Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Konflik Bersenjata





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan negara dimasa
yang akan dating berada ditangan anak sekarang. Bagus kepribadian anak
sekarang, maka baguslah masa depan bangsa. Bobrok kepribadian anak
sekarang, bagaimana masa depannya?
Anak-anak adalah anak-anak. Anak bukanlah manusia dewasa
dalam bentuk mini. Anak mempunyai alam fikiran, perasaan, kemauan dan
angan-angan, cara hidup yang berbeda dengan orang dewasa. Dunia anak
berbeda dengan dunia orang dewasa. Dengan demikian sikap dan perlakuan
serta harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada anak
harus berbeda dengan sikap, perlakuan, harapan dan tuntutan yang ditujukan
kepada orang dewasa.
Dalam kaitan ini Hillary Rodham Clinton menulis dalam bukunya
‘It Takes a Villages’ (1996) : “ Anak-anak sama sekali bukan individualis.
Mereka bergantung kepada orang dewasa yang mereka kenal, juga kepada

ribuan orang lain, yang membuat keputusan setiap hari dan mempengaruhi
kesejahteraan mereka. Kita semua, entah sadar atau tidak, bertanggung
jawab untuk memutuskan apakah anak-anak kita dibesarkan dalam sebuah
bangsa yang tidak hanya menjunjung nilai-nilai keluarga tetapi juga
menghargai keluarga berikut anak-anak didalamnya. Selama sebagian besar
dari masa dua puluh lima tahun ini saya telah ikut serta dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup anak-anak. Pekerjaan saya telah mengajarkan
bahwa mereka membutuhkan waktu, energi dan sumber daya yang lebih
banyak dari kita. Akan tetapi tidak ada pelajaran yang lebih berharga
dibanding ketika saya sendiri menjadi seorang ibu.”1


1
Hillary Clinton, It Takes a Villages, Simon & Schuster Inc, New York, 1996, hlm.12




Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak
merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan. Bagi

kebanyakkan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada
akhirnya sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan
yakni pengakuan dari masyarakat, bahwa mereka bukan anak-anak
melainkan ‘Orang Dewasa’. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati
masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia dua tahun hingga
saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan usia
14 tahun untuk laki-laki. Setelah ia matang secara seksual maka ia disebut
remaja.
Menurut Hurlock (1980) perkembangan manusia akan melalui
penahapan. Tahapan perkembangan ini berlangsung secara berurutan terusmenerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan bisa belaku
umum.2 Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat
pada uraian berikut : a. Masa pra-lahir : dimulai saat terjadinya konsepsilahir; b. Masa jabang bayi : satu hari – dua minggu ; c. Masa bayi :

dua

minggu - satu tahun ; d. Masa anak : - masa anak-anak awal : satu tahun
hingga enak tahun. - Anak – anak lahir : enam tahun hingga 12/13 tahun ;
e. Masa remaja : 12/13 tahun – 21 tahun ; f. Masa dewasa : 21 tahun – 40
tahun ; g. Masa tengah baya : 40 tahun – 60 tahun ; h. Masa tua


:

60

tahun – meninggal.
Dalam kaitan permasalahan ini yang dimaksudkan dengan anak
adalah masa kanak-kanak akhir yaitu 6-12 tahun. Masa ketika kehidupan
anak meningkat seluruh aspek perkembangannya, mengalami perubahan
besar, dari lingkungan hidup orang tua, kelompok anak-anak sampai
kelompok sosial yang lebih luas. Rangkaian orang tua-keluarga-sekolahteman-teman merupakan rangkaian peningkatan dalam sifat, sifat minat dan
cara penyesuaian anak.3


2

Elizabeth B. Hurlock, Develomental Psycology, McGraw Hill, New York, 1980, hlm.15
Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, Medan, 1998, hlm.4

3




Konvensi atau konvenan adalah kata lain dari treaty (traktat atau
pakta), merupakan perjanjian diantara beberapa negara. Perjanjian ini
bersifat mengikat secara yuridis dan politis; oleh karena itu konvensi
merupakan suatu hukum internasional atau biasa juga disebut sebagai
‘instrumen internasional’.
Pada Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara
yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan Hak Anak. Hak anak berarti Hak Asasi Manusia untuk
Anak.
Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan “Anak” secara
umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun
diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang
mungkin diterapkan dalam perundangan nasional.4
Menurut

