentukan mutu
pangan serta digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan yang dapat
dilihat dari warna yang seragam dan merata (Winarno, 2004).
Zat pewarna adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
meningkatkan dan memberi warna makanan serta mengembalikan warna yang
hilang sewaktu pengolahan dan penyimpanan kepada warna aslinya. Zat pewarna

Universitas Sumatera Utara

16

juga digunakan untuk membuat warna produk olahan menjadi seragam dan
memberikan karakteristik warna yang diinginkan pada makanan (Enie, 2006).
Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan,
terutama produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh
industri kecil ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga
ditemukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar (Yuliarti,
2007).
2.3.1

Jenis Zat Pewarna
Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna

yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan yaitu :
1. Pewarna Alami
Zat pewarna alami sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat misalnya
kunyit untuk warna kuning dan daun suji untuk warna hijau. Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kini telah ditemukan zat pewarna
sintetis yang penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah (Cahyadi,
2009).
Warna cemerlang yang terdapat pada tumbuhan dan hewan dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman. Beberapa
pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi bagi tubuh seperti karotenoid,
riboflavin dan kobalamin. Selain menghasilkan warna, pewarna alami juga dapat
dimanfaatkan sebagai bumbu (misalnya kunir dan paprika) serta sebagai pemberi
rasa (misalnya karamel) ke bahan olahannya. Umumnya pewarna alami aman

Universitas Sumatera Utara

17

digunakan dalam jumlah yang besar sekalipun karena zat yang terkandung di
dalamnya tidak mengganggu kesehatan (Cahyadi, 2009).
Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak
daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang baik.
Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan
aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang
lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh
karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis (Lubis,
2009).
Tabel 2.1 Daftar Zat Pewarna Alami yang diizinkan di Indonesia
No
Warna
Nama
Nomor Indeks
1
Merah
Alkanat
75520
2
Merah
Karmin
75470
3
Kuning
Annato
75120
4
Kuning
Karoten
75130
5
Kuning
Kurkumin
75300
6
Kuning
Safron
75100
7
Hijau
Klorofil
75810
8
Biru
Ultramarin
77007
9
Coklat
Karamel
10
Hitam
Carbon black
77266
11
Hitam
Besi oksida
77499
12
Putih
Titanium dioksida
77891
Sumber : Winarno, 2004

Berdasarkan tabel di atas, zat pewarna alami yang menghasilkan warna
merah adalah alkanat dan karmin. Karmin diperoleh dengan cara mengekstraksi
asam karminat dan kemudian dilapisi aluminium. Zat pewarna karmin ini mahal
sehingga jarang digunakan (Winarno, 2004).

Universitas Sumatera Utara

18

2. Pewarna Sintetis
Pewarna sintetis merupakan zat warna yang diperoleh dengan cara sintesis
kimia yang mengandalkan bahan-bahan kimia sehingga warna yang dihasilkan
lebih kuat meskipun jumlah zat pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu,
walaupun telah mengalami proses pengolahan dan pemanasan warna yang
dihasilkan akan tetap cerah (Cahyadi, 2009).
Proses pembuatan zat pewarna sintetis dilakukan dengan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen ataupun logam
berat lainnya yang bersifat racun. Zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan
bahwa kandungan arsen tidak lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak lebih dari
0,0001 %, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Yuliarti, 2007).
Tabel 2.2 Zat Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
No Warna
Nama
Nomor Indeks
1
Kuning
Tartrazin
19140
2
Kuning
Quinoline yellow
47005
3
Oranye
Sunset yellow FCF
15985
4
Merah
Karmoisin
14720
5
Merah
Ponceau 4R
16255
6
Merah
Eritrosin
45430
7
Merah
Allura red
16035
8
Biru
Indigotin
73015
9
Biru
Brilliant blue FCF
42090
10 Hijau
Fast green FCF
42053
11 Coklat
Brown HT
20285
Sumber : Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88

Seperti yang tertera pada tabel 2.2 bahwa warna merah dari zat pewarna
sintetis yang diizinkan dihasilkan oleh karmoisin, ponceau 4R, eritrosin dan allura
red. Menurut Walford (1980), ponceau 4R dikenal dengan brilliant scarlet 4R

atau cochineal red A memiliki warna merah gelap, larut dalam air dan sering
digunakan dalam pembuatan permen, makanan laut yang dibekukan, buah dan

