Identifikasi Zat Pewarna Sintetis Pada Saus Cabe Naga Dengan Metode Kromatografi Kertas
KROMATOGRAFI KERTAS
TUGAS AKHIR
052401080
IKA RAHMAYANI
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA SINTETIS
PADA SAUS CABE NAGA DENGAN METODE
KROMATOGRAFI KERTAS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya
052401080
IKA RAHMAYANI
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(3)
Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88, Bahan Tambahan Makanan. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No.239/Men.Kes/ PER/V/85. Jakarta Id. Wikipedia Indonesia . Org,. 2008. Pewarna Makanan dan Minuman . Wikimedia
Foundation, Inc. 04 – 05-2008.
Jhon, W ,. 1980. Development In Food Colours – 1. Applied science Publishing LTD . London .
Mudjajanto , E . S,. 2006. Pewarna Makanan . Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian . IPB . Bogor.
Roy ,G.J, Bobbit M. James, dan Schwarting, E. Arthur,. 1991. Pengantar
Kromatografi. ITB. Bandung.
Sastroamidjojo, H., 1992. Kromatografi . Liberty. Yogyakarta .
Srifatimah, E,. 1999. Pemakaian Zat Warna pada Industri Pangan. Laboratorium Rekayasa Genatika. ITB. Bandung .
Sudarmadji, S. Bambang H, dan Suhardi,. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta .
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi . Cetakan Kedelapan . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
www.Departemen Kesehatan RI.co.id,. 2006. Gambaran Penggunaan Zat Warna di
Inggris. Maintained by Pusat Data dan Informasi. 05-05-2008.
Tentang Pewarna. Halal Guade. Jakarta . 18-04-2008.
www.Indigo. Com, . 1994. Hasil Kromatografi Kertas. Science Supplies/Filter Paper. 12-05-2008.
www. Republika .co.id, Gartjito, M, . 2006. Pusat Kajian Makanan Tradisional. UGM – Press. Yogyakarta . 11-03-2008.
(4)
PERSETUJUAN
Judul : IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA SINTETIS
PADA SAUS CABE NAGA DENGAN METODE KROMATOGRAFI KERTAS
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : IKA RAHMAYANI
Nomor Indik Mahasiswa : 052401080
Program studi : DIPLOMA III KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juni 2008
Diketahui/Disetujui oleh Pembimbing Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua
DR. Rumondang Bulan Nst, M.Si Andriayani, SPd. M.Si NIP 131 459 466 NIP 132 240 513
(5)
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI ZAT PEWARNA SINTETIS PADA SAUS CABE DENGAN METODE KROMATOGRAFI KERTAS
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan , Juni 2008
IKA RAHMAYANI 052401080
(6)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Salawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat.
Adapun tujuan penulis dalam menyusun tugas akhir ini adalah sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program studi D-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan karya ilmiah ini tak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dorongan dari pihak keluarga, pihak-pihak tertentu serta dari rekan-rekan seperjuangan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya.
Teristimewa buat keluarga dan kedua orang tua penulis tercinta yaitu ayahanda
Tugimin dan ibunda Poniah yang telah mendidik , membiayai serta memberikan
dukungan dan do’a yang tiada putus-putusnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Juga buat abangda Adi Suyono, Bambang Sugiri, dan kakanda Juliana Pratiwi, Nur Asiyah, Lia, serta adinda Titin Hartini, Rini Sugiarti beserta seluruh keluarga penulis yang lain.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain :
1. Ibu Andriayani Spd. M.Si , selaku Dosen Pembimbing yang banyak meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Djhony Siahaan dan Ibu Dra. Nina Refida, Apt, selaku Pembimbing Lapangan Balai Besar POM yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan PKL.
5. Buat rekan-rekan PKL Wita, Chairul, dan Subani dan rekan-rekan se-PAKA lainnya. Dan yang terkhusus buat ibu Rosni dan ibu wita serta teman-teman seperjuangan di Mushallah dan di kost yang telah memberikan motivasi dan bantuan serta do’a.
Demikianlah karya ilmiah ini penulis perbuat dan penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun susunannya dikarenakan keterbatasan, kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan penulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak yang menggunakannya.
Medan, Mei 2008
(7)
ABSTRAK
Telah dilakukan identifikasi zat pewarna sintetis yang terdapat dalam saus cabe naga. Untuk menentukan zat pewarna sintetis ini dengan cara kromatografi kertas, dengan menggunakan perbandingan volume isobutanol : etanol : air adalah 3 : 2 : 2 sebagai pengelusi dan dengan Sunset Yellow, Ponceau 4R, Merah Allura, Tertrazin, dan Rhodamin B sebagai larutan baku. Dari hasil analisa tersebut diperoleh zat pewarna sintetis Sunset Yellow dan Ponceau dalam saus cabe naga. Dari hasil analisa ini diketahui bahwa Sunset Yellow dan Ponceau adalah zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk makanan dan minuman. Sehingga saus cabe naga telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi.
