IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN BERPIKIR KRITIS TENTANG IPA PADA SISWA KELAS VI SDN 01 KALUKUBULA | Supartayasa | JSTT 6867 22889 1 PB

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN
PROSES DAN BERPIKIR KRITIS TENTANG IPA PADA SISWA
KELAS VI SDN 01 KALUKUBULA
I Gede Made Supartayasa
igedemade_supartayasa@yahoo.com
(Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)

Abstract
Process Skill and critical thinking regarding to natural science in six grade student of SDN
1 Kalukubula are still at lower level due to the teaching and learning activities have been using
regular group or convensional model. This research implementing the cooperative model on STAD
type in two cycles. The result of process skill classically increased from 74,58% at the first cycles to
81,67% on the second cycles. Meanwhile the result of critical thinking skill classically increased
from 70,38% on the first cycles to 76, 88% on the second cycles. Students attitude toward group
works in the second cycles also increased with the subjection mean 97,92%. The teacher activities
in teaching and learning process have been done very well that is 100%. Based on learning these
results, it could be concluded that the implementation of cooperative model on STAD type can
improve the process skill and the critical thinking in pertinent to science of elementary school
students.
Keyword: Cooperative model STAD Type, process skill, and critical thinking

Karakteristik siswa Sekolah Dasar yaitu: senang bermain, senang bergerak, senang
bekerja dalam kelompok, senang melakukan
atau memperagakan sesuatu secara langsung.
Implikasi dari karakteristik tersebut guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang
mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa bekerja dan belajar secara berkelompok, serta memberikan kesempatan
kepada siswa untuk terlibat langsung dalam
pembelajaran. Kenyataan dalam pembelajaran
guru belum optimal dalam merancang sebuah
pembelajaran sehingga dapat sesuai dengan
karakteristik siswa. Pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa tersebut adalah
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan keterampilan proses dan berpikir kritis
siswa tentang IPA di SDN 01 Kalukubula.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari
konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit

Rendahnya kemampuan keterampilan

proses dan berpikir kritis siswa, membuat
penulis merefleksi diri terhadap model
pembelajaran yang diterapkan selama ini.
Metode belajar kelompok di SD sudah biasa
dilakukan, namun masih sekedar kelompok
biasa sehingga hasil belajar kelompok belum
maksimal. Bahkan lebih sering digunakan
dalam pembelajaran siswa hanya menerima
informasi dari guru artinya pembelajaran
masih berpusat pada guru. Hasil akhir dari
model pembelajaran tersebut hanya mengembangkan ranah kognitif.
Sains merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk,
akan tetapi juga mencakup pengetahaun
seperti keterampilan keingintahuan, keteguhan hati dan juga keterampilan dalam hal
melakukan penyelidikan ilmiah. Sehingga
dalam mengembangkan keterampilan proses
sains sangat dibutuhkan kemampuan berpikir
kritis dalam menganalisis data-data dari hasil
pengamatan sehingga akan menghasilkan
sebuah kesimpulan yang benar.


91

92 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99

jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Pembelajaran kelompok menjadi hal
yang tepat dalam proses pembelajaran karena
siswa secara rutin bekerja dalam kelompok.
Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok
kecil dalam menyelesaikan masalah melalui
diskusi kelompok kemudian dievaluasi secara
individu namun hasil kerja individu menjadi
indikator keberhasilan kelompok.
De Lisi dan Gelbeck (1999) dalam Efe
dan Efe (2011) menyatakan model pembelajaran kooperatif merupakan cara yang penting
untuk melatih siswa berpikir secara konstruktif. Pendekatan pembelajaran ini menekankan
penemuan dan menafsirkan pembelajaran
sebagai kegiatan sosial. Pengalaman manjadi
hal penting bagi siswa, dan guru berperan
sebagai pendamping, menyediakan tempat

