Pengaruh Entrepreneurial Marketing Terhadap Keunggulan Bersaing (Studi Kasus Pada Pelaku Usaha Oleh-Oleh Khas Medan Di Jalan Mojopahit Medan)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Landasan Teori

2.1.1

Kewirausahaan
Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan

Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa: (a) Wirausaha adalah
orang

yang

mempunyai

semangat,

sikap,


perilaku

dan

kemampuan

kewirausahaan; (b) Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan
kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada
upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk
baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Barringer dan Ireland (2010:30) menyatakan bahwa kewirausahaan
(entrepreneur)

berasal

dari

bahasa


Prancis

yang

digunakan

untuk

mendeskripsikan orang yang mengambil resiko di antara pembeli dan penjual atau
orang yang mengambil tugas seperti membuka usaha baru.
Hendro (2011:17) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah
kemampuan untuk menggunakan, merangkai dan memberdayakan semua
sumber daya yang dimiliki (pengetahuan sumber daya, produksi, TI, keuangan
dan pemasaran) dengan kreativitas untuk sukses di bidang yang digeluti, baik
di dunia pekerjaan (karir) maupun wirausaha. Kewirausahaan adalah sikap
yang berdasarkan konsep dan pemikiran. Semua orang yang mampu
mengambil keputusan dengan berani dan secara aktif menghadapi masalah

8


9

yang muncul, mampu untuk belajar menjadi seorang wirausaha (Jia-sheng dan
Chia-Jung, 2010:109).
Echdar (2013:9) juga menyatakan bahwa hakikat kewirausahaan adalah
kemampuan berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang digunakan sebagai dasar,
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dan proses dalam menghadapi
tantangan hidup. Ide kreatif dan inovatif wirausaha diawali dengan proses imitasi dan
duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada
proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda.
Slamet (2014:5) menyimpulkan bahwa kewirausahaan adalah proses
menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu
dan tenaga, melakukan pengambilan resiko finansial, fisik, maupun sosial, serta
menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi.
Teori yang serupa diungkapkan oleh Iskandar (2014:3) bahwa
kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses.
Beliau menambahkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam
menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya

dengan cara yang baru dan berbeda seperti:
1. Pengembangan teknologi
2. Penemuan pengetahuan ilmiah
3. Perbaikan produk barang dan jasa yang ada
4. Menemukan cara baru untuk mendapatkan produk yang lebih banyak dengan
sumber daya yang lebih efisien.

10

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa inti dari kewirausahaan adalah
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Hadiyati, 2009:185).
2.1.2

Karakteristik wirausaha
Merangkum pandangan beberapa ahli, Darya (2012) mendefenisikan

wirausaha sebagai:
1. Seorang inovator.
2. Seorang pengambil risiko (a risk-taker).
3. Orang yang mempunyai misi.

4. Orang yang mempunyai visi.
5. Orang yang fokus pada hasil.
6. Hasil dari pengalaman.
7. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi.`
8. Orang yang memiliki locus of control internal.
Dalam jurnal yang sama, variabel penelitian untuk karakteristik
kewirausahaan yang digunakan adalah :
1. Berkeinginan untuk mengatasi perubahan.
2. Berkeinginan untuk mengatasi kegagalan.
3. Berilmu-pengetahuan.
4. Berkeinginan untuk unggul.
5. Berkeinginan untuk berkembang.
Sedangkan menurut Hendro (2011:44), seorang wirausaha yang sukses
mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Mempunyai mimpi yang realistis dan tinggi.

11

2. Mempunyai karakter determinasi, berani, pantang menyerah, dan ulet.
3. Menyukai tantangan.

4. Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat.
5. Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya.
6. Seorang visioner dan mempunyai daya kreativitas yang tinggi.
7. Risk manager, not just risk taker.
8. Memiliki kekuatan emosional.
9. Seorang penyelesai masalah.
10. Mampu menjual dan memasarkan produknya.
11. Mudah bosan dan sulit diatur.
12. Seorang kreator ulung.
2.1.3

Pemasaran (Marketing)
Ada banyak pengertian dari pemasaran. Pemasaran menurut American

Marketing Association adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasian dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan
pemangku kepentingannya. Sedangkan Assauri (2009:5) memiliki pendapat yang
lebih luas yaitu pemasaran sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk
memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

Kartajaya

(2010:2)

menyatakan

bahwa

pemasaran

penting

bagi

kelangsungan hidup perusahaan dikarenakan pemasaran memastikan adana
pertukaran nilai antara perusahaan dengan konsumen, membentuk pola persaingan,
orientasi bisnis perusahaan dan juga cara bisnis dijalankan dalam suatu industri.

12


Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) adalah suatu proses
kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Pemasaran
singkatnya adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.
Dalam luang lingkup usaha kecil menengah, pemasaran dipengaruhi oleh
sejumlah faktor penting seperti pelanggan, pasar, tren dan pesaing yang dimana
interaksi di antara faktor di atas membantu usaha kecil menengah menciptakan
gaya pemasaran yang khusus (O'Dwyer et al, 2009:505). Pemarasan di usaha
kecil menengah terbatas oleh berbagai hambatan seperti masalah keuangan,
sumber daya dan keahlian serta informasi. Tetapi keterbatasan inilah yang
menstimulus kreativitas dan inovasi yang kemudian menghasilkan suatu gaya
pemasaran yang inovatif.
2.1.4

Entrepreneurial marketing
Keterbatasan usaha kecil menengah dalam bidang pemasaran telah

melahirkan suatu teori yang menggabungkan pemasaran dengan kewirausahaan.
Entrepreneurial marketing adalah suatu istilah yang sering dikaitkan dengan

kegiatan pemasaran dalam suatu usaha yang kecil dan memiliki sumber daya yang
terbatas dan harus mengandalkan taktik pemasaran yang kreatif dan tidak rumit
yang bertumpu pada penggunaan jaringan sosial pribadi (Morris dan
Schindehutte,

2002:4).