(8)
IDENTIFICATION OF THE DYE SYNHTETIC SUBSTANCE IN CHILI SAUCE NAGA BY
PAPER CHROMATOGRAPHI METHOD
ABSTRACT
Have been identify the dye synthetic substance in saus cabe naga. To determine the dye synthetic substance done by using paper Chromatography, with volume comparison of isobutanol : ethanol : water is 3 : 2 : 2 as solven, and with sunset Yellow, Ponceau 4R, Allura Red, Tartrazin, and Rhodamin B as standarts. The result of this analysis have been found that there are sunset Yellow and Ponceau 4R in chili sauce. From this analysis known that the Sunset Yellow and Ponceau 4R are the dye synthetic substance which gets license to use in food and drink. Because of that, the saus cabe naga have pulfilled the requirement for consumption.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ii
Persetujuan iii
Pernyataan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Zat Warna 6
2.2 Peraturan Penggunaan Zat Pewarna 8
2.3 Efek Pada Kesehatan 13
2.4 Analisis Zat Pewarna Sintetis 15
Bab 3 Metodologi , Data dan Pembahasan
3.1 Metode Analisis 21
3.2 Alat dan Bahan 21
3.3 Prosedur 22
Bab 4 Data Dan Pembahasan
4.1 Data 23
4.2 Pembahasan 24
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman Table 2.1. Tabel Pewarna Pangan (sintetik) “certifiet”
Jenis Dyes dan Lakes 12
Table 2.2 Tabel Perbedaan antara dyes dan lakes 13
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Contoh Hasil Kromatografi Kertas Pigmen 17
(12)
ABSTRAK
Telah dilakukan identifikasi zat pewarna sintetis yang terdapat dalam saus cabe naga. Untuk menentukan zat pewarna sintetis ini dengan cara kromatografi kertas, dengan menggunakan perbandingan volume isobutanol : etanol : air adalah 3 : 2 : 2 sebagai pengelusi dan dengan Sunset Yellow, Ponceau 4R, Merah Allura, Tertrazin, dan Rhodamin B sebagai larutan baku. Dari hasil analisa tersebut diperoleh zat pewarna sintetis Sunset Yellow dan Ponceau dalam saus cabe naga. Dari hasil analisa ini diketahui bahwa Sunset Yellow dan Ponceau adalah zat pewarna sintetis yang diizinkan untuk makanan dan minuman. Sehingga saus cabe naga telah memenuhi syarat untuk dikonsumsi.
(13)
IDENTIFICATION OF THE DYE SYNHTETIC SUBSTANCE IN CHILI SAUCE NAGA BY
PAPER CHROMATOGRAPHI METHOD
ABSTRACT
Have been identify the dye synthetic substance in saus cabe naga. To determine the dye synthetic substance done by using paper Chromatography, with volume comparison of isobutanol : ethanol : water is 3 : 2 : 2 as solven, and with sunset Yellow, Ponceau 4R, Allura Red, Tartrazin, and Rhodamin B as standarts. The result of this analysis have been found that there are sunset Yellow and Ponceau 4R in chili sauce. From this analysis known that the Sunset Yellow and Ponceau 4R are the dye synthetic substance which gets license to use in food and drink. Because of that, the saus cabe naga have pulfilled the requirement for consumption.
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu, zat pewarna dari sumber alami telah digunakan untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetika. Tetapi zat pewarna alami kini telah digantikan dengan pewarna buatan yang memberikan lebih banyak kisaran warna yang telah dibakukan (www. Departemen Kesehatan RI. Co. id , 2006).
Zat pewarna dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu zat pewarna alami, zat pewarna identik alami, dan zat pewarna sintetis. Yang masing –masing zat warna ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pewarna alami dapat kita jumpai pada tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral dan sudah dianggap sebagai pewarna yang aman, hanya saja pewarna alami ini stabilitas pigmen rendah, keseragaman warnanya kurang baik dan strukturnya kurang luas. Pewarna identik alami dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna alami. Pada pewarna ini memiliki batas-batas maksimum penggunaan, kecuali beta karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas. Pewarna sintetis memiliki keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Namun penggunaannya masih pada batas-batas maksimum penggunaan.
(15)
Sekarang ini, pewarna sintetis banyak sekali digunakan pada makanan dan minuman, misalnya pada sirup, saus, minuman ringan, pudding, keripik, sereal, kue, sup, es krim, permen, selai, jeli, yogurt, mie, mustart, acar dan jus.
Saus merupakan zat makanan tambahan atau untuk penyedap rasa yang biasanya ditambahkan pada saat makan bakso, mie, sop dan lain-lain. Saus ini biasanya terbuat dari bahan tomat tetapi kadang dibuat dari bahan lain misalnya pepaya, ketela lalu diberi zat pewarna, dari hal tersebut apakah pewarna yang ada pada saus tersebut aman untuk dikonsumsi atau tidak, bila zat pewarna tersebut berasal dari pewarna alami atau pewarna dari bahan baku untuk membuat saus maka pewarna tersebut adalah aman untuk dikonsumsi, tetapi bila pewarna tersebut berasal dari pewarna sintetis terlebih bila pewarna sintetis tersebut bukan pewarna makanan / minuman maka pewarna ini akan berbahaya bagi konsumen (Supriyadi, 2006).
Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/ MENKES/PER/IX/88 yang menyebutkan bahwa makanan yang menggunakan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat kesehatan masyarakat; bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Dan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 239/ MENKES/ PER/ V/ 85 yang menyebutkan bahwa zat warna tertentu yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna bahan atau barang banyak beredar dalam masyarakat yang apabila digunakan pada obat, makanan, dan kosmetika dapat membahayakan masyarakat; bahwa untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh zat warna tertentu seperti ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang
(16)
zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya (Permenkes RI, 1988 & 1985).
Namun di Indonesia, banyak masyarakat yang kurang pengetahuannya terhadap undang-undang di atas, sehingga masih terdapat kecendrungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna sintetis untuk sembarang bahan pangan misalnya zat pewarna tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut .Timbulnya penyalahgunaan zat pawarna tersebut disebabkan oleh ketidak tahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan, atau karena tidak adanya penjelasan tentang larangan penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Disamping itu, harga zat pewarna industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna untuk makanan (Winarno, F.G, 1997).
Dalam minuman, makanan atau saus dalam hal ini saus cabe, sebelum disalurkan kepada konsumen harus dianalisa terlebih dahulu, apakah zat pewarna yang digunakan sudah sesuai dengan zat pewarna bagi makanan dan minuman yang diizinkan di Indonesia. Dalam penulisan karya ilmiah ini adalah identifikasi zat pewarna sintetis pada saus cabe tersebut yang dilakukan dengan metode kromatografi kertas.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penbuatan karya ilmiah ini adalah :
- MengidentifikasiZat pewarna sintetis apa saja yang terkandung didalam saus cabe. - Bagaimana cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis dengan metode Kromatografi
(17)
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan karya ilmiah ini adalah :
- Untuk mengetahui zat warna apa saja yang terkandung di dalam Saus cabe.
