Dampak Penggusuran Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan

data yang tergolong ke dalam tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Tipe
penelitian merupakan suatu penelitian yang menggambarkan karakteristik penelitian
(Siagian, 2011: 52, 201). Dalam penelitian ini peneliti ingin menggambarkan dampak
penggusuran pedagang buku bekas lapangan merdeka Medan terhadap tingkat
kesejahteraan keluarga.
3.2

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Kelurahan

Kesawan Medan yang merupakan tempat berjualannya pedagang setelah sebelumnya
dipindahkan dari Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimunsaat kios
buku sedang dalam pengerjaan. Pusat buku bekas di kawasan sisi timur Lapangan

Merdeka merupakan cagar budaya Kota Medan sesuai dengan Surat Keputusan
Walikota Medan Tahun 2003 berdasarkan surat perjanjian pemakaian kios tempat
berjualan buku di Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan No 511.3/5750.B tertanggal
22 Juli 2003.
3.3

Subjek Penelitian
Penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sample tapi menggunakan

subjek penelitian. Istilah subjek penelitian merujuk pada individu atau kelompok
yang dijadikan unit usaha atau satuan kasus yang diteliti. Penulis dalam penelitian ini
menggunakan pedagang buku bekas yang tergabung dalam kelompok Persatuan

Universitas Sumatera Utara

Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka ( P2BLM ) sebagai informan utama yang
merupakan sumber keterangan yang penting dan informan tambahannya sebagai
pelengkap dari informan utama yang jumlahnya dibatasi.
3.3.1


Informan Kunci
Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informasi kunci dalam penelitian
ini adalah Ketua organisasi pedagang buku bekas yaitu, ketua Persatuan Pedagang
Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara sebagai pihak Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang mengadvokasi pedagang buku bekas dan Dinas Perumahan
dan Permukiman Kota Medan, bagian dari dinas terkait yang menangani masalah
relokasi dan penggusuran pedagang buku bekas sisi timur lapangan merdeka ke Jl.
Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan, Medan Maimun.
3.3.2

Informan Utama
Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam penelitian ini

yaitu 3 orang pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Buku Bekas
Lapangan Merdeka (P2BLM) yang digusur.
3.3.3


Informan Tambahan
Informan tambahan adalah mereka yang dapat menguatkan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan
tambahan dalam penelitian ini adalah keluarga pedagang buku bekas lapangan
merdeka medan.

Universitas Sumatera Utara

3.4

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.4.1

Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah proses memperoleh data atau informasi yang

menyangkut masalah yang akan diteliti melalui penelaah buku, jurnal, majalah, surat

kabar atau data tulisan lainnya untuk memperkuat pertimbangan teoritis yang relevan
dengan masalah yang akan diteliti (Siagian, 2011: 206).
3.4.2

Studi Lapangan
Studi lapangan adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui

kegiatan penelitian langsung dilokasi penelitian untuk mencari faktor-faktor yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan
dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran
peneliti. Observasi merupakan suatu pengamatan terhadap objek yang diteliti baik
secara langsung maupun secara tidak langsung, untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung artinya peneliti harus turun ke
lapangan dan mengamatinya. Pengertian observasi dalam penelitian ini kualitatif
secara esensial adalah pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui
keberadaan objek, situasi, kondisi, konteks, ruang beserta maknanya dalam upaya
pengumpulan data (Satori dalam Kaelan, 2011: 101).
2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung dan bertatap muka dengan informan secara mendalam.
Maka dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam

Universitas Sumatera Utara

tentang informan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi,
dimana hal ini tidak dapat ditemukan melalui observasi (Stainback dalam Kaelan,
2012: 111).
3.5

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu

dengan mengkaji data yang dikumpulkan berupa teks, kata-kata, symbol, untuk
memberikan gambaran penyajian laporan (Kaelan, 2012: 12). Data data yang
diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif artinya untuk analisis
data tidak diperlukan model uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu,
melainkan lebih dahulu ditujukan sebagai tipe penelitian dekskriptif. Data yang
diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan

perkasus dari data yang dikumpulkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif untuk mengamati subjek penelitian. Hasil pengamatan ini dituangkan
dalam suatu catatan sebagai sumber data dan akan digali melalui wawancara,
tujuannya untuk mengetahui detail-detail kehidupan, pengalaman dan perasaan
subjek serta keluarganya (Kaelan, 2012: 16).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah Pedagang Buku
Pedagang buku bekas bermula berjualan dari tahun 1960-an, dari sekelompok
masyarakat yang tinggal di Gg. Buntu yang lokasinya dekat dengan Titi Gantung.
Para pedagang memanfaatkan lokasi Titi Gantung Medan untuk berjualan buku
bekas yang pada awalnya berfungsi untuk menghubungkan kawasan perumahan
penduduk dengan Lapangan Merdeka dan sebagai sarana penghubung untuk menuju
ke stasiun kereta api. Seiring dengan bertambahnya jumlah pedagang buku bekas
yang berjualan maka pedagang buku bekas pun berjualan sampai ke Jl. Irian Barat,
Jl. Jawa, Jl. Veteran,dan Jl.Sutomo.

Lokasi Titi Gantung pun menjadi titik pusat buku bekas di Kota Medan.
Jumlah pedagang buku yang tercatat oleh Pemko Medan adalah sebanyak 180
pedagang pada tahun 2003. Titi Gantung adalah bangunan peninggalan Belanda yang
dibangun pada tahun 1885 yang merupakan cagar budaya kota Medan sebenarnya
dibangun ketika dibukanya Perusahaan Kereta Api Deli Spoorweg Maatschappij
(DSM) yang kini menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI). Titi Gantung bergaya
khas Klasik Viktoria ini dari dahulu sampai kini tetap berdiri dengan tembok yang
kokoh, unik dan memiliki lebar 40-50 meter dengan tinggi bangunan 7-8 meter dari
permukaan jalan. Lebar Titi Gantung dengan lantai berlapis aspal sepanjang 40-50
meter berada di atas jalur rel kereta api atau di bawahnya melintas kereta api.
(http://www.medanbisnisdaily.com/news/arsip/read/2012/09/09/91385/ingat-bukubekas-pasti-ingat-titi-gantung/#.VNuKDi58uqg).

Universitas Sumatera Utara

Alih fungsi jembatan Titi Gantung menjadi tempat penjualan buku bekas
dapat terjadi dikarenakan pada tahun tersebut buku termasuk barang mewah yang
sulit untuk didapat. Fungsi sebenarnya dibangun Titi gantung adalah untuk
penyeberangan dan lokasi ini yang dipilih untuk bertransaksi jual buku bekas. Pada
tahun 2003, semasa kepemimpinan Walikota Medan yaitu Drs. Abdillah, pedagang
buku akan di relokasi dengan alasan bahwa Titi Gantung merupakan cagar budaya.

