Dampak Penggusuran Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Dampak
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas.

Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik social, ekonomi, fisik, kimia maupun
biologi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dampak adalah
benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.
Dampak dapat bersifat positif dan negatif serta dampak langsung dan tidak
langsung. Sifat positif dan negatif identik dengan baik dan buruk. Baik dan buruk
tidaklah mutlak. Dunia fana ini suatu hal selalu mengandung sifat baik dan buruk.
Kadar baik dan buruk suatu hal tergantung pada sudut pandang, Sudut pandang itu
menentukan tolok ukur yang dipakai untuk menilai hal tersebut.
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah
suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara
apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.
Banyak faktor memperngaruhi penentuan apakah dampak itu baik (positif)
atau buruk (negatif). Salah satu faktor penting dalam penentuan itu adalah apakah

seseorang diuntungkan atau dirugikan oleh sebuah aktifitas.
2.2

Penggusuran

2.2.1

Pengertian Penggusuran
Penggusuran adalah pengusiran paksa baik secara langsung maupun secara

tak langsung yang dilakukan pemerintah setempat terhadap penduduk yang
menggunakan sumber-daya lahan untuk keperluan hunian maupun usaha.
Penggusuran terjadi diwilayah urban karena keterbatasan dan mahalnya lahan. Di

Universitas Sumatera Utara

wilayah rural penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek
prasarana besar seperti misalnya bendungan.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Penggusuran diakses pada 23 Maret 2017 pukul 21.15
wib).

2.3

Perdagangan

2.3.1

Pengertian Pedagang
Pengertian pedagang secara etimologi adalah orang yang berdagang atau bisa

juga disebut saudagar. Jadi pedagang adalah orang-orang yang melakukan
kegiatankegiatan perdagangan sehari-hari sebagai mata pencaharian mereka.
Damsar (1997:106) mendefinisikan pedagang sebagai berikut: “Pedagang
adalah orang atau instansi yang memperjual belikan produk atau barang kepada
konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung”
Sedangkan menurut Undang-undang nomor 29 Tahun 1948 Pasal 1 Angka 2
Tentang Perdagangan menyebutkan, pedagang adalah orang atau badan membeli,
menerima atau menyimpan barang penting dengan maksud untuk dijual, diserahkan
atau dikirim kepada orang atau badan lain baik yang masih berwujud barang penting
asli, maupun yang sudah dijadikan barang lain.
(https://penelitihukum.org/tag/pengertian-pedagang/ diakses 23 Maret 2017 Pukul

22.40 wib).
2.3.2

Jenis-jenis Pedagang

Manning, Chirs dan Effendi, Tadjoeddin Noer (1991) menggolongkan para
pedagang dalam tiga kategori, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Penjual Borongan (Punggawa)
Penjual borongan (punggawa) adalah istilah umum yang digunakan diseluruh
Sulawesi selatan untuk menggambarkan perihal yang mempunyai cadangan
penguasaan modal lebih besar dalam hubungan perekonomian. Istilah ini digunakan
untuk menggambarkan para wiraswasta yang memodali dan mengorganisir sendiri
distribusi barang-barang dagangannya.

2. Pengecer Besar
Pengecer besar dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pedagang besar yang
termasuk pengusaha warung di tepi jalan atau pojok depan sebuah halaman rumah,

dan pedagang pasar yaitu mereka yang memiliki hak atas tempat yang tetap dalam
jaringan pasar resmi.

3. Pengecer Kecil
Pengecer kecil termasuk katergori pedagang kecil sektor informal mencakup
pedagang pasar yang berjualan dipasar, ditepi jalan, maupun mereka yang
menempati kios-kios dipinggiran pasar yang besar.

Adapun yang dikemukakan Damsar (1997) membedakan pedagang menurut
jalur distribusi barang yang dilakukan, yaitu:

1. Pedagang distributor (tunggal), yaitu pedagang yang memegang hak
distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.
2. Pedagang partai (besar), yaitu pedagang yang membeli produk dalam jumlah
besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada pedagang lainnya seperti
grosir.

