Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd) Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun oleh: HERU SISWOKO

104016300469

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H


(2)

(3)

(4)

(5)

ii

HERU SISWOKO, “ Komparasi Hasil Belajar Metode Teams Games Tournaments (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada Sub Konsep Perpindahan Kalor”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa dengan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan Students Teams Achievements Division (STAD). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen yang dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari 1, Ampera, Jakarta Selatan. Penelitian ini melibatkan 62 siswa kelas X semester genap tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari kelas eksperimen I sebanyak 31 siswa dengan menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan kelompok eksperimen II sebanyak 31 siswa dengan metode Student Teams Achievement Division (STAD).

Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan tes tertulis kognitif dalam bentuk pilihan ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbandingan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diberi materi dengan metode pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) dan metode pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD). Hasil ini berdasarkan hasil uji signifikansi dengan uji-t yang diperoleh sebesar 9,80 yang artinya terdapat perbandingan yang signifikan dengan taraf signifikansi sebesar 5%.

Kata kunci : Metode Teams Games Tournaments (TGT), Metode Student Teams Achievement Division (STAD), Hasil Belajar.


(6)

iii

HERU SISWOKO, "Comparison Learning Outcomes Fed Methods Teams Games Tournaments (TGT) with Student Teams Achievement Division (STAD) in Sub Concept Heat Transfer." Thesis, Physical Education Studies Program, Department of Education Natural Sciences, Faculty of Science and Teacher Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to determine the learning method of Teams Games Tournaments (TGT) with Student Teams Achivement Division (STAD) against physics student learning outcomes. The method used in this study is the experimental method is carried out in high school Dept, Ampera, South Jakarta, which involved 62 students of class X in the second semester 2010/2011 academic year is divided into two classes, namely class I experiment with using the method of Teams Games Tournaments (TGT) and experimental group II with the method of Student Teams Achievement Division (STAD).

Student learning outcomes data are collected with a written cognitive test in the form of multiple choice. The results of this study indicate that there is a significant learning outcome comparasion between students who are learnig the material by the methods Teams Games Tournaments (TGT) and the learning method of Student Teams Achievement Division (STAD). These results are based on the results of tests of significance with a t-test obtained for 9.80, wich means there is a significant comparison with the significance level of 5 %.

Keywords: Method of Teams Games Tournaments (TGT), Methods of Student Teams Achievement Division (STAD), The Learning.


(7)

viii

Alhamdulillah, segala puji atas keagungan Allah SWT, Tuhan sang pencipta alam semesta beserta isinya dalam kesempurnaan. Segala syukur atas kasih sayang Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dunia sebagai ladang untuk menghantarkan kepada kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Ampuni atas kelalaian dan keingkaran syahadah hamba yang tidak mampu termanifestasi dalam kehidupan.

Segala puji juga tercurahkan kepada nabi junjungan kita Muhammad SAW, yang telah memberikan jalan kepada kebaikan. Terima kasih atas bimbingan keimanan yang telah diberikan untuk tetap berada dalam satu garis lurus, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.

Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.

3. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini, dan Ibu Diah Mulhayatiah, M. Pd., Dosen Pembimbing II yang selalu ikhlas meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

4. Bapak dan ibu dosen yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

5. Kepala SMA Kemala Bhayangkari 1 Pasar Minggu Jakarta Selatan Muryanto M.Pd, Wakil Kepala Sekolah Bapak Drs. Ayid Hendrayana dan Heru


(8)

ix

menjadi inspirasi yang tak ternilai bagi penulis.

7. Teristimewa untuk Ayahanda Sasmoko (Alm) dan Ibunda tercinta Sri Herawati yang tak pernah kering akan doa dan telah melimpahkan segenap

kasih dan sayangnya yang tak terhingga, dan untuk adikku tercinta Krisdianto Siswoko serta Tri Tiastuti Siswoko terima kasih telah mendukung dan mendoakan.

8. Seseorang yang sangat saya sayangi dan cintai Dian Hartati, terima kasih telah menemani setiap saat dalam susah dan senang, dalam suka dan duka, semangat dan dukungan yang telah diberikan selama ini sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan Fisika angkatan 2004; Munajat Sudirman, S.Pd, Ahmad Fahmi, S.Pd, Misbahuddin, S.Pd, Abdul Hamid, S.Pd, Muhammad Solihin, S.Pd, Muhammad Hartato, S.Pd, Dwi Enggal, S.Pd, Makhbub Mujahidin Syah, Muhammad Ikrom Maula, dan lainnya yang penulis tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatan kalian menjadikan pengalaman yang tidak ada duanya.

Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan, terima kasih atas bimbingan dan kerjasamanya. Hanya Allah yang dapat membalas semua kebaikan kalian. Semoga apa yang telah saya lakukan dapat bermanfaat bagi semua.

Jakarta, Juni 2011


(9)

iv

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iv

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 7

A. Deskripsi Teoretis ... 7

1. Pengertian Belajar ... 7

2. Teori Belajar ... 9

a. Aliran Psikologi Tingkah Laku ... 9

1) Teori Thorndike ... 9

2) Teori Skinner ... 10

3) Teori Ausubel ... 10

4) Teori Gagne ... 10

b. Aliran Psikologi Kognitif ... 10

1) Teori Piaget. ... 10

2) Teori Bruner ... 11

3) Teori Gestalt ... 11


(10)

v

a. Teori Yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif ... 14

1. Teori Motivasi ... 14

2. Teori Kognitif ... 15

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 16

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 19

6. Hasil Belajar ... 22

a. Pengertian Hasil Belajar ... 22

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 25

B. Konsep Perpindahan Kalor ... 31

1. Konduksi ... 31

2. Konveksi ... 32

3. Radiasi ... 33

C. Penelitian yang Relevan ... 35

D. Kerangka Berpikir ... 36

E. Pengajuan Hipotesis ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Metode dan Desain Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 40