Implementasi

Entrepreneurial

Marketing

dapat

menghasilkan nilai lebih bagi pelanggan dan organisasi. Entrepreneurial
marketing juga menjelaskan bagaimana pengambil keputusan dapat menggunakan

13


sumber daya yang terbatas untuk mengatasi masalah secara optimal (Fillis,
2010:97). Inovasi adalah implementasi dari ide tersebut dalam praktek.
Entrepreneurial marketing adalah hasil dari interpretasi infomasi secara
kewirausahaan, pengambilan keputusan dan aksi pemasaran. Entrepreneurial
marketing adalah suatu semangat dan orientasi serta suatu proses untuk mengejar
peluang, menciptakan dan mengembangkan usaha memberikan

nilai bagi

pelanggan melalui hubungan dengan cara mengaplikasikan inovasi, kreativitas,
penjualan, pemasaran, networking dan fleksibilitas (Hills dan Hultman, 2011:2).
Jelas terbukti bahwa entrepreneurial marketing berada di tingkat pemahaman dan
kompleksitas yang berbeda dengan konsep pemasaran tradisional.
Tabel 2.1
Perbedaan Pemasaran Tradisional dengan
Entrepreneurial Marketing
Pemasaran Tradisional

Entrepreneurial marketing


Dasar Pemikiran

Memfasilitasi transaksi dan
mengatur pasar.

Mempertahankan
keunggulan bersaing
melalui inovasi yang
menciptakan nilai.

Orientasi

Pemasaran adalah objektif
dan tidak ada hubungan
dengan kesukaan.

Kesukaan, kemauan dan
kreativitas adalah peran
utama dalam pemasaran.

Konteks

Terorganisasi, pasar yang
stabil

Peran Pemasar

Mengkoordinasikan bauran
pemasaran dan
membangun merek.

Pendekatan Pasar

Pendekatan yang
beradaptasi dengan situasi
pasar dengan sedikit inovasi

Pendekatan yang pro-aktif
dan memandu pelanggan
dengan inovasi yang
dinamis

Keperluan Pelanggan

Didapatkan dari survey

Didapatkan dari pengguna

Perpektif Resiko

Meminimalisasi resiko
dalam kegiatan pemasaran

Pemasaran sebagai
mediasi untuk membagi
resiko.

Prediksi, market yang
terbagi dengan
kemungkinan perubahan
yang tinggi
Membuat perubahan
internal dan eksternal.
Menciptakan kategori

14

Lanjutan Tabel 2.1
Pemasaran Tradisional

Entrepreneurial marketing

Manajemen Sumber Daya

Menggunakan sumber daya
dengan efisien. Terbatas
dengan sumber daya yang
ada

Meningkatkan nilai sumber
daya dengan cara yang
kreatif. Kegiatan tidak
terikat dengan sumber daya
yang ada.

Pengembangan
Produk/Jasa Baru

Pemasaran mendukung
pengembangan produk/jasa
baru

Inovasi berasal dari
kegiatan pemasaran dan
pelanggan

Sumber eksternal ide dan
evaluasi

Elemen aktif dalam proses
pengambilan keputusan,
penentuan produk,
pendekatan harga,
distribusi dan komunikasi

Peran Pelanggan

Sumber : Morris, Schindehutte, dan LaForge, 2002:6

Terdapat tujuh dimensi yang mendasari entrepreneurial marketing,
yaitu: proactive,, opportunity focus, customer intensity, innovation, risk
management, resource leveraging and value creation (Morris et al, 2002:5).
Ketujuh dimensi ini didukung hasil penelitian dari Miles dan Darroch (2006:490)
dan juga hasil penelitian dari Morrish dan Deacon (2009:117).
2.1.4.1 Proactive (proaktif)
Proaktif dapat diartikan sebagai pengambilan tindakan atau inisiatif untuk
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Presbitero,
2015). Seseorang yang proaktif lebih mungkin untuk mengambil tanggung jawab
untuk menciptakan suatu perubahan dan usaha yang kreatif ketika didukung
dengan kemampuan dan dukungan yang positif (Jiang dan Gu, 2015).
Menurut Morris dalam Syah (2016), orientasi proaktif sebagai pemasar
mencoba

untuk

mendefinisikan

kondisi

eksternal

untuk

mengurangi

ketidakpastian dan mengurangi ketergantungan dan kerentanan. Proaktif
merefleksikan kemauan seorang wirausaha untuk mendominasi pesaing dengan
kombinasi dari sikap proaktif dan agresif. Sebagai contoh, memperkenalkan

