Tugas Ringkasan Materi Kelompok 5 Kelas

Tugas Ringkasan Materi
Kelompok 5
Kelas 4 A1 (Pagi)
AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH 2

(Pengakuan Pendapatan)

Disusun oleh:





Rika Ramadhani
Nani Septiyanti
Ayu Mandira

: 216. 02. 0021
: 216. 02. 0023
: 216. 02. 0024


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MUSI RAWAS
KOTA LUBUKLINGGAU
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun tugas ringkasan materi yang berjudul “Pengakuan
Pendapatan”.
Tugas ini disusun untuk memenuhi syarat salah satu tugas Akuntansi Keuangan Menengah 2.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Yuli Nurhayati SE., Ak., M.Si selaku dosen pembimbing.
2. Rekan- rekan yang selalu mendukung dan membantu ikut serta dalam pembuatan makalah ini.
Kiranya tugas ini bisa memenuhi kebutuhan dosen dan mahasiswa sebagai bahan ajar mata kuliah
Akuntansi Keuangan Menengah 2. Meski begitu, kami sadar bahwa ringkasan ini perlu untuk terus
dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dikarenakan masih dalam tahap belajar. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun dari pembaca akan diterima dengan senang hati. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih atas perhatiannya.
Semoga ringkasan materi ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.


Lubuklinggau, April 2018

Tim Penulis

PENGAKUAN PENDAPATAN
(REVENUE RECOGNITION)
A. Definisi Pendapatan
Pengakuan pendapatan menjadi sangat penting dan krusial dalam mengukur
performa entitas. Dewan Standard Akuntansi Keuangan (DSAK) telah membuat
sebuah Pernyataan
pendapatan yang

Standard
tertuang

Akuntansi

dalam PSAK


Keuangan
23, PSAK

(PSAK)
23

ini

tentang
membahas

mengenai pendapatan yang diadopsi dari International Accounting Standard 18 (IAS
18).
Menurut PSAK 23, pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat
ekonomik yang timbul dari aktivitas ormal entitas selama suatu periode, jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.
Dengan pengertian diatas, maka perusahaan tidak boleh mencatat Pajak yang
dipotong dari pihak lain sebagai pendapatan walaupun pajak merupakan kas masuk ke
perusahaan. Disisi lain perusahaan yang bergerak sebagai agen (bukan orang yang

sebenarnya) dari sebuah transaksi tidak boleh mengakui kas yang masuk sebagai
pendapatannya, namun hanya mengakui komisi sebagai pendapatannya.
Misalkan seorang manajer investasi mengelola dana investor sebesar Rp 100
Juta dan mendapat return 10%, yaitu Rp 10 Juta rupiah. Sesuai kontrak perusahaan
investasi hanya menerima 20% dari return sebagai fee (komisi) maka perusahaan
membagi dua return 10% tadi. (1) 8 juta dianggap sebagai hutang kepada investor (2)
2 juta dianggap sebagai pendapatan komisi dari perusahaan investasi. Kesalahan
terjadi bila perusahaan mencatat Rp 10 juta sebagai pendapatan bagi perusahaan.
B. Prinsip Pengakuan Pendapatan
Permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah menentukan saat
pengakuan pendapatan. Pada prinsip pengakuan pendapatan (revenue recognation
principle),

umumnya

pendapatan

diakui

pada


saat:

1.

Pendapatan dianggap direalisasikan apabila barang dan jasa, barang dagangan, atau

harta lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas; Pendapatan dianggap dapat direalisasikan
apabila aktiva yang diterima dalam pertukaran segera dapat konversi (siap ditukar) menjadi
kas atau klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui;
2.

Pendapatan dianggap dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada

hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapat hak atas
manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu, yakni apabila proses menghasilkan laba telah
selesai atau sebenarnya telah selesai.

C. Sumber-sumber Pendapatan
Secara umum, perusahaan dapat memperoleh pendapatan (arus kas masuk) melalui 3 cara,

yaitu;
1.

Penjualan barang (termasuk barang dagangan dan aset spesifik)
Penjualan barang hanya dapat diakui apabila seluruh kriteria berikut terpenuhi, yaitu:

1.

Entitas sudah mentransfer seluruh resiko atas barang kepada pembeli

2.

Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan normal apabila barang tersebut masih
dimiliki oleh entitas. Dengan kata lain entitas tidak lagi memiliki pengendalian efektif atas
barang tersebut

3.

Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat dipertanggungjawabkan


4.

Kemungkinan besar manfaat ekonomik dari transaksi tersebut akan mengalir ke entitas

5.

Biaya-biaya yang terjadi terkait transaksi tersebut dapat diukur dengan andal atau
dapat dipertanggungjawabkan
Hal – hal diatas adalah syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah transaksi agar dapat diakui
sebagai pendapatan dari hasil penjualan barang.
Itu adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sebuah transaksi agar dapat diakui
sebagai pendapatan. Dengan demikian, maka transaksi-transaksi dibawah ini tidak boleh
diakui sebagai pendapatan;

Special Case 1: Penjualan Dengan Tenggat Refund/Tukar
PT MSI menjual barang 100 unit sepatu dengan harga 1 sepatu Rp 100 ribu, maka kas
masuk ke PT MSI adalah Rp 10 juta. Namun di kontrak tertulis bahwa barang dapat
direfund atau ditukar dengan barang baru seandainya tidak pas ukurannya atau rusak
dengan tenggat waktu selama 1 bulan. Bagaimana pencatatannya? Dikarenakan adanya
tenggat waktu tersebut, maka pendapatan tersebut baru dapat diakui ketika sudah lewat

dari waktu satu bulan. Hal ini dikarenakan adanya kontrak yang disebutkan di penjelasan
sebelumnya.
Pada saat pembeli melakukan ‘pembelian’ dan ada kas masuk, maka perusahaan mencatat
sebagai berikut
Kas Rp 10.000.000
Utang Usaha Rp 10.000.000
Mengapa pencatatannya dibuat demikian? Mengapa timbul hutang kepada pembeli?
Kenyataannya adalah demikian, karena berdasarkan kontrak bisa saja pembeli
merefund 100% barang tersebut, atau selama tenggat waktu bisa saja barang tersebut
rusak dan perusahaan wajib menggantinya.
Hal ini lumrah terutama dalam transaksi pembelian gadget dan laptop. “Garansi toko 3
hari ya pak, bu bila ada apa-apa bisa dibawa kembali kesini” adalah pernyataan yang
biasa keluar dari sang penjual toko. Atau bila kita membeli baju dan celana, bila
ukurannya tidak pas bisa dikembalikan dan ditukar ke toko tersebut. Bila model yang
kita pilih habis, maka biasanya kita memilih baju dengan model lain. Bila model lain
tersebut harganya lebih murah, kita tidak boleh meminta refund namun bila model lain
lebih mahal kita harus menambah biaya selisihnya.
Pada praktek bisnis hampir tidak ada toko yang mau merefund pembelian gadget atau
baju, namun secara akuntansi harus dicatat seperti itu. Contoh diatas adalah praktek di
usaha ritel dan kemungkinan akan berbeda pada dunia bisnis korporasi yang

transaksinya berdasarkan kontrak tertentu.

Ada dua faktor kenapa transaksi diatas tidak dapat diakui sebagai pendapatan;
1.

Resiko belum pindah ke entitas pembeli (masih bisa direfund atau tukar)

2.

Biaya yang terkait transaksi belum pasti (bila pembeli minta tukar ke barang lain,
maka harga pokok penjualan akan berubah. Sehingga harga pokok penjualan belum pasti
pada transaksi semacam ini)
Ketika satu bulan selanjutnya ternyata tidak ada komplain dari konsumen, barulah PT MSI
mencatat pendapatan dengan jurnal
Utang Usaha Rp 10.000.000
Pendapatan RP 10.000.000
COGS Rp 8.000.000 (misal)
Persediaan Rp 8.000.000
Jurnal ini untuk mencatat bahwa kontrak sudah terminate (expire) dan perusahaan
tidak lagi memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang ke konsumen.

