Analisis Beban Pencemar Karbon Monoksida (CO) dan Karbon Dioksida (CO2) di Kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan. Sistem jaringan transportasi
dapat dilihat dari segi efektivitas dan efisiensi dalam satu kesatuan jaringan sistem
transportasi.
Sistem transportasi adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pergerakan dari
suatu tempat ke tempat lain. Fungsi sistem itu sendiri adalah untuk memindahkan suatu
objek. Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat, maka aktifitas transportasi
juga meningkat. Hal ini dikarenakan tidak semua fasilitas yang dibutuhkan masyarakat
berada pada suatu tempat. Kondisi seperti ini mengakibatkan timbulnya pergerakan
menuju daerah pemenuhan kebutuhan sehingga peranan transportasi sangat penting
dalam menunjang aktifitas masyarakat dan turut menentukan perkembangan suatu
wilayah (Soedomo, 2001).
Peranan transportasi udara khususnya penerbangan komersial sangat penting dalam
pengembangan ekonomi dan sosial di suatu daerah. Kondisi ini menuntut ketersediaan
transportasi yang lebih baik dan efisien, dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Pesawat
udara merupakan salah satu sarana transportasi yang memiliki keunggulan dalam hal
kecepatan dan daya jelajah dibandingkan dengan transportasi lainnya. Kehadiran
industri penerbangan menggunakan teknologi canggih merupakan salah satu dampak
positif bagi sistem transportasi masyarakat (Adisasmita, 2007; PUSARPEDAL-KLH,
2011; A, Adji, 2012).
Peminatan jasa penerbangan pada dewasa ini sudah sangat meluas, bukan hanya
melayani perjalanan udara antar kota besar, tetapi telah berkembang melayani
perjalanan udara ke kota-kota kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Menurut Singh
dan Sharma (2015) industri jasa penerbangan telah memberikan konstribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan perdagangan, komunikasi, serta pariwisata.
Universitas Sumatera Utara
Selain meningkatnya peminatan terhadap jasa transportasi udara juga terjadi
penambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat siginifikan. Penambahan jumlah
kendaraan akan berbanding lurus dengan beban emisi yang dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan polusi udara dan mempengaruhi mutu udara ambien.
Peningkatan jasa transportasi selain memberikan manfaat yang sangat baik bagi
perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat juga menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Dampak terhadap lingkungan ini didasari oleh peningkatan konsumsi
energi yakni avtur sebagai bahan bakar pesawat serta bensin dan solar sebagai bahan
bakar dari kendaraan bermotor yang berada di kawasan bandara.
Federal
Aviation
Administration
(2005)
menyatakan
bahwa
mesin
pesawat
menghasilkan emisi yang sama seperti mesin kendaraan bermotor, yaitu karbon
dioksida (CO2), uap air (H2O), oksida nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO), oksida
sulfur (SO2), dan volatile organic compund.
Polusi udara adalah dampak lingkungan paling serius yang disebabkan oleh operasi
bandara. Polusi udara di bandara dapat bersumber dari asap buang pesawat, distribusi
dan pengisian bahan bakar pesawat udara, kendaraan bermotor yang berada dalam
kawasan bandara, peralatan layanan tanah, pabrik pemanas, penguapan bahan bakar
tumpah saat pengisian bahan bakar, dan emisi dari gas pembakaran di insinerator.
Dampak lingkungan dari lalu lintas udara sering juga dikaitkan dengan gangguan
kebisingan, asap dan emisi gas karbon monoksida (CO), hidrokarbon tidak terbakar
(HC), termasuk metana (CH4) dan nitrogen oksida (NOx), karbon dioksida (CO2),
oksida sulfur (SO2) di sekitar bandara yang dapat merugikan (Oliver, 2011; Ashford,
et.al, 2011).
Jumlah produk pembakaran didistribusikan ke atmosfer tergantung pada jenis pesawat
dan mesin, fase atau mode operasi, dan berapa lama mesin dioperasikan di setiap tahap.
Fase pengoperasian pesawat terbang termasuk take-off atau landing dengan mesin
hidup, mendaki (sejak diangkat ke ketinggian 3000 kaki), menyelam (dari 3000 kaki
menyentuh tanah), dan mendarat (Boeing dalam Adisasmita dan Hadipramana, 2011;
David, 1995; Ghobrial dan Khanafi, 1995).