dan menciptakan situasi belajar yang
kondusif.
Pembelajaran kooperatif mempunyai
ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Sthal
(1994) dalam Ismail (2003) yaitu: (1) belajar
dengan teman; (2) tatap muka antar teman;
(3) mendengarkan di antara anggota; (4) belajar dari temannya sendiri dalam kelompok; (5)
belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif
bicara atau mengemukakan pendapat; (7) siswa
membuat keputusan dan (8) siswa aktif dan ciriciri lain yaitu: (1) saling ketergantungan yang
positif; (2) dapat dipertanggung jawabkan
secara individu; (3) heterogen; (4) berbagi
kepemimpinan; (5) berbagi tanggungjawab; (6)
ditekankan pada tugas dan kebersamaan; (7)
mempunyai keterampilan dalam berhubungan
sosial; (8) guru mengamati dan (9) efektifitas
tergantung pada kelompok.
Sharan (1980)
dalam
Bayraktar

(2011) menyatakan tujuan pembelajaran
kooperatif yaitu siswa saling membantu untuk
meninggkatkan keberhasilan akademik. Oleh
karena itu metode pembelajarana kooperatif
adalah suatu metode yang efektif dalam
memotifasi dan mengembangkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah.
Kagan dan Candler (1995) dalam Sidharta
(2004) mengemukakan empat prinsip dasar
dari pembelajaran kooperatif tipe STAD

yaitu: (1) interaksi siswa yang berkelanjutan;
(2) saling ketergantungan yang positif; (3)
akuntabilitas individu dan (4) partisipasi. Sehingga peran guru dalam pemebelajaran
kooperatif. Seperti juga dikemukakan oleh
Robinson (1995); Donell (1992) dan
Lightbown dan Spada (1993) dalam Wang
and Liao (2007) yaitu harus menciptakan
kondisi yang dapat merangsang dan menumbuhkan suasana diskusi dan lebih hati-hati
merancang materi yang akan diajarkan pada
siswa agar dapat diterapkan dalam pembelajaran serta berperan sebagai fasilitator, pengamat, agen perubahan, dan penasehat.

Keterampilan Proses
Nugroho, dkk. (2009) melakukan penelitian dan hasilnya menunjukan bahwa dengan
penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD berorientasi keterampilan proses, dapat
meningkatkan pemahaman dan aktifitas siswa
klasikal. Keterampilan proses dalam ilmu
pengetahuan alam (IPA) dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu keterampilan proses dasar
(basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills).
Keterampilan proses dasar terdiri atas
mengamati, menggolongkan atau mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, menginterpretasi data, memprediksi, menggunakan alat, melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Sedangkan jenis-jenis keterampilan
proses IPA terintegrasi meliputi merumuskan
masalah, mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubungan antar variabel, mengendalikan variabel, mendefinisikan variabel
secara operasional, memperoleh dan menyajikan data, menganalisis data, merumuskan
hipotesis, merancang penelitian, dan melakukan penyelidikan/percobaan (Mintohari dkk.
2012).
Untuk dapat mengevaluasi dari masingmasing rangkaian kegiatan yang dimaksud,
maka diperlukan indikator sebagai acuan
dalam melaksanakan evaluasi. Adapun indikator keterampilan proses seperti yang dinyatakan oleh Rustaman (2005): (1) Mengamati/
observasi: menggunakan indera untuk me-


I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

ngumpulkan fakta yang relefan; (2) Mengelompokan: mencatat, mencari perbedaan dan
persamaan, membandingkat, menggolongkan,
serta menghubungkan hasil pengamatan; (3)
Menafsirkan/interpretasi: menghubungkan hasil pengamatan untuk menemukan pola dalam
pengamatan dan menyimpulkan; (4) Meramalkan: menggunakan pola-pola hasil pengamatan untuk mengemukakan kemungkinan
yang terjadi sebelum dilakukan pengamatan;
(5) Mengajukan pertanyaan: mengajukan
pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
untuk meminta penjelasan dengan menggunakan kata tanya: apa, bagaimana dan mengapa;
(6) Berhipotesis: mengetahui lebih dari satu
kemungkinan penjelasan yang harus diuji
kebenaranya dalam memecahkan masalah; (7)
Merencanakan percobaan/penelitian: menentukan alat,bahan, sumber, variabel, obyek
yang diukur/diamati serta menentukan
langkah-langkah kerja; (8) Menggunakan alat
dan bahan: mengetahui alat yang digunakan
dan alasan menggunkan alat tersebut; (9)