Special Case 2: Penjualan barang Pre Order atau Down Payment
Contohnya jika perusahaan seringkali menerima pesanan dalam bentuk ijonan,
terutama di sektor peternakan dan perkebunan. Sewaktu jagung masih belum matang,
seorang tengkulak datang ke petani dan membeli semua jagung dengan harga tertentu
yang sudah ditentukan. Segera sang tengkulak membayar petani atas harga tersebut,
bisa 100% lunas atau downpayment. Pada saat ini, petani tidak boleh mencatat uang
tersebut sebagai pendapatan, namun sebagai hutang usaha. Sama seperti transaksi
penjualan yang boleh direfund diatas.
Contoh lainnya pada PT MSI, seorang costumer datang ke PT MSI dan ingin membeli
1.000 unit sepatu bola dengan harga Rp 200.000 per unit, maka pembeli membayar di
tempat sebesar Rp 200.000.000. padahal sepatu masih dalam proses produksi atau

bahkan belum diproduksi sama sekali. Pencatatannya sama seperti diatas, dimana
perusahaan mencatat;
Kas Rp 200.000.000
Utang Usaha Rp 200.000.000
Selanjutnya perusahaan melanjutkan produksi sepatu bola tersebut. Apabila setelah sepatu
bola berhasil diproduksi dan dikirim kepada pembeli, lalu berdasarkan kontrak memiliki
tenggat refund/tukar bila barang rusak atau cacat maka pencatatan masih belum berubah.
Pencatatan baru akan diakui sebagai pendapatan ketika tenggat waktu refund/tukar

terlampaui.

2.

Penjualan jasa
Bagaimana pengakuan atas pengerjaan jasa? Bukannya pengerjaan jasa jenisnya abstrak
dan tidak bisa diukur secara kasat mata. Berbeda dengan penjualan barang yang bisa
diukur dengan jelas, jika dalam perusahaan dagang maka kita dapat tahu apakah barang
sudah dibeli dan dikirim ke penjual, apakah kita masih memiliki kewajiban terkait barang
dengan konsumen, atau bahkan barang belum dibeli dan belum juga dikirim ke konsumen.
Sementara pada jasa, bila pengerjaannya memakan waktu melebihi satu periode (bulan
atau tahun) bagaimana mengakui pendapatannya? Apakah harus diakui setelah satu
pekerjaan selesai atau harus diakui setelah pekerjaan selesai semua? PSAK 23
mensyaratkan pengakuan pendapatan jasa dengan cara sebagai berikut:
Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi secara andal (dapat
dipertanggungjawabkan), maka pendapatan yang berhubungan dengan transaksi tersebut
diakui dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada akhir periode
pelaporan.
Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal (dapat dipertanggungjawabkan) jika seluruh
kondisi berikut terpenuhi:



Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal (dapat dipertanggungjawabkan)



Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut
akan mengalir ke entitas



Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat
diukur secara andal



Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur secara andal (dapat dipertanggungjawabkan)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa cara pengakuan penjualan jasa adalah menggunakan
penghitungan tingkat penyelesaian pekerjaan. Pada perusahaan konstruksi, hal ini lazim
dilakukan dan untuk kontrak konstruksi akan dibahas dalam PSAK sendiri yaitu PSAK 34
kontrak konstruksi. Pada kali ini, akan dibahas mengenai penjualan jasa secara umum
saja.
Biasanya dalam kontrak sudah menyebutkan nilai kontraknya dan perusahaan sudah
memiliki estimasi mengenai berapa biaya yang akan keluar terkait pekerjaan tersebut.
Sehingga ketika perusahaan ikut tender, atau ketika perusahaan ditawarkan proyek
tertentu perusahaan sudah memiliki estimasi berapa besarnya profit yang akan didapat.
Bagaimana cara mengukur tingkat penyelesaian? Ada 3 indikator yang dapat dipakai
untuk mengukur tingkat penyelesesaian yaitu;
1.

Survei langsung terhadap pekerjaan dan melihat secara fisik sudah sampai tahap mana
pekerjaan dilakukan

2.

Jasa yang sudah dilakukan hingga tanggal tertentu

3.

Proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi total biaya transaksi yang
bersangkutan
Jumlah penerimaan atas kontrak tidak bisa dijadikan patokan persentase penyelesaian
karena kurang menggambarkan keadaan sebenarnya. Disisi lain, karena penerimaan bisa
saja sangat tergantung dari klausul kontrak. Bisa 100% diawal dan lunas, bisa 100%

diakhir masa kontrak, bisa juga 50% awal dan 50% akhir, atau dibagi selama masa
kontrak.
Dari ketiga indikator ini, bila indikator pertama bisa digunakan maka indikator survei
langsung berdasarkan fisik pekerjaan yang harus dipakai. Bila indikator pertama ini tidak
dapat dijalankan, maka baru bisa beralih ke indikator kedua (jasa yang sudah diberikan)
dan ketiga (biaya terkait pekerjaan). Mengapa demikian? Karena pada praktiknya ada
beberapa pekerjaan yang tidak signifikan, signifikan, atau menjadi inti dari pekerjaan
tersebut dan dapat dilakukan segera di awal kontrak.
Sebagai contoh, PT MSI menerima pekerjaan untuk mendesain sepatu militer dari
pemerintah. Pekerjaan tersebut mencakup:
1.