15

produk dan jasa baru sebelum pesaing dan mengantisipasi kebutuhan pasar yang
akan datang untuk membuat perubahan dan membentuk lingkungan (Rezvani dan
Khazeai, 2014:208).
Proaktif menurut Chen dan Hambrick dalam Lumpkin dan Dess (1996),
memiliki 2 dimensi utama sebagai berikut:
1. Memiliki inisiatif dalam upaya untuk menentukan segmentasi pasar guna
mencapai keuntungan pribadi.
2. Memiliki kemampuan untuk menemukan dan mengeksploitasi produk baru

maupun peluang pasar. Seorang wirausahawan yang memiliki sikap proaktif
merupakan pencipta perubahan dalam bisnis yang sedang dijalankan dan
perubahan inilah yang menjadi salah satu alat utama yang digunakan oleh
wirausahawan untuk memperoleh keunggulan atas pesaing.
Seseorang yang proaktif mengidentifikasi peluang dan mengambil
tindakan, menunjukkan inisiatif, dan bertahan sampai menghasilkan suatu
perubahan yang berarti (Crant, 1996). Menurut beliau, sikap proaktif akan
menentukan kesuksesan suatu usaha. Contoh spesifik dari sikap proaktif adalah
memulai pemecahan masalah sendiri, mengambil inisiatif untuk perubahan,
memberikan ide untuk memperbaiki situasi dalam organisasi, mencari umpanbalik
dan menunjukkan permasalahan yang ada (Shin dan Kim, 2015).
2.1.4.2

Opportunity Focus (Fokus pada Peluang)
Kesempatan adalah posisi pasar yang belum teridentifikasi yang

menyimpan potensi keuntungan yang berkelanjutan (Morris et al, 2002).
Tantangan terberat suatu UKM adalah mengidentifikasi dan mengambil peluang

16

yang ada (Short et al, 2009). Kinerja usaha bertumpu pada peluang usaha akibat
dari suatu kegiatan yang muncul. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan
mengejar peluang yang ada adalah kemampuan yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan suatu UKM (Rezvani dan Khazeai, 2014).
Hal ini dikarenakan peluang adalah sumber potensi keuntungan yang
berkelanjutan (Syah, 2016). Walaupun ide dan kreativitas pemilik usaha adalah
sangat penting dalam suatu usaha, tetapi ide dan kreativitas tersebut akan sia-sia
apabila tidak didukung dengan kemampuan untuk mengidentifikasi peluang yang
ada di pasar (Heinonen et al, 2011). Dari hasil penelitian Li et al (2015),
pengalaman berwirausaha, kepekaan terhadap pasar dan pengetahuan berpengaruh
secara positif terhadap pengidentifikasian peluang dari seorang wirausahawan.
Ada tiga sumber yang mendasari munculnya peluang dalam berwirausaha
(Holcombe, 2003) :
1. Faktor yang mengacaukan keseimbangan pasar.
Perubahan selera, teknologi atau sumber daya yang ada mendorong pasar
keluar dari keseimbangannya dan menciptakan peluang bagi mereka yang
dapat mencari sumber daya pengganti.
2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan produksi.
Sumber daya yang digunakan, selera, banyaknya produk dan jasa yang
ditawarkan akan berubah seiring dengan pendapatan yang meningkat. Dengan
adanya perubahan yang memperbesar kapasitas pasar, kemungkinan produksi
dapat dieksplorasi untuk menhasilkan keuntungan yang lebih.
3. Efek dari aktivitas kewirausahaan.

17

Ketika wirausahawan mengambil peluang yang ada, pasar yang baru muncul.
Ketika wirausahawan menciptakan produk baru, secara otomatis peluang
untuk menciptakan barang komplementer pun muncul dan meningkatkan
permintaan sumber daya untuk produk yang baru. Oleh karena itu, semakin
banyak wirausaha dalam suatu pasar, semakin banyak pula peluang yang akan
muncul dari hasil aktivitas kewirausahaan tersebut.
Tidak akan ada kewirausahaan apabila tidak ada kemampuan untuk
mengidentifikasi peluang dan walaupun adanya penentuan peluang, tetapi apabila
tidak dibarengi dengan pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu terhadap
peluang yang ada, maka tidak akan ada kewirausahaan (Santos et al, 2015).
Menurut Baron dan Ensley (2006), ada 5 dimensi yang berhubungan
dengan peluang usaha yaitu:
1. Menyelesaikan masalah pelanggan.
2. Kemampuan menghasilkan arus kas positif.
3. Resiko yang dapat di kendalikan.
4. Keunggulan produk atau jasa.
5. Potensi untuk mengubah pasar atau industri.
2.1.4.3

Customer intensity (Jumlah Pelanggan)
Dimensi dari customer intensity dibangun berdasarkan faktor-faktor yang

diaanggap penting dalam pemasaran suatu organiasasi, yaitu: orientasi yang berpusat
pada pelanggan dengan menggunakan inovasi untuk menciptakan, membangun dan
mempertahankan hubungan pelanggan (Rezvani dan Khazeai, 2014). Jumlah
pelanggan memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup usaha

