PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MUHAMMAD IQBAL D

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
MUHAMMAD IQBAL DAN MUHAMMAD ALI JINNAH
SERTA TERBENTUKNYA NEGARA PAKISTAN

Makalah
Disampaikan Pada Seminar Kelas
Mata Kuliah Pemikiran Politik Islam Semester 3
Program Pascasarjana (S2)
Oleh :
N U R D I N

NIM. 80100213100

Dosen Pemandu :
Prof. Dr. H. Usman Jafar, M.Ag
Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Sejarah Islam yang telah berusia 15 abad lamanya telah dapat
dikategorikan ke dalam tiga periode Klasik hingga 1250, pertengahan (hingga
1800), modern 1800 hingga sekarang). Pekembangan pemikiran politik dan
ketatanegaraan pun dapat dibagi ke dalam periodesisasi seperti in. terdapat
perbedaan dan ciri khas pada masing-masing pemikiran dalam periode-periode
tersebut.
Pemikiran politik ketatanegaraan Islam pada masa klasik dan
pertengahan ditandai oleh pandangan mereka yang bersifat khalifah sentris.
Kepala Negara memeagang peranan penting dan terkesan memiliki kekuasaan
yang sangat luas. Rakyat dituntut untuk mematuhi kepala Negara, bahkan
dikalangan sebagian pemikir sunni terkadang sangat berlebihan. Biasa mereka
mencari legitimasi keistimewaan kepala Negara atas rakyatnya pada Alqur’an
dan hadis.
Pemikiran tersebut tentu tidak terlepas dari realitas historis dan setting
social politik umat Islam serta kecenderungan dan aktivitas tokoh-tokoh pemikir
politik tersebut. Selain itu, pemikiran para tokoh tersebut juga tidak bisa
dipisahkan dari kedekatan hubungan mereka dengan kekuasaan. Pemikirpemikir yang dekat dengan kekuasaan dan bahkan terlibat dalam setting

pemerintahan sebagai pelaku politik, biasanya cenderung sangat akomodatif
terhadap penguasa, walaupun kemungkinan juga tikih yang tidak terlibat dalam
kekuasaan politik tidak akan bersikap oposisi dan mengambil sikap akomodatif
pula. Namunsikap akomodatif mereka yang terlibat kekuasaan biasanya akan
lebih tegas daripada tokoh yang tidak ikut dalam proses pengambilan keputusan.

B. Rumusan Masalah
Dari latarabelakang masalah diatas, maka penulis menarik beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Biografi Singkat Muhammad Iqbal & Muhammad Ali Jinnah?
2. Bagaimana corak pemikiran politik dari kedua tokoh tersebut diatas?

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Singkat Muhammad Iqbal
Iqbal dilahirkan di Sialkot-India (suatu kota tua bersejarah di perbatasan
Punjab Barat dan Kashmir) pada tanggal 9 November 1877/ 2 Dzulqa'dah
1294.1 dan wafat pada tanggal 21 April 1938. Ia terlahir dari keluarga miskin,

tetapi berkat bantuan beasiswa yang diperlolehnya dari sekolah menengah dan
perguruan tinggi, ia mendapatkan pendidikan yang bagus. Setelah pendidikan
dasarnya selesai di Sialkot ia masuk Government College (sekolah tinggi
pemerintah) Lahore. Iqbal menjadi murid kesayangan dari Sir Thomas
Arnold. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan memperoleh beasiswa serta dua
medali emas karena baiknya bahasa inggris dan arab, dan pada tahun 1909 ia
mendapatkan gelar M.A dalam bidang filsafat.2
Ia lahir dari kalangan keluarga yang taat beribadah sehingga sejak masa
kecilnya telah mendapatkan bimbingan langsung dari sang ayah Syekh
Mohammad Noor dan Muhammad Rafiq kakeknya.3 Pendidikan dasar sampai
tingkat menengah ia selesaikan di Sialkot untuk kemudian melanjutkan ke
Perguruan Tinggi di Lahore, di Cambridge-Inggris dan terakhir di Munich-Jerman
dengan mengajukan tesis dengan judul The Development Of Metaphysics in
Persia. Sekembalinya dari Eropa tahun 1909 ia diangkat menjadi Guru Besar di
Lahore dan sempat menjadi pengacara.4
Akan tetapi, profesinya sebagai dosen tidak berlangsung lama, karena
pada tahun 1905, atas dorongan Arnold, Iqbal berangkat ke Eropa untuk
melanjutkan studi di Trinity College, Universitas Cambridge, London, sambil ikut
kursus advokasi di Lincoln Inn. Di lembaga ini ia banyak belajar pada James Wird
1


Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta, Gema
Insani, cet.1, 2006), h. 237
2
H.A Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung, Mizan
1998), Cet. III h.174. Lihat juga: Azzumardi Azra dan Syafi’i Ma’arif dalam Ensiklopedi Tokoh
Islam, h. 256. Lihat juga: Musthafa Muhammad Hilmi, Manhaj 'Ulama' al-Hadits wa as-Sunnah Fii
Ushuul ad-Diin, Kairo, Daar Ibn Jauzi, Cet. 1, 2005), h. 334. Lihat juga: Ensiklopedi
Umum, Penerbit Yayasan Kanisius, tahun 1977, hal. 473
3
Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta, Gema
Insani, cet.1, 2006), h. 237
4
Ensiklopedi Umum, (Penerbit Yayasan Kanisius, 1977), h. 473

3

dan JE. McTaggart, seorang neo-Hegelian. Juga sering diskusi dengan para
pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge, London dan Berlin.
Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua

semester di Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar
doctoris philosophy gradum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada Nopember
1907, dengan desertasi The Development of Metaphysics in Persia, di bawah
bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik ke London untuk meneruskan studi
hukum dan sempat masuk School of Political Science.5
B. Ide dan Pemikiran Pembaharuan Muhammad Iqbal
Setelah Iqbal menyelesaikan studinya di eropa, pada tahun 1908 ia
kembali ke Lahore, disana ia kembali menjadi dosen, sekaligus menjadi
pengacara, selain itu ia juga masuk ke arena politik, dan pada tahun 1930 ia
ditunjuk sebagai presiden Liga Muslimin yang berlangsung di Allahabad, yang
menelorkan gagasan untuk mendirikan negara Pakistan sebagai alternatif atas
persoalan antara masyarakat muslim dan Hindu. Selama di Lahore Iqbal juga
sering melakukan ceramah-ceramah di berbagai universitas di India. Dan sejak
itulah ide pembaharuannya terkait dengan kondisi Islam ia sampaikan6.
Suatu hal yang menarik tentang ide pemabaharuan iqbal ialah meskipun
ia memiliki latar belakang pendidikan eropa ia tidak berpendapat bahwa baratlah
yang harus dijadikan contoh, menurutnya yang harus diambil umat Islam dari
barat hanyalah ilmu pengetahuannya. Sementara kapitalisme dan imperialisme
barat ditentangnya, karena Barat menurutnya sangat dipengaruhi oleh
materialisme dan telah meninggalkan agama.7

Pemikiran Iqbal yang dikenal sebagai seorang filosof sekaligus penyair
perihal kondisi Islam mempunyai pengaruh yang luas terhadap gerakan
pembaharuan dalam Islam. Sebagaimana para pembaharu lain, Iqbal juga

5

Muhammad Iqbal, dkk, Pemikiran Politik Islam ; Dari Masa Klasik Hingga Indonesia
Kontemporer,
2010,
Ed.
Revisi,
h.
87

88.
Lihat
Juga
http://www.referensimakalah.com/2012/08/biografi-muhammad-Iqbal.html?m=1.
6
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003, cet. XIV)

lihat juga, Bilgrami, Iqbal Sekilas Tentang Hidup dan Pikiran-Pikirannya, terj. Djohan Effendi.
(Jakarta : Bulan Bintang, 1982).
7
Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, (Princeton : Princeton University Press,
1957), h. 117-118

