Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Pada Mahasiswi Fk Uisu Medan Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang

banyak

terjadi

dan tersebar

di

seluruh

dunia

terutama


di

negara

berkembang dan negara miskin, kejadian anemia banyak terjadi terutama pada
usia remaja baik kelompok pria maupun wanita. Gangguan gizi pada usia remaja
yang sering terjadi diantaranya adalah kekurangan energi dan protein, anemia gizi
serta defisiensi berbagai macam vitamin (Khomsan, 2003).
Menurut Depkes (2012), prevalensi kejadian anemia di dunia antara tahun
1993 sampai 2007 sebanyak 24,8% dari total penduduk dunia (hampir 2 milyar
penduduk dunia). Prevalensi anemia defisiensi besi pada balita 40,5%, ibu hamil
50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri 10-18 tahun 57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%.
Dari semua kelompok umur tersebut, wanita memiliki resiko paling tinggi untuk
menderita anemia terutama remaja putri.
Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia
dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Survey terhadap mahasiswi kedokteran
di Prancis misalnya, membuktikan bahwa 16% mahasiswi kehabisan cadangan besi,
sementara 75% menderita kekurangan. Penelitian lain terhadap masyarakat miskin di
Kairo menunjukkan asupan besi sebagian besar remaja putri tidak mencukupi
kebutuhan harian yang dianjurkan.


Anemia defisiensi besi lebih cenderung berlangsung di negara sedang
berkembang, dibandingkan dengan negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen
(atau kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara
sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju
hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta
orang (Arisman, 2010).
Di Indonesia, anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi
utama yang belum dapat diatasi di samping tiga masalah gizi lainnya yaitu kurang
energi protein, defisiensi vitamin A dan gangguan akibat kurang yodium.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menyatakan
bahwa prevalensi anemia defisiensi besi remaja putri sebanyak 28%.
Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan fungsi hemoglobin
yaitu sebagai alat transport oksigen. Zat besi merupakan trace elementvital yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan
berbagai enzim. Zat besi di alam terdapat dalam jumlah yang begitu berlimpah.
Dilihat dari segi evolusi alat penyerapan zat besi di usus, maka sejak awal manusia
dipersiapkan untuk menerima zat besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi
kemudian pola makan berubah dimana sebagian besar zat besi berasal dari sumber
nabati, tetapi perangkat absorpsi zat besi tidak mengalami evolusi yang sama,

sehingga banyak menimbulkan defisiensi zat besi. Dampak lain anemia defisiensi zat
besi adalah produktivitas rendah, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat,
menurunnya sistem imunitas tubuh, morbiditas (Bakta, 2006).

Anemia dapat menyebabkan lekas lelah, konsentrasi belajar menurun
sehingga prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Di
samping itu juga menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi.
Prevalensi anemia yang tinggi dikalangan remaja jika tidak tertangani dengan baik
akan berlanjut hingga dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu,
bayi lahir prematur, dan bayi dengan berat lahir rendah (Agus, 2004).
Remaja beresiko tinggi menderita anemia, khususnya anemia defisiensi besi.
Remaja putri beresiko lebih tinggi daripada remaja putra oleh karena remaja putri
setiap

bulannya mengalami siklus haid (menstruasi). Selain itu remaja khususnya

mahasiswa memiliki kesibukan yang tinggi baik dalam aktivitas perkuliahan maupun
organisasi yang nanti akan mempengaruhi pola makan sehingga tidak teratur. Selain
itu seringnya kebiasaan mahasiswa dalam mengonsumsi minuman yang dapat
menghambat absorpsi zat besi sehingga nantinya akan mempengaruhi kadar

hemoglobin seseorang (Hanafiah, 2009).
Masalah gizi pada mahasiswa perlu mendapatkan perhatian khusus karena
mahasiswa merupakan fase unik perubahan hidup yang dipengaruhi gaya hidup,
jadwal makan yang tidak terartur, dan faktor stres (Furnanto, 2011). Kebiasaan
makan yang tidak sehat pada mahasiswa dilihat dari asupaan makanan yang digoreng
kurang lebih tiga kali perminggu dan makan snack dapat mempengaruhi status
gizinya (Yahia, 2008). Kehidupan sosial mahasiswa sangat mempengaruhi perilaku
hidup sehatnya khususnya pola makan sehari-hari akan tetapi kebanyakan mahasiswa

sering mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, kurang istirahat, merokok, dan
kurang olahraga.
Aktivitas kehidupan yang semakin meningkat, dan kesibukan para mahasiswa
akan mempengaruhi pola makan mereka. Pola makan sering tidak teratur, sering
jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang (Sayogo, 2006).
Menurut Putra (2008) banyak faktor pertumbuhan mahasiswa diiringi dengan
meningkatnya aktifitas mahasiswa yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah
gizi pada mahasiswa tersebut.
Masalah gizi tersebut antara lain anemia dan indeks massa tubuh (IMT)
kurang dari batas normal atau kurus. Prevalensi anemia berkisar antara 40-88%,
sedangkan prevalensi remaja putri dengan IMT kurus berkisar antara 30-40%. Hal

ini sejalan dengan pendapat Arisman (2004) yang mengemukakan bahwa berdasarkan
survei terhadap mahasiswi kedokteran di Perancis, membuktikan bahwa 16%
mahasiswi kehabisan cadangan zat besi, sementara 75% menderita kekurangan zat
besi.
Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah : kebiasaan,
kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak
zaman dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan/pertumbuhan, memenuhi rasa
lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang yaitu lambang kemakmuran,
kekuasaan, ketentraman dan persahabatan (Santoso dan Ranti, 2004).
Kehidupan mahasiswa menyebabkan terjadi perubahan pola makan. Pola
makan pada orang dewasa merupakan permulaan seseorang dalam mengadopsi