Menerapkan konsep: menggunakan konsep
yang telah dipelajari sebagai pengalaman baru
untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi;
(10) Berkomunikasi: menggambarkan secara
empiris data hasil percobaan dalam bentuk
tabel, grafik atau diagram, mendiskusikan
hasil percobaan, menyusun dan menyampaikan laoran secara sistematis.
Berpikir Kritis
Ennis (1996) dalam Afrizon, dkk.
(2012) menyatakan berpikir kritis adalah
sebuah proses yang dalam mengungkapkan
tujuan dilengkapi dengan alasan yang tegas

Teams

..................... 93

tentang suatu kepercayaan dan kegiatan yang
telah dilakukan. Lebih lanjut diungkapkanya
bahwa ada 12 indikator berpikir kritis yang

dikelompokan dalam lima kelompok besar
dalam beraktifitas: (1) Memberikan penjelasan sederhana yang berisi: memfokuskan
pertanyaan, menganalisa pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan atau pernyataan; (2) Membangun keterampilan dasar yang terdiri dari
mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak dan mengamati serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi; (3) Menyimpulkan yang terdiri dari kegiatan mereduksi, menginduksi, untuk sampai
pada kesimpulan; (4) Memberi penjelasan
lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi
istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan
juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi;
(5) Mengatur strategi dan taktik yang terdiri
dari mentukan tindakan dan berinteraksi
dengan orang lain.
Berdasarkan pernyataan di atas maka
peneliti berpendapat bahwa berpikir kritis
adalah proses intelektual dalam memecahkan
masalah berdasarkan pengamatan, pengalaman, penalaran komunikasi refleksi, sebagai
keyakinan dalam melakukan tindakan yang
tepat.

METODE
Model penelitian ini mengacu pada
modifikasi diagram yang dikembangkan oleh
Asrori. (2008) seperti Gambar 1.

94 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99

Permasalahan

Siklis I

PerencanaanI

Pelaksanaan tindakan I

Observasi I

Refleksi I

Permasalahan

hasil refleksi
Perencanaan II

Pelaksanaan
tindakan II

Siklus II

Refleksi II

Penyimpulan dan
pemaksaan
hasil
Sumber:
Asrori.
(2008)

Observasi II

Gambar 1. Diagram Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Jika permasalahan
belum terselesaikan

Lanjutkan ke siklus berikutnya

Penelitian ini dilaksanakan secara
bersiklus sampai tercapainya indikator yang
telah ditetapkan yaitu minimal 75% secara
klasikal untuk keterampilan proses dan
berpikir kritis siswa dan minimal 85% untuk
prilaku siswa dalam kerja kelompok dan
prilaku guru dalam proses belajar mengajar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam evaluasi ini peneliti fokus pada
lima jenis keterampilan proses dari sembilan
jenis yang harus dikuasai siswa yaitu klasifikasi, prediksi, komunikasi, menyimpulkan
dan interpretasi, dengan hasil seperti pada
Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Tes Keterampilan Proses Siswa
No

Jenis Keterampilan Proses

1
2
3
4
5

Klasifikasi
Prediksi
Komunikasi
Menyimpulkan
Interpretasi
Jumlah
Rata-rata
Persentase (%)

Persentase Penguasaan Siswa terhadap
Jenis Keterampilan Proses
Tes Awal (%)
Siklus Satu (%)
Silkus Dua (%)
63.54
71.88
80.21
67.71
75.00
84.38
68.75
76.04
83.33
53.13
72.92
76.04
68.75
77.08
84.38
321.88
372.92
408.33
64.38
74.58
81.67
64.38
74.58
81.67

