Gangguan Perkembangan pada Anak dan Rema

Psikologi Abnormal

PERILAKU ABNORMAL
PADA ANAK DAN REMAJA

Disusun oleh:
SYURAWASTI MUHIDDIN
NIM. Q111 12 901

PRODI PSIKOLOGI
FAKUTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

2

PENDAHULUAN
Gangguan psikologis yang dialami pada masa anak-anak dan remaja seringkali
menimbulkan suatu hal yang memilukan. Permasalahan yang terjadi pada mereka harus
mereka atasi di tengah kapasitas yang masih terbatas. Apalagi jika mereka tidak di

dukung oleh lingkungan sekitarnya. Sebagian permasalahan menghambat anak-anak
untuk mengembangkan potensi-potensinya selama perkembangan. Hal ini mengundang
pandangan bahwa anak-anak dan remaja dengan permasalahan-permasalahan psikologis
yang menimpanya memiliki masa depan yang suram.
Gangguan pada masa kanak-kanak dan remaja sering dikategorikan kedalam dua
domain, yaitu gangguan eksternalisasi (externalizing disorders) dan gangguan
internalisasi (internalizing disorders). Gangguan eksternalisasi ditandai dengan
beberapa tingkah laku seperti agresivitas, ketidakpatuhan, over-active, dan impulsif.
Gangguan yang tergolong kategori ini adalah gangguan Attention-Deficit/Hyperactifiy
Disorder, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan
internalisasi ditandai dengan tingkah laku seperti depresi, penarikan sosial dan
kecemasan. Gangguan yang temasuk kategori ini adalah gangguan kecemasan dan
gangguan mood (Kring, et.al, 2012).
Terdapat dua hal yang menjadi tambahan yang perlu dipertimbangkan untuk
menentukan bahwa perilaku anak dan remaja tergolong normal atau tergolong
abnormal. Dua hal tersebut adalah usia anak dan latar belakang budaya. Perlu diingat
bahwa hal yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, misalnya ketakutan pada
orang asing pada anak-anak usia satu tahun, menjadi tidak dapat diterima di usia yang
lebih besar. Anak-anak juga jarang melabel sendiri perilaku mereka sebagai perilaku
abnormal. Oleh karena itu, definisi normalitas dan abnormalitas sangat bergantung pada

cara tingkah laku tersebut dipandang dari kacamata rang tua pada budaya tertentu.
Budaya-budaya

dapat

bervariasi

berkenaan

dengan

tipe-tipe

perilaku

yang

diklasifikasikan sebagai perilaku abnormal.
Ada beberapa jenis gangguan pada anak dan remaja yang akan dibahas dalam
makalah ini. Gangguan tersebut adalah gangguan perkembangan pervasif (seperti

autisme); gangguan intelektual; gangguan belajar; gangguan komunikasi; gangguan
pemusatan perhatian (ADHD), perilaku bermasalah (gangguan tingkah laku dan sikap
menentang), kecemasan dan depresi, serta gangguan eliminasi. Setiap gangguan tersebut

3

akan dibahas kriteria diagnostiknya. Beberapa gangguan juga dijelaskan mengenai
etiologi dan penangannya secara singkat.
MACAM-MACAM PERILAKU ABNORMAL PADA ANAK DAN REMAJA
A. Gangguan Perkembangan Pervasif
Gangguan perkembangan pervasif adalah

gangguan perkembangan yang

dicirikan oleh hendaya yang signifikan pada perilaku dan fungsi di berbagai daerah
perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nytaa pada tahun-tahun
pertama kehidupan dan seringkali dihubungkan dengan retardasi mental.
1. Gangguan Asperger (Asperger’s Disorder)
Gangguan lainnya yang bentuknya lebih ringan dari gangguan perkembangan
pervasif adalah gangguan Asperger. Gangguan Asperger ditunjukkan dengan defisit

pada interaksi sosial dan perilaku stereotip tetapi tanpa disertai keterlambatan yang
signifikan pada aspek bahasa dan kogntif seperti pada autsime. Karakteristik diagnostik
gangguan Asperger dalam DSM IV-TR adalah sebagai berikut:
 Hendaya yang nyata pada interaksi sosial, misalnya kegagalan mempertahankan
kontak mata atau mengembangkan hubungan pertemanan yang sesuai usia, atau
kegagalan untuk mencari orang lain guna berbagi aktivitas atau minat yang
menyenangkan.
 Perkembangan perilaku, minat dan aktivitas yang sempit, repetitive, dan stereotip
(misalnya memainkan tangan atau jari-jari, secara kaku mengikuti rutinitas atau ritual
yang tidak jelas tujuannya, amat terkesan pada jadwal kereta api.
 Tidak adanya keterlambatan pada perkembangan bahasa atau kognitif maupun
perkembangan self-help atau perilaku adaptif yang tidak berkaitan dengan interaksi
sosial.
2. Gangguan Rett (Rett’s Disorder)
Gangguan Rett merupakan gangguan perkembangan pervasive yang ditandai oleh
adanya abnormalitas fisik, perilaku, motoric dan kognitif yang dimulai setelah beberapa
bulan perkembangan normal. Gangguan ini jarang muncul dan dilaporkan hanya terjadi
pada wanita. Karakteristik diagnostic dari gangguan ini dalam DSM IV (Nevid, dkk.,
2003) adalah sesudah adanya perkembangan yang tampak normal selama beberapa
bulan pada awal kehidupan, muncul abnormalitas seperti:


4

 Pertumbuhan kepala melambat
 Kemunduran pada keterampilan motorik (kehilangan kemampuan keterampilan
tangan).
 Perkembangan yang stereotip pada gerakan tangan biasanya seperti gerakan meremas
atau mencuci tangan.
 Perkembangan yang buruk pada koordinasi gerakan seluruh badan
 Hilangnya minat sosial
 Hambatan yang berat pada perkembangan bahasa
 Sering dihubungkan dengan retardasi mental yang bera.
3. Gangguan Disintegratif Masa Kanak-Kanak (Childhood Disintegrative Disorder)
Gangguan ini merupakan gangguan perkembangan pervasif yang melibatkan
hilangnya keterampilan-keterampilan yang pernah dikuasai oleh fungsi yang abnormal
setelah satu periode perkembangan normal pada dua tahun pertama kehidupan.
Gangguan ini jarang ada dan bisanya muncul pada laki-laki. Kriteria diagnostik
gangguan ini dalam DSM IV (Nevid, dkk., 2003) adalah setelah perkembangan yang
tampak normal selama paling tidak 2 tahun pertama kehidupan, terjadi:
 Hilangnya secara signifikan keterampilan-keterampilan yang telah dikuasai

sebelumnya seperti pada area pemahaman atau penggunaan bahasa, fungsi sosial atau
adaptif, kontrol dalam buang air kecil dan air besa, bermain atau keterampilan
motorik.
 Keabnormalan fungsi seperti yang tampak pada gangguan interaksi sosial dan
komunikasi, dan perkembangan tingkah laku, minat atau aktivitas yang sempit,
stereotip, dan repetitif.
4. Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder)
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
kegagalan untuk berhubungan dengan orang lain, terbatasnya kemampuan bahasa,
perilaku motorik yang terganggu, gangguan intelektual, dan tidak menyukai perubahan
dalam lingkungan. Gangguan ini merupakan salah satu gangguan terparah di masa
kanak-kanak, bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup.
Dalam PPDGJ-III dijelaskan bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan
pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan atau hendaya perkembangan yang muncul