- Untuk mengetahui cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis dengan metode Kromatografi Kertas.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan karya ilmiah ini adalah dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis untuk menginformasikan kepada para pembaca tentang zat pewarna sintetis yang terdapat pada saus cabe, serta diharapkan bahwa nantinya penggunaan zat pewarna sintetik pada makanan dan minuman digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pengolahan makanan, suatu batasan luas dari keadaan fisika dan kimia yang sangat sering dihadapi yaitu banyaknya zat yang dapat merusak warna alami yang melekat pada bahan makanan. Untuk itu penambahan pewarna, merupakan hal yang penting untuk mengembalikan penampilan yang layak dan ini merupakan hal yang penting dalam menikmati makanan kita. Penggunaan pewarna sintetik telah diakui untuk beberapa tahun dalam memperbaiki corak pada makanan. dalam penambahan ada alas an ekonomis dalam menambahakan pewarna makanan untuk memperbaiki dan menstandarisasi, agar makanan terlihat akan lebih baik dengan warna yang lebih menarik (Jhon, 1980).
Warna merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan setelah aroma. Aroma yang wangi, rasa yang lezat, dan tekstur yang lembut bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak menarik atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu. Di kalangan anak-anak, warna jelas menjadi daya tarik paling utama di samping bentuk dan kemasan. Bahkan terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau minuman yang ingin mereka beli. Selama warna, bentuk, dan kemasannya menarik, mereka pasti merengek pada orang tuanya untuk membelikan makanan atau minuman tersebut (Gardjito, 2006).
(19)
2.1 Pengertian Zat Pewarna.
Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampilan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Zat pewarna makanan terbagi tiga bagian yaitu pewarna alami, pewarna identik alami dan pewarna sintetis (Mudjajanto, 2006).
2.1.1 Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman dari pada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga tannin, antosianin, antoxantin, karoten dan klorofil, Quonin, xanthon, heme, flavonoid. Dalam
daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi. Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik.
Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan dapat ditemukan pada akar, buah atau batang tanaman termasuk itu pada annato ( warna kuning coklat yang diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil ( hijau), cochineal, saffron, dan turmeric (Sudarmadji, dkk, 1989).
(20)
2.1.2 Pewarna identik alami
Pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas. Pewarna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi (Srifatimah, 1999).
2.1.3 Pewarna sintetis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA)
dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid ( FAO Indonesia, 2007).
Di Amerika Serikat pada tahun 1906 dikeluarkan suatu peraturan yang disebut Food and Drug act yang memuat tujuh macam zat pewarna yang diijinkan untuk dipakai pada bahan makanan (orange no.1, erythrosine, ponceau 3 R, amaranth
,indigotin, naphtol-yellow, dan light green). Pada masa itu telah ada suatu system
pemberian sertifikat terhadap zat pewarna yang dilakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, tetapi sertifikasi tersebut belum merupakan suatu keharusan.
(21)
Setelah mengalami berbagai pengujian antara lain uji fisiologi, zat pewarna baru bertambah banyak.urutan penambahan zat pewarna yang diijinkan berdasarkan tahun adalah : Tartrazine (1916), Yellow AB dan OB (1918), Guinea green (1922), Fast Green (1927), Ponceau SX, Sunset Yellow, Briliant Blue (1929), Violet no.1 (1950), FD & C Lakes (1959), Orange B (1966), FD & C Red no. 40 (1971) (Winarno, 1997).
2.2 Peraturan Penggunaan Zat Pewarna
Sejak tahun 1938 di Amerika juga telah dikeluarkan peraturan baru yaitu yang disebut Food, Drug and Cosmetic Act (FD & C) yang memperluas ruang lingkup peraturan tahun 1906 dalam mengatur penggunaan zat pewarna. Zat pewarna dapat digolongkn atas tiga katagori yaitu FD & C Color, D & C Color, dan D & C.
FD & C Color adalah zat pewarna yang diijinkan untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik D & C diizinkan penggunaannya dalam obat-obatan dan kosmetik, sedangkan untuk bahan makanan dilarang Ext D & C diizinkan dalam jumlah terbatas pada obat-obatan luar dan kosmetik (Winarno, 1997).
Di Indonesia, peraturan mengenai zat pewarna yang diizinkan dan yang dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan makanan. Akan tetapi sering kali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna (Cahyadi, 2006).
Pada tahun 1960 dikeluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang disebut Colour Additive Amandement yang dijadikan undang-undang.Dalam undang-undang yang baru ini zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified colour dan uncertified colour. Perbedaan antara certified dan uncertified
(22)
colour adalah : bila certified colour merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, maka uncertified colour adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
2.2.1 Certifiet Colour
Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut sebagai permitted colour atau certified colour. Zat pewarna ini harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Ada dua macam yang tergolong pada certified colour yaitu pewarna sintetis golongan dyes dan lakes. Zat pewarna yang tergolong dyes telah melalui prosedur sertifikasi yang ditetapkan oleh US-FDA (Food and Drug Administration). Sedangkan zat pewarna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan pewarna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified colour terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat didalamnya (Cahyadi, 2006).
A . Dyes
Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propelin glikol, gliserin atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, pasta dan dispersi (Cahyadi, 2006).
(23)
FD & C dye terbagi atas empat kelompok yaitu Azo dye, triphenylmethane dye, fluorescein, dan sulfonated indigo ( Winarno, 1997).
1. E124 atau Ponceau 4R, No Indeks 16255
Struktur kimia Ponceau ,C20H14N2O10C . Ponceau termasuk golongan azo, berupa 3
serbuk berwarna merah , sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan merah ,sedikit larut dalam alkohol 95 %.