Universitas Sumatera Utara

19

sayuran kaleng. Di Inggris, rata-rata asupan yang diizinkan untuk zat pewarna
ponceau 4R adalah 0,88 mg/kg dan perkiraan asupan per hari yang ditetapkan

oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) adalah 0,125
mg/kg berat badan.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Tabel 2.3 Zat Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna
Nomor Indeks Warna
Citrus red No.2
12156
Ponceau 3 R
(Red G)
16155
Ponceau SX
(Food Red No. 1)
14700
Rhodamin B
(Food Red No. 5)
45170
Guinea Green B
(Acid Green No. 3)
42085
Magenta
(Basic Violet No. 14)
42510
Chrysoidine
(Basic Orange No. 2)
11270
Butter Yellow
(Solveent yellow No. 2)
11020
Sudan I
(Food yellow No. 2)
12055
Methanil Yellow
(Food yellow No. 14)
13065
Auramine
(Ext. D & C Yellow No. 1)
41000
Oil Oranges SS
(Basic Yellow No. 2)
12100
Oil Oranges XO
(Solvent Oranges No. 7)
12140
Oil Yellow AB
(Solvent Oranges No. 5)
11380
Oil Yellow OB
(Solvent Oranges No. 6)
11390

Sumber : Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88

Dari berbagai pewarna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna
makanan, yang paling banyak digunakan adalah rhodamin B dan methanil yellow.
Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang umum digunakan sebagai

pewarna tekstil. Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman dalam
waktu lama akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun, jika
terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi
gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui
makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan
gejala keracunan dengan urin yang berwarna merah maupun merah muda
(Yuliarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara

20

2.3.2

Batasan Maksimum Penggunaan Zat Pewarna
Tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam mentolerir

konsumsi bahan makanan yang disebut ADI (Acceptable Daily Intake ). ADI
didefinisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila
dikonsumsi seumur hidup tampaknya tanpa risiko berarti berdasarkan semua fakta
yang diketahui pada saat itu (Lu, 2006).
ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai standar
digunakan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara
berkembang lainnya. Satuan ADI adalah mg bahan tambahan pangan per kg berat
badan. Semakin kecil tubuh seseorang maka semakin sedikit bahan tambahan
pangan yang dapat diterima oleh tubuh (Asrik, 2009).
Tabel 2.4 Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna dalam Miligram
Umur
Zat Pewarna
6-23 Bulan
6-12 Tahun
18-44 Tahun
Brilliant Blue FCF
0,52
1,0
0,76
Aluminium Lake
Indigotine
0,35
0,54
0,49
Aluminium Lake
Fast Green FCF
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Aluminium Lake
Erythrosine
1,3
2,8
2,1
Aluminium Lake
Allura Red
2,2
4,9
3,8
Aluminium Lake
Allura Red
Tidak ada
1,8
2,5
Calcium Lake
Tartrazine
2,2
4,3
3,0
Aluminium Lake
Tartrazine
0,09
0,10
0,11
Calcium Lake
Sunset Yellow FCF
1,1
2,7
1,7
Aluminium Lake
Total
7,8
18,1
14,5
Sumber : Walfrod, 1984

Universitas Sumatera Utara

21

Seperti halnya zat pewarna sintetis, zat pewarna alami juga memiliki batas
maksimum pemakaian seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.5 Batas Maksimum ADI untuk Zat Pewarna Alami
Zat Pewarna
ADI Maksimum, mg/kg
Annato
1,25b
Kantaxantin
12,50a
2,50a
-Apo-8’-karotenal
2,50a
-Karoten
Kunyit (Turmeric )
0,50b
Riboflavin
0,50b
Sumber : Noonan (1981) dalam Winarno, 2004.
Keterangan :
a = sudah bersifat mutlak berdasarkan penelitian tentang sifat toksik dan
metabolisme dalam tubuh.
b = masih bersifat sementara karena data tentang tingkat keamanannya belum
lengkap.

