Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah
besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun
angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah
dipecahkan dan hal tersebut masih belum sesuai dengan harapan.
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah bagian dari PJK dan merupakan
sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut (IMA) dengan segmen ST
elevasi (IMA STE) atau IMA tanpa segmen ST elevasi (IMA non STE) serta angina
pektoris tidak stabil (APTS) (Tunstall dkk,1994; Antman dkk,2008; PERKI, 2012).
Sindrom ini menurut defenisi WHO terdiri atas gejala dan kelainsan pemeriksaan
penunjang berupa ; nyeri dada, kelainan EKG dan kelainan enzim CK (creatine
kinase), CKMB (CK-Muscle-Brain) serta peninggian nilai troponin. SKA merupakan
kejadian rupture atau fisur dari plak disertai dengan terbentuknya thrombus yang
terdapat dipembuluh darah koroner penderita PJK dan mengakibatkan berbagai
tingkatan baik thrombosis maupun penyumbatan distal dari tempat plak tersebut.
Di USA SKA didapatkan 37,3% dari 2.440.000 semua kematian pada tahun
2003 atau 1 dari setiap 2,7 kematian yang terjadi. Hipertensi, Kebiasaan Merokok,
dislipidemia, obesitas dan diabetes mellitus merupakan factor risiko yang sering

terjadi pada PJK. ( Ika prasetya wijaya, at.all, 2013). Di Amerika Serikat setiap tahun

Universitas Sumatera Utara

1 juta pasien dirawat dirumah sakit karena APTS dimana 6 sampai 8 persen kemudian
mendapat serangan jantung yang tak fatal atau meninggal dalam 1 tahun setelah
diagnosis ditegakkan. Perkiraan pasti menunjukkan bahwa 1,7 juta pasien dengan
SKA datang ke rumah sakit di Amerika Serikat. Dari data ini, hanya 1/4 yang masuk
dengan IMA STE pada gambaran elektrokardiografi (EKG), dan 3/4 lainnya atau
kira-kira 1.4 juta pasien masuk dengan APTS atau IMA non STE. IMA STE
disebabkan oleh karena oklusi trombosis total secara akut pada arteri koroner dan
reperfusi segera merupakan terapi utama, sedangkan IMA non STE/APTS
biasanya berhubungan dengan obstruksi koroner yang berat namun tidak terjadi
oklusi total pada arteri koroner yang terlibat (Libby,1995)
APTS adalah: pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana
angina cukup berat dan frekwensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari, pasien
dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan
angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan factor presipitasi
makin sering, pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat. (Aru W. Sudoyo,
dkk, 2006)

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung (Fenton,
2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung
pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Irmalita, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Infark miocard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner. Terjadinya
trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miocard infark tergantung pada arteri
yang oklusi dan aliran darah kolateral. (Lili Ismudiati Rilantono,dkk 1999)
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering dinegara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun
laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar satu diantara
dua puluh lima pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun
pertama setelah IMA. (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006)
Dewasa ini penyakit Jantung Koroner (PJK) telah menjadi masalah global dan
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 PJK akan menjadi
penyebab kematian utama di dunia sedangkan pada tahun 1999 PJK hanya
menempati penyebab kematian ke 6. Menurut laporan dari The global Burden of
disease study, dan laporan WHO

tahun 1999, penyakit tidak menular (non

comunicable disease) termasuk penyakit kardiovaskular memberikan konstribusi
sebesar 59% terhadap angka kematian global (31,7 juta kematian) dan merupakan 43
% dari seluruh masalah kesehatan global. Sekitar 85% penyakit kardiovaskular
terdapat dinegara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah termasuk
Indonesia. (Ika prasetya. At.all,2013)

Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia PJK merupakan penyebab kematian tertinggi kedua setelah
penyakit infeksi. Suatu study tentang profil faktor risiko penyakit kardiovaskular di
Jakarta terhadap orang dewasa yang berumur diatas 25 tahun menunjukkan prevalensi
yang cukup tinggi yakni hiperlipedimia (12,2% pada laki-laki dan 3,9% pada wanita),
obesitas/overweight dan hipertensi (32,6% dan 48,8%). (Ika prasetia,at.all, 2013)

