Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Seluruh negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka
Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium
Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum tahun 2015. Komitmen
yang ditandatangani 189 negara pada September 2000 itu, pada prinsipnya bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia pada tahun 1990 adalah 400 per 100.000
kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di
Afrika Sub Sahara (64,0%), diikuti Asia Selatan (29,0%), dibandingkan dengan
Amerika Latin dan Karibia (85%), Amerika Utara (23%) dan di Eropa (10%). Di Asia
Tenggara AKI yang tertinggi adalah Republik Rakyat Demokratik Laos (58,0%),
Timor Leste (37,0%) dan Kamboja (29,0%), dan negara yang kematian ibu relative
rendah yaitu Malaysia (31%), Brunei Darussalam (21%) dan

(9%) Singapura

(Childinfo, 2012).
Delapan persen (8%) dari semua wanita hamil di Amerika Serikat mengalami

pre-eklamsia, namun ada variasi insiden yang besar menurut geografis. Lima persen
dari kasus-kasus ini berkembang menjadi eklamsia dan meninggal karenanya atau
komplikasinya. Kasus preeklamsia 95% terjadi setelah minggu ke 32 dan sekitar 75%
pasien ini adalah primigravida. Insiden ini paling sedikit dua kali lipat pada

1
Universitas Sumatera Utara

kehamilan kembar, molahidatidosa (kehamilan anggur) dan polihidramnion
(kelebihan air ketuban) (Benson, 2009).
Kematian ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia masih sangat tinggi.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 Angka Kematian Ibu
adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup, jika dibandingkan dengan Target Millenium
Development Goals tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
Kematian Bayi adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup, berarti satu di
antara 31 bayi meninggal sebelum mencapai umur satu tahun, Angka Kematian
Bayi masih jauh dari yang ditargetkan MDGs sebesar 23 kematian per 1.000
kelahiran hidup di tahun 2015.
Angka kematian ibu akibat pre-eklampsia di Indonesia cukup tinggi yaitu
antara 9,8 persen sampai 25 persen. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat

pre-eklampsia dapat tercapai bila tindakan pencegahan dan diagnosis penyakit
dilaksanakan lebih dini serta pengobatan sesegera mungkin. Usaha pencegahan dini
dapat dilakukan apabila dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab utama dan faktorfaktor risiko kejadian pre-eklampsia (Betty dan Yanti, 2011).
Angka kematian ibu (AKI) di provinsi Aceh tahun 2012 mencapai 190,7 per
100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu masih di dominasi oleh karena
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. Angka Kematian Bayi sebesar
10,8 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Aceh, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklamsia (25%),
partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Resiko kematian
meningkat bila ibu menderita anemia, kekurangan energi kronik dan penyakit
menular. Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari
adanya ”empat terlalu” yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua
(usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak
lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran dimana jarak antar
kehamilan kurang dari 2 tahun (Kemenkes RI, 2012).
Berkat kemajuan dalam bidang anestesi, teknik operasi, pemberian cairan
infus dan transfusi dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka penyebab

kematian ibu karena perdarahan dan infeksi dapat diturunkan dengan nyata. Namun
penderita preeklampsi dapat berkembang menjadi preeklampsi berat karena
ketidaktahuan dan sering terlambat mencari pertolongan, sehingga angka kematian
ibu karena preeklampsi belum dapat diturunkan (Haryono, 2006).
Pre-eklamsia merupakan penyakit dengan tanda timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
kehamilan yang penyebabnya belum diketahui secara jelas dan dianggap sebagai
“maladaptation syndrome”. Pre-eklamsia umumnya terjadi pada primigravida,
kehamilan di usia remaja, kehamilan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun,
mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat tekanan darah tinggi yang kronis
sebelum kehamilan, kegemukan, riwayat kencing manis, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya (Yeyeh, 2010). Faktor risiko ibu hamil mengalami