perilaku makan yang cenderung akan menetap (Brown, 2005). Mahasiswa saat ini
banyak menggemari fast food seperti mie instan, sehingga kurang mengonsumsi
makanan yang mengandung serat. Penelitian Bahria (2009), ditemukan bahwa
sebanyak 92,1% dewasa kurang mengonsumsi buah dan 77,1% kurang mengonsumsi
sayur. Hal ini selaras dengan pendapat Arisman (2007) yang mengatakan bahwa pola
makan orang dewasa saat ini cenderung kurang mengonsumsi buah dan sayur. Selain
itu berdasarkan hasil survei di Universitas Sumatera Utara pada mahasiswa teknik
yang dilakukan oleh Darlina (2004), mahasiswa sekarang sering mengkonsumsi jenis

makanan instan. Pada penelitiannya juga didapat 89% mahasiswa putri dan 92%
mahasiswa putra suka mengkonsumsi makanan instant sebagai makanan pengganti
pada saat-saat tertentu seperti waktu pagi dan malam hari.
Pengetahuan akan mempengaruhi pola makan seseorang dalam penyusunan
menu makanan yang akan dikonsumsi. Pola makan merupakan suatu gejala budaya
dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dari nilai-nilai yang dianut
seseorang dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Pemenuhan kebutuhan gizi seseorang
juga dipengaruhi oleh kesehatan, sehingga dilakukan pemilihan jenis makanan yang
tetap sesuai dengan kondisi kesehatannya. Kurangnya pengetahuan tentang gizi
merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Pandangan dan kepercayaan
masyarakat tentang ilmu gizi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari beberapa
faktor penyebab yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan mereka (Budianto,
2004). Hal ini akan menyebabkan masalah gizi yang berkepanjangan dan akan
berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia.

Pola makan pada mahasiswi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor
status sosial ekonomi, personal preference, pengetahuan, kebiasaan makan dan
kesehatan. Status sosial ekonomi sangat menentukan pilihan seseorang terhadap jenis
dan kualitas makanan, personal preference juga berpengaruh dalam pemenuhan
kebutuhan gizi seseorang karena didasarkan atas kebiasaan makan makanan yang

disukai dan tidak disukai. Dalam pemenuhan makanan apabila didasarkan pada
makanan kesukaan saja maka akan mengakibatkan pemenuhan gizi akan menurun
atau sebaliknya akan berlebih.
Pola makan yang baik pada mahasiswa yang didasari pengetahuan akan lebih
mudah dilaksanakan daripada mahasiswa yang tidak didasari pengetahuan. Tingkat
pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi kebiasaan dalam pemilihan makanan
dan juga pada keadaan gizi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Muharrom (2006) tentang hubungan pola konsumsi dengan status gizi mahasiswa
yang tinggal di asrama putra kampus Universitas Airlangga, diperoleh bahwa
meskipun sebagian mahasiswa telah memiliki status gizi normal, tetapi masih ada
yang mengalami kekurangan energi dan terbiasa makan dua kali sehari.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijanti (2012) di Kediri menemukan bahwa
terdapat hubungan antar pola makan dengan kejadian anemia. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Indah Indriawati yang menunjukkan bahwa kejadian anemia remaja
putri sebesar 42,2% dan variabel yang berhubungan dengan kejadian anemia remaja
putri adalah kebiasaan makan (yang meliputi: kebiasaan diet, kebiasaan makan
sumber protein hewani dan kebiasaan minum teh) dan status gizi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada 7 mahasiswi semester 2
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara didapatkan 3 mahasiswi yang

mengalami anemia dan 5 dari 7 orang mahasiswi mereka suka mengonsumsi mie
instant sebagai makanan pengganti pada saat-saat tertentu seperti waktu pagi dan
malam hari. Sebagian mahasiswa juga memiliki kebiasaan minum kopi, makanmakanan siap saji, kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan. Hasil survei juga
menunjukkan pada saat dosen mengajar banyak mahasiswa yang mengantuk sehingga
dipastikan mahasiswa tidak berkonsentrasi pada saat proses belajar mengajar, padahal
mahasiswa kedokteran harus memiliki daya konsentrasi yang baik mengingat studi
yang mereka dalami cukup sulit dan rumit. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin
mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan pola makan dengan kejadian anemia
pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UISU Medan Tahun 2015.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan gizi dan pola makan dengan
kejadian anemia pada mahasiswi FK UISU Medan Tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan pola makan dengan
kejadian anemia pada mahasiswi FK UISU Medan Tahun 2015.

1.4. Hipotesis

1.4.1. Ada hubungan pengetahuan gizi dengan kejadian anemia pada mahasiswi FK
UISU Medan Tahun 2015.
1.4.2. Ada hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada mahasiswi FK UISU
Medan tahun 2015.

1.5. Manfaat Penelitian
1.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam
rangka penyusunan kurikulum mata kuliah bagi sekretariat Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara dan Dikti mengenai pentingnya pengetahuan
gizi dalam pemilihan makan yang bergizi sehingga pada akhirnya dapat
mencegah kejadian anemia pada mahasiswi.

2.

Hasil penelitian sebagai masukan bagi mahasiswa untuk lebih atau memahami
pola makan yang baik sehingga mahasiswa tetap sehat dalam mengikuti proses
pembelajaran di bangku perkuliahan sehingga dapat mencapai prestasi yang baik
serta dapat digunakan sebagai informasi status gizi seimbang, pola makan yang

baik dan mencegah anemia pada mahasiswi.