4

beranggapan bahwa kemunduran umat Islam yang berlangsung sangat panjang
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah :8
Pertama, kebekuan dalam pemikiran umat Islam, hukum dalam Islam
telah bersifat statis, padahal menurutnya Hukum dalam Islam sebenarnya tidak
bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman,
dan pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
Kedua, anggapan kaum konservatif yang menganggap rasionalisme yang
dipelopori kaum mu’tazilah membawa kepada dis-intergrasi yang dapat
mengganggu kestabilan Islam sebagai kesatuan politik. Iqbal mengkritik
pendapat ini dengan menyatakan bahwa menurutnya Islam, pada hakikatnya
mengajarkan dinanisme, dan sangat menganjurkan pemakaian akal. Paham
dinamisme Islam yang ditonjolkan iqbal menjadikannya mendapat kedudukan

penting dalam pembaharuan di India.
Ketiga, Iqbal juga menyatakan bahwa hancurnya bagdad sebagai pusat
kemajuan pemikiran umat Islam di pertengahan abad ke-3 adalah faktor
dominan yang menyebabkan kemundura umat Islam, ia juga menyatakan bahwa
Zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf yang hanya mengharuskan
pemusatan perhatian kepada Tuhan dan apa yang berada dibalik alam materi
menjadikan umat Islam kurang mementingkan soal kemasyarakatan dalam Islam.
Oleh karena itu, iqbal dalam ceramahnya sering menganjurkan agar ditingkatkan
solidaritas antar umat dan persaudaraan Muslim untuk bisa melepaskan dari
jajahan asing, ide ini didukung oleh sebagian besar rakayat negerinya, baik umat
Islam maupun Hindu.
Akan tetapi, ide Iqbal terkait nasionalisme yang berupa solidaritas antar
agama mengalami perubahan, nasionalisme India yang mencakup Muslim dan
Hindu sangat bagus, tetapi sulit sekali untuk dapat diwujudkan, bahkan ia curiga
akan adanya konsep new-hinduisme dibalik “Nasionalisme” yang mendapat
dukungan dari umat Hindu. Menurut iqbal, di India terdapat dua umat besar, dan
dalam pelaksanaan demokrasi barat di India, kenyataan itu harus diperhatikan,
karena nasionalisme ala barat menurutnya akan melahirkan materialisme dan
atheisme yang dapat mengancam bagi peri kemanusiaan.Hal itu selain
disebabkan penolakan Iqbal terhadap ide-ide barat, juga dikarenakan adanya

tuntutan umat Islam untuk membentuk sebuah pemerintahan sendiri. Sehingga
8

Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan,1998, Ct.
3), h. lihat juga, Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah, Kurikulum/GBPP
1994, (Jakarta : Toha Putra Semarang, 2003), h. 182

5

kemudian terbentuklah pemerintahan Pakistan yang secara resmi merdeka pada
tahun 1947.
Terkait dengan berdirinya Pakistan, Iqbal adalah seorang tokoh politik
dan pembaharu yang memiliki peran besar bahkan disebut sebagai Bapak
Pakistan, karena sejak ia menjabat sebagai presiden Liga Muslimin, ia banyak
memaparkan tentang perlunya membentuk negara muslim, bahkan dalam pidato
kepresidenannya ia menyatakan bahwa terbentuknya negara muslim itulah yang
menjadi tujuan akhir umat Islam. Mukti Ali mengutip pidato kepresidenan
tersebut sebagai berikut:
“Saya ingin melihat Punjab, Propinsi Nort-West Frontier, Sindh dan
Baluchistan, bergabung menjadi satu negara. Berpemerintahan sendiri

dalam kerajaan Inggris atau diluar kerajaan Inggris, pembentukan negara
Muslim Barat laut India tampaknya mejadi tujuan akhir umat muslim,
paling tidak bagi umat Islam India Barat Laut”.9
Ide tentang Pembentukan negara muslim yang menjadi harapan
Muhammad Iqbal diteruskan dan diperjuangkan serta diwujudkan oleh
Muhammad Ali Jinnah dan baru terwujud 9 tahun setelah Iqbal meninggal pada
tahun 1938, yaitu pada tahun 1947.
C. Riwayat Singkat Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah lahir pada tanggal 25 desember 1876 di Karachi,
orang tuanya adalah seorang saudagar. Sejak kecil ia dikenal sebagai seorang
yang memiliki kecerdasan pikiran yang lebih dari pada teman-temannya, sehigga
teman ayahnya yang merupakan orang Inggris menganjurkan agar Jinnah
melanjutkan pendidikannya ke Inggris. Atas nasehat tersebut, pada umur 16
tahun ia berangkat ke Inggris untuk melanjutkan pendidikannya, dan baru
kembali ke India pada tahun 1896.10
Sepulang dari Inggris, Ali Jinnah memulai kariernya dengan menjadi
seorang advokat di Bombay. Pada tahun 1906, Ali Jinnah bergabung dengan
partai Kongres Nasional India, akan tetapi politik patuh dan setia kepada Inggris
yang terdapat dalam partainya tidak sesuai dengan pendiriannya yang
menginginkan penentangan terhadap Inggris untuk kepentingan nasional India.