5

sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang, yaitu interaksi
sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas, berulang dan stereotipik. Semua
tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada tiga

perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.
Berikut adalah kriteria diagnostik dari autisme berdasarkan DSM V APA.
Terdapat total dari enam atau lebih item-item dari A, B, dan C di bawah ini, dengan
setidaknya dua dari A dan masing-masing satu dari B dan C.
a. Hendaya dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial yang dapat ditandai oleh
semua hal-hal sebagai berikut:


Kekurangan/hendaya dalam tingkah laku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah dan bahasa tubuh.



Kekurangan/hendaya dalam perkembangan hubungan sebaya yang sesuai
dengan tingkatan usianya



Kekurangan/hendaya dalam reaksi sosial atau emosional seperti tidak mendekati
orang lain, tidak memberikan umpan balik dalam percakapan, tidak bisa berbagi

dan menunjukkan minat dan emosi.

b. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang, yang ditandai oleh
setidaknya dua dari hal-hal berikut:


Menunjukkan ucapan, perpindahan gerakan atau penggunaan objek yang
stereotip dan berulang (misalnya menjentikkan jari-jari, membenturkan kepala,
echolalia)



Kelekatan berlebihan pada rutinitas, ritual-ritual dalam tingkah laku verbal
ataupun nonverbal, sangat resisten dan susah berubah.



Menunjukkan ketertarikan yang sangat berlebihan dan abnormal dalam fokus,
misalnya obsesi dengan bagian-bagian objek tertentu. Contohnya memutar roda
mobil-mobilan secara berulang




Hiper atau hiporeaktif terhadap masukan sensoris atau ketertarikan yang tidak
biasa terhadap lingkungan sensori, misalnya terpikat dengan objek yang berputar
dan bercahaya.

c. Kemunculannya pada awal periode masa kanak-kanak.
d. Gejala-gejala yang ada membatasi dan melemahkan fungsi atau kegiatan-kegiatan.

6

e. Gangguan tidak dijelaskan dengan gangguan intelektual ataupun keterlambatan
perkembangan.
Secara lebih rinci, autisme dapat dispesifikkan menjadi beberapa tipe. Tipe
pertama adalah autisme dengan atau tanpa diserta kelemahan/hendaya intelektual;
autisme dengan atau tanpa disertai hendaya bahasa; autisme yang diasosiasikan dengan
kondisi medis atau genetik yang dikenali atau faktor-faktor lingkungan; autisme dengan
gangguan-gangguan neurodevelopmental (neurologis-perkembangan), gangguan mental
dan gangguan tingkah laku; serta autisme dengan katatonia.

Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Namun diduga melibatkan
abnormalitas pada otak. Terdapat gangguan neurologis yang melibatkan suatu bentuk
kerusakan otak atau ketidakseimbangan kimiawi saraf dalam otak (Perry dkk, Stokstad,
dalam Nevid dkk, 2003). Selain itu, terdapat pandangan dari Psikolog O.Ivar Lovaas
bahwa anak-anak autistik memiliki defisit perseptual sehingga mereka hanya dapat
memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu. Akibatnya mereka lambat belajar
secara classical conditioning (asosiasi terhadap stimuli). Belum dapat diketahui secara
pasti penyebab defisit perseptual dan kognitif tersebut. Mungkin autisme berasal dari
penyebab majemuk yang melibatkan lebih dari satu tipe abnormalitas otak (Ritvo &
Ritvo dalam Nevid dkk, 2003). Para ahli menduga bahwa penyebab yang mendasari
autsime dapat berasal dari kerusakan gen atau pengaruh racun terhadap bayi dalam
kandungan.
Penanganan autisme berupa penanganan perilaku yang intensif dan dalam jangka
panjang untuk memperbaiki perilaku adaptif dan keterampilan komunikasi. Walaupun
autisme belum dapat disembuhkan, penelitian selama 30 tahun mendukung pentingnya
penanganan perilaku yang intensif, yang menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk
mengurangi perilaku yang mengganggu dan meningkatkan keterampilan belajar serta
komunikasi pada anak-anak autistik. Pendekatan perilaku didasarkan pada metode
operant conditioning di mana reward dan hukuman secara sistematis diaplikasikan
untuk meningkatkan kemampuan anak memperhatikan orang lain, bermain dengan anak

lain, mengembangkan keterampilan akademik dan menghilangkan perilaku selfmutilative.

7

B. Gangguan Intelektual / Retardasi Mental
Retardasi mental adalah hendaya atau keterlambatan secara umum

pada

perkembangan intelektual dan kemampuan-kemampuan adaptif. Dalam DSM V, istilah
yang digunakan untuk merujuk pada retardasi mental adalah gangguan intelektual.
American Association on Intelectual and Development Disabilties/AAIDD (Kring, et.al.
2012) menjelaskan bahwa gangguan intelektual ditandai oleh keterbatasan yang
signifikan dari fungsi-fungsi dan tingkah laku yang tidak adaptif yang diekspresikan
dalan keterampilan konseptual, sosial dan keterampilan praktis adaptif.
Kriteria diagnostik gangguan intelektual dalam DSM V adalah sebagai berikut:
- Hendayan dalam fungsi-fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,
perencanaan,

pemikiran

abstrak,

pertimbangan,

pembelajaran

akademik,

pembelajaran dari pengalaman, yang dibuktikan oleh asesmen klinis dan individual,
skor rendah pada tes intelegensi formal, yaitu kira-kira 70 atau di bawahnya.
- Hendaya dalam fungsi-fungsi adaptif yang menghasilkan kegagalan perkembangan
dan kegagalan memenuhi standar sosio-kultural untuk kemandirian personal dan
tanggung jawab sosial. Tanpa adanya dukungan yang berkelanjutan, hendaya
kemampuan adaptif membatasi fungsi-fungsi dalam satu atau lebih aktivitas seharihari, seperti komunikasi, partisipasi sosial, dan kemandirian hidup, serta
membutuhkan dukungan menjalani kehidupan dalam lingkungan, seperti rumah,
sekolah, pekerjaan dan komunitas.
- Kemunculan (onset) dari defisit kemampuan intelektual dan adaptif adalah selama
periode perkembangan sebelum usia 18 tahun.
Gangguan intelektual dapat dispesifikasikan menjadi empat tingkatan berdasarkan
derjata keparahannya. Dalam DSM IV (Nevid, dkk, 2003) dan DSM V, ada empat
tingkatan gangguan intelektual atau retardasi mental , yaitu mild (ringan), moderate
(sedang), severe (berat) dan profound (parah). Berikut ini adalah tabel mengenai tingkat
gangguan intelektual, perkiraan rentang skor IQ dan jenis tingkah laku adaptif yang
terlihat.