Undang-Undang

Nomor


4

tahun

1979

tentang

Kesejateraan Anak, Batas usia anak adalah seseorang yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum kawin (Pasal 1 angka 2). Batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan
sosial, tahap kematangan pribadi dan tahap kematangan mental. Pada usia
21 tahun, anak sudah dianggap mempunyai kemampuan untuk itu
berdasarkan hukum yang berlaku.
Menyimak pembatasan tentang usia anak sebagaimana dalam Pasal
1 angka 1 UU No 4 Tahun 1979, setidak-tidaknya dapat dicatat : (1) Anak
adalah mereka yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah
kawin; (2) Bagi mereka yang belum beusia 21 tahun tetapi sudah kawin,
maka dianggap bukan anak-anak lagi; (3) Mereka yang sudah berusia 21

tahun atau yang belum berusia 21 tahun tetapi sudah kawin dianggap telah
mempunyai kematangan sosial, kematangan pribadi dan juga kematangan
mental; (4) Batas usia yang dimaksud dapat dikesampingkan sepanjang
ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang bersifat khusu serta

4

Ima Susiolowati, Pengertian Konvensi Hak Anak, UNICEF, Jakarta, 2003, hlm.2



mendasarkan pada kenyataan, bahwa seseorang dianggap mampu
bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.5
Anak yang merupakan penerus atau generasi masa depan dari suatu
bangsa. Kualitas anak bukanlah ditentukan pada saat mereka dilahirkan,
melainkan pada saat anak tersebut menjalani masa-masa pertumbuhannya
hingga ia menjadi seorang yang dewasa. Namun, masa kanak-kanak juga
merupakan masa yang paling rentan dimana kondisi fisik dan psikologis
seseorang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari
keluarga, lingkungan, kebutuhan fisik, dan kebutuhan akan pendidikan.

Hal inilah yang menyebabkan anak menjadi perhatian seluruh
masyarakat dunia dan dianggap perlu adanya suatu peraturan intenasional
yang bertujuan untuk memperjuangkan dan melindungi hak-hak anak.
Pandangan ini dipengaruhi oleh anak-anak, seperti : tingginya kematian
anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang
mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai
pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan,
mengenai anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain serta
mengenai anak-anak sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata.
Tak dapat diragukan keadaan konflik bersenjata akan memiliki
akibat yang merusak khusunya terhadap anak. Terpisahnya keluarga, yatim
piatunya seorang anak, perekrutan tentara anak, dan kematian atau lukanya
anakhanya sebagian kecil contoh kemungkinan akibat perang bagi anak.
Sulit untuk menaksir apa akibat perang terhadap perkembangan psikologis
dan fisik anak dimasa yang akan datang karena konflik bersenjata. Anak
senantiasa akan memerlukan perlindungan dan perlakuan khusus dalam
keadaan konflik bersenjata.6



5

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, CV Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm.5
C. De Rover, To Serve And To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.386
6



Kondisi atau situasi buruk yang akan dialami anak-anak diatas tentu
akan secarra signifikan mempengaruhi pertumbuhan anak baik dari segi
fisik maupun mentalnya. Anak dapat mengalami penderitaan berupa trauma
atau bahkan cacat mental yang permanen. Maka, anak dibawah 18 tahun
tidak dizinkan untuk turut serta dalam peperangan atau tidak boleh direkrut
kedalam angkatan bersenjata.7
Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia ternyata
telah memanfaatkan dan memberikan dampak yang buruk terhadap anakanak. Sejak Perang Dunia II anak-anak telah dilibatkan dalam partisipasi
aktif dengan memasukkan mereka kedalam angkatan bersenjata reguler.
Partisipasi aktif anak-anak dalam permusuhan telah menarik perhatian
masyarakat internasional.8