I-2
Universitas Sumatera Utara
Sumber pencemar udara di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat serta
negara-negara berkembang secara umum memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
bahan bakar fosil. Sarana transportasi maupun mesin-mesin yang menggunakan bahan
bakar fosil adalah penyumbang terbesar polusi yang secara perlahan tapi pasti
menyebabkan dampak lingkungan. Kendaraan bermotor mengeluarkan gas karbon
monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), sulfur dioksida (SO2) dan hidrokarbon (HC)
sehingga menyumbang 1/3 dari total gas pencemar udara (Rumambi, 2009; Sejati,
2011).
Efek dari perkembangan transportasi pesawat dan kualitas udara di bandara saat ini
begitu kompleks dan kontroversial. Efek ini tidak hanya terjadi di daerah yang
mengelilingi bandara tetapi pada tingkat regional maupun global. Tidak hanya emisi
dari pesawat yang mempengaruhi kualitas udara di area bandara namun juga dipacu
oleh emisi lainnya seperti kendaraan yang masuk dan keluar dari pintu masuk bandara,
penggunaan daya listrik, penggunaan mesin, dan hal-hal mendukung lainnya dalam
pengoperasian maupun aktivitas bandara itu sendiri (Ashford, et.al, 2011).
Bandara Internasional Kualanamu adalah bandara utama di Provinsi Sumatera Utara.
Bandara ini merupakan bandara pengganti Bandar Udara Internasional Polonia yang
terletak di pusat Kota Medan. Secara resmi dibuka pada tanggal 25 Juli 2013 dengan
area seluas 1,365 ha dan pada saat yang sama pemerintah menutup Bandar Udara
Internasional Polonia untuk penerbangan komersial. Bandara ini merupakan bandara
terbesar kedua setelah Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Bandar Udara
Internasional Kualanamu diharapkan dapat menjadi Main Hub yaitu pangkalan transit
internasional untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya. Oleh karena itu bandara harus
ditunjang
dengan
kualitas
infrastruktur,
pelayanan
maupun
dalam
hal
manajemen/pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Adiati dan Rahardyan (2011) menunjukkan bahwa
kualitas udara Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta untuk parameter CO masih
memenuhi baku mutu sedangkan untuk total emisi CO2 per tahun adalah 588.747,3 ton.
CO2 merupakan salah satu polutan gas rumah kaca. Peningkatan emisi gas rumah kaca
akan menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global merupakan isu internasional
I-3
Universitas Sumatera Utara
yang berkorelasi dengan perubahan iklim. Perubahan iklim adalah fenomena yang
dipicu oleh kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil serta
kegiatan alih-guna lahan.
Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 Pittsburg memenuhi komitmen untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai
41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020.
Menindaklanjuti komitmen penurunan emisi GRK tersebut, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang mengamanatkan kepada provinsi
untuk bertanggung jawab dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) selambat-lambatnya 12 bulan sejak ditetapkannya
peraturan presiden.
Namun pada kenyataannya sedikit sekali penelitian yang telah dilakukan untuk
memahami karakteristik beban pencemar dari pesawat maupun kendaraan bermotor
yang berada di bandara, begitu pula dengan kualitas udara di sekitar bandara. Minimnya
penelitian awal seperti ini khususnya untuk Bandar Udara Internasional Kualanamu
yang tergolong masih sangat baru beroperasi melatarbelakangi penulis untuk melakukan
penelitian terkait kualitas udara di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
Pada penelitian ini parameter pencemar udara yang yang diteliti adalah CO dan CO2.
Pengambilan parameter CO dikarenakan karbon monoksida merupakan salah satu
pencemar yang paling berbahaya dan beracun yang dapat mengakibatkan kematian. Gas
CO utamanya dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna yang sangat mungkin terjadi
pada kendaraan bermotor maupun pesawat udara. Pembakaran tidak sempurna terjadi
karena kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Menurut Basuki (2008), semakin
lama masa pakai kendaraan bermotor, semakin banyak gas CO yang dikeluarkan. Hal
ini dikarenakan mesin kendaraan tersebut kurang berfungsi secara baik.
Sedangkan pemilihan parameter CO2 dikarenakan CO2 merupakan salah satu gas rumah
kaca (GRK) yang diyakini memberi andil yang paling besar terhadap peningkatan ratarata suhu udara di dunia.