8

Perkiraan
Rentang IQ

Usia Prasekolah 0-5
tahun
Kematangan dan
Perkembangan

Usia Sekolah 6-21
tahun
Pelatihan dan
Pendidikan

Dewasa di atas 21
tahun
Kemampuan Sosial
dan Vokasional

Ringan
(50 – 55
sampai sekitar
70)

Sering terlihat tidak
memiliki gangguan
tetapi lambat dalam
berjalan, makan
sendiri, dan bicara
dibandingkan dengan
anak-anak lainnya.

Menguasai
keterampilan praktis
serta kemampuan
membaca dan
aritmetika sampai
kelas 3-6 SD dengan
pendidikan khusus.
Dapat diarahkan pada
konformitas sosial

Sedang
(35-40 sampai
50-55)

Keterlambatan yang
nyata pada
perkembangan
motoric, terutama
dalam bicara;
berespon terhadap
pelatihan dalam
berbagai aktivitas
self-help

Dapat mempelajari
komunikasi
sederhana, perawatan
kesehatan dan
keselamatan dasar,
serta keterampilan
tangan sederhana;
tidak mengalami
kemajuan dalam
fungsi membaca atau
aritmetika.

Berat
(20-25 sampai
35-40)

Ditandai dengan
adanya keterlambatan
dalam perkembangan
motorik, kemampuan
komunikasi yang
minim atau tidak ada
sama sekali; berespon
terhadap pelatihan
self-help mendasar,
misalnya makan
sendiri

Parah
(dibawah 20
atau 25)

Retardasi motorik
kasar; kapasitas
minimal untuk
berfungsi pada area
sensorimotor;
membutuhkan
bantuan perawat

Biasanya mampu
berjalan, tetapi
memiliki
ketidakmampuan
yang spesifik; dapat
mengerti pembicaraan
dan memberikan
respon; tidak
memiliki kemajuan
dalam kemampuan
membaca atau
aritmetika
Keterlambatan yang
terlihat jelas dalam
semua area
perkembangan; dapat
menunjukkan respon
emosional dasar;
mungkin berespon
terhadap pelatihan

Biasanya dapat
mencapai
keterampilan sosial
dan vokasional untuk
membiayai diri
sendiri; mungkin
membutuhkan
bimbingan dan
dukungan dalam
menghadapi tekanan
sosial dan ekonomi
yang tidak biasa
Dapat melakukan
tugas-tugas sederhana
dalam lingkungan
pusat pelatihan;
berpartisipasi dalam
rekreasi sederhana;
bepergian secara
mandiri ke tempattempat yang dikenal;
biasanya tidak
melakukan selfmaintenance
Dapat menyesuaikan
diri dengan rutinitas
sehari-hari dan
aktivitas repetitive;
membutuhkan
pengarahan dan
supervise terusmenerus dalam
lingkungan yang
melindungi
Dapat berjalan,
mungkin
membutuhkan
bantuan perawat,
dapat berbicara secara
primitif; terbantu
dengan aktivitas fisik
teratur; tidak dapat

9

keterampilan dengan
melakukan selfmenggunakan kaki,
maintanance
tangan, dan rahang;
memerlukan
pengawasan yang
ketat.
Sumber : Essentials of Psychology (Edisi 6) oleh S.A Rathus (1996) dalam Nevid, dkk,
2003. Copyright 2001.
Gangguan intelektual dapat disebabkan oleh aspek biologis, psikososial, atau
kombinasi dari keduanya (APA dalam Nevid dkk, 2003). Penyebab biologis mencakup
gangguan kromosom dan genetis, penyakit infeksi, dan penggunaan alkohol pada saat
ibu mengandung. Kasus-kasus lain disebabkan oleh faktor dari budaya atau keluarga,
seperti pengasuhan dalam lingkungan rumah yang miskin. Berikut adalah gambaran
mengenai penyebab gangguan intelektual dari berbagai aspek.
1) Sindrom Down dan Abnormalitas Kromosom Lainnya.
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom
pada pasangan ke-21 sehingga menyebabkan jumlah kromosom menjadi 47, bukan 46
seperti pada individu normal (Wade dalam Nevid dkk, 2003). Sindorm down merupakan
kelainan yang paling umum menyebabkan retardasi mental dan anomali fisik yang
beragam, seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernapasan.
Penyebab retardasi mental lainnya adalah sindrom Klinefelter yang hanya muncul pada
laki-laki, ditandai oleh adanya ekstra kromosom X sehingga menghasilkan kromosom
XXY, bukan XY yang biasanya dimiliki laki-laki normal. Selain itu, ada juga kelainan
kromosom yang disebut sindrom Turner yang hanya ditemukan pada wanita. Sindorm
Turner ditandai oleh adanya kromosom seks X tunggal, bukannya ganda seperti pada
wanita normal.
2) Sindrom Fragile X dan Abnormalitas Genetis Lainnya.
Sindrom Fragile X adalah bentuk retardasi mental yang diwariskan dan
disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Gangguan ini merupakan bentuk
retardasi mental yang paling sering muncul setelah sindrom Down. Abnormalitas
genetis lainnya yang menyebabkan retardasi mental adalah phenylketonuria (PKU).
Gangguan ini disebabkan oleh adanya satu gen resesif yang menghambat anak untuk
melakukan metabolisme asam amino phenylalanine, yang banyak terdapat pada

10

makanan. Konsekuensinya, phenylalanine dan turunannya, asam phenylpyruvic,
menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang
mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional. Kemunculan retardasi mental
dapat diminimalkan dengan mengontrol pola makan secara ketat.
3) Faktor-Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi atau penyalahgunaan
obat selama ibu mengandung. Penyakit ibu selama mengandung dapat ditularkan
kepada fetus dan berefek sangat tragis pada fetus tersebut. Meskipun ibu hanya
mengalami gejala-gejala ringan atau tidka merasakannya sama sekali. Penyakit ibu yang
dapat menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.
Selain itu, obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat memengaruhi bayi
melalui plasenta, misalnya saja ibu yang meminum alkohol. Komplikasi kelahiran,
seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, menempatkan anak pada risiko yang
lebih besar terhadap gangguan neurologis, termasuk retardasi mental. Kelahiran
prematur misalnya, dapat menimbulkan risiko retardasi mental dan gangguan
perkembangan lainnya.
4) Faktor Budaya dan Keluarga
Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu
yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran dan kekerasan dari orang tua,
dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan retardasi mental, terutama pada
tingkatan ringan. Bentuk retardasi mental ringan yang dipengaruhi oleh lingkungan
rumah yang miskin disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial
retardation).
Penanganan yang dapat dilakukan untuk gangguan intelektual umumnya berupa
intervensi psikoedukasi. Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk mendorong
perkembangan akademik dan perilaku adaptif. Perawatan di institusi dapat diperlukan
bagi kasus-kasus yang berat. Ada empat bentuk penanganan yang dapat dilakukan, yaitu
penanganan residensial (residential treatment), penanganan tingkah laku (behavioral
treatment), penanganan kognitif (cognitive treatment) dan instruksi pertolongan
computer (computer-assisted instruction) (Kring et.al, 2012).