Mencari bahan terbaik untuk sepatu tersebut

2.

Mencari bentuk terbaik dari sepatu agar sesuai dengan kebutuhan militer

3.

Mencari motif terbaik agar sepatu tidak mencolok
Nilai kontrak adalah sebesar Rp 1 Miliar dan dikerjakan selama 3 bulan, yaitu November
2015, Desember 2015, dan Januari 2017 . Pemerintah membayar sebesar 30% dari nilai
kontrak di awal penugasan dan 70% bila pekerjaan sudah selesai. Maka, PT MSI
menjurnal sebagai berikut
Kas Rp 300.000.000
Utang Usaha Rp 300.000.000
Kondisi 1: pekerjaan selesai di bulan pertama masih dibawah 30% (tingkat
penyelesaian masih dibawah DP). Saat bulan november, pekerjaan ternyata baru
selesai 25% saja. Maka perusahaan menjurnal sebagai berikut:
Utang usaha Rp 250.000.000
Pendapatan usaha Rp 250.000.000

Dengan demikian, maka perusahaan masih memiliki saldo hutang usaha sebesar Rp
50.000.000 yang berasal dari selisih DP 30% sementara yang selesai baru 25% saja.
Pendapatan hanya diakui sesuai dengan tingkat penyelesaian.
Kondisi 2: pekerjaan selesai sudah diatas DP atau pembayaran yang sudah diterima.
Saat bulan Desember, perusahaan sudah menyelesaikan 50% dari pekerjaan maka
perusahaan menjurnal sebagai berikut
Utang usaha Rp 50.000.000
Piutang usaha Rp 200.000.000
Pendapatan usaha Rp 250.000.000
Dengan jurnal diatas, maka perusahaan sudah merubah posisi dari yang tadinya
‘berhutang’ (karena DP lebih tinggi dari pekerjaan yang sudah selesai) menjadi
memiliki piutang (karena pekerjaan sudah selesai melebihi DP).
Dengan demikian, maka pendapatan di November adalah Rp 250 juta dan Desember
juga Rp 250 juta (angka yang ada disini kebetulan bernilai sama). Besaran ini sesuai
dengan pekerjaan yang selesai, yaitu 25% di November dan 25% di Desember.
Sepanjang tahun 2016, maka pendapatan jasa PT MSI adalah Rp 500 juta, sesuai
dengan pekerjaan yang selesai sampai Desember yaitu sebesar 50% dari nilai kontrak
Rp 1 miliar. Pada tahun ini perusahaan sudah tidak memiliki hutang usaha yang
berasal dari saldo lagi, namun memiliki piutang usaha ke pemerintah sebesar Rp 200
juta yang berasal dari pekerjaan yang selesai 50% namun DP baru 30% saja. Piutang
sebesar 20% dari nilai kontrak Rp 1 miliar karena sebenarnya perusahaan sudah
berhak menerima pembayaran tersebut.
Lalu pada januari 2017, pekerjaan sudah selesai 100% PT MSI menjurnal sebagai
berikut
Piutang usaha Rp 500.000.000
Pendapatan jasa Rp 500.000.000

Besaran ini sesuai dengan penyelesaian pekerjaan dari sebelumnya di akhir tahun
(Desember) yang baru selesai 50% dan sekarang sudah selesai 50% lagi. Sehingga
perusahaan berhak atas pembayaran 50% sisanya. Dengan jurnal ini, maka akan
terlihat bahwa piutang usaha perusahaan adalah Rp 700 juta (Rp 200 Juta berasal dari
saldo tahun lalu, selisih DP dengan pekerjaan selesai, dan Rp 500 juta berasal dari
tahun ini). Jumlah ini sama dengan kontrak dimana 30% dibayar di awal sebagai DP
dan 70% dibayar setelah pekerjaan selesai. Saat pemerintah membayar sisa kontrak
sebesar Rp 700 juta, maka perusahaan menjurnal
Kas Rp 700.000.000
Piutang usaha Rp 700.000.000
Dengan pembayaran ini maka perusahaan sudah tidak memiliki piutang usaha
terhadap pemerintah lagi dan kontrak dinyatakan selesai.
3.