Hak anak-anak membutuhkan perlindungan khusus, dan himbauan
untuk perbaikan secara berkelanjutan terhadap situasi anak-anak tanpa
pandang bulu,juga terhadap perkembangan dan pendidikan mereka dalam
kondisi yang aman dan damai. Tergugah oleh dampak yang merusak dan
luas dari konflik bersenjata terhadap anak-anak dan konsekuensinya dalam
jangka panjang terhadap keamanan, perdamaian dan perkembangan.
Mengutuk praktek yang menjadikan anak-anak sebagai sasaran
dalam situasi-situasi konflik bersenjata dan serangan langsung pada bendabenda yang dilindungi oleh hukum internasional, temasuk tempat-tempat
yang umumnya memiliki kehadiran anak-anak secara signifikan, seperti
sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit.9
Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada
akibat sengketa bersenjata yang akan menimpa atau berdampak pada anak.
Sebagai bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam
suatu permusuhan mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang

7

Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Pasal 38
Enny Narwati dan Lina Hastuti (April 2008), Legal Protection For Children In The
Midst Of Armed Conflicts, Jurnal Penelitian Dinas Sosial Vol. 7, No. 1, hlm. 1-9

8

9

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Tahun 2000



merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama
atau pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan
yang disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang
harus mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga
perlu mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anakanak di wilayah pendudukan. Selain orang asing maka kategori penduduk
sipil yang lain adalah mereka yang tinggal di wilayah pendudukan. Kategori
terakhir adalah mereka yang termasuk dalam interniran sipil.10
Dalam situasi konflik bersenjata, masyarakat sipil terutama anakanak dan perempuan, merupakan kelompok yang paling rentan menjadi
korban karena tidak memiliki senjata untuk membela diri dari serangan
lawan. Akibatnya, mereka cenderung berada dalam situasi ketakutan,
kebingungan dan ketidakmenentuan untuk mengakses informasi keamanan.
anak-anak dan perempuan juga sering mengalami berbagai bentuk

eksploitasi dan kekerasan, baik fisik, mental maupun seksual. Pada
beberapa kasus, anak-anak dilibatkan sebagai utusan (messengers), juru
masak (cooks), pengangkut barang (porters), mata-mata (spies), atau
bahkan dilibatkan sebagai tentara anak (children soldiers). Hal ini tentu
sangat membahayakan keselamatan mereka.
Padahal anak-anak adalah zona netral, bukan bagian dari
permusuhan dan bukan ‘peserta’ perang dari pihak yang bertikai. Idealnya,
keamanan dan perlindungan dari berbagai pihak menjadi prioritas utama
bagi anak-anak.
Dari beberapa laporan, konflik bersenjata berdampak buruk dan
permanen terhadap anak-anak di seluruh dunia. Badan PBB untuk anakanak UNICEF dalam State of the World’s Children 1996 melaporkan, dalam
periode 1985-1995 konflik bersenjata telah mengakibatkan dampak buruk
dan permanen pada anak-anak. Melanie Gow dalam The Right to PeaceChildren and Armed Conflict memaparkan 2 juta anak-anak terbunuh, 6 juta

10

Loc.cit Jurnal Penelitian Dinas Sosial



mengalami luka serius atau cacat permanen, 12 juta kehilangan rumah.
Selain itu 1 juta anak menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang tuanya,
10 juta menderita trauma psikologis yang serius sebagai dampak perang,
300 ribu anak menjadi serdadu.
Sekitar 90 persen korban perang adalah masyarakat sipil,
utamanya anak dan perempuan. Separuh dari 21 juta pengungsi di seluruh
dunia adalah anak-anak, dan setiap tahun antara 8.000 hingga
10.000 anak menjadi korban ranjau darat. Apalagi, dewasa ini perang
menggunakan teknologi modern, sehingga risiko yang membayangi anakanak semakin kuat.11
Telah disebutkan dalam Global Report on Childs Soldier 2001, lebih
dari 300.000 anak dibawah usia 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan
direkrut oleh angkatan bersenjata pemerintah, milisi ataupun konflik
bersenjata bukan negara, dan mereka dijadikan sebagai tentara, mata-mata
atau pekerjaan lain yang terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata.
Anak-anak yang seharusnya memperoleh kebudayaan akan perdamaian
(culture of peace), telah dididik oleh pelatihan militer dan indoktrinasi
dalam gerakan kepemudaan ataupun sekolah-sekolah.12
Banyak