Batas maksimum penggunaan zat pewarna baik alami ataupun sintetis
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Bahan Tambahan Pangan
tahun 1995 dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.3.3

Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan
Penggunaan zat pewarna dalam makanan akan berdampak positif dan

negatif. Dampak positif yang bisa dirasakan oleh produsen dan konsumen
diantaranya dapat mengendalikan warna asli suatu produk makanan yang rusak
atau pudar akibat proses pengolahan, memperbaiki warna yang kurang menarik,
memberi warna yang seragam pada produk yang diolah pada waktu yang
berlainan serta untuk menarik perhatian konsumen (Cahyadi, 2009).
Tidak semua makanan yang kita konsumsi mengandung zat pewarna yang
dinyatakan berbahaya sesuai PERMENKES RI No. 722/Menkes/PerIX/1988
(sekarang PERMENKES RI No. 033 Tahun 2012). Namun demikian, penggunaan
zat pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman,

Universitas Sumatera Utara

22

pemakaian dalam jumlah besar tetap dapat membahayakan kesehatan (Yuliarti,
2007).
Penggunaan bahan-bahan aditif secara terus menerus dan melebihi kadar
yang telah ditentukan, menyebabkan zat tersebut terakumulasi (tertimbun) dalam
tubuh yang dapat merusak jaringan dan organ. Seperti pada penggunaan zat
pewarna sintetis dengan kadar yang tinggi, sehingga hati akan bekerja keras untuk
merombaknya agar dapat dikeluarkan dari hati. Hati memiliki kemampuan
terbatas untuk merombak zat pewarna sehingga akan ada yang tertimbun di hati
kemudian dapat mengganggu fungsi ginjal. Bahan tambahan sintetis tidak hanya
mengganggu kesehatan tetapi juga menyebabkan nilai gizi pada makanan tertentu
berkurang (Irianto dan Waluyo, 2007).
Tabel 2.6 Dampak Zat Pewarna Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan
Jenis Zat Pewarna
No
Dampak Terhadap Kesehatan
Sintetis
1
Tartazine
Reaksi alergi khususnya bagi orang yang sensitif pada
asam asetilsiklik dan asam benzoat, asma, dan
mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak.
2
Sunset yellow FCF Radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang,
muntah-muntah dan gangguan pencernaan.
3
Allura Red AC
Memicu kanker limpa.
4
Ponceau 4R
Kerusakan sistem urin dan dapat memicu timbulnya tumor,
hiperaktif pada anak-anak, serta sebagai penyebab kanker.
5
Red 2G
Gatal-gatal dan ruam kulit.
6
Fast Red E
Lebih beresiko terhadap penderita hepatitis B kronik dan
kanker hati
7
Amaranth
Tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan hiperaktif ada
anak-anak.
8
Briliant Black BN
Kanker hati
9
Brown HT
Kanker hati
10 Brilliant blue FCF Ruam kulit dan hiperaktivitas
11 Fast Green FCF
Reaksi alergi dan produksi tumor.
12 Erythrosine
Mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas pendek, dada
sesak, sakit kepala, iritasi kulit, kemunduran kerja otak dan
menurunnya konsentrasi belajar.
Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dalam Cahyadi (2009).

Universitas Sumatera Utara

23

Dampak di atas dapat terjadi jika penggunaan zat pewarna sintetis tidak
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebaiknya
sebelum membeli makanan dan minuman harus meneliti kondisi fisik, kandungan
bahan pembuatnya dan kehalalannya melalui label yang terdapat pada kemasan
pangan tersebut agar keamanan makanan yang dikonsumsi senantiasa terjaga.
Penggunaan zat pewarna yang bukan untuk makanan juga dapat
membahayakan kesehatan, misalnya penggunaan rhodamin B. Rhodamin B sangat
berbahaya jika terhirup, mengenai mata ataupun tertelan yang menyebabkan
terjadinya iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan pada
mata, serta iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati. Ciri-ciri makanan
yang mengandung zat pewarna rhodamin B antara lain makanan berwarna merah
mencolok, lebih terang dan cenderung berpendar serta banyak memberikan titiktitik warna karena tidak homogen serta memiliki rasa agak pahit (Yuliarti, 2007).
2.4