Pemindahan pedagang buku Titi Gantung ke sisi timur Lapangan merdeka
adalah sesuai dengan SK: No. 511.3/5750. B tertanggal 22 Juli 2003. Surat tersebut
menyatakan bahwa pedagang buku akan di relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka
yang menjadi cagar budaya Kota Medan dan hak kepemilikan kios untuk pedagang
buku. (Surat surat seperti disebutkan diatas, didapat dari data KontraS Sumatera
UtaraSK: No. 511.3/5750. B tertanggal 22 Juli 2003)
Pedagang buku akhirnya sepakat untuk di relokasi ke sisi timur Lapangan
Merdeka. Pedagang sepakat untuk pindah karena lokasi berjualan di sisi timur
Lapangan Merdeka merupakan inti pusat Kota Medan dan diyakini akan menambah
omset penjualan buku bekas. Lokasi tersebut telah lama tidak digunakan
sebagaimana peruntukkannya yaitu untuk kegiatan olahraga sepatu roda. Kegiatan
pedagang buku di lokasi ini juga merupakan peran serta dalam membantu
penyediaan buku murah bagi para pelajar dan mahasiswa serta warga Medan, di
tengah-tengah harga buku–buku yang sangat tinggi. Wilayah Ini kemudian dikenal
sebagai pusat buku bekas dan buku murah di Kota Medan.
4.2.

Profil Asosiasi Pedagang Buku
Samapai saat ini ada dua asosiasi yang menaungi pedagang buku bekas


lapangan merdeka, yakni Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka dan
Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka.

Universitas Sumatera Utara

4.2.1. Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka ( ASPEBLAM )
Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka ( ASPEBLAM ) adalah
organisasi yang dibentuk oleh pedagang buku bekas pada tahun 2004 sebagai
paguyuban untuk menampung eks pedagang titi gantung, asosiasi ini dibentuk karena
kebijakan pemerintahan kota medan yang merelokasi pedagang buku titi gantung ke
sisi timur lapangan merdeka pada tahun 2004, niatan awal dibentuknya ASPEBLAM
ini untuk mengkonsolidasikan pedagang buku titi gantung ke lapangan merdeka agar
terorganisir dengan baik.
4.2.2. Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM)
P2BLM didirikan pada tanggal 01 Maret 2013, Organisasi ini dibentuk dari
kesadaran berkumpul / berorganisasi dari pedagang buku bekas, sehingga yang
menjadi ciri setiap anggota adalah pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Kota
Medan.
Organisasi ini berawal dari persamaan rasa dan jiwa memiliki patriotik pada
saat terjadinya rencana perelokasian pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka

Medan oleh pemerintah khususnya pemerintah Kota Medan, sehingga organisasi ini
bersifat kekeluargaan, bahu-membahu dalam menghadapi tindakan kesewenangwenangan yang dilakukan kepada pedagang buku sehingga nantinya seluruh anggota
akan lebih aktif berkarya, mengembangkan potensi diri masing-masing anggota
dalam naungan organisasi ini dan tidak mencari keuntungan financial pribadi dan
bertujuan Mempererat tali silahturahmi sesama pedagang buku bekas di sisi timur
Lapangan Merdeka Medan dengan memberikan sumbangan bail materiil atau
inmateriil dalam organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka
yang kemudian berkembang sebagai bagian organisasi untuk kesehjahteraan anggota
khususnya dan masyarakat umumnya sehingga bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Universitas Sumatera Utara

SP2BLM merupakan organisasi pedagang buku bekas yang menolak untuk di
relokasi ke Jl. Pegadaian. Pendirian organisasi ini merupakan bentuk kekecewaan
pedagang buku terhadap organisasi pedagang buku bekas sebelumnya yaitu,
ASPEBLAM yang memilih sepakat untuk direlokasi ke Jl. Pegadaian oleh Pemko
Medan.
ANGGARAN DASAR
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN
NAMA

Pasal 1
Organisasi ini bernama “ Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka
Medan “ (P2BLM).
WAKTU
Pasal 2
Organisasi ini telah didirikan sejak tanggal 01-03-2013 (satu Maret dua ribu tiga
belas) dan dijalankan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 3
Organisasi ini berkedudukan dan berkantor pusat di Kota Medan dengan cabangcabang dan atau perwakilan- perwakilan di tempat-tempat lain menurut anggota inti
(pengurus)

Universitas Sumatera Utara

CIRI
Pasal 5
Organisasi ini dibentuk dari kesadaran berkumpul / berorganisasi dari pedagang buku
bekas, sehingga yang menjadi ciri setiap anggota adalah pedagang buku bekas
Lapangan Merdeka Kota Medan
SIFAT
Pasal 7
Organisasi ini dibentuk berawal dari persamaan rasa dan jiwa memiliki patriotik pada
saat terjadinya rencana perelokasian pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka
Medan oleh pemerintah khususnya pemerintah Kota Medan, sehingga organisasi ini
bersifat kekeluargaan, bahu-membahu dalam menghadapi tindakan kesewenangwenangan yang dilakukan kepada pedagang buku sehingga nantinya seluruh anggota
akan lebih aktif berkarya, mengembangkan potensi diri masing-masing anggota
dalam naungan organisasi ini dan tidak mencari keuntungan financial pribadi
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 8
Maksud dan tujuan organisasi ini adalah :
I.

Mempererat tali silahturahmi sesama pedagang buku bekas di sisi timur
Lapangan Merdeka Medan dengan memberikan sumbangan baik materiil atau
immateriil dalam organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan
Merdeka yang kemudian berkembang sebagai bagian organisasi untuk
kesehjahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya sehingga
bermanfaat bagi bangsa dan negara

Universitas Sumatera Utara

Susunan Kepengurusan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan
(P2BLM) Berikut ini adalah daftar nama pengurus organisasi P2BLM periode 20132016.
: Nelson Nicolas Marpaung

Penasihat

H.Syamsul Bahri Lubis
H.Rujaya
Lunik Pasaribu
Aliman Batubara
Lilik S. Lubis
Ketua

: Sainan

Wakil Ketua

: Isdawati

Wakil Ketua

: Yuan Pasaribu

Wakil Ketua

: Dedi Syahputra

Sekretaris

: M. Hasrah Siregar

Wakil Sekretaris

: M. Lindon Simatupang

Wakil Sekretaris

: Lina Br. Ginting

Wakil Sekretaris

: Sandy Sardi

Bendahara

: Arningsih

Wakil Bendahara

: Didi Siswanto

Sub Bidang

:

I.

Bidang Diklat , Keanggotaan dan Kaderisasi
1. Manarsar Panjaitan
2. Indra Sakti Lubis

Universitas Sumatera Utara

II.