11

C. Gangguan Belajar (Learning Disabilities)
Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar spesifik dalam
konteks intelegensi normal dan adanya kesempatan untuk belajar. Dalam DSM V,
gangguan belajar dikategorikan dalam neurodevelopmental disorder, khususnya specific
learning disorder. Berikut adalah kriteria diagnostik dari gangguan belajar spesifik
dalam DSM V:
1. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan keterampilan akademik, yang
diindikasikan dengan adanya paling sedikit satu dari simtom berikut ini yang
persisten selama sekurang-kurangya enam bulan dan tidak konsisten dengan umur
individu, pendidikan dan intelegensi.
a)

Tidak tepat atau lambat dalam upaya membaca kata.

b) Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca
c)

Kesulitan dalam mengeja

d) Kesulitan dengan ekspresi tertulis
e)

Kesulitan mengusasi angka atau perhitungan

f)

Kesuliatn dengan penalaran matematika.

2. Gangguan yang signifikan dengan pencapaian akademik atau aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Kesulitan belajar dimulai selama usia sekolah tetapi dapat menjadi tidak nyata
sepenuhnya sampai tuntutan untuk keterampilan akademik yang dipengaruhi
melampaui kemampuan terbatas individu.
4. Kesulitan belajar tidak disebabkan oleh gangguan intelektual, kesalahan visual atau
ketajaman auditori, gangguan mental atau neurologis lainnya, tidak terpenuhinya
aspek psikososial, kekurangan keahlian dalam bahasa instruksi akademik dan tidak
adanya pendidikan.
Berbeda dengan gangguan intelektual, orang-orang dengan gangguan belajar
sebaliknya dapat merupakan orang yang pandai dan berbakat, namun menunjukkan
perkembangan yang buruk dalam kemampuan membaca, matematika dan menulis
hingga menghambat prestasi sekolah ataupun fungsi sehari-hari. Gangguan belajar
cenderung menjadi gangguan kronis yang selanjutnya memengaruhi perkembangan
sampai masa dewasa.

12

Dalam DSM-V, terdapat tiga tipe gangguan belajar, yaitu gangguan yang
dikaitkan dengan kekurangan dalam kemampuan membaca (meliputi keakuratan
membaca kata, kelancaran membaca, dan pemahaman bacaan), kekurangan dalam
kemampuan menulis (meliputi keakuratan ejaan, keakuratan dalam tata bahasa dan
pembubuhan tanda baca, kejelasan atau organisasi dalam ekspresi tulisan), serta
kekurangan dalam kemampuan matematika (meliputi arti angka, menghafal angka,
kelancaran berhitung dan keakuratan penalaran matematika).
1. Gangguan Matematika (Dyscalculia)
Gangguan

matematika

menggambarkan

anak-anak

dengan

kekurangan

kemampuan aritmetika. Mereka memiliki masalah dalam memahami istilah-istilah
matematika dasar atau operasi matemtika serta mengalami masalah memahami simbolsimbol matematika. Mereka akan kesulitan belajar mengenai tabel perkalian. Masalah
ini mungkin tampak sejal anak duduk di kelas 1 SD tetapi umumnya tidak dikenali
sampai anak duduk di kelas 2 dan 3 SD.
2. Gangguan Menulis
Gangguan menulis mengacu pada seseorang (umumnya anak-anak) dengan
keterbatasan kemampuan menulis yang dapat muncul dalam bentuk kesalahan mengeja,
tata bahasa, tanda baca ataupun kesulitan dalam membentuk kalimat dan paragraf.
Kesulitan menulis yang parah umumnya tampak pada anak kelas 2 SD, walaupun kasuskasus lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai kelas 5 SD atau setelahnya.
3. Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca mengacu pada seseorang yang memiliki perkembangan
keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Anak-anak
yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan sulit. Mereka mengubah,
menghilangkan, atau mengganti, kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka
memiliki kesulitan menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami
kesulitan menerjemahkannya menjadi suara yang tepat (Miller-Medzon dalam Nevid,
dkk., 2003). Selain itu, mereka mungkin juga salah mempersepsikan huruf-huruf seperti
jungkir balik atau melihatnya secara terbalik. Disleksia biasanya tampak pada anak usia
7 tahun, walaupun kadang-kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun.
Ketiga tipe tersebut masing-masing dapat dikategorikan menjadi tingkatan ringan
(mild), sedang (moderate) dan berat (severe). Tingkatan ringan ditandai dengan

13

beberapa kesulitan belajar dalam satu atau dua domain akademik. Individu dapat
berfungsi dengan baik ketika diberikan akomodasi yang cukup atau layanan dukungan,
khususna selama masa-masa sekolah. Tingkatan sedang ditandai dengan kesulitan
belajar dalam satu atau lebih domain akademik, sehingga individu tidak munkin
menjadi cakap tanpa pengajaran yang intensif dan khusus dalam interval waktu tertentu
selama masa-masa sekolah. Tingkatan berat ditandai dengan kesulitan belajar yang
ekstrem, memengaruhi berbagai domain akademik sehinga individu tidak mungkin
mempelajari keterampilan tanpa pengajaran individual yang khusus dan intensif serta
berkelanjutan selama hampir seluruh waktu selama masa-masa sekolah.
Hipotesis-hipotesis tentang penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada
masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neurologis yang
mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan
persepsi visual dan auditori. Hal ini dapat mengindikasikan adanya abnormalitas pada
jalur otak yang memproses informasi visual dan auditori pada otak. Selain itu, faktor
genetis juga berperan dalam disleksia. Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar
umumnya menggunakan beberapa perspektif, yaitu model psikoedukasi, model
behavioral, model medis, model neuropsikologi, model linguistik, dan model kognitif
(Lyon & Moats dalam Nevid dkk, 2003).
D. Gangguan Komunikasi (Communication Disorder)
Gangguan komunikasi adalah sekumpulan gangguan psikologis yang meliputi
kesulitan-kesulitan dalam pemahaman dan penggunaan bahasa. Dalam DSM V
dijelaskan bahwa gangguan dalam komunikasi meliputi kekurangan dalam bahasa
(language), ucapan (speech) dan komunikasi (communication). Speech adalah produksi
suara ekspresif dan meliputi artikulasi individual, kelancaran, suara, dan kulitas
resonansi. Bahasa meliputi bentuk, fungsi dan penggunaan sistem simbol percakapan
( seperti kata-kata lisan, bahasa isyarat, kata-kata tetulis, dan gambar) dalam ragam
aturan yang ditentukan untuk komunikasi. Komunikasi meliputi berbagai tingkah laku
verbal dan nonverbal (baik disengaja atau tidak disengaja) yang memengaruhi tingkah
laku, ide-ide, atau sikap individu lainnya. Katgeori diagnostik gangguan komunikasi
menurut DSM V meliputi language disorder (gangguan bahasa), speech sound disorder,

