Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Percepatan Pembangunan di Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi merupakan sebagai serangkaian usaha dalam suatu
perekonomian

untuk

mengembangkan

kegiatan

ekonominya

sehingga

infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin
berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru
dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah sangat
tergantung dari masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah tersebut
(Kuncoro, 2004) dalam (Safi’i, 2007).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk
dan disertai dengan perubahan fundamental dalam stuktur ekonomi suatu daerah
dan pemerataan pendapatan bagi suatu penduduk suatu daerah. Pembangunan
ekonomi adalah dimana pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan.
Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi suatu daerah pada suatu tahun
tertentu, tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dari berbagai
aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan
teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang

10
Universitas Sumatera Utara

tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat
(Sukirno,2006).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad:
2010). Pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu proses pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, tujuan dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat yang di daerah tersebut sehingga
untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah daerah dan masyarakatnya harus
secara bersama-sama mengambil inisiatif untuk melakukan pembangunan daerah
dengan mengelola setiap sumber daya yang ada, baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia.
Perbedaan kondisi

setiap daerah membawa

implikasi

bahwa


pola

pembangunan yang akan diterapkan setiap daerah berbeda beda sesuai dengan
karakteristik dan kekhasan daerah, karena peniruan pola kebijaksanaan yang
diterapkan pada suatu daerah yang berhasil belum tentu memberikan manfaat
yang sama bagi daerah lainnya. Sehingga kebijakan pembangunan daerah harus
sesuai dengan kondisi, permsalahan, serta potensi yang di miliki daerah yang
bersangkutan (Arsyad : 2010).

11
Universitas Sumatera Utara

Rahardjo Adisasmita (2005), menyatakan bahwa pembangunan wilayah
(regional) merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber
daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi
dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan
antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah,
kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas.
Pertumbuhan regional dapat terjadi akibat penentuan endogen atau eksogen, yaitu

faktor faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktorfaktor yang terdapat di luar daerah atau kominasi keduanya. Penentuan faktor
endogen meliputi distribusi faktor faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan
modal sedangkan faktor- faktor eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah
lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut (Glasson : 1990).
Pertumbuhan ekonomi juga dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan
pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara
tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai
indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan
(Sirojuzilam : 2008).
Teori pertumbuhan ekonomi daerah merupakan bagian terpenting dalam
analisis ekonomi regional, karena pertumbuhan merupakan salah satu unsur utama
dalam pembangunan ekonomi regional atau daerah yang mempunyai implikasi
kebijakan yang cukup luas, dimana sasaran utama analisis pertumbuhan ekonomi
regional adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat dan

12
Universitas Sumatera Utara

adapula daerah yang tumbuh lambat. Pada teori pertumbuhan ekonomi regional

memasukkan unsur lokasi dan wilayah secara eksplisit (Sjafrizal : 2008).
Pada hakekatnya teori pembangunan ekonomi daerah membahas tentang
metode analisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas
tentang faktor faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah
tertentu. Pengembangan dari metode-metode yang menganalisis perekonomian
suatu daerah penting untuk mengumpulkan data tentang perekonomian daerah
yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya yang kemudian dapat dipakai
sebagai pedoman untuk menentukan tindakan – tindakan apa yang harus diambil
untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang ada.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan didasarkan pada kekhasan
daerah yang bersangkutan (endegenous development) dengan menggunakan
potensi sumber daya manusia, sumber daya alam serta sumber daya buatan yang
dimiliki oleh daerah yang bersangkutan (Khusaini, 2006). Tujuan pembangunan,
termasuk pembangunan daerah, merupakan suatu kehendak masyarakat untuk
mencapai suatu keadaan tertentu atau menghindari terjadinya keadaan tertentu di
masa yang akan datang. Oleh sebab itu faktor yang mempengaruhi corak
pembangunan daerah dan sumber-sumber daya yang tersedia yang merupakan
faktor-faktoryang benar-benar timbul didalam masyarakat, faktor ini merupakan
keadaan yang ingin diciptakan oleh masyarakat pada masa yang akan datang
(Sukirno, 1976).


13
Universitas Sumatera Utara

Dalam

usaha

pembangunan,

pemerintah

pada

umumnya

hanyalah

menyediakan prasarana untuk memperlancar kegiatan perekonomian dan
selanjutnya menyerahkan kepada pihak swasta untuk mengembangkan sektor

ekonomi yang modern. Pemerintah daerah perlu juga untuk secara aktif
mengadakan perencanaan atau program pembangunan daerahnya dengan adanya
pelaksanaan asas desentralisasi. APBD menduduki posisi sentral dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan
sebagai alat menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran
dimasa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran standar evaluasi kinerja,
alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari
berbagai unit kerja.Proses pembangunan daerah pada dasarnya bukanlah sekedar
fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditujukan oleh prestasi
pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun yang lebih luas dari
pembangunan memiliki perspektif yang luas, justru mendapat tempat strategis
bagi proses pembangunan.
Dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk
mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik (Kuncoro, 2003).
Pembangunan ekonomi daerah yang telah dilakukan di berbagai daerah di
Indonesia lebih mengadopsi teori pertumbuhan ekonomi yang ditujukan untuk
mengukur

keberhasilan


dan

kegagalan

pembangunan.

