Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklamsia
Pre-eklamsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah
tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam
urin (proteimuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua
kehamilan (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Preeklamsi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit 140/90
mmHg, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran
tekanan darah harus diulang berselang 4 jam. Preeklampsi merupakan penyulit
kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa
nifas. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi preeklampsi ringan
dan preeklampsi berat (Haryono, 2006).
Preeklamsia merupakan penyakit dengan tanda timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan oedema. Pre-eklamsia pada umumnya terjadi pada primigravida,
kehamilan di usia remaja, kehamilan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun,
mengandung lebih dari satu janin, riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum
kehamilan, kegemukan, riwayat kencing manis dan riwayat preeklamsia (Yeyeh,

2010).

8
Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Epidemiologi Preeklamsia
Frekuensi preeklamsia tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya yaitu, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan
kriterium dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian
pre-eklamsia sekitar 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre-eklamsia lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes
mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun,
paritas tinggi dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia (Sarwono, 2008).
Peningkatan kejadian preeklampsi pada usia >35 tahun mungkin disebabkan
karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa. Di samping itu, preeklampsi
juga dipengaruhi oleh paritas (Cunningham, 2003). Surjadi (1999) mendapatkan
angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsi di RSU Dr. Hasan Sadikin
Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus
dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak
18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan

tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13% : 6%) dan
preeklampsi (13% : 5%) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan
kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada
wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Etiologi Preeklamsia
Penyebab preeklamsia tidak diketahui secara jelas sehingga disebut sebagai
penyakit teoritis. Banyak teori-teori di kemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya. Teori yang dipakai sekarang sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan
semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini (Manuaba, 2008).
Faktor yang dapat meningkatkan kejadian preeklamsi adalah hamil pertama
kali (primigravida), kejadiannya akan makin tinggi pada adanya penyakit ibu yang
menyertai kehamilan (penyakit ginjal, penyakit tekanan darah tinggi), kehamilan
dengan regangan rahim makin tinggi seperti hamil dengan kebanyakan air ketuban,
kehamilan ganda dan hamil dengan janin besar (Manuaba, 2011).
Adapun teori-teori lain yang dipakai sebagai penyebab preeklampsi tersebut
adalah :
a.


Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsi dan eklampsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta
berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi
tromboksan

oleh

trombosit

bertambah

sehingga

timbul

vasokonstriksi

generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan

pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume
plasma.

Universitas Sumatera Utara

b.

Peran Faktor Imunologis
Preeklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna. Pada preeklampsi terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

c.

Peran Faktor Genetik
Preeklampsi meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsi.

d.


Iskemik dari uterus
Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.

e.

Defisiensi kalsium
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari
pembuluh darah.

a.

Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeklampsi. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil
dengan preeklampsi. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester
pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan
kehamilan.


Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Tanda dan Gejala Preeklamsia
Preeklampsi ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang
mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) ≥140/90 mmHg dan adanya protein
urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium urine) +1/+2 dan terjadi pada usia
kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009).
Tanda dan gejala preeklampsi ringan dalam kehamilan, antara lain edema
(pembengkakan) terutama tampak pada tungkai, muka disebabkan ada penumpukan
cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi dan dalam air
seni terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine dari laboratorium). Preeklampsi berat
terjadi bila ibu dengan preeklampsi ringan tidak dirawat, ditangani dan diobati
dengan benar. Preeklampsi berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi
kejang-kejang menjadi eklampsi (Bandiyah, 2009).
Menurut Holmes (2011) gejala-gejala yang terjadi pada penderita preeklamsia yaitu :
a.

Sakit kepala

b.


Gangguan penglihatan

c.

Nyeri epigastrik dan nyeri abdomen

d.

Oedema

e.

Asimtomatik
Semakin nyata tanda dan gejala, semakin sulit untuk menghambat perburukan

penyakit dan semakin mungkin diperlukan kelahiran segera (Cuningham, 2003).
Preeklampsi terjadinya karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks dan

Universitas Sumatera Utara


aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya suplai zat makanan yang dibutuhkan
janin berkurang. Makanya, preeklampsi semakin parah atau berlangsung lama bisa
menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsi dapat menyebabkan bahaya pada ibu
dan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, terutama
muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila disertai peningkatan tekanan darah secara
tiba-tiba serta kadar protein yang tinggi pada urin (Indiarti, 2009).
Preeklampsi harus segera diatasi, bila tidak akan berlanjut menjadi eklampsi
yang ditandai dengan kejang, bahkan sampai koma, karena dalam darah ibu hamil
yang mengalami preeklampsi ditemukan adanya zat yang bisa menghancurkan sel
endotel yang melapisi pembuluh darah. Kondisi ini sangat berbahaya bagi ibu hamil
dan janin, jika tidak segera ditangani akan terjadi kerusakan menetap pada syaraf,
pembuluh darah atau ginjal ibu. Sementara itu, bayi akan mengalami keterbelakangan
mental sebab kurangnya aliran darah melalui plasenta dan oksigen di otak (Indiarti,
2009).
2.1.4. Perubahan pada Organ-organ
Menurut Mochtar (2011) pada penderita pre-eklamsia adanya perubahan pada
organ-organ penting dalam tubuh, seperti :
a. Otak
Aliran darah dan pemakaian oksigen pada pre-eklamsia tetap dalam batas-batas

normal. Resistensi pembuluh darah meninggi terjadi pula pada pembuluh darah
otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan pada serebral dan
gangguan visus, bahkan dalam keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

Universitas Sumatera Utara

b. Plasenta dan Rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan arena kekurangan oksigen terjadi gawat
janin. Pada pre-eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya
terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
c. Ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria.
d. Paru-paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia biasanya disebabkan oleh oedema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi
pneumonia atau abses paru.

e. Mata
Edema pada retina dan spasme pembuluh darah dapat terjadi pada pre-eklamsia
berat. Gejala lain yang dapat menunjukkkan pre-eklamsia berat yang mengarah
pada pre-eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau didalam retina.