I-4
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diketahui rumusan masalah dari penelitian
yang dilakukan di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu:
1. Berapakah konsentrasi pencemar CO dan CO2 pada udara ambien di kawasan Bandar
Udara Internasional Kualanamu.
2. Berapakah estimasi beban emisi CO dan CO2 yang dihasilkan pesawat terbang di
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
3. Berapakah estimasi beban emisi CO dan CO2 yang dihasilkan kendaraan bermotor di
kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
4. Seberapa besar kontribusi beban emisi CO dan CO2 dari pesawat dan kendaraan
bermotor terhadap kualitas udara ambien di kawasan Bandar Udara Internasional
Kualanamu.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini meliputi:
1. Untuk mengetahui konsentrasi pencemar CO dan CO2 pada udara ambien di kawasan
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Untuk mengetahui beban emisi CO dan CO2 dari pesawat udara di kawasan Bandar
Udara Internasional Kualanamu.
3. Untuk mengetahui beban emisi CO dan CO2 dari kendaraan bermotor di kawasan
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
4. Untuk memprakirakan kontribusi beban emisi CO dan CO2 dari pesawat dan
kendaraan bermotor terhadap kualitas udara ambien di kawasan Bandar Udara
Internasional Kualanamu.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup bahasan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian ini dilakukan di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Kualitas udara ambien yang akan diukur meliputi parameter konsentrasi karbon
monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2).
I-5
Universitas Sumatera Utara
3. Data meteorologi yang diukur meliputi arah dan kecepatan angin, suhu serta
kelembaban.
4. Estimasi beban emisi yang diukur adalah yang berasal dari penerbangan komersial
dan kendaraan bermotor yang masuk dari pintu gerbang Bandar Udara Internasional
Kualanamu.
5. Analisis statistik data menggunakan SPSS Versi 16.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan berupa data
primer tentang estimasi beban emisi dan konsentrasi beban pencemar CO dan CO2
yang berada di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai dasar pertimbangan dalam
menyusun rencana, program, dan kebijakan terkait pengendalian pencemaran udara
di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
3. Manfaat akademis yang diperoleh peneliti dari penelitian ini adalah untuk memenuhi
persyaratan guna menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Strata Satu Prodi
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
I-6
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan. Sistem jaringan transportasi
dapat dilihat dari segi efektivitas dan efisiensi dalam satu kesatuan jaringan sistem
transportasi.
Sistem transportasi adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pergerakan dari
suatu tempat ke tempat lain. Fungsi sistem itu sendiri adalah untuk memindahkan suatu
objek. Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat, maka aktifitas transportasi
juga meningkat. Hal ini dikarenakan tidak semua fasilitas yang dibutuhkan masyarakat
berada pada suatu tempat. Kondisi seperti ini mengakibatkan timbulnya pergerakan
menuju daerah pemenuhan kebutuhan sehingga peranan transportasi sangat penting
dalam menunjang aktifitas masyarakat dan turut menentukan perkembangan suatu
wilayah (Soedomo, 2001).
Peranan transportasi udara khususnya penerbangan komersial sangat penting dalam
pengembangan ekonomi dan sosial di suatu daerah. Kondisi ini menuntut ketersediaan
transportasi yang lebih baik dan efisien, dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Pesawat
udara merupakan salah satu sarana transportasi yang memiliki keunggulan dalam hal
kecepatan dan daya jelajah dibandingkan dengan transportasi lainnya. Kehadiran
industri penerbangan menggunakan teknologi canggih merupakan salah satu dampak
positif bagi sistem transportasi masyarakat (Adisasmita, 2007; PUSARPEDAL-KLH,
2011; A, Adji, 2012).
Peminatan jasa penerbangan pada dewasa ini sudah sangat meluas, bukan hanya
melayani perjalanan udara antar kota besar, tetapi telah berkembang melayani
perjalanan udara ke kota-kota kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Menurut Singh
dan Sharma (2015) industri jasa penerbangan telah memberikan konstribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan perdagangan, komunikasi, serta pariwisata.
Universitas Sumatera Utara
Selain meningkatnya peminatan terhadap jasa transportasi udara juga terjadi
penambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat siginifikan. Penambahan jumlah
kendaraan akan berbanding lurus dengan beban emisi yang dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan polusi udara dan mempengaruhi mutu udara ambien.