14

childhood-onset fluency disorder (stuttering), social (pragmatic) communication
disorder, and gangguan komunikasi spesifik dan tidak spesifik lainnya.
Language Disorder
Kriteria diagnostik utama dari gangguan bahasa adalah kesulitan dalam
akuisisi/perolehan dan penggunaan bahasa oleh karena kekurangan dalam pemahaman
atau produksi kosa kata, struktur kalimat dan wacana. Defisit bahasa tampak pada
komunikasi lisan, komunikasi tulisan dan bahasa isyarat. Pembelajaran bahasa dan
penggunaannya bergantung pada keterampilan respetif dan ekspresif. Kemampuan
ekspresif merujuk pada produksi vokal, gesture, dan tanda-tanda verbal, sedangkan
kemampuan reseptif merujuk pada proses penerimaan dan pemahaman pesan bahasa.
Gangguan bahasa biasanya memengaruhi kosa kata dan tata bahasa, dan efek-efek ini
kemudian membatasi kemampuan untuk membentuk wacana/pembahasan. Kata-kata
dan frasa pertama anak-anak cenderung terlambat dalam kemunculan, ukuran kosa kata
lebih kecil dan kurang bervariasi dari pada yang diharapkan, kalimat-kalimat lebih
pendek dan kurang kompleks dengan tata bahasa yang eror, khususnya dalam bentuk
lampau.
Speech Sound Disorder / Gangguan Fonologik
Produksi suara pengucapan (speech sound production) menggambarkan artikulasi
yang jelas dari fonem-fonem yang dikombinasikan dalam pembentukan kata-kata lisan.
Produksi suarau pengucapan membutuhkan pengethuan fonologik dari suara pengucpan
dan kemampuan mengkoordinasikan pergerakan artikulasi (seperti wahang, lidah dan
bibir), dengan pernapasan dan vokalisasi untuk ucapan. Anak-anak dengan kesulitan
produksi ucapan mungkin mengalami kesulitan dengan pengetahuan fonologik dari
suara ucapan atau kemampuan mengkoordinasikan pergerakan untuk pengucapan dalam
berbagai tingkatan. Dalam DSM IV, gangguan ini disebut gangguan fonologik.
Ganggaun fonologik melibatkan kesulitan dalam artikulasi suara dalam berbicara tanpa
adanya kerusakan pada mekanisme bicara atau hendaya neurologis. Anak-anak dengan
gangguan ini mungkin menghilangkan, mengganti, atau salah mengucapkan bunyibunyi tertentu yang biasanya dapat diucapkan secara tepat saat anak memasuki usia
sekolah. Mereka mungkin terdengar seperti bayi berbicara. Pada kasus yang lebih berat,
terjadi masalah mengartikulasi suara-suara yang seharusnya sudah dikuasai pada masa

15

prasekolah. Terapi bicara seringkal membantu dan pada kasus-kasus yang lebih ringan
dapat teratasi dengan sendirinya pada usia 8 tahun.
Childhood-Onset Fluency Disorder / Gagap
Gagap melibatkan gangguan pada kemampuan untuk berbicara secara lancar
dengan waktu yang tepat. Untuk dapat didiagnosis sebagai gagap, kurangnya kelancaran
berbicara harus tidak sesuai dengan usia anak. Gagap biasanya dimulai pada usia antara
2 sampai 7 tahun dan terdapat sekitar 1 di antara 100 anak sebelum pubertas (APA
dalam Nevid, dkk, 2003). Gangguan ini ditandai oleh satu dari beberapa karateristik
berikut: 1) repetisi dari suara-suara dan suku kata; 2) perpanjangan pada suara-suara
tertentu; 3) penyisipan suara-suara yang tidak tepat; 4) kata-kata yang terputus, seperti
adanya jeda di antara kata-kata yang diucapkan; 5) hambatan dalam berbicara; 6)
circumlocution (subtitusi kata-kata alternatif untuk menghindari kata-kata yang
bermasalah); 7) tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata; serta 8)
repetisi dari kata yang terdiri dari suku kata tunggal (misalnya, “S-s-saya senang).
Gagap dapat teratasi tanpa penanganan. Gagap umumnya akan menghilang pada
80 % anak sebelum usia 16 tahun. Gagap dipercaya melibatkan interaksi faktor genetis
dan lingkungan. Pada beberapa kasus, mungkin ada penyebab kecemasan sosial dan
fobia sosial, paling tidak pada orang dewasa yang gagap. Penanganan pada gagap dan
gangguan komunikasi lainnya dilakukan melalui terapi bicara dan konseling psikologis
untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah emosional lainnya.
Social (Pragmatic) Communication Disorder
Gangguan komuniaksi sosial (pragmatis) adalah gangguan komunikasi yang
ditandai oleh adanya suatu kesulitan primer yang pragmatik, atau penggunaan sosial
bahasa dan komunikasi yang dimanifestasikan oleh kurangnya pemahaman dan kurang
mengikuti aturan sosial komunikasi verbal dan nonverbal dalam konteks natural;
perubahan bahasa berdasarkan kebutuhan dari pendengar atau situasi dan mengikuti
aturan untuk percakapan dan story telling (bercerita). Hendaya dalam komunikasi sosial
menghasilkan keterbatasan fungsional dalam berkomunikasi efektif, partispasi sosial,
perkembangan hubungan sosial, pencapaian akademik dan performa kerja. Hendaya
yang terjadi tidak dapat dijelaskan dengan kemampuan yang rendah dalam wilayah
sturtural bahasa ataupun kemampuan kognitif.