Akhir-akhir ini kasus kematian akibat serangan jatung semakin banyak
ditemukan dan penyempitan pada pembuluh darah koroner jantung memiliki peranan
utama penyebab kematian mendadak akibat serangan jatung. Penyempitan pembuluh
darah tidak memandang usia seseorang. Kini ada sebanyak 20% kasus serangan
jantung dibawah usia 40 tahun, 40% diantara usia 40 – 45 tahun dan 40% diatas usia
50 tahun. (www. Readers Digest.co.id). Oleh sebab itu meskipun masih berusia muda
penyempitan pembuluh darah dapat saja terjadi apabila seseorang memiliki risiko
sehingga ia menjadi lebih rentan mengalami serangan jantung.
Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular masih cukup tinggi. Menurut
data statistik WHO tahun 2008 penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama
kematian dunia (12,8%) disusul oleh stroke dan penyakit serebrovaskular lainnya.
(WHO, 2011).
Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan
penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (WHO, 2008).
Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah
pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di
Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik,

Universitas Sumatera Utara


yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark
miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan
penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009). Data yang diperoleh hasil riset
Rikesdas tahun 2007, prevalensi penyakit Jantung didaerah Aceh yaitu 12,6%
melebihi Prevalensi nasional penyakit jantung yaitu 7,2%.
Berdasarkan data awal yang diperoleh dari bagian rekam medik RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh periode januari sampai Desember 2013 diketahui bahwa
pasien dengan SKA yang rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
mencapai 285 orang, penderita SKA yang berusia < 45 tahun sebanyak 33 orang dan
yang berusia 45-64 tahun sebanyak 186 orang dengan rata-rata rawatan 6-9 hari. Hal
ini menunjukkan bahwa angka kejadian SKA di RSUD dr. Zainoel Abidin masih
tinggi.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor risiko SKA pada usia ≤ 45 tahun di

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui besarnya faktor risiko yang dapat diubah (pola hidup dan
status kesehatan) pada SKA.

Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa pengaruh merokok terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45 tahun

b. Menganalisa pengaruh tekanan darah terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45
tahun

c. Menganalisa pengaruh obesitas terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45 tahun

d. Menganalisa pengaruh kadar glukosa darah terhadap risiko SKA pada usia
≤ 45 tahun

e. Menganalisa pengaruh kadar kolesterol darah terhadap risiko SKA pada usia
≤ 45 tahun.


f. Menganalisa pengaruh kadar LDL darah terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45
tahun.

g. Menganalisa pengaruh kadar HDL darah terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45
tahun.

h. Menganalisa pengaruh kadar trigliserida darah terhadap risiko SKA pada usia
≤ 45 tahun

i. Menganalisa pengaruh aktivitas fisik terhadap risiko SKA pada usia ≤ 45
tahun.

1.4. Hipotesis
a. Ada pengaruh merokok terhadap risiko terjadinya SKA pada penderita usia
≤ 45 tahun

b. Ada pengaruh tekanan darah terhadap risiko terjadinya SKA pada penderita

Universitas Sumatera Utara


usia ≤ 45 tahun

c. Ada pengaruh Obesitas terhadap risiko terjadi SKA pada penderita usia ≤ 45
tahun.

d. Ada pengaruh kadar glukosa darah terhadap risiko terjadi SKA pada
penderita usia ≤ 45 tahun.

e. Ada pengaruh kadar kolesterol darah terhadap risiko terjadi SKA pada
penderita usia ≤ 45 tahun.

f. Ada pengaruh kadar HDL darah terhadap risiko terjadi SKA pada penderita
usia ≤ 45 tahun.

g. Ada pengaruh kadar LDL darah terhadap risiko terjadi SKA pada penderita
usia ≤ 45 tahun.

h. Ada pengaruh kadar trigliserida darah terhadap risiko terjadi SKA pada
penderita usia ≤ 45 tahun.


i. Ada pengaruh aktivitas fisik terhadap risiko SKA pada penderita usia ≤ 45
tahun.

1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak,
antara lain :
1. Bidang Pelayanan Kesehatan :
a. Sebagai masukan untuk bahan pertimbangan dalam mengambil
kebijakan terhadap upaya-upaya pencegahan dan pengendalian SKA

Universitas Sumatera Utara

salah satu penyakit tidak menular.
b. Sebagai

sumber informasi kepada masyarakat agar masyarakat

mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya SKA, selanjutnya masyarakat
dapat melakukan pencegahan dan pengendalian secara mandiri.
2. Ilmu Pengetahuan

a. Menambah perbendaharaan ilmu mengenai faktor-faktor risiko SKA
b. Sebagai bahan kajian pustaka terutama karena pertimbangan tertentu ingin
melakukan penelitian lebih lanjut atau penelitian yang sejenis

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia &lt; 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

4 47 137

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 19

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 2

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 32

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 5

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 33

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 16

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 2

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 7

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 22