Struktur kimia sunset yellow, C16H10Na2O7S2N2. Sunset yellow termasuk golongan
monazo, berupa tepung berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit larut dalam alcohol 95% dan mudah larut dalam gliserol dan glikol.ketahanan terhadap cahaya dan oksidator hampir sama dengan tartrazine,sedangkan ketahanan terhadap FeSO4
Struktur kimia tartrazin, C
lebih rendah. Pemakaian alat-alat tembaga akan menyebabkan warna larutan zat warna menjadi coklat gelap,
opaque, dan keruh. Dengan alasan, warna larutan hanya sedikit menjadi kemerahan.
3. E102 atau FD & C Yellow 5 (Tartrazine) No Indeks 19140
16H9N4Na3O9S2. Tartrazin (dikenal juga sebagai E102
atau FD & C Yellow 5) adalah pewarn
sebagai coal tar, yang
merupakan campuran dari senyaw Karena kelarutannya dalam air, tartrazin umum digunakan sebagai bahan pewarna minuma 427±
(24)
dengan E133 Biru Brilia menghasilkan sejumlah variasi warna hijau. Parlemen Eropa mengizinkan penggunaan
senyawa ini di negarCouncil Directive)
94/36/EC.
Berikut adalah daftar makanan yang mungkin mengandung tartrazin. Ada tidaknya, sedikit banyaknya kandungan tartrazine tergantung pada kebijakan perusahaan manufaktur atau koki yang membuat makanan. da
4. Brilliant Blue FCF (
Struktur kimia Brilliant Blue, C37H34N2Na2O9S3. Brilliant Blue FCF (dikenal juga
sebagai Blue No. 1, Alphazurine, Atracid Blue FG, Erioglaucine, Eriosky blue, Patent Blue AR, Xylene Blue VSG, dan C.I. 42090) adalah bahan pewarna yang dapat diberi pada makanan dan substansi lainnya untuk mengubah warna. Brilliant Blue memberi warna biru pada makanan (Wikipedia, 2008).
B . Lakes
Zat pewarna ini dibuat melalui proses pengendapan dan absorbsi dyes pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5-9,5 stabil dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah sehingga dyes yang dikandungnya terlepas. Lakes umumnya mengandung 10-40% dyes murni.
(25)
kimia, dan panas sehingga harga lakes umumnya lebih mahal dari pada dyes (Cahyadi, 2006).
Tabel 2.1. Pewarna Pangan (sintetik) ”sertified” jenis Dyes dan Lakes Tipe Daftar Permanen Tipe Daftar Provisional
FD & C Red No. 3 FD & C Blue No.2 FD & C Yellow No. 5 FD & C Green No. 3 FD & C Blue No. 1 FD & C Red No. 401 FD & C Red No. 40 Lakes Oranges Bb
Citrus red No. 2c
FD & C Yellow No. 6a FD & C Yellow No. 6 Lakes FD & C Red No. 3 Lakes FD & C Red No. 1 Lakes FD & C Blue No. 2 Lakes FD & C Green No. 3 Likes FD & C Yellow No. 5 Likes
Keterangan :
Terdapat secara pemisahan atau provorsianal terhitung mulai Januari 1986 a. : menunggu publikasi FDA colour additives scientific review Panel report
b. : hanya untuk pewarnaan kulit/ permukaan sosis atau frakfurter dengan konsentrasi maksimum 150 ppm
c. : hanya untuk pewarnaan kulit jeruk yang tidak akan diolah lebih lanjut, dengan konsentrasi maksimum 2 ppm
FD & C Lakes diizinkan pemakaiannya sejak tahun 1959 dan penggunaannya meluas dengan cepat. FD & C Lakes ini digolongkan sebagai pewarna langsung sehingga haarus mendapat sertifikat. Demikian juga dyes yang dikandungnya harus yang sudah disertifikasi. Kandungan dyes dalam lakes disebut pure dyes contect (pdc). Lakes lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak dari pada dyes, karena FD & C dyes tidak larut dalam lemak. Daya mewarnai
(26)
FD & C lakes adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada bahan yang diwarnai (Winarno, 1997).
Tabel 2. 2 Perbedaan antara dyes dan lakes
Sifat Lakes Dyes
Kelarutan
Cara mewarnai Pure dye content Penggunaan Ukuran partikel Stabilitas terhadap :
a. cahaya b. panas kekuatan mewarnai
efek mewarnai
Tak larut pada sebagian besar pelarut
Dispersi 10-40% 0,1-0,3% Rata –rata 5 µ
Cukup Cukup
Tidak sebanding dengan proporsi pdc
Bervariasi , tergantung pdc
Larut dalam air, propilen glikol, dan gliserin
Terlarut
Warna primer 90-93% 0,01-0,03%
12 – 200 mesh
Baik Baik
Sebanding dengan proporsi pdc
Konstan
2.3 Efek Pada Kesehatan
Bahan pewarna sintetis yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia berasal dari coal-tar yang jumlahnya ratusan. Pewarna buatan sangat disenangi oleh para ahli teknologi untuk pewarnaan barang-barang industri, baik untuk industri pangan ataupun untuk industri non pangan. Oleh karena itu, perlu ada pemisahan antara pewarna yang hanya digunakan untuk industri non pangan. Akan tetapi, masih sering terjadi penyalahgunaan pewarna sintetis non pangan untuk pangan (Cahyadi, 2006).
Penggunaan pewarna ini tentu akan menimbulkan efek pada tubuh, salah satunya memicu hiperaktivitas pada anak. Hal tersebut diungkapkan para peneliti dari
(27)
mencolok pada anak-anak yang sering mengonsumsi minuman dan makanan warna warni."Hasil penelitian kami menunjukkan efek dari zat tambahan ini tidak hanya terlihat pada anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) tetapi juga pada populasi umum," kata Jim Stevenson, peneliti.