Bidang Ekonomi dan Koperasi
1. Agus Eko Muchtarian Lubis
2. Ilham Malagandi Batubara

III.

Bidang Sosial , Politik dan Budaya
1. Alizardi
2. Erwin Effendi

IV.

Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Lingkungan Hidup
1. Ramot Lubis
2. Fadli Syahputra

V.

Bidang Keagamaan
1. M. Yusnan
2. Lisbet Tohang

4.3.Klasifikasi Pedagang Buku
Dalam penelitian ini ditemukan ada tiga klasifikasi pedagang buku yang
beraktifitas malakukan perdagangan buku disisi timur lapangan merdeka, namun
tidak hanya pedagang buku saja yang melakukan perdagangan buku, ada beberapa
individu yang menjadi agen buku, adapun tiga klasifikasi pedagang dalam penelitian
ini yaitu pemilik kios, penyewa kios dan agen buku.
4.3.1 Pemilik Kios
Pemilik kios adalah pedagang buku yang terdaftar di Pemerintahan Kota
Medan, mereka merupakan pedagang buku eks titi gantung yang dipindahkan kesisi
timur lapangan merdeka pada tahun 2004.

Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Penyewa Kios
Penyewa kios adalah orang-orang yang berjualan buku dengan cara menyewa
lapak pemilik kios, kebanyakan penyewa kios ini masuk pada tahun 2004 disaat eks
titi gantung direlokasi kesisi timur lapangan merdeka.
4.3.3 Agen Buku
Agen

adalah

seorang

individu

yang

tidak

memiliki

kios

namun

menggantukan hidup dikawasan pedagang buku dengan cara mencari konsumen
yang mencari buku dikawasan pedagang buku berjualan.
4.4. Legalitas Pedagang Buku Lapangan Merdeka
Adapun yang menjadi legalitas Pedagang buku bekas lapangan merdeka yaitu
a. Surat Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646/624 Perihal Persetujuan
Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan Pemindahan Pedagang
Buku ke Lapangan Sepatu Roda, Tertanggal 11 Juli 2003, dengan dibubuhi
stempel dan tanda tangan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan An.
Tom Adlin Hajar.
b. Surat Keputusan (SK) Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 Tentang
Penetapan Lokasi Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi
Lokasi Tempat Berjualan/ Kios-Kios Pedagang Buku Eks Titi Gantung, Jalan
Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan Veteran Dan Jalan Sutomo Medan, Tertanggal
18 Juli 2013.
c. Surat Perjanjian Pemakaian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi Timur
Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750.B tertanggal 22 Juli 2003 .

Universitas Sumatera Utara

d. Surat Penetapan hasil Pengundian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi
Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750. A tertanggal 16 Juli
2003.
Keberadaan pedagang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau
melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut, telah dilegalisasi
oleh Pemerintah Kota Medan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
keberadaanya sebagai cagar budaya dan sejarah Kota Medan.
4.5.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan

Maimun Dan Titi Gantung, Kecamatan Medan Timur. Adapun yang menjadi alasan
peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan pedagang buku bekas
merupakan cagar budaya Kota Medan dan merupakan pedagang buku bekas yang
terpusat di sisi timur lapangan merdeka yang sekarang berada di Jalan Pegadaian
Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun dan Titi Gantung, Kecamatan Medan
Timur.

Universitas Sumatera Utara

4.5.1 Titi Gantung, Kecamatan Medan Timur

Gambar 1. Peta Kecamatann Medan Timur
Titi Gantung, Kecamatan Medan Timur Terletak di sebelah Stasiun Kereta
Api Kota medan. Peneliti memilih lokasi ini dikarenakan sebagian dari pedagang
buku sisi Timur Lapangan Merdeka kembali berdagang di titi gantung, pedagang
yang berjualan di titi gantung adalah pedagang buku yang tidak terdaftar di
pemerintahan kota medan sehingga tidak memiliki bagian fasiliats yang disediakan
kota medan pasca relokasi pedagang buku dari sisi timur lapangan merdeka ke jalan
Penggadaian, pedagang buku yang berjualan dititi gantung berkisar 22 pedagang

Universitas Sumatera Utara

yang mayoritas terdiri dari Penyewa kios dan agen buku disisi timur lapangan
Merdeka.
4.5.2 Pegadaian, Kecamatan Medan Maimun

Gambar 2. Peta Kecamatan Medan Maimun
Jalan Penggadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Kota Medan.
Peneliti memilih lokasi ini karena Mayoritas Pedagang Buku Sisi Timur Lapangan
Merdeka di relokasi kejalan Ini. Pedagang yang direlokasi ke Jalan Penggadaian ini
adalah pedagang yg terdaftar di Pemerintahan Kota Medan sehingga mendapatkan
fasilitas dari Pemerintahan Kota Medan pasca relokasi pedagang buku sisi timur
lapangan merdeka. Pedagang yang berjualan di Jalan Penggadaian ada 180 orang
yang semuanya adalah pemilik kios.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
ANALISIS DATA
5.1.

Pengantar
Dari hasil penelitian dan juga observasi yang telah dilakukan dilapangan

dengan teknik pengumpulan informasi secara wawancara mendalam dengan
informan utama dan informan tambahan. Peneliti berhasil mengumpulkan data
informasi mengenai kondisi kesejahteraan keluarga pedagang buku bekas yang
berjualan di sisi timur lapangan merdeka Medan melalui informan sebanyak 8
(delapan) orang dengan komposisi 3 (tiga) informan utama yaitu pedagang yang
berjualan buku bekas, 2 (dua) informan tambahan yaitu keluarga pedagang buku
bekas, 2 (dua) informan kunci yaitu ketua Persatuan Pedagang Buku dan Kordinator
KontraS Sumatera Utara sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
mengadvokasi pedagang buku bekas dan 1 (satu) KepalaDinas Perumahan dan
Permukiman Kota Medan, bagian dari dinas terkait yang menangani masalah relokasi
pedagang buku bekas sisi timur lapangan merdeka ke Jl. Pegadaian. Melalui
wawancara dengan semua informan diperoleh data mengenai tingkat kesejahteraan
pedagang dengan indikatornya adalah pendapatan, perumahan, pangan, pendidikan
dan kesehatan terhadap kebutuhan sehari-hari. Pengumpulan data dilakukan melalui
beberapa tahapan yaitu
1. Melakukan observasi di jalan Pegadaian, titi gantung dan sisi timur lapangan
merdeka medan, yang merupakan tempat pedagang melakukan aktifitas jual
beli buku bekas.
2. Melakukan wawancara mendalam dengan para pedagang buku bekas dan
keluarga pedagang buku bekas. Setelah melakukan proses penelitian dengan

Universitas Sumatera Utara

cara observasi terhadap informan sehingga

mengetahui latar belakang

informan kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan informan
tambahan agar melengkapi data-data yang dibutuhkan.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul,
penulis mencoba membagi dalam beberapa bagian terkait permasalahan yang
ingin diuraikan dengan memasukkan petikan wawancara dari informan serta
narasi penulis tentang data data.
5.2.Hasil Temuan
5.2.1. Informan Kunci I
Nama

: Sainan

Umur

: 50 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jalan Pasar V No. 18 Desa Tembung Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera
Utara.