D. Variabel Penelitian ... 40

E. Metode Pengumpulan Data ... 40

1. Metode Dokumentasi ... 40

2. Metode Tes ... 40

3. Metode Lembar Pengamatan ... 41

4. Metode Angket ... 41

F. Variabel Y (Hasil Belajar Fisika Siswa) ... 41

1. Definisi Konsep ... 41

2. Definisi Operasional ... 41


(11)

vi

1. Tahap Persiapan ... 42

2. Tahap Kaliberasi Instrumen ... 43

a. Pengujian Validitas Instrumen ... 43

b. Pengujian Realibitas Instrumen ... 44

c. Pengujian Daya Beda Instrumen ... 45

d. Pengujian Tingkat Kesukaran Instrumen ... 46

3. Membuat Kisi-kisi setelah Uji Coba soal ... 47

H. Variabel X (Metode TGT) ... 48

1. Definisi Konsep ... 48

2. Definisi Operasional ... 48

I. Metode Analisis Data ... 49

1. Analisis Tahap Awal ... 49

a. Uji Normalitas ... 49

b. Uji Homogenitas ... 50

2. Analaisis Tahap Akhir ... 50

a. Uji Normalitas Data ... 51

b. Uji Ketuntasan Belajar ... 51

c. Uji Kesamaan Dua Varians ... 51

d. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A.Deskripsi data ... 53

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 53

a. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen I ... 53

b. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen II ... 55

B. Analisis Data dan Interpretasi Data ... 57

1. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 57

2. Uji Hipotesis ... 59

3. Uji-t ... 60


(12)

vii

A.Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(13)

x

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif ... 16

Tabel 2.2 Kriteria Penghargaan Kelompok ... 19

Tabel 2.3 Kriteria Skor Perkembangan ... 21

Tabel 2.4 Konduktivitas Termal ... 32

Tabel 3.1. Rancangan Eksperimen ... 39

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Test Hasil Belajar Fisika ... 42

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 44

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 45

Tabel 3.5 Hasil Daya Pembeda Soal ... 46

Tabel 3.6 Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal ... 47

Tabel 3.7 Jenjang Kognitif Instrumen Belajar ... 48

Tabel 4.1 Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen I ... 54

Tabel 4.2 Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen II ... 56

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen I dan II ... 58

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen I dan II ... 58


(14)

xi

Gambar 2.2 Skema Berpikir ... 36

Gambar 4.1 Grafik Hasil Posttest Kelompok Eksperimen I ... 54

Gambar 4.2 Grafik Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen I ... 55

Gambar 4.3 Grafik Hasil Posttest Kelompok Eksperimen II ... 56

Gambar 4.4 Grafik Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen II ... 57


(15)

xii

Lampiran 2 RPP Kelas Eksperimen I ... 71

Lampiran 3 RPP Kelas Eksperimen II ... 75

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 79

Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrumen Hasil Belajar ... 91

Lampiran 6 Kisi-Kisi Soal dan Jenjang Kognisi ... 92

Lampiran 7 Instrumen Penelitian ... 98

Lampiran 8 Penghitungan Uji Validitas Instrumen ... 103

Lampiran 9 Penghitungan Uji Reliabilitas Instrumen ... 105

Lampiran 10 Penghitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 110

Lampiran 11 Penghitungan Uji Daya Pembeda Instrumen ... 111

Lampiran 12 Penghitungan Uji Instrumen Hasil Belajar ... 112

Lampiran 13 Penghitungan Uji Reliabilitas Instrumen Valid ... 114

Lampiran 14 Penghitungan Uji Normalitas ... 115

Lampiran 15 Penghitungan Uji Homogenitas ... 125

Lampiran 16 Penghitungan Uji Hipotesis (Uji-t) ... 128


(16)

1

Pendidikan sebagai suatu upaya untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung mutu.1 Banyak pihak menduga bahwa rendahnya mutu pendidikan saat ini berkaitan erat dengan rendahnya motivasi siswa dalam belajar. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama yaitu teacher centered (guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang cenderung pasif). Tetapi hal ini tampaknya masih banyak diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas dengan alasan pembelajaran seperti ini lebih praktis dan tidak menyita waktu.

Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran, komponen utama adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus membimbing siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat, karena metode pembelajaran merupakan sarana interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab penggunaan metode yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton, sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar. Kejenuhan siswa, khususnya dalam belajar fisika yang bersifat abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami, menyebabkan siswa lebih banyak pasif dan menjadi apatis sehingga hasil belajarnya tidak maksimal.

Dalam proses pembelajaran sering kali dijumpai adanya kecenderungan siswa yang tidak mau bertanya pada guru meskipun sebenarnya belum mengerti materi yang diajarkan oleh guru. Solusi alternatif yang sering digunakan oleh guru untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh siswa, tetapi strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah mendorong

1

Ani Kurniasari,Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode TGT (teams games Tournaments) dengan STAD (student teams Achievement division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon , UNNES, 2006


(17)

siswa untuk berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku menjadi penonton, sementara arena diskusi hanya dikuasai oleh segelintir siswa. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Guru harus menciptakan suasana belajar dimana siswa dapat bekerjasama didalamnya.

Solusi pengembangan pembelajaran yang diajukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yang memberikan iklim kondusif dalam pengembangan daya nalar dan kreatifitas siswa. Usaha guru untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain memilih metode yang tepat, sesuai materinya dan menunjang terciptanya kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif yaitu belajar mengajar dengan jalan mengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil.

Belajar dengan pengajaran kelompok kecil membuat siswa belajar lebih kreatif dan mengembangkan sifat kepemimpinan pada siswa serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal. Lundgren dalam Muslimin Ibrohim menyatakan ”Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya”.2

Dalam kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah selama ini, sebenarnya sudah menerapkan belajar kelompok. Namun, kegiatan kelompok tersebut cenderung hanya menyelesaikan tugas. Siswa yang berkemampuan rendah kurang berperan dalam mengerjakan tugas. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi juga memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang diterimanya dan dapat menjelaskan dengan baik hasil analisa tugas yang diberikan.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari didapatkan nilai fisika kelas X pada materi perpindahan kalor masih

2

Muslimin Ibrohim dkk, “Pembelajaran Kooperatif”. (Surabaya: University Press, 2000) h. 17


(18)

di bawah KKM. Nilai tertinggi sebesar 72 dan nilai terendah sebesar 46, sedangkan rata-ratanya sebesar 53. Nilai rata-rata tersebut masih di bawah KKM untuk materi perpindahan kalor yaitu sebesar 55. Oleh karena itu perlu ada perubahan metode pembelajaran yang lebih baik untuk membangkitkan motivasi siswa dalam pelajaran fisika.