Negara

terlibat

dalam

konflik

bersenjata

seperti

Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik
Kongo, Myanmar, Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri
Lanka, Palestina dan Uganda yang masih merekrut dan menggunakan anak
sebagai tentara baik laki-laki maupun perempuan. Banyak yang berusia
antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada beberapa anak-anak berumur 7 tahun di
rekrut sebagai tentara anak-anak. Konflik bersenjata tersebut telah

11

http://www.hizbut-tahrir.or.id/2008/07/27/nasib-anak-anak-dalam-konflik-bersenjata/
diakses pada Desember 2015
12
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ua
ct=8&ved=0ahUKEwiag6LKvt3JAhUOVo4KHf7CLoQFgg9MAQ&url=https%3A%2F%2Fdigili
b.uns.ac.id%2Fdokumen%2Fdownload%2F7922%2FMjA1MTY%3D%2FPerlindungan-hukumterhadap-anak-dalam-konflik-bersenjata-internasional-antara-Israel-dan-Libanon-studi-normatiftentang-implementasi-konvensi-Jenewa-iv1949abstrak.pdf&usg=AFQjCNE4UeiJ7hH_UN7diKnxjLIgwwRUg&sig2=qWtGvQVi6M1Sm_k
tymgY9A di akses pada Desember 2015



mempengaruhi kehidupan jutaan warga sipil di seluruh dunia. Anak-anak
adalah orang yang paling rentan selama konflik. Banyak anak yang terluka,
kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan, atau yatim piatu akibat
perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di bawah usia 18
dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut oleh
kelompok bersenjata untuk berpartisipasi.13
Berbagai pelanggaran hukum terhadap anak sebagai korban konflik
bersenjata seharusnya mendapatkan perlindungan hukum daripada konvensi
hak anak. Persoalan-persoalan tentang anak sebagai korban konflik
bersenjata dapat diminimalisir bahkan dihentikan dan pihak-pihak yang
terlibat mendapatkan perlakuan hukum yang sepantasnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka hal yang akan diteliti adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaturan hak anak menurut hukum internasional?
2. Bagaimana konflik bersenjata menurut hukum humaniter?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata
yang terjadi di berbagai belahan dunia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dengan ditulisnya skripsi ini, adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui tentang pengaturan hak anak menurut hukum
internasional.
b. Untuk mengetahui tentang konflik bersenjata menurut hukum
humaniter.


13

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8250/SKRIPSI%20ANDI%20
NURIMANAH%20MANGOPO%20SINI.pdf?sequence=1



c. Guna mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap anak pada
konflik bersenjata yang terjadi diberbagai belahan dunia.
2. Manfaat Penulisan
Selain dari tujuan diatas, skripsi ini juga memberikan manfaat, antara
lain :
a. Secara Teoritis
Secara teroritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan

akan

memberikan

kontribusi

pemikiran

serta

menimbulkan pemahaman tentang perlindungan hukum terhadap
anak dalam konfik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia.
b. Secara Praktis
Secara praktis, Pembahasan terhadap masalah-masalah yang ada
didalam penulisan skripsi ini dapat menjadi masukan bagi orangorang yang membacanya ataupun akademisi yang mempelajari
hukum internasional, serta pembaca lainnya yang tertarik untuk
mengetahui masalah perlindungan hukum terhadap anak dalam
konflik bersenjata yang terjadi diberbagai belahan dunia agar
menambah wawasan pengetahuan.

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan

pemeriksaan

yang

telah

penulis

lakukan

di

Perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penulisan
tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Konflik Bersenjata :
Studi Kasus Konflik Bersenjata yang terjadi diberbagai belahan dunia ini
belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan perumusan yang sama.
Terdapat beberapa topik mengenai perlindungan hukum terhadap anak,
yang menginspirasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini,yaitu :
i.

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG
MENGALAMI KEKERASAN DI CAMP PENGUNGSIAN
SURIAH” oleh : Maya Tyas Anggraini. Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang



ii.