Universitas Sumatera Utara

preeklampsi/eklampsi antara lain adalah riwayat preeklampsi, primigravida,
kegemukan, kehamilan ganda, riwayat penyakit tertentu (Prawirohardjo, 2008).
Penelitian Faizah dan Yanti (2011) menunjukkan bahwa kejadian preeklampsia terjadi lebih banyak dialami oleh ibu dengan interval persalinan≥ 5 tahun
dibandingkan ibu dengan interval persalinan < 5 tahun. Kejadian pre-eklampsia
terjadi paling banyak dialami oleh ibu dengan umur
≥ 35 tahun dibandingkan ibu

dengan umur < 35 tahun. Kejadian pre-eklampsia terjadi paling banyak dialami ibu
primipara, dari pada ibu multipara. Interval persalinan berhubungan dengan kejadian
pre-eklampsia, semakin panjang interval persalinan anak≥5
( tahun), semakin besar
risiko untuk mengalami pre-eklamsia.
Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah
adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau
hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung
normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita penderita
tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kirakira 20% menunjukkan kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala
preeklampsia atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium,
muntah, gangguan visus (Supperimposed preeklampsia), bahkan dapat timbul
eklampsia dan perdarahan otak. Dalam penelitian Hadi (2010) yang dijalankan di
RSUP H. Adam Malik dalam tahun 2008-2010, ditemukan 4 kasus (16,7%) penderita
preeklamsia berat dan sebanyak 2 kasus (18,2 %) yang menderita eklamsia.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data yang di peroleh di ruang bersalin, ruang kebidanan Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh (RSUDZA), bulan Januari s/d

Desember 2011 terdapat 119 kasus pre-eklamsia dari 1652 ibu hamil (7,2%). Pada
bulan Januari s/d Desember 2012 di dapatkan 364 kasus pre-eklamsia dari 1886 ibu
hamil (19,3%). Pada tahun 2013 terdapat 105 kasus pre-eklamsi dari 2,105 ibu hamil
(4,9%) yang berkunjung ke RSUDZA.
Menurut data rekam medis tahun 2013, kejadian ibu hamil yang mengalami
preeklamsia di RSUD dr. Zainoel Abidin yang dirujuk ke rumah sakit sebanyak 15
orang dan yang tidak dirujuk sebanyak 90 orang sedangkan yang ditemukan
meninggal ada 1 orang.
Hasil studi pendahuluan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan
ibu hamil yang pre-eklamsi disebabkan oleh hipertensi berat selama kehamilan dan
sering terjadi pada ibu primigravida. Kondisi ini dikarenakan adanya penurunan
Human Leucocite Antigen Protein G (HLA) yang berperan penting dalam modulasi
respon imun sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) sehingga terjadi
intoleransi ibu terhadap plasenta yang menyebabkan terjadinya pre-eklamsia. Pada
ibu grandemultigravi damerupakan paritas yang beresiko untuk hamil sehingga terjadi
perubahan fisiologi sistem kardiovaskular, terjadi hipertensi akhirnya menyebabkan
pre-eklamsia.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah “Belum diketahuinya faktor risiko terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.

1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui faktor risiko terjadinya pre-eklamsia di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

1.4. Hipotesis
1.

Ada faktor risiko paritas terhadap kejadian pre-eklamsia di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2.

Ada faktor risiko usia ibu terhadap kejadian pre-eklamsia di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh


3.

Ada faktor risiko kehamilan kembar terhadap kejadian pre-eklamsia di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

4.

Ada faktor risiko hipertensi terhadap kejadian pre-eklamsia di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

5.

Ada faktor risiko antenatal care (ANC) terhadap kejadian pre-eklamsia di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

6.

Ada faktor risiko budaya terhadap kejadian pre-eklamsia di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh


Universitas Sumatera Utara

1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi petugas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
diharapkan sebagai pertimbangan perumusan kebijakan program

dalam

menurunkan AKI dan AKB.
2. Sebagai masukan untuk petugas puskesmas agar dapat mengevaluasi kegiatan
yang telah dilakukan, dan membuat perencanaan yang lebih tepat guna dalam
mengatasi ibu hamil yang mengalami preeklamsia.

Universitas Sumatera Utara