Selain tes keterampilan proses, peneliti
juga melakukan tes berpikir kritis yang

dilaksanakan pada akhir siklus satu dan siklus
dua dengan indikator berpikir kritis yang

I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

dikumukakan oleh Ennis (1996) dalam
Afrizon, dkk. (2012) dengan hasil seperti

Teams

..................... 95

pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Tes Berpikir Kritis Siswa
Indikator Berpikir Kritis
Penjelasan sederhana
Penjelasan lanjut
Menyimpulkan
Keterampilan dasar
Mengatur Strategi/taktik
Rata-rata
Persentase (%)

Persentase Penguasaan Siswa terhadap
Indikator Berpikir Kritis
Tes UH (%)
Siklus Satu (%)
Silkus Dua (%)
72.27
82.42
70.31
71.88
65.31
70.00
77.34
67.71
71,88
68.75
78.13
65.31
70.38
76.88
65.31
70.38
76.88

Hasil observasi yang dilakukan oleh
rekan sejawat selaku observer untuk prilaku
siswa dalam bekerja kelompok dan kegiatan
guru dalam proses belajar mengajar seperti
pada table 3. Kategori yang didasarkan dari

persentase perolehan setiap jenis kegiatan
yaitu: 55% ke bawah sangat kurang (SK);
56%-65% kurang (K); 66%-75% cukup (C);
76%-85% baik (B) dan 86%-100% sangat
baik (SB). (Sudijono, 2003).

Tabel 3. Hasil observasi prilaku siswa dan kegiatan guru
Aktivitas
Siswa
Guru

Pertama
(%)
69,64
95,73

Siklus satu pertemuan
Kategori
Kedua
Kategori
(%)
C
85,01
SB
SB
98,53
SB

Penelitian ini dilaksanakan dua siklus
dengan setiap siklus dua kali pertemuan.
Sebelum diberikan tindakan, peneliti mengadakan tes awal sebagai titik acuan dalam
melihat hasil pada siklus berikutnya. Setiap
akhir siklus satu dan dua siswa diberikan tes
keterampilan proses, maupun tes berpikir
kritis untuk melihat hasil penerapan model
kooperatif tipe STAD dalam proses belajar
mengajar. Selain itu peneliti juga meminta
tiga orang rekan sejawat untuk melakukan
obserasi terhadap prilaku siswa dalam kerja
kelompok dan kegiatan guru dalam proses
belajar mengajar. Dalam pelaksanaan penelitian ini, siswa dibagi menjadi menjadi delapan
kelompok secara heterogen baik dari segi
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan
suku. Pada penelitian ini fokus lima jenis
keterampilan proses yaitu: klasifikasi, prediksi, komunikasi, menyimpulkan dan interpretasi.

Pertama
(%)
92,84
100

Siklus dua pertemuan
Kategori
Kedua
(%)
SB
97,92
SB
100

Kategori
SB
SB

Keterampilan proses siswa kelas VI
SDN 01 Kalukubula masih rendah hal ini
dapat dilihat dari hasil tes awal keterampilan
proses rata-rata klasikal hanya mencapai
64,38%. Olehnya peneliti mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD untuk meningkatkan keterampilan
proses dan berpikir kritis siswa. Sejalan
dengan pernyataan dari Johnson dan Johnson
(2000), dalam Bayraktar (2011) menyatakan
kelebihan dari pembelajaran kooperatif
STAD adalah setiap siswa bertanggungjawab
untuk tugas mandiri pada tahap pembelajaran
yang didasarkan pada kerjasama positif, kerjasama keterampilan, dan metodologi mengamati serta dapat menumbuhkan kesabaran,
rasa hormat, toleransi, komunikasi, tanggungjawab, dan konsruktif karena siswa berperan
aktif dalam proses pembelajaran sehingga
dimungkinkan untuk mengembangkan diri.
Selanjutnya Slavin dalam Sidarta
(2004) mengemukakan keuntungan kooperatif