Ketua dari P2BLM ini berumur 50 Tahun dengan memiliki keyakina agama
Islam. Bapak Sainan ini sendiri berjualan buku di Lapangan Merdeka Medan sudah
lebih dari 10 tahun. Menjual buku merupakan pekerjaan mulia dan mencerdaskan
generasi bangsa dan dari segi faktor ekonomis juga menguntungkan menurut ketua
P2BLM ini.
Peneliti ingin mengetahui awal mula terbentuknya organisasi pedagang buku
bekas di lapangan merdeka. Maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan, pertama
yang peneliti tanya adalah bagaimana awal terbentuknya organisasi pedagang buku

Universitas Sumatera Utara

bekas di lapangan merdeka medan. Sainan menuturkan bahwa awalnya Pedagang
buku yang dulunya berjualan di Titi Gantung memiliki paguyuban sesama pedagang
buku bekas. Paguyuban tersebut dibentuk dengan tujuan

untuk melakukan

perlawanan menolak relokasi dari Titi Gantung ke sisi timur lapangan merdeka.
Pedagang buku direlokasi dikarenakan Titi Gantung merupakan cagar budaya Kota
Medan yang harus dijaga dan dilestarikan keindahannya.
Mendengar adanya rencana Pemko Medan untuk kembali merelokasi,
pedagang buku akhirnya pedagang sepakat untuk membentuk organisasi pedagang
buku bekas yaitu Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM).
ASPEBLAM dibentuk juga berdasarkan paguyuban yang berasal dari Titi Gantung
dan merubah nama karena lokasinya yang juga sudah berbeda yaitu di sisi timur
Lapangan Merdeka. Pedagang menolak di relokasi dengan alasan Jl. Mandala by
pass bukan merupakan pusat inti kota Medan dan lokasinya sangat jauh yang
dikhawatirkan akan menurunkan omset penjualan buku bekas. “Di tahun 2012 itu
ada respon dari Pemko Medan untuk merelokasi kami ke Jl. Mandala by pass. Kami
tidak menerima relokasi tersebut. Sejak itulah kami pedagang buku melakukan
musyawarah dan rembukan untuk membentuk kelompok pedagang buku yang
namanya ASPEBLAM yaitu, Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka
Medan. Itu terbentuk karena adanya Pemko Medan mau merelokasi kami ke Jl.
Mandala. Tujuan dibentuknya ASPEBLAM yang itu untuk melakukan satu penelitian
maksud dan tujuan Pemko Medan merelokasi apakah itu menguntungkan pedagang
atau tidak”.
ASPEBLAM adalah organisasi yang dibentuk oleh pedagang buku bekas
untuk menolak relokasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Medan dan memiliki
tugas untuk melakukan kajian apakah relokasi tersebut menguntungkan pihak

Universitas Sumatera Utara

pedagang atau tidak. Keinginan semua pedagang pada saat akan direlokasi yaitu,
mengambil komitmen untuk tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka. Namun
hasil keputusan tersebut kemudian di langgar oleh sebagian pengurus ASPEBLAM,
sikap awal yang sepakat untuk pedagang bertahan di sisi timur lapangan merdeka
berubah menjadi sepakat dan ikut dengan perintah dari pemko medan.
Peneliti kemudian bertanya tentang awal mula dilakukannya penggusuran
oleh Pemerintah Kota Medan dengan memberikan pertanyaan bagaimana kronologis
ketika pedagang buku bekas akan di relokasi ke jalan Pegadaian. Sainan kemudian
menjelaskan, penggusuran itu bermula ketika adanya rencana Pemko Medan untuk
membangun pondasi di lapangan merdeka. Bangunan pondasi tersebut harus
menghancurkan tempat pedagang sebanyak 20 kios. Pengurus pada saat itu
menyepakati hal tersebut dengan syarat perusahaan pengembang menyatakan akan
membayar ganti rugi biaya harian yaitu sebesar Rp.50.000, - (lima puluh ribu rupiah)
perhari kepada 20 pedagang yang kiosnya akan dirusak, dan apabila pada tanggal
tersebut pelaksanaan pembangunan 180 kios belum selesai maka perusahaan akan
memberikan tambahan biaya harian tersebut sebanyak 10 kali lipat dari biaya harian
yang telah disepakati yaitu menjadi Rp.500.000, - (lima ratus ribu rupiah) per hari.
Namun, para pedagang 20 kios tersebut hanya menerima biaya harian selama
21 hari sebanyak Rp.700.000, (tujuh ratus ribu rupiah) yaitu 19 Desember 2012 s/d
10 Januari 2013, selebihnya yaitu sampai dengan Maret 2013 para pedagang ini tidak
lagi menerima uang harian tersebut. Sampai dengan 18 Maret 2013 dan lokasi
berjualan mereka belum kunjung selesai juga dibangun di Jl. Pegadaian serta alas
hukum yang belum jelas.