9

3), h.

Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan,1998, Ct.

10

http://www.referensimakalah.com/2012/08/biografi-muhammad-alijinnah.html?m=1. Diakses pada tanggal, 04 Desember 2014

6

Ia juga menjauhkan diri dari Liga Muslim sampai dengan tahun 1913, yaitu ketika
organisasi tersebut merubah sikap dan menerima ide pemerintahan sendiri bagi
India sebagai tujuan perjuangan. Pada saat itu ia masih mempunyai keyakinan
bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan
tertentu dalam undang-undang Dasar, ia juga masih sepakat dengan ide
nasionalisme India, sehingga ia masih mengadakan perundingan dan
pembicaraan dengan pihak kongres nasional India terkait dengan nasionalisme
India.11
Akan tetapi, kemudian ia melihat bahwa untuk memperoleh pandangan
yang sama antara umat Islam dan hindu amat sangat sulit, bahkan ia menolak
dan menentang konsep nasionalisme India Gandhi yang didalamnya umat Islam
dan Hindu bergabung menjadi satu Bangsa, yang pada akhirnya mengharuskan ia
keluar dari Partai Kongres.
Setelah ia mengikuti Konferensi Meja Bundar di London ia memutuskan
untuk keluar dari arena politik dan menetap di inggris. Di sana ia menjadi
advokat, tetapi pada tahun tahun 1934 atas permintaan teman-temannya
termasuk Iqbal ia kembali ke India, dan pada tahun itu juga ia terpilih sebagai
ketua tetap Liga Muslimin12.
Kali ini Liga Muslimin dibawah pimpinan Jinnah memiliki semangat baru,
dan berubah menjadi gerakakan yang kuat. dengan adanya perkembangan ini
umat Islam India mulai sadar, bahwa apa yang dikhawatirkan ulama
terdahulunya telah menjadi kenyataan, dimana kekuasaan Hindu mulai terasa,
umat Islam di daerah mayoritas mulai melihat perlunya adanya barisan kuat
umat Islam di seluruh India.
D. Terbentuknya Negara Pakistan
Pemikiran pembaharuan Ali Jinnah sebenarnya lebih pada ranah politik,
pada awalnya ia beranggapan dan menganjurkan adanya nasionalisme India,
untuk melepaskan diri dari jajahan Inggris, akan tetapi dari hasil realitas dan
pengalaman yang ia rasakan membuatnya merubah haluan politiknya sejak ia
menemukan kekecewaan bersama partai kongres. sejak itulah ia beranggapan
bahwa kepentingan umat Islam di India tidak bisa lagi dijamin melalui
11

E. I. J. Rosental, Islam in the Modern National State, dalam Abd. Rahman., Sosok
Muhammad Ali Jinnah Sebagai Seorang Negarawan, Jurnal Adabiyah 7, no. 2 (2004): h. 12.
12

http://www.referensimakalah.com/2012/08/biografi-muhammad-ali-Jinnah.html?m=
1. Diakses pada tanggal, 04 Desember 2014