96 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99

tipe STAD yaitu: (1) siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung
tinggi norma-norma kelompok; (2) siswa
saling membantu dan mendorong semangat
untuk sama-sama berhasil; (3) aktif berperan
sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok; (4) interaksi
siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat dan (5)
interaksi antar siswa juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif yang non
konservatif menjadi konservatif.
Pada pertemuan pertama siklus satu,
hasil observasi terhadap prilaku siswa dalam
kerja kelompok masih kategori cukup yaitu
rata-rata hanya mencapai 70,02%. Ketercapaian rata-rata prilaku siswa dalam kerja
kelompok tersebur memberi arti bahwa belum
terjadi kerja sama yang baik antar anggota
kelompok hal ini dimungkinkan pemahaman
siswa terhadap tujuan kelompok masih rendah, bahkan ada 5 orang siswa atau 0,16%
yang sangat pasif dalam kerja kelompok.
Demikian juga dengan kegiatan guru dalam
proses belajar mengajar pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup
masih ada sub komponen kegiatan yang
belum terlaksana dengan baik.
Merefleksi pelaksanaan pertemuan pertama siklus satu, maka pada pelaksanaan
proses belajar mengajar
pertemuan kedua
lebih memperhatikan dan mengarahkan siswa
dalam kerja kelompok serta menjelaskan bahwa tujan belajar kelompok adalah mencapai
hasil kelompok melalui akumulasi hasil yang
dicapai oleh masing-masing anggota kelompok. Dengan dipahaminya tujuan belajar
kelompok, maka secara perlahan masingmasing anggtoa kelompok mulai aktif dalam
kerja kelompoknya, sehingga hasil observasi
pada pertemuan kedua mencapai rata-rata
85,01% dengan kategori baik.
Hasil tes akhir siklus satu untuk keterampilan proses 74,58% dan berpikir kritis
siswa 70,38%, mengalami peningkatan jika
dilihat dari hasil tes awal sebelum dimplementasikan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD. Ketercapaian tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan siswa dalam
menyeleasikan masalah mulai meningkat.
Meningkatnya Keterampilan proses dan
berpikir kritis siswa karena siswa berdiskusi
kelompok dengan siswa lain dalam satu
keompok atau bertanya kepada guru jika
mengalami kesulitan dalam memecahkan
masalahnya. Dapat dikatakan juga bahwa
dalam proses kerja kelompok terjadi tutor
sebaya dan saling bertukar pendapat, sehingga
kemampuan akademik siswa semakin merata
antar anggota kelompok. hal ini sesuai dengan
pendapat Karuru (2007) dalam Nugroho, dkk.
(2009) menyatakan bahwa siswa akan mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep
yang sulit apabila mereka mendiskusikan
konsep-konsep tersebut dengan temannya.
Meningkatnya hasil tes akhir siklus satu
tersebut belum mencapai indikator yang telah
ditetapkan yaitu rata-rata minimal secara
klasikal 75% untuk keterampilan proses dan
berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, maka
penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Pembelajaran model kooperatif STAD
selain memiliki keunggulan juga terdapat
kelemahan yang bersumber dari dua faktor
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal seperti: (1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping
itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu; (2) agar proses pembelajaran
berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup
memadai; (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik
permasalahan yang sedang dibahas meluas.
Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan dan (4) saat
diskusi kelas, terkadang didominasi oleh
seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang
lain menjadi pasif. Sedangkan faktor dari luar
erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah
yaitu pelaksanaan ujian nasional (UN) sebagai
penentu kelulusan siswa hanya semata-mata
berdasarkan ranah kognitif sehingga kegiatan
belajar mengajar di kelas cenderung