Zat Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan untuk

keperluan produk olahan pangan, industri serta makanan dan minuman kesehatan.
Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma makanan dan
minuman, memperbaiki sifat fisik pangan dan digunakan sebagai pengawet,
sumber kalori tubuh dan untuk mengontrol pemeliharaan dan penurunan berat
badan, mengurangi kerusakan gigi serta sebagai bahan substitusi pemanis utama
(Cahyadi, 2009).
Rasa manis merupakan suatu sensasi yang sangat penting bagi manusia
karena menyebabkan respon positif yang menyenangkan. Respon tersebut

Universitas Sumatera Utara

24

dijumpai sejak dalam kandungan hingga manusia lahir. Di seluruh dunia
kebiasaan makan sampai saat ini dengan berbagai cara memerlukan rasa manis,
hal ini terlihat pada produksi gula dunia yang terus berkembang sejak tahun 1990
(Munte, 2003).
2.4.1

Jenis Zat Pemanis
Berdasarkan sumbernya pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis

alami dan pemanis buatan (sintetis).
1. Pemanis Alami
Pemanis alami berasal dari tumbuhan dan hewan. Tanaman penghasil
pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta
vulgaris L). Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal

sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa pemanis alami yang sering digunakan
adalah (Cahyadi, 2009) :
1. Sukrosa

6. D-Fruktosa

2. Laktosa

7. Sorbitol

3. Maltosa

8. Manitol

4. Galaktosa

9. Gliserol

5. D-Glukosa

10. Glisina

Contoh pemanis alami yang sering digunakan adalah (Situmeang, 2010) :
1. Gula Tebu
Gula tebu mengandung zat pemanis fruktosa yang merupakan salah satu
jenis glukosa. Gula tebu disebut juga dengan gula pasir, diperoleh dari tanaman
tebu dan merupakan pemanis yang paling banyak digunakan. Selain memberi rasa

Universitas Sumatera Utara

25

manis, gula tebu juga bersifat mengawetkan. Gula tidak mengandung vitamin,
tidak ada serat, hanya memiliki sejumlah kecil mineral, akan tetapi mengandung
394 kkal dalam 100 gram bahan.
2. Gula Merah
Gula merah adalah pemanis dengan warna coklat dan merupakan pemanis
kedua yang banyak digunakan setelah gula tebu. Gula jenis ini sering digunakan
pada makanan tradisional seperti bubur, dodol dan gulali.
3. Madu, merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu.
2. Pemanis Sintetis
Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan pangan yang dapat
memberikan rasa manis pada makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Pada
mulanya pemanis buatan (sintetis) diproduksi dengan tujuan komersil untuk
memenuhi ketersediaan poduk makanan dan minuman bagi penderita diabetes
melitus (kencing manis) yang harus mengontrol kalori makanannya. Namun,
dalam perkembangannya pemanis buatan (sintetis) mengalami diversifikasi
fungsi. Kalangan pengusaha juga menggunakannya untuk meningkatkan rasa
manis dan cita rasa pada produk-produk yang sudah mengandung gula (Syah dkk,
2005).
Diantara berbagai jenis pemanis buatan, hanya beberapa saja yang
diizinkan penggunaannya dalam makanan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985, diantaranya sakarin yang mempunyai rasa
manis 200-700 kali dari gula, siklamat yang mempunyai rasa manis 30-300 kali