18

kecil menengah dikarenakan kehilangan ataupun bertambahnya satu konsumen akan
sangat menentukan keberlangsungan hidup usaha tersebut (Becherer et al, 2012).
Salah satu cara yang dapat dilakukan UKM untuk mempertahankan dan
meningkatkan jumlah pelanggan adalah dengan memberikan pelayanan yang terbaik
bagi pelanggan dalam segala aspek untuk memuaskan keinginan pelanggan.
Pelanggan yang puas akan memberikan keuntungan bagi usaha dalam jangka
pendek maupun panjang dikarenakan kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan
kesetiaan pelanggan, kepercayaan dan juga komponen emosional dalam hubungan
antara pelanggan dan usaha (Voigt et al, 2010).
Penelitian yang lain menunjukkan bahwa tidak hanya pelayanan optimal yang
mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, tetapi kualitas produk dan
performa produksi suatu perusahaan juga tidak kalah pentingnya dengan pelayanan
optimal yang diberikan kepada pelanggan (Cai, 2009).
Cara lain perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan adalah dengan
menyesuaikan kemampuan produk dengan ekspektasi kemampuan produk
pelanggan. Pengguna tentutnya memiliki ekspektasi kemampuan dari suatu produk.
Apabila perusahaan dapat memenuhi ataupun melampaui kriteria ekspektasi
pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas dan meningkatkan kemungkinan
loyalitas terhadap suatu produk (Mkpojiogu dan Hashim, 2016).
Dalam meningkatkan kepuasan pelanggan, ada beberapa dimensi dari
pelayanan pelanggan yang perlu di perhatikan menurut Dash et al (2014) adalah
sebagai berikut:
1. Reliabilitas: Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan

19

dengan akurat.
2. Responsivitas: Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan
pelayanan yang tangkas.
3. Kepastian: Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menanamkan
rasa percaya.
4. Empati: Kecukupan perhatian yang diberikan perusahaan terhadap pelanggan.
5. Tangibles: Keberadaan alat-alat fisik seperti: fasilitas, peralatan, karyawan dan
alat komunikasi.
Kesimpulan dari paparan di atas adalah bahwa pelanggan adalah faktor
utama keberadaan suatu usaha, tanpa pelanggan, usaha tidak akan bertahan. Oleh
karena itu usaha harus melakukan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan
pesaing untuk menarik, menambah dan mempertahankan pelanggan.
2.1.4.4

Innovation (inovasi)
Inovasi adalah proses menciptakan sesuatu yang baru (Barringer dan

Ireland, 2010:45) dan menggabungkan sumber daya yang ada sekarang dengan
cara yang baru dan lebih produktif (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010:111). Definisi
yang hampir sama diungkapkan oleh Sumarsono (Sumarsono, 2010:4) bahwa
inovasi adalah pencarian kesempatan baru, perbaikan barang dan jasa yang ada
dan menciptakan barang dan jasa yang baru atau mengkombinasikan unsur
produksi yang ada dengan cara yang baru dan lebih baik.
Secara keseluruhan, inovasi adalah memperkenalkan sesuatu yang baru
atau cara yang baru untuk melakukan sesuatu dan cara atau produk tersebut
diterima oleh pasar (Seighalan et al, 2016:36). Inovasi berkisar dari penciptaan

20

produk baru yang dapat mengubah industri sampai dengan perkembangan metode
pembuangan limbah dalam proses produksi (Dustin et al, 2014). Inovasi adalah
inti dari proses kewirausahaan (Barringer dan Ireland, 2010:45).
Menurut Ko dan Hsi-Peng (2010) serta didukung beberapa peneliti
lainnya (Winter, 2003; Ford dan Saren, 2001) bahwa inovasi memiliki tiga
dimensi yaitu: produk, proses dan pasar.
Inovasi produk adalah perbaikan barang dan jasa yang ada atau
menciptakan barang dan jasa baru. Inovasi proses adalah menggunakan cara
yang baru yang lebih efisien dan efektif dalam menciptakan barang atau jasa.
Inovasi proses adalah mengidentifikasi pasar baru yang dapat di penetrasi serta
mengukur besar dari pasar tersebut dan mengetahui waktu yang tepat untuk
memasuki pasar tersebut.
Sumber kekayaan tidaklah berasal dari bekerja, investasi fisikal ataupun
penelitian. Sumber dari kekayaan berasal dari inovasi dan didukung dengan
kewirausahaan. Dalam proses kewirausahaan, kesemapatan berinvestasi
meningkat, pekerjaan dengan produktivitas yang lebih tinggi tercipta dan
berefek pada masyarakat untuk mencari ilmu yang lebih berguna dan bernilai
baik secara formal maupun informal. Kemudian dari ilmu yang diperoleh,
melakukan inovasi melalui wirausaha (Henrekson, 2014).
Hubungan inovasi, kewirausahaan dan ilmu pengetahuan adalah hal yang
tidak dapat dipisahkan karena ketiganya membentuk suatu siklus tersendiri.
Meskipun begitu, ada beberapa hal yang menghambat kapasitas inovasi UKM
yaitu (Purcarea et al, 2013):

21

1. Minimnya proaktivitas.
2. Keterbatasan sumber daya finansial.
3. Keterbatasan keahlihan dalam manajemen inovasi.
4. Keterbatasan keahlian networking
5. Keterbatasan kerja sama dengan kelompok eksternal.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemilik UKM dapat menggunakan
sumber internal dan eksternal untuk mengumpulkan informasi yang dapat
diterapkan dalam proses inovasi. Pemilik juga dapat mengaplikasikan teknik
sukses yang telah diterapkan oleh UKM yang lain (Purcarea et al, 2013).
Untuk

meningkatkan

kemampuan

inovasi,

UKM

juga

dapat

mengembangkan strategi orientasi kewirausahaan karena berdasarkan hasil
penelitian Wang et al (2015), orientasi kewirausahaan berpengaruh secara positif
terhadap kemampuan inovasi. Meningkatnya kemampuan inovasi UKM akan
sangat berpengaruh terhadap keunggulan bersaing usaha tersebut.
2.1.4.5