16

E. Gangguan Attention- Deficit/Hyperactivity (ADHD)
Ganguan attention-defiict hyperactivity merupakan gangguan perkembangan yang
ditandai oleh aktivitas motorik berlebih dan ketidakmampuan untuk menfokuskan
perhatian. Kriteria diagnostik ADHD dalam DSM V adalah sebagai berikut:
1. Suatu pola persisten dari ketidakacuhan dan/atau hiperaktif-impusif yang menggangu
fungsi atau perkembangan, yang ditandai dengan poin a dan/atau poin b:
Enam (atau lebih) dari gejala di bawah ini yang telah menetap selama sekurangkurangnya 6 bulan pada suatu tingkat yang tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan dan berpengaruh negatif secara langsung pada aktivitas sosial dan
akademik/pekerjaan:
Catatan: gejala tidak hanya merupakan manifestasi dari tingkah laku melawan,
menentang, permusuhan atau kegagalan dalam memahami tugas atau isntruksi.
Untuk remaja yang lebih tua dan dewasa (usia 17 tahun atau lebih), sekurangkurangnya lima simtom diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
a. Tidak adanya perhatian (inattention):
1) Selalu gagal dalam memberikan perhatian pada detail atau membuat
kesalahan yang ceroboh dalam tugas sekolah, pada pekerjaan, atau selama
aktivitas lainnya.
2) Selalu mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam tugas
atau saat melakukan aktivitas, misalnya selama kuliah, bercakap-cakap, atau
membaca bacaan yang panjang.
3) Selalu tampak tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung (pikiran
terlihat

berada

di

tempat

lain,

meskipun

tidak

ada

pengalih

perhatian/distraksi).
4) Selalu tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah,
pekerjaan atau kewajiban di tempat kerja.
5) Selalu mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas-tugas dan
aktivitas.
6) Selalu menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk terlibat dalam tugas
yang memerlukan upaya untuk mempertahakan mental.
7) Selalu kehilangan sesuatu yang diperlukan untuk tugas atau aktivitas, seperti
pensil, buku, kunci, dan sebagainya.

17

8) Selalu dengan mudah dialihkan oleh stimulus eksternal (untuk remaja dan
orang dewasa, distraksi dapat menyangkut pikiran yang tidak berhubungan)
9) Selalu lupa dengan aktivitas sehari-harinya.
b. Hiperaktif dan impulsif:
1) Selalu gelisah atau mengetukkan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat
duduk.
2) Sellau meninggalkan tempat duduk dalam situasi ketika diharapkan untuk
tetap duduk, misalnya meninggalkan tempat di ruang kelas.
3) Selalu berlari atau melompat pada situasi di mana tidak sesuai untuk
melakukannya (pada remaja dan orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan
gelisah).
4) Selalu tidak mampu untuk melakukan atau terikat pada aktivitas yang santai
dengan tenang.
5) Selalu bertindak “on the go” berakting seperti sedang dibawa oleh motor.
6) Selalu berbicara secara berlebihan.
7) Selalu menceplos dalam menjawab sebelum suatu pertanyaan selesai.
8) Selalu mengalami kesulitan menunggu gilirannya.
9) Selalu menginterupsi atau mencampuri urusan orang lain.
2. Beberapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul sebelum usia
12 tahun
3. Bebrapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul dalam dua atau
lebih setting (misalnya, di rumah, sekolah, atau tempat kerja; dengan teman atau
relasi; atau dalam aktivitas lainnya).
4. Ada bukti yang jelas bahwa simtom tesebut mengganggu atau menurunkan kualitas
dari fungsi-fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
5. Simtom tidak semata-mata terjadi selama periode skizofrenia atau gangguan psikotik
lainnya dan tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (seperti gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian dan gangguan
karena penggunaan zat).
ADHD dapat dibagi menjadi tiga sub tipe. Tiga sub tipe tersebut adalah tipe
predominan tidak adanya perhatian, tipe predominan hiperaktif/impulsif, dan tipe

18

kombinasi yang ditandai oleh tidak adanya perhatian dan hiperaktivitas-impusivitas
tingkat tinggi (APA dalam Nevid dkk, 2003).
Penyebab ADHD belum diketahui secara pasti. Namun terdapat pengaruh dari
faktor biologis dan lingkunga. Kring dkk (2012) menjelaskan etiologi ADHD bahwa
beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab ADHD adalah faktor genetik. Selain itu,
faktor neurobiologis yang berkaitan dengan struktur otak yang abnormal akibat faktor
prenatal dan keracunan dari lingkungan. ADHD lebih banyak terjadi pada anak-anak
yang ibunya merokok selama kehamilan daripada anak-anak lain (Milberger dkk. dalam
Nevid dkk., 2003). Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak
selama perkembangan prenatal. Faktor penyebab lainnya adalah faktor psikososial
seperti tingginya konflik dalam keluarga, stress emosional selama kehamilan, dan
buruknya pengasuhan orang tua dalam menangani gangguan perilaku anak.
Penanganan ADHD umumnya ditempuh dengan dua cara, yaitu terapi obat dan
terapi psikologis. Terapi obat dilakukan dengan memberikan obat-obatan stimulan
seperti Ritalin untuk membuat anak lebih tenang dan perhatian, misalnya pada tugas
sekolah. Terapi psikologis diberikan dalam bentuk terapi kognitif-behavioral (CBT)
untuk membantu mengembangkan perilaku yang lebih tepat dan keterampilan
memperhatikan.
F.

Gangguan Distruptif, Implus-Kontrol dan Tingkah Laku.

Gangguan Tingkah Laku (CD)
Gangguan tingkah laku (Conduct Disorder/CD) merupakan gangguan psikologis
pada anak-anak dan remaja yang ditandai oleh perilaku bermasalah dan antisosial. Bila
anak-anak ADHD tampaknya tidak mampu mengontrol perilaku mereka, anak-anak
dengan gangguan tingkah laku secara sengaja melakukan perilaku antisosial yang
melanggar norma-norma sosial dan hak orang lain. Dalam DSM-V, gangguan tingkah
laku

memiliki

penggolongan

tersendiri,

berbeda

dari

gangguan

neurologis-

perkembangan. Gangguan tingkah laku dikategorikan dalam “distruptive, impluscontrol, and conduct disorder / gangguan distruptif, implus-kontrol dan tingkah laku”.
Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk ganggaun tingkah laku dalam DSM-V:
1. Pola tingkah laku persisten dan repetitif yang melanggar hak-hak dasar orang lain
atau norma-norma sosial yang dimanifestasikan dengan munculnya tiga atau lebih