Bahan pewarna makanan seperti amaranth, allura merah, citrus merah, karamel, erythrosin, indigotine, karbon hitam, Ponceau SX, fast green FCF, chocineal, dan kurkumin dibatasi penggunaannya. Amaranth dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernapasan, dan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak. Allura merah bisa memicu kanker limpa. Karamel dapat menimbulkan efek pada sistem saraf, dan dapat menyebabkan penyakit pada sistem kekebalan. Indigotine dapat meningkatkan sensitivitas pada penyakit yang disebabkan oleh virus, serta mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Pemakaian Erythrosin menimbulkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak-anak, dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku. Ponceau SX dapat berakibat pada kerusakan sistem urin, sedangkan karbon hitam dapat memicu timbulnya tumor (Srifatimah, 1999).
Tartrazine dapat menyebabkan sejumlah reaksi alergi dan intoleransi bagi orang-orang yang intoleransi terhada langka dan menurut pendapat FDA jatuh pada angka 0,12% (360 ribu dari 200 juta penduduk). Beberapa referensi lain menyebutkan bahwa penggunaan tartrazin dapat menyebabka dengan prevalensi di bawah 0,01% atau 1 dari 10.000 penderita. Jumlah ini cukup kecil bila dibandingkan dengan angka prevalensi penderita alergi terhadap udang, yaitu sebesar 0,6-2,8% (1 dari 50 orang). Gejala alergi tartrazine dapat timbul apabila senyawa ini terhir
(28)
(id.Wikipedia.org, 2008).
2.4 Analisis Zat Pewarna Sintetis
Pada laboratorium analisis pewarna pangan sudah rutin dilakukan dengan berbagai metode, tehnik dan cara. Sebagian besar analisis berdasarkan suatu prinsip kromatografi ataupun menggunakan alat spektrofotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas cukup serta cukup tersedianya pelarut organic yang biasanya cukup mahal harganya dan tehnik ini memerlukan waktu yang cukup lama (Cahyadi, 2006).
2.4.1 Kromatografi
Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas telah dikerjakan dimana proses dikenal sebagai analisa kapiler. Mula-mula telah dilakukan pemisahan asam-asam amino dan peptida yang merupakan hasil hidrolisa protein wool dengan suatu cara dimana kolom yang berisi bubuk diganti dengan lembaran kertas dan kemudian diletakkan dalam bejana tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Dimana fase tetap adalah air, disokong oleh molekul-molekul selulosa dari kertas, dan fase gerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut-pelarut organik dan air (Sastrohamidjojo, 1991).
Kromatografi kertas atau KKt pada hakekatnya adalah KLT pada lapisan tipis selulosa atau kertas. Cara ini ditemukan jauh sebelum KLT dan tetap dipakai secara efektif selama bertahun-tahun untuk pemisahan molekul biologi seperti asam amino,
(29)
dapat mudah diperoleh dengan dalam bentuk murni sebagai kertas saring. Lapisan selulosa harus dicetak lebih panjang dari pada serabut pada lapisan selulosa yang lazim, menyebabkan lebih banyak terjadi difusi kesamping dan bercak lebih besar. Akhirnya lapisan selulosa lebih rapat dan pelarut lebih cenderung mrngalir melaluinya lebih cepat menghasilkan pemisahan lebih tajam (Roy, 1991).
Mekanisme pemisahan dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan mekanisme pada kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring dicelupkan kedalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut) dapat saja beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat digunakan. Kromatografi kertas diterapkan untuk analisis campuran asam amino dengan sukses besar. Karena asam amino memiliki sifat yang sangat mirip, dan asam-asam amino larut dalam air dan tidak mudah menguap (tidak mungkin didestilasi), pemisahan asam amino adalah masalah paling sukar yang dihadapi kimiawan di akhir abad 19 dan awal abad 20. Jadi penemuan kromatografi kertas merupakan berita sangat baik bagi mereka. Kimiawan Inggris Richard Laurence Millington Synge (1914-1994) adalah orang pertama yang menggunakan metoda analisis asam amino dengan kromatografi kertas. Saat campuran asam amino menaiki lembaran kertas secara vertikal karena ada fenomena kapiler, partisi asam amino antara fasa mobil dan fasa diam (air) yang teradsorbsi pada selulosa berlangsung berulang-ulang.
Ketika pelarut mencapai ujung atas kertas proses dihentikan. Setiap asam amino bergerak dari titik awal sepanjang jarak tertentu. Dari nilai R, masing-masing
(30)
kertas yang luas bukan lembaran kecil, dan sampelnya diproses secara dua dimensi dengan dua pelarut ( www.Indigo. Com ,1994).
Gambar 2.1 Contoh hasil kromatografi kertas pigmen
Menurut Sastrohamidjojo, H (1991) menyatakan bahwa apabila akan melakukan pemisahan dengan kromatografi kertas maka hal-hal seperti berikut perlu mendapatkan perhatian .
a. Metode
Ada beberapa metode dalam pemisahan dengan kromatografi kertas diantaranya : - Metode penurunan yaitu berupa bejana yang terbuat dari gelas , platina atau logam
tahan karat yang di atasnya ditutup untuk mencegah dari pelarut. Untuk menyangga agar kertas tak lepas perlu diberi penahan dari batang gelas. Untuk beberapa centimeter pelarut mengalir oleh gaya kapiler dan mengalir oleh gravitasi setelah permukaan pelarut melintasi batang gelas.
- Metode penaikan. Bejana yang digunakan untuk kromatografi penaikan sama seperti untuk kromatografi penurunan, tetapi pelarut diletak dibagian bawah bejana dan
(31)
- Metode mendatar. Dalam cara ini kertas dibentuk bulat ditengahnya diberi lubang sebagai tempat untuk meletakkan sumbu yang terbuat baik dari gulungan kertas atau dari benang dimana melalui ini pelarut akan naik yang kemudian akan membesahi kertas untuk kemudian mengembang, melingkar, membawa senyawa yang dipisahkan.
b.Kertas
Kromatografi kertas menggunakan kertas saring whatman no. 1 dan sampai saat ini masih dipakai. Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada kecepatan alir pelarut. Sedangkan fungsi dari kertas sendiri sangat kompleks. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil dimana ini kemungkinan sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion. Kecepatan aliran naik dengan penurunan kekentalan dari pelarut (dengan kenaikan dalam suhu), tetapi aliran pelarut pada suhu yang tertentu, ditentukan oleh kerapatan dan tebalnya kertas.
c. Pelarut
Fase bergerak biasanya merupakan campuran yang terdiri atas satu komponen organic yang utama, air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa atau pereaksi-pereaksi kompleks untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atauuntuk mengurangi yang lainnya. Anti oksida sering digunakan juga dan harus didapati dengan kemurnian yang tinggi . Pelarut harus sangat mudah menguap, karena terlampau cepat mengadakan kesetimbangan, pada keadaan yang lain volalitas yang tinggi mengakibatkan lebih cepat hilang meninggalkan lembaran kertas setelah
(32)
bergerak. Kecepatan bergeraknya harus tidak cepat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan suhu.