Risk-Taking (Pengambilan Resiko)
Walaupun peluang membawa kemungkinan untuk mendapatkan laba,

tetapi dalam mengejar laba tersebut, pengkalkulasian kerugian yang mungkin
terjadi haruslah dilakukan (Becherer et al, 2012). Hasil penelitian Abotsi, et al
(2014) menyatakan bahwa ada tujuh faktor yang dapat meningkatkan
efektifitas manajemen resiko dalam prosedur pengambilan resiko: komitmen
dan dukungan dari manajemen atas, komunikasi, budaya, teknologi informasi,
budaya organisasi, pelatihan dan kepercayaan.
Tetapi tidak setiap suatu usaha mengambil langkah yang beresiko.

22

Suatu usaha yang merasa berada di posisi unggul dalam persaingan lebih
memilih

untuk

mengambil

keputusan

yang

aman

dan

menghindari

pengambilan keputusan yang beresiko yang akan membahayakan usaha
tersebut. Sebaliknya, usaha yang merasa kurang unggul dalam persaingan di
pasar lebih cenderung mengambil keputusan yang lebih beresiko untuk
menyaingi kompetitor yang ada di pasar (Rustambekov, 2012).
Dari hasil penelitian Stone dan Gronhaug (1993), ada 6 dimensi dari
resiko, yaitu:
1. Finansial: resiko keuangan
2. Kinerja: penyimpangan dari hasil yang diharapkan
3. Psikologi: persepsi pribadi setelah pengambilan keputusan
4. Fisik: kerusakan barang atau alat alat fisik
5. Sosial: persepsi sosial setelah pengambilan keputusan
6. Waktu: perubahan karena waktu.
Keputusan untuk mengambil resiko berbeda di tiap tingkatan usaha.
Usaha mikro (jumlah karyawan 1-9) lebih jarang mengambil resiko
dibandingkan dengan usaha kecil dan menengah. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan prioritas. Dalam penelitian Kremel dan Yazdanfar (2015), prioritas
usaha mikro adalah untuk bertahan hidup (survival) sedangkan usaha kecil dan
menengah sudah mulai fokus terhadap pertumbuhan dan perkembangan
usahanya (growth).
Oleh karena itu, usaha mikro lebih cenderung menghindari keputusan yang
beresiko sedangkan usaha kecil dan menengah lebih cenderung memilih

23

keputusan yang beresiko untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Panikkos (2010) menunjukan
adanya pengaruh kecenderungan suatu usaha dalam pengambilan resiko terhadap
keunggulan pertumbuhan usaha. Usaha yang lebih cenderung mengambil resiko
dalam keputusannya menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
dengan usaha yang menghindari resiko. Resiko yang paling sering terjadi dalam
usaha kecil adalah resiko permodalan karena kurangnya penjualan dan likuiditas
dan resiko pasar akibat pasar yang kurang stabil.
Ada tiga cara yang bisa digunakan pemilik usaha untuk mengidentifikasi
kemungkinan kerugian :
1. Evaluasi secara sistematis terhadap aset bisnis, aktivitas dan karyawan.
2. Menggunakan laporan keuangan untuk mengidentifikasi sumber kerugian
3. Menggunakan flow-chart untuk menganalisa semua kegiatan dan aktivitas dari
usaha tersebut. (Falkner dan Hiebl, 2015).
2.1.4.6

Resource leveraging (Pemanfaatan Sumber Daya)
Pemasar

kewirausahaan

membentuk

kapasitas

yang

kreatif

untuk

pemanfaatan sumber daya. Kemampuan untuk menemukan sumber daya yang belum
digunakan secara optimal, melihat bagaimana sumber daya dapat digunakan dalam
konteks yang lain dan meyakinkan pemilik sumber daya untuk mempercayakan
sumber daya kepada pemasar, memerlukan visi, pengalaman dan kemampuan
(Hacioglu et al, 2012:873). Oleh karena itu, sumber daya yang paling penting bagi
suatu perusahaan adalah orang yang memberikan kerja, bakat, kreativitas dan
semangat kerjanya untuk tujuan usahanya (Syah, 2016).

24

Untuk memenangkan persaingan di pasar, pemilik UMKM harus
berfokus pada difersivikasi produk dan sumber daya untuk unggul dalam. Dengan
cara ini, pemilik UMKM dapat mengingkatkan efektifitas dan efisiensi
produktivitas ke tingkat yang maksimum (Andersén, 2010). Apabila efisiensi dan
efektivitas produksi sudah mencapai titik puncak, pemilik UMKM dapat mulai
memilih faktor produksi yang memiliki kriteria: berharga, langka, tidak dapat
ditiru dan tidak dapat disubstitusikan (Grant, 1991).
Keunggulan bersaing dalam jangka panjang akan didapatkan suatu
usaha yang menggunakan sumber daya dengan kriteria di atas secara efektif
(Asad, 2014). Menggunakan faktor produksi dengan ciri-ciri di atas
memastikan bahwa tidak akan ada kompetitor yang dapat menyaingi produk
yang akan dihasilkan. UMKM tersebut akan menjadi satu-satunya usaha yang
menjual produk dengan kriteria, keunikan dan spesifikasi tersendiri yang tidak
dapat ditemukan di usaha yang lain (monopoli pasar).
2.1.4.7