Ada berbagai jenis metode pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) dan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD). Metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)

merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis.3 Dalam TGT digunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu, sedangkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah cara yang bagus untuk digunakan dalam pembelajaran. Metode Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan suatu strategi belajar yang menghendaki siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang kemampuan akademisnya tinggi, sedang dan rendah.4

Kedua metode ini mempunyai persamaan yaitu membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen. Masing-masing anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi dan mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Perbedaannya, hanya Teams Games Tournament (TGT) digunakan games dan turnament dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain.

Berdasarkan hasil penelitian, Kusumoningrum menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan metode kooperatif TGT (Teams Games

3

Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey: Prentice Hall, 1995).

4


(19)

Tournaments) lebih baik daripada dengan metode konvensional.5 Menurut Wulandari hasil belajar siswa yang menggunakan metode kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) lebih baik daripada dengan metode konvensional.6 Dan menurut Azka, menyimpulkan bahwa siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe STAD (Student Teams Achievement Division) mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) dan metode kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) memberikan hasil belajar yang lebih baik daripada dengan metode konvensional. Serta sudah adanya penelitian yang membandingkan metode TGT dan STAD pada pokok bahasan Hidrokarbon.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang sama tetapi dengan sub konsep yang berbeda dengan judul:

“Komparasi Hasil Belajar Metode Teams Games Tournaments (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada Sub Konsep Perpindahan

Kalor”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:

1. Hasil belajar fisika siswa pada sub konsep Perpindahan Kalor masih rendah. 2. Penggunaan metode kooperatif kurang dilaksanakan pada proses pembelajaran

fisika di sekolah.

3. Kemampuan menggunakan metode TGT dan metode STAD dalam meningkatkan hasil belajar pada sub konsep perpindahan kalor kelas X belum banyak diperoleh.

5

Asih Kusumoningrum, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dan TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras pada Siswa Kelas II Semester I SMPN 27 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi S1: UNNES 2005, h. 64.

6

Reny Wulandari, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II Semester 1 SMP Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi S1: UNNES 2005, h. 57.


(20)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkanidentifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah:

1. Komparasi dalam penelitian ini adalah membandingkan hasil belajar fisika antara siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dengan metode Student Teams Achievement Division (STAD).

2. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar fisika aspek kognitif pada jenjang hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4)

berdasarkan taksonomi bloom pada sub konsep Perpindahan Kalor.

3. Metode Teams Games Tournaments (TGT) adalah model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Dalam Teams Games Tournaments (TGT) digunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu.

4. Metode Student Teams Achievement Division (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah cara yang bagus untuk digunakan dalam pembelajaran kooperatif.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil belajar fisika siswa pada sub konsep Perpindahan Kalor antara siswa yang belajar menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan metode Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas X semester genap SMA Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.”


(21)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Hasil belajar fisika sub konsep Perpindahan Kalor antara siswa yang menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan siswa yang menggunakan metode Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas X semester genap SMA Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapn dapat bermanfaat untuk:

1. Siswa, dapat menumbuhkan semangat kerjasama dalam belajar karena keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok.

2. Guru, dapat menciptakan suasana kelas yang saling menghargai nilai-nilai ilmiah dan bermotivasi untuk mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan bidang studi.

3. Sekolah, dapat memperbaiki proses pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar untuk dapat meningkatkan prestasi siswa.


(22)

7

A. Deskripsi Teoretis 1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.1 Perubahan tersebut sebagai hasil dari suatu proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar. Dengan demikian belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman. Perubahan tingkah laku meliputi perubahan ketrampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman dan apresiasi.

Slameto menjelaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Sedangkan menurut Purwanto, belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.3 Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Dalam psikologi proses belajar berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai tujuan tertentu. 4 Dalam pengertian tersebut tahapan perubahan dapat diartikan sepadan

1

Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Dunia, 1989), h. 5.

2

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mampengaruhinya, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003) Cet. Ke-4, h. 2

3

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2006) Cet. Ke-10, h. 85

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. 3, h.111


(23)

dengan proses. Jadi proses belajar adalah tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa.

Belajar merupakan proses aktif pelajar untuk mengkonstruksikan arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:

1) Belajar membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dipunyai.

2) Konstruksi arti adalah proses secara terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.

3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 5

Dalyono mendefinisikan belajar adalah suatu usaha perbuatan yang dilakukan sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, dana, panca indra, otak dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi bakat, motivasi, minat, dan sebagainya.6

Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru.7

Dalam bukunya berjudul Psikologi Pengajaran, Winkel menyebutkan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam

5

Muhibbin Syah, Ibid, h. 91

6

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta 1997), Cet. 1, h.49.

7

Ali Imron, Strategi Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya 1996), Cet. 1, h. 2.


(24)

interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai serta sikap”.8

Belajar merupakan suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan anak menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu”.9

Oleh karena itu anak harus dibiasakan untuk menerima sesuatu yang dianggap baru bagi mereka, agar dapat memperoleh pengetahuan.

Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha seseorang dengan menggunakan potensi yang dimilikinya untuk mengadakan perubahan fisik, mental juga tingkah laku yang harus didukung oleh lingkungannya. Oleh karenanya belajar merupakan kegiatan manusia yang terpenting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup.

2. Teori Belajar

a. Aliran Psikologi Tingkah Laku 1) Teori Thorndike

Thorndike mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect.10 Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.

8

Wasty Soemanto, ”Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) h. 103

9

Wina Sanjaya, “Kurikulum Pendidikan, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum

Tingkat satuan Pendidikan”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 259

10

Erman Suherman, dkk, Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung: IMSTEP, 2003), h. 28.


(25)

2) Teori Skinner

Teoeri ini menerangkan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Dalam pembelajaran menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya. 3) Teori Ausubel

Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa hanya menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan sendiri oleh siswa.11 4) Teori Gagne

Menurut Gagne belajar ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan konsep dan aturan.12

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.

b. Aliran Psikologi Kognitif 1) Teori Piaget

Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas) yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologi, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami oleh individu secara lebih rinci, dari mulai bayi hingga dewasa. Perkembangan kognitif

11

Herman Hodojo, “Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika”.( Malang: Universitas Malang , 2001) h. 93

12


(26)

individu dipengaruhi oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Jadi, karena efektivitas hubungan antar setiap individu dengan lingkungan dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama lain maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai oleh setiap individu juga berbeda pula.

2) Teori Bruner

Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.