19

dari gejala berikut sebelum 12 bulan dan setidaknya satu di antaranya muncul
sebelum 6 bulan:
a. Agresi terhadap orang dan binatang, misalnya melakukan bullying, menginisiasi
perlawanan fisik, kejam secara fisik terhadap orang atau binatang, memaksa
seseorang melakukan aktivitas seksual.
b. Penghancuran properti, misalnya melakukan pembakaran (fire-setting) dan
vandalisme.
c. Melakukan penipuan dan pencurian, misalnya merusak dan masuk ke rumah
orang lain atau ke dalam mobil, melakukan tipu daya dan pencurian barang di
toko.
2. Pelanggaran yang serius terhadap aturan-aturan, misalnya keluar rumah di malam
hari sebelum usia 13 tahun dan menentang aturan orang tua, sering membolos
sebelum usia 13 tahun .
3. Kekacauan dalam tingkah laku menyebabkan hendaya secara signifikan dalam fungsi
sosial, akademik atau pekerjaan.
4. Jika individu berusia 18 tahun atau lebih tua, kriteria tidak ditemukan pada gangguan
kepribadian antisosial.
Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan dan bentuknya berbeda di antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki
bentuknya lebih kepada mencuri, berkelahi, merusak, atau masalah disiplin di sekolah.
Sementara pada perempuan lebih cenderung pada berbohong, membolos, lari dari
rumah, penggunaan obat-obatan, dan pelacuran. Studi longitudinal memperlihatkan
bahwa anak-anak sekolah dasar dengan gangguan tingkah laku cenderung lebih sering
terlibat dalam aksi kenakalan ketika mulai memasuki masa remaja dibandingkan anakanak lain (Tremblay dkk dalam Nevid dkk, 2003).
Gangguan Sikap Menentang (ODD)
Gangguan sikap menentang (oppositional defiant disorder/ ODD) merupakan
gangguan yang penggolongannya sama dengan conduct disorder dalam DSM-V.
Gangguan ini merupakan gangguan psikologis pada anak-anak dan remaja yang ditandai
oleh sikap menentang yang berlebihan atau kecenderungan menolak permintaan dari
orang tua dan orang lain secara berlebihan. Gangguan ini merupakan variasi dari
gangguan tingkah laku bermasalah yang terus berlangsung (Rey dalam Nevid dkk,

20

2003). ODD mungkin juga adalah awal atau bentuk yang lebih ringan dari gangguan
tingkah laku (Abikoff & Klein; Biederman dkk. dalam Nevid dkk., 2003). ODD lebih
terkait dengan gangguan tingkah laku yang bukan kenakalan dan CD melibatkan
perilaku kenakalan (Rey dalam Nevid dkk, 2003).
Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk ODD dalam DSM V:
1.

Pola kemarahan atau mood yang mudah kesal, perilaku argumentatif/menentang,
atau kebencian yang menetap setidaknya 6 bulan yang dibuktikan dengan
setidaknya 4 simtom dari beberapa kategori berikut dan ditunjukkan selama
interaksi dengan sedikitnya satu individu yang bukan saudara.
- Kemarahan / Mood yang mudah marah: 1) selalu kehilangan temper (mudah
marah); 2) selalu mudah tersinggung atau merasa diganggu; 3) selalu marah dan
cemburu.
- Perilaku argumentatif dan menantang: 4) selalu beragumentasi dengan figure
otoritas atau untuk anak-anak dan remaja dengan orang dewasa; 5) selalu
menantang secara aktif atau menolak untuk memenuhi permintaan dari figure
otoritas atau menolak menaanti aturan; 6) selalu mengganggu orang lain dengan
sengaja; 7) selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kelakuan buruknya.
- Kebencian: 8) merasa sebal dan benci sekurang-kurangnya dua kali dalam enam
bulan berlalu.

2.

Kekacauan tingkah laku yang diasosiasikan dengan distres dalam individu atau
orang lain dalam konteks sosial yang terdekat (seperti keluarga, kelompok sebaya,
dan kolega kerja), atau berpengaruh secara negative pada fungsi sosial, pendidikan,
dan pekerjaan atau fungsi-fungsi dalam area lainnya.

3.

Tingkah laku tidak semata-mata terjadi selama masa psikotik, penggunaan zat,
depresi atau gangguan bipolar. Selain itu, kriteria tidak ditemukan pada gangguan
disregulasi mood distruptif.
Faktor-faktor penyebab ODD dan CD belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor

genetis dan psikososial dikaitakan dengan kemunculan CD dan perkembangan ODD.
Sebagian ahli yakin bahwa sikap menentang merupakan ekspresi dari temperamen anak
yang digambarkan sebagai tiep “anak yang sulit” (Rey dalam Nevid dkk., 2003).
Sebagian ahli lain percaya bahwa faktor keluarga memberikan kontribusi munculnya
CD dan ODD, seperti gaya pengasuhan dan konflik pernikahan. Teoritikus

21

psikodinamika melihat ODD sebagai tanda dari adanya konflik orang tua dan anak yang
tidak terselesaikan atau kontrol orang tua yang terlalu ketat. ODD merupakan tanda
fiksasi pada masa anal perkembangan psikoseksual, ketika konflik anak dan orang tua
muncul pada toilet training. Teoritikus belajar melihat perilaku menentang muncul
akibat penggunaan strategi reinforcement yang tidak tepat dari orang tua. Orang tua
dengan mudah “menyerah” pada tuntutan anak setiap kali anak menolak untuk patuh
pada harapan orang tua sehingga kemudian menjadi suatu pola. Beberapa penelitian lain
memfokuskan pada cara-cara anak dengan gangguan perilaku memproses informasi.
Gangguan perilaku juga dapat muncul karena pengaruh teman sebaya.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk ganggguan perilaku (CD dan ODD)
adalah family treatment. Pelatihan dapat diberikan kepada orang tua untuk membantu
menggunakan reinforcement secara lebih tepat. Selain itu terdapat program penanganan
residential, pengelolaan amarah dan terapi multisistem yang lebih luas dan cukup
menjanjikan untuk mengatasi kenakalan remaja. Terapi-terapi yang diberikan bertujuan
membantu mengembangkan perilaku sosial yang lebih tepat.
G. Motor Disorder
Motor Disorder merupakan gangguan yang berkaitan dengan koordinasi gerakan
pada anak-anak. Ada tiga jenis gangguan motorik dalam DSM V yang juga digolongkan
sebagai gangguan neurologis-perkembangan, yaitu Developmental Coordination
Disorder, Stereotypic Movement Disorder, dan Tic Disorder.
Developmental Coordination Disorder
Kriteria diagnostik untuk gangguan koordinasi perkembangan ini dalam DSM-V
adalah sebagai berikut:
1. Akuisisi dan pelaksanaan keterampilan gerak yang terkoordinasi sebagian besar di
bawah harapan atau tidak sesuai dengan usia kronologis individu dan kesempatan
yang telah diberikan untuk memperlajari keterampilan tersebut. Kesulitan
ditunjukkan dengan adanya kecanggungan dalam gerak.
2. Defisit keterampilan gerak pada kriteria 1 secara signifikan dan persisten menganggu
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan usia kronologisnya (seperti selfcare dan self-maintenance) dan memengaruhi produktivitas akademik/pendidikan,
aktivitas yang berhubungan dengan profesi/pekerjaan, waktu santai dan peran.