Bunga dan royalti (passive income)
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang
menghasilkan bunga, royalty, dan dividen harus diakui atas dasar :

1.

Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif

aktiva tersebut;
2.

Royalty harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang

relevan; dan
3.

Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai diakui bila hak pemegang saham

untuk

menerima

Pengakuan

atas

dasar

pembayaran
tersebut

ditetapkan.

dilakukan

bila

:

(1) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
diperoleh
(2)

perusahaan;
jumlah

pendapatan

dapat

dan
diukur

secara

andal.

Namun bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sebesar jumlah yang telah masuk
dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat ditagih, atau jumlah pemulihannya atau
pengembaliannya tidak lagi besar kemungkinan, diakui sebgai beban, dari pada penyesuaian
jumlah

pendapatan

yang

diakui

semula.

Semua pernyataan di atas mengurai sifat konseptual dari pendapatan dan merupakan dasar
akuntansi untuk transaksi pendapatan.

Dalam praktik-praktik pengakuan pendapatan,

adakalanya pendapatan diakui pada saat lain dalam proses menghasilkan laba, yang sebagian
besar diakibatkan oleh (1) keinginan untuk mengakui lebih awal (recognize earlier) jika
terdapat tingkat kepastian yang tinggi mengenai jumlah pendapatan yang dihasilkan dan (2)
keinginan untuk menangguhkan pengakuan pendapatan jika tingkat ketidakpastian mengenai
jumlah pendapatan atau biaya cukup tinggi, atau jiak penjulan bukan merupakan penyelesaian
yang substansial dari proses menghasilkan laba.
Terdapat 2 praktek yang umum dilakukan oleh perusahaan dalam membagi dividen
yaitu (1) besaran dividen minimal dari laba bersih ditentukan dalam AD/ART
perusahaan, misalkan minimal 25% dari laba bersih akan dibagikan sebagai dividen
tunai, atau (2) besaran dividen seluruhnya ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Walaupun ada klausul persentase minimal deviden, namun besaran
deviden tetap ditentukan oleh RUPS.
Skenario 1: dalam AD/ART ada ketentuan tentang besaran deviden.
PT MSI memiliki kepemilikan di PT Modern Fashion Universal (PT MFU, atau PT
anak) sebesar 75%. Tahun 2016 PT MFU mengumumkan laba bersih sebesar Rp
100.000.000.000 (100 miliar), sesuai AD/ART perusahaan, perusahaan harus membagi
minimal 25% dari laba bersih dalam bentuk dividen tunai. Maka PT MSI (perusahaan
induk) mencatat pada 31 desember 2016 pendapatan dari PT MFU sebesar Rp 18,75
Miliar ( total dividen tunai adalah Rp 25 Miliar dan PT MSI hanya berhak 75% atas
besaran tersebut) dengan jurnal
Piutang deviden Rp 18.750.000.000
Pendapatan Investasi Anak Rp 18.750.000.000
Dengan demikian, maka pada tanggal 31 Desember 2016 dan selama tahun 2016 akan
terlihat bahwa PT MSI mendapat penghasilan dari PT MFU sebesar Rp 18,75 miliar
dan menambah penghasilan pada periode tersebut.

Skenario 2; ada klausul minimal dividen di AD/ART namun ternyata dividen
dibayarkan lebih besar karena RUPS.
Pada tahun 2016, PT MFU sudah mengumumkan minimal deviden dibayarkan sebesar
Rp 25 miliar. Namun sesuai tata kelola korporasi, besaran deviden tetap ditentukan
secara final melalui RUPS. Pada RUPS, pemegang saham meminta PT MFU untuk
membayar 40% dari laba bersih, sehingga besaran dividen untuk seluruh pemegang
saham dulunya adalah Rp 25 miliar (25% dari 100 miliar) kini menjadi Rp 40 Miliar
(40% dari 100 miliar).
RUPS untuk tahun 2016, biasanya dilakukan pada awal tahun 2017, maka kenaikan
deviden ini baru akan diketahui oleh PT MFI pada 2017. Tadinya PT MFI berhak
sebesar Rp 18,75 Miliar (75% dari 25 miliar) sekarang menjadi sebesar Rp 30 Miliar
yaitu 75% dari RP 40 miliar. Ada selisih kenaikan dividen sebesar Rp 12,25 Miliar
untuk PT MFI. Sehingga setelah RUPS menyepakati kenaikan deviden PT MFI
menjurnal lagi sebagai berikut
Piutang deviden Rp 12.250.000.000
Pendapatan Investasi Anak Rp 12.250.000.000
atau bila PT MFU langsung membayar semua dividennya segera setelah RUPS maka
PT MSI mencatat dengan jurnal
Kas Rp 30.000.000.000
Piutang Deviden Rp 18.750.000.000
Pendapatan investasi anak Rp 12.250.000.000
Dengan demikian maka pendapatan investasi anak naik sebesar Rp 12,25 miliar.
Bagaimana dengan pengakuan pada 2016, bukankah sudah terlapor di laporan
keuangan PT MSI bahwa pendapatan dari PT MFU adalah sebesar Rp 18,75 Miliar?
Lalu mengapa pendapatan dividen naik menjadi Rp 30 Miliar? Kenaikan Rp 12.25
miliar akan diungkapkan dalam laporan keuangan tahun 2017 bila laporan keuangan
PT MSI sudah terbit. Bila laporan keuangan (audited) PT MSI belum terbit hingga