Kelemahan

teori

pertumbuhan ekonomi disini sudah terbukti, bahwa maraknya pembangunan
ekonomi daerah yang dicerminkan banyaknya pembangunan infrastruktur fisik

14
Universitas Sumatera Utara

terbukti belum mencerminkan kebutuhan masyarakat setempat. Pembangunan
yang sudah dilakukan kurang menyentuh pada kebutuhan mendasar, dimana dapat
dilihat dari fakta dan masalah kemiskinan, pengangguran, pemerataan dan

menyusut investasi. Proyek dan program pembangunan kurang menyentuh pada
penyelesaian masalah mendasar, dan lebih beriorientasi pada pemenuhan tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dalam skala kuantitatif. Dalam hal ini
kegagalan pembangunan ekonomi daerah bisa dilihat secara substansif ketika
penyelesaian masalah kemiskinan dan pengangguran belum seiring dengan
padatnya program pembangunan yang telah dilakukan.
Dalam pembangunan ekonomi daerah peran pemerintah dapat mencakup
peran-peran wirausaha (enterpreneur), koordinator, fasilitator dan stimulator
(Blakely,1989; Kuncoro,2004) dalam Safi’i (2017:83):
1.

Wirausaha. Sebagai wirausaha, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
menjalankan suatu usaha bisnis. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan
potensi tanah dan bangunan untuk tujuan bisnis. Tanah dan bangunan dapat
dikendalikan oleh pemerintah daerah utnuk tujuan konservasi atau alasanalasan lingkungan lainnya, dapat juga untuk alasan percepatan pembangunan
atau dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lain yang bersifat ekonomi. Pantai ,
jalan raya, dan pusat hiburan rakyat dapat dimanfaatkan untuk berbagai
macam

tujuan yang dapat


menciptakan peluang kerja. Organisasi

kemasyarakatan memainkan peran penting dalam memainkan peran
kewirausahaan sebagai pencipta peluang kerja yang tidak dapat dilakukan

15
Universitas Sumatera Utara

oleh perusahaan swasta, atau untuk menjamin tersedianya jasa yang tidak
mampu disediakan oleh perusahaan swasta.
2.

Koordinator. Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk
dapat menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi
pembangunan

didaerahnya.

Peran


koordinator

pemerintah

dalam

pembangunan ekonomi dapat melibatkan kelompok-kelompok masyarakat
dalam mengumpulkan dan mengevaluasi informasi-informasi seperti tingkat
ketersediaan

pekerjaan,

angkatan

kerja,

pengangguran,

dan

jumlah

perusahaan. Dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah, badan usaha,
dan kelompok masyarakat yang lain untuk menyususun tujuan, perencanaan
dan strategi ekonomi.
3.

Fasilitator. Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan perilaku didaerahnya. Dapat meliputi pengefisienan
proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan penetapan
peraturan. Yang diperlukan adalah tersediannya tujuan yang jelas agar
pemerintah daerah dapat terfokus dalam memanfaatkan sumber daya dan
tenaga yang dimilikinya. Dengan tujuan yang jelas juga memberikan dasar
berpijak untuk penentuan program-program yang lain.

4.

Stimulator.

Pemerintah

pengembangan

usaha

daerah
melalui

dapat

menstimulasi

tindakan-tindakan

penciptaan

khusus

yang

dan
akan

mempengaruhi perusahaan-perusahaan yang ada tetap berada didaerah
tersebut. Berbagai macam fasilitas dapat disediakan untuk menarik pengusaha
untuk masuk, misalnya dengan menyediakan bangunan-bangunan yang dapat

16
Universitas Sumatera Utara

disewa untuk menjalankan usaha dengan potongan biaya sewa pada beberapa
tahun pertama.
Salah satu faktor utama yang mengakibatkan daerah tidak berkembang adalah
tidak diberikannya kesempatan yang memadai bagi daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri. Hal ini didorong oleh kuatnya sentralisasi kekuasaan dibidang
politik dan ekonomi. Dalam rangka mendorong pembangunan daerah telah mulai
dikembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, serta
peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat.
Arah kebijakan pembangunan daerah sesuai GBHN 1999-2004 secara garis
besar adalah mengembangkan otonomi daerah mengembangkan otonomi daerah
yang luas, nyata dan bertanggung jawab; melakukan pengkajian atas kebijakan
tentang berlakunya otonomi daerah bagi provinsi, kabupaten/desa; mewujudkan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan
kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi
serta pengelolaan sumber daya; serta memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna penyelenggaraan
otonomi daerah yang luas, nyata ,dan bertanggung jawab (Propenas 2000-2004).
2.2 Desentralisasi dan Otonomi Daerah
2.2.1 Konsep Desentralisasi
Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung
lama sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada era reformasi
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