22

3. Onset (kemunculan) gelaja pada periode perkembangan awal.
4. Defisit keterampilan gerak tidak dijelaskan oleh adanya gangguan intelektual atau
kekurangan daya visual dan tidak disebabkan oleh kondisi neurologis yang
memengaruhi pergerakan.
Faktor yang menyebabkan gangguan ini diduga berasal dari faktor lingkungan
serta faktor genetik dan fisiologis. Gangguan koordinasi perkembangan biasanya
disebabkan oleh konsumsi alkohol selama masa kehamilan dan dikaitkan dengan
kelahiran anak dengan berat badan yang ringan. Kekurangan yang muncul juga
disebabkan oleh hendaya dalam persepsi visual-motor dan pembentukan mental spasial.
Keduanya ditemukan dan berpengaruh pada kemampuan untuk menciptakan
penyesuaian motorik. Disfungsi cerebellar juga telah ditemukan menyebabkan
gangguan koordinasi perkembangan ini, tetapi dasar neurologis gangguan ini masih
tetap belum jelas.
Stereotypic Movement Disorder
Kriteria diagnostik untuk gangguan pergerakan stereotipe ini dalam DSM-V
adalah sebagai berikut:
1. tingkah laku repetitif, tampaknya dibawa atau digiring, dan tampaknya tidak
memiliki tujuan (Mislanya mengoyangkan atau melambaikan tangan, mengayunkan
badan, membenturkan kepala, menggigit diri sendir dan memukul badan sendiri).
2. Tingkah laku motorik yang repetitif menganggu aktivitas sosial, akademik, atau
aktivitas lainnya dan dapat mengakibatkan cedera.
3. Kemunculan pada periode perkembangan awal
4. Tingkah laku motorik repetitive tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau
kondisi neurologis dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis
perkembangan dan gangguan mental lainnya.
Gangguan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gangguan dengan perilaku
melukai diri sendiri dan gangguan tanpa perilaku meluka diri sendiri. Gangguan
pergerakan steroetipe dimulai pada 3 tahun pertama kehidupan. Gangguan yang
sederhana biasanya terjadi pada masa infancy dan dapat melibatkan akusisi penguasaan
gerak.
Terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap ganguan ini. Faktor
lingkungan seperti adanya isolasi sosial. Hal ini menjadi faktor risiko untuk stimulasi

23

diri yang dapat mengembangkan aksi streotipe dengan perilaku repetitive melukai diri
sendiri. Tekanan/stres lingkungan juga dapat memicu tingkah laku stereotipe. Rasa takut
dapat mengubah keadaan fisiologis, meningkatkan frekuensi tingkah laku stereotipe.
Fungsi kognitif yang rendah juga dihubungkan dengan risiko yang besar untuk
terjadinya tingkah laku stereotipe, misalnya karean adanya gangguan intelektual dan
ganggua perkembangan pervasif.
Tic Disorder.
Tic adalah pergerakan motorik atau pengucapan tanpa ritmik, berulang, cepat dan
tiba-tiba. Dalam DSM V ada tiga tipe utama gangguan Tic, yaitu sebagai berikut:
1. Tourette’s Disorder (Gangguan Tourette)
a) Terdapat kedua gejala yaitu gerak ganda dan satu atau lebih tic vokal yang
muncul pada beberapa waktu selama kesakitan, meskipun tidak semestinya
secara simultan.
b) Tic dapat bertambah dan menurun frekuensinya tetapi tetap menetap lebih dari 1
tahun sejak kemunculan tic yang pertama.
c) Kemunculannya adalah sebelum usia 18 tahun
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis
lainnya (seperti penyakit Huntington).
2. Persisten (Chronic) Motor or Vocal Tic Disorder
a) Gerak ganda atau tunggal atau tic vokal yang telah menetap selama kesakitan
tetapi bukan keduanya (gerak dan vokal; hanya salah satunya)
b) Tic dapat bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi tetap menetap lebih dari
satu tahun sejak onset tic pertama
c) Onsetnya adalah sebelum usia 18 tahun
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis
lainnya (seperti penyakit Huntington).
e) Kriteria tidak ada yang ditemukan sebagai penyakit Tourette.
3. Provisional Tic Disorder
a) Gerak ganda atau tunggal dan/atau tic vokal
b) Tic telah muncul kirang dari 1 tahun sejak kemunculan tic yang pertama
c) Onset sebelum usia 18 tahun

24

d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis
lainnya (seperti penyakit Huntington).
e) Kriteria tidak ditemukan sebagai Touretee’s disorder atau persistent (chronic)
motor or vocal tics disorder
Faktor yang menyebabkan tic disorder dalam DSM-V adalah sebagai berikut:
-

Temparamen. Tic akan diperburuk oleh kecemasan, kegembiraan, dan kelelahan
dan akan lebih baik selama tenang, aktivitas terfokus.

-

Lingkungan. Mengamati gesture atau suara dari orang lain dapat menyebabkan
individu dengan Tic disorder membuat gesture atau suara yang sama, yang mana
dapat dipersepsikan secara tidak benar oleh orang lain sebagai suatu yang
disengaja. Hal ini dapat menjadi masalah tertentu ketika individu berinteraksi
dengan figure otoritas.

-

Genetik dan fisiologis. Faktor genetik dan lingkungan memengaruhi ekspresi
gejala tic dan keparahannya. Alel yang penting berisiko untuk menyebabkan
gangguan Tourette dan gen yang memiliki variase yang jarang ditemukan dalam
keluarga yang menderita tic disorder. Komplikasi persalinan, usia orang tua yang
lebih tua, kelahiran bayi dengan berat badan rendah, dan ibu yang merokok
selama kehamilan diasosiasikan dengan tingkat keparahan tic yang buruk.

H. Kecemasan dan Depresi
Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan dan ketakutan merupakan ciri normal pada masa kanak-kanak dan
remaja, seperti halnya pada orang dewasa. Ketakutan anak-anak misalnya pada gelap
dan binatang tertentu adalah hal yang biasa dan akan hilang dengan sendirinya.
Kecemasan dianggap tidak normal apabila berlebihan dan menghambat fungsi
akademik dan sosial atau menjadi menyusahkan atau persisten. Anak-anak dan remaja
juga dapat mengalami gangguan kecemasan yang dapat didiagnosis termasuk fobia
spesifik, fobia sosial, gangguan kecemasan menyeluruh, dan PTSD. Tipe gangguan
yang umumnya berkembang pada awal masa kanak-kanak adalah gangguan kecemasan
akan perpisahan.
Gangguan kecemasan akan perpisahan merupakan gangguan pada anak-anak yang
ditandai oleh ketakutan yang berlebihan akan perpisahannya dari orang tua atau

25

pengasuh lainnya. Kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak dengan gangguan ini cenderung terikat
pada orang tua dan mengikuti ke mana pun mereka berada di lingkungan rumahnya.
Anak-anak itu dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa
seseorang untuk menemani saat mereka tidur. Ciri lain dari gangguan ini adalah mimpi
buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan (seperti pada
hari-hari sekolah), memohon agar orang tua tidak pergi, atau temper tantrum bila orang
tua akan pergi. Anak-anak ini dapat menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa
sesuatu akan terjadi pada orang tua ketika mereka pergi.
Pada tahun-tahun sebelumnya, gangguan kecemasan akan perpisahan ini disebut
sebagai fobia sekolah. Namun gangguan ini jug

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24