Universitas Sumatera Utara

3. Pedagang eceran, yaitu pedagang yang menjual produk langsung kepada

konsumen.

2.3.3

Pedagang kaki Lima
Pedagang kaki lima adalah suatu usaha yang memerlukan modal relatif

sedikit, berusaha dalam bidang produksi dan penjualan untuk memenuhi kebutuhan
kelompok konsumen tertentu. Usahanya dilaksanakan pada tempat-tempat yang
dianggap strategis dalam lingkungan yang informal.

Pedagang kaki lima menurut An-nat (1983:30) bahwa istilah pedagang kaki
lima merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Inggris. Istilah ini diambil dari
ukuran lebar trotoar yang waktu dihitung dengan feet (kaki) yaitu kurang lebih 31 cm
lebih sedikit, sedang lebar trotoar pada waktu itu adalah lima kaki atau sekitar 1,5
meter lebih sedikit.

Jadi orang berjualan di atas trotoar kemudian disebut pedagang kaki lima
(PKL). Sedangkan Karafir (1977:4) mengemukakan bahwa pedagang kaki lima
adalah pedagang yang berjualan di suatu tempat umum seperti tepi jalan, tamantaman, emper-emper toko dan pasar-pasar tanpa atau adanya izin usaha dari

pemerintah. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki
lima adalah mereka yang berusaha di tempat-tempat umum tanpa atau adanya izin
dari

pemerintah.

Bromley

(dalam

Manning,

1991:228)

menyatakan

bahwa: “Pedagang kaki lima adalah suatu pekerjaan yang paling nyata dan penting
dikebanyakan kota di Afrika, Asia, Timur Tengah, atau Amerika Latin. Namun
meskipun penting, pedagang-pedagang kaki lima hanya sedikit saja memperoleh
perhatian akademik dibandingkan dengan kelompok pekerjaaan utama lain”


Universitas Sumatera Utara

Pedagang kaki lima adalah orang yang menjajakan barang dagangannya di
tempat tempat yang strategis, seperti di pinggir jalan, diperempatan jalan, dibawah
pohon yang rindang,dan lain lain.Barang yang dijual biasanya makanan, minuman,
pakaian, dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya.
Tempat penjualan pedagang kaki lima pada umumnya relatif permanen yaitu
berupa kios-kios atau gerobak dorong atau lainnya dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pada umumnya tingkat pendidikannnya rendah.
2. Memiliki sifat spesialis dalam kelompok barang/jasa yang
diperdagangkan.
3. Barang yang diperdagangkan berasal dari produsen kecil atau hasil
produksi sendiri.
4. Pada umumnya modal usahanya kecil, berpendapatan rendah, serta
kurang mampu memupuk dan mengembangkan modal.
5. Hubungan pedagang kaki lima dengan pembeli bersifat komersial.

2.4.


Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah kebijakan –kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat
dimana penyusunannya melalui berbagai tahapan.
Menurut William Dunn (1990) Kebijakan public adalah suatu daftar pilihan
yang disusun oleh instansi atau pejabat pemerintah antara lain dalam bidang
pertanahan, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, pengendalian kriminalitas dan
pembangunan perkotaan.
Tahapan-tahapan pembuatan kebijakn publik menurut William Dunn yaitu 1)
Penyusunan Agenda, 2) Formulasi Kebijakan, 3) Adopsi/Legitimasi Kebijakan, 4)
Implementasi Kebijakan 5) Evaluasi Kebijakan.

Universitas Sumatera Utara

1. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam
realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa
yang disebut sebagai masalah publik dan agenda publik perlu diperhitungkan.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya berdasarkan tingkat urgensi dan esensi

kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.
3. Adopsi/Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan.
4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
dilaksanakan. Dalam tahap ini suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai
kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja
berbeda dilapangan
5. Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
dilaksanakan. Dalam tahap ini suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai
kendala. Rumusan-rumusan yang telah Penilaian/ Evaluasi Kebijakan (Policy
Evaluation)


Universitas Sumatera Utara

2.5.