Universitas Sumatera Utara

“Awalnya 20 kios ini akan dijanjikan dengan ganti rugi Rp.50.000 per hari
oleh pihak developer (pengembang) dan dibantu oleh kepengurusan masa itu. Alasan
kami untuk meminta ganti rugi ya mau makan apa kami, belum lagi anak, istri kami,
kalo cuman segitunya pendapatan kami. Maka dari itu, kami terima kios kami
dihancurkan dengan catatan, apabila sampai dengan 21 hari kios kami belum
selesai dan seluruh pedagang belum juga pindah maka ganti ruginya 10 kali lipat
per hari jadi nya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari. Logikanya kan gini
gak mungkin kami bisa cari makan di pegadaian 20 kios ini sedangkan yang rame
itu masih di Lapangan Merdeka”.
Pedagang yang 20 kiosnya dihancurkan mengadukan nasib mereka kepada
pengurus, tetapi tidak di respon dengan baik. Pedagang dijanjikan oleh pengurus
apabila dalam jangka waktu yang dekat tidak juga dibayar maka pedagang buku akan
melakukan demonstrasi. Hal itu tidak kunjung terjadi, tuntutan ganti rugi pedagang
buku berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan dari pihak pengembang. Berdasarkan
kejadian tersebut memicu pedagang buku untuk membuat organisasi baru, karena
merasa aspirasi mereka sudah tidak di dengarkan lagi oleh pengurus ASPEBLAM.
Awal pertemuan anggota yang tidak sepakat berawal di Taman Sri Deli dengan
diam-diam tanpa diketahui oleh pengurus ASPEBLAM.
Fase pragerakan ditandai dengan berkumpulnya beberapa pedagang yang
memiliki minat yang sama untuk berkumpul, yang merasakan kebencian,
diskriminasi dan membentuk organisasi P2BLM sebagai awal gerakan. Terdapat dua
penyebab terbentuknya Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1) Kecewa dengan kebijakan pengurus Aspeblam yang menyetujui relokasi ke
Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, serta mengingkari
hasil rapat di Prapat.
2) Anggota menganggap pengurus tidak bertanggung jawab atas ganti rugi
terhadap penghancuran 20 kios awal yang diperuntukkan untuk pondasi awal
sky bridge.
3) Anggota pedagang buku ingin tetap berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka
Seperti yanag disampaikan sainan dalam wawancara:
“Pengurus aspeblam ini udah gak betul, karena udah melanggar kesepakatan
yang ada di aspeblam itu. Berarti ini ada udang di balik peyek kan gitu
istilahnya kan pada saat itulah kami dan kawan-kawan yang tidak sepaham
dengan aspeblam mengadakan pertemuan di Taman Sri Deli dengan tujuan
membicarakan ketidaksetujuan kami dengan keputusan ASPEBLAM tadi.
Itulah awal mulanya terbentuk Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan
Merdeka (P2BLM)”.
Kemudian peneliti memberikan pertanyaan mengapa Pemko Medan menggusur
pedagang dari sisi timur lapangan merdeka medan dan bagimana sikap pedagang
terhadap rencana penggusuran tersebut. Sainan menjelaskan bahwa penggusuran
pedagang buku bekas di sisi timur lapangan merdeka medan bermula ketika
diterbitkannya Surat Keputusan Wali Kota medan untuk Pembangunan City Check
In, Sky Bird, Dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu dengan berdasarkan
SK Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 Tertanggal 25 Oktober 2012 dan
Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi
Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi

Universitas Sumatera Utara

Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T Kereta
Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012.
Pedagang buku menolak untuk direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka ke Jl.
Pegadaian, Keluarahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Hal ini berdasarkan lokasi
yang tidak strategis, dan penempatan kios di Lapangan Merdeka sah secara hukum.
Lokasi di Jl. Pegadaian, tidak banyak masyarakat yang mengetahui tempat tersebut
karena bukan berada di pusat Kota Medan.“Kita gak setuju untuk pindah, karena
kita punya legalitas yang kuat, punya SK, punya surat izin, dan keputusan DPRD
dari hasil sidang paripurna. Kita pertanyakan alasan kenapa kita mau di relokasi
mereka gak bisa jawab. Kalau kita mau di ganti harus ada UU perubahan
peruntukkan tempat untuk pedagang buku. Nah, pedagang buku kalo mau dipindah
harus ada dong melalui sidang paripurna juga kalo lahan pedagang buku
diperuntukkan untuk parkir, Secara hukum kita kuat. Kios gak layak, mereka
menempatkan itu melanggar Perda lho. Walikota yang buat kenapa beliau yang
melanggar. Seharusnya beliau yang jadi panutan untuk masyarakat kok jadi beliau
yang ngajari masyarakat untuk melanggar hukum”.
Selain itu kata Sainan, menurut Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota
(RTRWK) Medan Tahun 2011-2031, pembangunan sky bridge, city check in dan
lahan parkir diperuntukkan di lokasi Jl. Jawa Kecamatan Medan Timur tepat berada
di lokasi kompleks Centre Point tersebut. “City check in dan lahan parkir itu
ternyata menurut RTRWK seharusnya berada di bangun di Jalam Jawa, Kecamatan
Medan Timur. Centre Point yang udah berdiri megah di lokasi untuk bangun itu
kenapa kami yang digusur? Kenapa Pemerintah gak berani gusur bangunan itu?
Jadi, gak ada alasan yang tepat untuk merelokasi kami”.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya pertanyaan yang peneliti ajukan terkait apa saja upaya yang
dilakukan pedagang dalam menolak penggusuran. Sainan menjelaskan upaya yang
dilakukan pedagang selain mengkonsolidasikan pedagang yang tergabung dalam
P2BLM, melakukan demonstrasi, membangun koalisi dengan organisasi mahasiswa,
petani, buruh dan organisasi lain. Pedagang juga melayangkan surat pengaduan dan
memohon perlindungan kepada Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara terhadap tindakan diskriminasi yang dilakukan
oleh Pemko Medan mengenai permasalahan relokasi. Telah terjalin hubungan
emosional antara pedagang buku dan koordinator Kontras yaitu, Bapak Herdensi
Adnin sebagai alasan pedagang buku meminta bantuan advokasi. Pada saat
perpindahan pedagang buku masih berjualan di Titi Gantung pada tahun 2003, Bapak
Herdensi juga lah yang ikut membantu memperjuangkan pedagang buku
mendapatkan hak-haknya. Dengan alasan tersebut, pedagang buku memilih dan
membuat surat pengaduan kepada KontraS. “Kita lakukan lah konsolidasi dengan
teman-teman sesama pedagang buku dalam P2BLM kemudian kita juga demo dan
membangun hubungan dengan organisasi lainnya seperti organisasi mahasiswa,
kelompok petani, buruh dan meminta bantuan KontraS, Karena koordinator Kontras
yang bernama Herdensi Adnin, beliau itu emang pemain lama dari 2003, dan beliau
tau seluk beluk bagaimana pemindahan dari Titi Gantung ke Lapangan Merdeka.
Yang

jelas,

tergerak

juga

hatinya

untuk

membantu

kita.

Beliau

juga

memperjuangkan tahun 2003 sampe ke Lapangan Merdeka, jadi karena udah dekat
juga sama kita”.
Kemudian peneliti menanyakan apakah penggusuran paksa yang dilakukan
oleh Pemko Medan berdampak terhadap pedagang, apa saja dampaknya terhadap
pedagang. Sainan menjelaskan selama upaya proses penggusuran paksa dan selama