Peningkatan jasa transportasi selain memberikan manfaat yang sangat baik bagi
perekonomian maupun kesejahteraan masyarakat juga menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Dampak terhadap lingkungan ini didasari oleh peningkatan konsumsi
energi yakni avtur sebagai bahan bakar pesawat serta bensin dan solar sebagai bahan
bakar dari kendaraan bermotor yang berada di kawasan bandara.
Federal
Aviation
Administration
(2005)
menyatakan
bahwa
mesin
pesawat
menghasilkan emisi yang sama seperti mesin kendaraan bermotor, yaitu karbon
dioksida (CO2), uap air (H2O), oksida nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO), oksida
sulfur (SO2), dan volatile organic compund.
Polusi udara adalah dampak lingkungan paling serius yang disebabkan oleh operasi
bandara. Polusi udara di bandara dapat bersumber dari asap buang pesawat, distribusi
dan pengisian bahan bakar pesawat udara, kendaraan bermotor yang berada dalam
kawasan bandara, peralatan layanan tanah, pabrik pemanas, penguapan bahan bakar
tumpah saat pengisian bahan bakar, dan emisi dari gas pembakaran di insinerator.
Dampak lingkungan dari lalu lintas udara sering juga dikaitkan dengan gangguan
kebisingan, asap dan emisi gas karbon monoksida (CO), hidrokarbon tidak terbakar
(HC), termasuk metana (CH4) dan nitrogen oksida (NOx), karbon dioksida (CO2),
oksida sulfur (SO2) di sekitar bandara yang dapat merugikan (Oliver, 2011; Ashford,
et.al, 2011).
Jumlah produk pembakaran didistribusikan ke atmosfer tergantung pada jenis pesawat
dan mesin, fase atau mode operasi, dan berapa lama mesin dioperasikan di setiap tahap.
Fase pengoperasian pesawat terbang termasuk take-off atau landing dengan mesin
hidup, mendaki (sejak diangkat ke ketinggian 3000 kaki), menyelam (dari 3000 kaki
menyentuh tanah), dan mendarat (Boeing dalam Adisasmita dan Hadipramana, 2011;
David, 1995; Ghobrial dan Khanafi, 1995).
I-2
Universitas Sumatera Utara
Sumber pencemar udara di negara-negara maju khususnya Amerika Serikat serta
negara-negara berkembang secara umum memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
bahan bakar fosil. Sarana transportasi maupun mesin-mesin yang menggunakan bahan
bakar fosil adalah penyumbang terbesar polusi yang secara perlahan tapi pasti
menyebabkan dampak lingkungan. Kendaraan bermotor mengeluarkan gas karbon
monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), sulfur dioksida (SO2) dan hidrokarbon (HC)
sehingga menyumbang 1/3 dari total gas pencemar udara (Rumambi, 2009; Sejati,
2011).
Efek dari perkembangan transportasi pesawat dan kualitas udara di bandara saat ini
begitu kompleks dan kontroversial. Efek ini tidak hanya terjadi di daerah yang
mengelilingi bandara tetapi pada tingkat regional maupun global. Tidak hanya emisi
dari pesawat yang mempengaruhi kualitas udara di area bandara namun juga dipacu
oleh emisi lainnya seperti kendaraan yang masuk dan keluar dari pintu masuk bandara,
penggunaan daya listrik, penggunaan mesin, dan hal-hal mendukung lainnya dalam
pengoperasian maupun aktivitas bandara itu sendiri (Ashford, et.al, 2011).
Bandara Internasional Kualanamu adalah bandara utama di Provinsi Sumatera Utara.
Bandara ini merupakan bandara pengganti Bandar Udara Internasional Polonia yang
terletak di pusat Kota Medan. Secara resmi dibuka pada tanggal 25 Juli 2013 dengan
area seluas 1,365 ha dan pada saat yang sama pemerintah menutup Bandar Udara
Internasional Polonia untuk penerbangan komersial. Bandara ini merupakan bandara
terbesar kedua setelah Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Bandar Udara
Internasional Kualanamu diharapkan dapat menjadi Main Hub yaitu pangkalan transit
internasional untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya. Oleh karena itu bandara harus
ditunjang
dengan
kualitas
infrastruktur,
pelayanan
maupun
dalam
hal
manajemen/pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Adiati dan Rahardyan (2011) menunjukkan bahwa
kualitas udara Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta untuk parameter CO masih
memenuhi baku mutu sedangkan untuk total emisi CO2 per tahun adalah 588.747,3 ton.