17
Universitas Sumatera Utara

Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Desentralisasi dan
otonomi daerah telah menjadi suatu keniscayaan dengan mempertimbangkan
amanat UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia yang telah menegaskan
hal tersebut. Kemudian meninjau kembali pencapaian selama ini dan merumuskan
agenda desentralisasi dan otonomi ke depan.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah oleh
Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Rebuplik
Indonesia. Sementara otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan ( UU No. 32 Tahun 2004).

Penyerahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom bermakna peralihan
kewenangan secara delegasi, lazim disebut delegation of authority. Dengan
demikian, pemberi delegasi kewenangan itu, semua beralih kepada penerima
delegasi. Berbeda ketika pelimpahan wewenang secara mandatum pemberi
mandat atau mandator tidak kehilangan kewenangan dimaksud. Mendataris
bertindak untuk dan atas nama mandator. Sebagai konsekuensinya bahwasanya
pemerintah pusat kehilangan kewenangan dimaksud. Semua beralih menjadi
tanggung jawab daerah otonom, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU
dinyatakan sebagai urusan pemerintah pusat.

18
Universitas Sumatera Utara

Devas (1997), pengertian terhadap desentralisasi ternyata sangat beragam,
dan pendekatan terhadap desentralisasi pun sangat bervariasi dari negara yang
satu kenegara yang lain. Secara umum defenisi dan ruang lingkup desentralisasi
selama ini banyak diketahui adalah pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999),
bahwa desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsifungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga
semi-pemerintah,maupun kepada swasta. Turner dan Hulme (1997) berpendapat
bahwa desentralisasi didalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau
lembaga pemerintahan yang lebih dekat kepada masyarakat yang harus dilayani.
Rondinelli dalam safi’i (2007) menyatakan bahwa desentralisasi dalam arti
luas mencakup setiap penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat baik kepada
pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang ditugaskan di
daerah. Desentralisasi dapat dipilah dalam tiga pemahaman besar yaitu
dekosentrasi,

delegasi,

dan

devolusi.

Dekonsentrasi

merupakan

bentuk

desentralisasi yang hanya merupakan penyerahan tanggung jawab kepada daerah.
Sedangkan delegasi hanya merupakan kewenangan pembuatan keputusan dan
manajemen untuk menjalankan fungsi-fungsi politik tertentu pada organisasi
tertentu. Dan devolusi merupakan wujud kongkrit dari desentralisasi politik
(political desentralization). Desentralisasi adalah suatu sistem dalam mana bagian
dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau
institusi yang mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk melaksanakan wewenang
sesuai dengan kehendak dan insiatif programnya sendiri.

19
Universitas Sumatera Utara

Desentralisasi

merupakan

pemindahan

kewenangan

perencanaan,

pengambilan keputusan dan administrasi dari pemerintah pusat ke organisasi
lapangan, unit administrasi lokal, organisasi-organisasi setengah otonom dan
dibentuk negara, dan pemerintah daerah (Rondineli dan Cheema, 1983:18).
Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada satuansatuan pemerintahan untuk menyelenggarakan kepentingan-kepentingan setempat
dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah tertentu. Selanjutnya
satuan-satuan organisasi pemerintahan sebagai daerah otonom, sedangkan
wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan daerah yang diterima dari
pemerintah pusat sebagai otonomi. Tujuan utama dari desentralisasi adalah
mewujudkan terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan didaerah.
2.2.2 Konsep Dasar Otonomi Daerah
Dalam era reformasi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan otonomi
daerah. Pertama adalah UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah dan UU
No.25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kedua
adalah UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.33/2004 tentang
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam perjalanannya sesuai dengan
kebutuhan demokrasi dan pembangunan daerah, UU No.22/1999 dan UU No.
25/1999 telah dinilai baik dari segi kebijakan dan implementasinya, dan seiring
kondisi zaman ternyata UU No.25/1999 mengalami kelemahan sehingga undangundang tersebut mengalami revisi undang-undang tersebut mengalami revisi
menjadi UU No 32/2004 dan UU No.33/2004.

20
Universitas Sumatera Utara

Berlakunya UU No.32/2004 tentang pemerintah daerah dan UU No.33/2004
tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mulai tahun
2005 karena terjadi perubahan mendasar yang menjadikan pemerintahan daerah
sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
dengan mengedepankan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab tidak
hanya dibidang ekonomi tetapi juga politik. Dengan demikian, perubahan tersebut
bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas publik dan layanan publik tingkat
lokal, serta sesuai dengan asas demokrasi. Pelaksanaan UU.No.32/2004 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah merupakan salah satu perangkat penting dalam
kerangka perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan secara berkelanjutan,
khususnya menyangkut hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Berdasarkan UU.No 32 Tahun 2004 otonomi daerah adalah hak,wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dilihat dari Undang-Undang maka tujuan otonomi daerah
adalah:
a.

Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat didaerah agar
semakin baik.

b.

Memberi kesempatan daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya
sendiri.

c.

Meringankan beban pemerintah pusat.

21
Universitas Sumatera Utara

d.

Memberdayakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan
masyarakat daerah.

e.

Mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan di daerah.

f.

Memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah
maupun antar daerah untuk menjaga keutuhan NKRI.

g.

Meningkatkan partispasi masyarakat dalam pembangunan.

h.

Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.
Daerah

sebagai

wujud

pelaksanaan

asas

desentralisasi

dalam

penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas
tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal
divison of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks
ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat disatu pihak dan pemerintah daerah
di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara
Kesatuan Rebuplik Indonesia (NKRI).
Kondisi
pembangunan

ini
yang

membawa
dewasa

implikasi
ini

terhadap

diwarnai

perubahan

dengan

isyarat

paradigma
globalisasi.

Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus
direspon dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan
kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang
sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu tatanan yang lebi baik dalam sebuah
good governance dengan segala prinsip dasarnya.

22
Universitas Sumatera Utara

Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi
bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya, serta
berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang
terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung
jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu
memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan. Pemerintah dalam rangka
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan
pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks. Pemerintah memiliki hak
dan wewenang untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya
penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan
(service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Jadi
selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan
publik.
Sebagai wujud pemerintahan yang baik adalah suatu kepemerintahan yang
memperhatikan dan responsif terhadap kehendak dan aspirasi masyarakat serta
melibatkan mereka (partisipasi dalam setiap pengambilan keputusan yang
menyangkut berbagai aspek kepentingan masyarakat (kebijakan publik).
Masyarakat

dilibatkan

dan

berpartispasi

dalam

penyusunan

program

pembangunan serta pengambilan kebijakan, baik yang diambil dalam forum
legislatif maupun eksekutif atau secara bersama-sama. Selain itu juga manajemen
kepemerintahan dilaksanakan secara terbuka dan transparan, serta dapat
dipertanggung jawabkan (akuntabel) kepada masyarakat, menggunakan prinsipprinsip pelayanan untuk kepuasaan masyarakat, efisiensi, dan efektifitas.

23
Universitas Sumatera Utara

2.3 Pemekaran Wilayah
Pemekaran wilayah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa) merupakan
dinamika kemauan politik masyarakat pada daerah-daerah yang memiliki cakupan
luasan wilayah administratif cukup luas. Ditetapkannya UU No.32 Tahun 2004
dan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah, pemerintah telah memberikan ruang bagi daerah untuk
melakukan pemekaran wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara merata pada setiap tingkatan Berdasarkan ketentuan tersebut,
pemekaran daerah dapat berupa penggabungan dari beberapa daerah atau bagian
daerah yang berdekatan atau pemekaran dari satu daerah menjadi lebih dari satu
daerah.
Sedangkan

secara

substansi,

pemekaran

daerah

bertujuan

untuk

meningkatkan pelayanan pemerintah pada masyarakat dalam rangka percepatan
pembangunan ekonomi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban untuk
mewujudkan keserasian pembangunan antara pusat dan daerah. Pemekaran daerah
dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal untuk sesuai
potensi dan cita- cita daerah. Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan
Daerah Otonom Baru memiliki dasar hukum yang cukup kuat. Secara yuridis
landasan yang memuat persoalan pembentukan daerah terdapat dalam pasal 18
UUD 1945 yang intinya, bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar
(provinsi) dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil.
Selanjutnya dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang memberi peluang pembentukan daerah dalam suatu NKRI, yaitu

24
Universitas Sumatera Utara

daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan
pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Dari
sisi pemerintah pusat, proses pembahasan pemekaran wilayah yang datang dari
berbagai daerah melalui dua tahapan besar yaitu proses teknokratis (kajian
kelayakan teknis dan administratif), serta proses politik karena selain harus
memenuhi persyaratan teknokratis yang telah diatur dalam UU dan Peraturan
Pemerintah, proposal pemekaran harus didukung secara politis oleh DPR.
Perkembangan pemekaran wilayah dalam kurun waktu sembilan tahun
terakhir ini cukup banyak mendapat respon masyarakat. Sampai tahun 2005,
pemerintah telah mengesahkan pemekaran wilayah sebanyak 148 daerah otonom
baru, terdiri dari 7 propinsi, 114 kabupaten dan 27 kota ( tahun 1999-2004).
Sampai tahun 2007 telah terbentuk 173 daerah otonom, terdiri dari 7 propinsi, 135
kabupaten, dan 31 kota. Dalam versi lain pemekaran wilayah selama tahun 19992007, telah terbentuk 7 propinsi, 144 kabupaten, dan 27 kota. Pada tahun 2007,
DPR telah memutuskan 12 wilayah dari usulan 39 wilayah yang diterima sebagai
daerah pemekaran yang disahkan oleh Departemen Dalam Negeri.
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, antara tahun 1999-2009,
telah terbentuk 205 Daerah Otonom Baru, yang terdiri atas 7 propinsi, 165
kabupaten, dan 33 kota. Hasil evaluasi Departemen Dalam Negeri (2006) terhadap
2 propinsi, 40 kabupaten, dan 15 kota, menunjukkan 79 persen daerah baru belum
mempunyai batas wilayah yang jelas. Dari 104 daerah pemekaran yang dievaluasi,
sekitar 76 daerah bermasalah dan 148 daerah otonom baru umumnya juga