7

perundingan dan terbentuknya sebuah undang-undang dasar India secara
keseluruhan. Tetapi kepentingan umat Islam akan terjamin hanya melalui
pembentukan negara tersendiri yang terpisah dari negara ummat Hindu di India.
Ali Jinnah mulai membahas masalah pembentukan negara Islam di rapat
tahunan Liga Muslimin yang diadakan di Lahore pada tahun 1940, yang kemudian
menghasilkan persetujuan bahwa pembentukan negara tersendiri bagi umat
Islam sebagai tujuan perjuangan Liga Muslimin. Sejak itulah Jinnah mulai
memperjelas tentang negara Islam yang akan dibentuk (Pakistan). Menurutnya
negara tersebut ialah sebuah negara yang berada dibawah kekuasaan umat
Islam, tetapi tidak melupakan peran serta non-muslim dalam pemerintahan
dengan menyesuaikan jumlah mereka disetiap daerah.
Pembentukan negara Islam (Pakistan) Jinnah dan Liga Muslimin
mendapatkan dukungan umat Islam india, hal itu terlihat dari hasil pemilihan
1946, dimana Liga Muslimin memperoleh kemenangan di daerah-daerah yang
nantinya masuk Pakistan. Kedudukan Ali Jinnah dalam perundingan dengan
Inggris dan partai kongres Nasional India mengenai masa depan Islam semakin
kuat. Dan pada tahun 1947 Inggris mengeluarkan putusan untuk menyerahkan
kedaulatan kepada dua dewan konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu untuk
India. Pada tanggal 14 agustus 1947 dewan konstitusi Pakistan dibuka dan pada
tanggal 15 agustus 1947 diresmikan, Ali Jinnah diangkat menjadi Gubernur
Jendral atau Pemimpin besar bagi rakyat Pakistan, dan pada hari itulah Pakistan
lahir sebagai sebuah Negara umat Islam yang merdeka baik dari Inggris ataupun
India.13

13

Ahmad, Jamil, Hundred Greath Muslims. Diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus
dengan Judul Seratus Tokoh MuslimTerkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987. Lihat juga Ali, H.A.
Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung: Mizan, 1992. Lihat juga
Departemen Agama R.I.,Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Proyek Peningkatan Prasarana
dan
Sarana
Perguruan
Tinggi
Agama/IAIN,
1992/1993.
Lihat
juga
http://www.referensimakalah.com/2012/08/biografi-muhammad-ali-Jinnah.html?m= 1. Diakses
pada tanggal, 04 Desember 2014

8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hal yang perlu dicatat disini ialah bahwa meskipun pembahasan di atas hanya
meliputi dua tokoh, bukan berarti tidak ada tokoh lain yang berperan terkait
dengan terbentuknya Pakistan, karena sebagaimana dijelaskan oleh harun
Nasution bahwa pemikiran pembaharuan Islam di India telah dimulai oleh Syah
Waliyullah. Hanya saja, dari banyak tokoh pembaharu yang memiliki peran
dominan terkait dengan terbentuknya Pakistan adalah Muhammad Iqbal dan
Muhammad Ali Jinnah. Tetapi para Pembaharu-Pembaharu Lain juga mempunyai
peran masing-masing terkait dengan hal itu, sebagaimana menurut Harun
Nasution, Sayyid Ahmad Khan, dengan idenya tentang pentingnya Ilmu
Pengetahuan, Sayyid Amir Ali yang menyatakan bahwa Islam tidak menentang
kemajuan Modern secara disengaja atau tidak berperan dalam mewujudkan
Pakistan.

9

DAFTAR PUSTAKA
Azzumardi Azra dan Syafi’i Ma’arif dalam Ensiklopedi Tokoh Islam
Ahmad, Jamil, Hundred Greath Muslims. Diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus
dengan Judul Seratus Tokoh MuslimTerkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1987.
Bilgrami, Iqbal Sekilas Tentang Hidup dan Pikiran-Pikirannya, terj. Djohan Effendi.
(Jakarta : Bulan Bintang, 1982).
Departemen Agama R.I.,Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Proyek
Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN,
1992/1993.
Ensiklopedi Umum, Penerbit Yayasan Kanisius, tahun 1977
E. I. J. Rosental, Islam in the Modern National State, dalam Abd. Rahman., Sosok
Muhammad Ali Jinnah Sebagai Seorang Negarawan, Jurnal Adabiyah 7,
no. 2 (2004)
Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta,
Gema Insani, cet.1, 2006)
H.A Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung, Mizan
1998), Cet. III
Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta,
Gema Insani, cet.1, 2006)
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003, cet.
XIV
http://www.referensimakalah.com
Musthafa Muhammad Hilmi, Manhaj 'Ulama' al-Hadits wa as-Sunnah Fii Ushuul
ad-Diin, Kairo, Daar Ibn Jauzi, Cet. 1, 2005)

10

Muhammad Iqbal, dkk, Pemikiran Politik Islam ; Dari Masa Klasik Hingga
Indonesia Kontemporer, 2010, Ed. Revisi
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah, Kurikulum/GBPP
1994, (Jakarta : Toha Putra Semarang, 2003).
Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India, (Princeton : Princeton University
Press, 1957)

11