Value Creation (Penciptaan Nilai)
Entrepreneurial marketing adalah suatu fungsi organisasi dan suatu paket

proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada
pelanggan (Ionita, 2012). Titik fokus Entrepreurial Marketing adalah penciptaan
nilai inovatif, pada asumsi bahwa penciptaan nilai merupakan syarat untuk
transaksi dan hubungan (Syah, 2016).
Keputusan pemilik usaha yang diambil dengan mempertimbangkan
penciptaan nilai dan sumber daya akan mempengaruhi strategi usaha dan
secara signifikan mempengaruhi performa finansialnya (Othman dan Sheehan,

25

2011). Menciptakan nilai tidak hanya sekedar memberikan produk yang
berkualitas, tetapi pelayanan konsumen juga memberikan kontribusi yang
besar terhadap persepsi nilai suatu usaha.
Penciptaan nilai tidak terjadi dalam sekali transaksi, melainkan dalam
jangka panjang dengan dukungan kemampuan UMKM dalam memberikan
ketenangan hati dalam mengkonsumsi produk, kepastian dan kejelasan produk serta
tidak ada kekhawatiran dalam mengkonsumsi produk yang ditawarkan (Cassia et al,
2015). Proses penciptaan nilai dimulai dari perakitan kerangka penciptaan nilai
(terdiri dari kemampuan orientasi strategis dan orientasi bisnis), kemudian
dilanjutkan dengan menciptakan teknik penciptaan nilai (kemampuan yang terdiri
dari kemampuan inovasi, pemasaran dan produksi) dan diakhiri dengan suatu paket
nilai yang mewakili hasil dari proses penciptaan nilai (Ngo dan O'Cass, 2010).
Nilai dapat diciptakan melalui improvisasi, dan ada banyak cara untuk
melalukannya. Secara sadar berusaha untuk memperkuat nilai yang ada dan
menciptakan nilai yang baru merupakan salah satu cara tetapi membutuhkan
informasi yang banyak dikerenakan nilai bukanlah keperluan universal.
Penciptaan nilai berarti mengikat usaha dengan sesuatu yang baru, objek
baru untuk diperhatikan, komitmen dan tanggung jawab yang baru dengan nilai
yang telah diciptakan (Harper, 2014).
Terdapat 4 dimensi dari value menurut Heinonen K (2004) yaitu:
1. Dimensi teknikal: menjawab pertanyaan “apa”. Dimensi ini mewakilkan
kemungkinan pelanggan untuk memilih produk atau jasa yang lain.
2. Dimensi fungsional: menjawab pertanyaan “bagaimana”. Dimensi ini

26

mewakilkan bagaimana produk atau jasa dapat bernilai bagi pelanggan.
3. Dimensi temporal: menjawab pertanyaan “kapan”. Dimensi ini mewakilkan
kapan produk atau jasa bernilai kepada pelanggan.
4. Dimensi spasial: menjawab pertanayaan “dimana”. Dimensi ini mewakilkan
dimana produk atau jasa bernilai kepada pelanggan.
2.1.5

Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage)
Keunggulan bersaing adalah jantung kinerja perusahaan dalam pasar

bersaing (Prasetya et al, 2007). Keunggulan bersaing menunjukkan bahwa
suatu usaha memiliki kinerja usaha yang lebih baik daripada pesaing yang
berada di industri yang sama dengan menggunakan aset dan kompetensi yang
dimilikinya (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010).
Keunggulan bersaing juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
memberikan suatu usaha peluang untuk memberikan nilai yang lebih kepada
pelanggannya dari pada kompetitor (Ghosh et al, 2016). Keunggulan bersaing
berasal dari kemampuan perusahaan untuk merakit dan mengekploitasi
kombinasi simber daya yang sesuai (Janet dan Ngugi, 2014).
Keunggulan bersaing dalam jangka panjang adalah hasil dari
implementasi strategi penciptaan nilai yang tidak diimplementasikan secara
berkala oleh pesaing dan usaha lain tidak dapat menduplikasi keuntungan dari
strategi yang digunakan (O'Shannassy, 2008).
Dari hasil penelitian terhadap keunggulan bersaing yang dilakukan
Sigalas, et al (2013), dapat disimpulkan bahwa keunggulan bersaing
didapatkan apabila banyaknya peluang pasar yang dapat direalisasikan dan

27

banyaknya ancaman pesaing yang dinetalisasikan berada di atas rata-rata
pesaing di industri yang sama (Sigalas et al, 2013).
Dalam ruang lingkup usaha kecil menengah, keunggulan bersaing
sangatlah dipengaruhi oleh kemampuan pemasaran dikarenakan kegiatan
pemasaran membangun sumber pemasukan dan memberikan arus kas yang
stabil untuk menutupi biaya yang di investasikan (Pratono dan Pudjibudojo,
2016). Usaha yang memiliki arus kas yang lancar akan lebih mudah unggul
dalam bersaing.
Menurut Ma (1999), terdapat beberapa jenis keunggulan bersaing yang
dapat dibagikan kedalam kategori sebagai berikut:
1. Positional advantages
Keunggulan ini berupa keunggulan posisi dimana suatu usaha memiliki posisi
yang lebih strategis dibandingkan dengan usaha lain. Misalnya: berada di
simpang jalan raya.
2. Kinetic advantages
Keunggulan ini berupa keunggulan fleksibilitas dimana suatu usaha dapat
beroperasi dengan lebih fleksibel dan efektif. Misalnya: Toyota yang
fleksibel dalam produksi sehingga mudah menyesuaikan dengan perubahan
permintaan di pasar.
3. Homogeneous advantages
Keunggulan ini berupa keunggulan dalam melakukan hal yang sama.
Misalnya: Perusahaan A memproduksi bika ambon yang lebih enak
dibandingkan dengan perusahaan B (proses dan sumber daya adalah sama).