25
Universitas Sumatera Utara

menghadapi berbagai masalah antara lain, penyerahan pembiayaan personel,
peralatan dan dokumen (P3D), batas wilayah, dukungan dana, mutasi PNS, serta
pengisian jabatan dan tata ruang. Sebanyak 83 persen dari 148 daerah hasil
pemekaran kondisi keuangan daerahnya tidak memenuhi syarat pengelolaan
anggaran. Walaupun teorinya untuk memudahkan pelayanan rakyat, tapi
praktiknya dana publik malah habis terserap untuk dana politik. Merujuk temuan
BPK terhadap daerah otonom baru, kinerja keuangan daerah pemekaran baru
cukup memprihatinkan, dan mengahadapi masalah keterbatasan SDM. Kondisi
tersebut dikuatkan pula dari hasil studi Direktorat Otonomi Daerah (BAPPENAS)
2004, yang mengatakan pelayanan kepada masyarakat dibeberapa daerah otonom
baru belum meningkat karna menghadapi berbagai persoalan, antara lain:
persoalan kelembagaan, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
Dari aspek kelembagaan, ditemui beberapa daerah otonom baru saat
membentuk

unit

organisasi

pemerintah

daerah

belum

sepenuhnya

mempertimbangkan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat. Pembentukan
daerah otonom baru sepertinya menjadi sarana bagi-bagi jabatan. Terlihat juga
adanya kelambatan pembentukan instansi vertikal, serta kurang kesiapan institusi
legislatif sebagai partner pemerintah daerah . untuk infrastruktur, sebagaian besar
daerah otonom baru belum didukung oleh prasarana dan sarana pemerintahan
yang memadai. Banyak kantor pemerintahan menempati gedung-gedung sangat
sederhana yang jauh dari layak. Dalam hal sumber daya manusia secara kuantitatif
relatif tidak ada masalah, walaupun masih juga ditemui ada Kantor Bappeda yang
hanya diisi oleh 2 orang, yaitu 1 Kepala Bappeda dan 1 orang Staf.

26
Universitas Sumatera Utara

Secara kualitas yang menonjol adalah penempatan pegawai sesuai dengan
latar belakang pendidikan, misalnya ditemui adanya Kepala Dinas Perhubungan
berlatar belakang Sarjana Sastra. Melihat kondisi faktual seperti diatas,
pembentukan daerah otonom baru disinyalir bermuatan politis dan cenderung
merugikan masyarakat. Terjadinya berbagai konflik dimasa transisi pasca
pemekaran telah menjauhkan atau paling tidak tujuan otonomi daerah umumnya
dan pemekaran daerah pada khususnya yaitu mendekatkan dan mempercepat
proses pelayanan publik di masyarakat dan mensejahterakan rakyat. Dengan
kenyaataan seperti ini, substansi dari otonomi daerah itu sendiri tidak akan tepat
pada sasarannya. Otonomi daerah dengan pemekaran wilayah yang digemborgemborkan akan mewujudkan kemajuan suatu daerah malah sebaliknya akan
menjadi bumerang. Tujuan pemebentukan daerah otonom baru hanya menjadi
sebuah hipotesis yang tidak terbukti atau bahkan gagal. Disisi lain proses
pemekaran tetap saja berlangsung sebagai dinamika perkembangan di era
reformasi.
2.4 Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Percepatan Pembangunan
Pemekaran Wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi
lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat
pembangunan. Pembentukan daerah pemekaran merupakan perluasaan daerah
dengan memekarkan atau meningkatkan status daerah yang dianggap mempunyai
potensi sebagai daerah otonom dan mampu untuk mengurus rumah tangganya
sendiri. Pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah bagian integral dari

27
Universitas Sumatera Utara

pembangunan nasional. Pemekaran wilayah memiliki nilai strategis dalam
mendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama bagi seluruh
elemen bangsa indonesia perlu adanya percepatan pembangunan daerah sesuai
dengan prinsip otonomi agar tercipta pemerataan pembangunan serta dalam
rangka peningkatkan potensi daerah secara optimal. Sebagaimana diamanatkan
dalam program pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang bahwa
pembangunan

dilaksanakan

dengan

tujuan

untuk

kemakmuran

rakyat.