3) Teori Gestalt

Dewey mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut:13

a) Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.

b) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.

c) Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar. 4) Teorema Van Hiele

Dalam pengajaran terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Hiele yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak. Menurut Hiele, tiga unsur utama yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam yaitu: a) Tahap Pengenalan (visualisasi)

Dalam tahap ini anak mulai belajar suatu bentuk geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya.

b) Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya dan anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.

13


(27)

c) Tahap Pengurutan (deduksi informal)

Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal berpikir deduktif dan sudah mulai mampu mengurutkan.

d) Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.

e) Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. 14

3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar selama proses pembelajaran. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa ditentukan oleh kerelevansian dalam penggunaan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Sehingga tujuan pembelajaran akan dicapai dengan penggunaan model yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan dalam tujuan pembelajaran.15

Pengajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.16

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya

14

Erman Suherman, dkk, Ibid., h. 47

15

Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) h. 237

16

Ramlawati dan Nurmadunah, ”Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan setting Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa kelas XI3 SMA Negeri Takalar”,


(28)

melalui ketrampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif.17

Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akademis. Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran teman sebaya dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab bagi individu maupun kelompok terhadap tugas-tugas.18 Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan bila dibandingkan dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai kesuksesan akademik dan sosial siswa.

Menurut Ibrahim, Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

17

Anita Lie, Cooperatif Learning (Jakarta: Grasindo, 2004) h. 41

18

Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) h. 240


(29)

7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.19

Agar siswa dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya perlu diajarkan ketrampilan-ketrampilan kooperatif pada peserta didik. Ketrampilan-ketrampilan tersebut sebagai berikut:

1. Siswa tetap berada dalam kerja kelompok meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, dengan melatih ketrampilan ini, siswa akan menyelesaikan tugas dalam waktu tepat dengan karakteristik yang lebih baik. 2. Siswa bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas sehingga

kegiatan akan terselesaikan pada waktunya.

3. Memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.

4. Memperhatikan informasi yang disampaikan teman dan menghargai pendapat teman sehingga anggota kelompok yang menjadi pembicara akan merasa senang karena apa yang mereka sumbangkan itu berharga.

5. Siswa menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok. Apabila teman sekelompok tidak tahu jawabannya baru menanyakan pada guru. Hal ini penting karena siswa yang tidak aktif didorong untuk aktif.20

Perlu diterapkan pembelajaran kooperatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa karena pembelajaran kooperatif tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar, meningkatkan kehadiran siswa dan kerja siswa yang lebih positif, menambah motivasi dan percaya diri serta menambah rasa senang berada di sekolah.

a. Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif

1. Teori Motivasi

Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran kooperatif terutama terletak dalam bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan siswa melaksanakan kegiatan. Diidentifikasikan ada tiga macam struktur pencapaian tujuan yaitu:

a) Kooperatif, dimana orientasi tujuan masing-masing siswa turut membantu pencapaian tujuan siswa lain.

b) Kompetitif, dimana upaya siswa untuk mencapai tujuan akan menghalangi siswa lain dalam pencapaian tujuan.

19

Muslimin Ibrohim, loc. cit.

20

Widyantini, “Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika


(30)

c) Individualistik, dimana upaya siswa untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut.21

Berdasarkan pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif menciptakan situasi dimana satu-satunya cara agar tujuan tiap anggota kelompok tercapai adalah jika kelompok tersebut berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, anggota kelompok harus membantu teman sekelompoknya dalam hal apa saja yang dapat membuat kelompok berhasil, dan lebih penting mendorong teman kelompoknya untuk berusaha secara maksimal. Dengan kata lain penghargaan kepada kelompok berdasarkan pada kemampuan kelompok dalam menciptakan struktur penghargaan antar perorangan sedemikian rupa sehingga anggota kelompok akan saling member penguatan sosial sebagai respon terhadap upaya-upaya pengerjaan tugas teman sekelompoknya.

2. Teori kognitif a) Teori Perkembangan

Asumsi dasar teori perkembangan adalah interaksi siswa diantara tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.22 Vygotsky mendefinisikan Zone of Proximal Development sebagai jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu.

b) Teori Elaborasi kognitif

Teori ini mempunyai pandangan yang berbeda. Penelitian dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa supaya informasi dapat disimpan di dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada dalam memori itu, maka siswa harus terlibat dalam kegiatan restruktur atau elaborasi kognitif atas suatu materi.

Terdapat enam langkah dalam pembelajaran kooperatif yang dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini:

21

Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey: Prentice Hall, 1995).

22


(31)

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif.23

Langkah Indikator Tingkah Laku

1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi yang akan dicapai serta memotivasi siswa

2 Menyampaikan

informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa

3 Mengorganisasikan

siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menginformasikan pengelompokan siswa

4 Membimbing kelompok

belajar

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi pembelajaran yang telah dilaksanakan

6 Memberikan

penghargaan

Guru memberikan penghargaan secara individual dan kelompok

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Metode TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri tiga sampai lima siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam TGT ini digunakan turnamen akademik, dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil

23

Widyantini, “Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika


(32)

atau prestasi serupa pada waktu lalu. Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan kelompok.24

a. Penyajian Materi Pembelajaran

Dalam TGT, materi mula-mula dalam penyajian materi pembelajaran. Siswa harus memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok.

b. Kelompok Belajar

Kelompok Belajar dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau materi lain. Seringkali dalam pembelajaran tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman sekelompok membuat kesalahan. Pada anggota kelompok ditekankan untuk menjadi yang terbaik bagi timnya dan tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberikan dukungan untuk pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan perhatian, saling menguntungkan dan respek penting sebagai dampak hubungan intergroup, harga diri dan penerimaan dari siswa sekelompok.

c. Permainan (Game)

Permainan dalam TGT disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi dan latihan tim. Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja, dan masing-masing siswa mewakili tim yang berbeda yang dipilih secara acak. Kebanyakan game berupa sejumlah pertanyaan bernomor pada lembar-lembar khusus. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan yang bersesuaian dengan nomor tersebut.

24

Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey: Prentice Hall, 1995).


(33)

d. Pertandingan (Turnamen)

Pertandingan (Turnamen) merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1, guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang sama ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang lalu memberi kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik. Setelah turnamen satu, siswa pindah meja tergantung pada hasil mereka dalam turnamen satu. Pemenang satu pada tiap meja ditempatkan ke meja berikutnya yang setingkat lebih tinggi, misal dari 5 ke 6. pemenang kedua pada meja yang sama, dan yang kalah diturunkan ke meja di bawahnya. Dengan cara ini, jika siswa salah ditempatkan pada mulanya, mereka akan naik atau turun sampai mereka mencapai tingkat yang sesuai.