Universitas Sumatera Utara

itu pula pedagang mempertahankan untuk tetap berjualan di sisi timur lapangan
merdeka medan, telah berdampak banyak terhadap pedagang, terutama dari segi
pendapatan. Sebagai pedagang buku yang menggantungkan hidupnya dari berjualan
buku bekas, tentu saja berdampak karena selama itu juga pedagang tidak membuka
gerai bukunya karena was-was jika ada penggusuran secara tiba-tiba oleh pihak
pemko medan. Belum lagi dari sisi kesehatan, banyak pedagang yang sakit karena
kelelahan saat mempertahankan kios agar tidak di gusur. Pada malam hari pun
pedagang harus berjaga di lokasi lapangan merdeka untuk mengantisipasi adanya
upaya-upaya yang bersifat sabotase entah itu dengan cara membakar atau hal-hal
lain. “Kalau dampaknya sama pedagang pasti adalah, terutama dalam pendapatan,
pedagang udah enggak ada lagi yang bukak kios (kedai buku) karna kita takut tibatiba nanti udah datang aja pihak pemko medan bawak polisi, satpol PP dan TNI,
Sama dari segi kesehatan, setiap malam harus berjaga di lapangan merdeka supaya
enggak ada orang-orang yang mau berbuat aneh sama perjuangan kita ini”.
Peneliti kemudian ingin mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan
pedagang buku bekas dalam menolak kebijakan Pemerintah Kota Medan tersebut.
Maka peneliti memberikan pertanyakan bagaimana wujud tindakan pedagang buku
dalam menyampaikan aspirasinya. Sainan menjelaskan Pada tanggal 24 Juni 2013
merupakan hari bersejarah bagi pedagang buku yang berhasil masuk ke ruang rapat
paripurna DPRD Kota Medan untuk menuntut Pemko Medan. Sidang Paripurna yang
sedang berlangsung dipimpin langsung oleh Walikota Medan, Drs. H.Dzulmi Eldin,
Msi yang pada hari tersebut masih menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT)
Walikota. Di tengah berlangsungya rapat, pedagang menyelinap satu per satu masuk
ke dalam gedung DPRD tanpa sepengetahuan penjaga keamananan. Untuk
mengelabui mereka, pedagang secara sembunyi-sembunyi membawa gulungan

Universitas Sumatera Utara

spanduk yang disimpan didalam baju berisikan tulisan tentang penolakan relokasi
agar tidak diketahui oleh penjaga keamanan. “Kami dan kawan-kawan ke DPR yang
sedang melakukan sidang paripurna yang dihadiri Walikota Medan (Plt) yaitu Pak
Eldin tentunya pada saat mereka sidang, kami juga udah di dalam sama pedagang
buku yang udah ada di dalam gedung DPRD itu. Kami satu per satu naik ke ruangan
sidang itu menerobos dan serta gulungan poster ama spanduk digulung supaya gak
ketauan, meminta pada security untuk berjumpa dengan Eldin untuk melakukan
audiensi akhirnya diterima juga sama pihak security kami pun tatap muka sama
Walikota untuk menyampaikan aspirasi kami untuk menolak relokasi”. Melihat
pedagang buku berhasil masuk ke dalam gedung DPRD, Bapak Drs. H.Dzulmi Eldin
terkejut mengapa mereka bisa masuk ke dalam. Bapak Eldin pada saat sedang di
wawancarai di ruang sidang oleh wartawan pedagang melakukan orasi dan
meneriakkan “Hidup Pedagang Buku” di hadapan para anggota DPRD. Pedagang
buku juga memberikan selebaran-selebaran kepada anggota DPRD dan meminta
dukungan yang isinya menolak relokasi, menuntut revitalisasi karena mereka sebagai
cagar budaya Kota Medan. Pedagang buku langsung berhadapan di depan meja
Bapak Plt Walikota saat itu. Dewan Pembina P2BLM yaitu, Lilik Sukamto Lubis
menerangkan langsung tentang sejarah pedagang buku bekas yang dulunya berada di
Titi Gantung. Menjelaskan bahwa pedagang buku ikut melestarikan nilai-nilai
sejarah dari berjualan buku bekas yang sebenarnya merupakan anak angkat dari
Pemko Medan. Walikota Medan sekarang Drs. H. Dzulmi Eldin menyatakan dengan
jawaban normatif kepada pedagang buku. Berdasarkan rekaman video percakapan
Drs. H.Dzulmi Eldin kepada pedagang buku :
“Kalau begitu nanti akan kami bicarakan dulu, kemarin itu juga sudah ada
perwakilan kalian dulu kalau mau ditempatkan di Mandala dulu kalian gak
mau terus minta dipindahkan ke Pegadaian itulah makanya keluar SK
Walikota itu. Awalnya SK Walikota itu dietapkan di Mandala, maka

Universitas Sumatera Utara

dibatalkan lagi SK Walikota itu di Pegadaian. Saya tahu itu kesepakatan,
karena ada perjanjian. Besok akan kita akan adakan pertemuan dengan
PT.KAI bagaimana kesepakatannya dan nanti kalian akan diundang juga”.
(Rekaman Video P2BLM).

5.2.2. Informan Kunci II
Nama

: Mukhyar

Umur

: 45 tahun

Alamat

: Jl.Setia Luhur

Jenis kelamin

: Laki-laki

Jabatan

:Kepala

Seksi

Pengembangan

Kawasan

Bidang

Pengembangan dan Perumahan, Dinas Perumahan dan
Pemukiman Kota Medan.
Pria yang selalu memakai kacamata ini merupakan salah satu kepala seksi di
Dinas Pemuramahan dan Pemukiman Kota Medan. Pak Mukhyar yang berusia 45
tahun ini memegang jabatan sebagai Kepala Seksi Pengembangan Kawasan Bidang
Pengembangan dan Perumahan. Dinas Pemukiman dan Perumahan merupakan dinas
yang berkaitan dengan program pembangunan proyek sky bridge, city check in dan
lahan parkir yang akan terintegrasi dengan Bandara Kuala Namu. Peneliti ingin
mengetahui alasan pemerintah kota medan menggusur dan merelokasi pedagang
buku dari sisi timur lapangan merdeka. Maka peneliti mengajukan pertanyaan yaitu
apa yang menyebabkan pemerintah merelokasi pedagang buku dari sisi timur
lapangan merdeka. Mukhyarmenjelaskan bahwa pada kawasan tersebut akan
dibangun proyek sky bridge, city check in dan lahan parkir yang akan terintegrasi
dengan Bandara Kuala Namu. Pembangunan ini menggunakan lahan dengan panjang