Pembangunan merupakan pencerminan kehendak rakyat untuk meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. Diperlukan pemahaman masyarakat tentang
pembangunan melalui strategi pencapaiannya agar tercapai secara optimal.
Dalam hal pembangunan sebenarnya bukan diserahkan sepenuhnya kepada
pemerintah, namun perlu adanya partisipasi masyarakat. Otonomi yang berarti
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan kata lain
penyelenggaraan pemerintah sebagai urusan rumah tangga yang berdiri sendiri,
yang meliputi tahapan perencanaan pembangunan, pelaksanaan, dan evaluasi
terhadap hasilnya. Tujuan dari otonomi daerah adalah untuk mempercepat
peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah otonom.
Pembangunan menurut Kartasasmita (1996:3) pada hakikatnya adalah dari
dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaransasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada gilirannya dapat
dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Tuntutan ini sesungguhnya bertepatan

28
Universitas Sumatera Utara

atau sesuai dengan konsep pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
development). Dalam rangka mempercepat pembangunan di suatu daerah harus
didukung dengan berbagai faktor, diantaranya pembangunan infrastruktur.
Todaro, 2000 : 218) bahwa pembangunan infrastruktur memiliki peranan penting
dalam mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat (Herman,
2014).
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu dalam
menunjang kelancaran pengembangan dan perkem-bangan suatu daerah, karena
tanpa adanya infrastruktur yang memadai cenderung dalam proses pembangunan
akan terhambat, bahkan hasilnyapun kurang optimal. Dalam hal pembangunan
infrastruktur di daerah terkait dengan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah,
pembangunan dan pelayanan umum. Pentingnya pembangunan infrastruktur bagi
suatu daerah ditandai oleh nilai manfaat dan kegunaan terhadap infrastruktur
tersebut.
2.5 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk
memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi
ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun papan.
Kemampuan pendapatan yang rendah juga akan berdampak berkurangnya
kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar kesehatan
masyarakat dan standar pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun

29
Universitas Sumatera Utara

2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok
orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi
hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam,
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan
hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks tentang kesejahteraan yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat
pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap
barang dan jasa, lokasi, geografis, gender dan lokasi lingkungan. Ukuran
kemiskinan menurut Nurse 1953 (dalam Lincolin Arsyad, 1997) secara sederhana
dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian (Djannata,
2012).
1.

Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya
berada dibawah garis kemiskinan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan
dasar hidupnya.

2.

Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan
dengan keadaan masyarakat sekitarnya.

3.

Kemiskinan Kultural

30
Universitas Sumatera Utara

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau
sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kebutuhan dasar
yang diperkirakan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain
yang lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development
(UNRISD) menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas tiga kelompok yaitu:
1.

Kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan dan
kesehatan.

2.

Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, aktu luang (leisure), dan
rekreasi ketenangan hidup.

3.

Kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi.
Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan keluarga, tetapi juga

meliputi kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang
dikemukakan oleh International Labour Organization (ILO,1979) sebagai
berikut:Kebutuhan dasar meliputi 2 unsur : pertama, kebutuhan yang meliputi
tuntutan minimun tertentu suatu keluarga komsumsi pribadi seperti makanan yang
cukup, tempat tinggal, pakaian, peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang
dilaksanakan. Kedua, kebutuhan meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh
dan untuk masyarakat seperti air minum yang bersih, pendidikan dan kultural
(Lincolin Arsyad, 1999). Sharp (1996) dalam Mudrajad Kuncoro (1997)
mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi :

31
Universitas Sumatera Utara

1.

Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang.

2.

Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia.
Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah,
yang pada gilirannya upahnya rendah.

3.

Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.
Penyebab kemiskinan (Sharp 1996 dalam Mudrajad Kuncoro, 1997)

bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Lingkaran
kemiskinan adalah suatu lingkaran yang saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga menimbulkan suatu keadaan di mana suatu negara akan tetap miskin dan
akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang
lebih baik. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya
modal

menyebabkan

rendahnya

mengakibatkan rendahnya

produktifitas.

pendapatan

Rendahnya

yang mereka

terima.

produktifitas
Rendahnya

pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, baik
investasi manusia maupun investasi kapital. Rendahnya investasi berakibat pada
keterbelakangan dan seterusnya.
Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse (1953) dalam Mudrajad
Kuncoro (1997) yang mengatakan “ a poor country is a poor because it is poor
“(negara miskin itu miskin karena dia miskin).