Gambar 2.1 Skema pertandingan atau turnamen TGT

Keterangan:

A1,B1,C1 = Siswa berkemampuan tinggi

A (2,3,4) B (2,3,4) C (2,3,4) = Siswa berkemampuan sedang

A5,B5,C5 = Siswa berkemampuan rendah

TT1,TT2,TT3,TT4,TT5 = Tournament Table (1,2,3,4,5)

Dalam turnamen setelah terbentuk kelompok kemudian dilakukan suatu permainan dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang didesain dalam sebuah soal untuk dijawab setiap siswa dalam kelompoknya. Tiap siswa dalam

A1 A2 A3 A4 A5

TT1 TT2 TT3 TT4 TT5


(34)

kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda, setelah itu diadakan tahap selanjutnya (kompetisi dilakukan secara individu). Pembagian kelompok kompetisi ini diperoleh berdasarkan skor yang diperoleh siswa pada soal permainan sebelumnya.

e. Penghargaan Individual dan Kelompok

Kelompok dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu. Penghargaan yang diberikan kepada kelompok adalah dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.2. Kriteria Penghargaan Kelompok

Skor rata-rata tim Penghargaan

15 good team

20 great team

25 supergreat team

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan sebuah pendekatan yang baik untuk guru yang baru memulai penerapan pembelajaran kooperatif dalam kelas. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima komponen penting yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor perkembangan dan penghargaan kelompok.25

a. Penyajian kelas

Setiap awal pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan dan latihan terbimbing di keseluruhan pembelajaran, penekanan dalam penyajian materi pelajaran adalah hal-hal sebagai berikut:

25

Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey: Prentice Hall, 1995).


(35)

1) Pembukaan

a) Menyatakan pada siswa apa yang akan mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara yang lain. b) Menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau

merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut.

c) Mengulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak.

2) Pengembangan

a) Mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari oleh siswa dalam kelompok.

b) Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami makna bukan hapalan.

c) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.

d) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah.

e) Beralih pada konsep yang lain, jika siswa telah memahami pokok masalahnya.

3) Latihan terbimbing

a) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan. b) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal.

Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin.

c) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik.

b. Belajar Kelompok

Kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang bervariasi dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan etnis. Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman


(36)

satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan dan untuk mengevaluasi diri dan teman satu kelompok. Pada saat pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif, guru perlu mengamati kegiatan pembelajaran secara seksama. Guru juga perlu memberi bantuan dengan cara memperjelas perintah, mereview konsep, atau menjawab pertanyaan.

c. Kuis

Setelah satu atau dua periode pengajaran dan satu sampai dua periode latihan tim, siswa mengikuti kuis secara individu. Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.

d. Skor perkembangan

Setelah diberi kuis, hasil kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Ide yang melatar belakangi skor perkembangan ini adalah memberi prestasi yang harus dicapai siswa jika ia bekerja keras dan mencapai hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Siapapun dapat memberi kontribusi skor maksimal dalam sistem skor ini, tapi tidak siapapun bisa kecuali mereka yang bekerja dengan baik. Masing-masing siswa diberi skor dasar yang berasal dari rata-rata skor yang lalu pada kuis yang serupa. Siswa lalu mendapat poin untuk timnya berdasar pada kenaikan skor kuis mereka dari skor dasarnya.

Cara menentukan skor perkembangan setiap individu sebagai berikut: Tabel 2.3. Kriteria Skor Perkembangan

Kriteria Point

lebih dari 10 point di bawah skor dasar 5

10-1 point di bawah skor dasar 10

skor dasar sampai 10 point di atas skor

dasar 20

lebih dari 10 point di atas skor dasar 30


(37)

e. Penghargaan kelompok

Tim mungkin mendapat sertifikat atau penghargaan lain jika rata-rata skor melebihi kriteria tertentu. Adapun kriteria penghargaan kelompok sama dengan kriteria penghargaan kelompok pada metode TGT.

6. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Dalam proses pengajaran, belajar merupakan komponen yang memegang peranan penting, sehingga setiap pengajar harus memahami dengan baik mengenai proses belajar, agar dapat memberikan bimbingan yang tepat bagi siswa. Belajar dapat ditinjau dari dua segi yaitu belajar sebagai proses dan belajar sebagai hasil. Belajar sebagai proses dapat diartikan sebagai upaya wajar melalui penyesuaian tingkah laku, sedangkan belajar sebagai hasil adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh dari kegiatan belajar.26

Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman.27 Proses perubahan ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang sengaja direncanakan dan ada yang dengan sendirinya terjadi karena proses kematangan. Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan tingkah laku ini disebut dengan proses belajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar.

Menurut para penganut teori behavioristik, diantaranya Skiner, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif, yang akan mendatangkan hasil optimal apabila diberi penguatan (reinforcer). Sedangkan menurut teori konstruktivisme, belajar merupakan suatu perubahan proses mengkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami siswa sebagai hasil interaksi dengan

26

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet. Ke-21, h. 84.

27


(38)

lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka peroleh sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya. 28

Morgan dalam Purwanto mengemukakan bahwa ”Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.29

Mencermati beberapa pendapat tersebut diatas dalam definisi belajar mengandung tiga tema utama yaitu adanya proses, perubahan tingkah laku dan pengalamam. Proses disini berarti adanya kegiatan pembelajaran yang dapat terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas dengan bantuan guru atau tanpa guru. Proses ini nantinya yang akan menentukan kualitas belajar siswa.

Belajar juga ditandai oleh adanya perubahan tingkah laku, dapat juga berupa perubahan pengetahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dengan mengetahui seberapa besar perubahan tingkah laku yang telah terjadi maka guru dapat menentukan apakah materi yang diajarkan akan diulang atau diteruskan. Ciri terjadinya kegiatan belajar yang lain adalah adanya pengalaman. Pengalaman ini adalah yang akan menjadi input dan sebagai masukan kepada siswa.

Hal senada disampaikan Purwanto terdapat beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu:

1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku

2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman

3) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap

4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.30

Dari pengertian belajar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilandasi dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti bertambah pengetahuan dan pemahamannya, berubah sikap dan tingkah laku,

28

Ibid, h. 218.