“PEREKRUTAN
SITUASI

TENTARA

KONFLIK

ANAK

BERSENJATA”

DI

NEGARA

oleh

:

Andi

Nurimanah Mangopo Sini. Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin Makassar
iii.

“PERLINDUNGAN

HUKUM

TERHADAP

ANAK

DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNASIONAL
ANTARA ISRAEL DAN LIBANON (STUDI NORMATIF
TENTANG IMPLEMENTASI KONVENSI JENEWA IV
1949” oleh : Agus Prakoso. Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Penulis mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi para penulis karya
ilmiah yang menginspirasi penulis, bantuan berupa petunjuk yang diberikan
sangat berharga dalam proses penyelesaian penelitian ini.
Namun penilitian ini adalah asli dan sesuai dengan asas-asas
keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan
saran yang membangun. Apabila kemudian hari ditemukan penelitian yang
sama persis yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan
bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Anak-anak memerlukan perawatan dan perlindungan khusus dan
bergantung kepada bantuan orang dewasa khususnya selama permulaan dari
kehidupannya. Anak berhak atas semua hak dan kebebasan yang sama
dengan orang dewasa, peraturan khusus yang berkaitan dengan anak
memberikan perlindungan tambahan untuk kepentingan kelompok rentan
ini. Konvensi mengenai hak anak memusatkan perhatian pada jaminan
kepentingan yang terbaik bagi anak dan berusaha untuk melindungi anakanak terhadap penyalahgunaan dan eksploitasi.14

14

Op.cit. C. De Rover, hlm.388



Pertikaian ideologi acapkali menimbulkan kegagalan negara dalam
memperhatikan kebutuhan dan pemenuhan hak-hak anak. Anak-anak
dibiarkan oleh negara dalam posisi rentan dan tanggung jawab pemenuhan
haknya diserahkan kepada keluarga anak tersebut. Seterusnya, anak
dibiarkan berkembang dalam proses yang tidak wajar karena tiadanya
perhatian negara yang sungguh-sungguh untuk menyelamatkan masa depan
mereka. Anak terkebiri dengan situasi rentan dan mendapatkan stempel
negatif masyarakat di sekitarnya maupun masyarakat yang terprovokasi
dengan pemberitaan media.15
Maka anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban
tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun
pemerintah) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Yang
dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita kerugian (mental,
fisik, dan sosial), karena tindakan pasif, atau tindakan aktif orang lain atau
kelompok (swasta atau pemerintah), baik langsung maupn tidak langsung.
Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari
berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial
dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu
oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan
kondisinya. Anak perlu mendapat perlindungan agar tidak mengalami
kerugian, baik mental, fisik, maupun sosial.16
Perlindungan anak yang harus dipenuhi secara khusus adalah :17
a. Pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman,
pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan dan
persamaan perlakuan.
b. Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak
yang mengalami gangguan psiko sosial.


15

Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Di Indonesia : Dilema dan Solusinya, PT.
Softmedia, Jakarta, 2012, hlm.63
16
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Reflika
Aditama, Bandung, 2012, hlm. 69
17
H.R.Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, PTIK, Jakarta, 2012, hlm.57



c. Selamatkan anak dari perekrutan dan memperalat anak untuk dijadikan
sarana melakukan kejahatan-kejahatan, kepentingan militer, berkonflik
dengan hukum dan menjadi korban tindak pidana.
Sedangkan bagi anak-anak yang dalam keadaan konflik bersenjata,
maka dalam Pasal 4 Ayat (3) konvensi tentang hak anak menyatakan
tindakan-tindakan khusus yang berlaku dan terpaut dengan anak mengenai
:18
a. Pendidikan ;
b. Penyatuan sementara para keluarga yang terpisah ;
c. Usia minimum untuk keikutsertaan dalam permusuhan atau
perekrutan kedalam angkatan bersenjata ;
d. Perlindungan kombatan anak dibawah usia 15 tahun yang
tertangkap ;
e. Pemindahan sementara anak-anak karena alasan yang berkaitan
dengan sengketa bersenjata.

F. Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak
harus dilakukan harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan
jalan menganalisanya. Maka daripada itu, diadakan juga pemeriksaan
mendalam terhadap suatu pemecahan atas segala permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.
1. Tipe Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini tipe penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan
mengolah data-data sekunder atau disebut juga dengan metode kepustakaan

18

Op.cit. C. De Rover, hlm. 387



dimana melakukan pengumpulan data secara studi pustaka (library
research) yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak pada
konflik bersenjata.
2. Pendekatan Masalah
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan hukum
normatif-empiris Non Judicial Case Study, yaitu penelitian dilakukan
dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang
berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya melihat kenyataan
melalui perjanjian-perjanjian internasional yang ada.
3. Sumber Data
Untuk melengkapi dan memenuhi skripsi, maka penulis mencari dan
mengambil materi dari data-data sekunder, yaitu sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer
Yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari
Konvensi Hak Anak, Protokol tambahan tahun 2000, Konvensi Jenewa,
Konvensi Den Haag dan Resolusi Dewan Keamanan PBB.
b. Bahan hukum sekunder
Yaitu semua dokumen yang menerapkan informasi atau hasil kajian
tentang perlindungan hukum tehadap anak pada konflik bersenjata
diberbagai belahan dunia, seperti buku-buku, jurnal hukum, pendapat
para sarjana, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang
berkaitan dengan persoalan tersebut.
c. Bahan hukum tersier
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder seperti ensikopledia, kamus bahasa
maupun kamus hukum.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan cara
penelitian kepustakaan (library research), yakni penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder
untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran
konseptual atau penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek



telaahan penelitian ini yang dapat berupa perundang-undangan dan karya
ilmiah lainnya.
5. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder, selanjutnya
data tersebut dianalisi dengan data sekunder, selanjutnya data tersebut
dianalisis dengan metode kualitatif, yakni dengan mengadakan pengamatan
terhadap data maupun informasi yang diperoleh. Bahan hukum yang
diperoleh dari penelitian akan dipilah sehingga diperoleh bahan hukum yang
mengatur tentang bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam konflik
bersenjata di berbagai belahan dunia. Kemudian bahan hukum tersebut
disistematiskan sehingga dapat diklasifikasi yang sejalan dengan
permasalahan perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata
di berbagai belahan dunia. Selanjutnya data yang akan diperoleh tersebut
akan di analisa secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif
untuk mendapat suatu kesimpulan. Diharapkan melalui penelitian ini dapat
diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai perlindungan hukum
terhadap anak pada konflik bersenjata, sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan tentang kaidah-kaidah hukum guna menyempurnakan ataupun
menyesuaikan pengaturan mengenai perlindungan hukum yang diberikan
kepada anak pada konflik bersenjata di berbagai belahan dunia.

G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar
memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam memahami makna dari
penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain dan dapat dilihat
sebagai berikut :
BAB I :

PENDAHULUAN
Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang
didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan
skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,



keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan
yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II :

PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
Bab kedua membahas mengenai sejarah konvensi hak anak.
Hak – hak anak menurut konvensi hak anak dan protokol
tambahan tahun 2000 serta pengaturan mengenai status anak
dalam konflik bersenjata.

BAB III :

KONFLIK

BERSENJATA

MENURUT

HUKUM

HUMANITER
Bab ketiga akan membahas mengenai konflik bersenjata
menurut hukum humaniter, perlindungan penduduk sipil
pada konflik bersenjata dan hak-hak penduduk sipil dalam
konflik bersenjata intenasional.
BAB IV :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PADA
KONFLIK BERSENJATA DI BERBAGAI BELAHAN
DUNIA
Bab keempat akan membahas berbagai sejarah mengenai
konflik-konflik bersenjata diberbagai belahan dunia, bentukbentuk pelanggaran yang dilakukan oleh para militan kepada
penduduk sipil pihak musuh, peranan Perserikatan BangsaBangsa (PBB) dalam menyelesaikan konflik bersenjata
diberbagai belahan dunia dan perlindungan terhadap anak
akibat konflik bersenjata tersebut.

BAB V :

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan
dan saran dari penulis.