32
Universitas Sumatera Utara

Ketidaksempurnaan pasar,
Keterbelakangan,
Ketertinggalan SDM
Kekurangan Modal

Investasi Rendah

Produktivitas Rendah

Tabungan Rendah

Pendapatan Rendah

Sumber: Mudrajat Kuncoro, 1997

Gambar 2.1
Lingkaran Kemiskinan Baldwin and Meier
Menurut Nurkse ada dua lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari segi
penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang
diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan
masyarakat

menabung

rendah.

Kemampuan

untuk

menabung

rendah,

menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan
modal (investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan demikian
tingkat produktivitasnya juga rendah dan seterunya. Dari segi permintaan
(demand), di negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan modal
adalah sangat rendah, karena luas pasar untuk berbagai jenis barang adanya
terbatas, hal ini disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah.
Pendapatan masyarakat sangat rendah karena tingkat produktivitas yang rendah,
33
Universitas Sumatera Utara

Produktivitas
rendah

Pembentukan
modal rendah

Pendapatan
rendah

Investasi rendah

Permintaan
barang rendah

sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal yang terbatas dimasa lalu.
Pembentukan modal yang terbatas disebabkan kekurangan perangsang untuk
menanamkan modal dan seterusnya.

DEMAND

Produktivitas
rendah

Pembentukan
modal rendah

Pendapatan
rendah

Investasi rendah

Permintaan
barang rendah
SUPPLY

34
Universitas Sumatera Utara

Sumber : Suryana, 2000

Gambar 2.2
Lingkaran Kemiskinan yang Tidak Berujung Pangkal dari Nurkse

2.6

Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United Nations

Development Program (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara
berkala dalam laporan tahunan HDR (Human Development Report). IPM menjadi
indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses
hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek
penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni
derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan,
pendidikan yang dicapai, dan standar kehidupan (ekonomi). Pendidikan dan
Kesehatan merupakan tujuan pembangunan nasional yang mendasar di suatu
wilayah.
Menurut Meier dan Rauch pendidikan (dalam Aloysius Gunadi Brata, 2002)
pendidikan , atau lebih luas lagi adalah modal manusia, dapat memberikan
kontribusi bagi pembangunan. Hal ini karena pendidikan pada dasarnya adalah
bentuk dari tabungan, menyebabkan akumulasi modal manusia dan pertumbuhan
output agregat jika modal manusia merupakan input dalam fungsi produksi
agregat. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal

35
Universitas Sumatera Utara

yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. IPM mencakup tiga
komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah
dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran

yang merefleksikan upaya

pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut: 1) peluang hidup (longevity),
2) pengetahuan (knowledge), 3) hidup layak (living standard). Peluang hidup
dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir, pengetahuan di ukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15
tahun ke atas, dan hidup layak diukur dengan pengeluaran perkapita yang
didasarkan pada paritas daya beli (Purchasing Power Parity).
Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi
satu sama lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti
ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan
ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan
meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang tinggi
menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Terdapat
suatu korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan pembangunan
ekonomi (Tambunan, 2003). Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan
salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
2.7Penelitian Terdahulu
Berikut beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi dalam
penelitian ini. Penelitian pertama dilakukan oleh T.Erry Nuraidi (2008) dalam
penelitiannya

yang berjudul

“Manfaat

Pemekaran Terhadap Percepatan

Pembangunan Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus

36
Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Serdang Bedagai). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat
pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai terhadap percepatan pembangunan Yang
terdiri dari PDRB dan PDRB perkapita, serta untuk mengetahui manfaat
pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat dilihat dari pendapatan perkapita, pendidikan, dan kesejahteraan
masyarakat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis
pertumbuhan, uji beda rata-rata, dan analisis compare means uji t-statistik (Paired
Sample Test). Hasil dari penelitian adalah bahwa pemekaran wilayah Kabupaten
Serdang Bedagai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan
masyarakat.
Penelitian kedua dilakukan oleh Ade Ahmad Faruk Syahputra (2007) dalam
penelitiannya yang berjudul “Dampak Pemekaran Wilayah Kabupaten Serdang
Bedagai Terhadap Kesejahteraan Masyarakat“. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui adanya perbedaan nyata pada kesejahteraan masyarakat sebelum dan
sesudah pemekaran wilayah. Sedangkan metode yang digunakan yaitu analisis
compare means uji t-statistik (paired sample t-test), yang digunakan untuk
membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu group. Artinya, analisis ini
berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan
antara dua sampel berpasangan. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat
perbedaan pada tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai
sesudah adanya pemekaran wilayah atau dengan kata lain mengalami
peningkatan. Hal ini dapat kita lihat dari kenaikan pendapatan perkapita dari tahun
ke tahun yang menunjukkan kenaikan signifikan; (2) Sejalan dengan