29

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), cet. Ke-21, h. 84.

30


(39)

keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, serta lain-lain aspek yang ada pada individu. Bukti seseorang telah melakukan kegiatan belajar adalah adanya perubahan tingkah laku yang tidak hanya aspek kognisi saja tetapi aspek afeksi dan psikomotor juga harus nampak pada orang tersebut, yang sebelumnya tidak ada atau kurang menjadi ada/bertambah.

Hasil belajar merupakan peristiwa yang bersifat internal dalam arti sesuatu yang terjadi didiri seseorang. Peristiwa tersebut dimulai dari adanya perubahan kognitif atau pengetahuan untuk kemudian berpengaruh pada prilaku. Dan prilaku belajar seseorang yang dipelajari dapat diketahui melalui tes yang pada akhirnya memunculkan nilai belajar dalam bentuk riil atau non riil.

Hasil belajar menurut Gagne seperti yang dikutip oleh Slameto, dapat dikaitkan dengan terjadinya perubahan kepandaian, atau tahap. Hasil belajar yang bertahap itu diwujudkan dalam lima kemampuan, yaitu: kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, kemampuan motorik, dan sikap.

Bloom membuat klasifikasi tingkah laku siswa sebagai hasil belajar, yaitu: 1) Ranah Kognitif (Penguasaan Materi)

Hasil belajar ranah kognitif berorientasi kepada kemampuan berpikir, mencakup kemampuan yang lebih sederhana sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah. Ranah kognitif meliputi jenjang hafalan/ingatan (C1),

pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6)

2) Ranah Afektif (Normatif)

Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah ini meliputi jenjang penerimaan (receiving), responsi (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan pembentukan karakter (characterization).

3) Ranah Psikomotorik (Aplikatif)

Hasil belajar ranah psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Ranah ini meliputi jenjang persepsi


(40)

(perseption), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian pola gerakan (adaption), kreatifitas/keaslian (creativity/origination).31

Hasil belajar afektif dan psikomotor ada yang tampak pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan ada pula yang baru tampak kemudian (setelah pengajaran diberikan) dalam praktek kehidupannya di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Itu sebabnya hasil belajar afektif dan psikomotor sifatnya lebih luas, lebih sulit dipantau namun meliki nilai yang sangat berarti bagi kehidupan siswa sebab dapat secara langsung mempengaruhi perilakunya.

Ketiga hasil belajar dalam perilaku siswa tidak berdiri sendiri atau lepas satu sama lain, tetapi merupakan satu kesatuan. Pengelompokkan kedalam tiga ranah bertujuan membantu usaha untuk menguraikan secara jelas dan spesifik hasil belajar yang diharapkan.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung wajar. Kadang-kadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat kadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian diantara kenyataan yang sering kita jumpa pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar mengajar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak sekali jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.32

Hasil belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor-faktor intelegensi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan

31

Ahmad Sofyan, et.al., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 14-24.

32

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mampengaruhinya, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003) Cet. Ke-4, h. 54


(41)

demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin prestasi yang tinggi atau keberhasilan dalam belajar.

Purwanto pun membagi faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar menjadi dua, yaitu:

1) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, dan

2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.33

Jadi, secara umum, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini penulis akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan kedua faktor tersebut. 1) Faktor Internal

Faktor Internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang dalam hal ini dalam diri siswa. Faktor ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Faktor Fisiologis

Faktor ini ditinjau berdasarkan keadaan jasmani. Jasmani yang sehat akan berbeda pengaruhnya terhadap belajar dibandingkan dengan jasmani yang kurang sehat. Kondisi fisiologi siswa terdiri atas kondisi kesehatan dan kebugaran fisik serta kondisi panca inderanya, terutama sekali indera penglihatan dan pendengaran.

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar.34

b) Faktor Psikologis

Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya

33

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-21, h. 102

34

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 24


(42)

masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motifasi, dan kognitif dan daya nalar.35

Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi belajar menyebutkan, yang termasuk ke dalam faktor psikologis diantaranya adalah: tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.36 Apabila seseorang memiliki motivasi, minat, dan bakat maka ia akan terpacu untuk terus belajar. Dengan kata lain ia memiliki semangat yang luar biasa untuk terus belajar. Akan tetapi sebaliknya apabila keadaan individunya seperti kurang sehat, gangguan pada inderanya, dan lain-lain, maka hal tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi kegiatan belajarnya.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini terdiri dari faktor-faktor Lingkungan dan faktor-faktor Intsrumental.37

a) Faktor-Faktor Lingkungan (1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial ini dapat kita rinci menjadi lingkungan sosial sekolah dan lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seseorang baik positif maupun negatif. Misalnya, guru yang menunjukan sikap dan prilaku yang simpati maka hal itu akan menjadi daya dorong positif bagi kegiatan belajar siswa. Kemudian lingkungam sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa tersebut di luar pendidikan formal. Namun lingkungan sosial yang paling banyak berpengaruh pada siswa adalah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.38

35

Ibid, h. 26

36

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. 3, h.133

37

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 59

38

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, h. 132-138.


(43)

Seringkali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis di depan kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar.39

(2) Lingkungan Non Sosial

Lingkungan non sosial yang dimaksud adalah hal-hal yang dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa yang tak terhitung jumlahnya misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), gedung sekolah dan letaknya, alat-alat sekolah yang digunakan siswa untuk belajar, tempat tinggal siswa dan letak tempat tinggal tersebut.40

3) Faktor-Faktor Instrumental

Faktor Instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, guru, dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.41

Dengan mengetahui adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, karena hakikat perbuatan belajar adalah perbuatan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi, maka siswa harus berusaha mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk dapat mencapainya.

Selama proses belajar mengajar berlangsung, terjadilah interaksi antara guru dan siswa, namun interaksi ini bercirikan khusus, karena siswa menghadapi tugas belajar dan guru harus mendampingi siswa dalam belajarnya.42

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar yang bermakna bagi dirinya sendiri akan lebih lama bertahan, membentuk sikap kepribadian yang

39

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2008), Cet I, h. 32

40

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), Cet. 11, h.232

41

Alisuf Sabri, op.cit., h. 59

42


(44)

baik, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain yang mampu mengembangkan kreativitasnya, dengan demikian siswa akan lebih giat dalam belajar. Hal ini akan membuat hasil belajar yang peroleh siswa akan semakin tinggi. Artinya semakin tinggi kemauan belajar siswa, maka akan semakin tinggi pula hasil belajar yang akan diperoleh oleh siswa tersebut.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Ada beberapa hal pokok dalam belajar antara lain:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.

c. Belajar merupakan perubahan yang relatif mantap.

d. Tingkah laku yang dialami karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik psikis maupun fisik seperti perubahan dalam pengertian pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap.

Belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.43

Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Gagne membagi tiga macam hasil belajar yakni:

a. Ketrampilan dan kebiasaan

b. Pengetahuan dan pengertian

43

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 2


(45)

c. Sikap dan cita-cita.

Bloom mengklasifikasikan hasil belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif: Berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Afektif: Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi.

c. Ranah Psikomotorik: Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan

kemampuan bertindak.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah nilai yang dicapai seseorang dengan kemampuan maksimal.

Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar individu yang belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:44

1) Faktor dalam, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar. Faktor dalam ini meliputi:

a) Kondisi fisiologis, misalnya: keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak cacat, dan lain-lain.

b) Kondisi psikologis, misalnya: kecerdasan, bakat, minat, dan emosi. 2) Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar.

a) Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial. b) Faktor instrumental, yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang

sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental itu antara lain: kurikulum, program pengajaran, sarana dan fasilitas, guru / tenaga pengajar.

Ibrahim menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individu atau kompetitif. Peningkatan belajar tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran atau aktivitas belajar.45

44

Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2003), h. 30.

45

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif (Surabaya: UNNESA University Press, 2000), h. 6.


(46)

B. Konsep Perpindahan Kalor

Kalor berpindah dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah. Ada tida macam cara perpindahan kalor, yaitu:46

1. Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor yang tidak disertai perpindahan atom-atom di dalam penghantar. Misalnya pada batang besi yang ujungnya dipanaskan, kalor akan mengalir sampai ke ujung lainnya. Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua proses berikut:

a. Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel-partikel pada ujung zat tersebut bergetar lebih cepat dan suhunya naik, atau energi kinetiknya bertambah. Partikel-partikel yang energi kinetiknya lebih besar ini memberikan sebagian energi kinetiknya kepada partikel-partikel tetangganya melalui tumbukan, sehingga partikel-partikel ini mempunyai energi kinetik lebih besar. Selanjutnya partikel-partikel ini memberikan sebagian energi kinetiknya ke partikel-partikel tetangga berikutnya. Proses perpindahan kalor ini berlangsung lambat karena untuk memindahkan lebih banyak kalor diperlukan beda suhu yang tinggi diantara kedua ujungnya.

b. Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas adalah elektron yang dengan mudah dapat berpindah dari satu atom ke atom yang lain. Di tempat yang dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena elektron bebas mudah berpindah, pertambahan energi ini dapat dengan cepat diberikan kepada elektron-elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini kalor berpindah lebih cepat, oleh karena itu logam tergolong konduktor yang sangat baik.47

Jika panjang penghantar adalah L, luas penampangnya adalah A, dan selisih suhu kedua ujungnya adalah T, maka jumlah kalor (H) yang mengalir dalam benda dapat dirumuskan:

46

Marthen Kanginan, “Fisika untuk SMA Kelas X Berdasarkan Standar Isi 2006” (Jakarta: Erlangga, 2009) h. 251

47


(47)

Dengan H=Q/t adalah jumlah kalor yang mengalir per satuan waktu dan k adalah koefisien konduksi termal. Berikut disajikan tabel 2.4 Konduktivitas termal berbagai zat:48

Tabel 2.4 Konduktivitas Termal

No Nama Zat Konduktivitas

1 Alumunium 205

2 Perunggu 109

3 Tembaga 385

4 Besi dan Baja 50

5 Perak 406

6 Lemak Tubuh 0,17

7 Batu Bata 0,6

8 Beton dan Kaca 0,8

9 Es 1,6

10 Air 0,6

11 Kayu (Pinus) 0,13

12 Gabus dan Serat Kaca 0,04

13 Bulu Halus 0,02

14 Hidrogen 0,13

15 Udara 0,024

2. Konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi hanya terjadi pada zat cair dan gas saja, karena partikel-partikelnya dapat bergerak bebas. Perpindahan kalor secara konveksi merupakan perpindahan kalor yang disertai perpindahan partikel.49

48

Alexander San Lohat, “Perpindahan Kalor Edisi Kedua, untuk SMA Kelas X (Telah

disesuaikan dengan KTSP)” (Jakarta: Seri Buku Guru Muda, 2009) h. 8

49

Purwoko dan Fendi, “Physics For Senior High School Year X” (Jakarta: Yudistira, 2010) h. 202


(48)

Terdapat dua jenis konveksi yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiah terjadi pada fluida dimana pergerakan fluida terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) memuai dan massa jenisnya menjadi lebih kecil sehingga bergerak keatas. Sedangkan dalam konveksi paksa fluida yang telah dipanasi langsung diiarahkan ke tempat tujuannya oleh sebuah peniup (blower) atau pompa. Contoh konveksi paksa adalah pada sistem pendingin mobil, dimana air diedarkan di dalam pipa-pipa air oleh bantuan sebuah pompa air (water pump). Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air menuju radiator. Di dalam sirip-sirip radiator ini air hangat didinginkan oleh udara. Air yang dingin kembali menuju pipa-pipa air yang bersentuhan dengan blok-blok mesin untuk mengulang siklus berikutnya.

Perlu diketahui bahwa radiator berfungsi sebagai penukar kalor (heat exchange). Jadi fungsi radiator adalah menjaga suhu mesin agar tidak melampaui batas desain, sehingga mesin tidak rusak karena pemanasan lebih.