Universitas Sumatera Utara

f. Keseimbangan Air dan Elektrolit
Perubahan metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum umumnya tidak
dijumpai pada pre-eklmasia ringan. Gula darah, kadar natrium bikarbonat dan pH
darah berada pada batas normal. Pada pre-eklamsia berat kadar gula darah naik,
asam laktat dan asam organik naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan
ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat
organik di oksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik
sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat
pulih normal (Mochtar, 2011).
2.1.5. Klasifikasi Preeklamsia
Menurut (Mochtar, 2011) Pre-eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat dengan

tanda dan gejala sebagai berikut :
a.

Pre-eklamsia Ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteimuria dan edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini
dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Penyebab preeklamsia ringan belum diketahui secara jelas, penyakit ini dianggap
sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala
akibatnya (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
Gejala klinis preeklamia ringan meliputi :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang, kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30

Universitas Sumatera Utara

mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
2) Oedema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg
atau lebih perminggu.
3) Proteiuria kwantittif 0,3gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
b.

Pre-eklamsia Berat
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
1) Tekanan darah 160/110mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, mual-muntah, dan rasa
nyeri di epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis.

2.1.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Preeklamsia pada Ibu
Hamil
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil antara
lain :
1. Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang
pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka dipakai
umur kehamilan lebih dari 24 minggu (Sumarah, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Winson (2008) Paritas adalah klasifikasi wanita berdasarkan
banyaknya mereka melahirkan bayi yang usia gestasinya 24 minggu. Paritas dapat di
klasifikasikan menjadi 3, yaitu :
a. Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan janin yang usia gestasinya lebih
dari 28 minggu, baik lahir hidup maupun lahir mati.
b. Multipara
Multipara adalah ibu yang telah melahirkan lebih dari 1 bayi kurang dari 5.
c. Grandemultipara
Grandemultipara adalah ibu yang memiliki paritas tinggi, telah melahirkan lebih
dari 4 anak.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (diatas 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas
1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas
tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan
pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. Paritas tinggi menyebabkan uterus
terlalu meregang sehingga uterus kehilangan elastisitas (Wiknjosatro, 2007).
Frekuensi pada

primigravida lebih tinggi

bila dibandingkan

dengan

multigravida karena teori imunologik menjelaskan hubungan paritas dengan insiden
pre-eklamsia. Teori tersebut menyebutkan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta yang terbentuk pada kehamilan pertama menjadi penyebab pre-eklamisa.

Universitas Sumatera Utara

Teori imunologik menyebutkan karena penurunan Human Leucocite Antigen Protein
G (HLA) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga ibu menolak
hasil konsepsi (plasenta) sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga
terjadi pre-eklamsia (Bahari, 2010).
Menurut Cuningham (2013) pre-eklamsia sering terjadi pada wanita muda dan
nulipara atau primipara, sedangkan wanita yang lebih tua lebih berisiko mengalami
hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan pre-eklamsia. Tingkat paritas telah
menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan ibu dan anak. Dikatakan
umpamanya terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik
dari yang berparitas tinggi (Notoadmodjo, 2003).
Menurut Siregar dalam Suswati (2008), Paritas juga dapat mempengaruhi
kehamilan dan persalinan. Paritas ibu yang sehat adalah pada paritas 2-3. Preeklampsi
berat/eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama terutama pada ibu yang berusia
> 35 tahun dan menurun pada kehamilan berikutnya kecuali bila ibu mengalami
kelebihan berat badan, diabetes melitus (DM), kehamilan kembar dan hipertensi
essensial. Insiden preeklampsi berat/eklampsi cenderung meningkat pada nullipara
dimana persalinan pertama biasanya memiliki risiko relatif lebih tinggi dan akan
menurun pada paritas 2 dan 3.
Berdasarkan hasil penelitian Betty dan Yanti (2011) di RSUI Yakssi Sragen
bahwa paritas berhubungan dengan kejadian preeklampsia, ibu primipara berisiko
preeklampsia sebesar 1,34 kali daripada multipara.

Universitas Sumatera Utara

2. Usia Ibu
Usia reproduksi yang sehat bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun. Pada usia
tersebut bentuk dan fungsi alat reproduksi sudah mencapai tahap yang sempurna
untuk dapat digunakan secara optimal. Usia ibu yang terlalu muda memiliki risiko
yang cukup besar untuk terjadinya preeklampsi berat/eklampsi dalam kehamilan dan
persalinan. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia 35 tahun. Pada usia <
20 tahun kematian maternal 2-5 lebih tinggi dari pada kematian maternal pada usia
20-30 tahun, kematian materal meningkat kembali pada usia > 35 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil penelitian Betty dan Yanti (2011) di RSUI Yakssi Sragen
bahwa umur ibu berhubungan dengan kejadian preeklampsia, semakin banyak umur
ibu (≥35 tahun) maka semakin besar risiko untuk mengalami preeklampsia. Ibu yang
berumur