I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan
hasil UN.
Pelaksanaan proses belajar mengajar
pada siklus satu, peneliti menemukan
kendala-kendala baik prilaku siswa dalam
kerja kelompok maupun kegiatan guru dalam
pembelajaran seperti:
1) Saling ketergantungan siswa dalam kelompok masih rendah, masing-masing siswa
mengandalkan kemampuanya sendirisendiri;
2) Diskusi kelompok belum maksimal. Antar
anggota kelompok yang satu dengan yang
lainnya dalam melakukan diskusi kelompok hanya seperlunya, sehingga hasil diskusi kelompoknya kurang optimal;
3) Komunikasi antar anggota kelompok
sangat rendah. Komunikasi dalam kelompok hanya seperlunya bahkan komunikasinya kurang baik, hal ini disebabkan
kebiasaan dalam pembentukan kelompok
anggotanya mereka pilih sendiri;
4) Memberikan masukan antar anggota dalam
diskusi kelompok belum maksimal. Masih
ada anggota kelompok yang mendominsi
diskusi kelompok sehingga anggota kelompok yang lain merasa enggan memberikan
masukan terhadap masalah yang dibahasnya;
5) Masih enggan menanggapi hasil diskusi
kelompok lain, karena ada rasa kekhawatiran terhadap anggota kelompoknya,
jika salah dalam memberikan tanggapan
akan ditertawakan oleh temannya;
6) Ruang kelas menjadi ribut, karena anatara
kelompok yang satu berbicara dengan
anggota kelompok yang lain;
7) Guru belum maksimal menggali pengetahuan siswa dan mengaitkanya dengan
materi sebelumnya. Guru nampak terburuburu karena ada rasa khawatir akan
kehabisan waktu;
8) Guru belum optimal mengontrol siswa dalam bekerja kelompok. guru dalam mengontrol siswa belum merata untuk setiap
kelompoknya;

Teams

..................... 97

9) Menyimpulkan materi pelajaran belum
melibatkan siswa. Siswa nampak pasif saat
menyimpulkan materi pelajaran karena
tidak dilibatkan secara langsung oleh guru.
Berdasarkan hasil yang dicapai pada
siklus satu, ada beberapa hal yang menjadi
catatan peneliti, baik yang kelebihan maupun
kelemahan sebagai konsekuensi dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Beberapa catatan kelemahan pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus satu
akan menjadi perhatian khusus dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus
dua.
Pada siklus dua hasil observasi dari
rekan sejawat terhadap prilaku siswa dalam
kerja kelompok menunjukan bahwa kerja
kelompok siswa semakin baik yaitu mencapai
97,92% dalam kategori sangat baik. Salah
seorang anggota kelompok yang pada siklus
satu sangat pasif dan pada siklus dua menjadi
aktif bahkan berani mempresentasekan hasil
kerja kelompoknya. Dengan demikian kemampuan akademik siswa semakin merata
dalam kelompok. demikian juga dengan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar
telah mencapai kategori sangat baik.
Hasil pelaksanaan pembelajaran siklus
dua setelah diadakan tes untuk keterampilan
proses dapat meningkat secara signifikan
yaitu mencapai rata-rata klasikal 81,67%.
Berpikir kritis siswa juga meningkat cukup
signifikan mencapai rata-rata klasikal 76,
88%., dan telah mencapai indikator yang
ditetapkan baik untuk keterampilan proses
dan berpikir kritis yaitu rata-rata klasikal
minimal 75%. Demikian juga prilaku siswa
dalam kerja kelompok mencapai rata-rata
kalsikal 98,53% dengan kategori sangat baik,
dan kegiatan guru dalam proses belajar
mengajar rata-rata klasikal mencapai 100%
dengan kategori sangat baik.
Secara keseluruhan, mulai siklus satu
sampai siklus dua, persentase penguasaan
terhadap keterampilan proses dan berpikir
kritis siswa cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan ini menunjukan bahwa