Perlawanan (Resistensi)
Timbulnya perlawanan menurut Alisjahbana (2005:167-169) terurai ketika

menggambarkan bagaimana pertarungan antara mereka yang berkuasa dengan
mereka yang tidak berkuasa, antara mereka yang memiliki aksesbilitas dengan
mereka yang tidak memiliki, antara mereka yang memiliki modal kecil, terus terjadi
dalam setiap kebijakan yang dirumuskan pemerintah dalam pengembangan kota.
Pada dasarnya sektor informal lebih suka berdialog dibandingkan harus melakukan
perlawanan (resistensi). Resistensi dilakukan ketika mereka harus dihadapkan pada
sebuah perlakuan yang menurut mereka keterlaluan atau diluar batas kewajaran.
Keberanian kelompok ini melakukan perlawanan (resistensi) adalah proses
akumulasi dari berbagai fenomena yang melatarbelakangi, antara lain:
1. Adanya model penataan sektor informal yang selalu menggunakan pendekatan
represif, bukan persuasif.
2. Adanya sikap ketidakpedulian pemerintah kota terhadap keberadaan sektor
informal sehingga selalu dimarginalkan.

3. Terbungkamnya suara sektor informal. Budaya top down dalam setiap pembuatan
kebijakan yang mengatur sektor informal menyebabkan terjadinya resistensi
terhadap kebijakan pemerintah kota.
4. Adanya kesan negatif yang ditempelkan pemerintah terhadap keberadaan sektor
informal.
5.

Berhembusnya era reformasi, era reformasi memberikan ruang kepada sektor
informal untuk mengadakan resistensi.

Universitas Sumatera Utara

Gerakan perlawanan wong cilik atau pedagang berbeda dengan gerakan
perlawanan yang dilakukan oleh petani ataupun buruh. Banyak perlawanan yang
diakhiri dengan kekerasan berhadapan dengan aparat negara. Perlawanan yang
ditimbulkan oleh pedagang memang tidak jarang menimbulkan kekerasan. Semakin
represif model penataan yang dilakukan oleh pemerintah, semakin keras pula
perlawanan yang diberikan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL). Sebaliknya, semakin
keras sikap PKL terhadap pemerintah, semakin keras pula tindakan pemerintah. Dari
sudut kebijakan, perlawanan yang dilakukan PKL meliputi tiga kategori:
1) Perlawanan yang dikembangkan utuk menolak lahirnya peraturan daerah, dilakukan
dengan cara demonstrasi, memimta izin secara paksa kepada camat dan lurah,
membentuk paguyuban PKL, dan mencari dukungan dan mahasiswa.
2) Perlawanan terhadap program relokasi berupa melakukan demonstrasi, membentuk
paguyuban dan mencari dukungan LSM dan mahasiswa.
3) Perlawanan terhadap penggusuran, dilakukan dengan adu mulut, memblokade jalan,
mengintimidasi aparat dan melakukan demonstrasi.
(http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/737/D_902009006_
BAB%20I.pdf?sequence=2)
Perlawanan menurut Zubir (2002) dilakukan oleh kelompok masyarakat atau
individu yang merasa tertindas, frustasi, dan hadirnya situasi ketidakadilan di tengahtengah mereka. Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai puncaknya,
akan menimbulkan apa yang disebut sebagai gerakan sosial atau social movement,
yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi
menjadi kondisi yang berbeda dengan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai

tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.
Taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka,
tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual
(Adi, 2003:41).
Menurut Fridlander (dalam Fahrudin 2012: 9), “Kesejahteraan sosial adalah
system yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan institusi yang
dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna
mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan
sosial sehingga memungkinkan orang mereka dapat mengembangkan kemampuan
dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya.