Contoh penggunaan dari pelarut yang dipilih untuk senyawa- senyawa organik yang polar akan lebih mudah larut dalam air dari pada dalam zat –zat cair organik akan terjadi gerakan-gerakan yang lambat jika fase bergerak anhidrida digunakan, penambahan air terhadap pelarut akan menyebabkan senyawa-senyawa tersebut untuk bergerak. Jadi n-butanol bukan merupakan suatu pelarut untuk asam-asam amino jika tidak dijenuhkan dengan air penambahan asam cuka disertai dengan pemberian lebih banyak air akan menjadi baik, yaitu akan menaikkan kelarutan dari asam-asam amino terutama yang bersifat basa, campuran tiga komponen ini sangat baik untuk senyawa-senyawa asam amino.
d. Cara penempatan cuplikan pada kertas
Larutan campuran yang akan dipisahkan ditempatkan pada kertas yang berupa noda. Biasanya dibiarkan untuk berkembang membentuk suatu bulatan . Bagian kertas yang ditetesi dibiarkan dalam keadaan mendatar, sehingga larutan pada keadaan kompak dalam bentuk bulatan. Dan jangan biarkan kertas tersentuh zat-zat yang lain. Biasanya diameter dari noda yang digunakan adalah 0,5 cm (Sastrohamidjojo, 1991).
e. Identifikasin dari senyawa-senyawa
Menurut Sastrohamidjojo, H (1991) menyatakan bahwa dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kertas sangat lazim menggunakan harga Rf (retordation factor) yang didefenisikan sebagai :
(33)
Ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf yaitu diantaranya adalah :
1. Pelarut , disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahan-perubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan- perubahan harga Rf
2. Suhu , perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran.
3. Ukuran dari bejana , volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi mempengaruhi kecepatan penguapan dari komponen-komponen pelarut dari kertas.
4. Kertas .pengaruh utama kertas pada harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. Kertas mempengaruhi kecepatan aliran.ia akan juga mempengaruhi pada kesetimbangan partisi.
5. Sifat dari campuran. Berbagai senyawa mengalami partisi dan antara volume-volume yang sama dari fase tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu mempengaruhi karakteristik dari kelarutan satu terhadap yang lainnya hingga harga Rfnya.
(34)
BAB 3 METODOLOGI
3.1 Metode Analisis
Pengambilan sample dilakukan secara acak dari saus cabe naga yang ada di Balai Besar POM Medan. Mengidentifikasi zat pewarna sintetis dilakukan dengan metode kromatografi kertas.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat – alat
- Beaker glass 25 ml pyrex
- Benang wol bebas lemak - Pengaduk kaca
- Kertas saring Whatman no. 1 - Bejana Kromatografi (Chamber)
- Hot plate Thermoline
- Pipa kapiler
- Neraca Analitik Mattler AE – 20
3.2.2 Bahan – bahan
- Saus Cabe Naga - Aquades
(35)
- Larutan baku Ponceau - Larutan baku Sunset Yellow - Larutan baku Tartrazine - Larutan baku Merah Allura - Larutan baku Rhodamin B
- Larutan elusi ( isobutanol : etanol : air = 3 : 2 : 2 )
3.2.3 Prosedur : 1. Pereaksi
- Larutan HCl 0,1 N : 3,65 g HCl(p) dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml,
kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
- Larutan HCl 10 % : 100 ml HCl(P) dimasukkan ke dalam labu takar 1liter, kemudian
diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
- Larutan NH4OH 10 % : 10 ml larutan NH4OH dimasukkan kedalam labu takar
100 ml, kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
2. Pembuatan Larutan Baku a. Ponceau 4R 10 ppm
Diambil 1mg baku Ponceau 4R ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengen aquades sampai garis batas.
b. Sunset Yellow 10 ppm
Diambil 1 mg baku Sunset Yellow ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
c. Tartrazin 10 ppm
Diambil 1 mg baku Tartrazin ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengen aquades sampai garis batas.
(36)
d. Merah Allura 10 ppm
Diambil 1 mg baku Merah Allura ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis batas.
e . Rhodamin B
Diambil 1 mg baku Rhodamin B dilarutkan dalam 1 ml HCl 0,1 N.
3. Identifikasi sampel
Sampel (saus cabe naga) sebanyak 2 gr dimasukkan ke dalam beaker glass diencerkan dengan aquades, asamkan dengan HCl 10% hingga sampel terendam, kemudian masukkan benang wol atau bulu domba. Lalu dipanaskan diatas hot plate sampai warna sampel tertarik kedalam benang wol. Setelah itu cuci benang wol dengan air berulang-ulang sampai bersih. Kemudian masukkan benang wol kedalam beaker glass, tambahkan larutan amonia 10% panaskan diatas hot plate sampai zat warna pada benang wol luntur, dan dipekatkan. Lalu totolkan pekatan pewarna pada kertas saring whatman no.1, totolkan juga baku pewarna (Ponceau, Sunset Yellow, Tartrazine, Merah Allura) pada kertas yang sama. Kemudian dilakukan elusi dengan eluen yang telah dijenuhkan ( isobutanol : etanol : air = 3 : 2 : 2 ) didalam chamber sampai tanda batas. Setelah itu dilakukan pengamatan dan dihitung Rf masing-masing pewarna kemudian bandingkan pewarna pada sampel (saus cabe naga) dengan baku (Sunset Yellow dan Ponceau).