28

4. Heterogeneous advantages
Keunggulan ini berupa keunggulan hasil dari melakukan sesuatu dengan cara
yang berbeda. Misalnya: Perusahaan A memproduksi bika ambon yang lebih
enak dibandingkan perusahaan B karena menggunakan teknologi dan sumber
daya yang lebih baik.
5. Tangible advantages
Keunggulan ini berupa keunggulan yang dapat dilihat secara fisik. Misalnya:
Keunggulan Indomaret yang memiliki toko yang besar dan menggunakan
sistem pembayaran secara komputerisasi.
6. Intangible advantages.
Keunggulan ini berupa keunggulan usaha yang tidak dapat dilihat secara fisik.
Misalnya: keunggulan merek, nilai, atau budaya perusahaan.
7. Discrete advantages
Keunggulan eksklusive seperti adanya hak paten atau kontrak eksklusif.
8. Compound advantages
Keunggulan ini berupa keunggulan informasi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan respon usaha terhadap perubahan yang terjadi dipasar.
Ada 2 dimensi keunggulan bersaing menurut Porter (1997):
1. Keunggulan biaya: Harga yang lebih murah dari pesaing.
2. Keunggulan differensiasi: Produk yang berbeda dari pesaing.
Dalam konteks penelitian ini. Dimensi yang digunakan hanya dimensi
keunggulan biaya karena objek penelitian ini tidak ada diferensiasi produk dari
toko yang satu ke toko yang lain.

29

2.1.6

Usaha Kecil Menengah (UKM)
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian UMKM adalah sebagai berikut :
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah).
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,- (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi

30

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yang
memenuhi kriteria:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,- (dua miliar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,(lima puluh miliar rupiah).
2.2

Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No

Peneliti dan
Tahun
Penelitian

Judul

Teknik
Analisis

Hasil Penelitian

1.

Suardhika,
Suryani
(2016)

Strategic Role of
Entrepreneurial
marketing and Customer
Relation Marketing to
Improve Competitive
Advantage in Small and
Medium Enterprises in
Bali Indonesia

Analisis SEMPLS

Hasil dari penelitian ini
menyimpulkan bahwa
Entrepreneurial marketing
berpengaruh positif
terhadap keunggulan
bersaing UKM di Bali,
Indonesia.

2.

Olannye,
Edward
(2016)

The Dimension of
Entrepreneurial
marketing on the
Performance of Fast
Food Restaurants in
Asaba, Delta State,
Nigeria

Analisis
Cronbach
Alpha

Proaktif, inovasi dan fokus
pada peluang berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap keunggulan
bersaing.

3.

Pratono,
Pudjibudojo
(2016)

Transforming
Entrepreneurial
Resources to
Competitive Advantage:
The Role of Social
Capital and Marketing
Capability

Analisis PLS
(Partial Least
Square)

Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa
kemampuan pemasaran
berpengaruh signifikan
terhadap kinerja usaha.

31

Lanjutan Tabel 2.2
No

Peneliti
dan Tahun
Penelitian

Teknik
Analisis

Judul

Hasil Penelitian

4.

Syah, Aldy
Pratama
(2016)

Pengaruh
Entrepreneurial
marketing terhadap
Kinerja Usaha (Studi
Kasus pada Anggota
BPT HIPMI Sumut)

Analisis
Regresi
Linear
Berganda

Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa
Entrepreneurial
marketing berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kinerja usaha.

5.

Janet,
Ngugi
(2014)

Influence of
Entrepreneurial
marketing on the
Growth of SMEs in
Kiambu Town-CBD,
Kenya

Analisis
Regresi
Berganda

Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa
Entrepreneurial
marketing berpengaruh
terhadap pertumbuhan
UKM.

6.

Lee, Hsieh
(2010)

A Research in Relating
Entrepreneurship,
Marketing Capability,
Innovative Capability
and Sustained
Competitive
Advantage

Analisis SEM
(Structural
Equation
Model)

Hasil dari penelitian ini
menyimpulkan bahwa
kewirausahaan dan
inovasi secara
langsung
mempengaruhi
keunggulan bersaing,
sedangkan pemasaran
tidak secara langsung
mempengaruhi
keunggulan bersaing.

7.

Miles,
Darroch
(2006)

Large Firms,
Entrepreneurial
marketing Processes,
and the Cycle of
Competitive Advantage

Entrepreneurial
marketing dapat
digunakan untuk
meningkatkan
kewiraushaan dalam
mencapai keunggulan
bersaing.

Sumber: Data Diolah

2.3

Kerangka Konseptual
Dalam pasar persaingan terbuka, suatu usaha dapat mendapatkan

keunggulan bersaing hanya apabila usaha tersebut dapat memberikan nilai yang
paling tinggi dibandingkan dengan pesaing lainnya dalam pasar tersebut (Miles
dan Darroch, 2006). Untuk mendapatkan keunggulan bersaing, pemilik usaha
dapat menggunakan entrepreneurial marketing. Entrepreneurial marketing adalah
suatu

fungsi

organisasi

dan

suatu

paket

proses

untuk

menciptakan,

mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan (Ionita, 2012).