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa, “Kesejahteraan sosial adalah suatu
kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbale balik
antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka (dalam Fahrudin, 2012:9).

Menurut UU Nomor 11 Tahun 2009, “Kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga Negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya”.

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Keluarga

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan organisasi terbatas, dan
mempunyai ukuran minimum, terutama pada pihak yang awalnya mengadakan suatu
ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total
yang lahir dan berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan
ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah kedewasaan. Keluarga sebagai
organisasi, mempunyai perbedaan dari organisasi-organisasi lainnya, yang terjadi
hanya sebagai sebuah proses (Khairuddin, 1997:4)

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau
ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke
atas atau lurus kebawah sampai derajat ketiga.

Ciri-ciri keluarga menurut Iver dan Page ( dalam Khairuddin 1997:3)
meliputi :
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan
hubungan perkawninan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok
yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak

Universitas Sumatera Utara

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau
bagaiamana pun tidak mungkin terpisah dalam kelompok keluarga.

Fungsi keluarga menurut Horton dan Hunt ( dalam Kamanto Sunarto, 2004: 63)
1. Keluarga berfungsi mengatur penyaluran seks. Tidak ada masyarakat yang
memperbolehkan hubungan seks sebebas-bebasnya antara siapa saja dalam
masyarakat.
2. Reproduksi berupa pengembangan keturunan pun selalu dibatasi dengan aturan
yang menempatkan kegiatan ini dalam keluarga.
3. Mensosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan apa yang
diharapkan darinya.
4. Fungsi afeksi. Keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak.
5. Keluarga memberikan status pada seseorang bukan hanya status yang diperoleh
seperti status yang terkait dengan jenis kelamin, kelahiran, hubungan kekerabatan
tetapi termasuk juga didalamnya status yang diperoleh orang tua yaitu status dalam
suatu kelas tertentu.
6. Keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik perlindungan fisik
maupun yang bersifat kejiawaan. Akhirnya keluarga pun menjalankan berbagai
fungsi ekonomi tertentu seperti produksi, distribusi dan konsumsi.
2.8.

Keluarga Sejahtera
Indikator keluarga sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pemikiran

yang terkandung didalam Undang Undang no. 10 tahun 1992 disertai asumsi bahwa
kesejahteraan merupakan variable komposit yang terdiri dari beberapa indikator yang
spesifik dan operasional karena indikator yang dipilih akan digunakan oleh kader

Universitas Sumatera Utara

didesa yang pada umumnya tingkat pendidikannya relative rendah untuk mengukur
derajat kesejahteraan para anggotanya sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan
intervensi maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi juga
dirancang sedemikian rupa sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat
dipahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menetapkan 5 tahapan keluarga sejahtera sebagai berikut:

1. Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah
satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan pengajaran agama,
pangan, papan, sandang dan kesehatan.

2. Keluarga sejahtera tahap 1 adalah keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu melaksanakan ibadah menurut agama yang
dianut, makan 2 (dua) kali sehari atau lebih, memiliki pakaian yang berbeda untuk
dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari lantai rumahnya bukan
dari tanah, dan apabila sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa kesarana
kesehatan atau petugas kesehatan.

3. Keluarga sejahtera tahap 2 adalah keluaga keluarga yang disamping telah
dapat memenuhi criteria keluarga sejahtera tahap 1, serta telah memenuhi kebutuhan
sosial psikologisnya tetapi belum memenuhi kebutuhan pengembangan keluarga
yaitu anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur, paling kurang seminggu
sekali menyediakan daging, ikan, telur sebagai lauk pauk, seluruh anggota keluarga
memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru pertahun, luas lantai rumah paling
kurang 8 (delapan) meter persegi tiap penghuni rumah, seluruh anggota keluarga

Universitas Sumatera Utara

dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat, paling kurang 1 (satu) anggota keluarga
yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap, seluruh aggota
keluarga dari usia 10 - 60 tahun bisa membaca tulisan latin, seluruh anak berusia 515 tahun bersekolah pada saat ini, dan bila memiliki 2 anak atau lebih maka keluarga
tersebut memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil).