(37)
BAB 4
DATA DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Tabel Data Hasil Analisa
Tabel 4.1 Jarak Noda Larutan Baku
No Standar Jarak noda (cm) Jarak pelarut (cm) 1. 2. 3. 4. 5. Sunset yellow Ponecau Merah Allura Tartrazin Rhodamin B 3,9 2 4 2,1 9,6 12 12 12 12 12
Tabel 4.2 Jarak Noda Sampel
No Sampel Jarak noda (cm) Jarak pelarut (cm)
1. Saus cabe 3,8
1,8
12 12
4.1.2 Perhitungan
Rf =
a. Untuk larutan baku - Sunset Yellow
Rf =
12 9 , 3
= 0,32 cm Jarak noda Jarak pelarut Jarak noda Jarak pelarut
(38)
- Ponceau 4R
Rf = 12
0 , 2
= 0,16 cm
- Merah Allura
Rf =
12 0 , 4
= 0,33 cm - Tartrazin
Rf =
12 1 , 2
= 0,17 cm - Rhodamin B
Rf =
12 6 , 9
= 0,8 cm
b. Untuk saus cabe
Rf1 12 8 , 3 =
= 0,31 cm
Rf2 12 8 , 1 =
(39)
4.2 Pembahasan
Dalam mengidentifikasi zat pewarna sintetis pada sampel (saus cabe naga) dengan Rf 1= 0,31 cm dan Rf2 = 0,15 cm yang dilakukan di Balai Besar POM, digunakan
larutan baku Sunset Yellow (Rf = 0,32 cm), Ponceau (Rf = 0,16 cm), Tartrazin (Rf = 0,17 cm), Merah Allura (Rf = 0,33 cm), dan Rhodamin B (Rf =0,8 cm).
Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa pewarna yang terdapat pada sampel (saus cabe naga) adalah Sunset Yellow dan Ponceau karena jarak Rf1
pada sample (saus cabe naga) mendekati jarak Rf baku Sunset Yellow dan jarak Rf2
Pada prinsipnya penyerapan zat warna sampel benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan, dilanjutkan dengan pelarutan benang wol yang telah berwarna dalam ammonia, dilanjutkan dengan pemekatan dan penotolan pada kertas saring dengan jarak tertentu. Dilakukan pengelusian dengan eluen (isobutanol : etanol: air ; 3 : 2 : 2) penambahan air terhadap pelarut yang menyebabkan senyawa-senyawa pada sample (saus cabe naga) mendekati jarak Rf baku Ponceau, yang sesuai dengan aturan penggunaan zat pewarna sintetis bagi makanan dan minuman yang ada di Indonesia yang diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, bahwa makanan yang menggunakan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat kesehatan masyarakat dan masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak mememnuhi persyaratan kesehatan yang terlihat dalam lampiran. Oleh sebab itu saus cabe naga sudah layak dikonsumsi oleh konsumen.
Zat pewarna sintetis digunakan dalam produk makanan dan minuman agar dapat memberikan warna yang menarik pada makanan dan minuman tersebut sehingga menjadi daya tarik bagi konsumen untuk membeli produk tersebut.
(40)
tersebut untuk bergerak, dan isobutanol bukan suatu pelarut asam-asam amino jika tidak dijenuhkan dengan air, penambahan etanol yaitu akan menaikan kelarutan dari asam-asam amino, ketiga pelarut ini adalah baik untuk pemisahan asam-asam amino.
(41)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisa yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa :
- Zat pewarna sintetis yang terdapat pada sampel ( saus cabe naga) adalah Sunset Yellow dan Pounceau, dengan perbandingan harga Rf pada sampel (saus cabe naga) Rf1 = 0,31 cm dan Rf 2
- Zat pewarna sintetis dalam saus cabe naga sudah sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sehingga layak untuk dikonsumsi.
= 0,15 cm sebanding dengan baku pewarna Sunset Yellow Rf = 0,32 cm dan Ponceau dengan Rf = 0.16 cm.
5.2 Saran
Diperlukan pengawasan dan ketelitian terhadap proses produksi sampai diperoleh produk akhir yang akan disalurkan kepada konsumen. Hal ini dilakukan agar produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan standart mutu yang ditetapkan.
(42)
Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88, Bahan Tambahan Makanan. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No.239/Men.Kes/ PER/V/85. Jakarta Id. Wikipedia Indonesia . Org,. 2008. Pewarna Makanan dan Minuman . Wikimedia
Foundation, Inc. 04 – 05-2008.
Jhon, W ,. 1980. Development In Food Colours – 1. Applied science Publishing LTD . London .
Mudjajanto , E . S,. 2006. Pewarna Makanan . Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian . IPB . Bogor.
Roy ,G.J, Bobbit M. James, dan Schwarting, E. Arthur,. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB. Bandung.
Sastroamidjojo, H., 1992. Kromatografi . Liberty. Yogyakarta .
Srifatimah, E,. 1999. Pemakaian Zat Warna pada Industri Pangan. Laboratorium Rekayasa Genatika. ITB. Bandung .
Sudarmadji, S. Bambang H, dan Suhardi,. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta .
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi . Cetakan Kedelapan . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
www.Departemen Kesehatan RI.co.id,. 2006. Gambaran Penggunaan Zat Warna di Inggris. Maintained by Pusat Data dan Informasi. 05-05-2008.
Pengetahuan Keamanan Pangan
Tentang Pewarna. Halal Guade. Jakarta . 18-04-2008.
www.Indigo. Com, . 1994. Hasil Kromatografi Kertas. Science Supplies/Filter Paper. 12-05-2008.
www. Republika .co.id, Gartjito, M, . 2006. Pusat Kajian Makanan Tradisional. UGM – Press. Yogyakarta . 11-03-2008.