37
Universitas Sumatera Utara

perkembangan komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia yaitu
Pendidikan, Kesehatan dan Pengeluaran perkapita yang mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, IPM Kabupaten Serdang Bedagai juga mengalami
peningkatan. Sehingga komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia
tersebut, telah menunjukkan dampak yang signifikan terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai.
Penelitian ketiga dilakukan Vio Marito Siahaan (2011) dalam penelitiannya
yang berjudul “Analisis Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Pembangunan
Infrastruktur Kabupaten Humbang Hasundutan”. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dampak pemekaran daerah terhadap pembangunan infrastruktur
Kabupaten Humbang Hasundutan. Metode analisis data yang digunakan adalah
dengan analisis uji beda yaitu uji Simple Paired Test (data berdistribusi normal)
dan uji Wilcoxon Signed Rank Test (data berdistribusi tidak normal) periode
1993-2014. Hasil uji analisis tersebut menunjukkan bahwa pemekaran Kabupaten
Humbang Hasundutan berdampak positif terhadap pembangunan infrastruktur
kesehatan yaitu puskesmas, Infrastruktur Pendidikan yaitu SD,SMP,SMA, dan
SMK , Infrastruktur Air Bersih dan infrastruktur listrik yang disalurkan oleh PLN.
Infrastruktur pustu dan Panjang jalan berdampak negatif pada pembangunan
infrastruktur pustu dan Panjang Jalan berdampak negatif pada pembangunan
infrastruktur daerah pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan.
Penelitian keempat dilakukan oleh Ratri Furry Pustika Rachim (2013) dalam
penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Pemekaran Wilayah Kota Serang Ditinjau
Dari Kinerja Ekonomi Dan Kinerja Publik Daerah”. Penelitian ini bertujuan untuk

38
Universitas Sumatera Utara

menganalisis dampak pemekaran daerah terhadap kinerja ekonomi dan kinerja
pelayanan publik di Kota Serang serta membandingkan kota Serang pada periode
sesudah pemekaran (2009-2011) dengan kabupaten Serang yang merupakan
kabupaten induknya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
adalah metode indeksasi. Metode indeksasi digunakan untuk membandingkan
kinerja daerah otonom baru denga daerah induk pada periode sesudah pemekaran.
Hasil analisis dengan menggunakan metode indeksasi menunjukkan bahwa
kinerja ekonomi dan kinerja pelayanan publik di Kota Serang ternyata mampu
mengimbangi bahkan sedikit lebih baik dibandingkan kinerja ekonomi dan kinerja
pelayanan publik Kabupaten Serang merupakan daerah induknya. Rata- rata nilai
indeks kinerja ekonomi Kota Serang pada tahun 2009-2011 sebesar 25,40
sedangkan rata-rata nilai indeks kinerja ekonomi Kabupaten Serang pada tahun
yang sama sebesar 25,36. Sementara untuk indeks kinerja pelayanan publik, Kota
Serang memimpin dengan rata-rata nilai indeks sebesar 34,24 melebihi rata-rata
nilai indeks kabupaten induknya sebesar 34,21.
2.8 Kerangka Konseptual
Pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi
lebih dari satu wilayah. Pemekaran wilayah bertujuan untuk memperpendek
rentang

kendali

pemerintahan,

membuka

ketimpangan-ketimpangan

pembangunan wilayah dan menciptakan perekonomian yang kuat demi
tercapainya kesejahteraan masyarakat sehingga pemekaran wilayah diharapkan
dapat mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, membuka peluang baru bagi
upaya pemberdayaan masyarakat, dan meningkatkan intensitas pembangunan.

39
Universitas Sumatera Utara

Adapun dampak yang ditimbulkan yaitu melalui tingkat indeks pembangunan
manusia, dan tingkat kemiskinan antara sebelum dan sesudah pemekaran sebagai
alat untuk merespon percepatan pembangunan sehingga percepatan pembangunan
dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. untuk menghitung tingkat
indeks pembangunan manusia, dan tingkat kemiskinan antara sebelum dan
sesudah pemekaran wilayah maka penelitian ini menggunakan uji beda paired
sample test. Dari uraian diatas maka konsep kerangka pemikiran tersebut menjadi
dasar dalam penelitian ini dapat disusun dalam suatu skema yang dapat dilihat
pada gambar 2.3 berikut:

40
Universitas Sumatera Utara

Tingkat Percepatan
Pembangunan

Tingkat Kemiskinan

Tingkat Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)

Sebelum Pemekaran Di
Kabupaten Tapanuli Utara

Sesudah Pemekaran Di
Kabupaten Humbang
Hasundutan

Uji Beda/Paired Sample Test

Gambar 2.3
Kerangka Konseptual

2.9 Hipotesis Penelitian

41
Universitas Sumatera Utara

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian
yang kebenarannya harus diuji secara empiris.Berdasarkan perumusan masalah
diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan percepatan pembangunan di Kabupaten Humbang
Hasundutan antara sebelum pemekaran di Kabupaten Tapanuli Utara dan
sesudah pemekaran di Kabupaten Humbang Hasundutan.

42
Universitas Sumatera Utara