Universitas Sumatera Utara

26

dari gula dan aspartam yang mempunyai rasa manis 180-200 kali dari gula dalam
jumlah yang dibatasi atau dengan dosis tertentu.
Tabel 2.7 Daftar Pemanis Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Nama
Batas Maksimal
Pemanis ADI
Jenis Bahan Makanan
Penggunaan
Sintetis
Sakarin
0- 2,5 Makanan berkalori rendah
(serta
mg
a. Permen karet
a. 50 mg/kg (sakarin)
b. Permen
b. 100 mg/kg (Na-sakarin)
Garam
c. Saus
c. 300 mg/kg (Na-sakarin)
Natrium)
d. Es krim dan sejenisnya
d. 200 mg/kg (Na-sakarin)
e. Es lilin
e. 300 mg/kg (Na-sakarin)
f. Jam dan jeli
f. 200 mg/kg (Na-sakarin)
g. Minuman ringan
g. 300 mg/kg (Na-sakarin)
h. Minuman yoghurt
h. 300 mg/kg (Na-sakarin)
i. Minuman ringan fermentasi i. 50 mg/kg (Na-sakarin)
Siklamat
Makanan berkalori rendah
(serta
a. Permen karet
a. 500 mg/kg dihitung
garam
sebagai asam siklamat
natrium
b. Permen
b. 1 g/kg dihitung sebagai
dan
asam siklamat
garam
c. Saus
c. 3 g/kg dihitung sebagai
kalsium)
asam siklamat
d. Es lilin
d. 3 g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
e. Minuman yoghurt
e. 3 g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
f. Minuman ringan fermentasi f. 500 mg/kg dihitung
sebagai asam siklamat
Aspartam 0 - 40
mg
Sorbitol
Kismis, Jam dan jeli, roti serta
5 g/kg
makanan lain
300 g/kg
120 g/kg
Sumber : Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999

Penetapan jenis pemanis yang diizinkan dan batas ADI di Indonesia
mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug
Administration (FDA) atau Codex Alimentaris Commission (CAC) (Ambarsari,

2008).

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 2.8 Beberapa Jenis Pemanis Buatan Pengganti Sukrosa yang
Diizinkan Penggunaannya di Indonesia
ADI
Jumlah Tingkat
(mg/kg
Jenis Bahan
Kalori KemaniSifat
Pemanis
berat
(kkal/g)
san*
badan)
Alitam
1.4
2000
0.34
- Penggunaannya bersama pemanis
lain bersifat sinergis
- Dapat dicerna oleh enzim pencernaan
Acesulfame- 0
200
15
- Relatif lebih stabil dibandingkan
K
jenis pemanis lainnya
- Tidak dapat dicerna, bersifat non
glikemik dan non kariogenik
Aspartam
0.4
180
50
- Stabil pada kondisi kering, namun
tidak tahan panas
- Berbahaya
bagi
penderita
fenilketonuria
karena
dapat
menyebabkan risiko penurunan
fungsi otak
- Dapat menimbulkan gangguan
tidur dan migrain bagi yang sensitif
Neotam
0
7000
0-2
- Terurai secara cepat dan dibuang
sempurna tanpa akumulasi oleh
tubuh melalui metabolisme normal
Sakarin
0
300
5
- Timbul reaksi dermatologis bagi
anak-anak yang alergi terhadap
sulfa
- Berpotensi memacu pertumbuhan
tumor dan bersifat karsinogenik
Siklamat
0
300
0-11
- Dalam
dosis
tinggi
dapat
menyebabkan tumor kandung
kemih, paru, hati dan limpa
sukralosa
0
300
0-15
- Stabil pada kondisi panas
- Tidak dapat dicerna dan langsung
dikeluarkan oleh tubuh tanpa
perubahan
*dibandingkan dengan sukrosa
Sumber : SNI 01-6993-2004, BPOM 2004

2.4.2

Dampak Pemanis Sintetis pada Makanan Terhadap Kesehatan
Beberapa efek penggunaan pemanis buatan (sintetis) akan membahayakan

kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Hasil penelitian National
Academy of Science tahun 1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang

Universitas Sumatera Utara

28

dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan. Namun, konsumsi sakarin yang terlalu banyak akan
merugikan bagi orang-orang yang tidak memerlukan diet khusus terutama usia
anak-anak karena dapat menimbulkan diare. Sakarin juga dapat menyebabkan
kanker pada hewan percobaan di laboratorium” (Luthana, 2008).
Pengujian terhadap keamanan siklamat juga dilakukan pada tahun 1967
dengan hasil bahwa siklamat dapat merubah usus ke cyclohexylamine yang dapat
menjadi karsinogenik. Namun hal ini hanya berlaku pada beberapa individu saja
yang memiliki kemampuan merubah usus ke cyclohexylamine (Deman, 1980).
2.5

Kerangka Konsep
Saus
Cabai

Zat Pewarna
Buatan

Uji
Kualitatif

Diizinkan

Sakarin
Saus
Gejrot

Tidak
Diizinkan

Uji
Kuantitatif
Siklamat

PERMENKES RI No. 033
Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan.
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara