KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN M

KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA BONEKA TANGAN DI TAMAN KANAK-KANAK (TK) KARTIKA
1-7 CENGKEH PADANG
OLEH
Mahyurianti
NIM 17330017
Mahasiswa Program Magister Universitas Negeri Padang
ABSTRAK
Penelitian dilatar belakangi sebagai berikut. Pertama, anak cenderung tidak
percaya diri ketika berbicara dengan guru ataupun dengan teman sejawat. Kedua,
anak kurang mampu menggunakan lafal, hal yang dibicarakan, dan objek yang
dibicarakan. Ketiga, penggunaan bahasa yang kurang fasih sehingga kata-kata yang
diucapkan menjadi tidak jelas dan sering diulang-ulang. Keempat, media yang
digunakan tidak menarik sehingga anak merasa bosan berada dalam ruangan dan
cenderung tidak mau berbicara. Maka dari itu penulis membutuhkan media yang
dapat membuat anak bisa berbicara apalagi mau bercerita. Maka penulis
menggunakan media boneka tangan untuk memancing siswa berbicara. Tujuan
Penelitian ini adaalah Mendeskripsikan kemampuan kemampuan berbicara dengan
menggunakan media boneka tangan di taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7 Padang.
Penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan menggunakan Metode Deskrptif.
Populasi penelitian ini adalah Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7 Padang yang berjumlah

16 anak. Pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, pada
pertemuan pertama guru menjelaskan berbicara, keguanaan berbicara dengan cara
siswa diajak bercerita, berdiskusi, bermain dan melakukan hal menyenangkan bagi
anak namun sesuai dengan aspek berbicara. Kedua, setelah anak diberikan semacam
perlakuan seperti pendekatan bercerita yang berhubungan dengan media anak
diperkenalkan dengan boneka tangan, apa saja yang ada di dalam boneka tangan dan
penggunaan boneka tangan. Ketiga, anak melakukan kegiatan, selanjutnya guru
mengisi lembaran format angket yang telah diidentifikasi sebelumnya. Keempat guru
melakukan media, dan ada kaloberasi dengan guru yang lain guna memerhatikan
media yang telah diterapkan. Keenam, setelah selesai, angket di diperiksa sesuai
dengan aspek yang diteliti. Pelaksanaan angket dengat satu-persatu anak yang diteliti.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini
(PAUD)
adalah
suatu
upaya
pembinaan yang ditujukan kepada

anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun, yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani,
agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut (UU
Nomor 20 Tahun 2003). Pendidikan
anak usia dini bertujuan untuk
mengembangkan
semua
aspek
perkembangan yang dimiliki anak
untuk memunculkan potensi secara
optimal. Aspek perkembangan tersebut
meliputi aspek nilai agama dan
moral,aspek sosial emosional, aspek
kognitif, aspek bahasa, dan aspek fisik
motorik.
Menurut

Dadan
Suryana
(2013:54)
sebetulnya
proses
pendidikan anak usia dini sudah
berlangsung saat di dalam kandung,
lalu sesudah lahir, sampai SD kelas
awal (I, II, dan III). Dengan demikian
pendidikan anak usia dini berakhir kirkira pada usia 8 tahun. Sementara itu,
UNESCO mebagi perjenjang sekolah
kedalam tujuh klasifikasi, jenjang
terendah disebut pendidikan anak usia
dini. Jenjang terendah ini disebut level
0, sedangkan pendidikan prasekolah

sebagai pendidikan bagi anak usia 3-5
tahun
Kemampuan berbahasa di
ungkapkan dalam hal berbicara.

Berbicara merupakan kemampuan
yang didapat secara alamiah, tetapi
berbicara secara formal memerlukan
proses latihan dan pengarahan yang
insentif. Pada usia taman kanak-kanak
harusnya anak sudah dapat berbicara
dengan baik dan lancar, anak sudah
dapat mengulang atau menirukan
kembali beberapa kata bahkan dapat
mengucapkan
beberapa
kalimat.
Namun pada kenyataannya sebagian
besar anak usia TK belum memiliki
kemampuan berbicara yang baik.
Berdasarkan hasil observasi
dan wawancara yang dilakukan pada
bulan Oktober-November 2017 dengan
anak Kartika 1-7 Padang, terkait
dengan kemampuan anak dalam

berbicara
ditemukan
beberapa
permasalahan.
Pertama,
anak
cenderung tidak percaya diri ketika
berbicara dengan guru ataupun dengan
teman sejawat. Kedua, anak kurang
mampu menggunakan lafal, hal yang
dibicarakan,
dan
objek
yang
dibicarakan.
Ketiga,
penggunaan
bahasa yang kurang fasih sehingga
kata-kata yang diucapkan menjadi
tidak jelas dan sering diulang-ulang.

Keempat, media yang digunakan tidak
menarik sehingga anak merasa bosan
berada dalam ruangan dan cenderung
tidak mau berbicara. Maka dari itu

penulis membutuhkan media yang
dapat membuat anak bisa berbicara
apalagi mau bercerita. Maka penulis
menggunakan media boneka tangan
untuk memancing siswa berbicara.
Menurut
Dadan
Suryana
(2013:55)
dalam
rangka
mengoptimalkan perkembangan anak
melalui pendidikan anak usia dini,
program pendidikan harus disesuaikan
dengan karekteristik anak yang

mempunyai
pengalaman
dan
pengetahuan yang berbeda. Progam
pendidikan
harus
memberikan
rangsangan dorongan, dan dukungan
kepada anak. Program untuk anak
harus memperhatikan seluruh aspek
perkembangan anak serta disesuaikan
dengn
kebutuhan,
minat,
dan
kemampuan anak
Anak masih kesulitan dalam
menyampaikan pendapat dan pikiran
mereka
dengan

bahasa
lisan.
Kemampuan berbicara yang baik akan
membantu anak dalam kehidupan
sehari–hari, selain membantu dalam
berkomunikasi dengan orang lain juga
melatih keberanian anak. Maka dari itu
penulis meneliti tentang “Kemampuan
Berbicara
Dengan
Menggunakan
Media Boneka Tangan Di Taman
Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang
Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan penelitian ini
adalah kemampuan berbicara dengan

menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7

Padang.
Tujuan Penulisan
Mendeskripsikan
kemampuan
kemampuan
berbicara
dengan
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang.
KAJIAN TEORITIS
Karakteristik Bahasa Anak Usia 5-6
Tahun
Menurut
Jamaris
dalam
Susanto (2011: 78), karakteristik
perkembangan bahasa anak usia 5-6
tahun sudah mampu mengucapkan
lebih dari 2.500 kosakata, lingkup

kosakata yang dapat diucapkan anak
menyangkut warna, ukuran, bentuk,
rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu,
perbedaan, perbandingan, jarak, dan
permukaan (kasar-halus), anak usia 5-6
tahun sudah dapat berpartisipasi dalam
suatu percakapan. Anak sudah dapat
mendengarkan orang lain berbicara
dan menanggapi pembicaraan tersebut.
Percakapan yang dilakukan oleh anak
5-6 tahun telah menyangkut berbagai
komentarnya terhadap apa yang
dilakukan oleh dirinya sendiri dan
orang lain, serta apa yang dilihatnya.
Menurut Ernawulan (2005: 49),
perkembangan kemampuan berbicara
anak usia 5-6 tahun adalah sudah dapat

mengucapkan kata dengan jelas dan
lancar, dapat menyusun kalimat yang

terdiri dari enam sampai delapan kata,
dapat menjelaskan arti kata-kata yang
sederhana, dapat menggunakan kata
hubung, kata depan dan kata sandang.
Pada masa akhir usia taman kanakkanak umumnya anak sudah mampu
berkata-kata sederhana dan berbahasa
sederhana, cara bicara mereka telah
lancar, dapat dimengerti dan cukup
mengikuti tata bahasa walaupun masih
melakukan kesalahan berbahasa.
Hasil penelitian Loban, Hunt,
dan Cazda yang dikutip oleh Ellies
(Muh. Nur Mustakim, 2005: 129)
mengemukakan tentang karakteristik
berbicara anak usia 5 dan 6 tahun
sebagai berikut: suka berbicara dan
umumnya berbicara kepada seseorang,
tertarik menggunakan kata-kata baru
dan luas, banyak bertanya, tata bahasa
akurat dan beralasan, menggunakan
bahasa
yang
sesuai,
dapat
mendefinisikan dengan bahasa yang
sederhana,
menggunakan
bahasa
dengan
agresi,
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, sangat aktif
berbicara.
Faktor
yang
Mempengaruhi
Perkembangan Bahasa Anak
Menurut Hurlock (1999: 183)
faktor
yang
mempengaruhi
perkembangan bahasa anak adalah
mengemukakan kondisi yang dapat
menimbulkan perbedaan dalam bahasa

yaitu kesehatan, kecerdasan, keadaan
sosial ekonomi, jenis kelamin,
keinginan berkomunikasi, dorongan,
ukuran keluarga, urutan kelahiran,
metode pelatihan anak, kelahiran
kembar, hubungan dengan teman
sebaya, kepribadian.
Kemampuan Berbicara Anak 5-6
Tahun
Kemampuan Berbicara adalah
kemampuan menyampaikan maksud
(ide,pikiran, gagasan, atau isi hati)
seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa lisan sehingga
maksud tersebut dapat dipahami oleh
orang lain dengan mudah. Menurut
Suhartono (2005: 20), kemampuan
berbicara
adalah
kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005:
165), kemampuan berbicara adalah
“beromong, bercakap, berbahasa,
mengutarakan isi pikiran, melisankan
sesuatu yang dimaksudkan”. Bicara
merupakan bentuk komunikasi yang
paling efektif, penggunaannya paling
luas dan paling penting.
Menurut
Hariyadi
dan
Zamzami (dalam Suhartono, 2005:
20), kemampuan berbicara adalah
proses berkomunikasi, sebab di
dalamnya terjadi pesan dari suatu
sumber ke tempat lain. Dari pengertian

yang
sudah
disebutkan
dapat
disimpulkan
bahwa
berbicara
merupakan suatu proses untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan ide, pikiran, gagasan,
atau isi hati kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa lisan yang dapat
dipahami oleh orang lain.
Kemampuan
anak
dalam
berbicara berdasarkan perkembangan
usia, karena semakin bertambahnya
usia maka perbendaharaan kata pada
anak juga makin bertambah. Permen
Diknas No. 58 Tahun 2009
menerangkan
tingkat
pencapaian
perkembangan bicara anak usia 5-6
tahun.
Hasil
observasi
bahwa
kemampuan anak dalam menyatakan
pendapat secara sederhana dengan
menggunakan bahasa sudah dapat
dikategorikan “berkembang sesuai
harapan”.
Anak usia dini, khususnya usia
5-6 tahun kemampuan bicara secara
mengagumkan. Owens dalam Rita
Kurnia (2009: 37) mengemukakan
bahwa anak usia tersebut memperkaya
kemampuan berbicaranya melalui
pengulangan.
Mereka
sering
mengulangi kosa kata yang baru dan
unik sekalipun belum memahami
artinya.
Dalam
mengembangkan
kemampuan berbicara tersebut, anak
menggunakan fast wrapping yaitu
suatu proses dimana anak menyerap
arti kata baru setelah mendengarnya

sekali atau dua kali dalam dialog. Pada
masa dini inilah anak mulai
mengkombinasikan suku kata menjadi
kata, dan kata menjadi kalimat.
Aliday dan Hasan dalam Rita
Kurnia (2009: 38) mengemukakan,
anak usia 5-6 tahun rata-rata dapat
menggunakan 900-1000 kosa kata
yang berbeda. Mereka menggunakan
4-5 kata dalam satu kalimat yang dapat
berbentuk kalimat pernyataan, negatif,
tanya, dan perintah. Anak usia 5 tahun
sudah mulai menggunakan kalimat
yang beralasan seperti “saya menangis
karena sakit”. Pada usia 6 tahun
pembicaraan
mereka
mulai
berkembang dimana kosa kata yang
digunakan lebih banyak dan rumit.
Hakikat Kemampuan Berbicara
Menurut Widowsson (dalam
Abdurahman dan Ratna 2003:94),
berbicara
adalah
kemampuan
menyampaikan pesan melalui bahasa
lisan.
Berbicara sering dianggap
sebagai alat komunikasi yang paling
penting bagi kontrol sosial. Hal ini
merupakan suatu bentuk prilaku
manusia yang memanfaatkan faktorfaktor fisik, psikologis, neurologis, dan
linguistik secara luas. Pentingnya
keterampilan berbicara setiap orang
dituntut untuk dapat berbicara dengan
baik untuk memenuhi kebutuhan
hidup.

Berikutnya, Tarigan (2008:15),
berbicara
adalah
kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan.
Berbicara tidak sekedar mengucapkan
bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara
adalah suatu alat mengkomunikasikan
gagasan
yang
disusun
serta
dikembangkan
sesuai
kebutuhan
pendengar atau menyimak Mulgrave
(dalam Abdulrahman dan Ratna
2003:96).
Berbicara adalah sarana untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan
yang disusun serta dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
pendengar atau penyimak. Berbicara
merupakan instrument (alat) yang
mengungkapkan kepada penyimak
hampir-hampir secara langsung apakah
si pembicara memahami atau tidak,
baik bahan pembicaraannya maupun
pendengarnya (Slamet, 2009:33).
Kemampuan berbicara adalah
kemampuan yang berkembang dalam
kehidupan anak yang didahului oleh
kemampuan menyimak. Berbicara dan
menyimak
merupakan
kegiatan
komunikasi dua arah yang langsung
serta merupakan komunikasi tatap
muka atau face to face communication
(Brooks dalam Henry Guntur Tarigan,
2008:4). Berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi

atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan
atau
menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan (Henry
Guntur Tarigan, 2008:16). Yeti
Mulyani,
dkk
(2011:
6.3-6.5)
menyatakan bahwa hakikat berbicara
adalah sebagai berikut: (1) Berbicara
metupakan ekpresi diri, (2) Berbicara
merupakan
kemampuan
mental
motorik, (3) Berbicara terjadi dalam
konteks ruang dan waktu.
Tujuan berbicara menurut
Menurut Tarigan (1983:15) tujuan
berbicara
adalah
(1)
untuk
berkomunikasi,
(2)
untuk
menyampaikan pikiran secara efektif.
sedangkan menurut Djago, dkk dalam
Hastuti (2012:25) tujuan berbicara
dapat digolongkan menjadi lima
golongan yaitu (a) menghibur, (b)
menginformasikan, (c) menstimulasi,
(d)
Meyakinkan,
dan
e)
menggerakkan.
Menurut
Sulvia
Menurut Sulvia dalam Nurbiana
Dheini, dkk (20083.6-3.9) hambatan
yang
terjadi
dalam
kompon
kebahasaan, meliputi(I) lafal dan
intonasi, (2) pilihan kata, (3) struktur
bahasa, dan (4) gaya bahasa.
Faktor Penunjang dalam Berbicara
Arief dan Yarni Munaf (2003:
50-59) menjelaskan faktor-faktor
penunjang dalam berbicara yaitu
sebagai berikut. Faktor kebahasaan
antara lain: 1) ketepatan ucapan, 2)
penempatan tekanan, 3) pilihan kata

(diksi).
Sedangkan
faktor
nonkebahasaan antara lain: 1) sikap
yang wajar, tenang, dan tidak kaku, 2)
pandangan harus diserahkan pada
lawan bicara, 3) gerak-gerik dan
mimik yang tepat, 4) kenyaringan
suara, 5) kelancaran, 6) relevansi atau
penalaran, dan 7) penguasaan topik.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan
sebagai berikut.
Hakikat Media Boneka Tangan
Menurut
Scramm
dalam
Dwijiastuti (2007:3), media adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan
untuk
keperluan
pembelajaran.
nilai-nilai
media
pembelajaran antara lain : (1)
Mengkonkretkan konsep-konsep yang
abstrak, (2) Menghadirkan objek yang
berbahaya atau suit didapat ke dalam
lingkungan belajar, (3) Menampilkan
objek yang terlalu besar. Guru dapat
menyampaikan gambaran mengenai
candi, pesawat dan lain-lain, (4)
Memperlihatkan gerakkan yang terlalu
lambat atau terlalu cepat. Media yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
media boneka tangan.
Boneka adalah tiruan dalam
bentuk manusia bahkan sekarang
dalam bentuk binatang. Boneka tangan
adalah tiruan bentuk baik bentuk
manusia, binatang atau bentuk lainnya
yang yang ukurannya disesuaikan
dengan ukuran tangan dengan berbagai
corak dan motif. Manfaat Boneka

Tangan antara lain: (a) tidak banyak
memakan
tempat
dalam
pelaksanaannya, (b) tidak menuntut
ketrampilan yang rumit bagi yang
akan, (c) memainkannya, (d) dapat
mengembangkan
imajinasi
anak,
mempertinggi keaktifan anak dan
suasana gembira, (e) Mengembangkan
aspek bahasa.
Tahapan
bermain
boneka
tangan antara lain; (1) guru
menyiapkan boneka tangan sesuai
dengan karakter yang dikehendaki, (2)
guru menggunakan boneka tangan,
kemudia
menerangkan
cara
menggunakan boneka tangan dan
contoh cara menggerakkannya sambil
berbicara,
(3)
kemudia
guru
memotivasi anak supaya mau mau
mencoba memakai boneka tangan,
anak yang paling berani di ajak
memotivasi teman-teman yang lain,
(4) guru memilih dua atau tiga anak
untuk maju. Anak yang dipilih dapat
anak yang paling berani, baru setelah
itu dipilih anak yang pemalu, (5) guru
mengarahkan saja, jika perlu guru turut
serta agar ceritanya dapat terarah, (6)
pada tahap awak berrmain boneka
tangan, anak didampingi dahulu oleh
guru agar ceritanya dapat lebih terarah
dan berjalan lancar. Selanjutnya anak
bermain boneka tangan secara spontan
tanpa didampingi guru.
Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah
penelitian
kuantitatif.
Dikatakan
kuantitatif karena data yang akan
dikumpulkan berupa angka-angka dan
dianalisis dengan rumus statistik.
Menurut Arikunto (2002:10) dikatakan
penelitian kuantitatif karena banyak
menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap
data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya.
Metode yang digunakan dalam
penelitian
ini
adalah
metode
deskriptif. Metode deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan karakter suatu
variabel, kelompok atau gejala sosial
yang terjadi di masyarakat. Penelitian
deskriptif tidak bertujuan untuk
menjelaskan hubungan antara variabel
satu dengan variabel yang lain,
sehingga tipe permasalahan deskriptif
hanya menyatakan satu variabel atau
satu konsep yang akan diteliti
(Martono, 2011:37). Metode deskriptif
digunakan untuk mengungkapkan
gambaran atau tulisan secara sitematis,
faktual, dan akurat mengenai fakta
objek yang akan di teliti. Serta
menganalisis data sehingga dapat
diketahui
gambaran
tentang
kemampuan
berbicara
dengan
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang. Sampel merupakan sebagian
atau wakil populasi yang diteliti.
Populasi penelitian ini adalah Kanak-

Kanak (TK) Kartika 1-7 Padang yang
berjumlah 16 anak.
Pengumpulan
data
dalam
penelitian ini dilakukan dua kali
pertemuan.
Pertemuan terakhir
melakukan isian lembaran yang telah
sesuai
format
dengan
cara
memperhatikan aspek berbicara yang
didapatkan
oleh
anak
setelah
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang. Perincian pertemuan tersebut
sebagai berikut. Pertama, pada
pertemuan pertama guru menjelaskan
berbicara, keguanaan berbicara dengan
cara siswa diajak bercerita, berdiskusi,
bermain
dan
melakukan
hal
menyenangkan bagi anak namun
sesuai dengan aspek berbicara. Kedua,
setelah anak diberikan semacam
perlakuan seperti pendekatan bercerita
yang berhubungan dengan media anak
diperkenalkan dengan boneka tangan,
apa saja yang ada di dalam boneka
tangan dan penggunaan boneka
tangan. Ketiga, anak melakukan
kegiatan, selanjutnya guru mengisi
lembaran format angket yang telah
diidentifikasi sebelumnya. Keempat
guru melakukan media, dan ada
kaloberasi dengan guru yang lain guna
memerhatikan media yang telah
diterapkan. Keenam, setelah selesai,
angket di diperiksa sesuai dengan
aspek yang diteliti. Pelaksanaan angket
dengat satu-persatu anak yang diteliti.