RUPS berlangsung, maka kenaikan ini bisa dimasukkan dalam subsequent event
(kejadian setelah tanggal neraca) di laporan keuangan bersangkutan.
Bisakah nilai deviden lebih kecil dari Rp 18,75 Miliar? Bila ada klausul persentase
minimal deviden maka tidak mungkin nilai deviden lebih kecil dari angka tersebut,
karena akan menyalahi AD/ART perusahaan.
Skenario 3; bila tidak ada klausul mengenai persentase minimal dividen oleh
Perusahaan anak.
Biasanya manajemen Perusahaan anak akan mengumumkan besaran dividen sesuai
kemauan manajemen. Besaran ini bisa dicatat sebagai piutang dividen pada
pendapatan dividen untuk tahun berjalan.
Disisi lain dividen yang dibagikan ini tentu bisa berubah pada RUPS dimana pada saat
RUPS berlangsung bisa saja kemauan manajemen bertentangan dengan pemegang
saham. Perlakuan yang sama dapat dilakukan atas pendapatan dividen ini, bila laporan
keuangan PT MSI belum terbit hingga tanggal RUPS maka akan dijelaskan
pada subsequent event dan dicatat pada nilai aktual pada laporan keuangan 2016.
Namun bila laporan keuangan tahun 2016 sudah terbit, maka kejadian akan dicatat dan
dijelaskan pada laporan keuangan 2017

4. Pengakuan

pendapatan

untuk

transaksi

a)

penjualan

khusus
Waralaba

Perusahaan waralaba memperoleh pendapatan dari sumber-sumber berikut, yaitu : (1)
dari penjualan waralaba awal dan aktiva atas jasa terakit; dan (2) dari iuran (fee)
berkesinambungan yang didasarkan pada pengoperasian waralaba. Franchisor adalah
pihak yang memberikan hak bisnis dalam waralaba, dan franchisee adalah pihak yang
megoperasikan

bisnis

warlaba.

Dalam perjanjian waralaba iuran awal dicatat sebagai pendapatan hanya bila dan
ketika franchisor melaksanakan pelaksanaan substansial jasa yang wajib ia laksanakan
dan penagihan iuran dapat dipastikan secara layak.

Iuran waralaba yang

berkesinambungan diakui sebagai pendapatan saat dihasilkan dan dapat ditagih dari
franchisee.

b)

Konsinyasi

Dalam perjanjian konsinyasi, Consignor (pabrikan) mengirim barang dagang kepada
Consignee (dealer) yang bertindak sebagai agen yang menerima barang dagang dan
setuju untuk menjual dan menjaga barang tersebut. Kas yang diterima dari pelanggan
dikirim kepada consignor setelah dikurangi komisi penjualan dan semua beban yang
dapat

dikenakan.

Pendapatan hanya diakui setelah consignor menerima pemberitahuan penjualan dan
pengiriman kas dari consignee.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

(2012).

Sistem

Akuntansi.

Diakses

1

Mei

2018.

http://sistem-

akuntansi1000.blogspot.co.id/2012/09/prinsip-pengakuan-pendapatan.html
Admin, Akuntansipedia. 2017. Pengakuan Pendapatan Berdasarkan PSAK 23. Diakses 1 Mei
2018. https://akuntansipedia.com/pengakuan-pendapatan-psak23/