Universitas Sumatera Utara

244 meter dan lebar 39 meter yang saat itu masih berdiri kios pedagang buku maka
dikeluarkanlah Surat Keputusan (SK) Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012
tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan
Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan
Maimun tertanggal 25 Oktober 2012. “Karena adanya bandara Kuala Namu
dibangun, jadi dari Kota Medan lah pusat Kota untuk akses ke Bandara Kuala Namu
salah satu alternatif roda transportasi itu kan di kereta api. Ada pihak dari
kementerian dan program dari pusat meminta untuk terintegrasi sarana transportasi
tadi dimohon ke pihak Pemko Medan untuk segera dibangun jembatan
penyeberangan sekaligus city check in. City check in itu kita mau ke bandara Kuala
Namu jadi sebelum ke Kuala Namu kita bisa check in keberangkatan dulu itu
sebenarnya tujuan pertama. Untuk menghubungkan kan diperlukan areal parkir
yang mau berangkat ke kuala namu atau untuk menurunkan penumpang jadi
integrasinya itu disitu”.
Berdasarkan Perda Kota Medan No: 13 Tahun 2011 sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Medan bahwa pembangunan sky bridge, city check in dan
lahan parkir berada di Jalan jawa, Kecamatan Medan Timur. Peneliti ingin
mengetahui mengapa pembangunan tersebut di lain tempat, dengan mengajukan
pertanyaan apa yang menjadi alasan pemerintah sehingga pembangunan tersebut
dibangun di sisi timur lapangan merdeka tempat berjualan pedagang buku. Mukhyar
menuturkan bahwaPemerintah memiliki design lokasi relokasi yaitu, masterplan
untuk merelokasi pedagang buku awalnya ke Jl. Mandala. Namaun pemerintah juga
harus tetap bersinergi dengan pihak PT.KAI.Dinas Perkim menyatakan semua ada
aturan dan landasan. Terkait RTRWK itu bisa dirubah dengan persetujuan anggota
dewan.“Sky bridgeudah dibuat di perda kita dibangun disitu masalahnya sekarang

Universitas Sumatera Utara

harus menelusuri Bapeda. Masterplan kereta api orang tu bangunnya dimana
kadang-kadang masterplan kami disini, kereta api disini kan kami harus bersinergi
jadi bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah, tiap saat bisa berubah namanya
produk manusia, siapa bilang RTRWK gak bisa dirubah, ya boleh boleh aja. Kita
kan harus ikuti orang itu kereta api. Saya sekedar melanjutkan, di dalam buku
perdanya kami bangun disitu, kalo gak kami bangun ngelanggar perda, APBD Kota
Medan yang harus kita kerjakan dibahas di anggota dewan. Kalo dia gak tau berarti
kan dia gak baca”. Dinas Perkim tidak ingin menjawab pertanyaan secara detail
landasan hukum pembangunan sky bridge yang seharusnya di Jl. Jawa, Kecamatan
Medan Timur karena bukan merupakan bagian tugas dari mereka, Dinas Perkim
ditegaskan hanya sebagai pelaksana teknis. Pemerintah melakukan pendekatan
dengan cara sosialisasi dengan surat peringatan sebanyak 3 kali dan melakukan
pertemuan untuk mengakomodir keinginan pedagang.
5.2.3. Informan Kunci III
Nama

: Herdensi Adnin

Umur

: 36 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Jabatan

: Kordinator KontraS Sumatera Utara

Herdensi Adnin merupakan Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera
Utara, mulai mengadvokasi pedagang buku pada saat pedagang masih berjualan buku
di titi gantung tepatnya pada tahun 2003. Pada saat itu beliau masih menjadi staff
ditempat yang sama. Peneliti ingin mengetahui peran kontras dalam perjuangan
pedagang buku bekas dalam mempertahankan kios mereka agar tidak digusur oleh

Universitas Sumatera Utara

pemko medan. Maka peneliti mengajukan pertanyaan, apa yang diidentifikasi
sebagai masalah oleh Kontras dalam kasus relokasi dan penggusuran pedagang buku
bekas. Herdensi Adnin menjelaskan bahwa Kontras yang bergerak di bidang Human
Right tentang Hak Azasi Manusia (HAM) memiliki landasan untuk membela
pedagang buku.“Kalo Kontras ini kan isunya human right tentang hak asasi
manusia,

konvenan ekonomi sosial budaya yang juga sudah di ratifikasi oleh

indonesia dengan uu no 11 tahun 2005”.
Peneliti kemudian mengajukan pertanyaan selanjutnya terkait masalah yang
menjadi prioritas menurut Kontras, dengan mengajukan pertanyaan masalah apa
yang menjadi prioritas terkait penggusuran pedagang buku. Herdensi Adnin
kemudian menuturkan Kontras menilai pertama, bahwa pedagang buku ditempatkan
di sisi timur lapangan merdeka berdasarkan landasan kebijakan yang sah sesuai Surat
Keputusan (SK) Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 Tentang Penetapan Lokasi
Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi Lokasi Tempat Berjualan/
Kios-Kios Pedagang Buku Eks Titi Gantung, Jalan Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan
Veteran Dan Jalan Sutomo Medan, Tertanggal 18 Juli 2003. Kedua, keberadaan
pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan
usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut, telah dilegalisasi oleh Pemerintah Kota
Medan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaannya sebagai cagar
budaya dan sejarah Kota Medansebagaimana termaktub dalam alasan dasar
menimbang huruf (a) dalam SK Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 tertanggal
18 Juli 2003 tersebut. “Nah, kemarin kasus kita adalah relokasi ke Jl. Pegadaian itu
dia menjadi lebih buruk, tempat parkir gak ada, tempat orang baca buku gak ada,
tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintasnya tinggi karena dia langsung di badan
jalan dan di tepi rel kereta api. Ini kan mengancam pedagang dan mengancam

Universitas Sumatera Utara

pembeli. Kedua, dari sisi ekonomi tempat itu juga gak layak kenapa kita kategorikan
gak layak, karena orang membeli buku ini kan mau nyaman dia beda dia orang beli
buku sama beli cabe, kalo org beli cabe beli barangnya timbang cabenya kasi duit
kan gitu, tapi kalo buku, orang sebelum beli buku dia membaca dulu apakah isi di
dalam buku itu sudah sesuai dengan dia inginkan atau tidak. Disitu gadak tempat
baca, yang Ketiga, ternyata tanah itu punya PT. KAI bukan punya Pemko Medan,
yang kita dapat informasi tanah itu akan dipakai oleh PT. KAI untuk membangun
diouble track, nah jadi tempat relokasi itu tidak menjamin keberlangsungan para
pedagang bisa berjualan disana suatu saat ketika PT KAI menghendaki tanah itu
untuk dipakai guna membangun double track maka pedagangnya akan digusur lagi
nah belum tentu ada tempat relokasi yang lain. Keempat, relokasi ini ternya
bertentangan dengan peraturan perundang undangan perda kota medan misal
beretntangan dengan undang-undang perkeretaapian. Tidak boleh orang mendirikan
bangunan 12 meter dari rel itu uu perkereta apian kita tapi bangunan itu di sekitar
5-6 meter dari rel kereta api itu jalur hijau melanggar Perda Kota Medan tentang
jalur hijau, tidak boleh ada orang mendirikan bangunan di atas badan jalan atau
trotoar. Kios itu ada di badan jalan, oleh karena itu ini bertentangan dengan banyak
hal. Yang berikutnya setelah kita kaji juga RTRWK Medan, ternyata city check in
dan areal parkir itu dia tidak dibuat di sisi timur Lapangan Merdeka tapi itu di Jalan
Jawa, jadi ada kepentingan usaha besar kemudian pemerintah menegasikan
kelompok-kelompok kecil itu yang kemudian menjadi landasan bagi kontras untuk
melakukan advokasi terhadap pedagang, ternyata pemko bukan hanya tidak
memperhatikan persoalan HAM,

tapi dia juga melanggar aturan yang ia buat

sendiri”.