Data yang telah terkumpul
dianalisis dengan langkah-langkah
sebagai berikut. Pertama, menentukan
skor yang dilihat dari penggunaan
kemampuan
berbicara
dengan
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang dengan menggunakan format
rubric penilaian. Kedua, mengubah
skor kemampuan berbicara dengan
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang menjadi nilai. Ketiga, mencari
rata-rata kemampuan berbicara dengan
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang berdasarkan rata-rata hitung
(M). Keempat, kemampuan berbicara
dengan menggunakan media boneka
tangan di taman Kanak-Kanak (TK)
Kartika 1-7 Padang berdasarkan skala
10. Kelima, menguraikan hasil analisis
data dengan cara mendeskripsikan
kemampuan
berbicara
dengan
menggunakan media boneka tangan di
taman Kanak-Kanak (TK) Kartika 1-7
Padang.
Keenam,
menuliskan
histogram hasil penelitian. Ketujuh,
meyimpulkan hasil penelitian.
PENUTUP
SIMPULAN
Media
adalah
teknologi
pembawa
pesan
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
keperluan
pembelajaran. Boneka adalah tiruan

dalam bentuk manusia bahkan
sekarang dalam bentuk binatang.
Boneka tangan adalah tiruan bentuk
baik bentuk manusia, binatang atau
bentuk lainnya yang yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran tangan
dengan berbagai corak dan motif.
Manfaat Boneka Tangan antara lain:
(a) tidak banyak memakan tempat
dalam pelaksanaannya, (b) tidak
menuntut ketrampilan yang rumit bagi
yang akan, (c) memainkannya, (d)
dapat mengembangkan imajinasi anak,
mempertinggi keaktifan anak dan
suasana gembira, (e) Mengembangkan
aspek bahasa.
Saran
Saran yang dapat peneliti berikan
setelah melakukan penelitian ini adalah
1.

2.

Diharapkan
dengan
adanya
rancangan
penelitian
ini,
pendidik atau guru dapat
mengunakan media atau alat
seperti boneka tangan dalam
pembelajaran.
Dengan adanya penggunaan
media
tangan
bagi
anak
diharpakan pembejaran sambil
bermain yang di terapkan di
taman
kanak-kanak
bisa
diterapkan dengan maksimal.
KEPUSTAKAAN

Arief, Emawati dan Yarni Munaf.
2003. Pengajaran

keterampilan Berbicara.
(Buku Ajar). Padang: FBSS
UNP.
Abdurrahman dan Elya Ratna. 2003.
“Evaluasi Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia”. Buku
Ajar. Padang: Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia FBSS UNP.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dadan Suryana. 2013. Profesionalisme
Guru Pendidikan Anak Usia
Dini Berbasis Peraturan
Menteri N0. 58 Tahun 2009.
Pedagogi. Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan Volume XIII
No.2 November 2013.
Dadan Suryana. 2017. Pengetahuan
Tentang
Strategi
Pembelajaran, Sikap, Dan
Motivasi Guru. Universitas
Negeri Padang, Kampus UNP
Jl.Prof Hamka Air Tawar
Padang. Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan Volume 6.
Dadan Suryana. 2014. Jurnal Cendekia
Jilid I No. 2, Januari. Volume
XI No.5 November 2014.
Dwijiastuti. (2007). Media dan Media
APE dan Sumber Belajar TK.
Surakarta: UNS Press.

Henry

Guntur Tangiran. (2008).
Berbicara
Sebagai
Keterampilan
Berbahasa.
Bandung: Angkasa.

Martono, Nanang. 2011. “Metode
Penelitian
Kuantitatif”.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Nurbiana Dhien, dkk. (2008). Metode
Pengembangan
bahasa.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Solchan T.W.,dkk. (2008). Pendidkan
bahasa Indonesia di SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Pengertian Kemampuan. Diperoleh 9
Desember 2017 dari
http://ian43.wordpress.com/201
0/12/23/ pengertiankemampuan/.
Pengembangan Kemampuan Bahasa.
Diperoleh 9 Desember 2017
dari
http://paudngesti.wordpress
.com/2009/06/30/pengembanga
n-kemampuan bahasa-anak
Pengertian Boneka Tangan. Diperoleh
9 Desember 2017 dari
http://nirmala.wordpress.com/2
010/ 11/29/makalah-pengertianbonekatangan/.
Pendekatan Pengalaman Berbahasa.
Diperoleh 9 Desember 2017
dari
http://staff.uny.ac.id/sites/defau

lt/files/ARTIKELBERBICARA-PEDEKATANPENGALAMANBERBAHASA.
Yeti Mulyani.
(2011).
Bahasa
Indonesia.
Jakarta:
Universitas
Terbuka .