CO2 merupakan salah satu polutan gas rumah kaca. Peningkatan emisi gas rumah kaca
akan menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global merupakan isu internasional
I-3
Universitas Sumatera Utara
yang berkorelasi dengan perubahan iklim. Perubahan iklim adalah fenomena yang
dipicu oleh kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil serta
kegiatan alih-guna lahan.
Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 Pittsburg memenuhi komitmen untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai
41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020.
Menindaklanjuti komitmen penurunan emisi GRK tersebut, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang mengamanatkan kepada provinsi
untuk bertanggung jawab dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) selambat-lambatnya 12 bulan sejak ditetapkannya
peraturan presiden.
Namun pada kenyataannya sedikit sekali penelitian yang telah dilakukan untuk
memahami karakteristik beban pencemar dari pesawat maupun kendaraan bermotor
yang berada di bandara, begitu pula dengan kualitas udara di sekitar bandara. Minimnya
penelitian awal seperti ini khususnya untuk Bandar Udara Internasional Kualanamu
yang tergolong masih sangat baru beroperasi melatarbelakangi penulis untuk melakukan
penelitian terkait kualitas udara di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
Pada penelitian ini parameter pencemar udara yang yang diteliti adalah CO dan CO2.
Pengambilan parameter CO dikarenakan karbon monoksida merupakan salah satu
pencemar yang paling berbahaya dan beracun yang dapat mengakibatkan kematian. Gas
CO utamanya dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna yang sangat mungkin terjadi
pada kendaraan bermotor maupun pesawat udara. Pembakaran tidak sempurna terjadi
karena kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Menurut Basuki (2008), semakin
lama masa pakai kendaraan bermotor, semakin banyak gas CO yang dikeluarkan. Hal
ini dikarenakan mesin kendaraan tersebut kurang berfungsi secara baik.
Sedangkan pemilihan parameter CO2 dikarenakan CO2 merupakan salah satu gas rumah
kaca (GRK) yang diyakini memberi andil yang paling besar terhadap peningkatan ratarata suhu udara di dunia.
I-4
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diketahui rumusan masalah dari penelitian
yang dilakukan di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu:
1. Berapakah konsentrasi pencemar CO dan CO2 pada udara ambien di kawasan Bandar
Udara Internasional Kualanamu.
2. Berapakah estimasi beban emisi CO dan CO2 yang dihasilkan pesawat terbang di
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
3. Berapakah estimasi beban emisi CO dan CO2 yang dihasilkan kendaraan bermotor di
kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
4. Seberapa besar kontribusi beban emisi CO dan CO2 dari pesawat dan kendaraan
bermotor terhadap kualitas udara ambien di kawasan Bandar Udara Internasional
Kualanamu.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini meliputi:
1. Untuk mengetahui konsentrasi pencemar CO dan CO2 pada udara ambien di kawasan
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Untuk mengetahui beban emisi CO dan CO2 dari pesawat udara di kawasan Bandar
Udara Internasional Kualanamu.
3. Untuk mengetahui beban emisi CO dan CO2 dari kendaraan bermotor di kawasan
Bandar Udara Internasional Kualanamu.
4. Untuk memprakirakan kontribusi beban emisi CO dan CO2 dari pesawat dan
kendaraan bermotor terhadap kualitas udara ambien di kawasan Bandar Udara
Internasional Kualanamu.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup bahasan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian ini dilakukan di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Kualitas udara ambien yang akan diukur meliputi parameter konsentrasi karbon
monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2).
I-5
Universitas Sumatera Utara
3. Data meteorologi yang diukur meliputi arah dan kecepatan angin, suhu serta
kelembaban.
4. Estimasi beban emisi yang diukur adalah yang berasal dari penerbangan komersial
dan kendaraan bermotor yang masuk dari pintu gerbang Bandar Udara Internasional
Kualanamu.
5. Analisis statistik data menggunakan SPSS Versi 16.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan berupa data
primer tentang estimasi beban emisi dan konsentrasi beban pencemar CO dan CO2
yang berada di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai dasar pertimbangan dalam
menyusun rencana, program, dan kebijakan terkait pengendalian pencemaran udara
di kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu.
3. Manfaat akademis yang diperoleh peneliti dari penelitian ini adalah untuk memenuhi
persyaratan guna menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana Strata Satu Prodi
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
I-6
Universitas Sumatera Utara