4. Keluarga sejahtera tahap 3 adalah keluarga yang memenuhi kebutuhan
dasar, sosial dan psikologis dan syarat pengembangan keluarga yaitu mempunyai
upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama, sebagian dari penghasilan keluarga
dapat disisihkan untuk tabungan keluarga, biasantya makan bersama paling kurang
sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antaranggota
keluarga, ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya,
mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali per 6 bulan, dapat
memperoleh berita dari surat kabar, tv atau majalah, dan anggota keluarga mampu
menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
5. Keluarga sejahtera tahap 3 plus adalah keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan keluarga telah terpenuhi serta
secara teratur atau pada waktu tertentu dengan suka rela memberikan sumbangan
bagi kegiatan sosial masyarakat, kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai
pengurus pekumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat.
(http://bkp.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/ProfilPendataanKeluargaBKKBN2
012diakses pada 23 Maret 2017 pukul 23.29).
Berdasarkan dari uraian yang telah diuraikan, secara yang dimaksud
pembangunan kesejahteraan adalah upaya yang terencana untuk mewujudkan kondisi
kesejahteraan sosial. Adapun upaya yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia
sesuai dengan yang termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009

Universitas Sumatera Utara

tentang Kesejahteraan Sosial Bab I, Pasal 1 ayat 2 bahwa Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
2.9.

Kerangka Pemikiran
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang tidak diharapkan setiap manusia.

Untuk menghindari kemiskinan setiap manusia pasti akan berusaha keras untuk
mencukupu kebutuhan hidup. Mengingat harga mekanisme pasar yang saat ini sangat
tinggi mengharuskan setiap manusia harus kerja ekstra untuk menyesuaikannya.
Terkhusus yang dihadapi oleh rakyat kecil yang kurang terhadap akses membuat
mereka sangat sulit dan bahkan banyak yang gagal dan menjadi miskin.
Pengertian pedagang kaki lima menurut Aris Ananta (1985) adalah orangorang golongan ekonomi lemah, yang berjualan barang–barang kebutuhan seharihari, makanan, atau jasa yang modalnya relatif sangat kecil, modal sendiri atau
modal orang lain, baik berjualan di tempat terlarang maupun tidak. Pedagang Kaki
Lima merupakan pedagang yang terdiri dari orang–orang yang menjual barang–
barang atau jasa dari tempat–tempat masyarakat umum, terutama di jalan–jalan atau
di trotoar.
Pedagang merupakan sektor informal yang menjadi penopang perekonomian
negara, bahkan ditengah masa krisis moneter pada tahun 1998 yang melanda
indonesia, pedagang kecil dan menengah (UMKM) mampu bertahan dan menjadi
penopang perekonomian indonesia dari dampak kriris tersebut.
Pedagang kaki lima sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki
potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, terutama bagi

Universitas Sumatera Utara

tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk
bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.
Penggusuran terhadap pedagang buku bekas lapangan merdeka medan tentu
membawa dampak yang sangat signifikan bagi mereka, karena berjualan buku bekas
sudah menjadi mata pencaharian yang sejak dahulu sudah mereka geluti.Dari
berjualan buku bekaslah mereka memenuhi kehidupan seharai-hari, membiayai
sekolah anak dan sumber pendapatan yang dapat ditabung untuk masa depan
keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Bagan 2.1 Bagan Alur Pemikiran

Pedagang Buku Bekas
Lapangan Merdeka

Penggusuran Pedagang
Buku Bekas Lapangan
Merdeka

Analisis Dampak
1. Dampak Negatif
2. Dampak Positif

Sesudah

Kesejahteraan Keluarga

Sebelum

1. Pendapatan
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Perumahan
5. Pangan

Universitas Sumatera Utara