98 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 3, Januari 2014 hlm 91-99

keterampilan proses dan berpikir kritis siswa
dapat tumbuh dan terbentuk seiring dengan
kebiasaan dan latihan yang dilakukan secara
terus menerus. Peran seorang guru dalam
menerapkan model pembelajaran ini sebagai
fasilitator dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan
siswa untuk belajar dan dapat meningkatkan
keterampilan proses dan berpikir kritis. Hal
ini sejalan dengan pendapat Sujana (1999)
dalam Rusmiyati dan Yulianto, (2009),
bahwa strategi mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa, mampu mengubah
tingkah laku siswa secara efektif dan efisien,
dengan demikian hasil belajar akan tercapai
secara optimal. Aktivitas siswa yang menggunakan keseluruhan indera dalam kegiatan
belajar mengajar akan meningkatkan pemahaman dan penguatan singatan serta perubahan
sikap sehingga hasil belajar akan lebih tahan
lama.
Demikian juga Nugroho, dkk. (2009)
melakukan penelitian menunjukan siswa
dapat lebih mandiri dalam menemukan pengetahuannya sendiri dan pemahaman siswa juga
semakin meningkat karena berdiskusi dalam
kelompok dengan siswa lain atau bertanya
kepada guru jika mengalami kesulitan. Meningkatnya kemampuan keterampilan proses
dan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini,
sejalan dengan hasil penelitian dari Noviani
(2010), yang menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat
karena dalam menyelesaikan masalah menerapkan metode kooperatif learning.
SIMPULAN
Merefleksi hasil penelitian dan beberapa
hasil penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan: (1) Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan Keterampilan proses dan berpikir kritis
siswa pada Sekolah Dasar; (2) Keterampilan
proses dan berpikir kritis siswa dapat meningkat, karena dalam kerja kelompok terjadi
tutor sebaya dan saling bertukar pendapat.

DAFTAR RUJUKAN
Afrizon, R. Ratnawulan dan Fauzi, A. 2012.
“Peningkatan Perilaku berkarakter dan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Kelas IX MTsN Model Padang pada
Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction”.
Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika
1 (2012) Halaman 1-16.
Asrori, M. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: CV Wacana Prima.
Bayraktar, G. 2011. “The effect of cooperative learning on students’ approach to
general gymnastics course and academic achievements”. Educational
Research and Reviews. Vol. 6 (1),
Halaman 62-71.
Efe, R. and Efe, H. A. 2011. “Using student
group leaders to motivate students in
cooperative learning methods in crowded classrooms”. Educational Research
and Reviews. Vol. 6 (2), pp. 187-196.
Ismail. 2003. Media pembelajaran (modul:
mat 19). Jakarta: Erlangga.
Mintohari, Suryanti, dan Widodo W. 2012.
“Keterampilan Proses dalam IPA”.
Melalui http://pjjpgsd. unesa. ac.id/
dok/1.Suplemen-1. Diakses tanggal 10
Desember 2012
Noviani, L. 2000. Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Melalui Integrated
Learning pada Mata Pelajaran IPS.
Medagogia. Jilid 13, Nomor 2,
Agustus 2010. Halaman 173-187.
Nugroho, U, Hartono, dan Edi, S. S. 2009.
“Penerapan Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Berorientasi Keterampilan
Proses”. Universitas Negeri Semarang.
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5
(2009.: Halaman 107-111.
Rusmiyati, A. dan Yulianto, A.
2009.
“Peningkatan Keterampilan Proses
Sains Dengan Menerapkan Model Problem Based-Instruction”. Universitas

I Gede Made Supartayasa, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

Negeri Semarang. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia 5. Halaman 75-78.
Rustaman, N. Y. 2005. Strategi Belajar
Mengajar Biologi. Malang: Universitas
Negeri Malang. Halaman 79.
Sidarta, A. 2004. Pembelajaran Kooperatif
(modul Diklat berjenjang). Bandung:
Depdiknas. Halaman 7.

Teams

..................... 99

Sudijono, A. 2003. Pengantar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Wang, Y. and Liao, H. C. 2012. “The
promotion of critical thinking in
baccalaureate nursing English programs”. African Journal of Business
Management. Vol. 6 (9), pp. 31883196.

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

The effectiveness of using student teams achievement division (stad) technique in teaching direct and indirect speech of statement (A quasi experimental study at the eleventh grade of Jam'iyyah Islamiyyah Islamic Senior high scholl Cege)

3 5 90

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BERMAIN SEPAK BOLA SISWA KELAS VII

0 7 95

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 1 34