Universitas Sumatera Utara

Peneliti kemudian ingin mengetahui tujuan dari KontraS dalam mengadvokasi
pedagang, dengan mengajukan pertanyaan apa tujuan KontraS mengadvokasi
pedagang buku bekas. Herdensi Adnin menjelaskan Bahwa dugaan perbuatan
diskriminasi yang dilakukan oleh Pemko Medan dengan menerbitkan SK Wali Kota
Nomor : 511.3/ 1982 K/ 2012 tersebut terhadap pedagang buku tersebut wajiblah
dihentikan karena perbuatan tersebut telah diduga melanggar Hak Asasi Manusia
(HAM), dan untuk itu menjadi kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab,
menghormati, melindungi, menegakan dan memajukan HAM tersebut sesuai dengan
ketentuan Pasal 71 jo. Pasal 72 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
Pasal 7 “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang
ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi
manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. Pasal 78“Kewajiban dan
tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi
langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain”. Pasal 2, 20, 25,26
Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Pasal 4,6 ayat (1) dan (2) Konvenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. “Dalam Konvenan ekonomi
sosial budaya itu pertama di tegaskan bahwa setiap orang itu berhak untuk hidup
dan memiliki penghidupan, kedua, setiap orang itu berhak atas pekerjaan dan
memilih pekerjaan sesuai dengan keingninan dan kemampuan yang ia miliki, Nah
berdagang itu adalah pekerjaan, jadi setiap individu itu punya hak dia itu untuk
memilih pekerjaan sebagai pedagang. Nah. Kalau itu hak maka tanggung jawab
negara untuk memenuhinya, Kalau itu hak maka tanggung jawab negara untuk
melindunginya, Kalau itu hak maka tanggung jawab negara untuk memenuhinya.

Universitas Sumatera Utara

Maka, Kontras mengambil sikap untuk mengingatkan negara bahwa mereka adalah
tanggung jawab negara”.
5.2.4. Informan Utama I
Nama

: Fadli Syaputra

Umur

: 28 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl.Panglima Denai, Gg. Mushola, Kec.Medan Denai

Fadli Syaputra merupakan salah satu pedagang buku bekas sisi timur lapangan
merdeka medan yang tergolong sebagai pedagang agen (tidak punya kios) di
lapangan merdeka. Fadli sudah hampir 5 tahun menjadi penjual buku sebagai agen
di sisi timur lapangan merdeka medan. Menjadi pedagang buku bermula ketika iya
diajak oleh adik perempuan ayahnya yang sudah lama berjualan buku bekas. Karena
menjanjikan keuntungan akhirnya iya memutuskan untuk menyewa kios kecilkecilan di lokasi itu.
Peneliti ingin mengetahui dampak penggusuran dan relokasi kejalan pegadaian
oleh pemko medan terhadap tingkat pendapatan Fadli selama berjualan buku bekas.
Maka peneliti mengajukan beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama yang peneliti
tanyakan kepada Fadli Syaputra, berapa pendapatan dalam satu hari yang diperoleh
Fadli dari menjual buku bekas di lapangan merdeka medan dan bagaimana dampak
perpindahan

lokasi

berjualan

terhadap

pendapatan.

Fadli

menuturkan

pendapatannya dalam menjual buku bekas beragam, “Kalau pendapatan satu hari
enggak tentu bang, kadang kalau lagi banyak rezeki bisa sampai Rp.150.000
dibawak pulang, kadang kalau sepi cuma dapat Rp.50.000, namun pada saat pemko

Universitas Sumatera Utara

medan gencar-gencarnya ingin menggusur pedagang, disitulah kami lagi hancurhancurnya bang. Waktu itu kami gak jualan, kami fokus menggalang kekuatan
untuk menolak penggusuran itu. Kalau setelah dipindahkan ke jalan pegadaian ini
bg jauh kali bedanya sama di lapangan merdeka. untuk mendapatkan penghasilan
Rp.100 ribu aja berat” Peneliti kemudian bertanya soal perencanaan dalam rumah
tangga, dengan memberikan pertanyaan apakah dari pendapatan berjualan buku
bekas setiap harinya ada yang anda tabung. Fadli Syaputra menuturkan upaya untuk
menyisihkan uang sebagai tabungan memang dilakukan tapi hal itu jika penghasilan
setiap harinya sudah terlebih dahulu mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Kalau ada
rezeki hari itu lebih misalnya semua kebutuhan udah kita belik, sisanya kita
kasihlah sama orang rumah (istri) untuk uang jaga-jaga (tabungan),walaupun
enggak banyak sih bang tapi ada jugak lah.Tapi itu waktu jualan masih di lapangan
merdeka,kalau jualan di jl.pegadaian ini udah gak ada lagi itu bang untuk
tabungan,bisa cukup belanja aja udah syukur kali”.
Setelah mengetahui pendapatan Fadli Syaputra dari berjualan buku bekas,
peneliti kemudian ingin mengetahui terkait rencana penggusuran pedagang buku oleh
Pemerintah Kota Medan dengan memberikan pertanyaan apakah anda mengetahui
tentang adanya rencana penggusuran dan pemindahan pedagang buku bekas oleh
Pemko Medan. Fadli Syaputra menuturkan bahwa dia mengetahui adanya rencana
penggusuran dan pemindahan pedagang buku oleh Pemko Medan ketika rapat
dengan organisasi pedagang saat itu masih ASPEBLAM namanya. “Waktu itu bang
kita taunya di rapat anggota seluruh pedagang buku yang tergabung dalam
ASPEBLAM, disitulah kita di tanya pendapat oleh pengurus bagaimana sikap kita
pedagang untuk menanggapi hal itu. Waktu itu kita pedagang semua sepakat kalau

Universitas Sumatera Utara

menolak penggusuran dan kita enggak mau dipindahkan dari lapangan merdeka
karna kita sah dan legal jualan di lapangan merdeka”.
Selanjutnya peneliti ingin megetahui bagaiman kondisi kesehatan keluarga
sebelum dan sesudah di gusur dari sisi timur lapangan merdeka medan dengan
mengajukan pertanyaan bagaiman kondisi kesehatan anda dan keluarga sebelum dan
sesudah di gusur. Fadli Syaputra menjelaskan jika kondisi kesehatan keluarga ketika
masih berjualan di lapangan merdeka baik-baik saja paling hanya beberapa kali
mengalami sakit ringan. “Kalau kesehatan keluarga waktu masih jualan di lapangan
merdeka sehat-sehat aja bang, ya biasalah bang paling ada demam biasalah, tapi
waktu kita lagi berjuang