32

Keunggulan bersaing adalah hasil dari pengaplikasian entrepreneurial
marketing secara maksimal dalam inovasi produksi, proses dan strategi untuk
mendapatkan posisi yang unggul di pasar. Dalam penelitian ini, variable yang akan
diteliti melalui dimensi Entrepreneurial marketing adalah (X1) opportunity focus,
(X2) pro-activeness, (X3) innovation, (X4) risk taking, (X5) resource leveraging,
(X6) value creation, dan (X7) customer intensity terhadap (Y) keunggulan bersaing.
Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang yang ada
adalah kemampuan yang sangat penting dalam menentukan keunggulan bersaing
suatu UKM (Rezvani dan Khazeai, 2014). Usaha yang dapat mengidentifikasi
dan merealisasikan suatu peluang medapatkan kesempatan lebih untuk
memberikan nilai lebih kepada pelanggan untuk menciptakan keunggulan
bersaing dalam pasar tersebut.
Proaktif dalam lensa kewirausahaan adalah suatu kegiatan pemasaraan
untuk merubah keadaan eksternal usaha untuk meminimalisasi ketidakpastian dan
mengurangi ketergantungan dan kerentanan (Becherer et al, 2012). Pemilik usaha
yang proaktif cenderung menjadi pemimpin pasar karena memiliki keinginan dan
pandangan ke depan untuk menangkap peluang baru (Yulianto, 2013) dan
mengubahnya menjadi suatu peluang untuk memberikan nilai lebih bagi
pelanggannya dan memenangkan persaingan.
Kegiatan pemasaran yang inovatif memberikan kesempatan kepada usaha
untuk fokus terhadap ide yang menghasilkan pasar, produk dan proses yang baru
(Olannye dan Edward, 2016). Banyak usaha kecil menengah yang berorientasi
inovatif dikarenakan sumber daya yang terbatas. Inovasi mengarah pada

33

perubahan proses organisasi dan menyesuaikan alat pemasaran dengan konsumen
dan kebutuhan pasar yang pada akhirnya akan memberikan dampak pada
keunggulan bersaing (Sattari dan Mehrabi, 2016).
Hasil penelitian dari Olannye dan Edward (2016) menyimpulkan bahwa
proaktif, inovasi dan fokus pada peluang berpengaruh positif secara signifikan
terhadap keunggulan bersaing.
Resiko adalah hal yang wajar yang dapat ditemukan dalam setiap
perusahaan. Dalam usaha kecil dan menengah, kegiatan pemasaran tidak akan
lepas dari proyek baru seperti kerja sama dengan perusahaan lain, uji coba pasar,
percobaan produk, dan pengelolaan sumber daya dengan cara yang baru (Morris
et al, 2002). Setiap proyek baru yang dilakukan memberikan ancaman berupa
resiko bagi usaha tersebut. Bagaimana pemilik UKM menangani resiko tersebut
akan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing usaha tersebut di pasar.
Resource leveraging adalah kemampuan untuk menggunakan sumber daya
internal dan eksternal untuk mencapai tujuan pemasaran (Syah, 2016). Tujuan
pemasaran perusahaan salah satunya adalah untuk mendapatkan keunggulan
bersaing. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa resource leveraging
berpengaruh terhadap keunggulan bersaing.
Tujuan utama dari entrepreneurial marketing adalah menciptakan nilai
(value creation) (Hamali et al, 2016). Dengan adanya nilai lebih yang dapat
ditawarkan suatu usaha untuk pelanggan daripada pesaingnya, usaha tersebut akan
lebih mudah mendapatkan keunggulan bersaing.
Pelanggan adalah salah satu faktor adanya usaha. Tanpa pelanggan, usaha

34

tidak akan dapat bertahan. Jumlah pelanggan memiliki peran yang sangat penting
dalam keberlangsungan hidup usaha terutama usaha kecil menengah dikarenakan
kehilangan ataupun bertambahnya satu konsumen akan sangat menentukan
keberlangsungan hidup usaha tersebut (Becherer et al, 2012). Jumlah pelanggan
menentukan posisi usaha tersebut dalam suatu pasar.

Usaha yang dapat

memberikan nilai yang lebih dari pesaingnya akan mendapatkan jumlah
pelanggan yang lebih banyak.
Opportunity focus
.

(X1)

Proactiveness
(X2)
Customer Intensity
(X3)
Risk Taking

Competitive Advantage

(X4)

(Y)

Resource Leveraging
(X5)
Value Creation
(X6)
Innovation
(X7)
Sumber: Morris et al, 2002

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

35

2.4

Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, dimensi Entrepreneurial marketing keterkaitan

dengan Competitive Advantage, maka hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:
H1: Opportunity focus berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive
Advantage.
H2: Pro-Activeness berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive
Advantage.
H3: Customer intensity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive
Advantage.
H4: Risk taking berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive
Advantage.
H5: Resource

leveraging

berpengaruh

positif

dan

signifikan

terhadap

Competitive Advantage.
H6: Value Creation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive
Advantage.
H7: Innovation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive
Advantage.
H8: Entrepreneurial marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Competitive Advantage.