(1)
BAB 4
DATA DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Tabel Data Hasil Analisa
Tabel 4.1 Jarak Noda Larutan Baku
No Standar Jarak noda (cm) Jarak pelarut (cm) 1. 2. 3. 4. 5. Sunset yellow Ponecau Merah Allura Tartrazin Rhodamin B 3,9 2 4 2,1 9,6 12 12 12 12 12
Tabel 4.2 Jarak Noda Sampel
No Sampel Jarak noda (cm) Jarak pelarut (cm)
1. Saus cabe 3,8
1,8
12 12
4.1.2 Perhitungan
Rf =
a. Untuk larutan baku - Sunset Yellow Rf =
12 9 , 3 = 0,32 cm
Jarak noda Jarak pelarut Jarak noda Jarak pelarut
(2)
- Ponceau 4R Rf =
12 0 , 2
= 0,16 cm - Merah Allura Rf =
12 0 , 4
= 0,33 cm - Tartrazin
Rf = 12
1 , 2
= 0,17 cm - Rhodamin B
Rf = 12
6 , 9
= 0,8 cm
b. Untuk saus cabe Rf1 12 8 , 3 =
= 0,31 cm
Rf2 12 8 , 1 =
(3)
4.2 Pembahasan
Dalam mengidentifikasi zat pewarna sintetis pada sampel (saus cabe naga) dengan Rf 1= 0,31 cm dan Rf2 = 0,15 cm yang dilakukan di Balai Besar POM, digunakan larutan baku Sunset Yellow (Rf = 0,32 cm), Ponceau (Rf = 0,16 cm), Tartrazin (Rf = 0,17 cm), Merah Allura (Rf = 0,33 cm), dan Rhodamin B (Rf =0,8 cm).
Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa pewarna yang terdapat pada sampel (saus cabe naga) adalah Sunset Yellow dan Ponceau karena jarak Rf1 pada sample (saus cabe naga) mendekati jarak Rf baku Sunset Yellow dan jarak Rf2
Pada prinsipnya penyerapan zat warna sampel benang wol dalam suasana asam dengan pemanasan, dilanjutkan dengan pelarutan benang wol yang telah berwarna dalam ammonia, dilanjutkan dengan pemekatan dan penotolan pada kertas saring dengan jarak tertentu. Dilakukan pengelusian dengan eluen (isobutanol : etanol: air ; 3 : 2 : 2) penambahan air terhadap pelarut yang menyebabkan senyawa-senyawa pada sample (saus cabe naga) mendekati jarak Rf baku Ponceau, yang sesuai dengan aturan penggunaan zat pewarna sintetis bagi makanan dan minuman yang ada di Indonesia yang diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, bahwa makanan yang menggunakan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat kesehatan masyarakat dan masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak mememnuhi persyaratan kesehatan yang terlihat dalam lampiran. Oleh sebab itu saus cabe naga sudah layak dikonsumsi oleh konsumen.
Zat pewarna sintetis digunakan dalam produk makanan dan minuman agar dapat memberikan warna yang menarik pada makanan dan minuman tersebut sehingga menjadi daya tarik bagi konsumen untuk membeli produk tersebut.
(4)
tersebut untuk bergerak, dan isobutanol bukan suatu pelarut asam-asam amino jika tidak dijenuhkan dengan air, penambahan etanol yaitu akan menaikan kelarutan dari asam-asam amino, ketiga pelarut ini adalah baik untuk pemisahan asam-asam amino.
(5)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisa yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa :
- Zat pewarna sintetis yang terdapat pada sampel ( saus cabe naga) adalah Sunset Yellow dan Pounceau, dengan perbandingan harga Rf pada sampel (saus cabe naga) Rf1 = 0,31 cm dan Rf 2
- Zat pewarna sintetis dalam saus cabe naga sudah sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sehingga layak untuk dikonsumsi.
= 0,15 cm sebanding dengan baku pewarna Sunset Yellow Rf = 0,32 cm dan Ponceau dengan Rf = 0.16 cm.
5.2 Saran
Diperlukan pengawasan dan ketelitian terhadap proses produksi sampai diperoleh produk akhir yang akan disalurkan kepada konsumen. Hal ini dilakukan agar produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan standart mutu yang ditetapkan.
(6)
Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/88, Bahan Tambahan Makanan. Jakarta .
Departemen Kesehatan RI,. 1989. Permenkes RI No.239/Men.Kes/ PER/V/85. Jakarta Id. Wikipedia Indonesia . Org,. 2008. Pewarna Makanan dan Minuman . Wikimedia
Foundation, Inc. 04 – 05-2008.
Jhon, W ,. 1980. Development In Food Colours – 1. Applied science Publishing LTD . London .
Mudjajanto , E . S,. 2006. Pewarna Makanan . Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Fakultas Pertanian . IPB . Bogor.
Roy ,G.J, Bobbit M. James, dan Schwarting, E. Arthur,. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB. Bandung.
Sastroamidjojo, H., 1992. Kromatografi . Liberty. Yogyakarta .
Srifatimah, E,. 1999. Pemakaian Zat Warna pada Industri Pangan. Laboratorium Rekayasa Genatika. ITB. Bandung .
Sudarmadji, S. Bambang H, dan Suhardi,. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta .
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi . Cetakan Kedelapan . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
www.Departemen Kesehatan RI.co.id,. 2006. Gambaran Penggunaan Zat Warna di Inggris. Maintained by Pusat Data dan Informasi. 05-05-2008.
Pengetahuan Keamanan Pangan Tentang Pewarna. Halal Guade. Jakarta . 18-04-2008.
www.Indigo. Com, . 1994. Hasil Kromatografi Kertas. Science Supplies/Filter Paper. 12-05-2008.
www. Republika .co.id, Gartjito, M, . 2006. Pusat Kajian Makanan Tradisional. UGM – Press. Yogyakarta . 11-03-2008.
www. Setia Budi.ac.id, Supriyadi,. 2006. Pewarna Saus. Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi . 12-05-2008.