Laju kalor Q/t ketika sebuah benda panas memindahkan kalor ke fluida sekitarnya secara konveksi adalah sebanding dengan luas permukaan benda A yang bersentuhan dengan fluida dan beda suhu T diantara benda dan fluida. Secara matematis dirumuskan:

Dengan h adalah koefisien konveksi yang nilainya bergantung pada bentuk dan kedudukan permukaan.50

3. Radiasi

Perpindahan kalor secara radiasi tidak memerlukan medium. Misalnya pancaran panas matahari yang sampai di bumi melalui ruang angkasa yang hampa udara, ternyata panasnya masih dapat kita rasakan. Perpindahan kalor dapat

50

Marthen Kanginan, “Fisika untuk SMA Kelas X Berdasarkan Standar Isi 2006” (Jakarta: Erlangga, 2009) h. 255


(49)

melalui ruang hampa udara karena energi kalor dibawa dalam bentuk gelombang elektromagnetik.51

Beberapa permukaan zat menyerap kalor radiasi lebih baik daripada permukaan zat lainnya. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa:

a. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik sekaligus sebagai pemancar kalor yang baik.

b. Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi yang buruk sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk pula.

c. Jika didinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang, permukaan (dinding) harus dilapisi suatu bahan agar mengkilap (misalnya dilapisi dengan perak)

Radiasi kalor merupakan bentuk pemancaran energi. Joseph Stefan telah mengadakan penelitian tentang radiasi kalor pada benda dan akhirnya menemukan rumus:

Dengan:

W = daya radiasi yang dipancarkan (watt) A = luas permukaan (m2)

e = emisivitas benda (0 < e ≤ 1)

σ = 5,67 x 10-8 watt/m2.K4 = konstanta Stefan-Boltzman T = suhu mutlak (K)

Emisivitas benda (e) menunjukkan besar energi radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan energi radiasi benda hitam sempurna. Benda yang berwarna hitam sempurna mempunyai e = 1 dan benda semacam ini merupakan pemancar sekaligus penyerap kalor yang paling baik.52

51

Purwoko dan Fendi, “Physics For Senior High School Year X” (Jakarta: Yudistira, 2010) h. 203

52

Alexander San Lohat, “Perpindahan Kalor Edisi Kedua, untuk SMA Kelas X (Telah


(50)

C. Penelitian yang Relevan

Azka, “Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw II Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II semester 1 SMP N 10 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005” menyimpulkan bahwa siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe STAD mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.53

Diyanto, “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Melalui Tipe TGT (Teams Games Tournaments) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII-6 MTs. Filial Al Iman Adiwerna Tegal Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat” menerangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas VII-6 MTs. Filial Al Iman Adiwerna Tegal pada pokok bahasan bilangan bulat meningkat.54

Setianingsih, “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007” yang menerangkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ekspositori.55

Parendrarti, “Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams-Games-Tournament) dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009” yang menyatakan bahwa aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT

53

Fullu Azka, Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw II Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II semester 1 SMP N 10 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005, UNNES, 2005, h. 62.

54

Diyanto, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Melalui Tipe TGT (Teams Games Tournaments) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII6 MTs. Filial Al Iman Adiwerna Tegal Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat,UNNES, 2006, h. 40.

55

Hesti Setianingsih, Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007, UNNES, 2007, h. 59.


(51)

(Teams-Games-Tournament) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi.56

Kurniasari, “Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode TGT (Teams Games Tournaments) dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon” yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kimia pokok bahasan Hidrokarbon dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif Tipe TGT dan STAD pada siswa kelas X semester II SMA N 1 Ungaran tahun pelajaran 2005/2006 dan metode TGT memberikan hasil yang lebih baik. 57

D. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir

Salah satu implikasi teori belajar kontruktivis dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui

56

Restika Parendrarti, Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009, UNNES, 2009, h. 76

57

Ani Kurniasari,Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode TGT (teams games Tournaments) dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon , UNNES, 2006, abstraksi

Guru

Eksperimen I Eksperimen II

Metode TGT Metode STAD

Posttest


(52)

diskusi akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan dalam situasi pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.

Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Penelitian pembelajaran kooperatif juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap siswa dengan yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan hasil belajar rendah antara lain rendah dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan hasil belajar, retensi atau penyimpanan materi pelajaran lebih lama. Dalam kelas kooperatif siswa akan berusaha keras untuk hadir dalam kelas dengan teratur, berusaha keras membantu dan mendorong semangat teman-teman sekelas untuk sama-sama berhasil.

Pada bidang studi yang melibatkan beberapa keterampilan dan menyelesaikan masalah akan lebih tepat jika dikerjakan secara kelompok kerjasama dari pada secara kompetisi dan individu. Di dalam kerja kelompok secara tidak disadari akan terjadi suatu interaksi yang dapat meningkatkan status sosial masing-masing individu. Kelompok kerjasama antar teman sebaya menjadikan proses pembelajaran benar-benar dinikmati oleh siswa, karena interaksi kelompok dapat menimbulkan kebutuhan saling memiliki. Interaksi-interaksi sosial dalam kelompok secara otomatis akan meningkatkan status sosial siswa dalam kelas. Siswa dalam kelompok akan berusaha mendorong teman-teman sekelasnya supaya berhasil dalam pembelajaran, sehingga terjadi interaksi yang positif antara metode pembelajarn yang digunakan dengan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa.

Dengan demikian diduga terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan metode TGT (Teams Games Tourrnament) dan siswa yang diberi pembelajaran dengan metode STAD (Students Teams Achievement Division) terhadap hasil belajar fisika siswa.


(53)

E. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di atas, diduga terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi pembelajaran dengan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan siswa yang diberi pembelajaran dengan metode Student Teams Achievement Division (STAD). Oleh karena itu, maka hipotesis yang digunakan adalah terdapat perbedaan hasil belajar fisika pada Konsep Perpindahan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Division (STAD).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Heru Siswoko lahir di Jakarta pada tanggal 20 April 1986, anak pertama dari tiga saudara dari pasangan Bapak Sasmoko dan Ibu Sri Herawati. Saat ini tinggal di Jl. Sirsak Rt.01 Rw.02 No.73 Jagakarsa Jakarta Selatan 12620.

Menamatkan pendidikan dasar di SDN 05 Pagi Jagakarsa pada tahun 1998, lalu melanjutkan di SMPN 175 Kebagusan dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMA Kemala Bhayangkari 1 Pasar Minggu Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2004. Dan menamatkan S1 (Sarjana Pendidikan) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Fisika.


Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan mengoptimalkan gaya belajar melalui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) penelitian tindakan kelas di MAN 11 Jakarta

0 27 232

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

The effectiveness of using student teams achievement division (stad) technique in teaching direct and indirect speech of statement (A quasi experimental study at the eleventh grade of Jam'iyyah Islamiyyah Islamic Senior high scholl Cege)

3 5 90

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

Komparasi Hasil Belajar Antara Siswa yang Diberi Metode TGT (Teams Games Tournament) dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon.

0 0 1